• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta. Candhuk 1 Oleh : Risca Putri Wulandari 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta. Candhuk 1 Oleh : Risca Putri Wulandari 2"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1 Candhuk1

Oleh : Risca Putri Wulandari2

Abstrak

Nenek merupakan salah satu orang yang memiliki kasih sayang lebih terhadap cucu dan anak-anaknya. Beliau sumber ilmu dan pengetahuan awal bagi cucu untuk melangkah melihat dunia luar selain orang tua. Beliau mengenalkan banyak cara, sifat dan sikap dalam menghadapi keberagaman hidup di bumi ini. Hidup disiplin selalu nenek tanamkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti membersihkan rumah dan melaksanakan sholat tepat pada waktunya. Mereka banyak menghabiskan waktu untuk bersama di pawon (dapur) sekaligus melakukan banyak aktivitas. Pawon menjadi tempat yang memiliki banyak cerita tentang kedekatan penata dengan nenek, kisah sedih, canda tawa banyak nenek lontarkan di tempat tersebut. Berada di pawon senantiasa membangkitkan kerinduan, dan mengingatkan tentang nenek serta masa kecil bersamanya.

Nenek memberikan inspirasi untuk membuat sebuah karya tari yang berbicara tentang kemistri batin seorang cucu dengan nenek yang sampai sekarang masih sangat terasa di dalam hati dan kerinduan cucu terhadap neneknya yang telah meninggal dunia. Nenek meninggal dunia tanpa meninggalkan pesan apapun ketika cucu sedang pergi untuk bersekolah. Kegelisahan batin atas penyesalan dan kerinduan ini harus diantisipasi agar tidak memudarkan semangat. Penyesalan karena belum bisa membahagiakan nenek ketika masih sehat. Kerinduan ini diciptakan untuk menunjukkan bagaimana keteguhan seorang cucu dalam menghadapi hidup tanpa adanya nenek disampingnya dan hanya sekedar ilmu kebiasaan yang ditinggalkan nenek untuk cucunya menjadikan motivasi untuk tetap melangkah maju dan tegar menghadapinya.

Karya tari yang berjudul “CANDHUK” merupakan koreografi kelompok dengan tujuh penari perempuan. Kostum untuk karya ini menggunakan kaos ketat,

1 Karya tari Tugas Akhir, Pembimbing I & II: Drs. Gandung Djatmiko, M.Pd dan Dra.

Erlina Pantja S, M.Hum

2 Alumnus Jurusan Tari Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta

(2)

2

rompi, celana pendek dan panjang, jarik, dan kebaya dengan lurik corak dengklung. Musik yang digunakan pada karya tari ini adalah live music bertujuan agar suasana yang dihadirkan lebih bernyawa dengan konsep musik lirihan dengan instrumen gamelan Jawa. Unsur dramatik dihadirkan untuk memberikan warna dalam menyampaikan kerinduan dan kemistri batin dari gerak keseharian nenek saat masih sehat dan penata saat masih kanak-kanak sampai dewasa. “CANDHUK” merupakan wujud dedikasi untuk nenek tercinta.

Kata Kunci : Nenek, Kemistri, Jawa.

Abstract

A grandmother is a person who has a huge love for her children and grandchildren. A grandmother is a person who has a perspective of life and the source of the early knowledge and guidance after the parents. She introduces so many ways, characteristics, and behaviors in facing the diversity of every creature of life in this world. Discipline is one of the value that she always taught us about in a daily life, for example, to do a house cleaning and sholat on the time we should do it. Grandmothers spent their times to be together with their grandchildren most often in the pawon (kitchen) while they are doing many activities. Pawon becomes a place that owned many stories related to how close the choreographer with her grandmother. There are sad stories and laughter that reminds her of her childhood with her grandmother.

A grandmother inspires the choreographer to create a dance choreography to tell a story of how deep the chemistry between a grandchild and her grandmother that long last until the day this choreography is made even if the grandmother has passed away. Her grandmother left forever without any words when her grandchild was studying at school. The restlessness due to the regret to cope to make sure that the passion is not gone. The regret the feeling that she has not made her grandmother happy yet when she is still alive. This longing is made to express how persistent the grandchild in living her life without her grandmother and keeping what her grandmother has taught during her life motivate her to keep moving.

(3)

3

This choreography with the title “CANDHUK” is a group choreography with seven female dancers. The costumes are a tight shirt, vest, both short and long pants, jarik (a traditional Javanese fabric), and also kebaya with lurik dengklung features. The music is made live with gamelan (a Javanese instrument) to establish a dramatic atmosphere to express how the grandchild misses the grandmother and how strong the bond of the chemistry between two of them. “CANDHUK” is a form of dedication to the beloved grandmother.

Keywords: Grandmother, Chemistry, Javanese.

I. PENDAHULUAN

Nenek adalah sumber kasih sayang. Nenek dapat mencurahkan kasih sayang tanpa batas kepada cucunya. Kasih sayang yang diungkapkan dalam bentuk dan cara yang berbeda-beda dan terkadang tidak semua cucu dapat perlakuan yang sama dari neneknya. Ketulusan cinta dan kasih sayang seorang nenek terlihat dari kedekatan hubungan batin dengan anak-anaknya. Cinta kasih yang dicurahkan anak-anaknya tidak ada batasan dan tidak pernah membeda-bedakan anak satu dengan lainnya, sehingga membuat nenek sangat dicintai oleh anak-anaknya.

