• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari berbagai macam kebutuhan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari berbagai macam kebutuhan."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan manusia tidak terlepas dari berbagai macam kebutuhan. Menurut sifatnya kebutuhan manusia digolongkan ke dalam tiga bagian, yaitu kebutuhan primer sebagai kebutuhan dasar, kebutuhan sekunder sebagai kebutuhan penunjang dari kebutuhan primer, dan kebutuhan tersier sebagai kebutuhan pelengkap dari kebutuhan primer dan sekunder. Pemenuhan berbagai kebutuhan tersebut memerlukan biaya yang relatif besar, sehingga seseorang harus bekerja demi memperoleh penghasilan.1

Pesatnya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dewasa ini menciptakan persaingan yang semakin ketat di masyarakat dalam upaya pencarian dan perolehan pekerjaan. Kemajuan IPTEK mendorong seleksi alamiah yang mengarah kepada ‘yang terkuat yang bertahan’, sehingga menimbulkan ketidakseimbangan antara laju pertambahan jumlah tenaga kerja dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Upaya yang bisa dilakukan untuk meminimalisir ketidakseimbangan tersebut hanyalah dengan menciptakan lapangan kerja baru.2

Penciptaan lapangan kerja dewasa ini tidak hanya diupayakan oleh pemerintah, tetapi juga telah banyak diupayakan oleh masyarakat. Salah satu wujud sumbangsih masyarakat dapat dilihat melalui gagasan serta karya kreatif

1

Warsono, “Prinsip-Prinsip dan Praktek Keuangan Pribadi”, Jurnal Salam Volume 13 Nomor 2 Universitas Muhamadiyah Malang, 2010, hlm. 138-140.

2

(2)

pada industri Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Pertumbuhan UKM dewasa ini menandai bangkitnya suatu kesadaran masyarakat untuk mampu mandiri dalam berbisnis.3

Dunia bisnis di Indonesia saat ini berkembang dengan pesat. Bidang usaha atau jenis bisnis mencakup bidang yang luas, baik barang maupun jasa. Salah satu variasi bisnis yang sedang berkembang adalah bisnis Multi Level Marketing

(MLM). Saat ini terdapat lebih dari seratus perusahaan di Indonesia yang berkecimpung dalam industri bisnis MLM. Pertumbuhannya pada tahun 2011 yang lalu diperkirakan mencapai 20%. Menurut Helmi Attamimi, Ketua Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) menyatakan bahwa “Permohonan Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (izin khusus penyelenggaraan usaha MLM) di BKPM selalu ada. Kita rapat di BKPM setiap minggu”.4

Bisnis MLM merupakan bisnis yang bergerak di sektor perdagangan barang dan/atau jasa yang menggunakan sistem MLM sebagai strategi bisnisnya. Adapun sistem MLM itu sendiri adalah metode yang digunakan sebuah induk perusahaan dalam memasarkan produknya kepada konsumen melalui suatu jaringan orang-orang bisnis yang independen.5

Perkembangan Industri bisnis MLM di Indonesia memberi dampak positif bagi kemajuan perekonomian nasional. Masyarakat Indonesia yang memperoleh sumber penghidupan melalui industri ini sekurang-kurangnya berjumlah 4,5 juta

3

Muhammad Fachrur Rozi, 2003, Budaya Industri Pemasaran Jaringan di Indonesia,

Yogyakarta, Netbooks Press, hlm. x.

5

David Roller, 1995, Menjadi Kaya dengan Multi-Level Marketing, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, hlm. 3.

