• Tidak ada hasil yang ditemukan

Problematika Hukum Pilkada Kota Salatiga Periode

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Problematika Hukum Pilkada Kota Salatiga Periode"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Problematika Hukum Pilkada Kota Salatiga Periode 2011-2016

1

Oleh

Andre Sutantyo, Tri Budiyono,& Umbu Rauta

Abstrak

Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung oleh rakyat yang dilaksanakan sejak 2005 membawa sejumlah capaian positif maupun sejumlah problematika. Kota Salatiga pada tahun 2011 juga menyelenggarakan Pilkada. Tulisan ini menguraikan sejumlah problematika hukum yang terjadi dalam Pilkada Kota Salatiga, maupun faktor penyebab dan upaya penyelesaian problematika dimaksud di waktu yang akan datang.

Dari hasil kajian ditemukan ada sejumlah problematika hukum, baik dalam tahap persiapan maupun tahap pelaksanaan Pilkada tersebut. Oleh karenanya, di waktu yang akan datang semua pihak terkait (penyelenggara, partai politik, pemilih, PNS dan pasangan calon) perlu melakukan aktivitas yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

A. Pengantar

Pada tahun 2011 Kota Salatiga menyelenggarakan salah satu event ketatanegaraan yaitu pemilihan umum walikota dan wakil walikota (selanjutnya disebut pilkada) periode 2011 – 2016. Pilkada tersebut merupakan instrumen pengisian kepala daerah (KDH) dan wakil kepala daerah (WKDH) di Indonesia, yang secara konstitusional diperintahkan dalam Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945, yang kemudian dielaborasi dalam UU No. 32 Tahun 2004 (terakhir diubah dengan UU No. 12 Tahun 2008) tentang Pemerintahan Daerah serta peraturan pelaksanaan lainnya.2

1 Tulisan ini bersumber dari Tesis Andre Sutanto di Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum UKSW, dibawah bimbingan Dr. Tri Budiyono, SH.M.Hum & Umbu Rauta, SH.M.Hum. Untuk kepentingan publikasi, telah dilakukan modifikasi oleh ketiga penulis tersebut, agar lebih komunikatif di hadapan pembaca.

2 Peraturan pelaksanaan lainya seperti PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian KDH dan WKDH, Peraturan KPU No. 13 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum KDH dan WKDH, Peraturan KPU No. 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Tata Cara Pelaksanaan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dalam Pemilihan Umum KDH dan WKDH oleh Panitia

(2)

Secara teoretik, pengisian jabatan KDH dan WKDH merupakan salah satu perwujudan dianutnya prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan Indonesia, dimana rakyat terlibat secara langsung dalam penentuan pemimpin baik di daerah dan di pusat. Dalam pengertian yang lebih partisipatif, demokrasi merupakan konsep kekuasaan dari, oleh, untuk dan bersama rakyat. Artinya, kekuasaan itu pada pokoknya diakui berasal dari rakyat, dan karena itu rakyatlah yang memberikan dan menentukan arah serta yang sesungguhnya menyelenggarakan kehidupan bernegara.3

Secara normatif, tahapan pemilihan KDH dan WKDH dibagi dalam dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. 4 Tahap persiapan meliputi pemberitahuan oleh DPRD kepada KDH dan KPUD mengenai berakhirnya masa jabatan KDH bersangkutan, penetapan tata cara dan jadwal pelaksanaan Pemilihan Umum KDH dan WKDH, pembentukan perangkat Pemilihan Umum KDH dan WKDH (Panitia pengawas, PPK, PPS dan KPPS),pemberitahuan dan pendaftaran pemantau. Sedangkan tahap pelaksanaan meliputi penetapan daftar pemilih (DPT), pendaftaran dan penetapan calon KDH dan WKDH, kampanye, pemungutan suara, penghitungan suara dan penetapan, pengesahan serta pelantikan calon KDH dan WKDH terpilih.

Pemilihan Umum KDH dan WKDH secara langsung telah berlangsung sejak tahun 2005, di mana dalam prakteknya telah membawa dampak positif bagi perkembangan dan kedewasaan kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Namun, tak terelakan pula adanya problematika hukum dalam penyelenggaraan pilkada, antara lain : pragmatisme partai politik dalam rekrutmen pasangan calon yang mana lebih mengedepankan kepemilikan

Pemilihan Kecamatan, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, dan Komisi Pemilihan Umum Provinsi, serta Penetapan Calon Terpilih, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pelantikan. 3 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar – Pilar Demokrasi, Sekjen dan kepaniteraan MK RI, Jakarta: 2006.

