• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN LINGKUNGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN LINGKUNGAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN LINGKUNGAN

RPIJM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal analisis sosial, ekonomi dan lingkungan untuk meminimalisir pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap sosial, ekonomi dan lingkungan baik di perkotaan maupun di perdesaan. Analisis sosial, ekonomi dan lingkungan yang meliputi dari aspek, acuan peraturan perundang-undangan, kondisi eksisting sosial, analisis, dan rekomendasi.

4.1. Analisis Sosial 4.1.1. Aspek Sosial

Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarus utamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya.

a. Acuan Peraturan Perundang-undangan

Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

(2)

Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

3. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan.

b. Kondisi Eksisting Sosial

Perkembangan suatu daerah tak terhindar dari pertambahan penduduk dan persaingan kerja. Kondisi itu berdampak pada meningkatanya masyarakat yang masuk dalam kategori Rumah Tangga Miskin (RTM). Seperti di Bulungan yang telah berstatus Ibu Kota Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), hingga kini jumlah keluarga miskin justru bertambah, setelah dilakukan pendataan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) dan dibenarkan Badan Pusat Statistik Bulungan, terdapat 14.200 penduduk miskin Tahun 2013 di Kabupaten Bulungan tersebut.

Tabel 4.1. Kondisi Eksisting Sosial

No Kondisi Eksisting Sosial Keterangan

1. Masih rendahnya produktivitas

sektor produksi di daerah

berdampak pada lemahnya

dinamika inovasi dan

kewirausahaan

Keadaan ini dapat terlihat dengan adanya struktur ekonomi daerah yang masih didominasi dan sangat tergantung pada sumber-sumber yang bersifat ekstraktif (seperti : minyak, gas, kayu dan tambang) yang dimasa lalu telah memberikan konstribusi PDRB lebih besar

2. Belum berkembangnya iklim usaha

yang menciptakan dorongan untuk meningkatkan persaingan sehat dan rendahnya kemampuan tenaga kerja yang tersedia

Pembangunan ekonomi melalui sektor non migas dalam bentuk diversifikasi produk, pemesaran komoditi ekspor secara nyata masih diperankan oleh pemerintah daerah lain sehingga belum ada dorongan yang kuat untuk meningkatkan persaingan usaha dan peningkatan kemampuan

dari tenaga kerja untuk menghasilakan

diversifikasi produk yang bermutu tinggi

3. Meningkatanya masyarakat yang

masuk dalam kategori Rumah Tangga Miskin

Jumlah keluarga miskin semakin bertambah

setelah dilakukan pendataan Badan

Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) dan dibenarkan Badan Pusat Statistik Bulungan, terdapat 14.200 penduduk miskin pada tahun 2013 dan penyebab angka kemiskinan terjadi karena kemiskinan struktural atau keturunan serta akibat musibah seperti bencana alam (Banjir dan

Kebakaran Hutan, dsb) atau menderita

kebangkrutan

(3)

Masih rendahnya produktivitas sektor produksi di Kabupaten Bulungan berdampak pada lemahnya dinamika inovasi dan kewirausahaan, belum berkembangnya iklim yang menciptakan dorongan untuk meningkatkan persaingan sehat dan rendahnya kemampuan tenaga kerja yang tersedia. perekonomian Kabupaten Bulungan pada tahun 2015 didominasi oleh sektor-sektor ekonomi yang berbasis pada sumber daya alam (SDA), terutama dari sektor pertambangan dan pertanian. Jumlah seluruh nilai tambah yang tercipta akibat kegiatan ekonomi (PDRB) tanpa migas di Kabupaten Bulungan pada tahun 2015 adalah sebesar Rp.10.911.941,1 milyar rupiah.