(3)

jiwa dan masih akan bertambah lagi. Prestasi ini sayangnya sering kali kurang mendapat apresiasi yang positif di masyarakat. Kurangnya apresiasi tersebut disebabkan karena maraknya praktek ilegal yang telah merugikan banyak orang dengan mengatasnamakan MLM sebagai kedok usahanya, sehingga mencoreng nama baik dari industri MLM itu sendiri.6

Bisnis berkedok MLM telah muncul di Indonesia sejak tahun 1998 dan terus berkembang hingga saat ini, misalnya saja BMA (1998), New Era 21 (1999), Higam Net (1999), Promail (2000), Goldquest (2000), Probest International (2000), YAMI (2002), Golden Saving (2003), TV1 Express (2011), dll. Masyarakat yang menjadi korban akibat dari praktek-praktek ilegal tersebut diperkirakan sudah mencapai puluhan ribu jiwa dengan total kerugian mencapai puluhan triliun rupiah.7 Para korban maupun masyarakat yang hanya mengetahui berita-berita terungkapnya kasus penipuan berkedok MLM melalui media massa umumnya tidak mengetahui perbedaan antara bisnis MLM dengan bisnis berkedok MLM, sehingga cenderung menyamaratakan keduanya. Hal ini sesungguhnya merupakan pemikiran yang salah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai karakteristik bisnis MLM murni telah dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab demi memperkaya diri sendiri. Keadaan ini berlangsung selama puluhan tahun di Indonesia, sehingga menghilangkan legalitas bisnis MLM dalam pemahaman masyarakat.8

6

Edy Zaqeus (editor), “Jalan Panjang Menuju UU Anti Piramid Telah Dimulai”, INFO APLI Edisi XIV (Nov, 2002), hlm. 1.

tanggal 14 Oktober 2011.

(4)

Bisnis berkedok MLM di Indonesia hingga saat ini belum secara tegas dilarang dalam suatu Undang-Undang yang khusus, sehingga penanggulangannya tidak berjalan dengan efektif. Penanggulangannya hanya sebatas memidanakan para pelaku apabila korban mengadukannya ke pihak yang berwenang, sama sekali belum menyentuh sisi preventifnya. Disamping itu, sosialisasi pemerintah dalam mengedukasi masyarakat tentang seluk-beluk dan bahaya bisnis berkedok MLM juga sangat minim. Kedua hal inilah yang terus menjadi pemicu maraknya praktek bisnis berkedok MLM di Indonesia.9

Maraknya bisnis berkedok MLM juga telah berpengaruh buruk bagi citra industri bisnis MLM murni. Tidak sedikit di masyarakat yang sangat anti jika mendengar kata MLM, meskipun demikian tidak dapat dipungkiri ada beberapa usaha MLM yang diakui keabsahannya. Beberapa usaha MLM yang dikenal baik seperti CNI, Amway, Oriflame, Sophie Martin, Prime & First New, Herbalife, dll diyakini sebagai bisnis yang legal karena usahanya telah berlangsung selama bertahun-tahun dan produk-produknya pun memang sangat diterima di masyarakat, namun demikian nama baik yang telah dibangun dengan bersusah payah selama bertahun-tahun tersebut dapat saja menurun dalam waktu singkat akibat ulah praktek-praktek ilegal yang mengatasnamakan MLM sebagai kedok usahanya.10

Maraknya praktek bisnis berkedok MLM di Indonesia harus segera ditanggulangi dengan upaya-upaya yang lebih konkrit. Pemerintah dan DPR

9

Edy Zaqeus (editor), “Mengapa Orang ‘Mau Jadi Korban’ Money Game atau Skema Piramid?”, INFO APLI Edisi XXXIV (Okt-Des, 2006), hlm. 11.

2011.

(5)

sudah selayaknya segera menerbitkan Undang-Undang khusus sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan praktek bisnis berkedok MLM. Disamping itu, peran aktif pemerintah dalam mengedukasi masyarakat tentang seluk-beluk dan bahaya bisnis berkedok MLM juga sangat dibutuhkan. Jika hal ini tidak segera direalisasikan, maka modus penipuan berkedok MLM akan selalu terjadi dan menimbulkan banyak korban, selain itu nama baik industri bisnis MLM pun akan ikut tercemar.

