• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR TAHUN 2011 INVENTARISASI SUMBERDAYA IKAN DI RAWA BANJIRAN OGAN KOMERING ILIR DAN MUARA ENIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR TAHUN 2011 INVENTARISASI SUMBERDAYA IKAN DI RAWA BANJIRAN OGAN KOMERING ILIR DAN MUARA ENIM"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR TAHUN 2011

PUSAT PENELITIAN PENGELOLAAN PERIKANAN DAN

INVENTARISASI SUMBERDAYA IKAN DI RAWA

BANJIRAN OGAN KOMERING ILIR DAN MUARA ENIM

Niam Muflikhah, Melfa M arini, Marson,

Burnawi dan Samsul Bahri

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Penelitian : Inventarisasi Sumberdaya Ikan di Perairan Rawa Banjiran Ogan Komering Ilir dan Muara Enim, Sumatera Selatan.

2. Tim Peneliti : Dra. Niam Muflikhah Melfa Marini, S.Pi Marson, ST Burnawi Samsul Bahri

3. Jangka Waktu Penelitian : 20 Tahun (Kegiatan tahun 1)

4. Total Anggaran : 125.000.000

Palembang, Desember 2011

Mengetahui,

Kepala Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum Koordinator Kegiatan,

Prof. Dr. Ir. Ngurah N. W iadnyana, DEA Dra. Niam Muflikhah

(3)

ABSTRAK

Perairan rawa banjiran (floodplain) Sumatera Selatan merupakan perairan yang berpotensi besar sebagai penghasil produksi perikanan diantaranya adalah perairan Lubuk lampam di Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Sungai Belido di Kabupaten Muara Enim. Perairan Lubuk Lampam berdasarkan hasil penelitain 2011 ditemukan 32 jenis ikan yang artinya mengalami penurunan jenis sekitar 30% dari jumlah jenis ikan yang ditemukan pada tahun 2008 sebanyak 48 jenis. Berdasarkan jenis genera yang ditemukan, perhitunga n indeks keanekargaman, kelimpahan total, dan kelimpahan relative terhadap organism perairan lainnya yaitu (Perifiton, Bentos, dan Plankton) menunjukkan kondisi perairan lubuk lampam berada dalam kondisi proses mengalami degradasi tingkat sedang.

Pada Perairan Sungai Belido, Kabupaten Muara Enim ditemukan sebanyak 50 jenis ikan. Berdasarkan jenis ikan yang ditemukan yaitu ikan Baung (Hemibagrus nemurus ), Tapah (Wallago leerii) dan Belida (Notopterus

notopterus) perairan Sungai Belido merupakan perairan yang potensial sebagai

daerah perikanan. Khusunya untuk habitat pemijahan ikan Belida, hal tersebut ditandai dengan ditemukannya beberapa calon indukan ikan Belida selama penelitian dengan ukuran rata -rata 4,0-6,5 kg/ekor di stasiun Kayu Arobatu.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

limpahan rahmat nya sehingga riset berjudul ” Inventarisasi Sumberdaya Ikan di

Perairan Rawa Banjiran Ogan Komering Ilir dan Muara Enim ” dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana. Tujuan riset ini adalah untuk menginventarisasi (1) Kegiatan penangkapan ikan (hasil tangkapan, jenis dan komposisi ikan, alat tangkap dan daerah penangkapan) . (2) Organisme perairan (Periphiton, plankton, makrozoobenth os, dan serangga) (3) Aspek biologi ikan yang dominan dan berekonomis penting (Tingkat Kematangan Gonad, fekunditas, hubungan panjang dan b erat, dan kebiasaan makan ikan) . Diharapkan dengan adanya informasi ini dapat memberikan kontribusi terhadap dunia pe rikanan terutama kepada pemerintah daerah dan lembaga pendidikan tentang kondisi perairan rawa banjiran Lubuk Lampam dan Sungai Belido , Propinsi Sumatera Selatan.

Ucapan terima kasih kami tujukan terutama kepada pihak -pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini:

1. Kepala Balai Riset Perikanan Perairan Umum (BRPPU) Palembang 2. Dinas Perikanan dan Kelautan Ogan Komering Ilir dan Muara Enim

3. Seluruh anggota Tim Penelitian perairan Lubuk Lampam dan Sungai Belido 4. Peneliti dan teknisi di Laboratorium Kolek si Ikan, Hidrobiologi dan Kimia

BRPPU

5. Kepala Nelayan dan nelayan di sepanjang perairan Lubuk Lampam dan Sungai Belido, Provinsi Sumatera Selatan.

Demikianlah, semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi dunia perikanan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih .

Palembang, Desember 2011

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... ... ... ... 1

B. Tujuan dan Sasaran ... ... .. ... 4

II. TELAAH HASIL-HASIL PENELITIAN TERKAIT SEBELUMNYA A. DefinisiEkosistem ... ... ... ... 6

B. Karakteristik Khas Ekosistem Rawa Banjiran ... ... 7

C. Profil Kewilayahan Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Muara Enim .... 11

a. Kabupaten Ogan Komering Ilir ... ... ... 11

b. Kabupaten Muara Enim ... ... ... 14

III. METODE PENELITIAN A. Kondisi Lokasi Penelitian ... ... ... 19

B. Pengambilan Sampel ... ... ... 20

C. Analisis data ... ... ... ... 20

D. Parameter yang diukur ... ... ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kegiatan Penangkapan ikan (jenis, komposisi jenis dan hasil tangkapan ikan, alat tangkap dan daerah penangkapan ... ... 23

4.1.1. Perairan Lubuk Lampam, Kabupaten Ogan Komering Ilir ... 23

4.1.1.1. Jenis, komposisi jenis dan hasil tangkapan ikan ... 23

4.1.1.2. Jenis alat tangkap dan daerah penangkapan ... ... 28

4.1.2. Perairan Sungai Belido, Kabupaten Muara Enim ... ... 29

4.1.2.1. Jenis, komposisi jenis dan hasil tangkapan ikan ... 29

4.1.2.2 Jenis alat tangkap dan daerah penang kapan ... ... 31

4.2. Organisme perairan (Perifiton, Plankton, dan Makrozoobentos) ... 33

4.2.1. Perairan Lubuk Lampam, Kabupaten Ogan Komering Ilir ... 33

4.2.1.1. Perifiton ... ... ... 33

4.2.1.2. Bentos ... ... ... 37

4.2.1.3. Plankton ... ... ... 39

4.2.2. Perairan Sungai Belido, Kabupaten Muara Enim ... ... 42

4.2.1.1. Perifiton ... ... ... 42

4.2.1.2. Bentos ... ... ... 46

4.2.1.3. Plankton ... ... ... 48

4.3. Aspek-aspek biologi ikan-ikan yang dominant dan berekonomis penting 4.3.1. Perairan Lubuk Lampam, Kabupa ten Ogan Komering Ilir ... 51

(6)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Parameter kualitas air yang di amati ... ... ... 22 Tabel 2. Jenis-jenis ikan yang ditemukan pada perairan L ubuk Lampam 2011 .. 23 Tabel 3. Jenis-jenis ikan yang ditemukan pa da perairan Sungai Belido 2011 .... 29

(7)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Peta Topografi Kabupaten Ogan Komering Ilir ... ... 13

Gambar 2. Peta Topografi Kabupaten Muara Enim ... ... 16

Gambar 3. Pembuatan Tanggul oleh Kemeterian Perhubungan pada perairan Lubuk Lampam 2011 ... ... ... 17

Gambar 4. Pola penurunan jenis ikan di perairan Lubuk Lampam ... ... 25

Gambar 5. Kondisi perairan Lubuk lampam dahulu ... ... 25

Gambar 6. Kondisi perairan Lubuk Lampam terkini ... ... 26

Gambar 7. Lokasi beroperasinya alat tangkap tuguk pada bagian hulu dan hi lir diluar areal lubuk lampam ... ... ... 27

Gambar 8. Hasil tangkapan perairan Lubuk Lampam, Ogan Komering Ilir pada 2011 ... ... ... ... 27

Gambar 9. Hasil tangkapan perairan Sungai Belido, Kabupaten Muara Enim pada 2011 ... ... ... ... 31

Gambar 10. Jumlah unit penangkapan berdasarkan alat dan ekosistem penangkapan perairan Sungai Belido 2011 ... ... 33

Gambar 11. Jumlah genera perifiton pada perairan Lubuk Lampam setiap kelas dan waktu pengamatan pada 2011 ... .... ... 34

Gambar 12. Nilai indeks keanekaragaman perifiton pada bulan Februari, Mei, Juli dan Oktober di 5 stasiun perairan Lubuk Lampam tahun 2011 ... 35

Gambar 13. Nilai Kelimpahan perifiton pada bulan Februari, Mei, Juli dan Oktober di 5 stasiun perairan Lubuk Lampam tahun 2011 ... 35

Gambar 14. Kelimpahan relatif perifiton pada bulan Februari, Mei, Juli dan Oktober di 5 stasiun perairan Lubuk Lampam tahun 2011 ... 36

(8)

Gambar 17. Kelimpahan relatif bentos pada bulan Februari, Mei, Juli dan Oktober di 5 stasiun perairan Lubuk Lampam tahun 2011 ... ... 38 Gambar 18.Grafik indek keanekaragaman dn indek dominans i fitoplankton di perairan rawa banjiran Lubuk Lampam, Provinsi Sumatera Selatan 2011 ... ... ... ... 40 Gambar 19.Grafik indek keanekaragaman (A) dan indeks dominansi (B) Zooplankton di perairan rawa banjiran Lubuk Lampam, Provinsi Sumatera Selatan 2011 ... ... 42 Gambar 20. Jumlah genera perifiton pada perairan Sungai Belido setiap kelas dan waktu pengamatan pada 2011 ... ... 43 Gambar 21. Grafik indek keanekaragaman Perifiton di perairan rawa banjiran Sungai Belido, Provinsi Sumatera Selatan 2011 ... ... 44 Gambar 22. Kelimpahan total perifiton pada Februari, Mei, Juli dan Oktober di perairan Sungai Belido 2011 ... ... 44 Gambar 23. Kelimpahan relatif perifiton di perairan Sungai Belido Februari,

