• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Usahatani Jagung di Lahan Rawa Lebak Kalimantan Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Potensi Usahatani Jagung di Lahan Rawa Lebak Kalimantan Selatan"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

Kalimantan Selatan memiliki sekitar 600 ribu hektar lahan rawa yang terdiri dari lahan rawa pasang surut dan rawa lebak. Dari lahan rawa lebak seluas 113.000 ha baru di-usahakan seluas 60.000 ha. Lahan rawa lebak yang terluas “Nagara” yang di Kalimantan Se-latan mencakup tiga kabupaten yaitu Kabu-paten Hulu Sungai Selatan, Tengah dan Utara (Anonim, 1992 dan Muryadi 1983).

Lahan rawa lebak di Kalimantan Sela-tan merupakan daerah cekungan pada data-ran rendah yang pada musim penghujan ter-genang tinggi oleh air luapan dari sungai atau kumpulan air hujan, pada musim kemarau airnya menjadi kering. Lahan lebak dikate-gorikan berdasarkan ketinggian genangan air pada musim hujan yang membagi daerah bak menjadi 4 bagian yaitu : Lahan rawa

le-bak pematang yang dikenal dengan pema-tang, yang ketinggian airnya kurang dari 25 cm; lahan rawa lebak dangkal yang dikenal dengan watun I, ketinggian airnya antara 25 – 50 cm; lahan rawa lebak tengahan yang dike-nal dengan watun II, ketinggian airnya, antara 50 – 100 cm; dan lahan rawa lebak yang dike-nal dengan watun III; dengan ketinggian air  100 cm (Muryadi, 1983 dan Anonim, 1984).

Keadaan curah hujan sangat berpe-ngaruh terhadap tinggi dan lamanya gena-ngan air serta waktu mulai surutnya air. De-ngan rata-rata curah hujan yang mencapai 2000 – 3000 mm/tahun, lahan lebak rata-rata memiliki 9 bulan basah dan 3 bulan kering. Permulaan musim kemarau jatuh pada bulan Mei dan permulaan musim hujan jatuh pada bulan Oktober. Pada bulan Desember umum-nya air mulai menggenangi seluruh

permu-Potensi Usahatani Jagung di Lahan Rawa Lebak

Kalimantan Selatan

Rosita Galib

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jln. Panglima Batur Barat No: 4 Banjarbaru Kalimantan Selatan Telp : 0511-4772346 Fax : 0511- 781810 E-mail : rosita1411@gmail.com. Abstrak

Kalimantan Selatan memiliki beragam agroekosistem (lahan pasang surut/lebak. Lahan tadah hujan dan lahan kering), yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pertumbuhan pangan dan sesuai bagi usahatani, terutama padi dan jagung. Seiring dengan pesatnya penambahan usaha ternak ayam (baik ayam buras maupun ayam pedaging), maka kebutuhan terhadap jagung sebagai bahan pokok dalam pakan ayam menjadi meningkat pesat. Jagung yang diusahakan di lahan lebak awalnya hanya ditujukan untuk konsumsi dalam bentuk tongkol bukan pipilan kering saja. Produksi jagung yang diperoleh berkisar antara 30.000—35 tongkol/ha. Rata-rata luas pertanaman adalah 0,15—0,4 ha dan varietas yang ditanam adalah jagung lokal dengan warna biji putih, dijual langsung setelah panen dalam bentuk tongkol segar. Jagung varietas unggul dibudidayakan dengan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT), tingkat produktivitas dapat mencapai 4,5 ton/ha atau lebih, dengan input rendah. Pengkajian dilakukan di Desa Prima Tani Balangan, pada MT. 2008 dengan dosis pupuk Urea 25 kg/ha, SP36 100 kg/ha dan KCl 75 kg/ha, kapur dolomite 1000 kg/ha, penyiapan lahan meng-gunakan herbisida.