Berdasarkan gambaran diatas maka penulisan ini ditujukan untuk membahas legalitas bisnis MLM di Indonesia serta kaitannya kaitannya terhadap bisnis berkedok MLM, dan bagaimanakah penegakan hukum pidana di Indonesia dalam menanggulangi praktek-praktek bisnis berkedok MLM.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan gambaran latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah legalitas bisnis Multi Level Marketing di Indonesia serta kaitannya terhadap bisnis berkedok Multi Level Marketing?

2. Bagaimanakah penegakan hukum pidana di Indonesia dalam menanggulangi praktek bisnis berkedok Multi Level Marketing?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan dan manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Penulisan

(6)

a. Untuk mengetahui legalitas bisnis Multi Level Marketing di Indonesia serta kaitannya dengan bisnis berkedok Multi Level Marketing.

b. Untuk mengetahui penegakan hukum pidana di Indonesia dalam menanggulangi praktek bisnis berkedok Multi Level Marketing.

2. Manfaat Penulisan a. Manfaat Teoritis

1) Memberikan gambaran mengenai bisnis Multi Level Marketing

murni dan bisnis berkedok Multi Level Marketing.

2) Memberikan gambaran mengenai penegakan hukum pidana di Indonesia dalam menanggulangi praktek bisnis berkedok Multi Level Marketing.

3) Menambah wawasan dan khasanah bacaan bagi setiap orang yang berkenan membaca tulisan ini.

b. Manfaat Praktis

1) Menumbuhkan sikap kritis bagi setiap orang dalam menyikapi bisnis Multi Level Marketing dan bisnis berkedok Multi Level Marketing.

2) Menumbuhkan kewaspadaan bagi setiap orang terhadap jenis-jenis usaha yang menjanjikan keuntungan sebesar-besarnya dalam waktu singkat namun tanpa usaha dan kerja keras.

3) Sebagai tugas akhir dari penulis dalam memperoleh gelar kesarjanaan.

(7)

D. Keaslian Penulisan

Sepanjang penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum USU, skripsi dengan judul “Analisa Yuridis Penegakan Hukum Pidana di Indonesia dalam Menanggulangi Praktek Bisnis Berkedok Multi Level Marketing” belum pernah diteliti dalam bentuk skripsi di Departemen Hukum Pidana, namun di Departemen Hukum Perdata skripsi yang pernah ditulis menyangkut Multi Level Marketing telah ada penelitian sebelumnya.

Skripsi mengenai Multi Level Marketing dalam bidang hukum perdata di Fakultas Hukum USU ditulis oleh Rika Sugesti Mandalani dengan judul “ Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Transaksi Bisnis Multi Level Marketing (Studi Lapangan Pada Perusahaan Sophie Martin)”, dan juga oleh Henny Sekartati dengan judul “Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Lapangan Pada Perusahaan Elken)”. Kedua penulisan tersebut membahas

Multi Level Marketing dari segi Hukum Perlindungan Konsumen (UU No. 8

Tahun 1999).

Adapun penulisan dalam skripsi ini berbeda dari penulisan yang pernah ditulis dalam skripsi sebelumnya. Penulisan skripsi ini membahas legalitas bisnis MLM di Indonesia serta kaitannya terhadap praktek bisnis berkedok MLM dari segi hukum pidana, serta menganalisa penegakan hukum pidana di Indonesia dalam menanggulangi praktek bisnis berkedok MLM.

(8)

E. Tinjauan Kepustakaan

Penulisan skripsi ini menggunakan beberapa bahan acuan yang berkaitan dengan MLM, bisnis berkedok MLM, dan penegakan hukum pidana di Indonesia dalam menanggulangi praktek bisnis berkedok MLM, yaitu sebagai berikut:

1. Multi Level Marketing

Multi Level Marketing adalah sistem melalui mana sebuah induk

perusahaan mendistribusikan barang dan/atau jasa lewat suatu jaringan orang-orang bisnis yang independen.11 Multi Level Marketing disebut juga