Dari total PDRB Bulungan tersebut, sekitar 31,45 %nya berasal dari nilai tambah sektor Pertambangan dan penggalian Di samping keterbatasan kemampuan pendanaan, banyaknya segmen penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan menjadi faktor kendala utama upaya peningkatan berbagai kemampuan Sektor ekonomi berikutnya yang memberikan kontribusi perekonomian Bulungan adalah sektor Pertanian (16,84 %); sektor industri pengolahan (14,68 %); sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (7,11 %); .Sedangkan sektor-sektor lainnya hanya memberikan kontribusi di bawah 6 %. Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bulungan selama kurun waktu 2012 sampai 2015 sebesar 8,02 % (BPS Kab. Bulungan Tahun 2016).

c. Analisis Dengan Instrumen

Sebagian besar pengeluaran penduduk di Kabupaten Bulungan digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan sedang selebihnya digunakan untuk memenuhi konsumsi bukan makanan. Hal ini dapat dilihat dari %tase pengeluaran penduduk untuk konsumsi non makanan pada tahun 2015 sebesar Rp. 601.702, masih lebih tinggi dibandingkan pengeluaran untuk kebutuhan makanan.

Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan mencapai Rp. 1.226.381 dengan rincian Rp. 624.679 untuk konsumsi makanan dan Rp. 601.702 untuk

(4)

konsumsi bukan makanan. Dari total pengeluaran untuk konsumsi makanan, 12,17% digunakan untuk konsumsi padi-padian, 17,41% untuk konsumsi makanan dan minuman jadi dan 20,49% digunakan untuk konsumsi tembakau. Sedangkan pengeluaran konsumsi bukan makanan terutama digunakan untuk perumahan dan fasilitas rumah tangga yaitu sebesar 53,40%.

Indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur distribusi pendapatan, salah satunya dengan menggunakan Gini Ratio (dalam hal ini didekati dengan data pengeluaran rumah tangga).

Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bulungan pada tahun 2014 mengalami sedikit kenaikan yaitu dari 14.240 jiwa di tahun 2013 menjadi 14.468 jiwa. Besar kecilnya penduduk miskin dipengaruhi oleh garis kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Miskin

Tahun Penduduk Miskin Presentase Penduduk Miskin (%) (Rp/kapita/bulan) Garis Kemiskinan

2007 24.000 22,31 179.744 2008 19.290 17,14 199.736 2009 16.500 15,96 229.979 2010 16.600 14,58 248,653 2011 14.400 12,14 283.179 2012 13.700 11,76 302.225 2013 14.240 12,04 322.878 2014 14.468* 12,03* 375.856

Keterangan : *) Angka Sementara

Sumber : BPS Kabupaten Bulungan Dalam Angka, 2015

d. Rekomendasi Perlindungan Sosial

Program perlindungan sosial merupakan salah satu program prioritas Pemerintah Kabupaten Bulungan yang ditempuh melalui perluasan akses sosial khususnya pada masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan dan kesempatan berusaha dengan tujuan meningkatkan pendapatan serta memberikan stimulus melalui pendidikan non formal yang berkaitan dengan kewirausahaan, penyediaan sarana dan prasarana lingkungan pemukiman.

(5)

Dalam upaya percepatan perlindungan sosial harus dilakukan dengan pendekatan-pendekatan sesuai dengan penyebab masalah sosial tersebut terjadi, baik yang disebabkan individual keluarga, subkultural, agensi maupun struktural. Selain itu perlu dilihat dari ukuran kemiskinan, apakah bersifat miskin absolut, relatif atau kultural. Salah satu aspek penting untuk mendukung Strategi perlindungan sosial adalah tersedianya data dan informasi kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Ketersediaan data dan informasi kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan serta pencapaian tujuan/sasaran dari kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan pada tingkat nasional dan tingkat daerah (khususnya daerah kabupaten/kota).

