• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAN KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL. 27 Januari s.d. 2 Februari Highlight Minggu Ini

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAN KEMENTERIAN KEUANGAN BADAN KEBIJAKAN FISKAL. 27 Januari s.d. 2 Februari Highlight Minggu Ini"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report

1

DAN

27 Januari s.d. 2 Februari 2020

I. Pasar Global

Pasar Saham.Wall Street kembali berakhir melemah pada perdagangan pekan lalu. Dalam dua minggu berturut-turut, bursa saham AS ditutup melemah. Indeks Dow Jones ditutup melemah 733,73 poin atau 2,53 persen ke level 28.256,00, indeks S&P 500 melemah 69,95 poin atau 2,12 persen ke level 3.225,52, dan indeks Nasdaq melemah 163,97 poin atau 1,76 persen ke level 9.150,94 pada pekan kemarin. Pelemahan bursa saham AS pada pekan lalu masih dipengaruhi oleh sentimen negatif investor terhadap virus corona yang telah menyebar ke beberapa wilayah di dunia.

Indeks Dow Jones pada hari terakhir perdagangan pekan lalu melemah lebih dari 600 poin, yang dipicu oleh penghentian pelayanan penerbangan oleh sejumlah maskapai penerbangan ke Tiongkok. Hal tersebut merupakan pelemahan harian terburuk sejak Agustus 2019. Pada pekan lalu, Pemerintah AS juga telah menetapkan penyebaran virus corona sebagai kondisi darurat kesehatan. Untuk itu, Pemerintah AS melarang masuk warga asing yang pernah melakukan kunjungan ke Tiongkok dalam 2 minggu terakhir dan melakukan karantina bagi warga AS yang telah bepergian ke Tiongkok.

Kebijakan tersebut diambil setelah virus corona memakan banyak korban. Saat ini lebih dari 300 orang meninggal dan telah menjangkiti lebih 25 negara di dunia. Pemerintah Tiongkok melaporkan bahwa lebih dari 16 ribu orang terinfeksi virus tersebut. WHO juga telah menetapkan kasus virus corona ini sebagai kondisi darurat. Dari sisi ekonomi, sejumlah analis memperkirakan virus

Indikator 31 Januari 2020 Perubahan (%)

WoW YoY Ytd T1 Nilai Tukar/USD ----Euro 0.90 0.61 (3.19) (1.08) Yen 108.35 0.85 0.50 0.24 GBP 0.76 1.02 0.73 (0.38) Real 4.28 (2.40) (17.44) (6.26) Rubel 63.92 (2.97) 2.27 (3.12) Rupiah 13,655.00 (0.53) 2.28 1.52 Rupee 71.35 (0.03) (0.38) 0.04 Yuan 6.94 0.00 (3.62) 0.30 KRW 1,191.70 (1.97) (7.10) (3.07) SGD 1.36 (1.02) (1.43) (1.40) Ringgit 4.10 (0.99) (0.07) (0.17) Baht 31.16 (1.98) 0.25 (3.99) Peso 50.83 (0.04) 2.48 (0.36) T2 --- Pasar Modal ---DJIA 28,256.03 (2.53) 13.03 (0.99) S&P500 3,225.52 (2.12) 19.28 (0.16) FTSE 100 7,286.01 (3.95) 4.55 (3.40) DAX 12,981.97 (4.38) 16.19 (2.02) KOSPI 2,119.01 (5.66) (3.89) (3.58) Brazil IBrX 867.56 (6.19) (7.41) (5.17) Nikkei 23,205.18 (2.61) 11.71 (1.91) SENSEX 40,723.49 (2.14) 12.32 (1.29) JCI 5,940.05 (4.87) (9.08) (5.71) Hangseng 26,312.63 (5.86) (5.83) (6.66) Shanghai 2,976.53 0.00 15.17 (2.41) STI 3,153.73 (2.66) (1.14) (2.14) FTSE KLCI 1,531.06 (2.65) (9.06) (3.63) SET 1,514.14 (3.53) (7.77) (4.16) PSEi 7,200.79 (5.54) (10.07) (7.86)

T3 --- Surat Berharga Negara ---

Yield 5 th, (FR 81) 5,99 7 n/a (37) Yield 10 th, (FR82) 6,66 8 n/a (41) T4 Komoditas ---Brent Oil 56.62 (5.46) (6.40) (13.28) CPO 2,640.00 (9.74) 20.00 (13.19) Gold 1,589.16 1.12 20.28 4.74 Coal 68.50 (0.87) (30.81) 1.18 Nickel 12,850.00 (0.77) 2.96 (8.38) T5 Rilis Data