4 UU No 32 Tahun 2004, maupun peraturan pelaksanaan sebagaimana disebutkan sebelumnya.

(3)

modal,5 kemunculan program-program dari calon petahana (incumbent) menjelang pilkada, banyaknya realisasi program pemerintah menjelang pilkada,6 penggunaan dana APBD oleh pasangan calon petahana (incumbent) untuk pembiayaan kampanye, politik uang (money politic) dengan biaya sendiri oleh pasangan calon bukan incumbent;7 Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang bermasalah oleh KPU, rendahnya netralitas Pegawai Negeri Sipil,8 rendahnya tingkat partisipasi pemilih, serta penggunaan hak pilih berkali-kali.9

Problematika hukum pada tataran nasional berpeluang muncul dalam pilkada Kota Salatiga tahun 2011, antara lain : penolakan oleh DPP PDIP atas usulan pasangan calon dari DPC PDIP,10 pencalonan salah satu kader senior GOLKAR yaitu Rosa Maria Delima Sri Darwanti, SH, M. Si oleh partai politik lain, pelanggaran terhadap ketentuan teknis penyusunan DPT, pelanggaran terhadap ketentuan kampanye, laporan dugaan money

politic, laporan dugaan pelanggaran tata cara pemungutan suara, serta

rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam pengawasan proses pelaksanaan Pemilihan KDH dan WKDH.11

Beranjak dari berbagai problematika nasional dan lokal tersebut, mendorong untuk dilakukan kajian lebih mendalam terhadap problematika hukum dalam pilkada Kota Salatiga, termasuk anasir-anasir penyebabnya dan upaya penyelesaiannya.

B. Permasalahan

Rumusan permasalahan memumpun pada hal-hal berikut : (1) Apa problematika hukum yang muncul dalam Pilkada Kota Salatiga periode

5 Tujuh Rekomendasi RAKORNAS PDIP, Vivanews.com, 6 Agustus 2010 6 Awasi Pilkada, Bawaslu gandeng KPK, Vivanews.com, 18 Februari 2010. 7 MK:Sistem Pilkada Suburkan Money Politic, Vivanews.com, 3 Feb 2012 8 Ini Biang Semua Sengketa Pemilu dan Pilkada, Vivanews.com, 21 Feb 2012 9 Kalah, Enam Kandidat Minta Pilkada Ulang, Vivanews.com, 29 Oktober 2008

10 DPC PDIP Usulkan Bambang Riantoko-Teddy Sulistio. Semarang metro. 7 Januari 2011 11 Tim Panwaslu, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Salatiga

(4)

2011 – 2016; (2) Apa faktor-faktor yang menyebabkan terjadi problematika hukum dalam Pilkada Kota Salatiga periode 2011 – 2016 ? dan (3) Apa solusi pemikiran untuk mengatasi problematika hukum dalam Pilkada Kota Salatiga periode 2011 – 2016 ?

C. Pembahasan

C.1. Identifikasi Problematika Hukum Pemilihan KDH dan WKDH Kota Salatiga Tahun 2011.

Sesuai urutan tahapan Pemilihan KDH dan WKDH, berikut diidentifikasi setiap problematika hukum yang muncul saat Pilkada Kota Salatiga. Pada Tahap Persiapan, problematika hukum berupa :

a. Terdapat laporan dari masyarakat dan Panwaslu, bahwa ada 2 (dua) anggota PPS yang tidak memenuhi syarat dikarenakan masih menjadi anggota partai politik.12 Hal ini melanggar Pasal 11 Ayat (3) PP No. 6 tahun 2005, yang berbunyi: “Anggota PPS ... berasal

dari tokoh masyarakat yang independen ”. Hal ini diperkuat

dengan Pasal 13 huruf (e) PP yang sama yaitu; “ Syarat untuk

menjadi PPS, PPK dan KPPS adalah : (e) Tidak menjadi anggota Partai Politik”. Oleh karena itu, kemudian diambil tindakan dengan

pemberhentian yang bersangkutan dari keanggotaan.

b. Adanya kebijakan Walikota Salatiga tentang mutasi dan promosi kepegawaian di lingkungan Pemerintah Kota Salatiga yang berakibat pergantian antar waktu pada sekretariat di tingkat PPK maupun di tingkat PPS. Kebijakan dimaksud dimuat dalam Keputusan Walikota Salatiga No. 274-05/193/2011 tentang Susunan Keanggotaan PAW Sekretariat Panitia Pemilihan

12 Tim KPU, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Walikota dan Wakil Walikota Salatiga

(5)

Kecamatan(PPK) pada Pemilu Walikota dan Wakil Walikota Salatiga Tahun 2011.13

Kemudian pada tahap pelaksanaan, beberapa problematika hukum yang muncul yaitu :

a. Dalam proses penetapan pasangan calon yang mendaftarkan diri melalui partai politik terjadi beberapa problematika hukum.

Pertama, Pasangan calon Bambang Soetopo dan Rosa Darwanti

Manoppo yang merupakan kader partai Golkar justru tidak didukung oleh Partai Golkar. Berdasarkan penjaringan aspirasi di tingkatan kecamatan diusulkan pengajuan calon dari partai Golkar atas nama Rosa Darwanti akan tetapi hal ini tidak disetujui oleh DPD II. Kedua, pasangan calon atas nama Teddy Sulistio dan Bambang Riantoko yang diajukan lewat rapat PAC hingga Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI-Perjuangan Kota Salatiga untuk diusulkan Ke Dewan Pimpinan Pusat (DPP) ternyata tidak disetujui. Dengan alasan hasil survei independen yang dilakukan DPP PDI-Perjuangan, maka dikeluarkan rekomendasi untuk Diah Sunarsasi (sebagai calon walikota) berpasangan dengan Teddy Sulisto (sebagai calon wakil walikota). Hal ini melanggar prinsip demokrasi dan transparansi dalam penjaringan pasangan calon lewat partai politik seperti tertuang dalam Pasal 29 ayat (2) UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik :

“ Ayat (1) Partai Politik melakukan rekrutmen terhadap warga negara Indonesia untuk menjadi:

c. bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah; dan (2) Rekrutmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan AD dan ART serta peraturan perundang undangan.”

