• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI TINGKAT KEMATANGAN E-LEARNINGBERDASARKAN E-LEARNING MATURITY MODEL (emm) DI UNIVERSITAS RIAU TUTUT USAHENI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI TINGKAT KEMATANGAN E-LEARNINGBERDASARKAN E-LEARNING MATURITY MODEL (emm) DI UNIVERSITAS RIAU TUTUT USAHENI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI TINGKAT KEMATANGAN E-LEARNINGBERDASARKAN E-LEARNING MATURITY MODEL (eMM)

DI UNIVERSITAS RIAU

TUTUT USAHENI

PROGRAM STUDI CHIEF INFORMATION OFFICER FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI PADANG Wisuda Periode Juni 2013

(2)

EVALUASI TINGKAT KEMATANGAN E-LEARNINGBERDASARKAN E-LEARNING MATURITY MODEL (eMM)

DI UNIVERSITAS RIAU

Tutut Usaheni

Artikel ini disusun berdasarkan tesis TututUsaheni untuk persyaratan wisuda periode Juni 2013 dan telah direviu dan disetujui oleh kedua pembimbing.

(3)

1

Evaluasi Tingkat Kematangan E-Learning Berdasarkan E-Learning Maturity Model (eMM) Di Universitas Riau

Tutut Usaheni1, Fahmi Rizal2, Efrizon3 Program Magister Chief InformationOfficer

Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang Email : [email protected]

Abstrak

Dalam bidang pendidikan peran teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dimanfaatkan kegiatan operasional dan mendukung kegiatan belajar seperti penerapan pembelajaran berbasis TIK dikenal dengan e-learning. Dikarenakan peran yang strategis tersebut, e-learning perlu dikelola dengan baik. Di Universitas Riau e-learning dibangun untuk mendukung penyampaian materi pembelajaran kepada mahasiswa. Kondisi e-learning pada saat ini belum berfungsi optimal disebabkan adanya permasalahan yang dapat diakibatkan oleh belum adanya perencanaan institusi dan pengelolaan e-learning yang baik. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi terhadap perencanaan institusi dan pengelolaan learning. Evaluasi menggunakan e-Learning Maturity Model (eMM). eMM adalah sebuah model untuk mengukur tingkat kematangan e-learning yang terdiri dari 5 proses, 35 subproses dan 5 dimensi. Proses dari e-learning terdiri dariLearning, Development, Support, Evaluationdan Organisation. Berdasarkan evaluasi diperoleh informasi organisation bahwa tingkat kematangan berada pada level 2 (terpenuhi sebagian). Hal ini menunjukkan ada kekurangan yang besar atau keterbatasan dalam praktek menggunakan e-learning. Dari evaluasi ini terungkap bahwa universitas belum memiliki pedoman penggunaan TIK untuk pengajaran, minimnya informasi mengenai program e-learningdan kurangya partisipasi baik dari mahasiswa maupun dosen untuk menggunakan program tersebut.

Abstract

Information and communication technology (ICT) in education are used for operational and learning activities such e-learning. Because e-learning is important, it need to be managed well. At Riau University e-learning was built to delivery the learning materials to students. The condition of e-learning at the momen tis not running well that can be caused by a lack of planning and the absence of a good management, therefore necessary to measure and analyze the

(4)

e-learning related to planning and management. These evaluation used the e-Learning Maturity Model (eMM). eMM consists of 5 processes, 35 sub processes and 5 dimension namely Learning, Development, Support, Evaluation, and Organisation. Based on evaluation, it was revealed obtained information that the maturity level isat level 2 (partially). A rating of Partially adequate indicates that major shortcomings or limitations in practice outcomes are evident. In practice it can be seen from the institution has no roadmap for teaching using ICT, the lack of information about e-learning program, and lack of participation from both students and faculty staff to use the program.

Key Word: e-learning, maturity level, eMM, Universitas Riau.

Pendahuluan

Seiring dengan pesatnya perkembangan jaman, kebutuhan teknologi informasi yang cepat, akurat dan efisien semakin dibutuhkan. Tuntutan tersebut mengharuskan setiap organisasi melakukan inovasi dan pengembangan layanannya. Di bidang pendidikan peran TIK dapat terlihat pada kegiatan pengolahan data mahasiswa, penyediaan layanan akademik, layanan perpustakaan, dan penerbitan jurnal. Selain itu, TIK digunakan juga dalam penyediaan pendidikan jarak jauh dan pembelajaran online (atau blended learning).