---Interest Rate AS Jan 20 : 1,75 Des 19 : 1,75 Inggris Jan 20 : 0,75 Des 19 : 0,75 GDP AS Q4 : 2,1 Q3 : 2,1

Kanada Nov : 0,1 Okt : (0,1) CPI Uni Eropa Jan 20 : 1,4 Jan 19 : 1,3

Australia Q4 : 0,7 Q3 : 0,5

Manufacturing PMI Tiongkok Jan 20 : 50,0 Des 19 : 50,2

Unemployment Change Jerman Jan 20: (2.000) Des 19: 8.000

Highlight Minggu Ini

Bursa saham AS pada perdagangan pekan lalu kembali melemah. Sentimen utama yang mempengaruhi pergerakan Wall Street adalah penyebaran virus corona yang telah memasuki AS. Sejumlah emiten penerbangan yang telah menghentikan layanan penerbangan ke Tiongkok memicu kekhawatiran investor terhadap dampak virus corona terhadap pasar saham di AS.

Indeks dolar AS tercatat menguat sebesar 0,04 persen ke level 97,90, sementara yield US Treasury tenor 10 tahun turun 18 bps ke level 1,51 persen pekan lalu seiring meningkatnya kekhawatiran investor terhadap penyebaran virus corona. Selain itu, pertumbuhan ekonomi AS yang tercatat hanya tumbuh 2,1 persen atau pertumbuhan tahunan paling rendah dalam 3 tahun terakhir menyumbang pesimisme investor. Harga minyak Brent kontrak berjangka acuan global pekan lalu kembali

melemah ke level US$56,62 per barel. Penurunan harga tersebut disebabkan oleh proyeksi penurunan permintaan minyak. Sejumlah analis memperkirakan pembatasan perjalanan ke Tiongkok akan menurunkan permintaan minyak sebesar 250 ribu barel per hari. Hal tersebut dipicu oleh menyebarnya virus corona ke lebih dari 25 negara. Dari pasar keuangan domestik, IHSG melemah 4,87 persen ke level 5.940,05 secara mingguan dengan investor non-residen mencatatkan

net sell sebesar Rp2,35 triliun dalam sepekan, yield SUN seri benchmark

bergerak naik 7 hingga 13 bps, sementara nilai tukar rupiah melemah sebesar 0,53 persen terhadap dolar AS ke level Rp13.655.

Dalam sepekan terakhir, perhatian dunia tertuju pada virus corona. Virus yang muncul pertama kali di Tiongkok ini telah menyebar ke lebih dari 25 negara. Akibatnya, sejumlah negara mulai memberlakukan pencegahan, termasuk melalui pembatasan perjalanan ke Tiongkok. Hal tersebut berdampak pada turunnya harga minyak karena turunnya permintaan. Selain itu, sejumlah bursa saham global juga melemah, termasuk IHSG yang melemah 4,87 persen pekan lalu. Meskipun cukup mengejutkan, dampak yang ditimbulkan virus corona ini diprediksi terbatas dan akan segera selesai.

(2)

Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report

2

KEMENTERIAN KEUANGAN

BADAN KEBIJAKAN FISKAL

Gambar 4. Slope US Yield curve dan Resesi Gambar 2. Yield treasury AS tenor 10 tahun turun 18

bps pada hari Jumat (31/1)

corona ini dapat berdampak cukup signifikan pada pertumbuhan ekonomi Tiongkok dalam jangka pendek. Kontraksi pada perekonomian Tiongkok dikhawatirkan akan berdampak negatif bagi perekonomian global.

Dari kawasan Eropa, bursa saham FTSE 100 Inggris dan bursa saham DAX Jerman melemah secara mingguan. Setelah sejumlah negara di Eropa mengonfirmasi bahwa virus corona telah masuk ke negaranya, sejumlah bursa saham di kawasan Eropa melemah. Pada perdagangan saham pekan lalu, bursa saham FTSE 100 Inggris melemah sebesar 299,97 poin atau 3,95 persen ke level 7.286,01 dibandingkan perdagangan pada pekan sebelumnya. Pelemahan ini didorong oleh kekhawatiran investor setelah Pemerintah Inggris menyatakan ada 1 kasus virus corona yang terdeteksi di Inggris.