4.2. Analisis Ekonomi 4.2.1 Aspek Ekonomi

Ekonomi adalah salah satu aspek kehidupan nasional yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat, yang meliputi produksi, distribusi, serta konsumsi barang dan jasa, dan dengan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.Dalam menganalisis keadaan perekonomian suatu daerah dapat bermacam-macam salah satunya beberapa teknik yang sering digunakan oleh para perencana untuk mendapat gambaran atas perekonomian obyek perencanaannya. Aspek Perekonomian Kabupaten Bulungan didukung oleh sembilan (9) Sektor Lapangan Usaha PDRB, dari hasil penghitungan PDRB Kabupaten Bulungan, terlihat bahwa perekonomian Kabupaten Bulungan pada tahun 2015-2016 sangat didominasi oleh sektor-sektor ekonomi yang berbasis pada sumber daya alam, terutama dari sektor pertambangan dan pertanian, akan tetapi permasalahan yang sedang dihadapi beberapa tahun terakhir adalah harga migas dan pertambangan dunia mengalami penurunan harga yang cukup signifikan sehingga mempengaruhi aspek perekonomian yang menompang sumber ekonomi Kab.Bulungan cukup sulit dalam masa-masa terakhir ini.

(6)

a. Acuan Peraturan Perundang-undangan

Peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat dalam mengingkatkan ekonomi sesuai dengan peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 mengenai Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, pembagian, serta Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yangg Berkeadilan, dan perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 mengenai Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.

4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah. 5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 mengenai Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

6. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. b. Kondisi Eksisting

Salah satu strategi dan tujuan pembangunan nasional adalah pemerataan pendapatan bagi penduduknya. Peningkatan pendapatan yang tinggi akan sedikit manfaatnya bagi masyarakat apabila tingkat pemerataannya rendah, bahkan dapat memungkinkan timbulnya ekses negatif berupa kerawanan sosial jika kesenjangan antara kaya dan miskin semakin lebar.

Kondisi Eksisting dari data nilai pendapatan riil yang diterima masyarakat secara teknis sangat sulit diperoleh sehingga digunakan pendekatan pengeluaran rumah tangga. Terdapat dua indikator utama yang biasa digunakan untuk mengukur tingkat pemerataan pendapatan, yaitu indikator distribusi pendapatan berdasarkan Gini Rasio.

Berdasarkan kriteria tingkat ketimpangan pendapatan penduduk Kabupaten Bulungan terlihat bahwa selama periode 2011-2014 tingkat ketimpangan pendapatan penduduk relatif membaik. Hal ini tampak dari %tase pendapatan

(7)

pada kelompok 20 % penduduk berpendapatan tinggi menurun sedangkan pada kelompok 40 % penduduk berpendapatan sedang meningkat.

Indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur distribusi pendapatan, salah satunya dengan menggunakan Gini Ratio (dalam hal ini didekati dengan data pengeluaran rumah tangga). Kurun waktu 2011-2014 nilai Gini Ratio Kabupaten Bulungan, yaitu dari sebesar 0,24 pada tahun 2011, kemudian sebesar 0,403 pada tahun 2012, pada tahun 2013 menjadi sebesar 0,357 dan 1,87 pada tahun 2014. Nilai gini ratio dibawah angka 1, menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan pengeluaran antar kelompok pendapatan tergolong rendah.

Tabel 4.3. Perkiraan Persentase Pembagian Total Pendapatan Perkapita Dan Gini Ratio Tahun 2011-2014

Distribusi Pembagian Pendapatan 2011 2012 2013 2014 40% rendah 19,81 19,26 20,85 21,49 40% sedang 52,12 37,78 39,14 38,26 20% tinggi 28,69 42,96 40,01 40,25 Gini Ratio 0,24 0,403 0,357 1,87

Sumber : Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Bulungan, 2015

c. Hasil Analisis Ekonomi

Menurut hasil penghitungan PDRB Kabupaten Bulungan (BPS, 2016) terlihat bahwa perekonomian Kabupaten Bulungan pada tahun 2014 masih didominasi oleh lapangan usaha yang berbasis pada sumber daya alam (SDA), terutama dari kategori pertambangan dan pertanian (Tabel 4.6), meskipun pertumbuhan untuk sektor pertambangan mengalami penurunan mulai dari 1,99% pada tahun 2014 dan turun menjadi -10,16% pada tahun 2015 akan tetapi sektor tersebut masih menjadi dominasi terbesar dari Jumlah seluruh nilai (PDRB) tahun 2015 sebesar 2.932 milyar rupiah (Tabel 4.5).

