• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Neraca Air dan Kebutuhan Air Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Berdasarkan Fase Pertumbuhan Di Kota Tarakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Neraca Air dan Kebutuhan Air Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Berdasarkan Fase Pertumbuhan Di Kota Tarakan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

Analisis Neraca Air dan Kebutuhan Air Tanaman Jagung (Zea mays L.) Berdasarkan Fase Pertumbuhan Di Kota Tarakan

Sudirman Sirait1*, Linda Aprilia1, Fachruddin2

1

Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Borneo Tarakan, Indonesia 2Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Indonesia

*Email : sudirsirait@gmail.com

Abstrak

Salah satu upaya peningkatan produktivitas tanaman jagung adalah penyediaan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman. Tanaman jagung sangat membutuhkan air dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya. Ketepatan pemberian air sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman jagung sangat berpengaruh terhadap produksi. Kelebihan dan kekurangan air akan mengakibatkan tanaman jagung mengalami penurunan dalam proses pertumbuhan dan produksinya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis neraca air dan kebutuhan air pada tanaman jagung berdasarkan fase pertumbuhan di wilayah Kota Tarakan. Penelitian ini dibagi dalam beberapa tahapan yaitu pengumpulan data iklim bulanan periode 2008-2017, analisis neraca air dengan metode Thornthwaite-Mather, dan analisis kebutuhan air tanaman jagung berdasarkan fase pertumbuhan. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Wilayah Kota Tarakan memiliki curah hujan andalan 3497,68 mm/tahun. (2) Total surplus 2997,84 mm/tahun, limpasan 1630,31 mm/tahun, dan pengisian air tanah 1367,53 mm/tahun. (3) Selama satu periode penanaman tanaman jagung rata-rata membutuhkan air sebesar 256,55 mm. (4) Total evapotranspirasi tanaman jagung selama 4 periode penanaman sebesar 1026.18 mm/tahun dan memiliki ketersediaan air yang sangat cukup serta setiap bulannya memiliki nilai surplus sepanjang tahun.

Kata kunci : fase pertumbuhan tanaman, jagung, kebutuhan air tanaman, neraca air

Analysis of Water Balance and Crop Water Requirements of Corn (Zea mays L.) Based on Growth Phases in Tarakan City

Sudirman Sirait1*, Linda Aprilia1, Fachruddin2

1

Study Program of Agroteknologi, Faculty of Agriculture, Borneo Tarakan University,Indonesia

2Study Program of Agricultural Engineering, Faculty of Agriculture, Syiah Kuala University, Indonesia

(2)

2 Abstract

The effort to increase the productivity of corn plants is the provision of sufficient water for plant growth. Corn is a plant that needs water for the process of growth and development. The accuracy of the water supply following the growth phase of corn plants is very influential in production. Excess and deficiency of water will cause corn plants to decrease in the process of growth and production. This study aims to analyze the water balance and crop water requirements in corn-based on the growth phase in the City of Tarakan. This research was divided into several stages, namely the collection of monthly climate data for the period 2008-2017, analysis of water balance by using Thornthwaite-Mather method, and analysis of corn crop water requirements based on the growth phase. The results showed that (1) Tarakan City area had an a rainfall of 3497.68 mm/year. (2) The rainfall surplus is 2997.84 mm/year, run off 1630.31 mm/year, and groundwater recharge 1367.53 mm/year. (3) During the one planting period, corn plants require an average of 256.55 mm of water. (4) The comsumptive use (ETc) of corn plants during the 4 planting periods is 1026.18 mm/year and has a very adequate water supply and every month has more value throughout the year.

