18 BAB IV KONSEP DESAIN
4.1 Landasan Teori / Metode
Dalam merancang buku publikasi dengan kaitannya sebagai alat komunikasi visual, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain :
4.1.1 Pengertian Buku Menurut KBBI :
bu·ku n lembar kertas yang berjilid, berisi tulisan atau kosong; kitab; Sedangkan menurut Oxford Dictionary, buku adalah :
1 hasil karya yang ditulis atau dicetak dengan halaman-halaman yang dijilid pada satu sisi 2 hasil karya yang ditujukan untuk penerbitan.
Menurut Surianto Rustan, S.Sn. dalam bukunya ‘Layout Dasar & Penerapannya’, buku berfungsi untuk menyampaikan informasi, berupa cerita, pengetahuan, laporan, dan lain-lain. Buku dapat menampung banyak sekali informasi, tergantung berapa jumlah halaman yang dimilikinya. Pada buku penjilidan yang baik merupakan keharusan agar lembar-lembar kertasnya tidak tercerai berai. (Surianto Rustan, 2008: 122)
Hal yang perlu diperhatikan dalam mendesain buku agar informasi yang disampaikan berhasil:
1. Desain cover 2. Desain navigasi 3. Kejelasan informasi 4. Kenyamanan membaca
5. Pembagian yang jelas antar bagian/bab.
Dalam hal ini buku berjudul ‘Pecinan Semarang: Sepenggal Kisah, Sebuah Perjalanan’ akan menceritakan baik secara visual maupun tulisan dalam halaman-halaman yang kemudian dijilid menjadi satu kesatuan dan ditujukan untuk dipublikasikan ke khalayak luas.
4.1.2 Pengertian Publikasi Menurut KBBI :
pub·li·ka·si n 1 pengumuman; 2 penerbitan: -- tt objek-objek pariwisata janganlah diremehkan;
-- primer jurnal dan publikasi berseri yang merupakan kumpulan makalah dengan subjek yang sama atau publikasi yang disajikan pada konferensi atau pertemuan yang sama;
me·mub·li·ka·si·kan v mengumumkan; menerbitkan; menyiarkan atau menyebarkan (buku, majalah, dsb);
Menurut “Publication Design Workbook” yang disusun oleh Timothy Samara, publikasi adalah aplikasi yang diperluas dari teks dan gambar, yang berarti dalam hal ini desainer menanggung sejumlah besar pertimbangan, tidak seperti single-format item, seperti poster atau iklan.
Bahkan desain multipage dokumen dengan lebih dari delapan atau dua belas halaman, membutuhkan fokus lebih jauh dari desainer untuk mengatur masalah kemudahan dan kenyamanan pembacaan, seperti mengatur jumlah muatan informasi; pengaturan tipografi agar tetap nyaman ketika membaca banyak halaman, namun cukup hidup dan menarik untuk terus-menerus membaca hingga akhir; penataan setiap halaman dan muatan setiap konten halamannya, apakah berupa text-based atau image-based; dan mengitegrasi gambar dengan tipografi untuk mencapai suatu bentuk kesatuan yang mampu menjadi sarana komunikasi yang efektif. (Timothy Samara, 2005:11)
Setiap publikasi dimulai dengan sebuah ide: suatu subjek atau pesan dengan fungsinya tapi tanpa bentuk. Karya seni yang ditampilkan dalam pameran, misalnya, adalah ide. Sebuah organisasi menawarkan ide sebagai layanannya. Demikian juga kegiatan popular seperti: memasak, olahraga, dan dekorasi rumah. Fungsi yang mereka sampaikan, apakah melalui sebuah majalah, surat kabar, seperangkat literatur perusahaan, atau katalog produk, fungsinya selalu sama: untuk melibatkan audience pada pesan atau tema selama periode waktu. Bentuknya yang mengalami perubahan, membedakan setiap gagasan, memilah-milah konten mentah menjadi bagian-bagian yang dikenali, dan melibatkan pangsa pasar melalui warna tertentu, citra, dan tipografi. Alat penyampai untuk ide-ide ini terkait dengan tempat tinggal audience, kebutuhan khusus mereka untuk informasi secara kelompok atau berkala, dan sifat statis dari evolusi sebuah pesan. Tidak peduli apa alat penyampainya, proses desain adalah sama, dan hal itu dimulai dengan mengembangkan konten yang akan mampu menyampaikan pesan. (Timothy Samara, 2005:12) Timothy Samara juga menyatakan bahwa Publikasi pada dasarnya berlimpah di setiap negara di dunia, memenuhi kebutuhan audience akan segala macam informasi. Semakin banyak orang yang ada, lebih banyak pesan diciptakan untuk mereka, dan semakin banyak dari mereka datang ke aliran media yang diciptakan oleh penulis dan desainer, perusahaan dan kelompok budaya untuk memberitahu mereka apa yang terjadi dan kapan, di mana mereka dapat menemukan bantuan untuk apa yang mereka perlukan, atau apa yang orang lain lakukan yang mungkin mereka juga ingin lakukan.