Begitupun dengan Jerman, bursa saham DAX Jerman langsung melemah setelah Pemerintah Jerman mengonfirmasi bahwa telah ditemukan satu kasus virus corona di Jerman. Setelah penemuan kasus corona yang menginfeksi warga Jerman, pada pekan lalu Pemerintah Jerman mengevakuasi lebih dari 90 warga Jerman yang tinggal di Wuhan, Tiongkok. Evakuasi dilakukan untuk mencegah jatuhnya korban warga Jerman akibat virus corona. Pada perdagangan pekan lalu, bursa saham DAX melemah sebesar 594,68 atau 4,38 persen ke level 12.981,97.

Dari kawasan Asia, semua indeks saham di bursa utama kawasan Asia ditutup melemah cukup dalam pada perdagangan pekan lalu. Indeks Nikkei Jepang melemah 2,61 persen ke level 23.205,18, indeks Hangseng Hong Kong melemah dalam sebesar 5,86 persen ke level 26.312,63, indeks Kospi Korea melemah tipis 5,66 persen ke level 2.119,01, indeks STI Singapura melemah sebesar 2,66 persen ke level 3.153,73, dan indeks FSTE Malaysia melemah 2,65 persen ke level 1.531,06.

Seluruh indeks saham di bursa utama kawasan Asia melemah cukup dalam pada perdagangan pekan lalu. Pelemahan ini disebabkan oleh menjalarnya virus corona di sejumlah negara kawasan Asia. Virus corona ini dikhawatirkan mewabah seperti halnya SARS pada periode 2020-2003 lalu yang membawa kerugian ekonomi yang tidak sedikit di kawasan Asia. Kekhawatiran tersebut memicu aksi jual investor di sejumlah bursa saham kawasan Asia, yang berlanjut pada pelemahan indeks saham.

Pasar Uang. Indeks dolar AS berada pada level 97,90 pada akhir perdagangan pekan lalu (31/1) atau menguat tipis sebesar 0,04 persen dalam sepekan terhadap enam mata uang utama dunia dari posisi 97,85 pada akhir pekan sebelumnya (24/1). Indeks dolar AS menguat di tengah meningkatnya permintaan aset safe haven yang didorong oleh kekhawatiran virus corona di Tiongkok.

Selain itu, penguatan indeks dollar pekan lalu juga didorong oleh komentar

Chairman The Fed, Jerome Powell, yang menyatakan kekhawatiran akan kejatuhan ekonomi akibat virus corona pada konferensi pers setelah pengumuman The Fed mempertahankan suku bunga tidak berubah. Namun demikian, penguatan dollar AS tertahan oleh data ekonomi AS yang melambat. Pertumbuhan ekonomi AS pada Q4 2019 tercatat sebesar 2,1 persen (qoq), membukukan pertumbuhan tahunan paling lambat dalam tiga tahun. Sementara itu, data indeks Chicago PMI AS bulan Januari tercatat mengalami kontraksi atau turun ke level 42,9, lebih rendah dari ekspektasi analis sebesar 48,8. Dari sisi mata uang lainnya, Poundsterling menguat 1,02 persen (wow) terhadap dollar AS pasca keputusan Bank of England untuk mempertahankan suku bunga tidak berubah di level 0,75 persen dan resminya Inggris keluar dari Uni Eropa setelah bergabung selama 47 tahun.

Pasar Obligasi.Yield US Treasury tenor 10 tahun pada akhir pekan lalu (31/1) ditutup di level 1,51 persen atau turun 18 bps dibandingkan penutupan pekan sebelumnya. Sejak memasuki bulan Januari 2020, imbal Gambar 3. Fed Balance Sheet dan government bond

(3)

Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report

3

Gambar 6. Harga hard commodities: selain emas, harga

hardcommodities melemah secara mingguan Gambar 5. Harga minyak mentah Brent, minyak mentah

WTI, dan batubara ICE Newcastle melemah secara mingguan

hasil US Treasury bond tenor 10 tahun telah turun hingga 41 bps. Penurunan tersebut merupakan yang terbesar dalam 5 bulan terakhir. Kekhawatiran investor terhadap wabah virus corona menyebabkan permintaan terhadap aset

safe haven seperti USgovernment bond meningkat.

Setelah WHO menyatakan bahwa virus corona ini masuk kategori globalhealth emergency, mayoritas investor melakukan aksi beli terhadap aset-aset safe haven. Selain itu, US consumer spending pada bulan Desember lalu diumumkan berada pada angka yang meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya, namun peningkatannya merupakan yang terendah dalam 3 tahun terakhir. Sentimen lain yang menyebabkan investor beralih ke safe haven asset adalah rilis data kenaikan upah dan tunjangan tahun 2019 yang melambat ke angka 2,7 persen.