Keywords : corn plant, crop water requirements, phase of plant growth, water balance

PENDAHULUAN

Kota Tarakan merupakan salah satu kota di Provinsi Kalimantan Utara yang terletak pada koordinat geografis 117°31'45"-117°38'12" Bujur Timur dan 3°14'30"-3°26'37" Lintang Utara dan salah satu wilayah yang menghasilkan tanaman jagung. Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman dengan luas panen terluas di Kota Tarakan. Luas panen tanaman jagung di wilayah Kota Tarakan pada tahun 2016 sebesar 289 Ha mengasilkan produksi sebanyak 3.602 ton dan pada tahun 2017 seluas 211 Ha dengan produksi sebanyak 3.740 ton (BPS, 2018). Namun kegiatan budidaya tanaman di wilayah Kota Tarakan masih menerapkan sistem tadah hujan yang berdampak ketidakpastian ketersediaan kebutuhan air untuk tanaman. Curah hujan yang tidak merata di wilayah Kota Tarakan juga menyebabkan beberapa lahan pertanian tadah hujan mengalami kekeringan. Hasil penelitian Sirait dan Hendris (2019) melaporkan bahwa selama periode 2008-2017 wilayah Kota Tarakan memiliki nilai curah hujan andalan 3497,68 mm/tahun, nilai ETp 499,84 mm/tahun, total nilai CHlebih 2997,88 mm/tahun, nilai limpasan 1630,34 mm/tahun, dan nilai pengisian air tanah 1367,54 mm/tahun.

Pertambahan jumlah penduduk, lahan pertanian, perikanan dan industri wilayah Kota Tarakan telah menyebabkan peningkatan kebutuhan kebutuhan air. Disisi lain perubahan iklim dan degradasi lingkungan wilayah Kota Tarakan juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan keterbatasan ketersediaan sumberdaya air dan kebutuhan air akan semakin kompetitif khususnya sektor pertanian. Kondisi ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan

(3)

3

antara ketersediaan dan kebutuhan air tanaman, penurunan produksi atau bahkan gagal panen (Muamar et al. 2012; Sirait dan Maryati 2018; Sirait dan Hendris 2019). Kebutuhan air untuk sektor pertanian menjadi faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas produktivitas tanaman. Hasil penelitian Wijayanto et al (2012) mengemukakan bahwa terbatasnya ketersediaan air seperti pada perlakuan A1 dan A2 dengan penyiraman 5 hari sekali dapat menghambat pertumbuhan tanaman jagung. Hal ini disebabkan karena jika kadar air tanah sedikit maka tanaman tidak dapat menggunakan air tanah sehingga dapat mengakibatkan tanaman menjadi layu. Jika tanaman mengalami kekurangan air baik pada fase vegetatif maupun generatif dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan tanaman, penurunan laju fotosintesis dan mengganggu distribusi asimilat sehingga mengakibatkan penurunan produktivitas tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Astutik et al. (2019) menjelaskan bahwa ketersediaan air berpengaruh terhadap kandungan klorofil a, klorofil b dan klorofil total tanaman jagung pada 4 MST. Air yang cukup memiliki jumlah klorofil a, klorofil b, dan klorofil total lebih banyak dibandingkan air yang kurang.

Siebert dan Döll (2010) memperkirakan bahwa rata-rata hasil produksi tanaman biji-bijian dengan sistem irigasi adalah 4,4 ton/ha, sedangkan dengan sistem tadah hujan sebesar 2,7 ton/ha. Sebesar 42% dari hasil produksi tanaman biji-bijian pada umumnya berasal dari lahan irigasi dan tanpa sistem irigasi hasil produksi akan menurun sebesar 20%. Jagung merupakan tanaman dengan tingkat penggunaan air sedang, berkisar antara 400-500 mm per periode (FAO 2012). Muamar et al. (2012) melaporkan hasil penelitiannya bahwa nilai koefisien tanaman jagung (kc) rata-rata pada tahap perkembangan awal, tahap vegetatif, tahap pembungaan dan formasi biji, dan tahap penuaan masing-masing adalah 1,26; 1,72; 1,66; dan 1,02 serta produktivitas penggunaan air sebesar 1,88 kg/m3 dan 2,48 kg/m3. Tanaman jagung akan mengalami penurunan produksi 30-50% jika mengalami genangan (kelebihan air) dibandingkan dengan kondisi normal (Li et al. 2011).