Survey dari Chief Academic Officer Amerika (Neuhauser, 2004) mengungkapkan bahwa pendidikan tinggi yang menawarkan sedikitnya satu pembelajaran online penuh maupun campuran adalah sebesar 81%, institusi pendidikan yang menawarkan pembelajaran online adalah 34%, dan pendidikan tinggi yang menyatakan bahwa pembelajaran online merupakan strategi jangka panjang adalah sebesar 67%. Hal ini mengindikasikan bahwa e-learning menjadi

(5)

3

sebuah kebutuhan bagi institusi pendidikan dalam hal penyediaan fasilitas pembelajaran kepada mahasiswa.

Di Indonesia penggunaan e-learning telah didukung sepenuhnya oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional. Hal ini dibuktikan dengan adanya proyek percontohan pendidikan jarak jauh (distancelearning) dibeberapa universitas pada tahun 2009. Selain itu Undang-Undang Negara Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa peningkatan standar dan prasarana pendidikan termasuk di dalamnya penggunaan TIK.

Universitas Riau merupakan salah satu universitas negeri di Propinsi Riau tidak ketinggalan dalam menerapkan pembelajaran berbasis TIKini.Hal ini dapat dilihat dengan adanya penggunaan pembelajaran onlinedan pembelajaran menggunakan media CD/DVD. Pada saat ini pembelajaran online di Universitas Riau menggunakan salah satu model Learning Manajemen System (LMS) yaitu Moodle. Dari survey awal penelitian didapat informasi bahwa pemanfaatan program e-learning ini masih memiliki banyak kendala seperti terjadinya kesenjangan (gap) antar fakultas dalam memanfaatkan program e-learning, minimnya dukungan sumber daya untuk mendukung e-learning, dan rendahnya partisipasi dari dosen dan mahasiswa dalam memanfaatkan program e-learning.

Rendahnya pemanfaatan e-learning ini dapat diakibatkan oleh belum adanya perencanaan penggunaan TIK untuk pengajaran, dan adanya pengelolaan yang kurang baik. Oleh sebab itu perlu dilakukan evaluasi terhadap perencanaan dan penegelolaan e-learning. Evaluasi dimaksudkan untuk mengidentifikasi kondisi yang ada saat ini dan mencari solusi terhadap kelemahan-kelemahan yang

(6)

ada dalam perencanaan dan pengelolaan e-learning di Universitas Riau. Evaluasi ini menggunakan e-Learning Maturiy Model (eMM) yang dibangun oleh Marshall dari Victoria University of Wellington, New Zealand (Marshall, 2004). eMM menyediakan sarana bagi institusi pendidikan untuk menilai dan membandingkan kemampuan mereka untuk secara berkelanjutan dalam mengembangkan, menyebarkan dan mendukung e-learning.

Berdasarkan penelitian yang ada sampai saat ini belum ada standar yang menjelaskan tentang arti dari e-learning. Sehingga ada persepsi yang berbeda dari orang untuk menerangkan dan memberikan definisi dari e-learning tersebut termasuk dalam kamus-kamus bahasa inggris british, kecuali sebuah kamus Collins yang mendiskripsikan sebagai sistem pembelajaran berbasis komputer (Fee, 2009). Khan (2005) mendefinisikan e-learning sebagai sebuah pendekatan inovatif, dirancang dengan baik, berpusat, interaktif dan difasilitasi lingkungan belajar kepada siapapun, dimanapun, kapan saja dengan memanfaatkan atribut dan sumber daya dari berbagai teknologi digital bersama dengan bentuk-bentuk lain dari belajar bahan-bahan yang cocok, lingkungan belajar yang fleksibel, dan didistribusikan secara terbuka.

Sedangkan menurut American Society for Training and Development (ASTD) e-learning meliputi semua aspek aplikasi dan proses-proses, seperti pembelajaran berbasis web, pembelajarn berbasis komputer, kelas virtual, dan kolaborasi digital (Fee, 2009). Dari beberapa pengertian e-learning diatas maka dapat disimpulkan bahwa e-learning adalah suatu pendekatan pembelajaran

(7)

5

berbasis elektronik baik menggunakan komputer maupun tidak yang dapat dijalankan secara online maupun offline.

