• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pasal 5: Setiap orang dilarang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pasal 5: Setiap orang dilarang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN RUU PORNOGRAFI

JIKA DIBANDINGKAN DENGAN RUU SEBELUMNYA

NO RUU-P LAMA (23 Juli 2008) RUU-P BARU (4 September 2008)

1. Pasal 5: Setiap orang dilarang melibatkan anak sebagai objek atas kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

(Dalam UU Baru Pasal ini dipindah pada Pasal 11)

Pasal 5: Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh

pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

(Pasal ini merupakan Pasal 6 dalam RUU yang lama)

2. Pasal 6 : Setiap orang dilarang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).

(Pasal ini naik menjadi Ps.5 pada RUU yang baru)

Pasal 6: Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan.

(Pasal ini merupakan Pasal 7 dalam Undang Undang yang lama)

3. Pasal 7: Setiap orang dilarang memperdengarkan,

mempertontonkan,

memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi kewenangan oleh perundang-undangan.

(Pasal ini naik menjadi Pasal 6 pada RUU yang baru)

Pasal 7: Setiap orang dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

(Pasal ini adalah Pasal 8 dalam RUU yang lama)

4. Pasal 8: Setiap orang dilarang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

(Pasal ini naik menjadi Pasal 7 pada RUU yang baru)

Pasal 8: Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

(Pasal ini adalah Pasal 9 dalam RUU yang lama)

5. Pasal 9: Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang

mengandung muatan

Pasal 9 : Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi

(2)

pornografi.

(Pasal ini naik menjadi Pasal 8

pada RUU yang baru) (Pasal ini adalah Pasal 10 dalam RUU yang lama)

6. Pasal 10: Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

(Pasal ini naik menjadi Pasal 9 pada RUU yang baru)

Pasal 10 : Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.

(Pasal ini adalah Pasal 11 dalam RUU yang lama)

7. Pasal 11 : Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau

dipertontonkan dalam

pertunjukan atau di muka umum

yang menggambarkan

ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya. (Pasal ini naik menjadi Pasal 10 pada RUU yang baru)

Pasal 11 : Setiap orang dilarang melibatkan anak dalam kegiatan dan atau sebagai objek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, atau Pasal 10.

(Pasal ini adalah Pasal 5 dalam RUU yang lama, hanya saja materi yang mengatur pornografi terhadap anak diperluas, tidak hanya mencakup Pasal 4 saja, tetapi juga pasal 5,6,8,9 atau pasal 10.

8.

Pasal 14

Pembuatan,penyebarluasan,

dan penggunaan materi

seksualitas dapat dilakukan

untuk:

a. tujuan dan kepentingan

pertunjukan seni dan

budaya;

b. kepentingan adat istiadat

dan tradisi yang bersifat

ritual;

Pasal 14

Pembuatan, penyebarluasan, dan

penggunaan materi seksualitas dapat

dilakukan

untuk kepentingan dan

memiliki nilai:

c. seni dan budaya;

d. adat istiadat;dan

e. ritual tradisional

(Pada RUU yang baru seni dan budaya tidak hanya meliputi pertunjukan saja, tetapi diperluas untuk kepentingan seni dan budaya. Kemudian ritual tradisional tidak menjadi satu kesatuan dengan adapt istiadat).

9.

Pasal 15

Ketentuan lebih lanjut

(3)

mengenai syarat dan tata

cara perizinan pembuatan,

penyebarluasan, dan

penggunaan materi

seksualitas dan produk

pornografi untuk tujuan dan

kepentingan lembaga

pendidikan dan lembaga

pelayanan kesehatan diatur

dengan Peraturan

Pemerintah

.

Ketentuan mengenai syarat dan

tata cara perizinan pembuatan,

penyebarluasan, dan penggunaan

produk pornografi untuk tujuan

dan kepentingan pendidikan dan

pelayanan kesehatan dan

pelaksanaan ketentuan Pasal 13

diatur dengan Peraturan

Pemerintah

.

