TABAYYUN DALAM AL-QUR’AN
(Kajian Tah{li>li> terhadap QS al-H{ujura>t/49: 6)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar
Sarjana Qur‘an (SQ) Prodi Ilmu Qur’an dan Tafsir Jurusan Tafsir Hadis pada Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik
UIN Alauddin Makassar
Oleh : GUNAWAN NIM. 30300111019
FAKULTAS USHULUDDIN, FILSAFAT DAN POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR 2016
v
Segala puja dan puji bagi Allah, seru sekalian alam, Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan Nabi besar Muhammad saw. para sahabat, keluarga serta pengikut-pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa sejak persiapan dan proses penelitian hingga pelaporan hasil penelitian ini terdapat banyak kesulitan dan tantangan yang dihadapi, namun berkat rid}ah dari Allah swt. dan bimbingan berbagai pihak maka segala kesulitan dan tantangan yang dihadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, lewat tulisan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Dari lubuk hati yang terdalam penulis mengucapkan permohonan maaf dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ayahanda Mansyur dan ibunda Aye tercinta yang dengan penuh cinta dan kesabaran serta kasih sayang dalam membesarkan serta mendidik penulis yang tak henti-hentinya memanjatkan doa demi keberhasilan dan kebahagiaan penulis. Serta kepada kakak-kakak dan adik saya yang tercinta yang selalu memberikan semangat kepada penulis. Begitu pula penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. H. Musafir Pababbari, M.Si. Selaku Rektor UIN Alauddin Makasar
beserta wakil Rektor I,II, dan III.
2. Prof. Dr. H. Natsir Siola, M.A. Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Filsafat
vi
3. Dr. Muh. Sadik Sabry, M.Ag. selaku ketua jurusan Tafsir Hadis dan Dr. Aan
Farhani, Lc, M.Ag. selaku sekretaris Jurusan Tafsir Hadis| atas petunjuk dan arahannya selama penyelesaian kuliah
4. Dr. Aan Farhani, Lc, M.Ag. dan Dr. Muh. Daming K, M.Ag. selaku pembimbing I dan II yang telah memberi arahan, koreksi, pengetahuan baru dalam penyusunan skripsi ini, serta membimbing penulis sampai tahap penyelesaian.
5. Para dosen, karyawan dan karyawati Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan
Politik yang secara konkrit memberikan bantuannya baik langsung maupun tak langsung.
6. Keluargaku tercinta yang telah memberikan motivasi, materi dan dorongan
serta selalu memberikan semangat sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Rekan-rekan seperjuangan semua teman-teman Tafsir Hadis, baik prodi Ilmu
Al-Qur’an dan Ilmu Hadis Reguler dan Khusus angkatan 2011. Yang tak henti-hentinya memberi semangat dan dorongan yang tak dapat ku ungkapkan dengan kata-kata.
8. Sahabat-Sahabatku tercinta baik dari jurusanku dan jurusan lain yang selalu
memberikan motivasi, bersama melewati masa kuliah dengan penuh kenangan dan dorongan serta selalu memberikan semangat sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu yang telah
banyak memberikan sumbangsi kepada penulis selama kuliah hingga penulisan skripsi ini selesai.
viii DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii
PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ... . x
ABSTRAK ... ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Pembahasan ... 7
D. Tinjauan Pustaka ... 11
E. Metodologi Penelitian ... 12
F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 14
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TABAYYUN A. Pengertian Tabayyun ... 15
B. Penyebab Tidak Terjadinya Tabayyun ... 16
C. Sifat Tabayyun Terhadap Berita ... ... 27
BAB III ANALISIS TEKSTUAL TERHADAP QS. AL-H{UJURA>T/49: 6 A. Kajian Nama QS. al-H{ujura>t` ... 33
B. Sabab al-Nuzu>l... 35
C. Muna>sabah ...………... ... 38
D. Analisi Mikro ...……… ... 39
BAB IV TABAYYUN MENURUT QS AL-H{UJURA>T/49: 6 A. Selektif Dalam Menerima Berita ... 53
B. Dampak Akibat Sikap Tidak Tabayyun ... ... 58
C. Kiat Serta Cara Mengatasi Kecerobohan dan Kebodohan ... 73
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 80
B. Implikasi…….. ... 81 DAFTAR PUSTAKA
x
DAFTAR TRANSLITERASI DAN SINGKATAN A. Konsonan
Arab Arab
Nama Huruf Latin Nama
ا
Ali>f A tidak dilambangkanب
Ba>’ b beت
Ta>’ t teث
S|a>’ s\ es (dengan titik di atas)ج
Ji>m j jeح
h}a>’ h} ha (dengan titik di bawah)خ
Kha>’ kh ka dan haد
Da>l d deذ
z\a>l z\ zet (dengan titik di atas)ر
Ra>’ r erز
Za>i z zetس
Si>n s esش
Syi>n sy es dan yeص
s}a>d s} es (dengan titik di bawah)ض
d}a>d d} de (dengan titik di bawah)ط
t}a>’ t} te (dengan titik di bawah)ظ
z}a z} zet (dengan titik di bawah)ع
‘ain ‘ apostrof terbalikغ
gain g gexi
Hamzah (ء) yang terletak di awal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda
(’).
B. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut:
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu:
ؾ
Ka>f k kaؿ
La>m l elـ
mi>m m emف
Nu>n n enو
wau w weهػ
Ha>’ h haء
hamzah ’ apostrofى
Ya>’ y yeؽ
Qa>f q qiNama Huruf Latin Nama
Tanda Fath}ah a a
َ ا
kasrah i iَ ا
d}ammah u uَ ا
xii
Contoh:
ََفػْيػَك : kaifa
ََؿَْوػَه : haula C. Ma>ddah
Ma>ddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
Harkat dan Huruf Nama Huruf dan Tanda Nama | اَ ... ىَ ...
fath}ahdan alif atau
ya a>
a dan garis di atas
ىــ ِِ kasrah dan ya i> i dan garis di atas وــُـ d}amah danwaw u> u dan garis di atas Contoh:
ََتَاَػم : ma>ta
ىػَمَر : rama>
ََلػْيػِق : qi>la
َُتْوُػمػَي : yamu>tu
Nama Huruf Latin Nama
Tanda
fath}ah dan ya ai a dan i
َْىَػ
fath}ah dan wau au a dan u
xiii
D. Ta>’Marbu>t}ah
Transliterasi untuk ta marbu>t}ahyaitu dengan mengganti bunyi ‚t‛
menjadi ‚h‛. Contoh: َِؿاَفْطَلأاَ َُةػَضْوَر : raud}ah al-at}fa>l ََُةَلػػِضاَػفػْلَاَ َُةػَنػْيِدػَمػْلَا : al-madi>nah al-fa>d}ilah ََُةػػَمػْكػِحْػلَا : al-h}ikmah E. Syiddah (Tasydi>d)
Syaddah atau tasydi>d yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda tasydi>d ( ِّ ), dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonan ganda) yang diberi tanda syaddah.
Contoh: ََانػَػّبَر : rabbana> ََانػػْيَػّجػَن : najjai>na> ََُّقػَحػْػلَا : al-h}aqq ََُّجػَحػْػلَا : al-h}ajj ََمػِػّعُػن : nu‚ima َ وُدػَع :‘aduwwun F. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf َؿا (alif lam ma‘arifah). Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang ditransliterasi seperti biasa, al-, baik ketika ia diikuti oleh huruf syamsiah maupun huruf qamariah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-).
xiv َُسػْمَػّشلَا : al-syamsu (bukan asy-syamsu)
ََُةػَػلَزػْػلَّزلَا : al-zalzalah (bukan az-zalzalah)
ََُةَفػسْلػَفػْػلَا : al-falsafah
َُدَلاػِػػبػْػلَا : al-bila>du
G. Hamzah
Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (’) hanya berlaku bagi
hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia berupa alif. Contohnya:
ََفْوُرػُمأَػت : ta’muru>na
َُءْوَػّنػْػلَا : al-nau’
َ ءْيػَش : syai’un
َُتْرػِمُأ : umirtu
H. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia
Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari perbendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya kata al-Qur’an (dari
al-Qur’a>n), Sunnah, khusus dan umum. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi
bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka mereka harus ditransliterasi secara utuh.