Mei, Juli dan November, Ogan Komering Ilir pada 2011 ... 45 Gambar 24. Jumlah genera bentos yang diketemukan berdasarkan waktu pengamatan di perairan Sungai Belido pada 2011 ... ... 46 Gambar 25. Kelimpahan bentos di Sungai Belido pada 2011 ... ... 47 Gambar 26. Kelimpahan relatif Bentos di perairan Sungai Belido Februari, Mei, Juli dan November, Ogan Komering Ilir pada 2011 ... ... 47 Gambar 27. Grafik indek keanekaragaman Fitoplabkton di perairan rawa banjiran Sungai Belido, Provinsi Sumatera Selatan 2011 ... ... 48 Gambar 28. Grafik indek keanekaragaman (A) dan indeks dominansi (B) Zooplankton di perairan rawa banjiran Sungai Belido, Provinsi Sumatera Selatan 2011 ... ... 50 Gambar 29. Distribusi ikan putak ( Notopterus notopterus ) jantan dan betina berdasarkan kelas ukuran panjang di perairan Lubuk Lampam Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan ... ... 52 Gambar 30. Grafik hubungan panjang dengan berat ikan putak betina dan jantan (Notopterus notopterus) di perairan Lubuk Lampam, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan ... ... 53

(9)

Gambar 31. Faktor kondisi ikan putak (Notopterus notopterus) jantan dan betina berdasarkan TKG di perairan Lubuk Lampam, Ogan Komering I lir Sumatera Selatan pada 2011 ... ... 55 Gambar 32. Faktor kondisi ikan putak (Notopterus notopterus) jantan dan betina berdasarkan bulan pengamatan di perairan Lubuk Lampam, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan pada 2011 ... ... 56 Gambar 33. Grafik nisbah kelamin ikan putak ( Notopterus notopterus) di perairan Lubuk Lampam, Ogan Komering Ilir ... ... 58 Gambar 34. Grafik nisbah kelamin ikan putak (Notopterus notopterus) berdasarkan selang panjang di perairan Lubu k Lampam, Ogan Komering Ilir ... ... 59 Gambar 35. Tingkat kematangan gonad ikan putak (Notopterus notopterus) jantan dan betina pada setiap bulan penelitian di perairan Lubuk Lampam, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan ... ... 61 Gambar 36. Tingkat kematangan g onad ikan putak (Notopterus notopterus) jantan dan betina berdasarkan selang panjang di perairan Lubuk Lampam, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan ... ... 62

(10)

1. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Perairan rawa banjiran (fload plain) ialah lahan di tepi sungai yang tergenang ketika air sungai meluap pada musim hujan , sehingga membentuk perairan rawa dan sebagian besar kembali menjadi daratan pada musim kemarau. Perairan rawa banjiran (floodplain) merupakan salah satu jenis perairan umum yang memiliki potensi sumberdaya perikanan air tawar yang sangat potensial, didalamnya hidup berbagai jenis kelompok ikan hitam ( black fishes) (Welcomme,1985) antara lain ikan Gabus (Channa striata), Tembakang (Helostoma temminckii), Lele (Clarias spp), Betok (Anabas testudineus), Sepat (Trichogaster pectoralis ) dan ikan Betutu (Oxyoleotris marmorata).

Utomo dan Arifin (1991), mengemukakan bahwa ciri khas dari perairan rawa banjiran yaitu memiliki frekuensi air yang sangat berbeda antara musim penghujan dan musim kemarau. Perairan umum sungai dan rawa banjiran merupakan tipe perairan yang sangat kompleks dan dinamis, dimana secara berkala dan bergantian terjadi perubahan dari ekosistem terest erial ke ekosistem akuatik, sehingga mempunyai tingkat kesuburan yang tinggi seba gai akibat dari masukan nutrien yang berasal dari tumbuhan tinggi yang mengalami dekomposisi pada waktu banjir. Berbagai jenis ikan memanfaatkan buah pohon hutan dan berbagai jenis lain memnfaatkan serangga air yang berasosiasi dengan tanaman hutan, membuat ekositem rawa banjiran dengan vegetasi hutan rawa menjadi tempat hidup dan mencari makan bagi berbagai jenis ikan. Oleh karena keragaman jenis ikan yang tinggi disertai dina mika hidrologi mengakibatkan

(11)

kegiatan perikanan di perairan rawa banjiran mempunyai intensitas dan variabilitas yang tinggi.

Propinsi Sumatera Selatan merupakan suatu kawasan seluas 99.888,28 Km2 di pulau Sumatra, Indonesia bagian Barat . Di sebelah Selatan garis khatulistiwa pada 10-40 derajat lintang Selatan dan 102 -108 derajat Bujur Timur, dari luas kawasan seluas 99.888,28 km2 sebagian besarnya merupakan perairan rawa banjiran. Perairan rawa banjiran (floodplain) Sumatera Selatan merupakan perairan yang berpotensi besar sebagai penghasil produksi perikanan diantaranya adalah perairan Lubuk la mpam di Kabupaten Ogan Komering Ilir dan S ungai Belido di Kabupaten Muara Enim.

Kabupaten Ogan Komering Ilir merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Sela tan yang memiliki wilayah perairan daratan yang cukup luas dengan potensi sumberdaya ikan yang prospektif. Sumber daya ikan perairan umum daratan memiliki arti penting sebagai modal dasar pengembangan usaha perikanan tangkap dan sebagai penyedia protein he wani bagi masyarakat yang perlu dikelola dengan baik agar pemanfaatannya dapat dilakukan secara optimal dan berkelanjutan. Untuk menjamin kelestarian sumber daya ikan di lebak lebung dan sungai perlu dilakukan pembinaan teknis dan perlindungan sumber daya ikan serta pengendalian terhadap pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya. Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan di perairan Lubuk Lampam, Produksi ikan di daerah Lubuk Lampam tidak stabil dan cenderung menurun setiap tahun. Hal ini bila tidak mendapatkan perhatian yang cermat akan berdampak negatif terhadap pendapatan nelayan perairan umum tersebut.

(12)

3 Hal tersebut membutuhkan dukungan riset dan ilmu pengetahuan. Untuk kepentingan riset dan ilmu pengetahuan, lebak lebung dan/atau s ungai tertentu dapat dikelola oleh Lembaga Riset dan/atau Ilmu Pengetahuan sesuai Pasal 22 Peraturan Daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Lebak Lebung dan Sungai dalam Kabupaten Ogan Komering Ilir. Dalam rangka mengopt imalkan pelaksanaan kegiatan penelitian di perairan umum daratan, khususnya pada perairan Batanghari Lubuk Lampam agar dapat lebih meningkatkan hasil-hasil penelitian yang bermanfaat bagi pemerintah daerah setempat dalam rangka pengelolaan perikanan, konse rvasi dan pemanfaatan sumber daya ikan, maka diadakannya kerja sama antara Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan dan Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir sebagai mana tertuang dalam surat Perjanjian Kerjasama No.14.3/Bali tbang Kp.1/RS.120/12/2010 dan SK Bupati Ogan Komering Ilir No.428/KEP/D.Kp/2010.

Perairan Sungai Belido di Muara Enim, berdasarkan informasi dari masyarakat merupakan perairan rawa banjiran ( floodplain) yang potensial, masih memiliki keanekaragaman jenis sumberdaya ikan dan habitat yang cukup baik hingga saat ini bila dibandingkan dengan perairan Lubuk Lampam Ogan Komering Ilir. Akan tetapi informasi tersebut belum banyak ditemui dalam bentuk tertulis, atas dasar itu maka penelitian di Sungai Belido kabupa ten Muara Enim dilakukan.

Berdasarkan PP No. 60 Tahun 2007 yang dimaksud sumberdaya ikan adalah potensi semua jenis ikan dan yang dimaksud dengan ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian siklus hidupnya berada di dalam

(13)

lingkungan perairan, sehingga dalam rangka menindaklanjuti kerjasama dan untuk pegelolaan perairan umum yang optimal dan lestari demi kelangsungan sumber mata pencaharian nelayan di Ogan Komering Ilir (Lubuk Lampam) dan nelayan di Muara Enim (sungai Belido) untuk menduku ng hal tersebut dilakukan penelitian

mengenai “Inventarisasi Sumberdaya Ikan di Ogan Komering Ilir dan Muara

Enim”.

B. TUJUAN DAN SASARAN

TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah menginventarisasi :

a. Kegiatan penangkapan ikan (hasil tangkapan, jenis dan ko mposisi ikan, alat tangkap dan daerah penangkapan) .

b. Organisme perairan (Periphiton, plankton, makrozoobenthos, dan serangga) . c. Aspek-aspek biologi ikan-ikan yang dominan dan berekonomis penting (Tingkat Kematangan Gonad, fekunditas, hubungan panjang dan b erat, dan kebiasaan makan ikan).

SASARAN

Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah tersedianya data dasar :

a. Kegiatan penangkapan Ikan (hasil tangkapan, jenis dan komposisi ikan) Kabupaten Ogan Komering Ilir (Lubuk Lampam) dan Muara Enim (sungai Belido).

b. Organisme perairan (Periphiton, plankton, makrozoobenthos, dan serangga) di Ogan Komering Ilir (Lubuk Lampam) dan Muara Enim (sungai Belido)

(14)

5 c. Aspek-aspek biologi ikan-ikan yang dominan dan berekonomis penting (Tingkat Kematangan Gonad, fekunditas, hubungan panjang dan berat, dan kebiasaan makan ikan).

(15)

TELAAH HASIL-HASIL PENELITIAN TERKAIT SEBELUMNYA

Kegiatan penelitian di perairan rawa banjiran Lubuk Lampam telah banyak dilakukan diantaranya oleh Arifin (1981), Utomo et al., (1992), Safran et al., (2008). Berdasarkan hasil-hasil riset tersebut terdapat suatu pola penurunan produksi penangkapan baik dari segi jenis, ukuran maupun hasil total produksi. Mengingat begitu pentingnya kawasan perairan umum dalam rangka keberlanjutan sumberdya ikan sebagai mata pencaharian masyarakat atau nelayan maka Pemerintah Ogan Komering Ilir (OKI) Provinsi Sumatera Selatan melakukan kerjasama riset dengan Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan (P4KSI).