(2)

kaan lahan rawa lebak dan mencapai puncak tertinggi pertama pada bulan Januari, ke-mudian turun dan naik lagi hingga mencapai puncak tertinggi kedua pada bulan Maret dan setelah ini genangan turun terus sampai mengering. Pada bulan Mei – Juni pada dae-rah lahan watun I airnya sudah mengering sedang pada watun II mulai kering pada bu-lan Juli dan watun III pada bubu-lan Agustus bahkan sampai bulan September (Noor et al., 1993 dan Anonim, 1984).

Lahan dengan kondisi yang terluapi air sungai setiap tahun dengan membawa en-dapan yang mengandung mineral dan bahan organik akan memperbaiki kesuburan tanah, sehingga walaupun setiap tahun petani mela-kukan budadaya tanaman tanpa melamela-kukan pemupukan , tidak mengurangi hasil dan hasil tetap memiliki tingkat stabilitas yang tinggi (Wijaya-Adhi, 1986 dan Noor et al., 1993).

Masalah utama dalam usahatani di lahan lebak di kalimantan Selatan adalah kondisi fisik lahan yang cukup berat dengan vegetasi yang cepat tumbuh , ketergantungan dengan kondisi iklim, masalah kekeringan dan kebanjiran, kurangnya tenaga kerja, teknologi budidaya yang masih rendah, kondisi sosial ekonomi petani, pemasaran serta dukungan sarana dan prasarana teru-tama angkutan yang masih kurang (Muryadi, 1983 dan Noor et al., 1993).

Bahan dan Metode

Pendekatan

Kegiatan pengkajian ini menggunakan pendekatan pengelolaan tanaman jagung ter-padu (PTT), bersifat partisipatif,

dilaksana-2 (disukai petani), penggunaan pupuk rendah yaitu dengan dosis pupuk; urea 25 kg/ha, SP36 100 kg/ha dan KCl 75 Kg/ha, kapur dolomit 1000 kg/ha, penyiapan lahan secara minimal yang dilakukan dengan mengguna-kan herbisida.

Pengumpulan Analisa data

Data yang dikumpulkan untuk per-tanaman jagung meliputi hasil dan pertumbu-han tanaman jagung pada musim tanam 2008. Data ekonomi seperti harga, input-output dan upah. Data tersebut dikumpulkan selama proses kegiatan pengkajian berjalan, dan kemudian analisa data dilakukan dengan menggunakan analisa biaya dan pendapatan.

Hasil dan Pembahasan

Sumberdaya Petani

Luas pemilikan lahan lebak rata-rata petani 2,25 ha dengan kisaran 0,5 – 4 ha dan kisaran usahatani adalah 0,5 – 2,0 ha semen-tara luas pertanaman jagung adalah 0,15 - 0,4 ha.Lahan rawa lebak di Kalimantan Selatan yang berada di tiga kabupaten umumnya di-huni oleh penduduk lokal setempat yang su-dah lama mengusahakan lahan lebak sebagai lahan untuk budidaya pertanian (lebih dari 20 tahun). Penduduk di desa rawa lebak desa Primatani Kabupaten Balangan ini lebih dari 95% penduduk adalah petani dan yang lain-nya adalah pedagang serta pegawai negeri dan buruh tani. Umur kepala keluarga ber-kisar antara 25 – 55 tahun dan rata-rata tanggungan 3,5 jiwa per KK. Pendidikan rata-rata sekolah dasar dan tenaga kerja yang tersedia rata-rata 633 HOK. Tanaman jagung

(3)

dengan kacang tanah. Proporsi lebak tenga-han ini cukup besar yaitu 41,2% dari total le-bak yang ada.