Pasar Komoditas. Harga minyak Brent kontrak berjangka acuan global pekan lalu masih terus melemah dalam empat pekan berturut-turut. Pada pekan lalu, harga minyak mentah dunia Brent kembali ditutup melemah 5,46 persen ke level US$56,62 per barel, atau semakin menjauhi level US$60.Terakhir kali harga minyak dunia menguat adalah pada awal Januari 2020 ketika hubungan AS dan Iran memanas akibat terbunuhnya Jenderal Iran oleh militer AS.

Pelemahan harga minyak dunia saat ini dipengaruhi oleh turunnya permintaan terhadap minyak global akibat merebaknya virus corona di Tiongkok. Sejumlah maskapai penerbangan utama dunia telah membatalkan penerbangan ke sejumlah wilayah di Tiongkok hingga batas waktu yang belum ditentukan. Pembatalan penerbangan dan pembatasan perjalanan di Tiongkok diprediksi sejumlah analis akan menurunkan permintaan minyak global sebesar 250 ribu barel per hari.

Untuk mengantisipasi kemungkinan terus menurunnya harga minyak dunia, negara-negara yang tergabung dalam OPEC berencana memajukan jadwal pertemuan mereka ke Februari ini, dari yang sebelumnya dijadwalkan pada Maret mendatang. Pertemuan OPEC tersebut diharapkan dapat memberikan solusi agar harga minyak dunia kembali pada level yang dapat diterima oleh semua pihak.

Harga komoditas batu bara ICE Newcastle pada pekan lalu (31/1) ditutup melemah 0,87 persen ke level US$68,50 per metriks ton dibandingkan dengan penutupan pekan sebelumnya di level US$69,10 per metriks ton.. Pelemahan harga batu bara pekan lalu dipengaruhi oleh merebaknya virus corona dan belum banyak aktivitas perdagangan saat libur tahun baru imlek selama satu minggu. Beberapa analis mulai menghitung dampak ekonomi dari wabah tersebut. Sebagian besar memperkirakan pertumbuhan ekonomi Tiongkok akan melambat seiring dengan menurunnya aktivitas manufaktur. Tiongkok merupakan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia dan merupakan pusat manufaktur global. Selain itu, populasi yang sangat besar hingga lebih dari 1 miliar orang membuat Tiongkok sebagai negara konsumen terbesar berbagai produk komoditas seperti batu bara. Jika perekonomian perekonomian Tiongkok melambat akibat wabah virus corona, maka akan berdampak terhadap penurunan permintaan batu bara.

Dari dalam negeri, pemerintah tengah mendorong gasifikasi batu bara. Untuk mendorong program tersebut, Menteri ESDM, Arifin Tasrif menetapkan harga batu bara acuan (HBA) sebesar US$65,93 per ton pada Januari 2020. Harga tersebut turun tipis US$0,37 per ton dari HBA Desember 2019, US$66,30 per ton. Saat ini, PT Bukit Asam (PTBA) sedang mengerjakan proyek gasifikasi batu bara. Dengan proses gasifikasi, batu bara akan diubah menjadi gas yang dapat menggantikan penggunaan LPG. Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, mengatakan bahwa hasil gas dari proyek gasifikasi ini akan membuat harga gas akan terjangkau yaitu hanya US$6 per MMBTU.

Gambar 7. Harga soft commodities melemah secara

(4)

Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report

4

KEMENTERIAN KEUANGAN

BADAN KEBIJAKAN FISKAL

Dari komoditas CPO, harga CPO berjangka kontrak acuan di Bursa Malaysia Derivatives Exchange pekan lalu melemah sebesar 9,74 persen sekaligus. Harga CPO pekan lalu ditutup turun ke level 2.640 Ringgit/ton pada Jumat (31/1) dari penutupan pekan sebelumnya di level 2.925 Ringgit/ton. Pelemahan harga CPO pekan lalu terutama tertekan oleh wabah virus corona dan ketegangan hubungan Malaysia-India. Wabah virus corona dikhawatirkan akan menyebabkan perekonomian Tiongkok melambat. Sebagai kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia setelah AS. Tiongkok merupakan salah satu konsumen komoditas terbesar di dunia, tak terkecuali minyak sawit. Pelambatan ekonomi Tiongkok dikhawatirkan akan menurunkan tingkat permintaan komoditas. Disisi lain, India melakukan aksi boikot terhadap minyak sawit dari Malaysia dan kembali menaikkan pajak impor CPO menjadi 44 persen dari sebelumnya 37,5 persen.