Contoh:
Fi> Z{ila>l al-Qur’a>n
Al-Sunnah qabl al-tadwi>n
xv
I. Lafz} al-Jala>lah (للها)
Kata ‚Allah‛yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya
atau berkedudukan sebagai mud}a>f ilaih (frasa nominal), ditransli-terasi tanpa huruf hamzah.
Contoh:
َِللاَُنْػيِد di>nulla>h َِللاَِاِب billa>h
Adapun ta marbu>t}ah di akhir kata yang disandarkan kepada lafz} al-jala>lah, ditransliterasi dengan huruf [t]. Contoh:
َُهػ
َِللاَِةَمػْػػحَرَِْفَِْم hum fi> rah}matilla>h J. Daftar Singkatan
Beberapa singkatan yang dibakukan adalah: swt. = subh}a>nah wa ta‘a>la>
saw. = s}allalla>h ‘alaihi wa sallam
a.s. = ‘alaih al-sala>m
H = Hijriah
M = Masehi
SM = Sebelum Masehi
l. = Lahir tahun (untuk orang yang masih hidup saja)
w. = Wafat tahun
xii
Judul Skripsi : Tabayyun Dalam al-Qur’an (Kajian Tah}li>li> terhadap QS. al-H{ujura>t/49: 6)
Skripsi ini menjelaskan tentang Tabayyun dalam QS>. al-H{ujura>t/49: 6 dengan menggunakan metode tah}lili, di mana yang menjelaskan tentang bagaimana sikap tabayyun (meneliti) terhadap kabar berita yang datang dari orang fasik. Adapun pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas adalah:
Bagaimana hakikat tabayyun dalam al-Qur’an?, Bagaimana analisis tekstual QS. al-H{ujura>t/49: 6?, Bagaimana wujud dan urgensi tabayyun dalam al-Qur’an?
Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka yang bersifat deskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan ilmu tafsir, yaitu menggunakan salah satu dari empat metode penafsiran yang berkembang yaitu menggunakan pola tafsir tahlili dalam mengolah data yang telah terkumpul. Penelitian ini tergolong library research. Data dikumpulkan dengan mengutip, menyadur, lalu kemudian menganalisis dengan menggunakan beberapa teknik interpretasi, seperti, interprestasi tekstual, interpretasi sistematis, interpretasi kultural, dan interpretasi linguistik terhadap literatur yang representatif dan mempunyai relevansi dengan masalah yang dibahas, kemudian mengulas dan menyimpulkannya.
Hasil dari penelitian ini adalah tabayyun terhadap suatu berita merupakan hal yang penting ditengah kehidupan masyarakat yang majemuk dan pemahaman agama masyarakat yang berbeda-beda dan ditopang dengan semakin berkembang dan majunya zaman. Perkembangan dan kemajuan berpikir manusia senantiasa disertai oleh wahyu yang sesuai dan dapat memecahkan problem-problem oleh setiap manusia, sampai perkembangan itu mengalami kematangannya. Allah menghendaki agar risalah Muhammad saw. muncul di dunia ini
Dengan demikian pemahaman terhadap tabayyun yang lebih mendalam akan semakin meyadarkan kita tentang kedudukan manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan interaksi antar sesama kadang kala terjadi perpecahan dan perselisihan dalam suatu masyarakat, seperti halnya manusia begitu mudahnya menuduh, mencaci maki, dan menghujat orang yang dia benci bahkan terhadap orang yang tidak sepaham dengannya tanpa melakukan tabayyun terlebih dahulu.
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam. Umat ini meyakininya sebagai
firman-firman Allah swt. Yang diwahyukan dalam bahasa Arab kepada Nabi terakhir, Nabi Muhammad saw., untuk disampaikan kepada umat manusia sampai
akhir zaman1. Tujuan diturukannnya wahyu itu adalah untuk mengeluarkan umat
manusia dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya yang membawa kepada jalan
yang lurus (al-S{irat al-Mustaqi>m)2.
Al-Qur’an menyatakan dirinya sebagai hudan (petunjuk) bagi orang-orang
yang bertakwa3, petunjuk dan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman4,
petunjuk bagi umat manusia dan keterangan-keterangan mengenai petunjuk dan
sebagai furqa>n (pembeda antara yang benar dan yang batil)5. Sekaligus al-Qur’an
itu telah mengatur prinsip dan konsep-konsep, baik yang bersifat global maupun yang terinci yang eksplisit maupun yang implisit dalam berbagai persoalan
kehidupan manusia6.
1 Mardan, Al-Qur’an: Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh (Cet. I; Jakarta: Pustaka Mapan, 2009), h. 27.
2QS. Ibrahim [14]: 1. 3QS. Al-Baqarah [2]: 2. 4QS. Al-Baqarah [2]: 97.
5QS. Al-Baqarah [2] 185, dan ‘A>li ‘Imran [3]: 4.
6Lihat Harifuddin Cawidu, Konsep Kufur Dalam al-Qur’an: Suatu Kajian Dengan Pendekatan Tafsir Tematik (cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h. 4.
Dan di antara kemurahan Allah terhadap manusia bahwa Dia tidak saja memberikan sifat yang bersih yang dapat membimbing manusia menuju kebaikan, tetapi juga dari waktu ke waktu Dia mengutus seorang Rasul kepada umat
manusia dengan membawa al-Kitab (al-Qur’an) dari Allah dan menyuruh mereka
beribadah hanya kepada Allah saja, menyampaikan khabar gembiran dan
memberikan peringatan. Agar yang demikian menjadi bukti bagi manusia7.
Terjemahnya:Rasul-Rasul itu adalah sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah
setelah rasul-rasul itu diutus. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana8.
Perkembangan dan kemajuan berpikir manusia senantiasa disertai oleh wahyu yang sesuai dan dapat memecahkan problem-problem oleh setiap manusia, sampai perkembangan itu mengalami kematangannya. Allah menghendaki agar risalah Muhammad saw., muncul di dunia ini.
Di era globalisasi sekarang ini, pemahaman agama masyarakat makin
berkembang. Namun tidak sedikit dari mereka keluar dari tuntunan al-Qur’an
disebabkan pengaruh dunia semata. Manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan interaksi antar sesama kadang kala terjadi perpecahan dan perselisihan dalam suatu masyarakat, seperti halnya manusia begitu mudahnya
7Lihat Manna>’ Khali>l al-Qat}t}a>n, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Mudzakir AS., (Cet. 13; Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2009), h. 10.
3
menuduh, mencaci maki, dan menghujat orang yang dia benci bahkan terhadap orang yang tidak sepaham dengannya tanpa melakukan tabayyun terlebih dahulu.
Ucapan menuduh, mencaci maki, dan menghujat sering terdengar di telinga dan sepertinya hal yang semacam ini merupakan hal yang biasa bagi sebagian orang, padahal menuduh seseorang termasuk hal yang dilarang dalam
agama. Sikap demikian terjadi karena kurang memahami tabayyun sebagai
ungkapan klarifikasi, teliti, dan bertanya tentang masalah yang terjadi. Misalnya
bertanya pencurian yang dilakukan seseorang, kemudian tanpa tabayyun terlebih
dahulu pencuri tersebut dihakimi massa, atau malah dibakar hidup-hidup.