(8)

Tabel 4.4. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bulungan Tahun 2010-2015 (jutaan Rupiah)

Tahun Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan

2012 11.516.445,9 8.646.404,2

2013 12.028.979,6 9.110.271,5

2014 12.725.131,7 9.518.310,2

2015 12.819.168,9 9.626.864,3

Sumber : Kabupaten Bulungan Dalam Angka, 2016

Dari total hasil perhitungan PDRB Bulungan tahun 2015 Atas Dasar Harga Berlaku (ADH Berlaku) sekitar 15,80% berasal dari nilai tambah kategori Pengadaan Listrik dan Gas, Lapangan usaha berikutnya yang cukup banyak memberikan kontribusi perekonomian Bulungan adalah Jasa Keuangan dan Asusransi (11,4 %); Real Estate (9,99 %); Jasa Pendidikan (9,89 %); serta kategori Administrasi Pemerintahaan, Pertanahaan dan Jaminan Sosial Wajib (9,95 %). Sedangkan kategori lainnya hanya memberikan kontribusi di bawah 9,95 %.

Jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 mengalami perlambatan, disebabkan salah satu sektor yakini sektor pertambangan dan penggalian banyak mengalami kemunduran yang disebabkan karena harga bahan minieral bumi seperti batu bara, minyak bumi, gas dan lainnya mengalami penurunan harga secara global sehingga laju perkembangannya sangat lambat dalam beberapa waktu terakhir sedangkan untuk ongkos produksi, opersional dan maintenance sangat tinggi.

Perkembangan PDRB per sektor Kabupaten Bulungan selama kurun waktu 2012-2015 memperlihatkan kecenderungan yang terus meningkat khsusnya pada sektor Industri Pengolahan, yaitu dari 5,44 % tahun pada tahun 2014 menjadi 6,98 % pada tahun 2015. Namun perlu diketahui bahwa pendapatan per sektor tersebut tidak semua mencerminkan tingkat kesejahteraan sesungguhnya. Hal ini dikarenakan pendapatan persektor diperoleh berdasarkan PDRB dikurangi dengan penyusutan, pajak tak langsung,

(9)

Tabel 4.5. Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Dengan Migas Tahun 2010 - 2015 Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Bulungan

No Sektor 2012 2013 2014 2015

% % % %

1 Pertanian 5,94 1,48 -0,61 2,72

2 Pertambangan & penggalian 10,84 5,63 1,99 -10,16

3 Industri pengolahan 3,64 5,93 5,44 6,98

4 Listrik, gas, & air bersih 9,86 11,61 14,65 15,80

5 Konstruksi 7,73 9,61 11,24 10,69

6 Perdagangan besar dan eceran 6,16 3,15 4,44 8,26

7 Transportasi dan pergudangan 1,63 8,14 8,32 4,03

8 Penyediaan Akomodasi dan Makan 9,64 6,94 7,40 9,32

9 Informasi dan Komunikasi 14,75 8,56 9,50 9,66

10 Jasa Keuangan dan Asuransi 9,01 8,75 3,90 11,14

11 Real Estat 15,42 13,12 15,24 9,99

12 Jasa Perusahaan 1,76 4,92 6,08 3,05

13 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,14 3,29 12,64 9,95

14 Jasa Pendidikan 28,82 9,51 9,89 9,98

15 Jasa kegiatan dan kegiatan sosial 6,69 4,21 7,93 9,28

16 Jasa lainnya 2,86 3,64 7,78 5,49

Total (%) 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber : Diolah dari Kabupaten Bulungan Dalam Angka, 2016

d. Rekomendasi Ekonomi

Dari rekomendasi yang dapat diberikan dengan pemilihan strategi positioning usaha industri berbasis daerah, dalam melakukan reindustrialisasi maka pemerintah Kabupaten Bulungan perlu menyederhanakan perizinan serta harmonisasi tarif juga harus dilakukan untuk meningkatkan daya saing industri. Selain itu pemerintah Kabupaten Bulungan melalui Perda, Perbub atau Pergub perlu membuat adanya regulasi atau aturan yang akan mempermudah akses pembiayaan baik dari lembaga keuangan bank maupun bukan bank perusahaan negara (BUMN), swasta, dan UMKM maupun koperasi, sehingga dari beberapa sektor usaha berkelanjutan (sustainable) seperti Jasa kegiatan dan kegiatan sosial, Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah daur ulang, serta usaha akomodasi dan pengolahan makan yang dapat memberikan kestabilan dalam mengingkatkan