Penelitian di perairan rawa banjiran Lubuk Lampam 2011 merupakan penelitian terkait dengan adanya kerjasama riset tersebut, untuk memperoleh informasi dasar terkini dari perairan Lub uk Lampam dalam rangka memperole h model pengelolaan yang tepat di perairan rawa banjiran khususnya perairan Lubuk Lampam.

A. DEFINISI EKOSISTEM

Ekosistem adalah suatu s istem ekologi yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi satu sama lain serta saling mempengaruhi sistem kehidupan (Calpham, 1973 in Adriman, 1995). Sedangkan menurut Kasry

(16)

7 2) senyawa-senyawa organik (protein, karbohidrat, lemak, senyawa humic dan sebagainya) yang menghubungkan dengan lingkungan biotik, 3) resim iklim (temperatur dan faktor-faktor fisik lainnya), 4) produsen, organisme autotroph dan tumbuhan hijau, 5) makro consumer, 6) mikro konsumer.

Odum (1971) menyatakan jika dilihat dari fungsinya, komponen biotik terdiri dari organisme produser, konsumer dan dekomposer. Organisme produser adalah organisme autotrop yang dapat menghasilkan makanan sendiri seperti tumbuhan hijau dan fitoplankton. Organisme konsumer adalah organisme yang memanfaatkan zat organik yang dihasilkan oleh produsen seperti zooplankton, ikan dan organisme pemakan ikan. Sedangkan organisme pemakan dekomposer adalah organisme yang dapat merombak atau mengur aikan senyawa organik menjadi komponen dasar yang dapat digunakan tanaman untuk keperluan hidupnya, seperti bakteri dan jamur.

B. KARAKTERISTIK KHAS EKOSISTEM RAWA BANJIRAN

Karakteristik khas ekosistem rawa adalah secara periodik mengalami musim air dalam dan musim air dangkal. Fluktuasi kedalaman ini akibat limpahan air dari sungai, danau dan atau air hujan (Junk dan Wantzen, 2004). Perubahan kedalaman air musiman mempengaruhi kondisi kualitas air (Hartoto, 2000), dan ritme kehidupan ikan (Lowe -McConnell, 1987). Perubahan kedalaman air merupakan faktor utama yang menentukan struktur komunitas ikan di rawa banjiran/lebak (Lowe-McConnell, 1987; Baran dan Cain, 2001; Hoeinghais et al., 2003). Struktur dan fungsi komunitas biota perairan berkaitan erat dengan kua litas dan kuantitas lingkungan hidup dari biota tersebut. Lain halnya dengan biota pada

(17)

lingkungan darat (terrestrial) dimana perkembangan struktur dan fungsi komunitas merupakan fungsi dari kualitas dan kuantitas lahan dan udara, struktur dan fungsi biota perairan selain fungsi kedua komponen tersebut juga merupakan fungsi dari kualitas dan kuantitas media air. Karakteristik dan dinamika kualitas media air sangat dipengaruhi oleh kualitas udara, tanah di dasar perairan, geomorfologi dan kegiatan yang ada di daerah tangkapan air (water catchment area) dan di daerah aliran sungai. Habitat ikan tidak hanya menyediakan kualitas dan kuantitas air untuk hidup, namun dapat juga menyediakan pakan alami ataupun substrat untuk tumbuh dan berkembang biak. Oleh karena itu, dikenal beberapa jenis habitat seperti habitat pengasuhan, habitat mencari makan dan habitat pemijahan. Habitat ikan bervariasi tergantung pada karakteristik morfologi dan tingkah laku ikan yang berbeda antara satu jenis ikan dengan jenis ikan lainnya .

Untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan secara optimal dan berkelanjutan perlu.dilakukan pengelolaan perikanan, meliputi berbagai kegiatan yang ditujukan dalam pengelolaan perikanan, diharapkan kesejahteraan hidup masyarakat dapat meningkat,oleh sebab it u inventarisasi mengenai keinginan, harapan dan prefensi masyarakat perlu dilakukan (Kartamihardja, 1993).

Hal-hal yang perlu diperhatikan agar dicapai tingkat pemanfaatan yang optimal dan berkelanjutan, adalah :

a. Pengelolaan Habitat

Salah satu hal yang pe nting untuk diperhatikan di dalam pengelolaan sumberdaya perairan adalah kondisi habitat agar habitat baru tersebut sesuai bagi persyaratan perkembangan populasi ikan untuk menyelesaikan daur

(18)

9 hidupnya.karna setiap perairan yang terbentuk mungkin hanya coco k sebagai daerah pertumbuhan, tetapi tidak sebagai daerah pemijahan bagi beberapa jenis ikan, sehingga ikan tersebut hanya dapat tumbuh namun tidak dapat melanjutkan keturunannya. Agar produksi perikanan di perairan rawa banjiran meningkat dan sesuai dengan sasaran yang diharapkan, maka pengelola perikanan harus mampu memanipulasi dan memodifikasi habitat rawa banjiran sehingga sesuai dengan persyaratan yang diperlukan oleh populasi ikan.

b. Pengelolaan Populasi Ikan

Perubahan ekosistem sungai menjadi ekosist em rawa banjiran akan berpengaruh terhadap populasi ikan. Pada awal penggenangan, siklus hidup ikan akan terganggu. Jenis ikan yang dapat beradaptasi dengan lingkungan rawa banjiran akan tumbuh dan berkembang biak serta biasanya merupakan ikan yang mendominasi. Sebaliknya, jenis ikan yang kurang atau tidak mampu beradaptasi, pada jangka panjang akan menghilang meskipun mungkin pada tahun pertama penggenangan jumlahnya melimpah.

c. Pengelolaan Penangkapan

Pola usaha penangkapan ikan yang dikembangkan di suatu perairan harus didasarkan pada pengetahuan tentang populasi ikan seperti formasi populasi, dinamika populasi, kelimpahan stok dan biomass, dan produksi maksimum lestari yang dapat dicapai. Usaha penangkapan diarahkan pada rasionalisasi pemanfaatan sumber yang optimal dengan memperhatikan kelestarian sumber. Dengan sasaran itu, maka pola pembinaan pengelolaan di daerah padat menurut Widana dan Martosubroto (1986) dilakukan dengan upaya sebagai berikut :

(19)

1. Pembatasan upaya baik jumlah alat tangkap maupun mu sim penangkapan.

2. Pembatasan ukuran mata jaring atau alat lain

3. Membangun reservat baru dan meningkatkan fungsi reservat yang sudah ada, serta perlu adanya pengawasan terhadap kegiatan nelayan yang merugikan fungsi reservet tersebut dan perlu adanya penyuluhan tentang arti penting suatu reservat.

4. Mengadakan penebaran yang harus ditunjang dengan penyediaan benih yang cukup dengan jalan meningkatkan fungsi BBI lokal.

7. Perlu penyuluhan yang intensif kepada masyarakat mengenai pentingnya kelestarian sumber.

Pengendalian penangkapan ikan antara lain dapat dilakukan dengan cara:

1. Menetapkan daerah dan musim atau bulan larangan penangkapan ikan, yang bertujuan untuk memberi kesempatan ikan berkembang biak dan bertumbuh.

2. Pengaturan ukuran te rkecil yang boleh ditangkap, yaitu dengan penetapan ukuran terkecil mata jaring insang dan ukuran mata pancing rawai yang boleh dipakai oleh nelayan.

3. Pengaturan upaya penagkapan, misalnya dengan mengatur jumlah nelayan dan atau unit alat tangkap.

4. Larangan penggunaan alat tangkap ikan yang dapat membahayakan kelestarian sumberdaya perikanan, misalnya larangan penggunaan bahan peledak dan bahan beracun berbahaya (B3), alat tangkap berarus listrik dan pukat harimau.

(20)

11

C. PROFIL KEWILAYAHAN KABUPATEN OGAN K OMERING ILIR DAN MUARAENIM

a. KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR

Wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir terletak di antara 1040, 20’ dan

1060,00’ Bujur Timur dan 20,30’ sampai 40,15’ Lintang Selatan, dengan

ketinggian rata-rata 10 meter di atas permukaan air laut. Se cara administrasi berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Ogan Ilir dan Kota Palembang di sebelah Utara; Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur dan Propinsi Lampung di sebelah selatan; Kabupaten Ogan Ilir di sebelah Barat, dan Selat Bangka dan laut Jawa sebelah Timur (Anonim, 2011).

Luas Kabupaten Ogan Komering Ilir sebesar 19.023,47 Km2 dengan kepadatan penduduk sekitar 38 jiwa per Km2. Kabupaten ini terdiri atas 18 kecamatan. Wilayah paling luas adalah Kecamatan Tulung Selapan (4.853, 40 Km2) dan yang paling sempit adalah Kayu Agung (145, 45 Km2). Kabupaten Ogan Komering Ilir merupakan daerah yang beriklim tropis. Musim kemarau umumnya berkisar antara bulan Mei sampai dengan bulan Oktober setiap tahunnya. Sedangkan musim penghujan berkisar antara bulan November sampai dengan bulan April. Penyimpangan musim biasanya berlangsung lima tahun sekali, berupa musim kemarau yang lebih panjang dari pada musim penghujan dengan rata-rata curah hujan 1.096 mm pertahun dan rata -rata hari hujan 66 hari per tahun (Anonim, 2011).

1. Topografi

Wilayah barat Kabupaten Ogan Komering Ilir berupa hamparan dataran rendah yang sangat luas. Sebagian besar 25 persen daratan dan 75 persen perairan

(21)

yang merupakan rawa -rawa yang membentang. Beberapa kecamatan dialiri sungai-sungai yang berfungsi sebagai jalur transportasi air. Daerah pegunungan hampir tidak ada, hanya terdapat daratan sempit dan daerah yang berbukit -bukit di Kecamatan Pampangan. Daerah yang rendah adalah Kecamatan Tanjung Lubuk dengan ketinggian hanya 6 meter dari perm ukaan laut, sedangkan yang tertinggi adalah di Kecamatan Pampangan. Disisi Timur terdapat garis pantai yang memanjang dari kecamatan Sungai Menang, Cengal, Tulung selapan dan Kecamatan Air Sugihan, Garis pantai tersebut bermuara pada Laut selat Bangka (Anonim, 2011).