Tabayyun terhadap berita mempunyai efek yang sangat besar terhadap
masyarakat9. Pengaruh berita ini dapat membentuk opini masyarakat terhadap
sesuatu menjadi baik dan buruk. Dalam Islam tidak boleh sembarangan dalam menerima dan menyebarkan suatu berita.
Firman Allah swt. QS. Al-H{ujura>t/49: 6
Terjemahnya:Wahai orang-orang yang beriman, jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenaranya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebobodohan (kecerobohan), yang akhirnya
kamu menyesali perbuatanmu itu10.
9Muliadi, Ilmu Komunikasi, (Makassar: Alauddin University Prees, 2012), h. 142. 10Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Pustaka Al-Mubin, 2013), h. 516.
Dalam ayat ini Allah swt. memberikan peringatan kepada kaum mukmin, jika datang kepada mereka orang fasik membawa berita apa saja, supaya mereka jangan segera menerima berita itu sebelum diperiksa dan diteliti dahulu kebenaranya. Sebelum diadakan penelitian yang seksama, jangan langsung percaya berita yang datang dari orang fasik, karena seorang yang tidak memperdulikan kefasikkannya tentu tidak aka memperdulikan pula kedustaan berita yang disampaikannya. Perlunya berhati-hati dalam menerima sembarangan berita ialah tindakan yang timbul karena berita bohong itu. Penyesalan yang akan
timbul sebenarnya dapat dihindari jika bersikap lebih hati-hati11.
Dan ayat ini jelas sekali memberikan larangan yang sekeras-kerasnya untuk tidak mudah percaya kepada berita yang dibawa oleh seorang yang fasik, karena dapat memberikan dampak buruk kepada suatu kaum. Janganlah sebuah perkara itu langsung dipercaya atau ditolak, akan tetapi diselidiki terlebih dahulu dengan baik benar atau tidaknya. Jangan sampai karena terburu-buru mengambil keputusan yang buruk terhadap suatu berita, sehingga orang yang diberitakan itu telah mendapat hukuman, padahal kemudian ternyata bahwa orang tersebut sama
sekali tidak bersalah dalam perkara yang diberitakan itu12.
Maka dalam segala urusan yang syar’i atau duniawi, besar atau kecil, baik
atau buruk, semuanya dikembalikan kepada kita>bullah, Sunnah Nabi saw., dan
para ulama. Dengan kita>bullah, Sunnah Nabi saw., dan para ulama; perkara
11Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jilid IX; Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1991), h. 424.
12Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, (Juz. XXIV; Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), h. 191.
5
tersebut ditimbang dan menjadi besar lagi bermanfaat bagi orang yang ditunjukkan pada kebaikan. Pada zaman Rasulullah saw. dan para sahabatnya, orang-orang yang tidak menyukai Islam (musuh-musuh Islam) berusaha terus menerus memberitakan hal-hal yang bisa menghancurkan Islam dan kaum muslimin.
Dohhak dan Ibnu Zaid berkata, perbuatan itu berkenaan dengan orang-orang munafik. Maka mereka dilarang dari hal itu lantaran kebohongan yang
mereka tambahkan dalam menimbulkan kekacauan13.
Dan perlu dimaklumi bahwa seseorang yang mendengarkan suatu berita, hendaknya meneliti terlebih dahulu terhadap berita yang didengar. Terlebih lagi dewasa ini begitu banyak terjadi fitnah, hasud, ambisi kedudukan, bohong atas nama ulama, baik melalui internet, koran, majalah maupun media masa lainnya. Sikap yang benar harus dilakukan agar tidak terpancing oleh berita yang mengandung keburukan adalah sebagaimana ajaran Islam membimbing manusia, diantarannya:
1). Tidak semua berita yang didengar dan dibaca, khususnya berita yang membahas aib dan membahayakan pikiran. 2). Tidak terlalu terburu-buru dalam menanggapi berita, akan tetapi diperlukan tabayyun dan pelan-pelan dalam menelusurinya.
Rasulullah saw. bersabda:
ِنْب ِسَنَأ ْنَع ، ٍناَن ِ س ِنْبا ِنَع ،َديِزَي ْنَع ، ٍثْيَل ْنَع ، ُسُنوُي اَنَثَّدَح ،ٍرْكَب وُبَأ اَنَثَّدَح
:َلاَق ََّلَّ َسَو ِهْيَلَع ُالله َّلَّ َص ِّ ِبَّنلا ِنَع ، ٍ ِلِاَم
«
َنِم ُ َلََجَعْلاَو ،ِ َّللَّا َنِم ِّنَّأَّتلا
َم َ َثَْكَأ ٌء ْ َشَ اَمَو ، ِنا َطْي َّ شلا
َنِم ِ َّللَّا َلَ
ا َّبَحَأ ٍء ْ َشَ ْنِم اَمَو ،ِ َّللَّا َنِم َريِذاَع
ِ
14
ِدْمَحْلا
»
Artinya:Telah menceritakan kepada kami Abu> Bakr, telah menceritakan kepada kami Yu>nus dari Lai>s\ dari Yazi>d dari Ibnu Sina>n dari Anas bin Ma>lik bahwa Nabi
saw. bersabda: ‚Pelan-pelan itu dari Allah, sedangkan terburu-buru itu dari
setan. Dan tidaklah sesuatu itu lebih banyak dari Allah, dan tidaklah sesuatu itu
lebih di cintai di sisi Allah dari pada pujian‛.
Imam Hasan al-Bas}ri berkata: ‚Orang mukmin itu pelan-pelan sehingga
jelas perkarannya.
Olehnya itu perlu pengkajian mendalam mengenai hal tersebut agar seorang mukmin dapat memahami dengan benar, sehingga lisannya tidak begitu mudah mengucapkan membuat orang lain marah.
B. RumusanMasalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah penulis kemukakan, maka perlu adanya pembatasan masalah agar pembahasan dalam tulisan ini terarah dan sistematis. Penulis membagi menjadi tiga sub permasalahan sebagai berikut:
14Abu>Ya’la Ah{mad bin ‘Ali> bin al-Musna>d bin Yah{ya bin ‘I<sa> bin Hila>l, Musna>d Abi>
7
1. Bagaimana hakikat tabayyun dalam al-Qur’an?
2. Bagaimana wujud tabayyun dalam al-Qur’an?
3. Bagaimana urgensi tabayyun dalam al-Qur’an?
C. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Pembahasan
Untuk mendapatkan pemahaman yang jelas dalam pembahasan skripsi ini, maka penulis terlebih dahulu menjelaskan beberapa term yang terdapat dalam
judul skripsi ini. Skripsi ini berjudul ‚Tabayyun Dalam al-Qur’an‛ (Kajian Tahlili
terhadap QS. al-H{ujura>t/49: 6.) Untuk mengetahui alur yang terkandung dalam judul ini, maka penulis menguraikan maksud judul tersebut yang pada garis
besarnya didukung dengan empat istilah. Yakni; tabayyun, al-Qur’an, tafsir dan
tahlili.
1. Kata tabayyun berasal dari akar kata dalam bahasa arab tabayyana –
yatabayyanu – tabayyanan, yang memiliki arti mencari kejelasan tentang
sesuatu hingga jelas benar keadaannya15. Tabayyun berakal dari huruf يب
dan ن yang memiliki makna dasar ialah jauh dan nampaknya sesuatu16.
2. Al-Qur’an berasal dari kata (انارق ,أرقي ,أرق) yang berarti membaca,17
mengumpulkan atau menghimpun,18 jika ditinjau dari perspektif bahasa.
Menurut ulama ushul fiqih adalah kalam Allah yang diturunkan olehnya
melalui perantaraan Malaikat Jibril ke dalam hati Rasulullah Muhammad
15Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia (Cet. IV; Yogyakarta: PustakaProgressif, 1997), h. 1199.