(10)

taraf ekonomi masyarkat, diharapkan dapat berkembang dan menjadi basis perekonomian utama Kabupaten Bulungan.

Data yang disajikan rata - rata tiap tahun pada sektor pertambangan dan penggalian selalu menalami penurunan tiap tahunnya yang dikhawatirkan kedepan akan habis pada masanya karena usaha pertambangan dan penggalian adalah usaha yang mengandalakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui sehingga tidak dapat diandalkan (unreliable), diharapkan kedepanya masyarakat Kabupaten Bulungan sudah harus bisa mengarah ke usaha yang lebih kontinue dari pada hanya bersifat sementara waktu.

4.3. Analisis Lingkungan 4.3.1. Aspek Lingkungan

Aspek lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten Bulungan telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

a. Acuan Peraturan Perundang-undangan

Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: “Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”.

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional : “Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang”.

(11)

3. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis : Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan.

4. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan SPPL bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.

b. Kondisi Eksisting Lingkungan

Kondisi eksisting lingkungan permukiman menggambarkan kondisi lingkungan jumlah perumahan secara umum baik itu yang layakhuni maupun yang tidak layak huni, tersedianya jaringan air bersih, jaringan persampahan yang memadai, Tidak adanya data terkait dengan jumlah perumahan yang ada pada Kabupaten Bulungan saat ini, maka diasumsikan bahwa setiap Kartu Keluarga (KK) memiliki satu rumah. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa kondisi rumah yang ada berdasarkan indeks kemiskinan per KK. Keluarga dengan kategori menengah keatas atau tidak termasuk kategori miskin diasumsikan memiliki rumah yang layak huni.

Jumlah KK pada tahun 2015 berdasarkan Kabupaten Bulungan Dalam Angka adalah 30.315. Dengan demikian, maka Housing Stock pada tahun 2015 dapat diasumsikan berjumlah 30.315 unit rumah (1 KK diasumsikan memiliki 1 rumah). rumah tidak layak huni yang ada pada saat ini. Terbatasnya data rumah tidak layak huni sehingga sebagaimana dijelaskan diatas, bahwa kondisi rumah dilihat berdasarkan indeks kemiskinan. Semakin miskin orang tersebut maka semakin tidak layak rumah tersebut untuk ditempati. Dengan demikian rumah layak huni dan tidak layak huni dapat dikelompokkan berdasarkan

(12)

jumlah KK tidak miskin dan miskin. %tase jumlah penduduk miskin per KK dapat diasumsikan sebagai rumah penduduk yang tidak layak huni.

Tabel 4.6. Kondisi Eksisting Lingkungan Permukiman

No Kondisi Eksisting Lingkungan

Permukinan Keterangan

1. Meningkatnya penguasaan lahan

berskala besar oleh banyak pihak yang tidak disertai dengan kemampuan untuk membangun

Meluasnya lahan tidur di daerah sekitar kawasan perkotaan (hinterland).

Maraknya spekulasi lahan.

2. Belum terorganisasikannya dengan

baik perencanaan dan

pemprograman perumahan dan permukiman

Penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman yang nampaknya belum menjadi prioritas bagi banyak Pemerintah Daerah, karena berbagai sebab dan keterbatasan (Dinas/Instansi yang memiliki kewenangan dalam menangani perumahan dan permukiman masih terbatas jumlah dan ruang gerak/aktifitasnya).

Belum tertampungnya aspirasi dan kepentingan masyarakat yang memerlukan rumah, termasuk hak untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan.