Network Marketing atau pemasaran jaringan.12 Sistem ini memiliki ciri-ciri khusus yang membedakannya dengan sistem pemasaran yang lain, diantara ciri-ciri khusus tersebut adalah terdapatnya banyak jenjang atau level, adanya penjualan produk secara langsung ke konsumen melalui jaringan distributor independen, adanya sistem pengembangan jaringan, adanya sistem pelatihan, serta adanya komisi atau bonus bagi setiap distributor yang berprestasi dalam hal penjualan produk ke konsumen.13

2. Bisnis Berkedok Multi Level Marketing

Bisnis berkedok MLM dikenal pula dalam istilah money game atau penggandaan uang. Konsep bisnis ini menggunakan Skema Piramid

(pyramid scheme) yang selalu diidentikkan dengan sistem MLM.14

11

David Roller, loc.cit. 12

Mark Yarnell & Rene Reid Yarnell, 1999, Tahun Pertama Anda Dalam Network Marketing, Jakarta, Penerbit Erlangga, hlm. xii.

13

Puspita Rachmawati, 2008, “Multi Level Marketing pada Perusahaan Tian Shi Solo ditinjau dari Hukum Islam”,Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, hlm. 6.

14

MLM Leaders, 2007, The Secret Book Of MLM, Jakarta, Mic Publishing, hlm. 20.

(9)

dalam skema ini ditempatkan sedemikian rupa hingga terlihat seperti bentuk piramid. Skema Piramid adalah sistem investasi palsu yang membayarkan komisi kepada peserta lama dari dana peserta baru yang direkrutnya, bukan dari laba yang riil. Skema ini ditakdirkan untuk runtuh karena pendapatan jika ada, akan kurang untuk membayar keuntungan para pesertanya. Keilegalan skema ini terletak pada timbulnya kerugian peserta di level terbawah atas hilangnya sejumlah uang yang diinvestasikan ke dalam bisnis tersebut.15

3. Penegakan Hukum Pidana di Indonesia dalam Menanggulangi Praktek Bisnis Berkedok MLM

Menurut Andi Hamzah dalam Mohammad Ekaputra dan Abul Khair, ahli hukum di Indonesia membedakan istilah hukuman dengan pidana yang dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah straf. Istilah hukuman adalah istilah umum yang dipergunakan untuk semua jenis sanksi baik dalam ranah hukum perdata, administratif, disiplin dan pidana, sedangkan istilah pidana diartikan secara sempit yaitu hanya sanksi yang berkaitan dengan hukum pidana.16

16 Oktober

2011.

16

Mohammad Ekaputra & Abul Khair, 2010, Sistem Pidana di dalam KUHP & Pengaturannya Menurut Konsep KUHP Baru, Medan, USU Press, hlm. 1.

(10)

Adapun tujuan dari pemidanaan (punishment) menurut Herbert L. Packer dalam Muladi dan Barda Nawawi Ariefdidasarkan pada dua tujuan sebagai berikut:17

a. Untuk mencegah terjadinya kejahatan atau perbuatan yang tidak dikehendaki atau perbuatan yang salah (the prevention of crime or undesired conduct or offending conduct);

b. Untuk mengenakan penderitaan atau pembalasan kepada pelanggar

(the deserved infliction of suffering on evildoers or retribution for perceived wrong doing).

Penegakan hukum pidana dalam menanggulangi praktek bisnis berkedok MLM bertugas untuk mencegah (preventif), dan menentukan sanksi (represif) terhadap setiap pelanggaran hukum yang mengakibatkan kerugian finansial bagi para korban. Ketentuan tersebut ditujuka n untuk mencegah sejak dini timbulnya praktek-praktek ilegal berkedok MLM yang berpotensi menimbulkan banyak korban, serta memidanakan para pelakunya apabila prakteknya telah dilakukan. Dengan adanya ketentuan tersebut maka keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum dapat terjamin. Pandangan tersebut namun masih jauh dari kenyataan, kejahatan bisnis berkedok MLM di Indonesia hingga saat ini belum secara tegas dilarang dalam suatu Undang-Undang yang khusus, sehingga pencegahan dan pemberantasan prakteknya tidak berjalan dengan efektif. Pelaku bisnis berkedok MLM hanya dapat dijerat dengan berpedoman pada

aturan-17

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2005, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung, Alumni, hlm. 1.