Budidaya Jagung

Jagung di lahan lebak ini umumnya menggunakan bibit jagung lokal, dipanen mu-da (umur 85 – 90 hari) untuk dijual mu-dalam bentuk tongkol muda untuk direbus atau di-bakar. Jagung monokultur ditanam dengan jarak tanam 75 x 40 cm (tak beraturan) dan populasi sekitar 30.000 tongkol sampai 35.000 tongkol per ha, tanpa pupuk kimia (Urea, TSP dan KCl). Jagung tumpangsari den-gan kacang tanah jarak tanam umumnya adalah 400 x 50 cm, sehingga populasi dalam 1 ha sekitar 5000 tongkol. Usahatani jagung ini ditujukan untuk menambah pendapatan dalam rumah tangga, sehingga petani sudah cermat dalam menghitung biaya yang harus dikeluarkan. Varietas yang ditanam petani umumnya jagung putih varietas lokal (kima), rata-rata menggunakan 30 kg/ha tanpa perla-kuan benih. Jagung di lahan lebak dibudi-dayakan pada musim kemarau saat lahan ti-dak digenangi air yaitu pada bulan Mei sam-pai Oktober setiap tahun. Teknologi budidaya jagung yang diterapkan sangat sederhana sekali, yaitu lahan dibersihkan, dibakar dan lahan langsung dapat ditanami. Penyiangan kadang-kadang dilakukan pada umur 40 hari (melihat keadaan gulma dipertanaman), tan-pa pemupukan, tantan-pa pengendalian hama penyakit, sehingga biaya yang dikeluarkan dan tenaga kerja yang dicurahkan kurang dari 60 HOK, relatif sedikit saja.

Petani jagung dilahan lebak ini selain bertanam jagung juga mempunyai mata pen-caharian diluar usahatani seperti mencari ikan, beternak atau usahatani padi dan hoti-kultura. Hal itu karena dalam pengelolaan usahataninya tidak banyak menggunakan in-put-modern dan curahan tenaga kerja yang digunakan cukup hemat tanpa pemeliharaan yang intensip. Sehingga untuk memperoleh hasil yang lebih tinggi melalui perbaikan tek-nik budidaya dan perubahan penyelengga-raan usahataninya diperlukan pengaturan dan penyuluhan yang terencana dengan baik. Introduksi teknologi baru harus betul-betul mempunyai keunggulan dibanding yang biasa dilakukan petani terutama dalam hal penda-patan yang akan diperoleh, kuantitas pro-duksi,curahan tenaga kerja dan resiko usaha. Dasar pertimbangan petani yang sangat me-nonjol dalam melakukan usahataninya adalah kecukupan kebutuhan pangan dan gizi bagi keluarga sepanjang tahun disamping terpenu-hinya kebutuhan lain berupa aneka macam barang dan jasa. Hal ini dipenuhi dari menjual hasil produksi usahataninya atau dari penda-patan keluarga diluar usahatani (off dan non farm activitie). Lama usahatani jagung dila-han lebak ini berkisar 2,5 sampai 3 bulan saja dan hanya satu kali dalam satu tahun, se-hingga selain di lebak pematang dan watun I memungkinkan juga dilakukan dilahan lebak tengahan. Besarnya biaya dan penerimaan usahatani jagung di lahan lebak dapat dilihat pada Tabel 1.

(4)

Budidaya jagung yang diperbaiki

Penyiapan lahan untuk pertanaman di lahan lebak pada kegiatan pengkajian dimulai pada bulan Juni dan panen pada bulan Sep-tember. Hasil penelitian yang dilakukan di desa Prima Tani Balangan, menggunakan varietas jagung hibrida (Bisi-2) seluas 5 hek-tar, pada musim tanam tahun 2008, memberi-kan hasil berkisar 3,39 sampai 6,29 t/ha atau rata-rata 4,84 t/ha. Apabila harga jual Rp 1950/kg, maka penerimaan yang diperoleh

sebesar Rp.9.438.000,- dan paket tek-nologi yang dipergunakan dapat dilihat pada Tabel 2.

Kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Balittra (2000) di lokasi lahan lahan lebak dangkal, Sungai Kupang, Hulu Sungai Selatan MK.2000, dapat dilihat keragaan 17 genotipe/varietas jagung yang ditanam dan 1 varitas lokal (kima) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 1. Biaya dan penerimaan usahatani jagung per ha MK. 2008

No Uraian Jumlah fisik Harga (Rp) Nilai (Rp)

1. Produksi (tongkol) 30.000 350 10.500.000

2. Biaya

- bibit (kg) 30 2.500 75.000

- tenaga kerja (HOK) 56 30.000 1.680.000

3. Pendapatan (1 – 2) 8.745.000

4. R/C (1:2) 8,29

Tabel 2. Paket Teknologi. Budidaya Jagung Bisi-2, di lokasi PrimaTani Balangan MT 2008