Wujud kasih sayang yang diberikan oleh kedua orang tua dan seorang nenek akan sangat berbeda. Orang tua adalah keluarga kecil yang akan menuntun anak dengan dunia luar. Perkembangan dini seorang anak akan terus diperhatikan meskipun tidak selalu bersama. Berbeda dengan nenek yang memiliki banyak alasan untuk memberikan kasih sayang lebih untuk cucunya. Terkadang kasih sayang yang diberikan tidak selalu berwujud dalam pemberian benda, tetapi beliau juga mengajarkan cucunya untuk hidup sederhana. Nenek menanamkan sikap mandiri dan disiplin tinggi pada semua cucu. Wujud kasih sayang tidak secara langsung diperlihatkan, tetapi kasih sayang yang diberikan sebenarnya melalui tanggungjawab yang diberikan.

Nenek mempunyai tujuh orang anak, tiga laki-laki dan empat perempuan. Tetapi sekarang laki-lakinya tinggal dua karena yang satu sudah meninggal ketika berada di dalam kandungan. Keenam anaknya memiliki sifat dan karakter yang berbeda-beda. Namun demikian, terdapat kesamaan sifat yang ada dalam diri

(4)

4

mereka masing-masing, yaitu selalu rendah hati dan dalam kesederhanaan. Untuk menghidupi keenam anaknya, nenek bekerja keras dan membanting tulang demi anak-anaknya, setiap hari beliau mengayuh sepeda tuanya dari rumah sampai Pasar Beringharjo untuk berjualan lempeng gendar. Sepulangnya dari pasar, beliau tidak langsung istirahat tetapi menjadi buruh kepada tetangga bila ada yang membutuhkan jasa beliau. Kegiatan tersebut beliau lakukan selama berpuluh-puluh tahun, merasakan manis dan pahitnya kehidupan. Nenek menjadi tulang punggung keluarga dan membesarkan keenam anaknya sendirian setelah ditinggal suami kembali disisi Allah SWT pada tahun 1948. Namun setelah fisiknya menurun, beliau sudah tidak lagi berjualan lempeng gendar tetapi menjadi buruh di sawah orang lain. Pekerjaan apapun beliau lakukan dengan keikhlasan dan tanpa mengeluh sedikitpun.

Nenek juga dikenal sebagai orang yang sabar, penyayang, suka berbagi dengan orang lain, lembut, disiplin, jujur, tenang, tidak pernah marah dan penuh dengan kesederhanaan dalam kehidupan sehari-hari. Sifat baiknya tidak hanya dikenal dalam keluarga saja, tetapi sudah dikenal di lingkungan masyarakat desa tempat tinggalnya. Teman seperjuangan nenek mengatakan bahwa, “Nenek orangnya prigel (cekatan), rendah hati, suka berbagi kepada orang-orang kampung ketika memiliki rejeki lebih, memiliki keinginan tinggi untuk membesarkan anak-anaknya walaupun tanpa bantuan dari seorang suami”.3 Prigel dan suka berbagi

kepada sesama adalah bentuk kasih sayang nenek kepada orang-orang tercintanya. Prigel dalam pekerjaan membuat beliau mampu membahagiakan anak cucunya sesuai dengan keinginan beliau. Tidak pernah mengeluh dengan hasil yang didapat membuat nenek selalu mengucapkan syukur atas rejeki yang diterima hari itu. Sifat suka berbagi beliau dengan orang lain ditanamkan juga dihati anak dan cucunya. Semboyan nenek “Walaupun kita mempunyai sedikit rejeki, apabila ada orang yang lebih membutuhkan daripada kita, janganlah berfikir dua kali untuk ikhlas membantunya karena rejeki akan terus berjalan dan akan ada jalan lain untuk meraihnya”. Sikap prigel ditanamkan nenek dengan cara mengajak berbelanja ke Pasar Kepek sekaligus melihat kegigihan penjual dalam menjajakan

3 Wawancara dengan Mbah Minar, Petani, 30 Mei 2016.

(5)

5

dagangannya setiap hari. Tanpa melihat usia baik itu usia muda sampai tua di dalam pasar tersebut, bahkan dari pagi setelah subuh sampai sore mereka berada di pasar itu. Tanpa mengenal lelah, setiap ada pembeli lewat mereka selalu menawarkan barang dagangan. Hal tersebut yang dapat membuatnya untuk selalu bersyukur dengan kesederhanaan yang dibangun dalam keluarga kecil bersama nenek.

Dahulu, pekerjaan nenek adalah sebagai penjual lempeng gendar di Pasar Beringharjo. Beliau menjual barang dagangannya menggunakan sepeda tua dengan kronjot yang berisikan banyak lempeng gendar. Kegiatan ini beliau lakukan selama berpuluh-puluh tahun dan berhenti pada tahun 1994. Berhenti karena keadaan fisik beliau yang sudah semakin tua untuk berjualan lagi. Setelah berhenti, beliau melanjutkan bekerja dengan menjadi buruh sawah tetangga untuk ditanami padi setiap musimnya. Kegiatan menjadi buruh beliau lakukan selama 8 tahun. Dari anak-anak sampai dewasa berada di pangkuan nenek merupakan wujud kasih sayang seorang cucu selain untuk menemani beliau di rumah. Banyak kegiatan dan ilmu yang didapat dari seorang nenek, sehingga nenek memiliki ruang tersendiri dihati. Ruang yang sangat indah untuk persinggahan semua memori dengan nenek. Banyak cerita canda tawa yang didapatkan ketika nenek masih dalam keadaan sehat. Apalagi sifat dan karakter hanya nenek yang bisa memahami.