Dari dalam negeri, harga referensi produk CPO untuk penetapan bea keluar (BK) periode Februari 2020 sebesar US$839,69 per metrik ton (MT). Harga referensi tersebut meningkat US$109,97 atau 15,07 persen dari periode Januari 2020 yang sebesar USD729,72 per MT. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana, menyebutkan dikarenakan harga referensi CPO beradadi atas US$750 per MT maka pemerintah mengenakan BK CPO sebesar US$18 per MT untuk periode Februari 2020.

II. Pasar Keuangan Domestik

IHSG melemah 4,87 persen pada perdagangan minggu lalu ke level 5.940,05 dan diperdagangkan di kisaran 5.937,02 – 6.242,18 pekan lalu. Investor non-residen mencatatkan net sell pada perdagangan pekan lalu, dengan total mencapai Rp2,35 triliun dan tercatat beli bersih sebesar Rp35,69 miliar secara mtd dan ytd. Nilai rata-rata transaksi perdagangan harian selama sepekan terpantau turun dari level Rp6,45 triliun ke level Rp6,33 triliun pada pekan lalu.

Dari pasar SBN, yield SUN seri benchmark pada Jumat (31/1) bergerak naik dibandingkan posisi Jumat (24/1) dengan kenaikan antara 7 hingga 13 bps. Berdasarkan data setelmen BI tanggal 29 Januari 2020, kepemilikan investor non-residen secara nominal turun Rp3,66 triliun (0,34 persen) dibandingkan posisi Jumat (24/1), dari Rp1.087,99 triliun ke Rp1.084,33, dan secara persentase juga menurun dari 39,11 persen ke 38,98 persen.

Nilai tukar Rupiah berakhir melemah sebesar 0,53 persen pada perdagangan pekan lalu. Namun, secara month to date dan year to date

Rupiah masih tercatat menguat sebesar 1,55 persen. Pada akhir perdagangan hari Jumat (31/1), Rupiah berada di level Rp13.655 per US$. Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah relatif meningkat selama sepekan lalu, sebagaimana tercermin dari perkembangan spread harian antara nilai spot dan non deliverable forward 1 bulan yang bergerak dalam rentang Rp25 sampai Rp111 per US$, lebih tinggi dibanding spread Rp20 sampai Rp58 per US$ pada pekan sebelumnya. Pekan lalu, Rupiah diperdagangkan di kisaran 13.583–13.665 per US$. Secara ytd, rata-rata penutupan harian Rupiah berada di level Rp13.728 per US$.

III. Perekonomian Internasional

Dari kawasan AS, The Federal Reserve (The Fed) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan (fed fund rate) di kisaran 1,5 – 1,75 persen. Rapat perdana di tahun 2020 yang digelar 28 - 29 Januari 2020 memutuskan mempertahankan target suku bunga dalam rangka mendorong lapangan kerja dan stabilitas harga.

Selain itu, Produk Domestik Bruto AS tumbuh 2,1 persen (qoq) pada kuartal IV 2019. Angka tersebut sejalan dengan perkiraan analis sebelumnya dan

Gambar 9. Tekanan terhadap rupiah lebih tinggi dibanding

pekan sebelumnya

Gambar 8. Pasar Keuangan Indonesia sepekan: Rupiah

terdepresiasi, IHSG melemah, dan yield SBN seri

benchmark naik

Gambar 10. Selain mata uang Filipina yang naik dan mata uang Tiongkok yang libur, nilai tukar mata uang Asia

(5)

Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report

5

KEMENTERIAN KEUANGAN

BADAN KEBIJAKAN FISKAL

Gambar 12.Bank Sentral Inggris (BOE) memutuskan

untuk menahan suku bunga di level 0,75 persen

Gambar 13. PMI Manufaktur Tiongkok turun tipis dari 50,2 di Desember 2019 menjadi 50 pada Januari 2020 merupakan laju pertumbuhan akhir tahun paling lambat dalam tiga tahun

terakhir karena menurunnya investasi bisnis di tengah ketegangan perdagangan dan perlambatan ekonomi global. Sementara itu, pertumbuhan belanja konsumen, yang menyumbang lebih dari dua pertiga aktivitas ekonomi AS, melambat ke angka 1,8 persen setelah naik 3,2 persen di kuartal III-2019.