Dengan demikian, buku wisata budaya dan sejarah yang berisi pejalanan menjelajahi Pecinan Semarang adalah ide dari publikasi buku ‘Pecinan
Semarang: Sepenggal Kisah, Sebuah Perjalanan’ yang diaplikasikan melalui susunan teks dan gambar yang lebih luas untuk menyampaikan sebuah pesan yang nantinya akan diumumkan, diterbitkan dan disiarkan untuk menyebarkan pesan. Pesan yang ingin disampaikan adalah betapa unik dan kaya nilai budaya dan historis yang dimiliki Kawasan Pecinan di Semarang. Pesan tersebut diharapkan mampu diterima sehingga dapat mendorong hasrat audience untuk merasakan sendiri experience menyusuri Pecinan setelah membaca buku ini, sehingga meningkatkan tingkat kunjungan wisata di Semarang.
Pada bab ‘Designing to Read’ dalam bukunya, Timothy Samara menjelaskan beberapa tahapan dalam merancang sebuah publikasi, yaitu:
4.1.2.1 Thinking
: Konten, pesan, dan pengaturan. 4.1.2.1.1 Concept & Content
Langkah yang terpenting mengenai bagaimana membuat publikasi menjadi nyata adalah dengan fokus pada subjek utama dari pesan yang ingin disampaikan. Konten adalah konsep itu sendiri, yang merupakan sumber dari apa yang akan dikerjakan oleh disainer. (Timothy Samara, 2005:13) Pecinan Semarang adalah subjek utama dalam buku ini, dengan konsep berupa dokumentasi dan catatan perjalanan menyusuri kawasan tersebut. Kontennya akan berupa peninggalan budaya dan jejak sejarah yang terdapat di kawasan tersebut.
4.1.2.1.2 Evaluating and Organizing
Strategi dalam mengorganisasi konten termasuk dalam menyeleksi materi kedalam bagian-bagian yang telah diatur yang satu sama lain saling terhubung;
1. Sesuai jenis/macam yang sama,
2. Mulai dari bagian kecil hingga keseluruhan, 3. Sesuai tingkat kerumitan materi,
4. Secara kronologis, atau
5. Relevansinya. (Timothy Samara, 2005:20)
Publikasi buku ‘Pecinan Semarang: Sepenggal Kisah, Sebuah Perjalanan’ mem-break down kebudayaan kawasan Pecinan menjadi beberapa 9 bagian sesuai dengan gang-gang dan jalan-jalan di kawasan tersebut. Terdapat 10 bab, 9 bab yaitu gang dan jalan dengan situs wisata yang menarik, yaitu Gang Warung, Gang Lombok, Gang Pinggir, Jalan
Wotgandul, Gang Baru, Gang Cilik, Gang Gambiran, Jalan Petudungan, dan Jalan Sebandaran serta satu bab terakhir berisi hal-hal menarik di gang-gang lainnya selain 9 gang yang telah disebutkan.
4.1.2.1.3 The Many Form of Content
Konten dalam publikasi tidak hanya terbatas dalam penulisan saja. Gambar, warna, dan type (visual support for the writing) dapat juga disebut konten. Ketika ide, dengan kaitannya dengan gambar (documentary representation of experience) dengan mudah dijelaskan, bukan hanya apa yang terlihat dari gambar tersebut, tetapi bagaimana sebuah gambar itu sendiri dapat bercerita. (Timothy Samara, 2005:22)
Dalam buku ‘Pecinan Semarang: Sepenggal Kisah, Sebuah Perjalanan’ gambar atau fotografi menjadi salah satu bentuk dari konten yang dapat mendukung copy dan mampu menceritakan keseluruhan pengalaman dalam menyusuri Pecinan di Semarang.
4.1.2.1.4 Color as Communication
Sedikit visual stimuli yang sekuat warna, hal ini terkait erat dengan sesuatu yang natural sehingga warna adalah alat komunikasi yang sangat berguna. Tetapi karena hasil warna dari transmisi gelombang cahaya yang dipantulkan melalui organ yang tidak sempurna yaitu mata, dan penerjemah yang tidak sempurna yaitu otak, maka makna yang disampaikannya juga sangat subjektif. Dengan kata lain, melalui mekanisme persepsi warna yang bersifat universal diantara manusia, apa yang kita lakukan dengan sekali kita melihat itu adalah hal yang lain sama sekali. Perbedaan budaya dan pengalaman individu mempengaruhi penafsiran seseorang tentang pesan warna. Sebagai hasilnya, warna, seperti teks dan gambar, adalah konten yang efektif dan karenanya harus diatasi ketika merancang suatu publikasi. (Timothy Samara, 2005:26)
Pemilihan warna yang digunakan sesuai dengan target yang dituju, akan menggunakan warna-warna yang lebih pekat/vivid, karna ditujukan untuk kaum menengah ke atas dengan range umur yang termasuk young adult hingga dewasa. Warna juga akan disesuaikan dengan warna-warna yang dapat mewakili kepribadian Pecinan yang memberikan kesan ke-Cinaan, tradisional, dan dekat dengan masyarakat.
Berikut beberapa pilihan warna yang sesuai:
1. Merah, sesuai dengan api, melambangkan keberuntungan dan sukacita. Orang-orang Cina, baik kuno dan modern, menghargai warna merah. Warna merah melambangkan keberuntungan. Merah merupakan warna tradisional simbolis kebahagiaan.
2. Kuning / Emas, kuning, sesuai dengan bumi, dianggap warna yang paling indah. Pepatah Cina mengatakan, "Kuning menghasilkan Yin dan Yang," hal ini berarti bahwa kuning adalah pusat dari segala sesuatu. Kuning adalah warna untuk kaisar. Terkait dengan peringkat atas kuning menandakan netralitas juga keberuntungan. 3. Warna cokelat diasosiasikan sebagai warna yang
menenangkan, dan diasosiasikan sebagai warna bumi, sehat, dan natural. Warna coklat dapat memberikan unsur tradisional, menambahkan muatan lokal pada warna-warna ke-Cinaan diatas.
(http://kebajikandalamkehidupan.blogspot.com/2011/07/ warna-dalam-budaya-cina.html, 2011)
4.1.2.1.5 Type as Visual Concept
Saat mendesain untuk publikasi, salah satu area fokus yang paling besar adalah pada tipografi. Untuk tujuan yang bersifat fungsional, desainer harus memperhatikan keterbacaan, hirarki, dan kejelasan dalam menyampaikan informasi verbal. Namun, tipografi juga membawa pesan non-verbal. Dalam memilih jenis huruf, dan menyesuaikannya dengan gambar. Pemilihan jenis huruf yang mampu menyuarakan konten yang dengan posisi dan cara yang spesifik agar audience mampu mengasosiasikannya secara langsung. (Timothy Samara, 2005:30)
Dalam buku ‘Pecinan Semarang: Sepenggal Kisah, Sebuah Perjalanan’ pemilihan type untuk headline atau title adalah personalised type dari kaligrafi Cina, untuk memberikan efek natural dan otentik. Sedangkan untuk body text menggunakan huruf san- serif untuk menyisipkan kesan modern untuk keseluruhan tampilan dan huruf serif untuk muatan sejarah yang memberikan kesan historis.
4.1.2.2 Reading
: Tipografi dalam publikasi. 4.1.2.2.1 Crafting Extended Text
Membuat teks yang nyaman dibaca membutuhkan keterlibatan lebih dari designer dibandingkan dengan tipografi dalam poster atau sejenisnya. Informasi yang kompleks yang harus disampaikan dalam publikasi membutuhkan pengaturan hirarki yang juga tidak sederhana dari elemen navigasi seperti headlines, subheads, and lainnya. Namun yang terpenting adalah kejelasan visual dari running text, dan bagaimana mengaitkannya diantara halaman-halaman publikasi yang akan dibuat. (Timothy Samara, 2005:35)
Buku ‘Pecinan Semarang: Sepenggal Kisah, Sebuah Perjalanan’ akan memperhatikan keterbacaan dan kejelasan text sesuai hubungannya dengan halaman satu ke halaman lain.
4.1.2.2.2 Typographic Detail
Biasanya, jenis crafting pada tipografi dalam sebuah halaman ditambah dengan elemen lainnya terlihat gaya dalam layout terlihat terjadi tanpa disadari. Padahal, pengaturan simbol, alignment dari subjudul dan teks di seluruh paragraf adalah sama, jika tidak, penting untuk memastikan kemudahan keterbacaannya. Ini diasumsikan dengan huruf dan wordspacing, bahwa pengaturan jarak karakter ini dan tak perlu dievaluasi. Ini jarang sekali benar. Mengetahui aturan-aturan dasar untuk pengaturan teks yang jelas membuat desainer terus waspada untuk mengatur masalah jarak potensial dan membantu meningkatkan tampilan dan pembacaan running text. (Timothy Samara, 2005:42)
4.1.2.2.3 Compositing Text in Space
Desainer harus memikirkan bagaimana mengatur jarak spasi pada setiap halaman dalam publikasi. Bentuk dari text bloks, bagimana garis-garis teks sejajar dengan berurutan, kontras antar elemen, dan negatif space disekitar teks, semuanya agar menghasilkan layout yang dapat meningkatkan keterbacaan dan kualitas tampilan visualnya. (Timothy Samara, 2005:46)
4.1.2.2.4 Developing Infornational Hierarchy
Informasi harus memiliki urutan yang mengarahkan pembaca. Urutan ini disebut informasi hirarki. Hirarki diurutkan berdasarkan tingkat kepentingan informasi. Kepentingan berarti bagian yang harus dibaca terlebih dahulu, lalu kedua, ketiga, dan selanjutnya. Dapat juga mengacu pada perbedaan fungsi diantara beberapa bagian, seperti running text dengan elemen lainnya seperti judul, sub judul, caption, dan lain-lain. (Timothy Samara, 2005:54)
4.1.2.3 Building
: Struktur dan integrasi.
4.1.2.3.1 Message Meets Material
Pesan telah ditentukan, dan telah terdapat konsep yang mendukung pesan tersebut. Dan ada cara untuk menyusun konsep tersebut untuk menyampaikan pesan dengan ruang yang tersedia. Ruang dimana seluruh variabel bersatu, halaman kosong dari medum cetak: format. Format dihubungkan dengan proposi dari sebuah halaman. Format memerankan peranan yang cukup penting dalam menciptakan experience dalam publikasi; ukuran, bentuk, dan bagaimana pembaca merasakannya. (Timothy Samara, 2005:61)
Format persegi menunjukan neutral space tanpa ketegangan. Vertikal format mencerminkan tubuh manusia, menghasilkan upward visual yang tense dan aktif. Sedangkan horizontal format menenangkan, mencerminkan pemandangan, tapi kurang dinamis dan membuat gerakan melihat kekanan dan kekiri. (Timothy Samara, 2005:62) Buku ‘Pecinan Semarang: Sepenggal Kisah, Sebuah Perjalanan’ akan menggunakan vertikal format dengan tinggi 20 cm dan lebar 15.5 cm.
4.1.2.3.2 The Systematic Nature of Publications
Publikasi memaksa desainer untuk mempertimbangkan variabel di luar dari komposisi dasar. Crafting teks yang dapat dibaca untuk single format halaman tidak selalu memecahkan masalah spasial dan hirarkis untuk halaman spreads. Desainer dihadapkan dengan headline atau judul panjang yang berbeda; artikel sepanjang satu halaman, dua halaman, atau enam halaman. Beberapa konten akan ditampilkan dengan gambar dan sebagian lagi tidak.
(Timothy Samara, 2005:64)
4.1.2.3.3 The Grid System
Setiap pekerjaan desain terkait dengan penyelesaian masalah, baik itu secara visual dan level organisasional. Gambar, teks, headlines, seluruh elemen ini harus dapat bersatu untuk dapat berkomunikasi. Grid adalah sebuah pendekatan untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satu grid mungkin loose dan organik; yang lainnya mungkin ketat dan mekanikal. Grid berfungsi untuk dapat menyelesaikan masalah komunikasi yang komplek. Keuntungan dari bekerja menggunakan grid adalah terciptanya clarity, efficiency, economy, dan continuity. (Timothy Samara, 2005:68)
Dalam Buku ‘Pecinan Semarang: Sepenggal Kisah, Sebuah Perjalanan’ grid system yang digunakan adalah two colomn grid untuk memberikan kesan rapi, teratur dan jelas. One coloumn grid digunakan di beberapa halaman dan chapter opener untuk menghindari kesan monoton.