Menurut wikipediamaturity model adalah “a structured collection of elements that describe ethe characteristics of effectiveprocesses”. Dengan kata lain maturity model adalah kumpulan elemen yang terstruktur yang mengambarkan karakteristik dari proses-proses yang efektif. Model kematangan (Maturity Model) dapat digambarkan sebagai metode untuk mengukur level pengembangan manajemen proses, yang berarti adalah mengukur sejauh mana kapabilitas manajemen tersebut. Penilaian tingkat kematangan dalam maturity model dari proses spesifik antara 0 (not existent) dan 5 (optimized).

Instrumen ini menawarkan metode komprehensif untuk mengidentifikasi dan membandingkan situasi saat ini (as-is) dengan situasi yang diinginkan (to-be). Kesenjangan antara keadaan saat ini (as-is) dengan keadaan yang diinginkan (to-be) dapat diidentifikasi dan merumuskan sebuah solusi untuk mencapai keadaan yang diinginkan tersebut.

e-Learning Maturity Model (eMM) merupakan model yang digunakan untuk melakukan assessment dan benchmarking terhadap layanan e-learning di institusi pendidikan yang dikembangkan dari framework CMM dan SPICE oleh Stephen Marshall dari University Teaching Development Centre, Victoria University of Wellington, New Zealand (Marshall, 2006).

eMM membagi setiap proses dikategorikan dalam 5 (lima) model kategori yaitu Learning, Development, Support, Evaluation, dan Organisation. Tingkat Kematangan dalam eMM digambarkan sebagai sebagai sekumpulan dimensi

(8)

kapabilitas untuk memastikan, sejauh mana proses pengembangan dan pemanfaatan aplikasi e-learning yang terdiri dari delivery, planning, definition, management dan optimisation.

Gambar 1. Proses-proses dalam eMM (Sumber Marshall, 2006)

Gambar 2. Dimensi Kapabiltas dalam eMM (Sumber Marshall, 2006)

Metode

1. Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

a. Kuesioner yaitu dengan memberikan pertanyaan secara terstruktur kepada responden. Responden adalah yang bertanggung jawab terhadap manajemen,

(9)

7

inisiatif e-learning dan diisi sendiri oleh yang bersangkutan yang bersandar pada eMM Workbook.

b. Wawancara yaitu dengan cara mengajukan berbagai pertayaan tidak terstruktur kepada narasumber. Narasumber adalah pihak yang bertanggung jawab dan terlibat dalam perencanaan, penyediaan, pengelolaan, dan operasional layanan pembelajaran menggunakan teknologi informasi dan komunikasi baik pejabat maupun staf.

c. Documents Inspectionyaitudengan cara melihat dokumen baik tercetak atau maupun tidak yang merupakan hasil kerja dari institusi tempat melakukan penelitian.

2. Teknik Pengolahan Data

Alat analisa yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan prosedur standar eMM versi 2.3. Penilianproses dilakukan terhadap masing-masing proses dalam setiap dimensi kapabilitas menggunakan kuesioner standar eMM. Dimensi kapabilitas dinyatakan dalam skala 1 (Delivery), 2 (Planning), 3 (Definition), 4 (Management), dan 5 (Optimization). Hasil dari penilaian setiap proses menggunakan metode penilaian dari skala 1 (Not-Adequate), 2 (Partially Adequate), 3 (Largely Adequate), dan 4 (Fully Adequate). Peringkat masing-masing dimensi dilakukan berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkan dari lembaga dan kombinasi apakah praktek dilakukan, seberapa baik fungsi berjalan, dan bagaimana keberadaanya.

(10)

Hasil Dan Pembahasan

Evaluasi tingkat kematangan e-learning berdasarkan e-Learning Maturity Model (eMM) di Universitas Riau. Dengan menggunakan kerangka kerja eMM tingkat kematangan perencanaan institusi dan manajemen e-learning di Universitas Riau berada pada level 2 (Partially). Hal ini menunjukan bahwa tujuan penggunaan e-learning telah ditetapkan oleh institusi, namun demikian ada keterbatasan atau kekurangan yang besar dalam mengimplementasi dan mempraktekkan e-learning tersebut (Marshall, 2006). Penelitian ini mengungkapkan bahwa institusi belum memiliki kebijakan terkait penggunaan dan pemanfaatan TIK untuk pembelajaran.Kondisi ini menjadi salah satu penyebab dari rendahnya partisipasi baik dari dosen maupun mahasiswa dalam menggunakan dan memanfaatkan TIK untuk kegiatan belajar khususnya teknologi e-learning.