(11)

aturan positif dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) peninggalan Belanda yang dalam banyak hal sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Aturan-aturan KUHP yang terkait dengan kejahatan bisnis berkedok MLM adalah Pasal 374 KUHP tentang Tindak Pidana Penggelapan dan/atau Pasal 378 tentang Tindak Pidana Penipuan. Ketentuan di luar KUHP yang dapat digunakan untuk menjerat pelakunya dengan pidana yang lebih berat adalah UU Perbankan (UU No. 7/1992 jo. UU No. 10/1998), UU Pasar Modal (UU No. 8/1995), dan UU Perlindungan Konsumen (UU No. 8/1999).18

1. Jenis Penelitian

F. Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini ialah penelitian hukum normatif atau yang dikenal dengan doctrinal research. Penelitian doktrinal menurut Soetandyo Wignjosoebroto terdiri dari:19

a. Penelitian yang berupa usaha inventarisasi hukum positif;

b. Penelitian yang berupa usaha penemuan asas-asas dan dasar falsafah (dogma atau doktrin) hukum positif; dan

18

R. Serfianto D., Iswi Hariyani, Cita Yustisia, 2011, Multi Level Marketing Money Game & Skema Piramid, Jakarta, PT Elex Media Komputindo,hlm. 267-268.

19

Bambang Sunggono, 2010, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Rajawali Pers, hlm. 42.

(12)

c. Penelitian yang berupa usaha penemuan hukum in concreto yang layak diterapkan untuk menyelesaikan suatu perkara hukum tertentu.

Penulisan dalam skripsi ini tergolong ke dalam jenis penelitian doktrinal pada poin c. Penelitian doktrinal tipe ketiga ini menurut Pollack dikenal sebagai legal research yang tujuan pokoknya adalah hendak menguji apakah suatu postulat normatif tertentu memang dapat digunakan untuk memecahkan suatu masalah hukum tertentu in concreto.20

Dengan demikian Pasal 374 KUHP dan/atau Pasal 378 KUHP, maupun UU Perbankan (UU No. 7/1992 jo. UU No. 10/1998), UU Pasar Modal (UU No. 8/1995), dan UU Perlindungan Konsumen (UU No.

Adapun penulisan dalam skripsi ini ditujukan untuk menganalisa penegakan hukum pidana di Indonesia dalam menanggulangi praktek bisnis berkedok MLM. Praktek bisnis berkedok MLM di Indonesia hingga saat ini belum secara tegas dilarang dalam suatu Undang-Undang khusus, oleh sebab itu untuk menjerat pelakunya masih dipedomani aturan umum yang berlaku dalam KUHP, yaitu Pasal 374 tentang Tindak Pidana Penggelapan dan/atau Pasal 378 tentang Tindak Pidana Penipuan. Ketentuan di luar KUHP yang dapat digunakan untuk menjerat pelakunya dengan pidana yang lebih berat adalah UU Perbankan (UU No. 7/1992 jo. UU No. 10/1998), UU Pasar Modal (UU No. 8/1995), dan UU Perlindungan Konsumen (UU No. 8/1999).

20

(13)

8/1999) merupakan norma-norma hukum in abstracto yang diperlukan mutlak untuk berfungsi sebagai premisa mayor, sedangkan fakta-fakta yang relevan dalam perkara in concreto (legal facts) yakni mengenai bisnis berkedok MLM berfungsi sebagai premisa minor.

2. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan yang sudah siap tersaji, langsung dapat digunakan dan berasal dari peneliti-peneliti sebelumnya. Sumber data diperoleh dari:21

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat sebagai berikut:

1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP); UU Perbankan (UU No. 7/1992 jo. UU No. 10/1998); UU Pasar Modal (UU No. 8/1995); dan UU Perlindungan Konsumen (UU No. 8/1999).