2. Keadaan Tanah

Jenis tanah yang ada terdiri dari tanah alluvial dan podsolik. Tanah alluvial terdapat di Daerah ALiran Sungai (DAS) yang tersebar di sebagian wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir. Tanah ini mengandung humus yang bermanfaat untuk tanaman pertanian. Sedangkan tanah podsolik terdapat di daratan yang tidak tergenang air dengan tingkat kesuburan tanah lebih rendah dibandingkan dengan jenis tanah alluvial (Anonim, 2011).

3. Hidrologi

Sistem hidrologi yang membentuk danau di wilayah OKI pad a prinsipnya termasuk ke dalam satuan geomorfik rawa, karena air yang terakumulasi di dalam cekungan tersebut pada umumnya berasal dari rawa yang berada di sekitarnya. Di Kabupaten ini dijumpai empat danau yaitu danau Deling di Kecamatan Pampangan, danau Air Nilang di Kecamatan Pedamaran , danau Teluk Gelam di Kecamatan Teluk Gelam dan danau Teloko di Kecamatan kayuagung. Sedangkan

(22)

13 Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kabupaten OKI memiliki 3 sistem yaitu DAS Musi, DAS Bulularinding dan DAS Mesuji. Di daerah aliran sungai banyak terdapat lebak yang mana pasang surut airnya dipengaruhi oleh musim. Pada musim penghujan lebak terendam air, namun dimusim kemarau airnya surut. Teradapat juga bagian daerah yang airnya tidak pernah kering dikenal dengan istilah lebak lebung. Lebak lebung merupakan tempat perkembangbiakkan ikan yang alami dan potensial (Anonim, 2011).

(23)

b. KABUPATEN MUARAENIM

a. Keadaan Geografi (Letak Geografi dan Kondisi Topografi)

Posisi geografis Kabupaten Muara Enim terletak antara 40 sampai 60 Lintang Selatan dan 1040 sampai 1060 Bujur Timur.Kabupaten Muara Enim merupakan daerah agraris dengan luas wilayah 9.1140,50 Km2, terbagi menjadi 22 definif/desa persia pan dan 16 Kelurahan. Batas -batas wilayah Kabupaten Muara Enim antara lain: Sebelah Utara dengan Kabupaten Musi Banyuasin dan Palembng; Sebelah Selatan dengan Kabupaten OKU dan Ogan Komering Ulu Selatan, Sebelah Timur kabupaten OKI, Ogan Ilir dan Kota Prab umulih; Sebelah Barat dengan Kabupaten Musi Rawas, dan Kabupaten Lahat (Anonim, 2011).

Kondisi topografi daerah cukup beragam, Daerah dataran tinggi di bagian barat daya, merupakan bagian dari rangkaian pegunungan Bukit Barisan. Daerah ini meliputi Kecamatan Semende darat Tengah dan Kecamatan Tanjung Agung. Daerah dataran rendah, berada , berada dibagian tengah. Terus ke utara -timur laut, terdapat daerah rawa yang berhadapan langsung dengan daerah aliran Sungai MUsi. Daerah ini meliputi Kecamatan Talang Pen ukal Utara, Penukal Abab, Tanah Abang, Lembak, Gelumbang, dan Sungai Rotan (Anonim, 2011).

b. Keadaan Iklim dan Ketinggian

Kabupaten Muara Enim memiliki curah hujan yang ervariasi antara 145,36/9,14 mm sampai dengan 444,14/20,50 mm sepanjang tahun 2010. Sementara bulan Januari merupakan bulan dengan curah hujan paling banyak. Dengan suhu udara rata -rata pada siang hari berkisar antara 230C-240C (Anonim,

(24)

15 Secara umum Kabupaten Muara Enim dapat digolongkan sebagai daerah dataran rendah.. Berdasarkan daerah sebaran ketinggian menurut kecamatan, sebanyak lebih dari 75 persen wilayahnya berada pada ketinggian lebih dari 100 meter dari permukaan laut dan selebihnya berada pada ketinggian lebih dari 100 meter dari permukaan laut yang tersebar di lima kecamatan y aitu : Kecamatan Semende Darat Laut, Semende darat Ulu, Semende darat Tengah, Tanjung Agung, dan Lawang Kidul (Anonim, 2011) .

c. Kemiringan Tanah dan Jenis Tanah

Derajat kemiringan tanah pada umumnya cenderung landai dengan tingkat ketinggian yang relatif rendah. Sekitar 75,75 persen dari luas wilayah Kabupaten Muara Enim berada pada wilayah yang mempunyai kemiringan kurang dari 12 persen. Sekitar 9,44 persen berkemiringan sedang, yaitu antara 12 -40 persen. Selebihnya, sekitar 14,81 persen tergolong terjal, dengan kemiringan lebih dari 40 persen. Bagian terbesar, yaitu sekitar 42, 23 persen dari luas wilayah Kabupaten Muara Enim adalah berupa padzolik merah -kuning, diikuti Alluvial sekitar 26,03 persen dari luas wilayah. Jenis tanah lain yang cukup besar pera nannya dalam komposisi.struktur tanah adalah adalah latosol (7,64 persen), Asosiasi Padzolik coklat kekuning-kuningan dan hidromorf kelabu (7,59 persen), Asosiasi gley (6,79 persen), dan Andosol (5,54 persen) (Anonim, 2011).

(25)

Gambar 2. Peta Topografi Kab upaten Muara Enim (sumber:

http://widodomedia.files.wordpress.com/2010/07/peta_sumsel1.gif?w=640 ( 11 Desember 2011).

Lokasi penelitian

(26)

III. METODE PENELITIAN

A. KONDISI LOKASI PENELITIAN

Untuk perairan rawa banjiran Lubuk Lampam, yang terletak disebelah Tenggara kota Kayu Agung Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan. Pada awalnya memiliki areal seluas 1200 ha, akan tetapi kondis inya sekarang telah mengalami degrasi dari berbagai aspek yaitu luas areal (pada kegiatan penelitian tahun ini belum bisa dilakukan pemetaan area dikarenakan keterbatasan dana), ikan yang tertangkap (jenis, jumlah dan ukuran). Penyebab terjadinya degradasi tersebut berdasarkan pemantauan dilapangan, disebabkan oleh adanya alih fungsi lahan oleh perusahaan swasta (PT. Sampoerna) menjadi perkebunan sawit dan pada tahun 2011 ini dilakukan pembuatan tanggul setinggi

≥2 m yang dimulai dari sarang bayan menuju ke daerah Belanti, menurut

informasi dari masyarakat sekitar dilakukan oleh Departemen Perhubungan, didukung pula oleh sistem pengelolaan yang kurang tepat dimana pada bagian hulu dan hilir diluar daerah perairan Lubuk Lampan masih ditemukannya pengoperasian alat tangkap yang dilarang yaitu Tuguk.

(27)

Penelitian dilakukan melalui desk study dan survei lapangan d i rawa banjiran Lubuk Lampam Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Sungai Belido , Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Pengambilan sampel ditentukan pada stasiun -stasiun yang telah ditentukan dengan studi pendahuluan. Sampling dilakukan sebanyak 4 kali setahun (F ebruari, Mei, Agustus, dan November 2011) dengan jumlah stasiun sampl ing sebanyak 10 titik (6 stasiun pada Sungai Belido dan 5 stasiun pada Lubuk Lampam) (Gambar 1 dan 2).

B. PENGAMBILAN SAMPEL

Pada masing-masing stasiun, dilakukan pengambilan sample biologi (ikan, benthos, plankton, dan periphiton), dan air baik parameter fisiko-kimiawi. Selengkapnya pengambilan sample masing -masing parameter akan diuraikan dibawah ini :

a. Sampel Ikan

Untuk mengetahui jumlah jenis ikan dan sebarannya diketahui dari data jenis -jenis ikan yang dikumpulkan nelayan yang diletakkan dalam wadah y ang telah diberikan pengawet. Hasil tangkap dan komposisi jenis ikan, sampel ikan dikumpulkan dari hasil tangkapan nelayan pada saat survey dan dari catatan harian nelayan (enumerator). Contoh ikan didapatkan dari berbagai jenis alat tangkap yang dioperasikan di lokasi riset.

b. Kualitas Air

Pada masing-masing stasiun, akan dilakukan pengambilan sample air baik untuk parameter fisiko-kimiawi. Contoh air diambil dari atas perahu motor pada

(28)

19 kedalaman 0.5 meter dari permukaan air dengan menggunakan kemmerer wate r sampler. Sebagian contoh akan dianalisa di lapangan (suhu, Kecepatan arus, kecerahan dan kekeruhan, warna, bau, pH, oksigen terlarut,) dan sebagian lagi (TSS, TDS, BOD, dan COD) dan unsur nitrogen dan fosfor akan dianalisa di Laboratorium Kimia . Selengkapnya pengambilan sample masing -masing parameter akan diuraikan pada Tabel 1.

b. Sampel Plankton

Contoh air untuk analisa plankton diambil sebanyak 50 liter dengan menggunakan ember kemudian disaring dengan planktonet No.25. Air tersaring di tampung di botol vial volume 100 cc dan diawetkan dengan lugol. Contoh plankton diambil dengan menggunakan kemmerer bottle sampel sebanyak 1 L dan diawetkan dengan larutan lugol kemudian di analisa di laboratorium dengan mengunakan metode pengendapan untuk diketahui k elimpahannya (APHA, 2005).

e. Sampel Macrozoobenthos

Sampel makrozoobenthos diambil menggunakan Ekman grab pada lima titik pada masing-masing stasiun. Contoh makrobenthos pada masing -masing titik tersebut disortir dengan menggunakan saringan, kemudian digabungkan (dikomposit) dan diawetkan dengan formalin 10% untuk diidentifikasi dan dianalisa keanekaragaman dan kelimpahannya di laboratorium. Identifikasi benthos dilakukan dengan berpedoman pada buku Pennak (1953), Mc Cafferty et

al (1981), Chu (1949), Macan (1959), Myers et al (2006), dan Anonymous

(29)

C. ANALISIS DATA

Data di tabulasi dan dilihat hubungan antar parameter untuk dianalisa secara statistik dengan persamaan sebagai berikut:

Hubungan bobot tubuh dengan panjang total ikan ditentukan berdasarkan rumus Royce (1984) yaitu :

W = aLb

dimana: W = bobot ikan (g), L= panjang (mm), a dan b = konstanta regresi eksponensial.

Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan persamaan ponderal indeks untuk pertumbuhan isometrik (b=3) dengan rum us (Effendie, 1979) :

K = W/L3.105

dimana: K = faktor kondisi, W= bobot rata-rata ikan (g), L= panjang rata-rata ikan.

Jika pertumbuhan tersebut bersifat allometrik (b3) maka faktor kondisi dihitung dengan rumus (Effendie, 1979) :

Kn = W/cLn

dimana: Kn = faktor kondisi nisbi, W = bobot rata-rata (g), c = a dan n = b adalah konstanta yang diambil dari hubungan panjang berat.

Kelimpahan relatif dan keanekaragaman organisma air (plankton dan benthos) dihitung dengan persamaan berikut:

(30)

21 KR = ni x 100 %

N

KR = Kelimpahan Relatif

ni = Jumlah individu dari jenis ke -i

N = Jumlah individu total

Untuk indeks keanekaragaman digunakan indeks Shannon -Wiener dengan formula :

s

H’ = -Σ pi ln pi pi = ni

n=1 N

H” = Indeks keseragaman

S = Jumlah organisma air

ni = Jumlah individu dari jenis ke -i

N = Jumlah individu total

Masing-masing kelompok data kualitas air dibuat dalam tabel (tabulasi data). Untuk mengetahui parameter kualitas air kunci, data kua litas pada beberapa stasiun dianalisa dengan menggunakan cluster analysis melalui software statistica 6. Hubungan kualitas air dengan organisma perairan dan sedimen akan dianalisa menggunakan metoda multivariate Principle Component A nalysis dengan menggunakan program statistika atau program SPSS. Sementara untuk dinamika populasi ikan digunakan model analitik.

(31)

D. PARAMETER YANG DIUKUR

Tabel 1. Parameter Kualitas Air yang diamati Selama Penelitian.

No Parameter Peralatan Metode

AIR

1 Fisika

Suhu Termometer visual

Kecerahan Secchi Disk visual

Daya Hantar Listrik Conductivity meter

elektrometri

Kedalaman air Pendulum manual

Total Suspended Solids Gravimetric

Total Dissolved Solids Gravimetri

Kecepatan arus Flow meter manual

warna Visual

bau. Penciuman

2 Kimia pH pH indikator Kolorimetri

oksigen terlarut Titrasi Winkler

Alkalinitas titrimetri

Hardness titrimetri

Keasaman total titrimetri

DOC Carbon analyzer Ignition

BOD5 BOD Whatman inkubasi botol

(32)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kegiatan penangkapan ikan ( jenis, komposisi jenis dan hasil tangkapan ikan, alat tangkap dan daerah penangkapan).

4.1.1. Perairan Lubuk Lampam, Kabupaten Ogan Komering Ilir

4.1.1.1. Jenis, komposisi jenis dan hasil tangkapan Ikan

Selain organisme invertebrata air, ikan juga digunakan sebagai indikator dari perubahan lingkungan perairan. Berdasarkan hasil tangkapan nelayan, koleksi harian enomerator, jumlah jenis ikan yang ditemukan selama riset berlangsung dari 5 stasiun sebanyak 32 jenis yang berasal dari 18 familia. Famili Bagridae (1 spesies), Anabantidae (1 spesies), Channidae (3 spesies), Clariidae (2 spesies), Cyprinidae (10 spesies), Eleotridae (1 spesies), Helostomatidae (1 spesies), Loricariidae (1 spesies), Mastacembelidae (1 spesies), Notopteriidae (1 spesies), Notopteriidae (1 spesi es), Osphronemidae (2 spesies), Pangasidae (1 spesies), Pristolepidae (1 spesies), Shcilbidae (1 spesies), dan Siluridae (3 spesies). Dengan rincian pada Tabel 1.

Tabel 2. Jenis-jenis ikan yang ditemukan pada 2011

No Famili Nama Latin Nama Lokal

1 Bagridae Hemibagrus nemurus Baung

2 Anabantidae Anabas testudineus Betok

3 Bagridae Mystus nigriceps Berengit

4 Channidae Channa striata Gabus/Ruan

5 Channidae Serko

6 Channidae Channa melastoma Toman

7 Clariidae Clarias nieuhofi Keli/lele

8 Clariidae Clarias batrachus Keli/lele

9 Cyprinidae Puntioplites bulu Bengalan

10 Cyprinidae damaian

11 Cyprinidae Barbonymus schwanenfeldii Lampam

(33)

13 Cyprinidae Thynnichthys thynnoides lumeh/lumo

14 Cyprinidae Osteochilus hasseltii Palau

15 Cyprinidae Cyclocheilichthys apogon Seberas

16 Cyprinidae Rasbora caudamaculata Seluang

17 Cyprinidae Parachela oxygastroides Siamis

18 Cyprinidae Puntius tawarensis Tawes

19 Eleotridae Oxyleotris marmorata Betutu

20 Helostomatidae Helostoma temminckii Pelkang/ Sapil/ Tembakang 21 Loricariidae Pterygoplichthys pardalis Sapu jagat

22 Mastacembelidae Mastacembelus erythrotaenia Tilan

23 Notopteridae Notopterus notopterus Putak

24 Ospronemidae Trychogaster trichopterus Sepat mata abang 25 Ospronemidae Trychogaster pectoralis Sepat siam

26 Pangasidae Pangasius sp Patin

27 Pristolepidae Pristolepis fasciata sepatung

28 Schilbidae Pseudeutropius brachypopterus Riu

29 Siluridae Kryptopterus apogon Belut tulang

30 Siluridae Kryptopterus sp Lais

31 Siluridae Ompok eugeneiatus lais janggut

32 Gymnothorax tile Belut

Berdasarkan jumlah jenis ikan yang ditemukan yang hanya 32 jenis pada tahun 2011, dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Arifin (1981) mencatat 90 jenis, Utomo et a.,l (1992) mencatat 63 jenis, dan Safran et al., (2008) mencatat 48 jenis. Ini berarti dalam kurun waktu kurang lebih 30 tahun telah terjadi penurunan sebesar hampir 50% atau 42 jenis ikan dan dalam kurun waktu kurang lebih 4 tahun telah terjadi penuruan kembali sebesar 30% atau 16 jenis ikan yang sudah tidak ditemukan lagi di perairan Lubuk Lampam (Gambar 4).

(34)

25 9 0 6 3 4 8 3 2 0 20 40 60 80 100 1981 1992 2008 2011 T a h u n

Jum la h Je nis Ika n

Gambar 4. Pola penurunan jenis ikan di perairan Lubuk La mpam

Rendahnya keanekaragaman jenis ikan yang ditemukan pada perairan Lubuk Lampam diantaranya diperkirakan disebabkan oleh perubahan ekosistem perairan Lubuk Lampam dahulu dengan kondisinya sekarang. Perubahan kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.

(35)

Gambar 6 Kondisi Perairan Lubuk Lampam Terkini (Sumber: Muflikhah et al., 2011)

Pada Gambar 6, dapat dilihat berdirinya pabrik -pabrik dan pembuatan kanal-kanal oleh perusahaan swasta yang akan mempengaruhi pola ketinggian air pada perairan Lubuk Lampam. Perubahan pola ketinggian air tersebut akan berpengaruh terhadap organism perairan yang ada di Lubuk Lampam, dimana menurut Junk dan Wantzen (2004) karakteristik khas ekosistem rawa lebak adalah secara periodik mengalami musim air dalam dan musim air dangkal. Menurut Hartoto (2000) perubahan kedalaman air musiman mempengaruhi kondisi kualitas air dan ritme kehidupan ikan (Lowe-McConnell, 1987).

Selain disebabkan oleh perubahan ekosistem perairan diatas, diperkirakan juga disebabkan oleh beroperasinya alat tangkap yang dilarang pada bagian hulu dan hilir diluar areal Lubuk lampam yaitu alat tangkap Tuguk (Gambar 7), yang akan mempengaruhi pola kehidupan ikan karena sifat dari alat tangkap itu sendiri yang memotong badan perairan sungai .

(36)

27 Gambar 7. Lokasi beroperasinya alat tangkap Tuguk pada bagian hulu dan hilir

Apabila dilihat dari hasil tangkapan (Gambar 8), hasil tangkapan setiap stasiun penelitian dan waktu peng amatan beragam, tetapi secara keseluruhan rata -rata hasil tangkapan tertinggi diperoleh pada bulan Mei. Hal tersebut diperkirakan karena pada bulan Mei kondisi air tinggi, sehingga banyak ikan yang melakukan ruaya untuk melakukan pemijahan.

Gambar 8. Hasil tangkapan Lubuk Lampam, Ogan Komering Ilir 2011

Alat tangkap Tuguk pada bagian Hulu

(37)

4.1.1.2. Jenis alat tangkap dan daerah penangkapan

Hasil riset kegiatan perikanan rawa banjiran Lubuk Lampam tahun 2011 diketemukan ada 8 jenis alat tangkap yaitu Tajur ( Hooks and Lines), Rawai (Set

longlines), Jaring (Gilnets), Jala (Cast net) dan Empang/Arad (Barrier traps),

Pengilar, bubu belut, dan kilung. alat tersebut digunakan adalah mem anfaatkan pola pergerakan ikan-ikan yang melakukan ruaya ataupun pergerakan air.

Musim penangkapan alat tangkap jaring b eroperasi sepanjang tahun, waktu musim penghujan maupun musim kemarau (Januari –Desember) alat ini digunakan disetiap lokasi tipe perairan (lebak, lebung dan sungai). Alat tangkap rawai beroperasi pada waktu musim penghujan (Maret –Juni) digunakan disetiap lokasi tipe perairan (lebak, lebung dan sungai). Alat tangkap tajur beroperasi pada waktu musim penghujan dan kemarau bulan (April –Agustus) digunakan juga disetiap lokasi tipe perairan (lebak, lebung dan sungai). Arat/empang beroperasi pada waktu musim kem arau dan musim puncak penangkapan (Juli –Agustus) digunakan di dua lokasi tip e perairan (Lebung dan sungai).