16Ahmad bin Fa>ris bin Zakariy>a, Mu’jamMaqa>yis al-Lughah, Juz. I (t.t: Da>r al-Fikr, 1979 M/1399 H), h. 307.
17Ahmad Warson Munawwir, al-MunawwirKamus Arab Indonesia,h. 1101. 18Ahmad bin Fa>ris bin Zakariy>a, Mu’jamMaqa>yis al-Lughah, h. 1184.
bin Abdullah dengan lafaz} yang berbahasa Arab dan makna-maknanya yang benar untuk menjadi hujjah bagi Rasul atas pengakuannya sebagai
Rasul, menjadi undang-undang bagi manusia yang mengikutinya19.
Sedangkan definisi al-Qur’an menurut ulama ‘ulu>m al-Qur’a>n adalah
kalam Allah yang bersifat mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., dan termaktub dalam mushaf, dinukilkan secara
mutawa>tir dan ketika seseorang membaca bernilai pahala20.
3. Tafsir
Kata tafsir diambil dari kata fassara – yufassiru – tafsiran yang berarti
keterangan atau uraian. Al-Jurjani berpendapat bahwa kata tafsir menurut
pengertian bahasa adalah al-kasyf wa al-azhar yang artinya menyingkap
(membuka) dan melahirkan21.
Adapun mengenai pengertian tafsir berdasarkan istilah, para ulama
mengemukakannya dengan redaksi yang berbeda-beda.
a. Menurut Al-Kilabi dalam At-Tashil mengemukakan:
Tafsir adalah menjelaskan al-Qur’an, menerangkan maknanya, dan
menjelaskan apa yang dikehendaki nash, isyarat, atau tujuannya22.
b. Menurut Syekh Al-Jaizari dalam Shahih Al-Taujih:
19Abdul Wahhab Khalaf, ‘Ilmu Us}ul al-Fiqh, terj. Muhammad Zuhri dan Ahmad Qarib, Ilmu Ushul Fiqih (Cet. I; Semarang: Dina Utama, 1994), h. 18.
20S{ubhi al-S{alih, Maba>his fi> ‘Ulu>m al-Qur’an (Beirut: Da>r al-‘Ilm, 1977), h. 21.
21Al-Jurjani, At-Ta’rifat, Ath-Thaba’ah wa an-Nasyr At-Tauzi, Jeddah, t.t., h. 63. Lihat juga Muhammad Husein Adz-Dzahabi, At-Tafsir wa Al-Mufassirun, (Juz. I, Mesir: Dar al-Makhtub al-Hadis\ah, 1976), h. 13.
22Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), h. 178.
9
Tafsir pada hakikatnya adalah menjelaskan kata yang sukar dipahami oleh pendengar sehingga berusaha mengemukakan sinonimnya atau makna yang mendekatinya, atau dengan jalan mengemukakan salah
satu dilalahnya23.
c. Menurut al-Imam Az-Zarkasyi:
Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan makna-makna kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad saw., serta menyimpulkan kandungan-kandungan hukum
dan hikmahnya24.
Berdasarkan beberapa rumusan tafsir yang dikemukakan para ulama tersebut di atas, dapat ditarik satu kesimpulan bahwa pada dasarnya tafsir itu
adalah ‚suatu hasil usaha tanggapan, penalaran, dan ijtihad manusia untuk
menyingkap nilai-nilai samawi yang terdapat di dalam al-Qur’an‛.
4. Tahlili
Tahlili biasa juga disebut dengan metode analitis yaitu menafsirkan
ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan berbagai aspek yang terkandung di
dalam ayat-ayat yang sedang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai keahlian dan kecenderungan dari mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.
Dalam menerapkan metode ini biasanya mufassir menguraikan makna
yang dikandung oleh al-Qur’an, ayat demi ayat dan surah demi surah sesuai
23Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah Pengantar Ilmu Al-Qur’an, h. 178. 24Lihat Manna>’ Khali>l al-Qat}t}a>n, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Mudzakir AS., h. 457.
dengan urutannya dalam mushaf. Uraian tersebut menyangkut berbagai aspek yang dikandung ayat yang ditafsirkan seperti pengertian kosa kata, konotasi kalimatnya, latar belakang turun ayat, kaitannya dengan ayat-ayat yang lain, baik sebelum maupun sesudahnya (muna>sabah), dan tak ketinggalan pendapat-pendapat yang telah dikeluarkan berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut; baik yang disampaikan oleh Nabi, sahabat,
maupun para tabi’i>n, dan tokoh tafsir lainnya25.
Metode Tahlili ini sering dipergunakan oleh kebanyakan ulama pada masa-masa dahulu. Namun, sekarangpun masih digunakan. Para ulama ada yang mengemukakan kesemua hal tersebut di atas dengan panjang lebar (ithnab), seperti Alusy, Fakhr Razy, Qurt}uby dan Ibn Jarir T{abary>. Ada juga yang menemukakan secara singkat (ijaz), seperti Jalal al-Din al-Suyu>t}y>, Jalal al-Di>n al-Mahally> dan al-Sayyi>d Muhammad Farid Wajdi. Ada pula yang mengambil pertengahan (musawah), seperti Imam
al-Baidawy, Syeikh Muhammad ‘Abduh, al-Naisabu>ry>, dan lain-lain. Semua
ulama di atas sekalipun mereka sama-sama menafsirkan al-Qur’an dengan
menggunakan metode Tahlili, akan tetapi corak Tahlili masing-masing
berbeda26.
Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak mengangkat seluruh ayat yang
berbicara tentang tabayyun yang terdapat di dalam al-Qur’an, tetapi hanya
mengkaji ayat QS. al-H{ujura>t/49: 6.
25Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an; Kajian Kritis terhadap Ayat-ayat yang Beredaksi Mirip (Cet. I; Surakarta: Pustaka Pelajar, September 2002), h. 68-69.
26‘Ali Hasan al-‘Aridl, Sejarah dan Metodologi Tafsir (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), h. 41-42.
11
D. Tinjauan Pustaka
Setelah melakukan pencarian rujukan, terdapat beberapa buku yang terkait
dengan skripsi yang berjudul ‚Tabayyun dalam al-Qur’an (Kajian Tahlili terhadap
QS. al-H{ujura>t/49: 6)‛ ini. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa
skripsi ini belum pernah ditulis oleh penulis lain sebelumnya. Atau tulisan ini sudah dibahas namun berbeda dari segi pendekatan dan paradigma yang digunakan. Adapun buku yang terkait dengan judul skripsi ini sebagai berikut :
1. Sayyid M. Nuh dalam bukunya yang berjudul ‚Penyebab Gagalnya Dakwah
(Jakarta: GemaInsani Press, 1993). Buku ini berisi tentang penyebab gagalnya dakwah, di antaranya adalah di dalam buku ini menjelaskan pengertian Futuur,
Israaf, Isti’jal, Takabbur, Ghuruur, Riya dan Sum’ah .Dijelaskan juga
pengertian Tabayyun, faktor-faktor penyebab tidak cermat, fenomena
ketidaktelitian, dampak buruk akibat sikap tidak teliti, dan kiat serta cara mengatasi kecerobohan dan ketidaktelitian.
2. Muliadi dalam bukunya yang berjudul ‚Ilmu Komunikasi (Makassar: Alauddin University Press, 2012). Buku ini berisi panduan dalam melakukan komunikasi Islam seperti pengertian komunikasi dan komunikasi Islam, jenis-jenis komunikasi Islam, prinsip-prinsip komunikasi Islam, komunikasi Islami. Di jelaskan pula bagaimana cara Rasulullah saw. dalam melakukan komunikasi kepada manusia yang memiliki sifat dan karakter yang berbeda dan juga melakukan komunikasi atau dalam hal ini menerima berita dari dari orang
fasik, maka Rasulullah memerintahkan untuk melakukan tabayyun (meneliti)
orang kafir dan munafik, serta harus ada saksi dan tidak boleh langsung menyebarkan apa yang di dengar, dan tidak boleh bersaksi palsu.