Penyediaan lahan/tanah, prasarana dan sarana,

teknologi, bahan bangunan, konstruksi,

pembiayaan dan kelembagaan yang masih

memerlukan pengaturan yang dapat

mengakomodasikan muatan dan kapasitas lokal.

3. Belum terselesaikannya masalah

ketidakseimbangan pembangunan desa-kota (dikotomi kota-desa) yang telah menumbuhkan berbagai kesenjangan sosio-ekonomi

Desa menjadi kurang menarik dan dianggap tidak cukup prospektif untuk dihuni, sedangkan kota semakin padat dan tidak nyaman untuk dihuni.

4. Marak dan berkembangnya

masalah sosial kemasyarakatan di daerah

perkotaan

kesenjangan pendapatan, menajamkan strata antar kelompok dalam masyarakat, ketidaknyamanan bertempat tinggal,

urban crime, dan lainnya

5. Kekurang-siapan dalam

mengantisipasi kecepatan dan dinamika

pertumbuhan fisik dan fungsional kawasan perkotaan

Kawasan

kumuh tumbuh sejalan dengan berkembangnya pusat-pusat kegiatan

ekonomi

Sumber : RESPAM Kab. Bulungan

Untuk mewujudkan perumahan dan kawasan permukiman yang bersih, maka perlu penanganan persampahan mulai dari penyapuan atau pengumpulan sampah, pengangkutan sampah dari (TPS) Tempat Pemprosesan Sementara ke (TPA) Tempat Pemprosesan Akhir Sampah yang saling terintegrasi. Pada saat

(13)

ini Jumlah TPS di Kabupaten Bulungan sebanyak 96 unit dengan daya tampung sebesar 69.120 m2. Dalam hal sistem penanganan Sampah di Kabupaten Bulungan menggunakan penanganan sampah secara langsung dari sumber sampah di proses ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) ke Tempat Pembungan Akhir (TPA) tanpa ada pemilhan sampah dengan cakupan layanan sebesar 12,6% dimana pengangkutan sampah di Kabupaten Bulungan baru melingkupi 3 kecamatan yaitu ; tanjung Selor, Tanjung palas dan Bunyu dengan volume produksi sampah pada tahun 2014 ini sebesar 40.883 m3.

Sementara masih 7 wilayah kecamatan yang belum menerima layanan pengangkutan sampah dengan presentse cakupan sebesar 87,4%.

Kondisi wilayah Kabupaten Bulungan yang luas dengan kondisi permukiman di pedesaan yang berbeda-beda baik dari sisi kepadatan penduduk maupun jarak antar desa menjadikan kondisi cakupan pelayanan air minum dengan sistem perpipaan di tiap kecamatan memiliki perbedaan yang cukup tinggi, Jika menggunakan angka cakupan pelayanan (berdasar jumlah SR) sebagaimana ditargetkan ditargetkan di dalam RPJM Nasional di tahun 2015 sebesar 68,87%. Maka dari 10 kecamatan yang ada di Kabupaten Bulungan, baru 3 kecamatan yang dapat memenuhi yaitu Kecamatan Sekatak, Peso dan Peso Hilir. Beberapa kecamatan yang hampir memenuhi target angka nasional adalah Kecamatan Tanjung Selor, Tanjung Palas Timur dan Tanjung Palas Barat.

c. Analisis Dengan Instrumen

Untuk menganalaisis jumlah rumah tidak layak huni maka dapat dihitung jumlah kebutuhan rumah yang seharusnya ada pada saat ini dan pada 20 tahun kedepan. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2014 berdasarkan Kabupaten Bulungan Dalam Angka adalah 14.468 jiwa. Dengan asumsi jumlah penduduk per KK yaitu 4 jiwa per KK, maka jumlah KK miskin di Kabupaten Bulungan adalah berjumlah 30.315 KK. Sehingga jumlah rumah tidak layak huni yaitu sekitar 30.315 KK.