(38)

29

4.1.2. Perairan Sungai Belida, Kabupaten Muara Enim

4.1.2.1. Jenis, komposisi jenis dan hasil tangkapan Ikan

Berdasarkan hasil tangkapan nelayan, koleksi harian enomerator, jumlah jenis ikan yang ditemukan selama riset berlangsung dari 5 stasiun sebanyak 50 jenis yang berasal dari ≥ 16 famili (Tabel 2).

Tabel 3. Jenis-jenis ikan yang ditemukan pada 2011

No Famili Nama latin Nama lokal

1 Bagridae Hemibagrus nemurus Baung

2 Ambassidae Parambassis apogonoides Semengka/Sepengkah

3 Ambassidae Sepengkah

4 Anabantidae Anabas testudineus Betok

5 Bagridae Bagroides melapterus Baung Munti

6 Bagridae Mystus wolfii Lundu

7 Belontiidae Belontia hasselti Selincah

8 Channidae Channa lucius Bujuk

9 Channidae Channa striata Gabus/kuan

10 Channidae Channa pleuropthalmus Serandang

11 Channidae Channa melastoma Toman

12 Clariidae Clarias sp Keli/lele

13 Clariidae Clarias sp Lele

14 Cyprinidae Puntioplites bulu Bengalan/temenggalan

15 Cyprinidae Tor sp Biran

16 Cyprinidae Albulichthys albuloides Coli

17 Cyprinidae Hampala macrolepidota Kebarau

18 Cyprinidae Kepiat

19 Cyprinidae Cyclocheilichthys apogon Komperas

20 Cyprinidae Kujam

21 Cyprinidae Lambak

22 Cyprinidae Barbonymus schwanenfeldii Lampam

23 Cyprinidae Lemak

24 Cyprinidae Cyclocheilichthys enoplus Lumajang

25 Cyprinidae Osteochilus hasseltii Palau

26 Cyprinidae Sampah

27 Cyprinidae Hampala ampalong Sebarau/Kebarau

28 Cyprinidae Seberuk

29 Cyprinidae Rasbora argyrotaenia Seluang Batang

30 Cyprinidae Puntius lineatus Semburingan

(39)

32 Eleotridae Selontok

33 Helostomatidae Helostoma temminckii Tembakang/Sapil 34 Mastacembilidae Mastacembelus erythrotaenia Tilan

35 Notopteridae Notopterus chitala Belida

36 Notopteridae Notopterus notopterus Putak

37 Osphronemidae Oreochromis nilotika Nila

38 Osphronemidae Trychogaster trichopterus Sepat mata merah 39 Osphronemidae Trychogaster pectoralis Sepat siam

40 Pangasidae Pangasius polyuranodon Juaro

41 Pangasidae Pangasius sp Patin

42 Pristolepidae Pristilepis fasciata Sepatung

43 Siluridae Cryptopterus apogon Lais Muncung

44 Siluridae Wallago lerii Tapah

45 Tetraodontidae Tetraodon palembngensis Buntal

46 Toxotidae Toxotes jaxulatrik Sumpit

47 Gymnothorax tile Belut

48 Senyulong

49 Sepat laut

50 Sepongol

Berdasarkan jumlah jenis ikan yang ditemukan sebanyak 52 jenis ikan, dan jenis-jenis ikan yang ditemukan yang rata-rata merupakan jenis ikan ekonomis penting. Ikan Baung (Hemibagrus nemurus), Tapah (Wallago leerii), dan Belida (Notopterus notopterus ) yang merupakan jenis ikan ekonomis dan masih ditemukan di perairan Sungai Belido, maka diperkirakan perairan sungai Belido ini merupakan habitat ikan ekonomis penting dan merupakan daerah pemijahan khusunya untuk ikan belido (hal tersebut ditandai dengan ditemukannya beberapa pasang calon indukan ikan Belida ukuran 4,0- 6,5 Kg selama riset berlangsung di stasiun Kayu Arobatu.

Tingginya keragaman jenis ikan yang didapat pada perairan Sungai Belido diperkirakan juga disebabkan oleh faktor sumbermata pencaharian masyarakat disekitar yang bukan merupakan nelayan yaitu bertani dan berkebun. Dalam hal

(40)

31 ini adalah bersawah dan berkebun karet, kegiatan mencari ikan bukan utama sehingga kemungkinan terjadinya over eksploitasi kecil.

Gambar 9. Hasil tangkapan Ikan Sungai Belido, Kabupaten Muara Enim pada 2011

Berdasarkan hasil tangkapan (G ambar 9), stasiun Kayu Arobatu merupakan lokasi potensial sumberdaya ikan hal tersebut ditandai dengan ditemukannya hasil tangkapan pada setiap bulan dengan hasil tangkapan tertinggi diperoleh pada bulan Agustus. Hal tersebut diperkirakan disebabkan karena stasiun kayu arobatu merupakan stasiun yang memiliki kondisi ekostem yang masih bagus, ditandai dengan masih banyaknya ditemukan tumbuhan air, tidak banyak perumahan penduduk, dan luas badan sungai yang lebih lebar dibandingkan dengan stasiun yang lain.

4.1.2.2. Jenis alat tangkap dan daerah penangkapan

Jenis alat tangkap yang diketemukan selama riset berlangsung di perairan Sungai Belido pada tahun 2011 ada 9 jenis alat tangkap yaitu Tajur ( Hooks and

Lines), Rawai (Set longlines), Jaring (Gilnets), Jala (Cast net) dan Empang

(41)

dengan memanfaatkan pola pergerakan ikan yang melakukan ruaya ataupun pergerakan air.

Berdasarkan laporan hasil pemantauan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Muara Enim yang dilakukan setiap 3 bulan sekali t ercatat tidak kurang dari 10 alat tangkap, dengan alat tangkap dominan ad alah rawai dan pancing (Gambar 10). Pemantauan alat tangkap dan daerah penangkapan dilakukan di seluruh badan perairan umum pada wilayah K abupaten Muara Enim, dengan daerah penangkapan tertinggi pada ekosistem sungai yang kemudian diikuti oleh ekosistem rawa. 200 500 800 1100 1400 1700 2000 2300 2600 2900 3200 3500 3800 4100 4400 4700 5000 Ju m la h U n it P e n an gk ap an JARI NG IN SANG HAN YUT JARI NG IN SANG TETA P ANCO SERO K RAW AI PANC ING SERO JERM AL BUBU LAIN NYA JALA TEBA R

Jenis Alat Tangkap

(42)

33 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000 Ju m la h U ni t Pe na ng ka pa n

RAWA SUNGAI DANAU WADUK

Ekosistem

TRIWULAN 1 TRIWULAN 2 TRIWULAN 3

Gambar 10. Jumlah unit penangkapan berdasarkan alat dan ekositem penangkapan

4.2. Organisme perairan (Periphiton, plankton, m akrozoobenthos, dan serangga).

4.2.1. Perairan Lubuk Lampam, Kabupaten Ogan Komering Ilir

4.2.1.1. PERIFITON

Perifiton yang ditemukan pada 5 stasiun pengamatan di perairan Lubuk Lampam selama penelitian terdiri atas 33 g enera dengan persentase pada Februari, Mei, Juli dan November masing-masing adalah 25%, 24%, 25% dan 27%. Ke 33 genera tersebut berasal dari 3 kelas yaitu Bacillariophyceae, Chlorophyceae, dan Cyanophyceae. Persentase jumlah genera yang ditemukan untuk kelas Bacillarisphyceae lebih tinggi di bandingkan dengan kelas lainnya pada setiap waktu pengamatan (Gambar 11). Jamil (2001) menyatakan bahwa perifiton adalah bioindikator yang baik untuk mengkaji perubahan kualitas air karena organisma air ini sangat sensitif terhadap material anthrophogen ik.

(43)

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

Trip 1 Trip 2 Trip 3 Trip 4

Waktu Pengamatn J u m la h G e n e ra

Bac illaris phy c eae Chlorophy c eae Cy anophy c eae

Gambar 11. Jumlah genera perifiton pada perairan Lubuk Lampam setiap kelas dan waktu pengamatan pada 2011

Pada Gambar 12, keanekaragaman jenis perfiton pada waktu survey Februari, Mei, Juli dan Oktober di 5 stasiun, menunjukkan mayoritas nilai inde ks keanekaragaman berada antara 1 ,39 s/d 2,38. Menurut Odum (1971) bila nilai keanekaragaman lebih kecil dari 1, maka keanekaragaman suatu organisme kecil, bila berada antara 1–3 maka keanekaragaman berada pada tingkat sedang, dan bila nilainya lebih besar dari 3 maka keanekaragaman jenis organisme termasuk tinggi. Sifat perifiton yang sangat sensitif terlihat didukung juga dengan nilai indeks keanekaragaman. Dilihat secara rata rata indeks keanekaragaman pada setiap waktu pengamatan berada pada nilai antara 1,0 dan 2,0 berarti perairan pada tahap menuju degradasi tingkat sedang.

(44)

35 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0

Sarang Bay an Kapak Hulu Raw a Banjiran Belanti Hulu Lebung Proy ek Stas iun

H

'

Trip 1 Trip 2 Trip 3 Trip 4

Gambar 12. Nilai indeks keanekaragaman perifiton pada Februari, Mei, Juli dan Oktober di 5 stasiun di perairan Lubuk Lampam tahun 2011

Apabila dilihat kelimpahan totalnya (Gambar 13), pada waktu survey Februari, Mei, Juli dan Oktober di 5 stasiun, menunjukan mayoritas nilai kelimpahan total diatas 1000 ind/cm2, sehingga perairan rawa banjiran Lubuk lampam secara keseluruhan belum mengalami de gradasi lingkungan.

0 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 30000000 35000000 40000000 45000000 50000000

Sarang Bayan Kapak Hulu Raw a Banjiran Belanti Hulu Lebung Proyek Stasiun K e lim p a h a n ( In d v /c m 2 )

Februari Mei Juli Oktober

Gambar 13. Nilai kelimpahan perifiton pada Februari, Mei, Juli dan Oktober di 5 stasiun perairan rawa banjiran Lubuk Lampam 2011.