2) Peraturan di bawah Undang-Undang yang terkait dengan penyelenggaraan bisnis MLM, yaitu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 32/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem Penjualan Langsung serta perubahannya pada Permendag No. 47/M-DAG/9/2009; dan Permendag No. 55/M-DAG/PER/10/2009 tentang Pendelegasian Wewenang

21

(14)

Penerbitan Surat Izin Usaha Penjualan Langsung kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti buku-buku bacaan atau karya dari kalangan hukum yang menyangkut bisnis MLM, bisnis berkedok MLM, teori-teori hukum pidana yang terkait, berita maupun artikel yang berasal dari internet yang terkait dengan penulisan ini.

c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang, yaitu bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum atau ensiklopedia.

3. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research).

4. Analisa data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa kualitatif, yaitu mengikhtisarkan hasil pengumpulan data sekunder selengkap mungkin serta memilah-milahkannya ke dalam satuan konsep,

(15)

kategori atau tema tertentu sehingga dapat menjawab permasalahan-permasalahan dalam penulisan ini.22

Bab III Pembahasan mengenai analisa yuridis penegakan hukum pidana di Indonesia dalam menanggulangi praktek bisnis berkedok MLM yang terdiri dari: hukum pidana di Indonesia dalam menanggulangi praktek bisnis berkedok MLM, dan analisa yuridis penegakan

G. Sistematika Penulisan

Keseluruhan sistematika yang ada dalam penulisan skripsi ini merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya dan tidak terpisahkan. Sistematika penulisan adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, Metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Pembahasan mengenai legalitas bisnis MLM di Indonesia serta kaitannya terhadap bisnis berkedok MLM yang terdiri dari: sejarah sistem MLM, pengertian MLM, ruang lingkup sistem MLM, sejarah skema piramid dan bisnis berkedok MLM, skema piramid dan bisnis berkedok MLM, sistem kerja skema piramid, perspektif hukum sistem MLM, dan legalitas bisnis MLM di Indonesia serta kaitannya terhadap bisnis berkedok MLM.

22

Burhan Bungin, 2003, Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, Jakarta, Grafindo Persada, hlm. 68-69.

(16)

hukum pidana di Indonesia dalam menanggulangi praktek bisnis berkedok MLM.

Bab IV Penutup yang terdiri dari; kesimpulan seluruh tulisan atau pembahasan disertai dengan saran-saran seperlunya dari penulis.

Referensi

Dokumen terkait

5) untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut.. JURNAL MEDIA EKONOMI Vol. 7) Pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem wewenang dan prosedur pencatatan

Upaya tambahan pengawasan yang dilakukan oleh Penyewa yaitu dengan mengirimkan surveyor, loading master, serta mewajibkan Pemilik Kapal untuk melakukan pemasangan Vessel

Karyawan atau yang juga sering disebut pekerja merupakan elemen penting bagi Notaris dari segi tugas dan tanggung jawab yang diembannya, karena memiliki

Dan nanti akan disediakan potongan huruf dan angka dalam berbagai macam warna, dan peserta didik diminta untuk merangkai huruf dan angka tersebut sesuai dengan nama dan

Sehubungan dengan penelitian saya untuk skripsi yang berjudul “ Analisis perilaku konsumen dalam masalah kesehatan sebelum dan setelah adanya BPJS.. Studi kasus di

kata “wizdom” dan “wissenscaft”, yang erat hubungannya dengan “widya”. Karena itu, “wiskunde” sebenarnya harus diterjemahkan sebagai “ilmu tentang belajar”

Berdasarkan Tabel 8, ditemukan ciri warna khusus pada domba Garut yaitu fenotip tubuh coklat belang kepala hitam, karena tidak ditemukan pada kelompok jenis domba lain yang

Berdasarkan hasil uji korelasi pearson untuk menemukan hubungan antara 2 variabel atau lebih dapat diketahui bahwa hubungan knowledge gap dengan kepuasan pasien