13 Tim KPU, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Walikota dan Wakil Walikota Salatiga

(6)

Selain itu, penetapan pasangan calon ini juga melanggar Pasal 59 Ayat (3) dan (4) UU No. 32 tahun 2004 :

Ayat (3) Partai politik atau gabungan partai politik wajib

membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan selanjutnya memproses bakal calon dimaksud melalui mekanisme yang demokratis dan transparan.

Ayat (4) Dalam proses penetapan pasangan calon, partai politik atau gabungan partai politik memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat.”

b. Semua pasangan calon melakukan kampanye dengan arak-arakan dan pengumpulan massa sehingga mengganggu pengendara jalan serta pemasangan alat peraga kampanye tidak pada tempatnya. Ini bertentangan dengan Pasal 78 huruf (e) dan huruf (j) UU No. 32 tahun 2004 yaitu:

“(e). mengganggu keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum” dan huruf;

(j) melakukan pawai atau arak-arakan yang dilakukan dengan berjalan kaki dan/atau dengan kendaraan di jalan raya.”

c. Keikutsertaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam tim pemenangan salah satu calon secara langsung maupun tidak langsung, bahkan melibatkan salah satu pejabat eselon II, dalam hal ini Kepala Dinas.14 Penuturan salah satu PNS Dishubkombudpar yang baru saja purna tugas (Juni 2012): ”dukungan PNS terhadap salah satu

calon merupakan suatu kewajaran sebagai bagian dari masyarakat, meskipun ada yang secara langsung (vulgar), namun ada pula yang secara diam-diam mempengaruhi pemilih lainnya.15 Jika ditinjau dari prinsip netralitas aparatur negara, hal ini sangat bertentangan dengan larangan bagi PNS seperti tertuang dalam

14 Dinilai Berpihak, Panwas Tegur 5 PNS. Jawa Pos. Published: 19 April 2011.

15 Wawancara dengan PNS Dishubkombudpar yang kini terlibat dalam kepengurusan partai Gerindra dimana Diah Sunarsasi menjadi ketua DPC terpilih periode 2012-2017. Selain yang bersangkutan ada pula mantan Ka. Dishubkombudpar yang bergabung dalam partai Gerindra, Senin 4 Oktober 2012 di kediaman bersangkutan.

(7)

Pasal 4 PP No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yaitu:

Setiap PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara:

a. Terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;

b. Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;

c. Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau

d. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

d. Politik uang yang terjadi di sebagian besar daerah di Salatiga, bahkan di salah satu TPS di wilayah Tingkir sangat terencana dan sistemik. Tim Sukses menunggu para pemilih agak jauh dari TPS sambil menunggu bukti rekaman foto handphone untuk kemudian diberikan imbalan uang. Praktik semacam ini merupakan pelanggaran terhadap Pasal 117 Ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 yang berbunyi :

“ Setiap orang yang dengan sengaja memberi atau

menjanjikan uang atau materi lainnya kepada

seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih pasangan calon tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). “

Meskipun demikian, money politics sulit untuk dibuktikan karena kurangnya alat bukti serta saksi-saksi yang ada. Sehingga

(8)

penindakannya sebatas teguran lisan dari saksi lainnya dan dari panitia pengawas Pemilu, namun tidak dapat dilakukan penegakan secara hukum.

C.2. Analisa Faktor Penyebab Terjadinya Problematika Dalam Pilkada Kota Salatiga Tahun 2011

Hasil penelitian menunjukkan proses demokrasi yang berlangsung melalui mekanisme Pilkada Kota Salatiga menunjukkan hasil yang signifikan dengan tingkat partisipasi pemilih mencapai 82,16 %. Presentase partisipasi pemilih ini dapat menjadi indikator keberhasilan proses demokrasi secara prosedural dimana pelibatan masyarakat (pemilih) sangat tinggi, meski secara substansial proses demokrasi tersebut belum menunjukkan hasil yang memuaskan, hal ini tampak pada beberapa fenomena yang muncul dalam proses persiapan hingga pelaksanaan Pilkada Kota Salatiga (lihat uraian pada C.1.). Pemberlakuan hukum dalam Pilkada tidak absolut dapat dilaksanakan, sebagaimana telah diprediksi oleh William Chambliss dengan teori keberlakuan hukum yang dipengaruhi faktor-faktor eksternal dari hukum itu sendiri. Terlebih, proses Pilkada merupakan proses pengisian jabatan politik, sehingga faktor-faktor politik tidak dapat dinihilkan.

Berikut ini merupakan analisa persoalan yang muncul berdasarkan tahapan Pilkada Kota Salatiga.

1. Tahapan Persiapan

a. Syarat keanggotaan serta tugas pokok dan fungsi dari PPK, PPS, KPPS sebagai bagian sistem penyelenggaraan Pemilihan KDH dan WKDH diatur dalam PP No. 6 Tahun 2005. Dalam Pasal 11 Ayat (2a) PP a quo diatur fungsi krusial dan strategis dari PPS yakni “melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari seluruh TPS dalam wilayah kerjanya dan membuat berita acara dan sertifikat rekapitulasi penghitungan suara”. Dalam proses Pilkada posisi ini rentan untuk

(9)

melakukan kecurangan-kecurangan dengan manipulasi data, dikarenakan rekapitulasi sepenuhnya ada pada PPS tanpa pengawasan yang maksimal.