Berdasarkan kelimpahan relatif perifiton , yang didominasi oleh Chlorophycea dan Bacillariophycea (Gambar 14). Menurut Reinolds (1984),

(45)

Bacillariophyceae adalah salah satu kelompok algae yang secara kualitatif dan kuantitatif banyak terdapat di berbagai perairan baik sebagai plankton maupun sebagai perifiton. Ditambahkan pula oleh Smith (1950 dan Sachlan (1980) bahwa Bacillariophyceae mempunyai sifat kosmopolit, tahan terhadap kondisi ekstrem, mudah beradaptasi dan mempunyai daya reproduksi yang sangat tinggi.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Sarang Bayan Kapak Hulu Raw a Banjiran Belanti Hulu Lebung Proyek S ta s iu n KR

Amphiprora Cyclotella Cymbella Eunotia Frusturia Gomphonema

Navicula Nitzschia Pediastrum Pinnularia Surirella Synedra

Tabellaria Ankistrodesmus Closterium Cosmarium Euastrum Micrasterias

Microspora Scenedesmus Spirogyra Straurastrum Tetraedron Ulotrix

Anabaena Chroococcus Nostoc

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Sarang Bayan Kapak Hulu Rawa Banjiran Belanti Hulu Lebung Proyek S ta si un KR

Cymbella Diatoma Fraggilaria Frusturia Gomphonema

Navicula Nitzschia Pediastrum Pinnularia Surirella

Synedra Tabellaria Ankistrodesmus Closterium Cosmarium

Euastrum Scenedesmus Spirogyra Straurastrum Tetraedron

Ulotrix Anabaena Chroococcus Nostoc Oscillatoria

Trip 1 (Februari) Trip 2 (Mei)

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Sarang Bayan Kapak Hulu Raw a Banjiran Belanti Hulu Lebung Proyek S ta s iu n KR

Coscinodiscus Cymbella Crugenia Diatoma Eunotia Fraggilaria

Frusturia Gomphonema Navicula Nitzschia Pediastrum Pinnularia

Surirella Synedra Tabellaria Ankistrodesmus Closterium Cosmarium

Scenedesmus Spirogyra Straurastrum Ulotrix Anabaena Nostoc

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Sarang Bayan Kapak Hulu Raw a Banjiran Belanti Hulu Lebung Proyek S ta s iu n KR

Amphiprora cocconeis Cyclotella Cymbella Diatoma Eunotia

Fraggilaria Frusturia Gomphonema Merismopodia Navicula Nitzschia

Pinnularia Spirullina Stauroines Surirella Synedra Ankistrodesmus

Cosmarium Spirogyra Straurastrum Ulotrix Anabaena Chroococcus

Trip 3 (Juli) Trip 4 (Oktober)

Gambar 14. Kelimpahan relatif perifiton di perairan Lubuk La mpam Februari, Mei, Juli dan Oktober Ogan Komering Ilir pada 2011.

(46)

37

4.2.1.2. BENTOS

Makrozoobenthos merupakan satu dari beberapa organisma air yang dapat digunakan sebagai indikator dari tingkat pencemaran suatu perairan. Keberadaan makrozoobenthos erat kaitannya dengan jumlah bahan organik pada sedimen. Dari hasil penelitian yang d ilakukan pada 2011 di 5 stasiun pengamatan di rawa banjiran Lubuk Lampam Provinsi Sumatera Selatan, jumlah jenis makrozoobenthos yang ditemukan sebanyak 1 3 genera. Ke 13 genera tersebut berasal dari 9 kelas yaitu Tubuficidae, Chironomidae, Tanypodinae, Corbiculidae, Tubificidae, Ampullariidae, Hydroptilidae, Hydropschidae dan Lepthoplebidae (Gambar 15). Kelimpahan total macrozoobenthos beragam pada 5 stasiun baik pada Februari, Mei, Juli dan Oktober. Kelimpahan tertinggi ditemukan di stasiun Sarang Bayan pada bulan Februari (Gambar 16).

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 Tub if ici dae Chi rono mid ae Tan y pod inae Cor bic u lidae Tub if ici dae Am pulla riida e Hyd rop tilid ae Hyd rop schi dae Lept hop leb idae Kelas J u m la h G e n e ra

Trip 1 Trip 2 Trip 3

Gambar 15. Jumlah genera bentos pada perairan Lubuk Lampam setiap kelas dan waktu pengamatan pada 2011

Makrozoobenthos merupakan sa tu dari beberapa organisma air yang dapat digunakan sebagai indikator dari tingkat pencemaran suatu perairan. Penentuan

(47)

tingkat degradasi suatu perairan dengan menggunakan makrozobenthos dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan baik menggunakan singgle m etrik atau multi metrik. 0 5 0 0 1 0 0 0 1 5 0 0 2 0 0 0 2 5 0 0 3 0 0 0 3 5 0 0 4 0 0 0 4 5 0 0 5 0 0 0 B e la n ti Hu lu S u a k B u a y o Ta la n g b a y a n S u a k b u a y o K a p a k h u lu L e b u n g p r o y e k S ta s iu n K e lim p a h a n ( in d v /m 2 ) T ri p 1 T ri p 2 T ri p 3

Gambar 16. Kelimpahan makrozoobenthos di rawa banjiran Lubuk Lampam, Provinsi Sumatera Selatan 2011

0% 20% 40% 60% 80% 100% Belanti Hulu Suak Buayo Talang bayan Suak buayo S ta s iu n % Kelimpahan Genera

Aulodrilus sp. Branchiura sow erbyi Chironomus sp. Clinotanypus sp Nais Pupa Chironomids Tanytarsus sp

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Lebung proyek Sarang bayan Suak buayo Kapak hulu Belanti hulu S ta si un % Kelimpahan Genera Aulodrilus sp. Chironomus sp. Clinotanypus sp Imamature tubificids with hair setae Namalycastis sp sp. 1 Trip 1 Trip 2 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% lebung proyek sarang bayan Suak buayo kapak hulu belanti hulu Pati lintang S ta s iu n % Kelimpahan Genera

Aulodrilus sp. Chironomus sp. Imamature tubificids w ithout hair setae Pomacea sp

Trip 3 Trip 4 (Kosong)

Gambar 17. Kelimpahan relatif bentos di perairan Lubuk Lampam Februari, Mei, Juli dan Oktober Ogan Komering Ilir pada 2011 .

(48)

39 Sedikitnya jenis bentos yang ditemukan dan tidak ditemukannya pada trip 4, diperkirakan dikarenakan kar ena adanya kesalahan dalam teknik pengambilan sampel bentos, oleh karena itu untuk kegiatan tahun berikut nya akan dilakukan evaluasi terhadap metode pengambilan sampel.

4.2.1.3. PLANKTON

1. Fitoplankton

Hasil identifikasi fitoplankton pada 5 stasiun di rawa banjiran Lubuk Lampam, Provinsi Sumatera Selatan mendapatkan 47 genera. Persentase genera fitoplankton antar stasiun pengamatan bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh pola pemanfaatan lahan .

Variasi dan pola persentase jumlah genera juga tercermin dari bervariasinya nilai indeks keanekaragaman (Gambar 18). Indeks keanekaragaman secara keseluruhan dari 5 stasiun pada Februari dan Juli cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan Mei dan November. Penurunan indeks keanekaragaman pada Oktober berkaitan dengan musim kemarau yang diindikasikan dengan penurunan kedalaman. Berdasarkan indeks keanekaragaman pad a Februari, Mei, Juli dan Oktober dengan nilai pada kisaran 1.00-3.00 dan dengan rata-rata indeks keanekaragaman > 2 ini dapat dijelaskan bahwa kondisi perairan di rawa banjiran Lubuk Lampam dalam kondisi belum mengalami proses degradasi.

(49)

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

kapak hulu suak buayo lebung proyek sarang bayan belanti hulu Stasiun K e a n e k a ra g a m a n ( H ')

Trip 1 Trip 2 Trip 3 Trip 4

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45

kapak hulu suak buayo lebung proyek sarang bayan belanti hulu Stasiun D o m in a n s i I n d e k s ( D I)

Trip 1 Trip 2 Trip 3 Trip 4

Gambar 18. Grafik indek keanekaragaman (A) dan indeks dominansi (B) Fitoplankton di perairan rawa banjiran Lubuk Lampam, Provinsi Sumatera Selatan 2011

Nilai rata-rata indeks dominansi jenis fitoplankton di setiap stasiun pengamatan berkisar antara 0,00-1,39 dengan indeks dominansi terendah ditemukan pada Februari pada hampir seluruh stasiun dan tertinggi pada stasiun

(50)

41 Suak Buayo pada Oktober (Gambar 18). Indek dominasi jenis plankton dapat digunakan untuk melihat ada atau tidaknya spesies tertentu yang mendominansi suatu komunitas plankton pada perairan tersebut. Dari hasil nilai rata -rata indeks dominansi jenis plankton di setiap stasiun pengamatan, didapatkan bahwa secara umum terlihat tidak adanya spesies tertentu yang mendominansi suatu komunitas plankton pada perairan tersebut, karena hampir pada seluruh stasiun pada setiap bulan indek dominansi paling tinggi mencapai kurang dari 0,5.

2. Zooplankton

Hasil identifikasi zooplankton pada 5 stasiun di rawa banjiran Lubuk Lampam, Provinsi Sumatera Selatan didapatkan 11 genera. Nilai indeks keanekaragaman yang relatif tidak berbeda antar stasiun kecuali pada stasiun Suak Buayo dan Lebung Proyek nilai Indeks keanekaragaman yang berada pada kisaran <1,5 (Gambar 19) mengindikasikan bahwa perairan komplek danau rawa banjiran Lubuk Lampam sedang mengalami proses degradasi.

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6

kapak hulu suak buayo lebung proyek sarang bayan belanti hulu Stasiun K e ra g a m a n ( H ')

(51)

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

belanti hulu sarang bayan lebung proyek suak buayo kapak hulu Stasiun D o m in a n s i I n d e k s ( D I)

Trip 1 Trip 2 trip 3 Trip 4

Gambar 19. Grafik indek keanekaragaman (A) dan indeks dominansi (B) Zooplankton di perairan rawa banjiran Lubuk Lampam, Provinsi Sumatera Selatan 2011

4.2.2. Perairan Sungai Belida, Kabupaten Mu ara Enim

4.2.2.1. PERIFITON

Perifiton yang ditemukan pada 5 stasiun pengamatan di perairan Sungai Belido selama penelitian terdiri atas 36 genera dengan persentase pada Februari, Mei, Juli dan November masing-masing adalah 27%, 25%, 24% dan 24%. Ke 33 genera tersebut berasal dari 3 kelas yaitu Bacillariophyceae, Chlorophyceae, dan Cyanophyceae. Persentase jumlah genera yang ditemukan untuk kelas Bacillarisphyceae lebih tinggi di bandingkan dengan kelas lainnya pada setiap waktu pengamatan (Gambar 20).