Tabel 1. Tingkat Kematangan Organisasi E-learning Universitas Riau

Proses 1 2 3 4 5

01 Formal criteria guide the allocation of resources for

e-learningdesign, development and delivery 3 3 3 1 2 02 Institutional learning and teaching policy and

strategy explicitly addresse-learning 3 2 3 1 3 03 E-learning technology decisions are guided by an

explicit plan 3 2 2 2 2

04 Digital information use is guided by an institutional

information integrity plan 2 2 2 3 2

05 E-learning initiatives are guided by explicit

development plans 3 2 3 2 2

06 Students are provided with information on e-learning

technologies prior to starting courses 2 2 3 2 2 07 Students are provided with information on e-learning

pedagogies prior to starting courses 2 2 3 2 2

08 Students are provided with administration

information prior to starting courses 2 2 3 2 2 09 E-learning initiatives are guided by institutional

(11)

9

Dari hasil pengukuran tingkat kematangan e-learning diperoleh hasil bahwa proses yang berkaitan dengan penyediaan alokasi sumberdaya untuk mendukung e-learning memiliki tingkat kematangan yang paling tinggi (proses 01. Namun hal ini kurang didukung oleh adanya kebijakan strategis dan rencana-rencana operasional institusiterkait inisiatif e-learning (proses 09). Tabel 1 menunjukan bahwa pada ada ketidakefektifan pada proses 01. Kondisi demikian terjadi karena tidak ada praktek yang dilakukan pada proses pada dimensi yang lebih tinggi yaitu tingkat kematangan pada dimensi 5 (optimisation) memiliki tingkat kematangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kematangan dimensi yang lebih rendah 4 (management). Keadaan demikian ini terjadi juga pada proses 02.

Belum adanya pengelolaan yang baik terhadap proses administrasi dan pelayanan e-learning kepada para mahasiswa hal ini terlihat dari rendahnya tingkat kematangan pada proses-proses yang berhubungan dengan administrasi dan pelayanan kepada mahasiswa yaitu proses 06, 07, dan 08. Pada proses-proses tersebut tingkat kematangannya berada pada level 2 (partially) yang menunjukan bahwa institusi sedikit melakukan praktek pada proses-proses tersebut.

Dari hasil pengukuran diperoleh informasi bahwa ada inconsistencytingkat kematangan pada beberapa proses. Inconsistency ini terjadi akibat adanya beberapa proses yang tidak didukung oleh proses lain. Inconsistency proses terjadi antara proses 01 dengan proses 09. Pada proses 01 menunjukkan bahwa institusi telah memiliki pedoman terkait dengan alokasi sumber daya untuk mendukung e-learning. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran yang menunjukan bahwa tingkat kematangannya sudah mencapai dimensi 3 (definition) dengan tingkat kesesuaian

(12)

3 (largely), namun pada proses 09 tingkat kematangan pada dimensi 3 (definition) tingkat kesesuaiannya hanya mencapai 2 (partially). Dukungan alokasi sumber daya ini termasuk didalamnya penyediaan pendanaan untuk program e-learning dan penyediaan dukungan sumber daya manusia. Keadaan yang demikian dapat menyebabkan terjadinya kegagalan dalam inisiatif e-learning karena tidak adanya dukungan atau praktek dari proses-proses lain.

Tabel pada halaman 7 menunjukkan bahwa teknologi untuk e-learning belum direncanakan dengan baik (terlihat dari rendahnya proses 03 dan 04). Dari hasil proses 03 dan 04 terlihat bahwa institusi sedikit melakukan perencanaan terkait dengan teknologi yang digunakan untuk mendukung e-learning. Dalam perencanaan teknologi e-learning didalamnya termasuk pemeliharaan dan meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh kemungkinan kerusakan sistem pada e-learning. Hal ini diperkuat dari hasil wawancara dengan pihak yang terlibat dalam pengembangan teknologi informasi dan komunikasi institusi yang menyatakan bahwa institusi belum memiliki roadmap IT1. Namun demikian hasil wawancara menunjukan bahwa infrastruktur institusi sudah mencapai tingkat enterprises yang menunjukan bahwa teknologi dan infrastruktur yang ada saat ini sudah mampu untuk memenuhi kebutuhan institusi namun penggunaan teknologi tersebut dibawah dari kemampuan yang disediakan oleh infrastruktur teknologi yang ada.

