2
semalam kemudian ditera hingga volume 100 mL.
Pembuatan Komposit Ni-kitosan (Ni Serbuk)
Nikel dicampurkan dengan kitosan 3% yang telah dibuat dengan nisbah massa nikel dengan kitosan 4:1, 3:2, dan 2:3. Setelah itu, diaduk dengan kecepatan 300 rpm selama 2 jam.
Pembuatan Komposit Ni-kitosan (NiCl2•6H2O)
Padatan NiCl2•6H2O serbuk dicampurkan
dengan kitosan 3% dengan nisbah massa NiCl2•6H2O dan kitosan sebesar 4:1, 3:2, dan
2:3. Setelah itu, diaduk sampai homogen dengan kecepatan 300 rpm selama 2 jam.
Larutan NiCl2•6H2O 3% juga dibuat
dengan melarutkan 3 g NiCl2•6H2O dengan
air sampai volumenya 100 mL. Kemudian larutan ini dicampurkan dengan kitosan 3% dengan nisbah massa NiCl2•6H2O dengan
kitosan 4:1, 3:2, dan 2:3. Setelah itu, diaduk sampai homogen dengan kecepatan 300 rpm selama 2 jam.
Preparasi Logam KS 01
Logam KS 01 dipotong berbentuk lingkaran dengan diameter 1.5 cm, lalu diampelas dengan kertas abrasif grift 120 dan 240. Setelah itu dicuci dengan etanol 96% lalu direndam dalam NaOH 40%.
Pelapisan Komposit Ni-kitosan pada Logam KS 01 dengan Metode Dip Coating (Fang et al. 2008)
Sebelum logam dilapisi, terlebih dahulu dicuci kembali dengan etanol 96%. Setelah bersih, logam dicelupkan ke dalam komposit yang telah dibuat. Kemudian logam diangkat dan dikeringkan dalam inkubator pada suhu 35 °C selama 1.5 jam. Selain komposit Ni-kitosan, dibuat pula logam yang dilapisi dengan kitosan.
Pencirian Komposit Ni-kitosan
Pencirian komposit Ni-kitosan terdiri atas analisis fase menggunakan XRD, analisis permukaan menggunakan SEM, dan uji konduktivitas menggunakan alat LCR meter(Gambar 2). Analisis fase dilakukan pada kitosan dan komposit Ni-kitosan. Sementara itu, analisis permukaan dilakukan pada film kitosan 3% dan komposit Ni-kitosan untuk mengamati mikrostruktur dan
permukaannya. Komposit Ni-kitosan dipotong dengan luas 1 cm2, lalu sampel dijepitkan pada alat. Konduktivitas sampel diukur pada variasi tegangan 2-5 V dengan selang 0,5 V.
Gambar 2 LCR meter.
Pengujian Laju Korosi (ASTM G 102-89) Pengujian laju korosi dilakukan dengan alat potensiostat/galvanostat, dengan medium air PAM. Sampel yang diuji adalah logam KS 01 yang dilapisi maupun yang tidak dilapisi komposit Ni-kitosan, serta logam yang hanya dilapisi kitosan 3%. Sampel dimasukkan ke dalam tempat sampel dan dirangkai dengan elektrode kerja, elektrode pembantu, dan elektrode acuan pada labu uji (sel 3 elektrode) yang telah berisi air PAM sebagai medium korosi sebanyak 600 mL. Rangkaian sel 3 elektrode tersebut dihubungkan dengan Potensiostat/Galvanostat model 273 (Gambar 3) kemudian laju korosinya diukur.