(52)

43 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Trip 1 trip 2 Trip 3 Trip 4

Waktu Pengamatan J u m la h G e n e ra

Bacillarisphyceae Chlorophyceae Cyanophyceae

Gambar 20. Jumlah genera perifiton pada perairan Sungai Belido setiap kelas dan waktu pengamatan pada 2011

Pada Gambar 21, keanekaragaman jenis per ifiton pada waktu survey Februari, Mei, Juli dan November di 5 stasiun, menunjukkan mayoritas nilai indeks keanekaragaman berada antara 0,74 s/d 2,15. Menurut Odum (1971) bila nilai keanekaragaman lebih kecil dari 1, maka keanekaragaman suatu organisme kecil, bila berada antara 1 –3 maka keanekaragaman berada pada tingkat sedang, dan bila nilainya lebih besar dari 3 maka keanekaragaman jenis organisme termasuk tinggi. Sifat perifiton yang sangat sensitif terlihat didukung juga dengan nilai indeks keanekaragaman. Dilihat secara rata rata indeks keanekaragaman pada setiap waktu pengamatan berada pada nilai antara 1,0 dan 2,0 berarti perairan sedang mengalami proses degradasi tingkat sedang.

(53)

0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00

Gum ay Muara Putak Kayu Arobatu Kanal Ulak Baru Kanal Harapan Mulya Stasiun H '

Trip 1 Trip 2 Trip 3 Trip 4

Gambar 21. Grafik indek keanekaragaman Perifiton di perairan rawa banjiran Sungai Belido, Provinsi Sumatera Selatan 2011

Pada Gambar 22, kelimpahan total perifiton pada waktu survey Februari dan Mei di 5 stasiun, menunjukan mayoritas nilai kelimpahan total diatas 1000 ind/cm2, sehingga perairan Sungai Belido secara keseluruhan belum mengalami degradasi. 0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000 800000

Gumay Muara Putak Kayu Arobatu Kanal Ulak Baru Harapan Mulya Stasiun K e lim p a h a n ( in d iv id u /c m 2 )

Trip 1 Trip 2 Trip3 Trip 4

Gambar 22. Kelimpahan total perifiton pada F ebruari, Mei, Juli dan Oktober di perairan Sungai Belido 2011

(54)

45

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

Gumay Muar a Putak Kay u A r obatu Kanal Ulak Bar u Har apan Muly a

S ta s iu n KR

A m phiprora A nabaena C los terium c oc c oneis C os m arium

C y m bella D iatom a E unotia F raggilaria G om phonem a

N avic ula N itz s c hia N os toc P innularia S pirogy ra

S trauras trum S urirella S y nedra Tabellaria U lotrix

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Gumay Muara Putak Kayu Arobatu Kanal Ulak Baru Harapan Mulya St a si u n KR

Amphiprora Anabaena Ankistrodesmus Chroococcus cocconeis Coscinodiscus

Cosmarium Cyclotella Cymbella Diatoma Euastrum Eunotia

Fraggilaria Frusturia Gomphonema Microspora Navicula Nitzschia

Nostoc Oscillatoria Pinnularia Scenedesmus Spirogyra Straurastrum

Surirella Synedra Tabellaria Ulotrix

Trip 1 Trip 2

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Gumay Muara Putak Kayu Arobatu Kanal Ulak Baru Harapan Mulya S ta s iu n KR

Amphiprora Anabaena Ankistrodesmus Chroococcus Closterium cocconeis Cosmarium Cyclotella Cymbella Euastrum Eunotia Fraggilaria Frusturia Microspora Navicula Nitzschia Pinnularia Scenedesmus Spirogyra Straurastrum Surirella Synedra Tabellaria Ulotrix

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Gumay Muara Putak Kayu Arobatu Kanal Ulak Baru Harapan Mulya S ta s iu n KR

Amphora Ankistrodesmus Closterium cocconeis Coscinodiscus Cosmarium

Cyclotella Cymbella Diatoma Eunotia Fraggilaria Frusturia

Gomphonema Gonatozygon Navicula Nitzschia Oscillatoria Pinnularia

Spirogyra Stauroines Surirella Synedra Tabellaria Ulotrix

Trip 3 Trip 4

Gambar 23. Kelimpahan relatif perifiton di perairan Sungai Belido Februari, Mei, Juli dan November, Ogan Komering Ilir pada 2011

Selain kelimpahan total, kelimpahan relatif perifiton yang didominasi oleh Chlorophycea dan Bacillariophycea (Gambar 23). Pada 5 stasiun pengamatan pada Februari, Mei dan Juli kelas Bacillariophycea kebanyakan didominasi oleh jenis Amphipora. Untuk pengamatan kelas Chlorophyc ea didominasi oleh jenis Ulotrik baik pada Februari, Mei maupun Juli. Menurut Reinolds (1984), Bacillariophyceae adalah salah satu kelompok algae yang secara kualitatif dan kuantitatif banyak terdapat di berbagai perairan baik sebagai plankton maupun sebagai perifiton

(55)

4.2.2.2. BENTOS

Dari hasil penelitian yang d ilakukan pada tahun 2011 pada 5 stasiun pengamatan di rawa banjiran Sungai Belido, Provinsi Sumatera Selatan, jumlah jenis makrozoobenthos yang ditemukan sebanyak 1 7 genera yang berasal dari 5 kelas yaitu Diptera, Moluska, Oligochaeta, Polychaeta dan Trichoptera (Gambar 20) dan didomiansi oleh kelas Oligochaeta dan tertinggi pada bulan Juli .

0 1 2 3 4 5 6 7

Mollusca Oligochaeta Diptera Polychaeta Trichoptera Kelas Ju m la h g e n e ra

Trip 1 Trip 2 Trip 3 Trip 4

Gambar 24. Jumlah genera bentos yang diketemukan berdasarkan waktu pengamatan di perairan Sungai Belido pada 2011

Kelimpahan total makrozoobenthos beragam pada 5 stasiun baik pada Februari, Mei, Juli dan Oktober. Kelimpahan tertinggi ditemukan di stasiun Putak dan Gumay pada bulan Juli (Gambar 24).

(56)

47 0 200 400 600 800 1000 1200

Gumay Putak Kay u A r obatu Ulak bar u Kanal HM M.HM

Stas iun K e lim p a h a n ( in d v d /m 2 )

T rip 1 T rip 2 T rip 3 T rip 4

Gambar 25. Kelimpahan bentos di Sungai Belido pada 2011

Bila dikaitkan dengan kelimpahan relatif, famili makrozoobenthos yang mendominasi pada stasiun tersebut adalah Oligochaeta yang didominasi oleh genus Aulodrilus sp dan Lymnodrilus sp. (Gambar 26).

0 20 40 60 80 100 120 140 160 K e lim p a h a n

Gumay Putak Kayu Arobatu M.HM Stasiun

Tubificidae Chironomidae Corbiculidae Nereidae Tricoptera

0 20 40 60 80 100 120 140 K e li m p a h a n

Gum ay Putak Kayu

Arobatu

Ulak baru Kanal HM HM

Stasiun

Tubif icidae Chironomidae Chironomidae Tubif icidae Nereidae Ampullariidae Hydroptilidae

Trip 1 Trip 2 0 100 200 300 400 500 600 K e lim p a h a n

Gumay sungai putak Kayu aro batu

Ulak baru Kanal HM Muara HM

Stasiun

Tubificidae Tubificidae Chironomidae Chironomidae Naididae Tubificidae Tubificidae Naididae Lepethoplebidae

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 K e li m p a ha n

Gumay Putak Kayu aro

batu

Ulak Baru Kanal HM Muara HM

Stasiun

Tubif icidae Tubif icidae Chironomidae Tubif icidae Nereidae Hydropschidae

Trip 3 Trip 4

Gambar 26. Kelimpahan relatif Bentos di perairan Sungai Belido Februari, Mei, Juli dan November, Ogan Komering Ilir pada 2011

Gambar

Gambar 2. Peta Topografi Kab upaten Muara Enim (sumber:
Gambar 3. Pembuatan Tanggal oleh Kementerian Perhubungan pada 2011
Gambar 4. Pola penurunan jenis ikan di perairan Lubuk La mpam
Gambar 6 Kondisi Perairan Lubuk Lampam Terkini (Sumber: Muflikhah et al., 2011) Pada  Gambar 6,  dapat  dilihat  berdirinya  pabrik -pabrik  dan  pembuatan kanal-kanal oleh perusahaan swasta yang akan mempengaruhi pola ketinggian air pada  perairan  Lubuk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di wilayah timur Indonesia, provinsi Maluku Utara menjadi yang paling mampu menghapuskan kemiskinan secara langsung di wilayah timur dengan menduduki peringkat ke

Namun tidaklah mudah bagi pria berkulit hitam yang beranjak dari dapur –pada dinas ketentaraan kala itu, kebanyakan orang kulit hitam hanya bekerja di dapur saja atau rumah

Namun adanya batasan seperti ruangan yang cukup terbatas dan kehadiran server- server yang akan terus online membuat rancangan sistem pengkabelan untuk data center harus

Terkait dengan Pembangunan Koridor Ekonomi Bali – Nusa Tenggara teridentifikasi rencana investasi baru yang pelaksanaannya dimulai dalam waktu 2011 - 2014 untuk kegiatan ekonomi

[r]

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Jurusan Teknik Informatika Fakultas Teknik.. Universitas

Berdasarkan hasil pengukuran nilai BOD di 2 titik sampling perairan di Waduk Cirata dengan kedalaman yang berbeda hanya di titik Desa Margaluyu pada kedalaman 36 m

Setelah melakukan perbandingan dari hasil pengukuran didapatkan hasil bahwa sistem GPON dapat mengungguli sistem MSAN dari segi kualitas jaringan, gambar dan