4.1.2.3.4 Visual Relationship Between Words and Pictures
Menghasilkan type yang dapat berinteraksi dengan gambar adalah masalah yang cukup serius bagi banyak desainer. Gambar memiliki komposisi gelap dan terang, dimensi dan volum, kontur, ruang kosong dan terisi, dan memiliki susunan dengan urutan tertentu. Type memiliki hal yang sama, komposisi gelap dan terang, dimensi dan volum, kontur adan irama dalam ruang kosong dan terisi, susunan dengan urutan tertentu. Tugas kita adalah menemukan atribut yang sama tersebut. (Timothy Samara, 2005:78)
4.1.2.3.5 Sequencing and Pacing: Creating Flow among Pages Pacing didalam publikasi adalah pertimbangan yang penting bagi desainer. Pacing dapat diartikan sebagai sebuah visual rhytm, irama atau timing yang diterima pembaca dari halaman per halaman, hampir seperti menyaksikan sebuah film. Membuat irama yang bervariasi, dari pelan ke cepat, dari yang statis menjadi dinamis. Setiap projek berbeda, jadi cara desainer dalam melakukan pacing juga tidak terbatas. Namun terdapat dua pacing strategi, yaitu terfokus pada variasi strukturnya atau menyesuaikan dengan penyajian kontennya. (Timothy Samara, 2005:82)
Dalam Buku ‘Pecinan Semarang: Sepenggal Kisah, Sebuah Perjalanan’ alur dari susunan konten akan dipertimbangkan agar menimbulkan experience seperti benar-benar menjelajahi kawasan tersebut.
4.1.2.3.6 Dressing the Packages
Bagian terluar dari sebuah publikasi adalah komponen yang sangat penting, karena memberikan kesan pertama dari keseluruhan komunikasi yang akan diterima oleh audience. Sebagai contoh, pada majalah, cover adalah alat untuk menyampaikan informasi mengenai konten spesifik dalam edisi tersebut sebagai cara untuk menambah daya tarik dan mempengaruhi audience untuk membelinya. (Timothy Samara, 2005:86)
Buku ‘Pecinan Semarang: Sepenggal Kisah, Sebuah Perjalanan’ akan menggunakan cloth cover berwarna merah yang diharapkan akan menarik perhatian pembaca.
4.1.3 Teori Layout
Menurut Surianto Rustan, S.sn dalam bukunya “Layout dasar & penerapannya”, layout pada dasarnya dapat dijabarkan sebagai tataletak elemen-elemen desain terhadap suaru bidang dalam media tertentu untuk mendukung konsep/ pesan yang dibawanya. Me-layout adalah suatu proses atau tahapan kerja dalam desain. Dapat dikatakan bahwa desain merupakan arsiteknya, sedangkan layout adalah pekerjaannya. Namun definisi layout dalam perkembangannya sudah sangat meluas dan melebur dengan definisi desain itu sendiri, sehingga banyak yang mengatakan bahwa me-layout itu sama dengan mendesain. (Surianto Rustan, 2008:0)
4.1.4 Teori Fotografi
Fotografi adalah proses melukis atau menulis dengan menggunakan media cahaya. Sebagai istilah umum fotografi berarti proses atau metode menghasilkan gambar atau foto dari sebuah objek dengan mereka pantulan cahaya yang mengenai objek tersebut pada media peka cahaya.
Dikarenakan hal itulah buku ini akan menggunakan fotografi karena dianggap dapat menghadirkan atmosfir dari Pecinan dengan lebih efektif. Pembaca dapat merasakan suasana yang ada di tiap pasar melalui gambaran yang riil. Ada beberapa jenis fotografi, salah satunya adalah fotografi junalistik. Fotografi jurnalistik jelas berbeda dengan bidang fotografi lainnya. Ada beberapa elemen yang harus dipenuhi dalam sebuah foto untuk bisa
dikategorikan sebagai foto jurnalistik. Foto jurnalistik adalah bagian dari dunia jurnalistik yang menggunakan bahasa visual untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat luas dan tetap terikat kode etik jurnalistik. Foto jurnalistik bukan sekadar jeprat-jepret semata. Ada etika yang selalu dijunjung tinggi, ada pesan dan berita yang ingin disampaikan, ada batasan batasan yang tidak boleh dilanggar, dan ada momentum yang harus ditampilkan dalam sebuah frame. Hal terpenting dari fotografi jurnalistik adalah nilai-nilai kejujuran yang selalu didasarkan pada fakta obyektif semata. (M. Zarqoni Maksum, www.antarafoto.com, 2010.)
Kategori Foto Jurnalistik : 1. Foto headshot dan potrait
Foto orang untuk menguatkan berita atau memberitahu pembaca wajah seseorang.
2. Foto features
Jenis foto yang tidak terpengaruh oleh waktu 3. Foto ilustrasi
Sebuah foto ilustrasi sama artinya dengan gambar ilustrasi yang dibuat dengan ilustrasi tangan.
Tehnik fotografi yang digunakan dalam buku ‘Pecinan Semarang: Sepenggal Kisah, Sebuah Perjalanan’ adalah foto jurnalistik. Foto jurnalistik dianggap sesuai untuk buku ini karena ada pesan yang ingin disampaikan melalui buku. Foto yang ditampilkan dimaksudkan untuk memberikan gambaran pada pembaca mengenai pengalaman menjelajahi Pecinan di Semarang.
4.1.5 Teori Iconic Representation
Menurut buku “Universal Principles of Design”, iconic representation adalah penggunaan gambar untuk membuat tindakan, objek, dan konsep agar lebih mudah untuk ditemukan, dikenali, dipelajari, dan diingat. Iconic representation digunakan dalam signage, display komputer, dan control panel. Mereka dapat digunakan untuk identifikasi (logo perusahaan), berfungsi sebagai space-efficient alternatif untuk teks (tanda-tanda jalan), atau untuk menarik perhatian dalam suatu tampilan. Ada empat jenis iconic representation: similar, example, symbolic, and arbitrary.
Similar icons menggunakan gambar yang secara visual memiliki kesamaan dengan tindakan, objek, atau konsep. Hal ini yang paling efektif dalam mewakili tindakan objek, atau konsep yang sederhana, dan kurang efektif bila kompleksitasnya meningkat.
Example icons menggunakan ikon gambar yang memberikan contoh atau yang umumnya terkait dengan tindakan, objek, atau konsep. Mereka sangat efektif dalam mewakili tindakan, objek, atau konsep yang kompleks. Sebagai
contoh, suatu tanda yang menunjukkan lokasi dari bandara menggunakan gambar dari pesawat, bukan gambar yang mewakili bandara.
Symbolic icons menggunakan gambar yang mewakili suatu tindakan, objek, atau konsep yang lebih tinggi pada tingkat abstraksi. Sebagai contoh, kontrol pintu kunci pada pintu mobil menggunakan gambar gembok untuk menunjukkan fungsinya, meskipun gembok tidak terlihat seperti kontrol sebenarnya.
Arbitrary icons menggunakan gambar yang paling sedikit hubungannya atau tidak berhubungan dengan tindakan, objek, atau konsep, namun, hubungannya harus dipelajari. Umumnya, arbitrary icons hanya digunakan ketika mengembangkan standar lintas budaya atau industri yang akan digunakan untuk jangka waktu yang lama. Ini memberikan orang eksposur yang cukup untuk menjadikan ikon tersebut sebuah perangkat komunikasi yang efektif. Misalnya, ikon untuk radiasi harus dipelajari, karena tidak ada gambar intrinsik pada gambar yang menunjukkan radiasi. (Lidwell, Holden, Bulter, 2010: 132)
Dalam buku ‘Pecinan Semarang: Sepenggal Kisah, Sebuah Perjalanan’ Iconic representation akan digunakan untuk mewakili pembagian setiap section di dalam buku.
Ikon akan digunakan sebagai navigasi untuk mempermudah pembacaan buku ini. Jenis example icons akan digunakan untuk mewakili pembagian bab-bab dalam buku ini, seperti wisata religi diwakili oleh klenteng, dan wisata sejarah diwakili dengan perkamen kuno.
4.2 Strategi Kreatif
Strategi kreatif yang akan digunakan adalah sebagai berikut : 4.2.1 Fakta kunci
1. Kawasan Pecinan Semarang menyimpan sejuta kisah kekayaan dan potensi wisata budaya dan sejarah yang menjanjikan.
2. Kawasan pecinan di Semarang dapat memiliki selling point karena
wilayah ini termasuk salah satu pemukiman Tionghoa yang tertua di Indonesia.
3. Pecinan Semarang sangat kental dengan budaya Tionghoa, terdapat sembilan klenteng yang masing-masing mempunyai keistimewaan sendiri.
4. Selama ini kawasan ini belum dianggap sebagai obyek pariwisata yang potensial.
4.2.2 Masalah Desain
Bagaimana menampilkan visual yang dapat menggambarkan dan menceritakan perjalanan menjelajahi Pecinan di Semarang yang bisa didapatkan pembaca bila berkunjung ke kawasan tersebut.
4.2.3 Tujuan Desain
Mengajak masyarakat untuk mengenal budaya khas pecinan serta mengetahui hal-hal unik dan menarik lainnya yang dapat ditemui di Pecinan Semarang, sehingga pembaca tertarik untuk mengalaminya sendiri secara langsung.
Proses komunikasi yang ingin dituju adalah AIDA : Attention, Interest, Desire, Action.
1. Attention
Menarik perhatian masyarakat untuk membeli buku ‘Pecinan Semarang: Sepenggal Kisah, Sebuah Perjalanan’
2. Interest
Menarik minat pembaca untuk membaca dan mengetahui mengenai keunikan kawasan Pecinan di Semarang
3. Desire
Membangkitkan emosi pembaca untuk ikut merasakan pengalaman menjelajahi kawasan Pecinan di Semarang, mengetahui dan mempelajari budaya dan sejarah dan menikmati keunikan budaya disetiap halamannya. 4. Action
Membangkitkan hasrat pembaca untuk mengalami secara langsung pengalaman menyusuri Pecinan di Semarang. Dengan membaca buku ini pembaca diharapkan tertarik untuk datang berwisata ke Semarang dan menyusuri dan menikmati kawasan Pecinan secara langsung.
4.2.4 Manfaat
Keuntungan fungsional
Menjadi panduan wisata budaya dan sejarah bagi masyarakat mengenai keunikan-keunikan yang bisa ditemukan di Pecinan Semarang dan menambah literatur mengenai Pecinan Semarang.
Keuntungan emosional
Menghadirkan suasana dan pengalaman yang akan didapatkan pembaca bila berkunjung dan menjelajahi Pecinan Semarang.
4.2.5 Sasaran Komunikasi Geografis
• Tinggal di daerah perkotaan
• Wilayah kota-kota besar di Indonesia Demografis
• Jenis kelamin pria dan wanita • Usia 20 - 40 tahun
• Status ekonomi atas dan menengah (A-B) Psikografis
Secara lebih lanjut memiliki kepribadian sebagai berikut : • Menyukai kegiatan wisata/ travelling
• Tertarik pada hal-hal yang berhubungan dengan sejarah dan budaya • Hidup di zaman modern namun memiliki kecintaan pada warisan budaya
Indonesia
• Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi
• Menyukai menemukan dan menjelajahi tempat baru • Mengapresiasi seni dan kerajinan tangan
• Menyukai hal-hal yang otentik dan antik • Berwawasan luas
• Tertarik dengan fotografi
• Kolektor barang – barang tertentu
• Menyukai tempat-tempat berbelanja seperti, Alun-alun Indonesia
• Memilih tempat perbelanjaan seperti Plaza Indonesia, Grand Indonesia, Senayan City, Pondok Indah Mall
• Membeli buku di toko buku Aksara, Kinokuniya atau Periplus • Melihat pertunjukan, seperti Java Jazz
• Menghabiskan waktu luang dengan bersantai di café, seperti Starbuck 4.2.6 Pesan utama
Pecinan Semarang adalah sebuah kawasan yang kaya akan nilai budaya dan sejarah, keunikan tersebut begitu menarik dan dapat dijadikan pengalaman berwisata yang berbeda di Kota Semarang.
4.2.7 Kata Kunci 1. Experience 2. Storytelling 3. Kultural 4. Historis 4.2.8 Positioning
Satu-satunya buku mengenai Pecinan di Semarang yang mampu menghadirkan pengalaman wisata budaya dan sejarah mengenai Pecinan,
beserta keunikan dan keistimewaanya. 4.2.9 Big Idea
‘Pecinan Semarang: Sepenggal Kisah, Sebuah Perjalanan’
4.3 Strategi Verbal
Gaya bahasa dalam ‘Pecinan Semarang: Sepenggal Kisah, Sebuah Perjalanan’ menggunakan bahasa yang ringan dan santai disertai catatan subyektivitas Anastasia Dwirahmi sebagai penulis dan pengamat, namun disertai juga dengan penjelasan sejarah-sejarah singkat, pengetahuan budaya, dan informasi-informasi wisata seputar Pecinan Semarang. Pengunaan bahasa yang masih baku namun tetap santai, sedikit puitis serta selipan-selipan metafora dan personifikasi atau sedikit simbolisasi yang menggugah sisi emosional pembaca.
4.4 Strategi Visual
4.4.1 Looks, Mood, Tone and Manner 1. Simpel, intim
2. Unik, artistic, dan eksotik
3. Ekspresif imajinatif, otentik, dan antik 4. Elemen khas budaya Cina Tionghoa
Unsur-unsur desain yang dipilih dalam pembuatan ulang buku ini adalah:
1. Penggunaan icon untuk setiap bab dalam buku, hal ini untuk memperjelas dan memudahkan sistem navigasi pembacaan buku ini. Terdapat 9 icon untuk 9 chapter. Selain itu terdapat 4 icon untuk informasi wisata, wisata sejarah, wisata seni budaya, wisata kuliner, dan wisata religi. Gaya icon sendiri terinspirasi dari chinese stamp atau seal carving.
2. Skema warna menggunakan simbolisme warna yang memadukan warna khas budaya Tionghoa dengan sentuhan lokal.
Warna khas yang digunakan seperti Merah, dan Kuning kuat akan nuansa Tionghoa, untuk mengimbanginya di butuhkan warna-warna yang alami seperti Coklat dan Coklat Muda untuk tetap memberikan kesan tradisional Indonesia, karena Pecinan terbentuk oleh dua kebudayaan yaitu, Cina dan Pribumi. Warna-warna Earthy untuk mengeluarkan kesan antik dan otentik, namun tetap simpel dan intim, sedangkan warna-warna khas Tionghoa untuk membawa kesan unik, artistic dan eksotik.
3. Tipografi decorative dalam penulisan headline dan chapter .Pemilihan type adalah personalised type dari tulisan kaligrafi Cina, untuk menghasilkan efek natural, otentik, juga unik dan artistik.
4. Tipografi sans-serif untuk bodytext sebagai perlakuan modern terhadap pembaca. 5. Fotografi jurnalistik dengan sudut pandang natural sehingga terasa dekat dengan
pembaca.
6. Layout dan grid yang terstruktur dengan susunan hirarki yang kuat namun tetap fleksibel.
Dalam Buku ‘Pecinan Semarang: Sepenggal Kisah, Sebuah Perjalanan’ layout dan grid system yang digunakan adalah two colomn grid dan one coloumn grid untuk memberikan kesan layout yang rapi, teratur dan jelas.
7. Elemen desain khas Cina, untuk mempertahankan ke eksotisan budaya khas Tionghoa. Elemen yang digunakan terinspirasi dari lingkaran Zen dalam teknik kaligrafi Cina.
4.5 Pemilihan Item
Item-item yang akan digunakan antara lain:
1. Buku, meliputi desain jaket buku, halaman sampul dan halaman isi. Ukuran : 20 x 15.5 cm
Tebal : 3 cm Warna : Full color Cover : Softcover
Penjualan : Aksara, Alun-Alun Indonesia, Kinokuniya, Periplus, TGA Bookstore 2. Peta Kawasan Pecinan
Peta ini merupakan peta lipat yang berisi peta wisata dengan informasi wisata, peta ini akan diselipkan dalam kemasan buku.
3. Packaging (Collector Edition)
Berupa package lengkap berupa edisi kolektor yang berisi buku ‘Pecinan Semarang: Sepenggal Kisah, Sebuah Perjalanan’, 9 chinese stamp style-chapter icon, satu seri postcard, bookmark, dan wordcard/ greeting card. Edisi ini hanya diterbitkan terbatas.
4. Poster promosi buku
Poster untuk mempromosikan buku ‘Pecinan Semarang: Sepenggal Kisah, Sebuah Perjalanan’.
5. X-banner promosi buku
X-banner untuk mempromosikan buku ‘Pecinan Semarang: Sepenggal Kisah, Sebuah Perjalanan’ yang diletakan di berbagai toko buku yang menyediakan buku ini.
Pembatas buku dapat menjadi sebuah item yang memiliki nilai guna yang lama, dan mempunyai kesempatan untuk dilihat berulang-ulang.
7. Seri Post Card
Post card (kartu pos) adalah salah satu media yang dapat menunjang promosi buku ini, sekalipun telah kehilangan fungsinya, post card tetap menjadi item menarik terutama bagi kolektor.
8. Seri Word Card / Greeting Card
Word Card berupa kartu bergambar di satu sisi, yang di sisi lainnya dapat ditulis. Dapat berfungsi untuk menulis pesan atau ucapan. Kartu ini akan berisi foto-foto menarik seputar Pecinan Semarang. Word Card ini dapat dijadikan sebagai sovenir.
9. Seri Chinese Stamp Style- Chapter Icon
Stempel kayu yang berisi 9 ikon dari 9 chapter dari buku ‘Pecinan Semarang: Sepenggal Kisah, Sebuah Perjalanan’. Stempel ini digunakan sebagai souvenir untuk melengkapi Collector Edition untuk menambah kesan experience dari keseluruhan buku.