Gambar 3 Potensiostat/Galvanostat model 273.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Logam KS 01
Logam KS 01 adalah salah satu contoh baja karbon rendah dengan persentase karbon sebesar 0.1%. Logam KS 01 akan mudah terkorosi apabila terjadi kontak langsung dengan air maupun udara. Baja karbon rendah dengan kandungan karbon 0.05-0.20% antara lain digunakan untuk sekrup, paku, pipa, dan rantai. Kandungan utama logam KS 01 adalah besi, tetapi juga mengandung unsur penyusun lain seperti yang terlihat dalam Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi logam KS 01 Unsur Persentase Cr 1.2 Ni 0.24 Mn 1.82 Si 0.3 P 0.06 S 0.016 C 0.1 Mo 0.03 Al 0.027 Cu 0.049 Ti 0.118 V 0.006 Fe 96.034
Preparasi logam KS 01 meliputi pengampelasan, pencucian dengan etanol, dan perendaman dalam larutan NaOH 40%. Pengampelasan bertujuan menghilangkan produk korosi yang terbentuk dan meratakan permukaan logam. Pencucian dilakukan dengan etanol agar permukaan cepat kering dan untuk menghilangkan kotoran setelah pengampelasan yang dapat mengganggu proses pelapisan maupun pengujian laju korosi. Selain itu, logam direndam dalam NaOH (Lu Xiong et al. 2007) untuk meningkatkan kehidrofilikan logam. Sebelum preparasi, terdapat karat pada permukaan logam KS 01 (Gambar 4a), tetapi setelah preparasi logam bersih dari karat (Gambar 4b).
(a) (b)
Gambar 4 Logam KS 01 sebelum preparasi (a) dan setelah preparasi (b).
Komposit Ni-kitosan
Komposit terbuat dari dua atau lebih material membentuk material baru, yang menggabungkan sifat yang diinginkan dari komponennya masing-masing (Hunt 2003). Kitosan berperan sebagai substrat, sedangkan nikel berperan sebagai matriksnya. Kitosan merupakan senyawa organik yang larut dalam asam organik dan tidak larut dalam air, alkohol, dan aseton (Sugita et al. 2009). Kitosan akan mengembang saat dilarutkan dalam asam asetat. Nikel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 2 jenis, yakni berupa nikel serbuk (Ni0) dan NiCl2•6H2O
(Ni2+). Metode yang umum digunakan untuk pelapisan nikel adalah eletrokimia. Namun, dalam penelitian ini menggunakan metode dip
coating karena peralatan dan metodenya yang
sederhana.
Komposit Ni0-kitosan berwarna hitam dan nikel tidak larut dalam kitosan. Interaksi yang terjadi dalam komposit adalah interaksi fisik, yaitu sebagian nikel dijerap oleh kitosan. Hasil tersebut dikuatkan oleh hasil penelitian Meriatna (2008) bahwa membran kitosan dapat digunakan sebagai adsorben logam Cr dan Ni. Selain itu, juga terjadi interaksi kimia karena nikel memiliki orbital kosong berenergi rendah pada sub kulit 3d dan 4p yang dapat diisi oleh elektron bebas dari donor pasangan elektron seperti gugus amino dan hidroksil sehingga membentuk suatu kompleks koordinasi. Namun, komposit Ni2+ -kitosan dapat membentuk kompleks antara kitosan dan ion nikel. Kitosan berperan sebagai ligan dan ion nikel sebagai atom pusat. Hal tersebut disebabkan oleh adanya pasangan elektron bebas pada atom oksigen dan nitrogen pada molekul kitosan sehingga kitosan bertindak sebagai pendonor pasangan elektron bebas (basa Lewis) dan ion nikel sebagai akseptor pasangan elektron bebas (asam Lewis). Menurut Popuri et al. (2009), kitosan yang dilapisi manik-manik PVC (polivinil klorida) dapat digunakan sebagai biosorben untuk menghilangkan ion tembaga(II) dan nikel(II) dalam larutan berair sehingga kitosan juga dapat menjerap ion Ni2+ yang dilarutkan.
Gambar 5 Hasil SEM film kitosan 3% dengan perbesaran 2000×.
Gambar 5 menunjukkan bahwa kitosan telah larut sempurna dalam asam asetat sehingga film yang terbentuk benar-benar halus dan homogen. Komposit Ni0-kitosan ditunjukkan oleh Gambar 6(a). Gambar tersebut memperlihatkan adanya gumpalan besar yang merupakan nikel dan latar belakang yang berwarna hitam adalah kitosan. Gumpalan tersebut disebabkan oleh komposit yang tidak homogen karena laju pengadukan dan lamanya waktu pengadukan yang kurang
optimum. Gambar 6(b) adalah hasil SEM komposit Ni2+ padatan-kitosan menunjukkan adanya garis-garis terang yang merupakan padatan NiCl2•6H2O. Kitosan sebagai latar
belakang berwarna lebih pudar karena padatan NiCl2•6H2O larut dalam kitosan (Gambar 6b).