(14)

Sedangkan Jumlah rumah layak huni adalah jumlah rumah yang ada pada saat ini dikurangi dengan jumlah rumah yang tidak layak huni. Kebutuhan rumah tidak hanya melihat jumlah rumah yang ada saja. Akan tetapi, jumlah rumah tidak layak huni merupakan pertimbangan yang harus diganti agar setiap KK menempati rumah yang layak huni. Kategori jumlah KK seperti yang telah dibahas di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah rumah layak huni saat ini adalah 30.315 unit rumah. Maka perhitungan jumlah rumah layak huni pada tahun 2034 adalah dengan melihat kekurangan dari kebutuhan total saat ini ditambah dengan kebutuhan berdasarkan proyeksi jumlah KK pada tahun 2034.

Untuk analisis rencana penanganan sampah di Kabupaten Bulungan yang diperlukan adalah sistem pengelolaannya yang melibatkan unsur pemerintah dan masyarakat serta memperluas jangkauan pelayanannya, karena pada saat ini pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah masih terbatas pada tiga kecamatan yaitu Kecamatan Tanjung Selor, Tanjung Palas dan Bunyu. Untuk wilayah Kecamatan Tanjung Selor dan Tanjung Palas penanganan sampah dikelola oleh DKPP dan PMK Kabupaten Bulungan sedangkan wilayah Kecamatan Bunyu dikelola oleh pihak Kecamatan Bunyu. Rencana sistem jaringan persampahan di Kabupaten Bulungan meliputi :

1. Pembangunan Tempat Penampungan Akhir (TPA) meliputi Kecamatan Tanjung Selor seluas 20 Ha dan Kecamatan Bunyu seluas 10 Ha.

2. Pembangunan Tempat Penampungan Sementara (TPS) meliputi Kecamatan Tanjung Palas Utara seluas 2,5 Ha dan Kecamatan Tanjung Palas Tengah seluas 2,5 Ha.

Berdasarkan kriteria yang ada dalam Standar Pelayanan Minimun (SPM), wilayah pengembangan pelayanan persampahan dapat diidentifikasi. Terdapat 2 (dua) kriteria utama dalam penetapan prioritas penanganan persampahan saat ini yaitu tata guna lahan/klasifikasi wilayah (komersial/CBD, permukiman, fasilitas umum, terminal, dsb) dan kepadatan penduduk.

(15)

Untuk menganalisis Kondisi jaringan air bersih dari PDAM yang mengalami rusak berat dan kondisi sumur pada kawasan perencanaan airnya payau, maka alternatif untuk penanganan dilakukan melalui penanganan jangka pendek dan jangka panjang.

1. Penanganan Jangka Pendek

Dalam jangka pendek kebutuhan air bersih masyarakat dengan penyediaan hidran umum dan tandon air kapasitas 2 m3 yang ditempatkan pada tempat-tempat strategis yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Tingkat pelayanan air bersih jangka pendek diasumsikan melayani 100% penduduk dengan konsumsi air bersih 30 liter/jiwa/hari.

2. Penanganan jangka panjang

Penyediaan air bersih kawasan untuk jangka panjang disuplai melalui jaringan perpipaan PDAM dengan melakukan perbaikan dan pembangunan baru jaringan pipa PDAM, baik pipa distribusi, pipa sekunder maupun pipa induk dan pengadaan sambungan rumah (SR). Jaringan pipa distribusi dipasang mengikuti rute sisi jalan guna mencapai pelanggan. Tingkat pelayanan penyediaan air bersih untuk jangka panjang diasumsikan : sambungan rumah (SR) 60%, hidran umum (HU) 30%, dan sumber lain 10%.

d. Rekomendasi Perlindungan Lingkungan

Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.

1. Konsultasi masyarakat

Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta

(16)

saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya. 2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan

bangunan

Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.

3. Permukiman kembali penduduk (resettlement)

Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Apabila pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru.

Sedangkan untuk mendukung meingkatkan kebutuhan air bersih di Kabupaten Bulungan sebagai ibukota Propinsi Kalimantan Utara dibuatkan rekomendasi yang bertujuan agar manajemen berjalan lebih efisien dan terfokus pada pencapaian tujuan yaitu sebagai berikut :

(a) Pertajam dan perluas fungsi-fungsi yang ada di perusahaan Air Minum (SPAM PDAM Kab. Bulungan).

(b) Tertanganinya secara khusus fungsi-fungsi perusahaan air minum (SPAM PDAM Kab. Bulungan) yang sangat vital seperti penelitian, pengambangan perencanaan teknis dan pengembangan.

(17)

(d) Terciptanya debirokratisasi yang akan membuat organisasi lebih lincah, efisien dan fleksibel.

Sedangkan Rekomendasi untuk kebutuhan pelayanan persampahan Kabupaten Bulungan harus terdapat 3 (tiga) zona yang dapat dijadikan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sebagai berikut :

Zona 1, merupakan area yang harus terlayani penuh 100% (full coverage) dalam jangka waktu menengah dengan system layanan langsung dari sumber ke TPA. Terdapat 16 (Enam Belas) Desa/ kelurahan dalam zona ini; Binai, Sajau Hilir, Long Beluah, Kelubir, Mangkupadi, Sajau, Wonomulyo, Tanjung Selor Hilir, Tanjung selor Hulu, Jelarai, Tanjung Selor Timur, Salimbatu, Tanjung Buka, Sekatak Buji, Bunyu Selatan, Bunyu Barat.

Zona 2, merupakan area yang harus terlayani dengan system tidak langsung yakni dari rumah tangga ke Tempat Pengumpulan Sementara (TPS) baru ke Tempat Pengolahan Akhir (TPA). Minimal 70% cakupan layanan harus diatasi dalam jangka menengah (5 tahun) ke depan. Terdapat 14 (Empat Belas) Desa/kelurahan dalam zona ini; Pentian, Paru Abang, Kelising, Anjar Arif, Pungit, Sekatak Bengara, Terindak, Keriting, Maritam, Bekeliu, Kelincawan, Punan Dulau, Turung, Ujang. Zona 3, merupakan area padat dan kawasan bisnis (Central Business

District/CBD) yang harus diatasi dengan pilihan system langsung ke TPA dalam jangka waktu pendek. Zona ini mencakup 1 (Satu) kelurahan; Tanjung Selor Hilir.

Gambar

Tabel 4.1.  Kondisi Eksisting Sosial
Tabel 4.2.  Jumlah Penduduk Miskin
Tabel 4.5.   Nilai  dan  Kontribusi  Sektor  dalam  PDRB  Dengan  Migas  Tahun  2010 - 2015 Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha  Kabupaten Bulungan
Tabel 4.6.  Kondisi Eksisting Lingkungan Permukiman

Referensi

Dokumen terkait

Spiritia tetap yakin bahwa ketersediaan informasi yang jelas dan benar tentang penyakit dan pengobatannya adalah unsur penting bagi Odha untuk mengatur kehidupan dan kesehatan

Menurutnya, ada tiga asumsi dasar yang melandasi bahwa laki-laki lebih unggul dari perempuan (1) bahwa makhluk pertama yang diciptakan Tuhan adalah laki-laki, bukan perempuan,

Apabila semua orang melakukan hal yang sebenarnya tidak benar, maka saya juga akan melakukan hal tersebut.. Saya tidak pernah menyontek waktu

Please contact authorized Vishay personnel to obtain written terms and conditions regarding products designed for such applications. Product names and markings noted herein may

tedetak di hati dan harus diwujudkan dalam bentuk shigat yang diucapkan, hal ini sesuai dengan mazhab SyafiI yang dianut bahvra shigat iiab Kabul wajib

Kemudian hasil analisis deskriptif terhadap pada variabel pergantian auditor memiliki nilai minimum sebesar 0 dan nilai maksimum sebesar 1 (dummy) dengan nilai

Pada masa pembelahan, sentromer merupakan struktur yang sangat penting, di bagian inilah lengan kromosom (kromatid) saling melekat satu sama lain pada

Penelitian bertujuan untuk menganalisis interaksi genotipe dan lingkungan menggunakan teknik regresi dari Eberhart dan Russell dan analisis pengaruh utama adititif dan