Berkaitan tugas dan fungsi krusial dan strategis dari PPS, posisi ini banyak diperebutkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Salah satunya adalah partai politik yang ikut serta dalam Pilkada. Partai politik sengaja menempatkan kadernya sebagai PPS untuk mempermudah koordinasi serta melakukan kecurangan dalam pemungutan suara.

b. Kebijakan mutasi dan promosi kepegawaian di lingkungan Pemerintah Kota Salatiga merupakan wewenang penuh dari seorang Walikota dengan mendasarkan pada pertimbangan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan. Meskipun demikian, mutasi dan rotasi tersebut seharusnya tidak mengganggu jalannya proses demokrasi yang sedang berlangsung melalui Pilkada. Utamanya bila rotasi dan promosi tersebut berakibat pada pergantian antar waktu yang terjadi pada sekretariat di tingkat PPK maupun di tingkat PPS, sehingga mengubah susunan keanggotaan Sekretariat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) pada Pilkada Kota Salatiga tahun 2011.16

Perubahan yang terjadi ditengah proses Pilkada tentu akan mengacaukan pengadministrasian yang telah dilakukan sebelumnya, mengingat tugas pokok dan fungsi sekretariat PPK dan PPS yang krusial untuk pendataan hingga memunculkan Daftar Pemilih Tetap. Celah ini dapat digunakan untuk menggelembungkan suara ataupun penghilangan suara dengan alasan tenaga administrasi baru sehingga banyak data yang hilang dan tidak dipahami. Terlebih salah satu pasangan calon merupakan istri dari walikota yang saat itu menjabat.

16 Tim KPU, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Walikota dan Wakil Walikota Salatiga

(10)

Bahkan, bukan tidak mungkin dalam keanggotaan KPU disusupi oleh pihak-pihak yang berkepentingan seperti disampaikan oleh J.Kristiadi dengan melihat fenomena yang ada: “fenomena yang menyedihkan

adalah politik uang dalam KPUD karena lebih mudah membeli suara dari KPUD dari pada langsung dari rakyat.”17

2. Tahapan Pelaksanaan

a. Pasangan calon Bambang Soetopo dan Rosa Darwanti (yang merupakan kader partai Golkar) justru tidak didukung oleh Partai Golkar. Berdasarkan penjaringan aspirasi di tingkatan kecamatan diusulkan pengajuan calon dari Partai Golkar atas nama Rosa Darwanti akan tetapi hal ini tidak disetujui oleh DPD II Partai Golkar Salatiga. Keputusan DPP Partai Golkar justru memberikan dukungan kepada Ir. Hj. Diah Sunarsasi dan Milhous Teddy Sulistyo, SE sehingga menjadi polemik diinternal Partai Golkar karena dianggap sebagai bentuk pengingkaran terhadap demokrasi berdasarkan ketentuan UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Meskipun ada DPP Partai Golkar mendaku (mengklaim) bahwa hal ini sesuai dengan Petunjuk Pelaksanaan DPP Partai GOLKAR Bab III poin (1a) Nomor. JUKLAK-13/DPP/GOLKAR/XI/2011 tentang Perubahan JUKLAK-02/DPP/GOLKAR/X/2009 tentang Pemilihan Umum Kepala Daerah dari Partai Golongan Karya, namun para kader Partai Golkar tetap kecewa dan mengajukan protes karena Partai Golkar tak mengusung kader sendiri dalam Pilkada tersebut, dimana hal ini sebelumnya telah diusulkan oleh DPD II Partai Golkar18.

Di lain pihak, menurut penuturan dari Ketua DPD II Partai Golkar Salatiga, proses pencalonan Rosa Darwanti tidak melalui mekanisme partai yang sah, yaitu melalui rapat luar biasa yang melibatkan pengurus-pengurus kecamatan. Oleh karenanya, dakuan bahwa para

17 Wawancara Metro TV : genta demokrasi, 2 Oktober 2012, Pukul 23:29

(11)

pengurus kecamatan telah melakukan mekanisme yang demokratis untuk mendukung Rosa Darwanti adalah tidak benar. Meski demikian, Ketua DPD II Golkar mengakui mekanisme dalam partai Golkar bergantung pada keputusan dari DPP dan mekanisme di tingkatan bawah hanya memberi rekomendasi dan membuat urutan elektabilitas sesuai hasil survei lokal.19

Kejadian yang sama terjadi dalam penetapan pasangan calon PDIP, dimana berdasarkan keputusan DPC PDIP Kota Salatiga, direkomendasikan pasangan calon atas nama Teddy Sulistiyo dan Bambang Riantoko untuk diajukan ke DPP PDIP.