E. Metodologi Penelitian
Penulis menguraikan dengan metode yang dipakai adalah penelitian yang tercakup di dalamnya metode pendekatan, metode pengumpulan data, dan metode pengolahan data serta metode analisis data.
1. Metode Pendekatan
Objek studi dalam kajian ini adalah ayat-ayat al-Qur’an. Olehnya itu,
penulis menggunakan metode pendekatan penafsiran al-Qur’an dari segi tafsir
tahlili. Dalam menganalisa data yang telah terkumpul penulis menggunakan metode tahlili. Adapun prosuder kerja metode tahlili yaitu: menguraikan makna
yang dikandung oleh al-Qur’an, ayat demi ayat dan surah demi surah sesuai
dengan urutannya di dalam mushaf, menguraiakan berbagai aspek yang dikandung ayat yang ditafsirkan seperti pengertian kosa kata, konotasi kalimat, latar belakang turun ayat, kaitannya dengan ayat-ayat yang lain, baik sebelum maupun sesudahnya (muna>sabah) dan tak ketinggalan pendapat-pendapat yang telah diberikan berkenaan dengan tafsir ayat-ayat tersebut, baik dari Nabi,
sahabat, para tabi in maupun ahli tafsir lainnya.27
2. Metode pengumpulan data.
Untuk mengumpulkan data, digunakan penelitian kepustakaan (library research), yakni menelaah referensi atau literatur-literatur yang terkait dengan pembahasan, baik yang berbahasa asing maupun yang berbahasa Indonesia
27Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an (Cet.III; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 32.
13
dengan mencari buku yang sesuai dan memilih tulisan yang berkaitan dengan ayat yang diangkat dalam skripsi ini.
Studi ini menyangkut ayat al-Qur'an, maka sebagai kepustakaan utama dalam penelitian ini adalah kitab suci al-Qur'an. Sedangkan kepustakaan yang bersifat sekunder adalah kitab tafsir, sebagai penunjangnya penulis menggunakan buku-buku keislaman dan artikel-artikel yang membahas tentang tabayyun.
Sebagai dasar rujukan untuk QS. al-H{ujura>t/49: 6, yang diperlukan dalam
membahas skripsi ini, al-Mu’jam al-Mufahras li al-fa>z\ al-Qur’a>n al-‘Azi>m karya
Muhammad Fua>d ‘Abd al-Baqi>, tafsir al-Qur’a>n; Tafsir fi- Zilalil al- Qur’a>n,
Tafsir Misbah, Tafsir Maraghi, Tafsir Ibnu Kas}i>r, Tafsir Mana>r, Tafsir al-Azhar, Tafsir al-Baida>wi, dsb.
3. Metode pengolahan dan analisis data.
Agar data yang diperoleh dapat dijadikan sebagai bahasan yang akurat, maka penulis menggunakan metode pengolahan dan analisis data yang bersifat kualitatif dengan cara berpikir deduktif, yaitu suatu metode yang penulis gunakan dengan jalan meninjau beberapa hal yang bersifat umum kemudian diterapkan atau dialihkan kepada sesuatu yang bersifat khusus.
F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan
Di samping sebagai salah satu prasyarat wajib dalam penyelesaian studi, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan merumuskan secara
mendalam dan komprehensif mengenai paradigma atau perspektif al-Qur’an
tentang tabayyun. Penulis ingin menjelaskan kandungan QS. al-H{ujurat/49: 6
2. Kegunaan.
Kegunaan penelitian ini mencakup dua hal, yakni kegunaan ilmiah dan kegunaan praktis.
a. Kegunaan ilmiah, yaitu mengkaji dan membahas hal-hal yang berkaitan
dengan judul skripsi ini, sedikit banyaknya akan menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam kajian tafsir.
b. Kegunaan praktis, yaitu dengan mengetahui konsep al-Qur'an tentang
tabayyun yang nantinya akan menjadi bahan rujukan bagi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
15
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG TABAYYUN
A. Pengertian Tabayyun
Kata tabayyun berasal dari akar kata dalam bahasa arab tabayyana –
yatabayyanu – tabayyanan, yang memiliki arti mencari kejelasan tentang sesuatu hingga jelas benar keadaannya1. Tabayyun berakal dari huruf يب dan ن yang memiliki makna dasar ialah jauh dan nampaknya sesuatu2. Sedangkan secara istilah adalah meneliti dan meyeleksi berita, tidak tergesa-gesa dalam memutuskan masalah baik dalam hal hukum, kebijakan dan sebagainya hingga
jelas benar permasalahannya3. Kata tabayyun berarti pemahaman atau
penjelasan4.
Secara leksikal, pengertian tabayyun adalah sikap tergesa-gesa dalam menilai sesuatu tanpa didahului oleh upaya mencari informasi yang benar dan tanpa meneliti dan memerikasa kebenarannya. Sedangkan pengertian secara istilah dalam Islam dan dakwah adalah sikap terburu-buru atau kurang hati-hati, tidak seksama dan tidak teliti dalam memberi gambaran atau penilaian terhadap apa saja yang terjadi pada kaum muslimin atau manusia secara keseluruhan, dan terhadap jalan menerima informasi tentang gambaran atau penilaian tersebut, tanpa pemahaman yang dalam atau penelitian yang seksama terhadap kenyataan dan kondisi serta kehancuran yang melingkupinya5. Dengan demikian, tabayyun
1Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, h. 1199.
2Ahmad bin Fa>ris bin Zakariy>a, Mu’jam Maqa>yis al-Lughah, h. 307.
3Syauqi Dhaif, Al-Mu’jamul al-Wasi>t}, (Juz I; Mesir: Maktabah Shurouq ad-Dauliyyah,
2011), h. 80
4Depertemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Cet. I. Edisi IV;
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1149.
5Abu Ja’far Muhammad ibn Jari>r ibn Yazi>d ibn Kas\ir> Al-T{abari’i>, Jami’ul Baya>n Fi
adalah usaha untuk memastikan dan mencari kebenaran dari sebuah fakta dan informasi sehingga isinya dapat dipertanggungjawabkan.
Perintah untuk melakukan tabayyun merupakan perintah yang sangat penting. Allah swt. memerintahkan kepada kaum muslimin untuk bersikap hati-hati dan mengaharuskan untuk mencari bukti yang terkait dengan berita atau kabar yang terkait dengan tuduhan yang menyangkut identifikasi seseorang.
B. Penyebab Tidak Terjadinya Tabayyun
Dalam kehidupan, manusia senantiasa akan saling berinteraksi satu sama lain. Tidak jarang terjadi hal-hal yang dapat menyebabkan kehidupan sosial
menjadi renggang dan ini merupakan sunnahtulloh. Dan termasuk ada beberapa
hal yang menyebabkan tidak terjadinya tabayyun dalam kehidupan, diantaranya:
1. Latar Belakang Kehidupan yang Jauh Dari Tuntunan Agama
Latar belakang kehidupan merupakan suatu hal yang penting untuk menjaga tatanan kehidupan yang baik demi terwujudnya suatu masyarakat yang memiliki perilaku yang menodorong untuk melakukan perbaikan dan mendorong untuk melakukan perubahan, yang mana dengan berangkat dari sini akan dapat dilihat bagaimana seseorang tumbuh kembang dan seiring dengan itu ilmu agama juga dibutuhkan dalam menuntun manusia supaya dalam menjalani kehidupan tidak salah dalam bergaul yang menyebabkan akan berdampak pada diri sendiri, keluarga, dan dalam kehidupan sosial masyarakat. Ketika seseorang sudah mulai beranjak dewasa, ada sebagian orang yang hidup di asuhan kedua orang tua yang memiliki perilaku yang ceroboh dalam menilai sesuatu. Kemudian perilaku tersebut menular kepada anak-anaknya, sehingga anak-anaknya pun berperilaku
17
seperti itu. Di sinilah tampak pentingnya peran orang tua dalam memberikan contoh serta menerapkan bentuk-bentuk akhlak dan adab-adab Islami6.