Adanya air sebagai pelarut NiCl2•6H2O dalam
komposit Ni2+ larutan-kitosan (Gambar 6c) memperlihatkan garis-garis yang berwarna pudar serta menyebabkan terbentuknya gelembung-gelembung udara pada permukaan. Selain itu, kitosan sebagai latar belakang berwarna lebih terang (Gambar 6c) juga karena pengaruh adanya air. Adanya rengkahan yang berupa garis-garis dalam komposit Ni2+-kitosan membuat lapisan menjadi keras dibandingkan dengan lapisan kitosan. Hal tersebut dapat melindungi logam dari goresan. Komposit Ni0-kitosan dan komposit Ni2+-kitosan terbukti sebagai komposit karena hasil SEM kedua komposit tersebut menunjukkan komponen-komponen penyusunnya.
(a)
(b)
(c)
Gambar 6 Hasil SEM komposit Ni0-kitosan perbesaran 1000× (a), Ni2+ padatan-kitosann perbesaran 2700× (b), dan Ni2+ larutan-kitosan perbesaran 2000× (c).
Analisis Fase
Analisis fase dengan difraksi sinar-X menggunakan panjang gelombang Cu (Kα), yaitu 1.540 nm, yang sama dengan data difraktogram pada JCPDS (Joint Committee on Powder Diffraction Standards). Difraktogram kitosan serbuk yang dibentuk pelet memiliki puncak tertinggi pada sudut 2θ 10.364° dan 19.983° (Gambar 7) dengan nilai
d masing-masing sebesar 8.5253 dan 4.4379
nm. Pola difraksi kitosan tidak memiliki puncak-puncak yang spesifik, karena kitosan bersifat amorf. Pola difraktogram komposit Ni0-kitosan ditunjukkan pada Gambar 8 yang mempunyai puncak spesifik pada sudut 2θ 44.935° dan 52.250°. Puncak-puncak tersebut merupakan difraktogram spesifik dari nikel sesuai dengan JCPDS (Lampiran 2). Pola difraksi kitosan masih terlihat, tetapi tidak sama dengan dengan difraktogram awal karena kitosan telah dilarutkan dalam asam asetat.
Gambar 7 Pola difraktogram kitosan.
Gambar 8 Pola difraktogram komposit Ni0 -kitosan.
Difraktogram komposit Ni2+ padatan- kitosan tidak memiliki puncak yang spesifik, tetapi pada sudut 2θ 11.584°; 12.478°; 14.537°; 24.101°; dan 35.561° (Lampiran 3) intensitasnya cukup tinggi dibandingkan dengan puncak pada 2θ lainnya (Gambar 9a). Difraktogram komposit Ni2+ larutan-kitosan (Gambar 9b) juga tidak mempunyai puncak yang spesifik, tetapi intensitas yang cukup tinggi terdapat pada 2θ 19.576°; 22.394°; dan
0 50 100 150 200 250 300 350 0 10 20 30 40 50 60 70 In te n sit as 2θ 0 100 200 300 400 500 600 0 10 20 30 40 50 60 70 In te n sit as 2θ 10.364 19.983 44.935 52.250
28.029° (Lampiran 3). Difraktogram kristal NiCl2•6H2O (Lampiran 4) tidak terlihat dalam
komposit Ni2+-kitosan karena kristal telah larut. Namun, pola difraktogram Ni2+ larutan-kitosan menghasilkan puncak-puncak yang lebih baik dibandingkan dengan komposit Ni2+ padatan-kitosan, karena padatan NiCl2•6H2O terlebih dahulu dilarutkan dalam
air sehingga lebih mudah berinteraksi ketika dicampurkan dengan kitosan.
(a)
(b)
Gambar 9 Pola difraktogram komposit Ni2+ padatan-kitosan (a) dan Ni2+ larutan-kitosan (b).