Secara prosedural, proses penjaringan bakal calon PDI-P telah sesuai dengan amanat UU No 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal 59 Ayat (4) dan UU No 2 tahun 2011 tentang Partai Politik.20 Hal ini diperkuat dengan PP No. 6 tahun 200521 dimana usulan tersebut telah disampaikan secara resmi kepada DPD PDI-P Jawa tengah di Semarang, melalui surat bernomor 120/DPC.PDI-P/IN/I/2011 tertanggal Selasa (4/1/2011). Surat usulan itu ditandatangani 11 pengurus teras DPC dan 4 ketua Pengurus Anak Cabang (PAC). Ketua DPC PDI-P Kota Salatiga M Teddy Sulistio mengatakan, usulan tersebut berdasarkan hasil rapat pleno diperluas pengurus DPC, Senin (3/1/2011). Adapun pertimbangan diusulkannya pasangan tersebut, kondisi politik Kota Salatiga dan berdasarkan hasil survei dari lembaga independen yang dilaksanakan Oktober dan Desember 201022. Namun, usulan DPC PDIP Kota Salatiga, tidak memperoleh respon positif dari DPD PDIP, karena

19 Wawancara dengan Ketua DPD II partai Golkar sekaligus anggota DPRD Kota Salatiga (Agung Setiyono), Senin 19 Juni 2012 di kediaman bersangkutan.

20 Pasal.29 ayat 1c “Partai Politik melakukan rekrutmen terhadap warga negara Indonesia untuk menjadi: c. bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah”

21 Pasal 37 Ayat 5 yang menyatakan proses dalam penjaringan dilakukan secara demokratis dan transparan dan mendapat masukan dari masyarakat, bukan sekedar keputusan dari DPP. 22 DPC PDIP Usulkan Bambang Riantoko-Teddy Sulistio. Semarang metro. Published: 7 Januari 2011

(12)

DPP PDI-P secara sepihak memutuskan untuk mencalonkan Ir Hj Diah Sunarsasi dan Milhous Teddy Sulistio SE23 sebagai pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota.

Hal ini bertentangan dengan fakta yang terjadi berkaitan dengan partai politik dalam rezim pemilihan umum secara langsung. Sistem kepartaian yang oligarkis24 dan cenderung bertumpu pada satu orang mematahkan semangat demokrasi yang hendak dibangun melalui partai politik. Berbeda dengan demokrasi yang berjalan di Amerika Serikat misalnya, ada 4 fungsi partai politik yang dimaknai oleh orang awam yaitu :25

1. Kesinambungan organisasi, suatu kelestarian yang jangka lebih panjang daripada masa hidup orang-orang yang sedang memegang pimpinan.

2. Struktur organisasi yang permanen dan menurun hingga tingkat lokal.

3. Kepemimpinan berniat merebut dan mempertahankan kekuasaan untuk membuat keputusan dan tidak hanya sekedar untuk mempengaruhi pelaksanaan dari kekuasaan semacam itu.

4. Usaha untuk meyakinkan pemilih agar memilih calon-calon mereka.

Adapun fungsi partai politik bertumpu pada kesinambungan organisasi bukan pada kharisma pemimpin semata. Kembali pada partai politik yang ada di Indonesia yang sebagian besar menyatakan diri sebagai partai terbuka dan demokratis namun fakta berlainan dengan konsep yang dibangun. Bahkan secara terang-terangan Ketua Umum DPP PDI-P dalam orasinya di GOR Jatidiri Semarang baru-baru ini menyatakan, “segala keputusan menyangkut calon yang diusung merupakan

23 PDIP-PAN Gandeng PDS. Semarang metro. Published : 29 Januari 2011.

24 Menurut Airlangga P. K, oligarki dalam politik di Indonesia dimaknai sebagai kepentingan elite ekonomi dalam kancah politik serta kekeluargaan dalam sistem kepartaian yang ada. Hal ini menyebabkan kader-kader politik yang bermunculan bukanlah orang yang memiliki kapabilitas serta pengalaman yang memadai, melainkan mereka yang dekat(keluarga) dengan ketua partai, selain keluarga dekat, akses bagi munculnnya seorang kader juga bergantung pada kepemilikan modal untuk maju dalam pemilihan legislatif maupun eksekutif yang ada. (Kompas, 6 Oktober 2012, hal 5)

(13)

kewenangan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.”26 Hal ini disampaikan kaitannya dengan Pemilihan Gubernur Jawa Tengah yang akan segera berlangsung bahkan seperti dikutip Suara Merdeka, Megawati mengatakan: ”Ya (soal siapa yang mendapat rekomendasi) itu kewenangan DPP partai. Urusan saya”.

Menyikapi hal tersebut Ketua DPC PDIP Kota Salatiga Teddy Sulistio menanggapi bahwa ihwal yang terjadi dalam penetapan pasangan calon dari PDI-P merupakan suatu proses demokrasi yang harus ditaati sebagai kader partai. Rekomendasi apapun yang dikeluarkan oleh DPP pusat merupakan perintah yang wajib dilaksanakan oleh kader ditingkatan bawah, meski dalam proses tidak sesuai dengan demokrasi. Apabila sebuah partai mengandalkan sebuah proses demokrasi dari “bawah” saja tentu akan merusak sistem kepartaian yang ada.27

b. Berkaitan pelanggaran kampanye, seluruh peserta melakukan pelanggaran terhadap ketentuan kampanye yang diatur dalam Pasal 78 UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan UU No. 12 Tahun 2008 dan melanggar Pasal 60 PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Hal ini utamanya arak-arakan dan pengumpulan massa mengganggu pengendara jalan serta pemasangan alat peraga kampanye tidak pada tempatnya.

c. Keikutsertaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam tim pemenangan salah satu calon secara langsung maupun tidak langsung, bahkan melibatkan salah satu pejabat eselon II, dalam hal ini Kepala Dinas merupakan sebuah pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil.28 Meski demikian, bila dicermati alasan keterlibatan PNS aktif pada umumya, merupakan

26 Rekomendasi Bisa di Luar 20 Nama, Suara Merdeka. Published: 2 Oktober 2012.

27 Wawancara dengan Teddy Sulistio (Ketua DPC PDI-P), Rabu 18 Oktober 2011 di kantor DPRD Kota Salatiga.

(14)

suatu fenomena pertahanan diri dan “cari aman” ketika salah satu pasang calon yang diprediksi menang akan menajdi pemimpin mereka secara birokratis, maka perlu pendekatan non-formal karena kepentingan-kepentingan tertentu yang selama ini telah berjalan. Selain itu, ada pula motif mencari peluang setelah pensiun kelak, sehingga menjadi pendukung salah satu calon merupakan cara efektif untuk mencari perlindungan setelah pensiun dalam kaitannya penempatan sebagai pejabat BUMD ataupun jabatan lainnya.

d. Berkaitan dengan isu politik uang yang dilakukan secara massif, terencana dan sistematis menjadi alasan yang sering dikemukakan untuk pengajuan upaya hukum terhadap keputusan rekapitulasi hasil pilkada. Beberapa pasangan calon yang di kemudian hari tidak puas seringkali menggunakan alasan politik uang sebagai alasan untuk memohon pemilihan umum ulang.

Kenyataannya, banyak dugaan pelanggaran politik uang yang sengaja dilakukan oleh pihak pasangan calon lain yang mengatasnamakan calon A yang diduga melakukan politik uang, sehingga ketika “makelar” uang tersebut tertangkap akan menyebutkan bahwa dia merupakan orang yang ditugaskan oleh calon A padahal si calon A tidak pernah melakukan hal tersebut.29 Hal serupa terjadi dalam Pilkada Kotaa Salatiga, dimana KPU Kota Salatiga mendapat tanggapan keberatan atas rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara. Keberatan diajukan oleh pasangan calon H. Diah Sunarsasi dan Milhous Teddy Sulistiyo, sehingga selanjutnya mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi30 pada tanggal 13 Juni 2011 atas perkara nomor 55/PHPU.D-IX/2011 dengan termohon KPU Kota Salatiga.,31

29 Wawancara dengan Siskawentar (Ketua DPC[kecamatan] PAN), Kamis 28 Juni 2011 di kediaman bersabgkutan.

30 Tim KPU, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Walikota dan Wakil Walikota Salatiga

Tahun 2011, Salatiga : 2011. Bab II - Hal 99.

31 Risalah persidangan terkait gugatan ini dapat dilihat di situs resmi www.mahkamahkonstitusi.go.id

(15)

Pada akhirnya dugaan politik uang ini tidak dapat dibuktikan sehingga Mahkamah Konstitusi memutus perkara dengan menolak gugatan dari pasangan calon H. Diah Sunarsasi dan Milhous Teddy Sulistio dan memberikan wewenang kepada KPU untuk mensahkan hasil rekapitulasi yang telah ada. Berdasarkan putusan MK, meskipun politik uang32 terjadi dalam Pilkada Kota Salatiga 2011, hakim MK memiliki pertimbangan tersendiri mengenai hal ini. Sehingga hasil keputusan KPU telah final dan bersifat tetap.

C.3. Upaya Perbaikan Pilkada Masa yang akan datang

Setelah mencermati problematika Pilkada Kota Salatiga tahun 2011, maka dalam rangka mewujudkan Pilkada yang lebih demokratis secara prosedural dan substansial33 di masa yang akan datang, ada beberapa alternatif perbaikan, yaitu:

a. Berkenaan dengan penyelenggara Pilkada, selama ini pendanaan bersumber dari APBN dan APBD sehingga dalam operasional terjadi kendala dalam rekrutmen tokoh-tokoh masyarakat yang netral untuk menjadi PPK, PPS, maupun KPPS serta kesekretariatan yang menyertai. Hal ini pada akhirnya disiasati dengan melibatkan unsur PNS dalam kesekretariatan sehingga rotasi kepegawaian dapat mengganggu jalannya proses demokrasi. Sehingga perlu dipertimbangkan untuk memperbesar porsi anggaran dari APBN dibandingkan kemampuan APBD. Sekalipun tidak mampu diakomodir, hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan suatu sistem pemilihan umum yang serentak sehingga akan sangat

32 Penuturan dari salah seorang petugas KPPS di daerah Tingkir memberikan gambaran praktek politik uang yang terjadi sedemikian rupa sehingga mampu mempengaruhi pemilih secara signifikan. Oknum Tim pemenangan salah satu calon memeberikan sejumlah uang kepada pemilih dengan catatan mereka memberikan bukti berupa gambar dari telepon gengam bahwasanya yang bersangkutan telah memilih pasangan calon yang dimaksud.(wawancara dengan BS, 2 Juli 2012)