No Komp. Teknologi Uraian

1. Penyiapan lahan Minimum,dengan cangkul/tajak/traktorkecil/herbisida.

2. Benih (kg/ha) 15-20, perlakuan benih 2,5 g metalaksil/1kg benih.

3. Jarak tanam 75 x20 cm, 1 biji/lubang atau 75 x 40 cm, 2 biji/lubang

4. Dosis Pupuk (kg/ha) Urea.25 ;SP-36. 100 ; KCL.7 5 , cara ditugal disamping lubang tanam. Kapur 1000, ditabur 15 hari sebelum tanam.

5. Penyiangan/pembumbunan 1-2 kali dengan alat atau herbisida.

(5)

Hasil jagung ini dapat ditingkatkan lagi mencapai 6,34 t/ha dengan pemakaian pupuk organik berupa biomasa abu sekam padi 3,6 t/ha. Pada Tabel 4 dapat dilihat hasil

perolehan produktivitas jagung dengan pe-makaian pupuk organik berupa biomas gulma Ipomoea aquatica, enceng gondok dan abu sekam dengan takaran tertentu.

Tabel 3. Hasil evaluasi genotipe/varietas jagung di lahan lebak dangkal. Sungai Kupang , Hulu Sungai Selatan, MK. 2000

Sumber : Balittra (2000) No Genotipe/varietas Hasil (t/ ha) Tinggi tanama n (cm) Tinggi letak tongkol (cm) Umur berbung a (hari) Umur panen (hari) 1 Across S 9623 3,09 275 140 48 90 2 Poza Rica S 9623 3,48 225 130 49 91 3 Cotaxtla S 9623 2,92 245 118 51 91 4 Bako S 9623 3,37 250 100 52 91 5 Across S 9649 4,33 255 118 49 91 6 Poza Rica S 9649 3,28 285 160 48 90 7 Cotaxtla S 9649 6,40 247 110 49 90 8 Bako S 9649 5,82 230 100 49 90 9 Ferke 9449 SR (TIWD) 4,92 265 84 48 90

10 Synthetic NVE- SR (TIWD) 6,11 295 105 48 90

11 ICA V-157 # (WSD) 4,27 245 100 51 91 12 ICA V-258 # (WSD) 2,19 230 105 48 90 13 Across 9349 3,40 241 95 50 91 14 Sinematiali 9423 RE 2,88 304 120 49 90 15 Tux seq c6 (S1) C1 2,87 245 105 50 91 16 Pulut 2,57 325 138 51 91 17 Bayu 3,12 230 110 48 90 18 Kima (lokal) 2,82 225 75 48 90

Tabel 4. Pengaruh macam dan takaran pupuk organik terhadap hasil jagung di lahan lebak, Inlitra Tanggul MK. 2000

Sumber : Balittra (2000) Takaran pupuk organik

(t/ha)

Hasil jagung (t/ha)

Ipomoea aquatica Enceng gondok Abu sekam padi

0 5,37 5,58 5,97

1,8 5,82 5,34 5,20

3,6 5,41 6,13 6,34

(6)

Kesimpulan

1. Lahan rawa lebak yang belum diusahakan masih luas (sekitar 53.000 ha) dapat di-manfaatkan untuk usahatani tanaman pangan seperti jagung. Usahatani di lahan lebak berkisar 0,5 - 2,0 ha dan usahatani jagung hanya 0,15 – 0,4 ha.

2. Tenaga kerja yang tersedia rata-rata 633 HOK sementara tenaga kerja yang dibu-tuhkan untuk jagung hanya 56 HOK ber-arti petani masih dapat melaksanakan pekerjaan diluar usahatani jagung.

3. Untuk mengurangi ketergantungan terha-dap pupuk anorganik (Urea, SP36, KCL) biomasa gulma air, enceng gondok dan abu sekam padi dapat dijadikan alternatif dengan pencapaian hasil jagung cukup memadai (5,20 – 6,34 t/ha).