Konduktivitas Komposit Ni-kitosan Konduktivitas listrik merupakan sifat suatu bahan untuk menghantarkan arus listrik. Faktor-faktor yang mempengaruhi konduktivitas listrik antara lain konsentrasi atau jumlah ion, mobilitas ion, tingkat oksidasi, serta suhu. Pengujian konduktivitas dilakukan pada film kitosan dan ketiga sampel komposit Ni-kitosan, yaitu Ni0, Ni2+ padatan, dan Ni2+ larutan.
Hubungan antara konduktivitas dan tegangan dapat berubah-ubah, tetapi ada pula yang linear bergantung pada material. Penggunaan tegangan antara 2 sampai 5 V untuk melihat pola konduktivitas komposit Ni-kitosan. Berdasarkan Gambar 10 terlihat bahwa semakin tinggi tinggi tegangan yang
diberikan, konduktivitas komposit Ni-kitosan cenderung menurun.
Gambar 10 Hubungan antara tegangan dan konduktivitas komposit Ni0 -kitosan pada nisbah 4:1 (♦); 3:2 (); dan 2:3 (▲), komposit Ni2+ padatan-kitosan pada nisbah 4:1 (×); 3:2 (); dan 2:3 (●) serta komposit Ni2+ padatan-kitosan pada nisbah 4:1(ǀ), 3:2 ( ), dan 2:3 ( ).
Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa nilai konduktivitas tertinggi terdapat pada komposit Ni2+ larutan-kitosan 2:3 kemudian 4:1 (Ni2+ padatan), 3:2 (Ni2+ larutan), 4:1 (Ni2+ larutan), dan 3:2 (Ni2+ padatan) (Lampiran 5). Nilai konduktivitas yang tinggi tersebut karena pengaruh adanya ion Ni2+ dan Cl-, semakin banyak kandungan garam nikel maka nilai kondukivitasnya akan lebih besar. Hal tersebut berlaku untuk komposit Ni2+ padatan-kitosan. Namun, nilai konduktivitas komposit Ni2+ larutan-kitosan dengan komposisi nikel yang lebih besar ternyata lebih rendah dibandingkan komposisi kitosan yang lebih besar.
Keterangan:
V : tegangan (V) I : arus listrik (A) R : hambatan listrik (Ω) L : panjang penghantar (m)
: konduktivitas (S)
A : luas penampang penghantar (m2)
Nilai konduktivitas ketiga komposit Ni-kitosan lebih kecil dibandingkan dengan nilai hambatan serinya. Hambatan seri adalah hambatan disusun tanpa adanya percabangan dan dapat diukur dari nilai konduktivitasnya. Hubungan antara nilai konduktivitas berbanding terbalik dengan hambatan
0 10 20 30 40 50 60 0 10 20 30 40 50 60 70 In te n sit as 2θ 0 20 40 60 80 100 120 0 10 20 30 40 50 60 70 In te n sit as 2θ 0,00E+00 1,00E-05 2,00E-05 3,00E-05 4,00E-05 5,00E-05 6,00E-05 7,00E-05 0 1 2 3 4 5 6 K on d u k tivi tas ( S ) Tegangan (V)
listriknya. Namun, komposit Ni0-kitosan nilai konduktivitasnya sangat kecil karena tidak adanya muatan dalam komposit tersebut. Menurut Irzaman et al. (2010), suatu material semikonduktor mempunyai selang konduktivitas antara 10-8−10-5 S. Dengan demikian, komposit Ni2+-kitosan dan komposit Ni0-kitosan berpotensi sebagai bahan pembentuk semikonduktor. Konduktivitas kitosan sebesar 1.10104 S yang nilainya pada semua tegangan sama dan sama dengan hambatan serinya. Hal ini menunjukkan bahwa alat tidak dapat membaca konduktivitas kitosan karena nilainya yang sangat kecil sehingga dapat dikatakan bahwa kitosan bersifat resistif.