Dari kawasan Eropa, Bank Sentral Inggris (BOE) memutuskan untuk menahan suku bunga di level 0,75 persen untuk menjawab tantangan ekonomi pasca Brexit. BOE memperkirakan di 2020 Inggris hanya mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,8 persen akibat adaptasi yang dibutuhkan pasca Brexit. Sebelumnya, parlemen Uni Eropa memberikan persetujuan akhir keluarnya Inggris alias Brexit pada Rabu (30/1) setelah 47 tahun bergabung dengan Uni Eropa.

Sementara itu jumlah pengangguran di Jerman turun sebanyak 2.000 menjadi 2,28 juta pada bulan Januari dan tingkat penggangguran tetap di angka 5 persen, belum berubah sejak Mei 2019.

Dari kawasan Asia Pasifik, aktivitas manufaktur Tiongkok turun di Januari 2020. Biro Statistik Nasional Tiongkok mengumumkan Purchasing Manager's Index (PMI) turun tipis dari 50,2 di Desember menjadi 50. Angka di atas 50 menunjukkan adanya ekspansi. Sementara di bawah itu menunjukkan kontraksi. Meski demikian aktivitas non-manufaktur justru naik, menjadi 54,1 dari Desember lalu 53,5. Tingginya permintaan saat libur Tahun Baru Imlek adalah faktor yang paling berkontribusi.

Sementara itu, Australia merilis Indeks Harga Konsumen (CPI) pada kuartal IV-2019 naik 0,7 persen, lebih tinggi dari perkiraan kenaikan 0,6 persen dari 0,5 persen pada kuartal sebelumnya. Angka ini naik menjadi 1,8 persen (yoy), masih di bawah target 2-3 persen dari Reserve Bank of Australia (RBA). IV. Perekonomian Domestik

Likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) tumbuh melambat pada Desember 2019. Posisi M2 pada Desember 2019 tercatat Rp6.136,5 triliun atau tumbuh 6,5 persen (yoy), turun dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 7,1 persen (yoy). Perlambatan pertumbuhan M2 dipengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan komponen uang beredar dalam arti sempit (M1) dan surat berharga selain saham. Uang beredar dalam arti sempit (M1) tumbuh melambat, dari 10,5 persen (yoy) pada November 2019 menjadi 7,5 persen (yoy) pada Desember 2019, terutama disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan uang kartal dan giro rupiah. Perlambatan juga terjadi pada surat berharga selain saham, dari 31,3 persen pada bulan sebelumnya menjadi 26,5 persen (yoy) pada Desember 2019. Sementara itu, komponen uang kuasi tumbuh meningkat, terutama didorong oleh pertumbuhan giro valas, sehingga menjadi faktor penahan perlambatan pertumbuhan uang beredar yang lebih dalam.

Japan Credit Rating Agency, Ltd. (JCR) meningkatkan Sovereign Credit Rating

Republik Indonesia dari BBB/outlook positif menjadi BBB+/outlook stabil (investment grade) pada 31 Januari 2020. Menurut JCR, rating Indonesia mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang solid ditopang oleh konsumsi domestik, terjaganya level defisit anggaran dan utang pemerintah, resiliensi terhadap gejolak eksternal yang didukung oleh kebijakan nilai tukar fleksibel dan kredibilitas kebijakan moneter serta akumulasi cadangan devisa. Terdapat beberapa faktor yang mendukung peningkatan Sovereign Credit Rating Indonesia diantaranya keberlanjutan implementasi agenda reformasi pembangunan infrastruktur, keberlanjutan reformasi pengeluaran fiskal dan terjaganya defisit anggaran yang dicapai melalui pengendalian subsidi bahan bakar minyak (BBM), percepatan upaya untuk mengatasi tantangan jangka panjang, serta dukungan politik pada pemerintahan.

Gambar 11. The Fed memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 1,5–1,75 persen

(6)

Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report

6

KEMENTERIAN KEUANGAN

BADAN KEBIJAKAN FISKAL

pelemahan bursa saham di kawasan Asia. Hongkong, Jepang, dan Korea Selatan sebagai tetangga terdekat Tiongkok merasakan langsung dampak virus corona terhadap bursa sahamnya. Hingga pekan lalu, bursa saham di tiga negara tersebut jatuh cukup dalam. Bahkan, bursa saham Hong Kong melemah hingga 6 persen dalam sebulan.