(UU Lama mengatur mengenai materi seksualitas dan produk pornografi, tetapi dalam RUU yang baru hanya disebutkan produk pornografi dan memberikan ruang bagi ketentuan dalam Pasal 13 untuk pemberian ijin

pembuatan,

penyebarluasan, dan penggunaan )

10.

Pasal 32

Setiap orang yang melibatkan anak dalam kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 33

Setiap orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 34

Pasal 32

Setiap orang yang meminjamkan atau mengunduh pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (Dua miliar rupiah).

Pasal 33

Setiap orang yang yang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (Dua miliar rupiah).

Pasal 34

Setiap orang yang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas)

(4)

Setiap orang yang memperdengarkan,

mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Pasal 35

Setiap orang yang mendanai atau memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 36

Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 37

Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta

tahun atau pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 35

Setiap orang yang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak

Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 36

Setiap orang orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Pasal 37

Setiap yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 38

Setiap orang yang melibatkan anak dalam kegiatan dan atau sebagai obyek

(5)

rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

Pasal 38

Setiap orang yang mempertontonkan diri atau dipertontonkan dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana penjara lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, ditambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman pidananya.

(Pasal 32 dalam RUU lama pindah menjadi Pasal 38 dalam RUU yang baru, sehingga ruang lingkup sanksi untuk pornografi anak diperluas, dan pasal2 dalam RUU lama dari Pasal 33 naik menjadi Pasal 33 pada RUU yang baru.

11. Pasal 40

Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Pasal 34, Pasal 37, dan Pasal 38 melibatkan anak dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Pasal 34, Pasal 37, dan Pasal 38 ditambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman pidananya.

Pasal 40

(1) Dalam hal tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya. (2) Tindak pidana pornografi dilakukan

oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama-sama.

(3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.

(4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diwakili oleh orang lain.

(5) Hakim dapat memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus

(6)

korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.

(6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.

(7) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.

12. Pasal 41

(1) Dalam hal tindak pidana pornografi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.

(2) Tindak pidana pornografi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama-sama.

(3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.

(4) Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diwakili oleh orang lain.

Pasal 41

Selain pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (7), korporasi dapat dikenakan pidana tambahan berupa:

a. pembekuan izin usaha; b. pencabutan izin usaha;

c. perampasan kekayaan hasil tindak pidana;dan atau

(7)

(5) Hakim dapat memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan pengurus korporasi supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan.

(6) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor. (7) Pidana pokok yang dapat

dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana dikalikan 3 (tiga) dari pidana denda yang ditentukan dalam setiap pasal dalam Bab ini.

14. Jumlah Pasal Pada RUU ini adalah

Referensi

Dokumen terkait

Titik kuat dari strategi ini adalah pendekatannya yang ilmiah, sistematis dan konsisten terhadap inovasi. Model ini sudah secara seksama diuji, dipertimbangkan dan telah

Di dalam al-Risalah , Imam Syafi‘i ketika membincangkan perkara-perkara al-‘am di dalam al-Quran yang dikhususkan oleh al-sunnah antaranya ialah tentang halal haram

Salah satu jenis kegiatan yang bisa dilakukan oleh Guru kelas dalam membantu siswaI. I mengatasi permasalahan belajar adalah dengan melaksanakan kegiatan

Implikasi dari kegiatan eduwisata teh harus dipasarkan sebagai produk Pendidikan sambil berwisata yang ditawarkan di desa Sarongge dalam menghabiskan waktu luang

Berdasarkan tabel penilaian di atas dapat dilihat bahwa rata-rata guru peserta pelatihan telah mampu membuat karya seni kaca patri, dengan dikuasainya

Dari hasil pengamatan di lapangan diperoleh gambaran bahwa daerah Kebon Tinggi merupakan suatu graben yang diakibatkan oleh sesar bongkah atau ”block faulting”, kemudian

Mekanisme pajak DTP merupakan pembayaran pajak yang ditanggung pemerintah dengan cara mengakui beban belanja subsidi dan pada saat bersamaan mengakuinya sebagai penerimaan

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan pada latar belakang di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Bagaimana pengembangan hybrid modul dan hasil validasi ahli