Prastowo (2010) menjelaskan bahwa konsep neraca air pada dasarnya menunjukan keseimbangan antara jumlah air yang masuk, yang tersedia dan yang keluar dari sistem tertentu. Neraca air digunakan untuk mengetahui jumlah air tersebut kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit). Berdasarkan analisis neraca air di suatu wilayah, maka kita dapat menduga waktu tanam tanaman jagung yang sesuai untuk menjamin ketersediaan kebutuhan airnya dari fase vegetatif sampai dengan fase generatif (Paski et al. 2017). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Musa (2012) menyatakan bahwa tidak semua lahan dapat di tanami sepanjang tahun sebab kemampuannya memanfaatkan air tanah terbatas, walaupun faktor tanah dan potensi biologisnya memungkinkan atau tanamannya peka terhadap cekaman kekeringan.

(4)

4

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian analisis ketersediaan dan kebutuhan air untuk meningkatkan produksi tanaman jagung di wilayah Kota Tarakan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis neraca air dan kebutuhan air pada tanaman jagung berdasarkan fase pertumbuhan di wilayah Kota Tarakan. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dan informasi oleh petani untuk kegiatan budidaya tanaman jagung di Kota Tarakan.

METODE PENELITIAN Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis, perangkat komputer dengan program Microsoft Excel 2013 dan software Cropwat 8.0, data tata guna lahan, data iklim bulanan selama periode 2008-2017. Data iklim bulanan bersumber dari Badan Meteorologi dan Geofisika Kota Tarakan Stasiun Juwata yang terletak pada titik koordinat geografis 03°19'36" Lintang Utara dan 117°34'11" Bujur timur dan elevasi 6 mdpl. Data iklim yang digunakan adalah curah hujan, kelembaban relatif, lama penyinaran matahari, kecepatan angin dan temperatur.

Pengolahan dan analisis data

Pada penelitian ini akan dilakukan analisis komponen neraca air dan kebutuhan air tanaman jagung berdasarkan fase pertumbuhan. Perhitungan neraca air dilakukan menggunakan metode Thornthwaite dan Mather (1957) dengan bantuan Microsoft Excel 2013. Berikut tahapan-tahapan pengolahan dan analisis data :

1) Melakukan perhitungan curah hujan (presipitasi) andalan dengan metode Weibull (Asdak, 2010; Triatmodjo, 2013).

𝑃 = 𝑚

(𝑛+1) ... (1)

2) Melakukan perhitungan evapotranspirasi dengan dengan metode Penman Monteith (Allen et. al. 1998).

𝐸𝑇

𝑜

=

0.408∆(𝑅𝑛−𝐺)+𝛾(

900

𝑇+273)𝑢2(𝑒𝑠−𝑒𝑎)

∆+𝛾(1+0.34𝑢2) ... (2)

Nilai ETo dihitung menggunakan software Cropwat 8.0 yang merupakan suatu program berbasis windows yang dipergunakan untuk menghitung evapotranspirasi acuan (ETo) sesuai dengan rumus empiris Penman Monteith berdasarkan data iklim.

(5)

5

Nilai evapotranspirasi potensial (ETp atau ETcrop) tergantung pada nilai

evapotranspirasi acuan (ETo) dan koefisien tanaman (Kc). Persamaan (3) digunakan untuk menghitung kebutuhan air konsumtif tanaman menurut Doorenbos dan Pruitt (1977) adalah sebagai berikut (Allen et. al. 1998).

𝐸𝑇𝑐 = 𝐾𝑐 × 𝐸𝑇𝑜 ... (3)

4) Menghitung accumulated potential water losses (APWL) dengan akumulasi air bulan ke-i = {Akumulasi air bulan ke-(i-1) + nilai ETP bulan i}. Nilai negatif P-ETP menunjukkan potensi defisit air yang merupakan hasil penjumlahan setiap bulannya. Pada wilayah basah, jumlah P-ETP dari setiap bulan bernilai positif. 5) Menghitung kapasitas simpan air (water storage capacity (STo)) dengan

menggunakan persamaan Thornthwaite dan Mather (1957).

KLfc KLwp

dZ

STo   ... (4) 6) Menghitung cadangan lengas tanah (water holding capacity). Nilai cadangan lengas

tanah pada awal periode dianggap sama dengan nilai cadangan lengas tanah maksimum (kapasitas simpan air tanah). Nilai cadangan lengas tanah (water holding capacity) dihitung berdasarkan persamaan Thornthwaite dan Mather (1957).

P ETP

1 -i ST STi   ... (5) 7) Menghitung perubahan cadangan lengas tanah (∆ST) dengan menggunakan

persamaan 6 (Thornthwaite dan Mather (1957).

∆ST = STi – ST(i-1) ... (6) 8) Menghitung evapotranspirasi aktual (ETa). Jika bulan basah (P>ETp), maka ETa =

ETp. Bulan kering (P<ETp), maka ETa = P + (-△St).

9) Menghitung defisit (D), dengan menggunakan persamaan (7).

D = ETa – ETp ... (7) 10)Menghitung CHlebih/surplus air (S) yaitu pada kondisi P>ETp, dengan persamaan

Thornthwaite and Mather (8). Perhitungan neraca air dapat memberikan gambaran surplus dan defisit air pada suatu wilayah. Ketika simpan air mencapai kapasitas cadangan lengas tanah (water holding capacity), kelebihan curah hujan akan dihitung sebagai surplus (Thornthwaite dan Mather, 1957).

S = P – ETp – ST ... (8) 11)Menghitung kebutuhan air tanaman jagung berdasarkan fase pertumbuhan dengan

(6)

6

8.0 dikalikan dengan nilai Kc tanaman jagung. Nilai Kc ditentukan berdasarkan fase pertumbuhan yang terdiri dari 4 fase yaitu fase initial (Kc = 0,40), fase crop

development (Kc = 0,80), fase mid-season (Kc = 1,15) dan fase late season (Kc = 1) (Brouwer dan Heibloem, 1986).

HASIL DAN PEMBAHASAN Presipitasi

Presipitasi atau curah hujan yang digunakan adalah curah hujan andalan dengan peluang 80%, hal ini berarti bahwa kisaran nilai curah hujan mulai dari nol hingga nilai andalan dalam satu bulan memiliki peluang terlampaui sebesar 80%. Curah hujan andalan 80% pada wilayah Kota Tarakan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Curah andalan 80% selama periode 2008-2017

Curah hujan andalan wilayah Kota Tarakan periode 2008-2017 adalah 187,28 - 416,32 mm dan nilai rata-rata curah hujan sebesar 291,473 mm. Curah hujan terendah Kota Tarakan terjadi pada bulan September yaitu 187,28 mm dan curah hujan tertinggi pada bulan April yaitu 416,32 mm. Curah hujan wilayah Kota Tarakan sangat sulit diprediksi dan sebaran curah hujan yang tidak merata, hal ini disebabkan karena Kota Tarakan merupakan wilayah dengan pola hujan lokal. Jika dilihat pada Gambar 1 bahwa curah hujan Kota Tarakan memiliki bentuk pola hujan unimodial (satu puncak hujan) yaitu bulan April. Curah hujannya sangat dipengaruhi oleh sifat lokal seperti kondisi geografi dan topografi Kota Tarakan yang merupakan suatu wilayah kepulauan dengan luas 250,80 km².

(7)

7 Evapotranspirasi Potensial

Nilai evapotranspirasi potensial (ETp) dilakukan dengan mengalikan nilai Evapotranspirasi acuan (ETo) dengan koefisien tanaman (Kc). Nilai Kc ditentukan berdasarkan luasan dan jenis vegetasi di wilayah Kota Tarakan yang dikelompokan menjadi hutan, pemukiman, kebun campuran/semak/tegalan/ladang, lahan terbangun, dan tubuh air (Doorenbos dan Pruitt, 1977). Berdasarkan hasil analisis bahwa nilai Kc berdasarkan luasan dan jenis penggunaan lahan di wilayah Kota Tarakan selama periode 2008-2017 adalah 0,36 (Sirait dan Hendris, 2019). Evapotranspirasi acuan (ETo) dianalisis menggunakan software Cropwat 8.0 dengan data inputan berupa data temperatur, kelembaban relatif, kecepatan angin, dan lamanya penyinaran matahari untuk wilayah Kota Tarakan selama periode 2008-2017. Software Cropwat 8.0 merupakan software yang dikembangkan FAO dengan rumus empiris Penman-Monteith untuk memperkirakan evapotranspirasi, jadwal irigasi dan kebutuhan air pada pola tanam yang berbeda. Gambar 2 menunjukan nilai evapotranspirasi potensial di wilayah Kota Tarakan selama periode 2008-2017.

Gambar 2. Evapotranspirasi potensial selama periode 2008-2017

Nilai evapotranspirasi potensial (ETp) wilayah Kota Tarakan berkisar 37,46-45,86 mm/bulan dan rata-rata nilai ETp adalah 41,65 mm/bulan. Nilai ETp terkecil sebesar 37,46 mm/bulan terjadi pada bulan Januari dan nilai ETp terbesar 45,86 mm/bulan pada bulan Agustus. Hal ini disebabkan pada bulan Januari memiliki nilai temperatur terkecil yaitu 26,8C dan lama penyinaran matahari sebesar 3 jam. Pada bulan Agustus memiliki nilai temperatur sebesar 27,4C dan nilai lama penyinaran matahari sebesar 5 jam. Jika semakin tinggi nilai temperatur dan lama penyinaran matahari maka nilai ETp juga semakin akan besar. Muamar et al. (2012) melaporkan hasil penelitiannya bahwa total ETo selama penelitian adalah 143,29 mm dan total evapotranspirasi tanaman jagung selama 100 hari pada plot lahan berterpal adalah

(8)

8

659,5 mm dan pada plot lahan tanpa terpal adalah 614,29 mm. Hasil penelitian Wahyuni et al. (2019) bahwa nilai evapotranspirasi potensial yang dihasilkan setiap bulannya berbeda, berkisar antara 50,85-65,25 mm/15 hari untuk metode Penman-Monteith dan berkisar antara 73,36-94,7 mm/15 hari untuk metode Penman Modifikasi.

Analisis Neraca Air

Perhitungan neraca air Kota Tarakan dengan luasan daratan 250,80 km² dilakukan dengan menggunakan persamaan Thornthwaite dan Mather (1957) dan berdasarkan data proporsi luasan penggunaan lahan pada tahun 2018 yang terdiri dari hutan, pemukiman penduduk, kebun campuran/semak/tegalan/ladang, lahan terbangun dan tubuh air. Nilai limpasan diduga berdasarkan nilai koefisien aliran permukaan (Schwab et al. 1981). Schwab et al. (1981) menyatakan bahwa koefisien aliran permukaan didefinisikan sebagai nisbah laju puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Nilai pengisian air tanah ditentukan berdasarkan nilai kapasitas cadangan lengas tanah yang diberikan oleh Thornthwaite dan Mather (1957). Hasil analisis neraca air pada dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Neraca air wilayah Kota Tarakan

Wilayah Kota Tarakan memiliki nilai rata-rata Chlebih 249,82 mm/bulan, limpasan 135,86 mm/bulan, dan pengisian air tanah 113,96 mm/bulan. Nilai CHlebih, limpasan, dan pengisian air tanah dapat mengalami perubahan setiap tahunnya tergantung dari luasan penggunaan lahan. Jika persentase alih fungsi area hutan menjadi pemukiman dan area terbuka meningkat, maka akan terjadi peningkatan nilai limpasan dan penurunan nilai pengisian air tanah. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Setyawan et al. (2018) bahwa perubahan fungsi lahan dari areal hijau menjadi areal pemukiman atau perkantoran mengakibatkan terganggunya

(9)

9

daya resap tanah sehingga aliran menjadi semakin besar. Dengan demikian berpotensi terjadi ketidakseimbangan antara ketersediaan air dengan kebutuhan air di wilayah Kota Tarakan.

Kebutuhan Air Tanaman Jagung

Kebutuhan air tanaman jagung dianalisis berdasarkan 4 periode penanaman yaitu Februari - Mei, Mei - Agustus, Agustus - November, dan November - Februari. Waktu pertumbuhan tanaman jagung pada masing-masing fase adalah fase initial 20 hari, fase crop development 25 hari, fase mid-season 25 hari dan fase late season 10 hari. Total tanaman jagung membutuhkan waktu 80 hari atau sekitar kurang lebih 3 bulan. Hasil analisis menunjukan bahwa kebutuhan air tanaman jagung periode Februari-Mei adalah 252,86 mm (Februari 30,18 mm, Maret 102,49 mm, April 117,50 mm dan Mei 2,69 mm), periode Mei-Agustus adalah 262,18 mm (Mei 24,63 mm, Juni 89,84 mm, Juli 139,42 mm dan Mei-Agustus 8,29 mm), periode Agustus-November adalah 274,94 mm (Agustus 23,21 mm, September 92,81 mm, Oktober 141,00 mm dan November 17,92 mm), dan periode November-Februari sebesar 236,20 mm (November 15,77 mm, Desember 77,73 mm, Januari 116,29 mm dan Februari 26,41 mm). Tabel 1, 2, 3 menunjukan jadwal tanam, fase pertumbuhan dan kebutuhan air tanaman jagung untuk masing-masing periode.

Tabel 1. Jadwal penanaman jagung periode Februari – Mei

Fase Pertumbuhan Waktu Kebutuhan Air (mm)

Fase Initial 8 Februari - 28 Februari 30,18

Fase Crop Development 1 Maret - 25 Maret 102,49

Fase Mid-season 26 Maret - 20 April 117,50

Fase Late season 21 April - 1 Mei 2,69

Tabel 2. Jadwal penanaman jagung periode Mei – Agustus

Fase Pertumbuhan Waktu Kebutuhan Air (mm)

Fase Initial 15 Mei - 3 Juni 24,63

Fase Crop Development 4 Juni - 28 Juni 89,84

Fase Mid-season 29 Juni - 23 Juli 139,42

Fase Late season 24 Juli - 2 Agustus 8,29

Tabel 3. Jadwal penanaman jagung periode Agustus – November

Fase Pertumbuhan Waktu Kebutuhan Air (mm)

Fase Initial 17 Agustus - 5 September 23,21

Fase Crop Development 6 September - 30 September 92,81

Fase Mid-season 1 Oktober - 25 Oktober 141

(10)

10

Tabel 4. Jadwal penanaman jagung periode November – Februari

Fase Pertumbuhan Waktu Kebutuhan Air (mm)

Fase Initial 19 November - 8 Desember 15,77

Fase Crop Development 9 Desember - 2 Januari 77,73

Fase Mid-season 3 Januari - 27 Januari 116,29

Fase Late season 28 Januari - 7 Februari 26,41

Hasil analisis menunjukan bahwa total evapotranspirasi tanaman jagung selama 4 periode penanaman adalah 1026.18 mm/tahun. Rata-rata kebutuhan air tanaman jagung pada fase initial 23,45 mm, fase crop development 90,72 mm, fase mid-season 128,55 mm dan fase Late season 13,83 mm. Selama satu periode penanaman tanaman jagung rata-rata membutuhkan air sebesar 256,55 mm. Wilayah Kota Tarakan memiliki ketersediaan air yang sangat cukup dengan persentase air tersedia setiap bulannya yang dibuktikan dari hasil perhitungan, oleh karena itu Kota Tarakan memiliki nilai surplus sepanjang tahun. Gambar 4 menunjukan perbandingan ketersediaan dan kebutuhan air pada tanaman jagung berdasarkan fase pertumbuhannya.