Pun demikian dengan Indonesia. Semenjak virus corona menyebar di Tiongkok, bursa saham Indonesia turut terdampak. Pada pekan lalu saja IHSG telah melemah sebesar 4,87 persen. Bila ditotal sejak kemunculan virus corona, IHSG telah melemah sebesar 5,7 persen ke level 5.940. Kondisi demikian ini mirip dengan pola jatuhnya IHSG ketika virus SARS melanda 17 tahun silam. Pada waktu itu, IHSG melemah 4,15 persen di bulan pertama SARS mewabah. Bila mengikuti pola SARS, IHSG akan mulai rebound di bulan kedua setelah penyebaran virus corona ini.

Sejumlah analis memperkirakan virus corona ini akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Tiongkok sebesar 0,3 hingga 0,5 persen. Sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia, hilangnya 0,3 hingga 0,5 persen pertumbuhan ekonomi akan berdampak cukup signifikan bagi perekonomian global, terutama bagi negara yang merupakan mitra dagang erat Tiongkok.

Bagi Indonesia sendiri, melambatnya pertumbuhan PDB Tiongkok sebesar 0,3 hingga 0,5 persen diperkirakan tidak berpengaruh signifikan terhadap PDB Indonesia. Beberapa analis memperkirakan pertumbuhan PDB Indonesia hanya akan turun kurang dari 0,05 persen bila pertumbuhan PDB Tiongkok turun 0,3-0,5 persen.

Terakhir, meskipun dalam 2 minggu terakhir mewabahnya virus corona berdampak cukup mengejutkan bagi pasar saham dan harga minyak dunia, dampak yang ditimbukan virus corona terhadap sektor keuangan Indonesia diperkirakan tidak akan berlangsung dalam waktu yang lama. Kuatnya fundamental ekonomi Indonesia menjadi salah satu alasan bagi pasar saham untuk segera rebound menghadapi virus corona. (RF)

Pengarah: Kepala Badan Kebijakan Fiskal

PenanggungJawab: Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan

Penyusun: Kindy Rinaldy Syahrir, Alfan Mansur, Pipin Prasetyono, Adya Asmara Muda, Nurul Fatimah, Indah Kurnia JE, Ari Nugroho

Tajuk: Kindy Rinaldy Syahrir

Sumber Data: Bloomberg, Reuters,

CNBC, The Street,

Investing, WSJ, CNN

Money, Channel News Asia, BBC, New York

Times, BPS, Kontan,

Kompas, Media

Indonesia, Tempo,

Antara News

Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut akurat dan lengkap serta tidak ada kewajiban yang timbul terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan.

IMF dan World Bank telah

menutup

Spring Meeting

yang diselenggarakan

sepanjang minggu lalu. Para

pembuat kebijakan

menyampaikan pesan

mengenai kekhawatiran

yang bercampur dengan optimisme prospek ekonomi

ke depan. Para Menteri

Keuangan dunia mengakhiri pembicaraan di Washington

DC yang memadukan

kekhawatiran terhadap

keadaan ekonomi dunia yang bergerak melambat saat ini dengan keyakinan

akan segera pulih.

Pergeseran tren yang

menjauh dari pengetatan kebijakan moneter oleh

bank sentral, kebijakan

stimulus baru-baru ini di Tiongkok dan meredanya

ketegangan perdagangan

menjadi harapan bahwa perlambatan ekonomi akan berlangsung tidak terlalu lama meskipun tidak ada

yang memperkirakan

momentum

booming

baru.

Rally

pasar saham yang kini terjadi cukup mengundang optimisme tentang prospek pertumbuhan untuk berbalik

"menguat." Direktur

Pelaksana IMF Christine

Lagarde tetap

memperingatkan dunia

berada pada "saat yang

Tajuk Minggu Ini:

Virus Corona dan Goncangan Ekonomi Dunia

Dalam sepekan terakhir, perhatian dunia tertuju pada Tiongkok. Virus

corona yang yang pertama kali dilaporkan di Wuhan, Tiongkok, pada 31 Desember 2019 silam telah memakan korban lebih dari 300 jiwa, dan menginfeksi lebih dari 26 ribu orang saat ini. Pun penyebarannya telah menjangkau lebih dari 25 negara di seluruh dunia. Dengan penyebaran yang sedemikian masif, World Health Organization (WHO) lantas mengategorikan virus corona sebagai globel health emergency.

Sejumlah negara juga mulai mengambil langkah pencegahan untuk mengantisipasi masuknya virus corona, misalnya pembatasan perjalanan. Pembatasan perjalanan mulai diterapkan oleh sejumlah negara seperti AS, Hong Kong, dan Australia. Selain itu, sejumlah maskapai penerbangan seperti Air Canada, British Airways, dan American Airlines akan menangguhkan penerbangan ke Tiongkok. Bahkan, pemerintah Tiongkok sendiri menutup akses dari Wuhan agar virus corona tidak menyebar ke wilayah lain.