Ketahanan Korosi
Pengujian laju korosi baja dilakukan dalam medium air menggunakan sel 3 elektrode. Sel 3 elektrode merupakan perangkat laboratorium yang digunakan untuk analisis kuantitatif terhadap sifat-sifat korosi suatu logam. Terdapat 3 komponen utama, yaitu elektrode kerja, elektrode pembantu, dan elektrode acuan. Logam KS 01 berperan sebagai elektrode kerja, elektrode kalomel jenuh sebagai elektrode acuan, sedangkan karbon digunakan sebagai elektrode pembantu. Saat terjadi korosi, arus dihasilkan dari elektrode kerja yang dialirkan ke dalam medium air oleh elektrode pembantu dan akan terukur oleh potensiostat. Oleh karena itu, potensiostat hanya dapat digunakan untuk mengukur laju korosi dalam media berair karena diperlukan elektrolit sebagai medium konduktor untuk mengalirkan arus yang dihasilkan elektrode kerja menuju elektrode pembantu. Proses korosi terjadi karena adanya aliran elektron pada reaksi elektrokimia, sehingga laju korosi dapat ditentukan. Menurut Suharno dan Kurniawan (2005) persamaan yang digunakan ialah
mpy 0.129 . . Keterangan :
R : laju korosi (mils per year) BE : bobot ekuivalen logam (g)
I : arus korosi (μA/cm2)
D : bobot jenis logam (g/cm3)
Pengujian korosi menggunakan salah satu teknik, yaitu tahanan polarisasi (polarization
resistance) yang bertujuan melihat ketahanan
sampel terhadap oksidasi ketika diberi potensial dari luar. Teknik tahanan polarisasi merupakan metode yang cepat untuk
menentukan laju korosi tanpa merusak logam, dan hasil pengukuran lebih akurat (Djatmiko dan Budiarto 2009). Satuan laju korosi yang terdapat dalam alat adalah mpy (mils per year), tetapi satuan tersebut harus dikonversi menjadi satuan internasional (SI) yaitu, µm per tahun (Russel et al. 2006). Konversi satuan tersebut dapat dilihat dalam Lampiran 6.
Sampel logam KS 01 yang dilapisi komposit Ni0-kitosan tidak diuji korosi karena pada saat tahap pengeringan, lapisan komposit mengelupas sehingga tidak dapat diuji dalam medium air. Pengelupasan komposit tersebut disebabkan oleh serbuk nikel cenderung mengendap ke bagian bawah lapisan komposit.
Gambar 11 Hasil uji korosi blangko ( ); KS 01 terlapis kitosan ( ); terlapis komposit Ni2+ padatan-kitosan pada nisbah 4:1( ), 3:2 ( ), dan 2:3 ( ); serta terlapis komposit Ni2+ larutan-kitosan pada nisbah 4:1( ), 3:2 ( ), dan 2:3 ( ).
Nilai laju korosi yang semakin rendah dari suatu bahan menunjukkan ketahanan korosi yang semakin baik. Berdasarkan Gambar 11, laju korosi logam KS 01 menurun dengan adanya pelapisan kitosan dibandingkan logam tanpa pelapisan (blangko). Pelapisan komposit Ni-kitosan juga menurunkan laju korosi baja KS 01, tetapi hanya untuk komposisi 4:1 (padatan), 3:2 (padatan), dan 4:1 (larutan). Logam yang dilapisi komposit Ni2+ padatan-kitosan laju korosinya lebih kecil dibandingkan dengan yang dilapisi komposit Ni2+ larutan-kitosan dengan nisbah yang sama. Hal tersebut karena adanya air yang digunakan sebagai pelarut NiCl2•6H2O. Air
mempercepat korosi logam KS. Penurunan laju korosi logam KS 01 setelah pelapisan komposit Ni2+-kitosan membuktikan bahwa ketahanan korosi logam KS 01 meningkat. Namun, nilai laju korosi yang lebih besar
56.134 7.874 36.322 49.276 60.452 52.324 90.424 91.186 0 20 40 60 80 100 L aj u k o ro si (mpy )
7
dibandingkan blangko pada sampel dengan komposisi 2:3 (padatan) 3:2 (larutan), dan 2:3 (larutan) disebabkan oleh adanya ion klorida (Cl-). Ion tersebut merupakan ion yang agresif dari golongan asam kuat yang berkemampuan merusak lapisan film oksida logam (Tjitro et
al. 2000).