Suatu ketika, mereka menghadiri acara pernikahan cucu pertamanya. Nenek harus tidur disana, sedangkan penata tari tidak mau diajak tidur disana. Setelah merasakan bosan dengan keadaan disana, diajaklah nenek untuk pulang kerumah dan beristirahat dirumah padahal waktu itu nenek sedang mengiris wortel untuk dimasak. Dengan keadaan memaksa dan menangis akhirnya nenek mau untuk diajak pulang. Pada saat itu penata tari tidak mau diantar dengan menggunakan motor, tetapi dengan berjalan kaki saja. Padahal jarak yang ditempuh sekitar lima kilometer. Sampai banyak orang yang menghampiri dan bersedia mengantar sampai rumah, akan tetapi penata tidak mau. Sesampai dirumah penata tari langsung tidur di kamar bersama nenek. Malam harinya, nenek tiba-tiba sakit karena kecapekan jalan kaki. Darah rendah dan kekurangan cairan kambuh lagi.

(6)

6

Mulai dari itu, penata merasa menyesal atas kelakukannya yang menyebabkan nenek sampai sakit demi menuruti kemauan cucunya. Banyak kenakalan yang muncul, itu salah satu bentuk kenakalan penata tari terhadap nenek yang berakhir dengan penyesalan.

Saat matahari mulai berada di tengah-tengah bumi, kegiatan rutin yang dilakukan nenek adalah pergi ke sawah untuk mengecek pengairan padi. Suatu hari, penata tari ingin ikut nenek pergi kesawah tetapi dilarang oleh nenek karena panas dan gatal bila terkena rerumputan. Akhirnya, nenek mempunyai ide agar penata tari tidak bisa ikut ke sawah yaitu ditidurkan sampai benar-benar pulas. Setelah beberapa menit penata tari terbangun dan melihat nenek sudah tidak ada disampingnya. Ternyata nenek diam-diam pergi ke sawah dengan kondisi cuaca yang panas serta tanpa menggunakan alas kaki. Menatap dari kejauhan dan hanya bisa memandang dari jendela rumah, menangis karena melihat nenek adalah sosok yang pekerja keras dan memiliki tanggungjawab yang besar.

Kebahagian mulai pudar ketika nenek sudah tiada. Rasa rindu yang begitu dalam muncul pada sosok seorang nenek. Tanggal 17 Maret 2010, saat berusia 16 tahun dan masih duduk di bangku kelas X SMKN 1 Kasihan Bantul, penata tari masih belum mengerti cara membalas budi kasih sayang nenek. Hal tersebut belum dapat terlaksana karena nenek sudah dipanggil oleh Allah, walaupun sedikit demi sedikit pernah memberikan sesuatu untuk nenek namun belum cukup menggantikan rasa sayang nenek selama ini. Nenek wafat pukul 07.46 ketika penata tari sudah berada di kelas dan mengikuti kelas praktek. Selama sehat sampai dengan wafatnya, penata tari selalu berada disamping nenek. Namun ketika tiadanya penata tari berada di sekolah. Ketika pelajaran sudah dimulai beberapa menit, datang wali kelas dan memanggil untuk datang menemuinya. Sambil berkunang-kunang ibu mengatakan bahwa “Ada yang menunggu kamu dirumah, pulanglah dan berhati-hati dijalan nak”. Muncul rasa penasaran serta sesak yang mendalam, sudah bisa merasakan dalam hati bahwa nenek pasti sudah tiada. Sepanjang perjalanan terus terucap lantunan doa yang berisi: “Jangan dandani nenek dulu sebelum Risca sampai rumah, keinginan besar agar dapat menemani beliau untuk yang terakhir dari sebelum disucikan sampai di

(7)

7

makamkan”. Alhasil sesampainya dirumah, beliau baru akan disucikan, begitu sampai dirumah langsung berlari sambil menangis tersedu-sedu. Menemani beliau di saat-saat terakhir, dari disucikan, dikafani hingga masuk ke dalam peristirahatan terakhir. Begitu cantiknya nenek mengenakan gaun putih yang membalut tubuhnya, parfum yang sangat wangi muncul dari dalam tubuhnya.

Kerinduan ini muncul begitu saja setelah sekian lama kehilangan sosok seorang nenek. Kerinduan juga muncul ketika berada di rumah nenek yang sekarang keadaan rumah masih kosong. Melihat rumah tersebut, mengingatkan kembali pada satu sosok perempuan tangguh dalam menjalani kehidupan yaitu nenek. Banyak kenangan pahit dan indah yang tertuang di dalamnya. Pahitnya nenek selalu menceritakan kepada cucu dari yang terkecil hingga terbesar. Kebahagiaan juga tidak lupa beliau ceritakan kepada cucunya. Tempat yang paling banyak menjadi saksi bisu mereka adalah di pawon. Tempat paling nyaman untuk bersenda gurau dengan nenek. Pawon yang luas dengan adanya lincak, menjadikan mereka sering melakukan banyak kegitan disana sampai pernah tertidur pulas di atas lincak.