4. Usahatani jagung di lahan lebak cukup menjanjikan terutama dilihat dari penca-paian hasil sehingga dapat dijadikan al-ternatif untuk mencukupi keperluan masyarakat terhadap jagung yang terus meningkat setiap tahun.

Daftar Pustaka

Anonim, 1984. Studi Pengembangan WPP I Banua Lima Propinsi Kalimantan Sela-tan. Hasil Survei Kerjasama Dinas Per-tanian Tingkat I Kalimantan Selatan dengan Universitas Lambung Mang-kurat Banjarbaru.

---, 1992. Laporan Tahunan Dinas Perta-nian Tanaman Pangan Daerah Tingkat I Propinsi Kalimantan Selatan. Banjar-baru.

Balittra, 2000. Peningkatan Produktivitas Jagung dan Kedelai dengan Varietas Adaptif dan Pemupukan di Lahan Pasang Surut dan Lebak. Laporan Ta-hun 2000. Banjarbaru. Hal. 23.

Diperta Kalsel, 2001. Laporan Tahunan 2000. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Kalimantan Selatan. Banjar-baru.

Djamhuri, M., 1996. Aspek Sosial Ekonomi Pendayagunaan Lahan Gambut. Aspek -aspek Sosial Ekonomi Usahatani La-han Marginal di Kalimantan. Balittra. Banjarbaru.

Hidayat, Dj., Noor dan Khairuddin, 1994. Po-tensi Gembili Nagara dalam Usahatani di Lahan Rawa Lebak Kalimantan Se-latan. Makalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pasca Panen Ubi Jalar untuk Mendukung Agroin-dustri. Balittan. Malang, hal 384-392. Muryadi, 1983. Prospek Pengembangan

La-han Lebak di Kabupaten Dati II Hulu Sungai Utara. Makalah pada Perte-muan PPS Tingkat Propinsi Kaliman-tan SelaKaliman-tan. Banjarbaru.

Rosita Galib, 1993. Profil Usahatani Jagung di Lahan Kering Kalsel dalam Prosiding Seminar Hasil Penelitian Jagung. Balit-tan Banjarbaru.

Wayan, S., Sriwidodo dan Idha, H., 1990. Aspek Sosial Ekonomi dalam Perenca-naan Usahatani di Lahan Pasang Su-rut. Dalam Risalah Seminar Hasil Penelitian Pertanian Lahan Pasang Surut dan Rawa SWAMPS-II. Badan Litbang Pertanian. Tanggal, 19 – 21 September 1989. Bogor.

Wijaya-Adhi, IPG., 1986. Pengelolaan Lahan Pasang Surut dan Lebak. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Perta-nian 5 (I) : 1-9.

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahapan ini adalah tahap permulaan untuk membangun dan mengembangkan aplikasi sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Bagian ini merupakan kegiatan tentang

Sejauh pengamatan peneliti, penelitian mengenai perbedaan adversity quotient pada mahasiswa yang mengikuti Objective Structured Clinical Skills (OSCE) berdasarkan motivasi

Dari penampang Gambar 2 terlihat bahwa lapisan atas dengan ketebalan sekitar 5 meter yang memiliki resistivitas lebih rendah yakni antara 4 m hingga 967 m (warna

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kegiatan Outdoor education melalui camping di alam terbuka. Outdoor education melalui camping merupakan suatu aktivitas yang

Ulama telah memainkan peran penting dalam pengembangan pendidikan Islam di Indonesia jauh sebelum terlibat dalam politik kebangsaan, melalui pendirian berbagai pesantren,

Bobot optimal untuk tiap kriteria yakni untuk setiap pasangan perbandingan bobot kriteria terbaik terhadap kriteria lain yakni dilambangkan dengan w B /w j adalah

Berangkat dari hal-hal yang harus diperhatikan pada readiness assesment untuk organizational change, para peneliti mencoba membuat pendekatan untuk readiness assesment dalam

Internet Gateway dengan multiple ISP By Henry Saptono < boypyt@gmail.com > Jul 2008