Gambar 4. Kebutuhan air tanaman jagung berdasarkan fase pertumbuhan

Gambar 4 menunjukkan kebutuhan air tanaman jagung secara berurutan tertinggi terjadi pada fase Mid-Season, selanjutnya pada fase crop development, fase initial daan fase late season. Tingginya kebutuhan air pada Fase Mid-Season dan Fase Development disebabkan karena pada fase ini terjadi proses pembungaan dan pengisian biji pada jagung. Hal ini juga sesuai dengan penelitian FAO (2012) yang menyatakan pada nilai Koefisien tanaman (Kc) yang mengambarkan laju kehilangan air yang tertinggi pada jagung pada fase pembungaan dan pengisian biji. Muamar et al. (2012) melaporkan hasil penelitiannya bahwa ETc rata-rata di plot lahan berterpal pada tahap awal (0-15 hari) 5,19 mm/hari, tahap vegetatif

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450

Jan Feb Mart Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

tingg i ai r ( m m ) Bulan

(11)

11

(16-40 hari) 7,25 mm/hari, tahap pembungaan dan formasi biji (41-80 hari) 7,46 mm/hari, dan tahap penuaan (81-100 hari) 4,87 mm/hari. Hariyanti et al (2019) juga menjelaskan bahwa jagung dan bawang merah umumnya ditanam sesudah padi atau kedelai di lahan sawah tadah hujan sehingga rentan terhadap kekeringan.

KESIMPULAN

Selama periode 2008-2017 wilayah Kota Tarakan memiliki total curah hujan andalan 80% adalah 3497,68 mm/tahun dan evapotranspirasi lahan sebesar 1400,25 mm/tahun. Total Chlebih adalah 2997,84 mm/tahun, limpasan adalah 1630,31 mm/tahun, dan pengisian air tanah adalah 1367,53 mm/tahun. Rata-rata kebutuhan air tanaman jagung pada fase initial 23,45 mm, fase crop development 90,72 mm, fase mid-season 128,55 mm dan fase Late season 13,83 mm. Selama satu periode penanaman tanaman jagung rata-rata membutuhkan air sebesar 256,55 mm. Total evapotranspirasi tanaman jagung selama 4 periode penanaman adalah 1026.18 mm/tahun dan memiliki ketersediaan air yang sangat cukup serta setiap bulannya memiliki nilai surplus sepanjang tahun.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Stasiun Meteorologi Juwata Kota Tarakan Provinsi Kalimatan Utara atas bantuan dan kerjasama yang baik dalam penyediaan data iklim bulanan selama periode 2008-2017.

DAFTAR PUSTAKA

Allen, R. G., L. S. Pereira, D. Raes, M. Smith. 1998. Crop Evapotranspiration: Guidelines for computing crop water requirements. FAO Irrigation and Drainage Paper No. 56. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome. Italy. 300 hlm.

Asdak C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Astutik D., D. Suryaningndari, U. Raranda. 2019. Hubungan pupuk kalium dan kebutuhan air terhadap sifat fisiologis, sistem perakaran dan biomassa tanaman jagung (Zea mays). Jurnal Citra Widya Edukasi. 11(1):67-76.

BPS. 2018. Kota Tarakan dalam angka 2018. Badan Pusat Statistik Kota Tarakan.

Brouwer C, Heibloem M. 1986. Irrigation Water Management: Training Manual No. 3. Irrigation water needs. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome. Italy.

Doorenbos J, Pruitt W. O. 1977. Crop Water Requirements. FAO Irrigation And Drainage Paper No. 24. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome. Italy. FAO. 2012. Crop yield rensponse to water. FAO Irrigation and Drainage Paper No. 66. Food

(12)

12

Hariyanti K. S, T. June, Y. Koesmaryono, R. Hidayat, A. Pramudia. 2019. Penentuan waktu tanam dan kebutuhan air tanaman padi, jagung, kedelai dan bawang merah di Provinsi Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur. Jurnal Tanah dan Iklim 43(1):83-92.

Li, X.Y., Z.Y. Liu, T.X. Li. 2011. An impact test study of the flood disasters on summer corn’s characters and yield. J. Acta Meteorol. Sin. 31:79-82.

Muamar, Sugeng T, Ahmad T, Bustomi R. 2012. Analisis neraca air tanaman jagung (Zea mays L) di Bandar Lampung. Jurnal Teknik Pertanian Lampung. 1(1):1-10.

Musa, N. 2012. Penentuan masa tanam jagung (Zea mays L.) berdasarkan curah hujan dan analisis neraca air di Kabupaten Pohuwato. Jurnal Agroteknotropika. 1(1):23-27.