2. Persahabatan yang Kosong Dari Akhlak Islami
Secara umum, orang merasa senang dengan banyaknya teman. Manusia tidak bisa hidup sendiri, sehingga disebut sebagai makhluk sosial. Tetapi itu bukan berarti, bahwa seseorang boleh semaunya bergaul dengan sembarang orang menurut selera nafsunya. Sebab, teman adalah personifikasi diri. Manusia memilih teman yang mirip dengannya dalam hobi, kenderungan, pandangan, pemikiran. Karena itu Islam memberikan batasan-batasan yang jelas dalam memilih seorang teman. Teman memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk karakter dan akhlak seseorang. Rasulullah saw., bersabda dalam sebuah hadis;
وُتَأَو ٍرِماَػ وُتَأ اَنَثَّدَح ٍرا َّشَث ُنْج ُدَّمَحُم اَنَثَّدَح
ِنَِثَّدَح ٍدَّمَحُم ُنْج ُ ْيَْهُز اَنَثَّدَح َلَاَك َدُواَد
َلََّػ ُلُجَّرما ََّلَّ َسَو ِهْيَوَػ ُ َّللَّا َّلَّ َص ِ َّللَّا ُلو ُسَر َلاَلَماَك َةَرْيَرُه ِبَِأ ْنَغ َناَد ْرَو ُنْج َسَوُم
ُلِناَ ُيُ ْنَم ْ ُكُ ُدَحَأ ْر ُظْنَيْوَف ِ ِلِيِوَخ ِنيِد
7 Artinya:Muhammad bin Basya>r menceritakan kepada kami. Abu> ‘A>mir dan Abu>
Da>ud menceritakan kepada kami. Mereka berdua berkata: Zuhai>r bin Muhammad menceritakan kepada kami, Mu>sa bin Warda>n menceritakan kepadaku. dari Abi> Hurai>rah, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda, "Seseorang itu tergantung pada adat kebiasaan temannya. maka salah seorang dari kalian hendaknya melihat siapayang menemani".
Makna hadis di atas adalah seseorang akan berbicara dan berperilaku seperti kebiasaan temannya. Karena itu Nabi saw., mengingatkan agar cermat dalam memilih teman.
6Sayyid M. Nuh, Penyebab Gagalnya dakwah, (Cet. I; Jakarta: Gema Insani
Press,1998),h. 276.
7Muhammad bin ‘I>sa> al-Tarmiz\i, Sunan Al-Tarmiz\i, Juz IV (Mis\ri: Syirkah maktabah
wamat}ba’ah, 1395 H/1975 M), h. 589. Lihat juga tapi dalam Abu Da>ud Sulai>man bin al-Asy’as\
bin Ish}a>q bin Basyi>r bin Syada>d bin ‘Amru>, Sunan Abi> Da>ud, Juz IV (Bei>ru>t: Maktabah
Sudah umum diketahui bahwa al-Qur’an memberi perhatian khusus
Sebagian orang ada yang menjalin hubungan dengan orang-orang yang tidak menerapkan bentuk-bentuk akhlak Islami. Akibatnya, dirinya tertulari sikap seperti itu, apalagi jika orang itu memiliki mental pribadi yang lemah dan tidak percaya diri. Di sinilah tampak pentingnya sikap menerjunkan diri ketengah pergaulan yang ditopang oleh persahabatan yang baik dan yang terikat dengan manhaj Islami.
3. Lalai dan Lupa
Kelalaian dan kelupaan terhadap faktor-faktor penyebab sikap tidak tabayyun juga akan dapat menjadikan seseorang terperosok ke dalam sikap lalai dan lupa. Akan tetapi, setelah itu seharusnya dia segera dapat mengambilnya sebagai pelajaran berharga sepanjang masa, sehingga ia tidak lagi mengulanginya. Rasulullah saw. bersabda:
َك اَنَثَّدَح ُّ ِلِِهاَحْما َةَدَؼ ْسَم ُنْج ُّ ِلَِػ اَنَثَّدَح ٍباَبُح ُنْج ُدْيَز اَنَثَّدَح ٍعيِنَم ُنْج ُدَ ْحَْأ اَنَثَّدَح
ُةَداَتَ
َُّللَّا َّلَّ َص َّ ِبَِّنما َّنَب ٍسَوَأ ْنَغ
َنوُتاَّوَّتما َينِئاَّطَخْما ُ ْيَْخَو ٌءاَّطَخ َمَدٓأ ِنْجا ُّ ُكُ َلاَك ََّلَّ َسَو ِهْيَوَػ
8 Artinya:Telah menceritakan kepada kami Ah}mad bin Ma>ni' telah menceritakan
kepada kami Zai>d bin H{uba>b telah menceritakan kepada kami ‘Ali> bin
Mas'adah Al Ba>hili telah menceritakan kepada kami Qata>dah dari Anas Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Semua anak cucu Adam banyak salah dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah mereka yang bertaubat."
4. Tertipu oleh Perkataan yang tinggi
Bisa saja pendengaran seseorang terkesan oleh rangkaian kata-kata manis dan ungkapan yang menarik hati. Lantaran kehebatan kata dan ungkapan tersebut
8Abu Abdullāhi Muhammad ibn Yazīd Ibnu Mājah, Sunan Ibn Mājah, Juz II, (t.t: Dār
Ihyā’ al-Kutub al-‘Arabiyyah, t.t), h. 1420.Lihat juga Muhammad bin ‘I>sa bin Sau>rah bin Mu>sa
19
lalu dirinya terjerat sikap ketidaktelitian ini. Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda:
َغ ُنْج ِزيِزَؼما ُدْحَغ اَنَثَّدَح
ِنْجا ِنَغ ،ٍحِما َص ْنَغ ،ٍدْؼ َس ُنْج ُيمِهاَرْجّا ِنَِثَّدَح :َلاَك ،ِ َّللَّا ِدْح
َّمُأ اَهَّمُأ َّنَأ ُهْثَ َبَْخَأ ،َةَمَو َس ِّمُأ َتْنِت َةَنْيَز َّنَأ ،ِ ْيَْتُّزما ُنْج ُةَو ْرُغ ِنِ َ َبَْخَأ :َلاَك ، ٍباَه ِش
َّنما َج ْوَز ،اَ ْنَْغ ُ َّللَّا َ ِضِ َر َةَمَو َس
َّلَّ َص ِ َّللَّا ِلو ُسَر ْنَغ ،اَ ْتَْ َبَْخَأ ََّلَّ َسَو ِهْيَوَػ ُالله َّلَّ َص ِّ ِبِ
:َلاَلَف ْمِ ْيَْه
ا َجَرَخَف ،ِهِثَرْجُح ِباَحِت ًةَمو ُصُخ َعِ َسَ ُهَّهَأ :ََّلَّ َسَو ِهْيَوَػ ُالله
ّ
«
ُهَّه
ّ
اَو ، ٌ َشََث َنََأ اَمَّه
ا
ّ
ُْك َضْؼَت َّلَؼَوَف ،ُم ْصَلخا ِنِيِثِبَي
ُ َلَ َ ِ
ضِْكَبَف ، َق َد َص ُهَّهَأ ُة ِسْحَبَف ، ٍضْؼَت ْنِم َؽَوْتَأ َنوُكَي ْنَأ
اَهْنُ ْتَْيْوَف ْوَأ اَهْذُخِبَيْوَف ،ِراَّنما َنِم ٌةَؼ ْطِك َ ِهِ اَمَّه
اَف ،ٍ ِلَّ ْسُم ِّقَ ِبِ ُ َلَ ُتْي َضَك ْنَمَف ، َ ِلَِذِت
ّ
»
9
Artinya:Telah menceritakan kepada kami 'Abdul 'Azi>z bin 'Abdillah berkata, telah menceritakan kepadaku Ibra>hi>m bin Sa'ad dari S{alih dari Ibnu Syiha>b berkata, telah menceritakan kepadaku 'Urwah bin Az Zubai>r bahwa Zai>nab binti Ummu Salamah mengabarkan kepadanya bahwa ibunya, Ummu Salamah radliallahu 'anhah, isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengabarkan kepadanya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwa Beliau mendengar dari balik pintu rumah Beliau ada pertengkaran lalu Beliau keluar menemui mereka kemudian bersabda: "Aku ini hanyalah manusia biasa dan sesungguhnya pertangkaran seringkali dilaporkan kepadaku. Dan bisa salah seorang diantara kalian lebih pandai bersilat lidah daripada lainnya, lalu aku menganggap dia benar kemudian aku berikan kepadanya sesuai pengakuannya itu. Maka siapa yang aku putuskan menang dengan mencederai hak seorang muslim, berarti itu adalahpotongandari apineraka. Karena itu hendaklah dia ambil atau ditinggalkannya".