Semenjak duduk dibangku kelas empat SD penata tari sudah mengikuti sanggar tari klasik yang berada di Yogyakarta. Nenek sering bilang ingin melihat cucunya menari, tetapi sampai dengan menutup mata hal tersebut belum bisa diberikan untuk nenek. Dengan karya Tugas Akhir yang berjudul “CANDHUK”, penata tari ingin menciptakan karya ini untuk nenek. Menari dengan hati, untukNya dan untukmu.

Sosok seorang nenek yang mengajarkan disiplin dan rendah hati tertuang saat beliau selalu mengajakku untuk melaksanakan sholat 5 waktu secara tepat, bangun tidur harus jam 04.00 untuk bersiap-siap melaksanakan sholat subuh, setelah sholat membersihkan rumah, pergi ke pasar lalu memasak. Rendah hati yang beliau ajarkan meliputi tidak pernah marah walaupun menghadapi cucunya yang super nakal. Beliau tidak pernah marah tetapi sekali beliau berucap bukan cucu, anak, dan keluarga saja tetapi tetangga pun ikut takut ketika satu kata keluar dari mulut nenek. Halus bicara dan nadanya tetapi mengandung arti yang sangat

(8)

8

dalam yang membuat seseorang merasa sangat menyesal, ada banyak pelajaran yang di dapat dari seorang nenek, salah satunya kasih sayang.

Kerinduan terhadap sosok tenang, rendah hati dan kasih sayang nenek mendorong hati penata tari untuk menyusun motif-motif menjadi garapan tari, sebagai wujud rasa sayang cucu terhadap nenek tercinta. Karya tari ini digarap dalam bentuk koreografi kelompok dengan lima orang penari inti dan dua orang sebagai Risca kanak-kanak dan Risca dewasa yang menggambarkan tentang kemistri batin yang dibangun antara seorang nenek dan cucu. Karya ini menggunakan gerak dari hasil perenungan penata tari saat mengamati gerak-gerak keseharian nenek dan beberapa kegiatan yang dulu sering dilakukan penata tari sewaktu kanak-kanak dan dewasa.

II. PEMBAHSAN A. Rangsang Tari

Rangsang tari dapat berupa auditif, visual, gagasan, rabaan, atau kinestetik. Rangsang awal garapan ini adalah rangsang gagasan (idesional) yang berawal dari hasil perenungan penata tari dari gerak keseharian yang dilakukan nenek saat masih sehat dan beberapa kegiatan yang sering penata tari lakukan, seperti: sepak bola, kasti dan gobaksodor . Sedangkan untuk gerak keseharian nenek dipilih beberapa gerak yaitu: jalan, menggulung rambut dan mengusap muka. Sedangkan untuk gerak keseharian penata tari diciptakan kembali dari hasil improvisasi dengan pola tari kelompok ke dalam bentuk karya tari baru.

B. Tema Tari

Berdasarkan pengalaman empiris dari penata tari, tema tari yang dipilih adalah kemistri batin antara seorang cucu dengan nenek. Tema yang dipilih tersebut dimaksudkan dapat memberikan pedoman yang jelas terhadap esensi karya yang diciptakan dan dapat menuntun jalannya proses penciptaan.

(9)

9 C. Judul Tari

Judul dalam sebuah karya tari merupakan suatu identitas yang dapat dijadikan sebagai jembatan untuk memberikan gambaran awal tentang isi karya. Secara garis besar karya yang digarap lebih mengutamakan kemistri batin yang terjalin sangat erat bahkan sampai meninggal, kemistri masih tetap ada. Dan kerinduan seorang cucu dengan sosok nenek karena sifat penyayangnya yang tidak didapatkan saat dewasa ini. Oleh karena itu, judul yang diambil adalah “CANDHUK”. “CANDHUK” memiliki arti jumpa-temu, namun perjumpaan itu tidak harus fisikal tetapi interspirit. Jiwa nenek yang membuat penata tari bersemangat menari diatas panggung, meskipun nenek tidak bisa melihat cucunya menari dan ditepuki tangan penonton. Tetapi, perjumpaan jiwa penata tari dan jiwa nenek abadi dan penuh dengan kehangatan.

D. Bentuk dan Cara Ungkap

Karya tari ini menggunakan tipe tari dramatik. Tipe dramatik karya tari “CANDHUK” muncul dari kemistri batin antara cucu dan neneknya dengan gerak-gerak hasil improvisasi dari perenungan ketika nenek masih sehat, sehingga hal tersebut menjadi landasan setiap gerak yang dituangkan dalam bentuk koreografi. Tipe dramatik yang dimaksudkan ialah penggambaran suasana yang ingin dihadirkan seperti: Kasih sayang, kebahagiaan dan kerinduan.

E. Gerak

Orientasi gerak selalu dikaitkan dengan cara tubuh mengungkapkan perasaan terhadap suatu objek, yaitu sumber gerak dari aktivitas keseharian nenek saat masih sehat dan gerak keseharian penata tari saat masih kanak-kanak sampai dewasa. Kegiatan dan karakter yang muncul dari seorang nenek ketika itu seperti: berjalan, bersenda gurau, memiliki ketenangan dalam melakukan apapun dan tidak pernah marah menjadi fokus gerak yang diolah. Gerak yang diolah tetap berpijak pada gerak tari Jawa namun dikemas dan dikomposisikan menurut aspek-aspek koreografi kelompok.