Paski, J.A.I, Faski, G.I.S.L, Handoyo, M.F. Pertiwi, D.A.S. 2017. Analisis neraca air lahan untuk tanaman padi dan jagung di Kota Bengkulu. J. Ilmu Lingkungan. 15(2):83-89. Prastowo. 2010. Daya Dukung Lingkungan Aspek Sumber Daya Air. Working Paper P4W.

Bogor : Crestpent Press.

Schwab G. O, Frevert R.K, Edminster T.W, Barnes K.K. 1981. Soil and water conservation engineering. New York : John Wiley and Sons. Inc.

Setyawan, A., Puri, A., Harmiyati, H. 2018. Pengaruh perubahan tata guna lahan terhadap debit saluran drainase jalan arifin ahmad pada ruas antara jalan rambutan dengan jalan paus ujung di Kota Pekanbaru. Jurnal Saintis.

Siebert, S., Döll, P. 2010. Quantifying blue and green virtual water contents in global crop production as well as potential production losses without irrigation. Journal of Hydrology. 384(3):198-217. https://doi.org/10.1016/j.jhydrol.2009.07.031.

Sirait S., Hendris. 2019. Analisis neraca air di Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Utara. J-Pen Borneo : Jurnal Ilmu Pertanian. 2(1):1-8.

Sirait S., Sri Maryati. 2018. Analisis perubahan kapasitas simpan air pada DAS Krueng Meureubo, Aceh. Jurnal Rona Teknik Pertanian. 11(2):15-27.

Thornthwaite CW, Mather JR. 1957. Instruction and Table For Computing Potensial Evapotranspiration and Water Balance. New Jersey : Centerton.

Triatmodjo B. 2013. Hidrologi Terapan. Cetakan Ketiga. Beta Offset. Yogyakarta.

Wahyuni, S., Kendarto, D. R., Bafdal, N. 2019. Kebutuhan air irigasi tanaman jagung (Zea mays L.) berdasarkan KP-01 dan Thornthwaite-Mather. Agrotekma:Jurnal Agroteknologi dan Ilmu Pertanian. 3 (2):50-57.

Wijayanto T., G. R. Sadimantara, M. Etikawati. 2012. Respon fase pertumbuhan beberapa genotipe jagung lokal Sulawesi Tenggara terhadap kondisi kekurangan air. Jurnal Agroteknos. 2(2):86-91.

Gambar

Gambar 1. Curah andalan 80% selama periode 2008-2017
Gambar 2. Evapotranspirasi potensial selama periode 2008-2017
Gambar 3. Neraca air wilayah Kota Tarakan
Tabel 3. Jadwal penanaman jagung periode Agustus – November
+2

Referensi

Dokumen terkait

“Tersedia” atau “Ketersediaan” berarti dalam kaitannya dengan lingkungan produksi Platform Hosting, pemuatan kode halaman web mentah (html atau semacamnya dan tidak

Indeks  Dow  Jones  melemah  pada  perdagangan  hari  Selasa  (18/2)  kemarin  setelah  data‐data  perekonomian  yang  dirilis  kurang  menggembirakan.  Laporan 

Oleh karena itu kami menggagas usaha martabak yang berlabelkan “Marton” (Martabak Beton, yang merupakan inovasi martabak yang bahan bakunya dari biji nangka, yang

PT Tiga Muara Jaya Surabaya sebagai Wajib Pajak telah memenuhi serta mentaati semua ketentuan dan peraturan yang dibuat oleh pemerintah dalam masalah penyetoran Pajak

Hasil simulasi dan implementasi menunjukan kontroler FS-PID dapat memberikan respon yang lebih baik dibandingkan dengan kontroler PID dengan parameter tetap ditinjau dari nilai

1) Sampel fillet daging ayam ditumbuk kemudian ditimbang sebesar 1 gram, menambahkan aquadest steril 9 ml dan diaduk hingga homogen, sehingga dihasilkan suatu suspensi yang

10 Memberikan satu pendapat dalam bentuk pengajuan masalah yang ada dalam skenario (step 2)atau hipotesis terhadap masalah yang dikemukakan oleh anggota kelompok (step 3)atau