5. Tidak Mengerti Metode dan Jalan tabayyun
Tidak mengetahui cara atau jalan yang harus dilakukan dalam upaya mencapai ketelitian atau kejelasan menyebabkan seseorang ceroboh dalam memutuskan hukum. Sesungguhnya ketelitian atau kejelasan itu memiliki metode atau jalan yang banyak agar sampai kepadanya.
Metode-metode itu antara lain:
9Muhammad ibn Ismail Abu Abdillāh Al-Bukhari, al-Jāmi’ al-Musnad al-Shahīh
al-Mukhtashir min umūri Rasūlillāhi Shalla Allāh ‘alaihi wa sallam wa snanihi wa ayyāmihi, juz
a. Mengembalikan permasalahan kepada Allah, Rasul dan orang yang pandai. Ini sebagaimana firman Allah swt. dalam QS. Al-Nisa>’/4: 83
Terjemahnya:Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Padahal apabila mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil Amri). Sekiranya buaka karena karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah kamu mengikut setan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu)10.
Ayat ini merupakan salah satu tuntunan pokok dalam penyebaran informasi. Dalam konteks ini pula Rasulullah saw. bersabda:
«
َعِ َسَ اَم ِّ ُكِج َثِّدَ ُيُ ْنَأ ًبِِذَن ِءْرَمْم ِبِ ىَفَن
»
11
Artinya:
‚Cukuplah kebohongan bagi seseorang bahwa dia menyampaikan semua apa yang didengarnya‛ (HR. Muslim melalui Abu> Hurairah).
Imam asy-Sya>tibi> (w. 790 H) menulis dalam bukunya, al-Muwa>faqa>t, bahwa tidak semua apa yang diketahui boleh disebarluaskan, walaupun ia bagian dari ilmu syariat dan bagian dari informasi tentang pengetahuan hukum12. Informasi ada bagian-bagiannya, ada yang dituntut untuk disebarluaskan –
kebanyakan dari ilmu syariat demikian – dan ada juga yang tidak diharapkan sama sekali disebarluaskan, atau baru dapat disebarluaskan setelah
10Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 91.
11Muslim bin al-H{ajja>j Abu al-H{usain al-Qasyi>ri> al-Naisabu>ri>, Shahih Muslim, juz I
(Beirut: Dār Ihyā’ Turāts al-‘Arabī, t.t), h. 10.
12M. Quraish Shihab, Tafsi>r al-Mishba>h} Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, (Cet. I;
21
mempertimbangkan keadaan, waktu, atau pribadi. Tidak semua informasi disampaikan sama, kepada yang pandai dan bodoh, atau aak kecil dan dewasa, juga tidak semua pertanyaan perlu dijawab.
b. Bertanya atau berdiskusi dengan orang yang menjadi objek dalam masalah tersebut.
c. Memusatkan perhatian dengan baiik, merujuk kembali permasalahan jika ternyata belum jelas.
d. Mengambil pengalaman dan perhatian selama menjalin kehidupan dan
pergaulan. Diriwayatkan bahwa suatu hari ada orang-orang yang memuji-muji seseorang dihadapan Umar bin Khattab ra., dan ia
bertanya kepada orang yang memberikan pujian tersebut, ‚Apakah
kamu pernah menemaninya dalam perjalanan?‛ ‚Tidak,‛ jawab orang
itu. Kemudian Umar bertanya lagi, ‚Apakah antara kamu dan dia pernah terjalin hubungan dalam suatu kebenaran?‛ ‚Tidak,‛ jawab orang itu lagi. Setelah itu, Umar berkata, ‚Kalau begitu diamlah,
karena aku melihatmu tidak mengenalinya. Aku kira–-demi Allah—
kamu hanya pernah melihatnya di masjid mengangguk-anggukkan
kepalanya.‛ (Diriwayatkan oleh al-Aqi>li dan Baihaqi)
e. Mempertemukan dua pihak yang bertikai bila menghukum dan
mengadili.
f. Mendengarkan secara langsung dari orang yang menjadi objek lebih dari satu kali antara waktu yang lama.
6. Semangat atau fanatisme ke-Islaman yang tinggi
Gejolak semangat yang meluap-luap atau fanatisme ke-Islaman yang tinggi dan berlebihan di dalam jiwa dapat menjadikan seseorang bersikap ceroboh dan tidak teliti dalam menerima informasi. Ini dikarenakan, selama
semangat dan gejolak jiwa ini tidak diimbangi dengan tuntunan syari’at dan
tidak dikekang oleh tali logika, ia akan menghilangkan fungsi akal seseorang. Orang tersebut akan banyak melakukan kesalahan dan gugur ketika menghadapi awal gelombang kehidupan. Seperti kisah dari sahabat Usa>mah bin Zai>d sebagaimana tersebut sabda Rasulullah saw.