(10)

10 F. Penari

Penyajian karya tari “CANDHUK” dirancang dengan melibatkan tujuh orang penari yang di dalamnya terdapat tiga karakter yang berbeda yaitu: Risca kanak-kanak, Risca dewasa dan nenek. Dipilihnya penari perempuan karena untuk menggambarkan sosok Risca dan nenek. Pemilihan penari juga mempertimbangkan latar belakang kemampuan basic tari gaya Yogyakarta yang kuat sehingga memudahkan dalam proses penggarapan tari dan yang bersedia mengikuti jadwal latihan sesuai dengan kesepakatan bersama. Hal ini dimaksudkan agar mempermudah dalam menemukan variasi pola lantai dan gerak yang lebih terfokus pada satu gagasan.

G. Properti

Dalam penyajian karya tari “CANDHUK”, juga digunakan properti tari berupa lincak yang merupakan alat-alat yang berdekatan dengan nenek. Lincak yang diolah sebagai visualisasi dari beban berat, saat nenek menggendong cucunya, beban pikiran ketika mengasuh cucu dari masih bayi sampai dewasa tetapi nenek tidak pernah mengeluh dan kemistri batin mereka yang terjalin sangat erat hingga saat ini walaupun nenek sudah meninggal.

H. Rias dan Busana

Rias dan busana merupakan salah satu aspek penting dalam suatu pertunjukan, khususnya tari. Rias dan busana memiliki fungsi dapat mengubah wajah baik yang berkarakter maupun tidak. Dalam koreografi “CANDHUK”, rias yang digunakan untuk Risca kanak-kanak lebih cenderung rias korektif panggung tetapi lebih berwarna kecoklatan. Berbeda dengan karakter nenek, rias yang digunakan juga rias berkarakter tua. Penari dengan karakter nenek menggunakan busana berupa jarik dan kebaya dengan corak lurik dengklung. Dengklung diartikan atau dikiaskan dengan orang yang teramat tua, tidak berdaya, dan tidak bertenaga lagi karena usianya yang lanjut. Walaupun begitu, ia tumungkul atau berisi, berilmu, sarat dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman.4 Kostum lebih cenderung berwarna biru, abu-abu, putih dan hitam.

4 Asti Musman, Lurik (Pesona, Ragam, dan Filosofi), Yogyakarta: ANDI OFFSET, 2015,

p.58.

(11)

11

Sedangkan untuk desain Risca kanak-kanak berupa kaos ketat dan celana di atas lutut dengan penambahan rompi agar desain yang dimunculkan saat bergerak dapat terlihat, namun saat menjadi Risca dewasa desain berubah menjadi celana panjang dengan kombinasi lurik, rambut berikat satu dan tanpa menggunakan rompi.

I. Musik Tari

Musik tari selain sebagai ilustrasi pendukung pertunjukan, juga sebagai pengiring, partner, dan pengikat. Pada karya tari “CANDHUK” antara musik dan tari tidak dapat berdiri sendiri, penari harus dapat ngemong iringan tari, begitu juga sebaliknya iringan tari juga dapat ngemong dan mengikuti gerak tari, terutama ada beberapa gerak tari yang dijadikan klue untuk iringan tari, sehingga kerjasama yang baik antara tari dan iringan tari sangat dibutuhkan. Beberapa bagian yang diiringi dengan menggunakan iringan ilustrasi dan tembang, penari harus sangat peka dan dapat memahami isi dari tembang tersebut agar pesan yang disampaikan sesuai dengan isi tembang, maka dari itu dalam karya tari “CANDHUK” iringan tari juga berfungsi sebagai patner. Melalui suara musik yang didengarkan, penari mampu membangun suasana yang diinginkan. Oleh sebab itu musik menjadi satu hal penting dalam karya tari. Musik karya tari “CANDHUK” menggunakan instrumen gamelan Jawa, dengan instrumen lirihan yaitu : Gambang, Gender, Rebab, bonang, kempul, gong, kendang, siter, rebana dan chimes.

J. Tata Cahaya

Tata cahaya merupakan suatu pendukung penting dalam pembentukan suasana dalam sebuah koreografi, sehingga koreografi ini membutuhkan suatu penataan cahaya di panggung. Penataan cahaya tersebut membutuhkan jenis-jenis lampu yang digunakan untuk koreografi “CANDHUK” meliputi: spotlight, spesial light, side lighting, borderlight dengan mengganti filter/warna yang dapat memberikan suasana pada 3 bagian yang berbeda. Dengan menggunakan 2 pencampuran warna yang berbeda dimensional obyek lebih kuat sehingga kesan dramatik lebih bisa menonjol. Ada satu warna spesial lavender yang memiliki kelebihan khusus untuk penerangan ekspresi, kostum dan tata panggung yang

(12)

12

mampu menonjolkan semua warna kostum dan rias tanpa terkecuali. Permainan cahaya dapat diolah menyesuaikan pola lantai dan suasana liris.

K. Pemanggungan

a. Ruang Tari

Ruang pementasan adalah suatu ruang yang dijadikan tempat untuk menari. Koreografi “CANDHUK” dirasa tepat apabila dipentaskan di proscenium stage dikarenakan penata tari ingin lebih menonjolkan pada dua tokoh dengan jarak yang dekat agar terkesan lebih dramatik. Selain itu, pada adegan 1 penata tari mencoba memindahkan hasil dari improvisasi gerak permainan sepak bola, kasti dan gobaksodor yang biasanya banyak dilakukan di lapangan, untuk karya tari “CANDHUK” penata tari mencoba mengolahnya ke dalam bentuk proscenium stage dengan mengutamakan pola lantai dan sebab akibat. Berkaitan dengan penggarapan karya ini, maka proscenium stage menjadi pilihan yang tepat untuk koreografi Tugas Akhir ini. Selain itu proscenium stage juga disediakan Jurusan untuk pelaksanaan Ujian Tugas Akhir penciptaan.

b. Area/lokasi Pementasan

Lokasi pementasan bertempat di jl. Parangtritis km. 6,5 Sewon Yogyakarta 55188 telp. (0274) 375380, 384108. Berada di dalam ruangan (in door) yaitu di auditorium Jurusan Tari Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Tempat pertunjukan karya tari “CANDHUK” adalah di Proscenium Stage karena dalam pemanggungan ini pusat perhatian penonton dari satu arah saja, sehingga akan lebih fokus.

c. Pencahayaan

Tata cahaya memiliki peran penting dalam seni pertunjukan yaitu, harus mampu menciptakan suatu nuansa luar biasa serta mampu ‘membetot’ penonton terhadap tontonannya.5 Pencahayaan dalam karya tari ini untuk menciptakan suasana yang berbeda di dalam setiap adegan. Selain itu, penggunaan tata cahaya untuk memberikan efek bayangan dari properti, agar menimbulkan imajinasi

5 Hendro Martono, Mengenal Tata Cahaya Seni Pertunjukan, Yogyakarta: Cipta Media,

2010, p. 11.

(13)

13

yang berbeda dari properti tersebut, juga membantu memperjelas penggambaran suasana.

III. EVALUASI

Dalam tahap realisasi proses dan hasil penciptaan karya, penata tari membagi karya dalam beberapa adegan atau segmen, yaitu :

1) Introduksi

Introduksi merupakan adegan yang pertama kali dilihat oleh penonton. Introduksi biasanya berisi tentang apa yang ingin disampaikan, asal mula objek atau ringkasan cerita yang ingin dihadirkan. Adanya perubahan pada bagian introduksi yaitu dari penggambaran tiga orang sebagai nenek, Risca kanak-kanak dan Risca dewasa. Kasih sayang nenek ketika masih kanak-kanak, ketulusan, dan memori yang teringat pada sosok nenek ketika beliau datang untuk mengusap-usap rambutnya sampai tertidur pulas dengan tembangan yang tidak begitu jelas keluar dari mulut nenek. Adegan ini dilakukan di down stage left dengan dua penari yang memerankan sosok Risca kanak-kanak dan nenek ketika berada di Pawon sebagai bayangan Risca kanak-kanak bersama nenek. Sedangkan Risca dewasa berada di dead center. Risca dewasa sebagai penggambaran kerinduan akan memori yang dulu selalu mereka lakukan bersama. Untuk transisi ke adegan 1, Risca dewasa lari menuju down stage left bahwa kenangan tersebut selalu diingat sampai sekarang. Perubahan tersebut sekarang menjadi adanya dua fokus yaitu focus on one point dilakukan sebagai penggambaran Risca dewasa yang saat ini merindukan kasih sayang seorang nenek yang dulu kerinduan tersebut memberikan kesan tersendiri dihati. Untuk focus on one point ini dilakukan di down stage left dan focus on two point untuk penggambaran Risca kanak-kanak dan nenek, kasih sayang seorang nenek yang tertuang kepada cucunya. Terlihat wajah yang penuh dengan keikhlasan, kesabaran dan kasih sayang yang dimunculkan ketika itu. Focus one two point ini dilakukan di up stage right. Suasana yang muncul untuk adegan ini ialah senang, penuh kebahagiaan dan kerinduan.

(14)

14

Sedangkan untuk keempat penari lainnya mereka membentuk pose atau bentuk menyerupai lincak. Lincak dihadirkan dengan media tubuh penari agar dapat mempertegas maksud yang disampaikan untuk karya tari ini. Bahwa lincak merupakan media utama saksi bisu kedekatan mereka. Perubahan ini dilakukan karena adanya pertimbangan dari segi dramatik dan pesan yang akan disampaikan ke penonton. Kelalaian penata tari dalam letak dramatisasi ruang pertunjukan. 2) Adegan 1

Diawali oleh empat penari yang berada di up stage right sebagai Risca kanak-kanak. Gerak yang timbul lebih lincah dan bebas hasil dari eksplorasi penata tari untuk menciptakan gerak. Suasana yang timbul masih terlihat senang, bahagia karena semasa kanak-kanak memiliki kebebasan yang luas. Untuk adegan ini mengalami sedikit perubahan karena adanya saran dari Dosen Pembimbing I yaitu tentang sikap maskulin dan kegiatan apa saja yang sering penata tari lakukan saat kanak-kanak. Akhirnya dari beberapa kegiatan, dipilihlah 3 olahraga antara lain: sepak bola, kasti dan gobaksodor. Pada adegan ini mengolah 3 permainan tersebut untuk dijadikan sebuah koreografi kelompok dengan memanfaatkan ruang.

3) Adegan 2

Pada adegan ini dilakukan oleh 2 orang sebagai Risca dan nenek. Sedangkan untuk penari lainnya hanya sebagai pemanis di belakang, tetapi pemanis yang dimaksud masih berkaitan juga dengan beban nenek ketika menggendong cucu, berat beban ketika penata tari sudah bertambah besar dan nenek yang sudah berusia lanjut. Adegan ini berisi tentang beban pikiran yang dirasakan nenek ketika mengasuh seorang cucu dari masih bayi hingga sudah dewasa. Saat mengasuh beliau tidak pernah mengeluh, sabar dan muncul rasa ikhlas di dalam dirinya. Kemistri batin yang dimunculkan pada adegan ini terjadi ketika penata tari mengalami sesuatu hal entah itu yang bersifat kecil maupun besar pasti nenek selalu merasakan apa yang sedang menimpa. Sebagai contoh: Saat pulang sekolah Risca terjatuh dari sepeda karena rem sepedanya mempan, disitulah nenek merasakan kekhawatiran dan kegelisahan di dalam hatinya. Jika suatu saat Risca sedang sakit pasti nenek juga ikut sakit dan begitu juga

(15)

15

sebaliknya. Terkadang sampai saat inipun kemistri itu masih bisa dirasakan, ketika rindu dengan nenek pasti beliau datang menghampiri walaupun terkadang hanya dalam mimpi saja. Untuk adegan ini juga menghadirkan properti lincak, lincak yang dimaksud untuk mempertegas beban seorang nenek ketika mengasuh dan dapat disimbolkan juga bahwa dulu ketika nenek masih ada lincak digunakan untuk melakukan banyak kegiatan di pawon. Lincak menjadi saksi bisu atas kedekatan mereka. Lincak juga menyimpan banyak memori tentang keduanya. 4) Bagian Akhir

Menginjak kelas 1 SMK, nenek sudah mulai sakit-sakitan. Belum bisa apa-apa rasanya, karena waktu itu masih memiliki rasa takut. Suatu ketika penyakit nenek tambah parah, dan beliau berpesan agar menjaga diri baik-baik, nenek akan selalu ada dihati Risca sampai kapanpun. Tepat di hari Rabu pukul 08.15 ketika masih di sekolah, Allah menjemput nenek untuk pergi bersamaNya. Ketika sampai dirumah, Risca tidak henti-hentinya untuk menangis. Dan dalam hati selalu berucap do’a, semoga sampai dirumah nenek belum disucikan dan dikafani. Berkat do’a dan ijin dari Allah, sesampainya dirumah nenek baru mau diangkat dan dimandikan. Risca melihat dan menemani beliau sampai masuk ke rumah barunya (liang lahat). Beliau terlihat sangat cantik dengan gaun putih yang dikenakan. Diadegan akhir ini, Risca juga mengalami penyesalan yang sangat karena belum bisa menepati keinginan nenek ketika masih sehat, yaitu keinginan beliau untuk melihat cucunya menari dengan luwes dan ikhlas saat menari. Penyesalan dan kesedihan batin yang penata tari rasakan karena belum bisa membahagiakan nenek tercinta.

IV. KESIMPULAN

Karya tari “CANDHUK” merupakan sebuah karya tari yang terinspirasi dari munculnya kerinduan seorang cucu kepada neneknya saat sudah dewasa. Kerinduan muncul karena adanya ikatan batin yang sampai saat ini masih sering dirasakan walaupun nenek telah tiada. Sosok nenek yang begitu berperan penting untuk kehidupan cucu dan beliau rela melakukan apapun demi kebahagiaan cucunya. Dari kerinduan tersebut penata tari memiliki keinginan menciptakan

(16)

16

sebuah karya tari sebagai kado untuk nenek tercinta yang ketika sehat beliau pernah mengatakan ingin sekali melihat cucunya menari. Namun, sampai detik terakhir penata tari belum bisa mewujudkan keinginan tersebut. Oleh sebab itu muncul sebuah rangsang gagasan atau ideasional untuk menciptakan sebuah karya tari “CANDHUK”. Hal tersebut juga didukung dengan adanya mata kuliah koreografi dan kelas pendukung lainnya sehingga membantu penata tari dalam menciptakan karya tari.

Karya tari “CANDHUK” merupakan sebuah komposisi tari kelompok dengan tujuh orang penari dan semua berjenis kelamin perempuan. Dalam penyajiannya karya tari “CANDHUK” terbagi menjadi 4 adegan yakni introduksi, adegan 1, adegan 2, bagian akhir dengan pola garap menggunakan tipe tari dramatik. Penggunaan setting untuk karya tari ini tidak begitu rumit, menggunakan trap yang berukuran 2x1 dan 1x1 yang berada di belakang backdrop saat adegan introduksi dan amben atau tempat tidur pada bagian 3.

Karya tari “CANDHUK” diharapkan mampu untuk memberikan pengalaman visual kepada para penonton bahwa dari pengalaman empiris tentang kerinduan dan kemistri batin antara cucu dengan nenek memiliki suatu keindahan dan nilai artistik yang tinggi sebagai sebuah karya seni. Materi gerak yang disampaikan melalui karya tari ini merupakan hasil perenungan dari gerak keseharian nenek dan Risca saat kanak-kanak, seperti: permainan sepak bola, kasti dan gobaksodor yang telah mendapatkan pengembangan dengan memperhatikan konsep koreografi.