33 Soemantri, S , Bunga Rampai Hukum Tatanegara Indonesia, penerbit alumni, Bandung, 1992.

(16)

menghemat anggaran namun dapat maksimal melibatkan masyarakat yang netral dalam tim penyelenggaranya.

b. Berkenaan dengan Partai Politik yang selama ini masih menganut sistem oligarki ekonomi dan kekeluargaan dalam pengajuan pasangan calon KDH dan WKDH, harus dilakukan suatu reformasi organisasi dalam partai politik. Reformasi sistem kepartaian yang ada dapat dilakukan dengan penjaringan kader yang memiliki kapabilitas serta kemampuan intelektual dan aktif dimasyarakat sehingga dapat mengembalikan fungi partai pada jalurnya yaitu sebagai wadah untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat serta sebagai penyalur aspirasi masyarakat, bukan sekedar sebagai “kendaraan” politik di masa pemilihan KDH dan WKDH. Terkait dengan hal ini, dalam internal partai perlu dilakukan perombakan organisasi dan pemantapan peran dan fungsi masing-masing organ maupun pengurus sehingga dapat dilakukan check and balances dalam keuangan partai, serta manajemen kerja partai politik. Sistem ini nantinya akan menjadi penentu dalam pengambilan kebijakan kepartaian khususnya berkaitan dengan pencalonan KDH dan WKDH. c. Berkenaan dengan netralitas PNS, sanksi hukum yang selama ini

tidak pernah diterapkan di dalam Korps PNS (KORPRI) harus diterapkan dengan tegas dan berimbang sesuai kadar pelanggaran yang ada. Hal ini dapat dilakukan dengan penguatan fungsi penyidik PNS yang berfungsi mengawasi kinerja dan pelanggaran PNS yang terjadi. Ketegasan serta penegakan hukum bagi PNS yang melanggar ketentuan akan memberikan efek jera, terlebih bila sanksi tersebut dijatuhkan pada pejabat yang memiliki jabatan struktural cukup tinggi akan berdampak signifikan pada jajaran dibawahnya.

d. Berkenaan dengan pemilih, pragmatisme pemilih dalam Pilkada dengan anggapan sebagai suatu sistem politik semata dengan meninggalkan perspektif demokrasi dan hukum harus diluruskan. Perlu upaya perubahan paradigma dalam masyarakat melalui

(17)

pendidikan politik yang benar dan tidak memihak. Dalam hal ini peran KPU dan lembaga terkait lainnya menjadi penting dalam memberikan pendidikan politik kepada masyarakat selama masa jeda dari satu pemilu ke pemilu berikutnya. Pendidikan politik yang dilakukan oleh KPU dan lembaga terkait utamanya berkaitan dengan proses penyelenggaraan pemilu yang telah dan akan berlangsung sehingga tercipta suatu pemikiran aktif dari masyarakat dalam mengawasi dan menjalankan pemilu secara demokratis dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

e. Berkenaan dengan Pasangan Calon, perlu peran serta aktif dari masyarakat dalam menentukan pasangan calon dari partai maupun perseorangan yang ikut serta dalam Pilkada. Partisipasi aktif dari masyarakat ini dapat terbangun dengan adanya pendidikan politik yang berkesinambungan. Upaya selektif masyarakat untuk memberikan masukan kepada partai politik berkaitan dengan pasangan yang dicalonkan akan menjadi penting dalam sebuah Pilkada yang dijalankan secara demokratis dengan melakukan “Pemilihan internal partai” sebelum menentukan pasangan calon yang akan ditentukan.

D. Simpulan

Beranjak dari uraian sebelumnya, berikut disimpulkan beberapa hal :

1. Pilkada secara langsung yang diterapkan di Indonesia belumberjalan sesuai konsep Demokrasi Pancasila. Ini berarti telah terjadi pergeseran konsep Demokrasi Pancasila yang dalam perjalanan sejarahnya terjadi penyimpangan-penyimpangan sehingga tidak dijalankan sebagaimana dikonsepkan oleh para pendiri bangsa Indonesia dan cenderung tidak melibatkan rakyat (dipilih langsung oleh pemerintah pusat).

2. Pilkada Kota Salatiga tahun 2011 berlangsung demokratis secara prosedural. Hal ini berdasarkan kerangka hukum yang dibuat untuk

(18)

mengatur proses persiapan, pelaksanaan, hingga penentuan hasil Pemilihan KDH dan WKDH. Sebagian besar dari 15 aspek pemilihan umum demokratis pun telah terpenuhi, yaitu: penyusunan kerangka hukum; pemilihan sistem pemilu; penetapan daerah pemilihan; hak untuk memilih dan dipilih; badan penyelenggara pemilu; pendaftaran pemilih dan daftar pemilih; akses kertas suara bagi partai politik dan kandidat; kampanye pemilu yang demokratis; akses ke media dan kebebasan berekspresi; pembiayaan dan pengeluaran; pemungutan suara; penghitungan dan rekapitulasi suara; peranan wakil partai dan kandidat; dan pemantauan pemilu. Indikator lain yang paling signifikan adalah partisipasi pemilih mencapai 82,16 %, hasil ini tertinggi di Jawa Tengah untuk tingkat kota/kabupaten.