ْنَغ
َةَما َسُأ
ِنْج
ٍدْيَز
َك
َلا
اَنَثَؼَت
ُلو ُسَر
َِّللَّا
َّلَّ َص
َُّللَّا
ِهْيَوَػ
َو
ََّلَّ َس
ِف
ٍةَّيِ َسَ
اَنْحَّح َصَف
ِتاَكَرُحْما
ْنِم
َةَنْيَ ُجُ
ُتْنَرْدَبَف
ًلُجَر
َلاَلَف
َلَ
ََلَ
ّ
ا
َّلَ
ّ
ا
َُّللَّا
ُهُتْنَؼ َطَف
َعَكَوَف
ِف
ِ
سْفَه
ْنِم
َ ِ
لَِذ
ُهُثْرَنَذَف
ِّ ِبَِّنوِن
َّلَّ َص
َُّللَّا
ِهْيَوَػ
ََّلَّ َسَو
َلاَلَف
ُلو ُسَر
َِّللَّا
َّلَّ َص
َُّللَّا
ِهْيَوَػ
ََّلَّ َسَو
َلاَكَأ
َلَ
ََلَ
ّ
ا
َّلَ
ّ
ا
َُّللَّا
ُهَتْوَتََكَو
َلاَك
ُتْوُك
َلو ُسَر َيَ
َِّللَّا
اَمَّه
ا
ّ
اَهَماَك
اًفْوَخ
ْنِم
ِح َل ِّسما
َلاَك
َتْلَل َش َلَفَأ
ْنَغ
ِهِحْوَك
َّتَّح
ََلَّْؼَث
اَهَماَكَأ
َلْمَأ
َلاَزاَمَف
اَه ُرِّرَكُي
َّ َلَِػ
َّتَّح
ُتْيَّنَمَث
ِّنَِأ
ُتْمَو ْسَأ
ٍذِئَمْوَي
َلاَك
َلاَلَف
ٌدْؼ َس
َِّللَّاَو َنََأَو
ُلُتَْكَأ َلَ
َّتَّحاًمِو ْسُم
َُلُِتَْلَي
ِنِْؼَيِنْي َطُحْماوُذ
َةَما َسُأ
َلاَك
َلاَك
ٌلُجَر
ْمَمَأ
ْلُلَي
َُّللَّا
َو
ُْهوُوِثاَك
َّتَّح
َلَ
َنوُكَت
ٌةَنْتَِف
َو
َنوُكَي
ُنيِّلا
ُهُّ ُكُ
َِّ ِللَّ
َلاَلَف
ٌدْؼ َس
ْدَك
اَنْوَثاَك
َّتَّح
َنوُكَت َلَ
ٌةَنْتَِف
َو
َتْهَأ
َو
ُباَ ْصَْأ
َنو ُديِ ُتَْن
ْنَأ
َّتَّحاوُوِثاَلُث
ُنوُكَت
ٌةَنْتَِف
13
Artinya:Dari Usa>mah bin Zai>d ra., dia berkata, "Kami pernah dikirim oleh Rasulullah dalam suatu peperangan, lalu kami sampai di Al Huruqat daerah Juhainah pada pagi harinya, tiba-tiba saya berjumpa dengan seorang laki-laki, dia berkata, 'Laa Ilaaha Illallah,' dan saya menikamnya. Tiba-tiba terlintas dalam pikiran saya akan kejadian tersebut, lalu saya tuturkan hal ini kepada Rasulullah saw, maka beliau bertanya, "Apakah dia telah mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallahu, lalu kamu membunuhnya?!" Usa>mah berkata, lalu saya berkata, "Wahai Rasulullah, bahwasanya dia mengucapkan kata tersebut karena takut pedang (dibunuh)!" Beliau bertanya kembali, "Kenapa kamu tidak membelah hatinya hingga kamu tahu apakah dia telah mengucapkannya atau tidak?!" Tak henti-hentinya Beliau mengulang-ulangi perkataannya itu pada saya, hingga seolah-olah aku berkeinginan masuk Islam.Usa>mah berkata, Sa'ad berkata, "Adapun saya, demi Allah saya tidak membunuh seorang muslim hingga ia dibunuh oleh Dzu al-Buthain yaituUsa>mah." Seorang laki-laki berkata, "Bukankah Allah berfirman, (Al Anfal, 39)? Lalu Sa'ad berkata, "Sungguh kami telah
13Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhari, Shahih Bukhari, h. 4. Lihat juga
23
berperang sehingga tidak menimbulkan fitnah, adapun engkau (Usa>mah) dan para sahabatmu ingin memerangi sehingga menimbulkan fitnah!" }
Salah satu faktor yang mendorong Usa>mah membunuh orang tersebut adalah karena gejolaknya yang tinggi dan tak terkendali. Usa>mah menganggap ucapan syahadat tersebut hanya akal bulus dirinya untuk mencari selamat. Oleh karena itu, dia menuduhnya sebagai sikap luar yang bertentangan dengan nuraninya. Usa>mah lupa bahwa sesunggunya hanya Allah swt. satu-satunya yang mengetahui apa yang tersimpan di dalam hati dan apa yang tersembunyi di dalam
dada seseorang. Berkenaan dengan hal ini Allah swt. berfirman dalam QS. ‘Ali ‘Imra>n/3: 29
Terjemahnya:Katakanlah: "Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu nyatakan, pasti Allah mengetahui". Dia mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu14.
Allah swt. mengatakan dalam ayat ini, bahwa Dia mengetahui segala apa yang terkandung di dalam hati orang Islam ketika ia mengadakan hubungan yang akrab dengan orang kafir itu apakah karena mereka suka kepada orang-orang kafir itu, atau itu dilakukan dengan maksud untuk menyelamatkan diri. Kalau orang Islam berbuat demikian karena memang cenderung kepada kekufuran, tentulah Allah akan menyiksa mereka. Sedang kalau mereka melakukan itu untuk memelihara diri dari hati mereka tetap dalam iman, Allah akan mengampuni mereka dan tidak akan mengazab mereka atas pekerjaan yang tidak merusak agama dan umat. Allah memberikan balasan kepada mereka menurut ilmu-Nya sendiri yang meliputi semua isi langit dan bumi.
Pada akhir ayat ini Allah mengatakan bahwa: ‚Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu‛. Karenanya, janganlah kamu kaum muslimin berani
mendurhakai-Nya dan jangan mengadakan kerjasama dengan musuh-musuhnya. Semua bentuk maksiat, baik yang tersembunyi maupun yang nampak senantiasa diketahui oleh Allah dan Dia berkuasa memberi pembalasan atasnya15.
Dan juga QS. An-Naml/27: 74
Terjemahnya:Dan sungguh, Tuhanmu mengetahui apa yang disembunyikan dalam hati mereka dan apa yang mereka nyatakan16.
Ayat yang mulia ini, memiliki kesamaan dengan ayat sebelumnya yang berbicara mengenai manusia ingin meyembunyikan apa saja yang ada dalam hatinya, akan tetapi dalam ayat ini lebih spesifik lagi dibanding sebelumnya. Allah mengatakan bahwa Dia mengetahui apa mereka sembunyikan tentang permusuhan terhadap Rasulullah saw. dan apa yang mereka nyatakan dalam perbuatan dan tipu muslihat dan akan memberi balasan sesuai dengan amal perbuatan mereka itu17. Hal ini sesuai dengan firman-Nya:
Terjemahnya:Sama saja (bagi Allah), siapa diantaramu yang merahasiakan ucapannya dan siapa yang berterus-terang dengan ucapan itu, dan siapa yang bersembunyi di malam hari dan yang berjalan (menampakkan diri) di siang hari18.
Dan di dalam QS. Al-Ahzab/33: 51
15Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya, h. 555.
16Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 384.
17Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya, h. 269.
25
Terjemahnya:
...Dan Allah mengetahui apa yang (tersimpan) dalam hatimu. Dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun19.
Dan di QS. Al-Mukmin/40: 19
Terjemahnya:Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati20.
Berkata Ibnu ‘Abbas memberikan contoh penglihatan mata seorang yang khianat: ‚Seorang laki-laki berada di tengah-tengah kaumnya, maka lewatlah didekat mereka seorang perempuan. Ia memperlihatkan kepada kaumnya bahwa ia memejamkan matanya dan tidak melihat wanita yang lewat itu. Kalau kaumnya tidak memperhatikannya ia membuka matanya melihat wanita itu. Tetapi ketika kaumnya melihat dia, ia menunduk lagi menyembunyikan pandangannya. Pandangan khianat yang curang seperti itu, Allah swt. mengetahui bahwa di dalam hati laki-laki itu tersembunyi ingin melihat aurat wanita yang lewat itu. Begitu juga Allah mengetahui apa yang disembunyikan di dalam hati21.
7. Terpikat oleh Harta Benda Duniawi yang fana
Keterpikatan hati oleh kilauan harta benda duniawi dapat menjadi faktor pendorong sikap ketidakjelasan dan ketidaktelitian. Ini karena karena rasa cinta kepada sesuatu dapat menyebabkan mata dan telinga menjadi buta dan tuli, atau menjadikan seseorang tidak dapat menentukan sikap yang benar dan menganalisis hakikat dari sesuatu hal. Faktor penyebab inilah yang diingatkan oleh Allah dalam QS. Al-Nisa>’/4: 94
19Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 426.
20Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 470.