Karya koreografi ini jauh dari kata sempurna baik dari sistematika penulisan maupun karya, maka dari itu penata tari merasa membutuhkan saran berupa kritik ataupun masukan demi kebaikan untuk karya selanjutnya maupun penikmat seni khususnya seni tari. Menjadi seorang koreografer juga bisa dikatakan sebagai pemimpin, tidak hanya mengatur penari, tetapi elemen-elemen seni pertunjukan tari yang terdapat pada karya tari juga harus dipikirkan oleh koreografer. Manajemen dari seorang koreografer tentunya sangat berpengaruh terhadap proses maupun hasil dari karya tari tersebut.

(17)

17 DAFTAR SUMBER ACUAN

A. Sumber Tertulis

Endraswara, Suwardi. 2011. Metode Pembelajaran Drama (Apresiasi, Ekspresi, dan Pengkajian). Yogyakarta: CAPS.

Foster, K. Jonathan. 2010. Psikologi Memori (Menyingkap Rahasia Memori). Surabaya: Portico Publishing.

Hadi, Y. Sumandiyo. 2003. Aspek-Aspek Dasar Karya Tari Kelompok. Yogyakarta: Manthili.

________________. 2007. Kajian Tari Teks dan Konteks. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

________________. 2011. Koreografi: Bentuk Teknik Isi. Yogyakarta: Cipta Media.

Hamdani, M.W. 2014. Perempuan Berhati Ikhlas. Yogyakarta: Kana Media. Haryamawan, RMA. 1988. Dramaturgi. Bandung : Rosda Offset.

Hurlock, B. Elizabeth. 1980. Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan). Jakarta: Erlangga.

Kussudiharjo, Bagong. 1992. Dari Klasik Hingga Kontemporer. Yogyakarta: Padepokan Pers.

Mangunsuwito, S.A. 2010. Kamus Lengkap Bahasa Jawa. Bandung: C.V. Yrama Widya.

Martono, Hendro. 2008. Sekelumit Ruang Pentas Modern dan Tradisi. Yogyakarta: Cipta Media.

_____________. 2010. Mengenal Tata Cahaya Seni Pertunjukan. Yogyakarta: Cipta Media.

_____________. 2012. Ruang Pertunjukan dan Ruang Berkesenian. Yogyakarta: Cipta Media.

Mufid, Achmad A.R. 2013. Panduan Kata Baku Dan Tidak Baku. Yogyakarta: Buku Pintar.

Musman, Asti. 2015. Lurik (Pesona, Ragam, dan Filosofi). Yogyakarta: Andi Offset.

N.N. 2001. Kamus Basa Jawa (Bausastra Jawa). Yogyakarta: Tim Penyusun Balai Bahasa Yogyakarta Kanisius(Anggota IKAPI).

N.N. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

(18)

18

Setyawati, Kurni R.S. 2012. Untaian Mutiara Keluarga. Yogyakarta: Pohon Cahaya.

Smith, Jacqueline. 1976. Dance Composition: A Practical Guide For Teachers. London : Lepus Book. Terj. Oleh Ben Suharto. 1985. Komposisi Tari Sebuah Petunjuk Praktis Bagi Guru. Yogyakarta : Ikalasti.

Thowok, Didik Nini. 2012. Stage Make-Up. Yogyakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

B. Sumber Video

Koreografi 1 “Rudatining Rasa” Karya Risca Putri Wulandari, 2014.

C. Sumber Informan

1. Minar, 82 Tahun, Klayu RT 02 RW 45 Timbulharjo Sewon Bantul, Buruh Tani.

2. Juwar, 54 Tahun, Jetis Timbulharjo Sewon Bntul, Penjual lempeng gendar.

3. Ida, 45 Tahun, Klayu Timbulharjo Sewon Bantul, Ibu Rumah Tangga. 4. Subarno, 47 Tahun, Klayu Timbulharjo Sewon Bantul, Anak bungsu

dari eyang Daliyem.

Referensi

Dokumen terkait

Cameronin ja Piercen (2002) mukaan palkitsemisen tulisi myös olla laatuun, suoritukseen tai saavuttamiseen sidottu tai perustuva. Tämän yhteyden havaitsemista taas

Istraživanje je pokazalo kako nastavnici i roditelji poznaju pojmove inerkulturalnog obrazovanja iz prakse, kako se u školama uvažava kulturni identitet učenika iako nema

Dari latar belakang di atas, rumusan masalah yang terkait dengan praktik poligami di Tunisia dalam perspektif pemikiran Ibnu Asyur, yaitu: Bagaimana pandangan maqashid

Memahami Hadis di atas, degradasi moral merupakan fenomena yang bertentangan dengan misi ajaran Islam sebagai agama yang mementingkan aspek moral dan akhlak,

Berdasarkan hasil wawancara sementara dengan beberapa responden yaitu karyawan PT POS Indonesia (Persero) Kantor Pos Banjarmasin 70000 , dimana wawancara tersebut

- Susunan karya seni dan mozaik digital diciptakan dengan menyesuaikan mode gambar, resolusi, modifikasi gambar menggunakan filter, memilih mode warna yang sesuai

Biji utuh berbentuk kerucut pendek dengan ujung membulat, jarang berbentuk hampir setengah bulatan, bagian pangkal agak datar dengan suatu lekukan dangkal, panjang 15- 30