(13)

11

Kesimpulan, Implikasi, dan Saran 1. Kesimpulan

a. Tingkat kematangan perencanaan institusi dan manajemen e-learning di Universitas Riau berada pada level 2 (terpenuhi sebagian). Hal ini mengindikasi bahwa e-learning di Universitas Riau mempunyai tujuan yang terlihat jelas, namun dalam prakteknya e-learning banyak memiliki permasalahan yang besar atau keterbatasan.

b. Institusi belum memiliki roadmappembelajaran dengan menggunakan TIK.

2. Implikasi

a. Dalam proses yang berhubungan dengan perencanaan terlihat jelas bahwa institusi belum memiliki pedoman dan kebijakan yang jelas terhadap inisiatif e-learning.

b. Proses dengan tingkat kematangan yang rendah yaitu pada proses yang berhubungan dengan administrasi dan pelayanan harus menjadi prioritas untuk perbaikan.

3. Saran

a. Pengelola untuk lebih aktif melakukan sosialisasi dan pelatihan kepada penggunanya terutama untuk mahasiswa, karena selain peran aktif mahasiswa dalam menggunakan dan mengakses program ini menjadi salah satu faktor kunci keberhasilan penggunaan program e-learning.

(14)

b. Dosen diharapkan lebih aktif mengikuti pelatihan e-learning dan lebih aktif dalam menggunakan program tersebut untuk menunjang proses pembelajaran.

c. Mahasiswa untuk lebih aktif dalam mengakses informasi dan menggunakan program e-learning untuk mendapatkan materi pelajaran dari dosen.

Daftar Rujukan

Fee, Kenneth. 2009. Delivering E-learning, a complete strategy for design, application and assessment, London and Philadelphia: Koganpage.

Khan, Badrul. 2005. Managing E-learning: Design, Delivery, Implementation and Evaluation, London: Idea Group Inc.

Marshall, S. 2004. “Applying SPICE toe-Learning: Ane-Learning Maturity Model, Proceeding of the Sixth Australasia Computing Education Conference, Inc. Marshall, S. 2006. E–learning Maturity Model, Process Assessment Workbook,

Victoria University of Wellington, New Zealand.

_________. 2012. E-learning and Higher Education: understanding and supporting organization change, Victoria University of Wellington, New Zealand

Neuhauser, Charlotte. 2004. A maturity model: does it provide a path for online course design, The Journal of Interactive Online Learning vol 3.

Persantunan: artikel ini diolah dari tesis Tutut Usaheni dengan judul Evaluasi Tingkat Kematangan E-Learning Berdasarkan E-Learning Maturity Model (eMM) Di Universitas Riau. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada Pembimbing I Dr. Fahmi Rizal, M.Pd, MT dan Pembimbing II Drs. Efrizon, MT yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyelesaian artikel ini.

Gambar

Gambar 2. Dimensi Kapabiltas dalam eMM (Sumber Marshall, 2006)
Tabel 1. Tingkat Kematangan Organisasi E-learning Universitas Riau

Referensi

Dokumen terkait

Pada akhirnya, hal tersebut akan mendorong peningkatan pendapatan perusahaan sehingga diharapkan kas dan tagihan perusahaan semakin baik, yang pada akhirnya diharapkan akan

Dalam penelitian terdahulu olehJuhri dan Dewi (2017), menggunakan variabel Trust yang sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumedha Chauhan (2015), menyatakan

Berdasarkan fenomena yang terjadi, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang: “Hubungan Persepsi Mahasiswa tentang Pendekatan Jelajah Alam Sekitar

trianggulasi ini bisa dilakukan oleh seorang peneliti dengan mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda..

Dengan tanggung jawab yang besar dalam membina generasi bangsa dan menjamin kehidupan yang layak untuk mereka, dan telah berdiri-berdirinya asrama-asrama yatim

Mielosupresija ali supresila kostnega mozga je drugi, a ne tako nepomembni stranski učinek sistemske terapije, ki je lahko posledica nekateľih bolezni ali zdravllenja s

Berangkat dari teori yang bersesuaian dengan permasalahan ini serta memanfaatkan data yang diperoleh dari pondok pesantren, peneliti tertarik untuk membuat perancangan