3. Secara substansial, demokrasi dalam Pilkada Kota Salatiga tahun 2011 belum tercapai, karena munculnya problematika hukum berikut yaitu:

a. Keikutsertaan pengurus partai politik dalam keanggotaan penyelenggara Pemilihan Umum.

b. Adanya kebijakan mutasi dan promosi kepegawaian yang berakibat pada pergantian antar waktu yang terjadi pada sekretariat di tingkat PPK maupun di tingkat PPS.

c. Adanya pasangan calon yang diusulkan partai politik tingkat kota (DPC atau DPD II), namun tidak direkomendir oleh DPP partai politik yang bersangkutan, seperti kasus Rosa Darwanti di Partai Golkar dan kasus di PDIP Kota Salatiga.

d. Pelanggaran terkait kampanye dengan arak-arakan dan pengumpulan massa mengganggu pengendara jalan serta pemasangan alat peraga kampanye tidak pada tempatnya..

e. Keikutsertaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam tim pemenangan salah satu calon secara langsung maupun tidak langsung.

f. Politik uang yang terjadi di sebagian besar Kota Salatiga. g. Tingkat pendidikan politik masyarakat pemilih yang rendah.

(19)

h. Tidak maksimalnya fungsi partai dalam menjaring kader dan memberi ruang aspirasi bagi masyarakat.

Daftar Pustaka

Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar – Pilar Demokrasi, Sekjen dan kepaniteraan MK RI, Jakarta: 2006.

Robert P.Clark, Menguak Kekuasaan dan Politik di Dunia Ketiga, Erlangga, Jakarta : 1986

Soemantri, S , Bunga Rampai Hukum Tatanegara Indonesia, penerbit alumni, Bandung, 1992.

UU No 32 Tahun 2004 (terakhir diubah dengan UU No. 12 Tahun 2008) tentang Pemerintahan Daerah.

UU No. 2 Tahun 2008 (diubah dengan UU No. 2 Tahun 2011) tentang Partai Politik

PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian KDH dan WKDH

Peraturan KPU No. 13 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum KDH dan WKDH

Peraturan KPU No. 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Tata Cara Pelaksanaan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dalam Pemilihan Umum KDH dan WKDH oleh Panitia Pemilihan Kecamatan, Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, dan Komisi Pemilihan Umum Provinsi, serta Penetapan Calon Terpilih, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pelantikan.

Tim Panwaslu, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Walikota dan Wakil

Walikota Salatiga tahun 2011,Panwaslu, Salatiga 2011.

Tim KPU, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Walikota dan Wakil

(20)

Tujuh Rekomendasi RAKORNAS PDIP, Vivanews.com, 6 Agustus 2010 Awasi Pilkada, Bawaslu gandeng KPK, Vivanews.com, 18 Februari 2010. MK:Sistem Pilkada Suburkan Money Politic, Vivanews.com, 3 Feb 2012 Ini Biang Semua Sengketa Pemilu dan Pilkada, Vivanews.com, 21 Feb 2012 Kalah, Enam Kandidat Minta Pilkada Ulang, Vivanews.com, 29 Oktober 2008 DPC PDIP Usulkan Bambang Riantoko-Teddy Sulistio. Semarang metro. 7

Januari 2011

Dinilai Berpihak, Panwas Tegur 5 PNS. Jawa Pos. Published: 19 April 2011. Wawancara Metro TV : genta demokrasi, 2 Oktober 2012, Pukul 23:29

Fungsionaris Mundur dari Tim Sukses. Semarang Metro. Published : 11

Februari 2011.

PDIP-PAN Gandeng PDS. Semarang metro. Published : 29 Januari 2011.

Rekomendasi Bisa di Luar 20 Nama, Suara Merdeka. Published: 2 Oktober

2012.

Risalah persidangan terkait gugatan ini dapat dilihat di situs resmi

Referensi

Dokumen terkait

Struktur Organisasi merupakan suatu cara atau sistem untuk melaksanakan atau pembagian tugas dan tanggung jawab kepada semua pegawai sama halnya dengan pembagian

penyimpanan berpengaruh tidak signifikan terhadap vigor umbi bibit bawang merah, sedangkan kadar air dan interaksi antara kadar air dan suhu penyimpanan juga

kebiasaan perkembangbiakan jasad hidup didalam air (Romimohtarto dan Juwana, 2001, hlm. Ciri khas alga merah lebih sederhana dan kurang kompleks dibanding dengan alga

• Pedestrian digunakan untuk parkir motor pejalan kaki menyebabkan pejalan kaki berjalan di tepi jalan pedestrian dapat digunakan untuk berdagang Sumber:

Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi terbaik proses hidrolisis pati dan serat ubi kayu, serta menentukan jenis substrat asam yang terbaik

Bagi yang tidak terdaftar sebagai penduduk pun apabila menetap lebih dari 3 bulan tetap dapat menjadi pemegang polis asuransi ini.(Apabila Anda tidak terdaftar sebagai penduduk,

Hasil dari penelitian pengaruh penyetelan katup ekspansi terhadap unjuk kerja mesin pendingin dengan refrigeran musicool (MC-134) dapat disimpulkan bahwa performa sistem

konsentrat pakan fermentasi dengan penambahan tepung daun sisik naga (Drymoglosum pilloselloides Presl.) (82,82%) lebih tinggi dari batas minimal kecernaan bahan