Langkah-langkah pembatasan perjalanan tersebut ternyata berdampak pada sejumlah aspek lain, terutama bisnis transportasi dan pariwisata. Dengan adanya pembatasan perjalanan ke wilayah Tiongkok, sejumlah perusahaan transportasi dan pariwisata merugi. Selain itu, pembatasan perjalanan ternyata juga berdampak pada merosotnya harga minyak mentah dunia. Sejak pemberitaan penemuan virus corona di Wuhan, harga minyak dunia Brent merosot cukup dalam sebesar lebih dari 10 persen.

Jatuhnya harga minyak disinyalir karena turunnya permintaan bahan bakar minyak, baik untuk transportasi maupun untuk industri. Sejumlah analis memperkirakan Tiongkok akan mengurangi permintaan terhadap minyak dunia hingga 250 ribu barel per hari. Bahkan bila mengacu pada data historis saat munculnya virus SARS, permintaan minyak dunia pernah turun sebesar 400 ribu barel per hari.

Selain memukul harga minyak dunia, virus corona juga telah menjatuhkan sejumlah bursa saham global. Bursa saham Wall Street di AS misalnya, telah melemah 2 pekan berturut-turut akibat dari kekhawatiran investor terhadap mewabahnya virus corona. Sejumlah perusahaan yang memiliki hubungan bisnis dengan Tiongkok langsung jatuh harga sahamnya. Melemahnya bursa saham AS juga diikuti oleh

Pengarah: Kepala Badan Kebijakan Fiskal

PenanggungJawab: Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan

Penyusun: YG Nugroho Agung Wijoyo, Risyaf Fahreza, Indah Kurnia JE, Ari Nugroho, Zerah Aprial Pasimbong

Sumber Data: Bloomberg, Reuters, CNBC, The Street, Investing, WSJ, CNN Money, Channel News Asia, BBC, New York Times, BPS, Kontan, Kompas, Media Indonesia, Tempo, Antara News

Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut akurat dan lengkap serta tidak ada kewajiban yang timbul terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan.

Gambar 14. Perkembangan IHSG Gambar 15. Perkembangan Harga Minyak Dunia (US$/barel)

6000 6050 6100 6150 6200 6250 6300 6350 5.940 50 54 58 62 66 70 BRENT WTI US$56,62 US$51,57

Gambar

Gambar 1. Pasar Saham Global
Gambar 4.  Slope  US  Yield curve  dan Resesi Gambar 2. Yield treasury  AS tenor 10 tahun turun 18
Gambar 6. Harga  hard commodities:  selain emas, harga
Gambar 8.  Pasar Keuangan Indonesia sepekan: Rupiah  terdepresiasi, IHSG melemah, dan  yield  SBN seri
+3

Referensi

Dokumen terkait

Lepasnya Exresiden Aceh dari Propinsi Sumatera Utara, maka Ex wilayah Residen yang tergabung dalam Propinsi Sumatera Utara adalah tinggal dua wilayah Residen yaitu Tapanuli dan

Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa masing-masing produk smartphone merek Xiaomi, Oppo, Vivo, dan Lenovo tidak mempunyai pesaing langsung pada atribut kamera

Peranan in(or#asi #utlak adanya, *e*erapa karakteristik (unda#ental in(or#asi adala+ akurasi %ketepatan', relevansi %ke*enaran', dan avala*ilitas %ketersediaan')  :a#un,

Dalam struktur geologi, deformasi yang terjadi akibat gaya tektonik dikelompokkan sebagai struktur sekunder dan dibedakan dari struktur yang terbentuk pada saat atau

Hasil Tabel 4.1 menunjukkan bahwa kadar merkuri pada ikan tongkol setelah perendaman larutan jeruk nipis dengan berbagai variasi konsentrasi dan lama perendaman

C iri- c iri pendekatan sosiologi dalam studi agama termasuk hukum dan hukum Islam adalah ; bersumber pada dalil-dalil al- Q uran dan hadis sebagai sumber normati f , adanya hukum

Peringkat ketiga faktor organisasi atau manajemen yang menyebabkan terbentuknya perilaku berbahaya menurut staf perusahaan adalah kurangnya pengawasan dari pihak

Bab I, bab ini memuat pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, kajian pustaka, metode penelitian,