Bila hasil penelitian ini dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vathsala et al. (2010), laju korosi logam yang dilapisi komposit Ni-kitosan dan Zn-kitosan sama-sama dapat meningkatkan ketahanan korosi. Lapisan Zn-kitosan digunakan untuk dikorbankan agar tidak cepat mengalami korosi karena nilai potensial reduksi Zn lebih kecil daripada besi. Namun, dalam penelitian ini, suatu baja dilapisi dengan komposit Ni-kitosan tidak untuk dikorbankan karena nikel mempunyai potensial reduksi yang lebih besar daripada besi. Ketahanan korosi logam KS 01 terlapis kitosan menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan terlapis komposit Ni-kitosan. Namun, secara keseluruhan pelapisan logam KS 01 dengan komposit Ni-kitosan memberikan daya tahan yang lebih tinggi terhadap gesekan sehingga nilai laju korosi yang kurang baik tersebut dapat dikompensasi oleh daya tahan terhadap gesekan yang lebih baik.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil pencirian difraksi sinar-X dan mikroskop elektron payaran untuk komposit Ni0-kitosan menunjukkan bahwa terdapat puncak spesifik dari serbuk nikel pada pola difraktogram serta adanya gumpalan besar yang merupakan serbuk nikel. Sementara hasil difraksi sinar-X komposit Ni2+-kitosan memperlihatkan bahwa tidak terdapat pola difraktogram kristal NiCl2•6H2O tetapi
berdasarkan hasil mikroskop elektron payaran menunjukkan adanya garis-garis yang merupakan NiCl2•6H2O yang menyebabkan
komposit keras sehingga tahan terhadap gesekan. Hasil uji konduktivitas membuktikan bahwa komposit Ni0-kitosan komposit Ni2+ -kitosan dapat digunakan sebagai bahan semikonduktor. Pelapisan komposit Ni2+ -kitosan dengan nisbah komposisi NiCl2•6H2O
dengan kitosan 4:1 (padatan), 3:2 (padatan), dan 4:1 (larutan) dapat meningkatkan ketahanan korosi logam KS 01 dengan nilai laju korosi masing-masing sebesar 36.322; 49.276; dan 52.324 µm/tahun.
Saran
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk meragamkan kecepatan dan lamanya waktu pengadukan agar pembuatan komposit Ni-kitosan homogen.
DAFTAR PUSTAKA
Djatmiko E, Budiarto. 2009. Analisis laju korosi dengan metode polarisasi dan potensiodinamik bahan baja SS 304L. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional ke-15
Teknologi dan Keselamatan PLTN serta Fasilitas Nuklir; Surakarta, 17 Okt 2009.
Surakarta: BATAN Yogyakarta, hlm 182−194.
Dutta PK, Dutta J, Tripathi VS. 2004. Chitin and chitosan: Chemistry, properties, and application. J Sci Indus Res 63:20−31. Fang et al. 2008. Dip coating assited polylactid
acid deposition on steel surface: Film thickness affected by drag force and gravity. Mat Lett 62:3739−3741.
Hunt A. 2003. Schaum’s -Z Chemistry. New York: McGraw-Hill.
Irzaman, Maddu A, Syafutra H, Ismangil A. 2010. Uji konduktivitas listrik dan dielektrik film tipis Lithium dan tantalate (LiTaO3) yang didadah nibium pentaoksida (Nb2O5) menggunakan metode chemical solution deposition. Di dalam Prosiding
Seminar Nasional Fisika; Bandung 11−12
Mei 2010. Bandung: ITB Pr. hlm 175−183. Lu Xiong et al. 2007. Preparation of
HA/chitosan composite coatings on alkali treated titanium surface through sol-gel techniques. Mat Lett 61:3970−3973. Meriatna. 2008. Penggunaan membran kitosan
untuk menurunkan kadar logam krom (Cr) dan nikel (Ni) dalam limbah cair indutri pelapisan logam [tesis]. Medan: Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara. Popuri SR, Vijaya Y, Boddu VM, Abburi K.
2009. Adsorptive removal of copper and nickel ions from water using chitosan coated PVC beads. Biores Technol
100:194−199.
Prayitno D. 2005. Perbedaan berat hasil pelapisan nikel akibat penggunaan lapisan dasar Cu dan tanpa lapisan dasar Cu dengan variasi waktu pada bahan baja karbon rendah [skripsi]. Semarang: Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang.