• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyakit Bulai di Pulau Madura Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penyakit Bulai di Pulau Madura Jawa Timur"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

Pulau Madura, termasuk salah satu daerah penghasil utama jagung di Jawa Timur. Jagung tidak hanya sebagai makanan pokok masyarakat di daerah ini, tetapi juga diman-faatkan sebagai bahan pakan ternak serta ba-han baku industri. Di Indonesia, jagung terma-suk bahan pangan pokok kedua setelah beras, selain sebagai sumber karbohidrat juga meru-pakan sumber protein Menurut Widodo et al. (2006), jagung kaya akan komponen pangan fungsional termasuk serat, asam lemak esen-sial, isoflavon, mineral (Fe, Ca, Mg, Na, K), an-tosianin, -karoten (pro vitamin A), dan asam

amino esensial.

Pulau Madura memberikan kontribusi rata-rata produksi jagung 150.244 ton pipilan kering per tahun atau sekitar 3,58% terhadap total produksi di Jawa Timur (Tabel 1). Pada

tahun dengan produktivitasnya masih sangat rendah yaitu 1,78 t/ha, lebih rendah dari rata-rata produsi jagung Jawa Timur (3,70 t/ha) maupun rata-rata produksi jagung nasional (3,37 t/ha) selama 10 tahun periode tahun 2000-2009. Peluang peningkatan produksi jagung di daerah ini masih terbuka dengan memanfaatkan inovasi teknologi yang dihasil-kan Badan Litbang Pertanian, dengan pengel-olaan tanaman terpadu (PTT) produksi dan produktivitas jagung dapat ditingkatkan.

Kendala utama budi daya jagung adalah gangguan hama dan penyakit, salah satu penyakit utama pada tanaman jagung yaitu penyakit bulai yang disebabkan oleh cendawan Peronosclerospora spp. Tanaman jagung yang terinfeksi cendawan Peronoscle-rospora spp menimbulkan gejala sistemik (Semangun, 1993), gejala sistemik pada tana-man jagung yang terinfeksi apabila infeksinya

Penyakit Bulai di Pulau Madura Jawa Timur

Burhanuddin dan J. Tandiabang

Balai Penelitian Tanaman Serealia, Jl. Dr. Ratulangi 247 Maros, Sulawesi Selatan

Abstrak

Pulau Madura, termasuk salah satu daerah penghasil jagung di propinsi Jawa Timur. Jagung merupakan makanan pokok masyarakat di daerah ini, selain itu juga digunakan sebagai bahan pakan ternak serta bahan industri. Produksi jagung di Pulau Madura rata-rata 150.244 ton pipilan kering per tahun dengan rata-rata luas panen 72,414 ha/tahun. Namun, produktivitasnya masih sangat ren-dah 1,78 t/ha, lebih renren-dah dari rata-rata produsi jagung Jawa Timur (3,70 t/ha) dan rata-rata pro-duksi jagung nasional (3,37 t/ha). Kendala utama di daerah ini adalah gangguan hama dan penyakit. Salah satu penyakit utama pada tanaman jagung adalah penyakit bulai yang disebabkan oleh cen-dawan Pheronosclerospora spp. Sampai saat ini informasi tentang penyakit bulai di Pulau Madura masih sangat terbatas, meskipun dilaporkan bahwa secara umum Jawa Timur termasuk daerah en-demis penyakit bulai. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sebaran penyakit bulai di Pulau Madura, Jawa Timur. Survei dilaksanakan di Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pameka-san, dan Sumenep. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyakit bulai telah tersebar luas di semua kabupaten dan umumnya petani masih menggunakan varietas local, sehingga pengendalian sejak dini perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya outbreak penyakit bulai di daerah tersebut. Kata kunci : jagung, Pheronoscelpspora maydis, sebaran

(2)

dapat terjadi pada seluruh daun. Gejala awal mempelihatkan gejala bercak klorotis yang kecil-kecil, kemudian bercak tersebut berkem-bang membentuk garis sejajar dengan tulang daun, kemudian cendawan berkembang ke-bagian pangkal daun. Daun-daun yang terben-tuk setelah itu, memperlihatkan gejala klorotis atau garis-garis merata di permukaan daun. Gejala ini sangat jelas kelihatan pada pagi hari sebelum matahari bersinar terutama pada sisi bagian bawah daun yaitu adanya lapisan seperti tepung berwarna putih yang meru-pakan kumpulan konidiofor dan konidium jamur. Daun-daun menjadi kaku agak menu-tup dan lebih tegak dari daun normal, akar tanaman kurang terbentuk sehingga tanaman mudah rebah dan biasanya tidak membentuk tongkol terutama pada tanaman yang terin-feksi pada umur masih sangat muda. Tanaman yang terinfeksi pada umur yang lebih tua bi-asanya tangkai tongkol lebih panjang daripada tongkol normal.

Sampai saat ini informasi tentang pen-yakit bulai di Pulau Madura masih sangat ter-batas, meskipun sudah dilaporkan secara umum Jawa Timur termasuk daerah endemis penyakit bulai. Penelitian ini dilaksanakan un-tuk mengetahui sebaran penyakit bulai dan berbagai alternatif cara pengendalian terha-dap penyakit bulai.

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilaksanakan melalui survei langsung di Kabupaten Bangkalan, Sam-pang, Pamekasan, dan Sumenep Propinsi Jawa Timur pada tanggal 29 September 2010. Data yang dikumpulkan di lapangan meliputi jenis varietas yang ditanam petani, umur tanaman dan gejala serangan penyakit bulai secara vi-sual.

Tabel 1. Rata-rata luas tanam, produksi dan produktivitas jagung di pulau Madura periode tahun 2000-2009

Sumber : Deptan (www. deptan.go.id), diolah

Kabuapten, Luas Panen Produksi Produktivitas

Propinsi dan Nasional (ha) (t) (t/ha)

Sumenep 116,941 266,805 2.10 Sampang 70,725 132,019 1.55 Bangkalan 68,039 129,114 1.62 Pemekasan 33,950 73,037 1.83 Rata-rata 72,414 150,244 1.78 Jawa Timur 1,165,043 4,200,685 3.70 Nasional 3,468,322 11,606,577 3.37

(3)

Hasil dan Pembahasan

Hasil pengamatan serangan penyakit bulai di Pulau Madura disajikan pada Tabel2. Gejala penyakit bulai ditemukan pada per-tanaman jagung di petani yang menanam varietas lokal dengan variasi umur antara 4 – 6 minggu setelah tanam (MST). Gejala ini dite-mukan pada lima kabupaten yaitu Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pemakasan dan Kabu-paten Sumenep. Data ini menunjukkan bahwa penyakit bulai telah tersebar luas di Pulau Madura sehingga perlu penanganan secara dini untuk menghindari kemungkinan terjad-inya ledakan penyakit bulai (outbreak) di daerah tersebut. Walaupun gejala serangan penyakit bulai yang ditemukan sifatnya masih spot-spot tetapi tanaman yang sudah terin-feksi tersebut akan menjadi sumber inokulum yang dapat menyebar dengan cepat ke per-tanaman jagung lainnya bila dibiarkan tanpa pengendalian lebih dini.

Pada penelitian ini belum diidentifikasi spesies cendawan penyebab penyakit bulai (Peronoslerospora) sehingga disarankan untuk kegiatan selanjutnya dapat dilakukan identifi-kasi cendawannya. Namun Wakman (2000) dan Burhanuddin (2010) melaporkan bahwa

secara umum cendawan penyebab penyakit bulai di Jawa Timur adalah Peronoslerospora maydis, Kecuali di Batu Malang adalah Pero-noslerospora sorghi (Wakman (2004a).

Pengelolaan penyakit bulai pada ta-naman jagung idealnya dilakukan secara ter-padu. Di Indonesia, pengendalian penyakit bu-lai pada tanaman jagung terpadu telah lama dirintis seperti mencari varietas tahan terha-dap penyakit bulai, cara bercocok tanam, dan perlakuan benih dengan fungisida sistemik (Tantera, 1975). Untuk mengendalikan pen-yakit bulai (P. maydis) pada tanaman jagung Semangun (1993) menganjurkan empat lang-kah yang perlu dilakukan yaitu : 1) menanam jenis-jenis jagung yang tahan terhadap pe-nyakit bulai; 2) penanaman jagung yang kukan pada musim hujan di lahan tegalan dila-kukan agak lebih awal secara serentak untuk suatu areal/hamparan yang luas. Penanaman jagung setelah jagung atau penanaman yang terlambat dari pertanaman jagung lainnya a-kan mendapat serangan bulai yang tinggi (Tri-harso, et al., 1976). 3), sehingga diperlukan tindakan pencabutan tanaman jagung yang menunjukkan gejala serangan penyakit bulai, agar tidak menjadi sumber infeksi bagi tana-Tabel 2. Sebaran penyakit bulai di Pulau Madura Jawa Timur

Kabupaten Kecamatan Desa Varietas Umur

tanaman (mst)

Gejala serangan

bulai

1. Bangkalan Blega Tobungan Lokal 3 +

2. Sampang Camplong Banyuanyar Lokal 4 +

Camplong Taddan Lokal 4 +

3. Pamekasan Galis Tobungan Lokal 6 +

(4)

man yang ada di sekitarnya, terutama bagi tanaman yang masih muda dan benih dengan fungisida metalaksil sesuai dosis anjuran. Paket teknologi pengendalian pen-yakit bulai pada tanaman jagung telah tersedia dan direkomendasikan untuk penerapannya seperti penggunaan varietas jagung tahan penyakit bulai (Wakman et al, 1999; Wakman, 2000; Wakman dan Kontong, 2000). Varietas jagung tahan bulai antara lain Pioneer-4, Pioneer-12, Bisi-4, Bisi-816, BMD, BIMA-2, BIMA-3 Bantimurung, BIMA-4, Motor GTO, Bisma, CPI-21, Semar-7, dan Lagaligo (Wakman dan Kontong, 2000; Wakman et al., 2008; Burhanuddin, 2010b). Varietas-varietas tersebut telah teruji dapat menekan serangan penyakit bulai walaupun pada kondisi kepada-tan sumber inokulum yang tinggi di lapangan. Pada umumnya petani di Pulau Madura mena-nam varietas jagung lokal, alasannya rasa nasinya enak dan sudah terbiasa mengkon-sumsi jagung lokal secara turun temurun. Eradikasi atau menghilangkan tanaman jagung yang terinfeksi bulai bertujuan untuk menghilangkan sumber inokulum penyakit se-hingga penyebaran penyakit dapat ditekan. Apabila ditemukan tanaman yang memper-lihatkan gejala penyakit bulai di antara perta-naman jagung maka segera dicabut kemudian dibakar atau dibenamkan ke dalam tanah. Jangan hanya dibuang saja disekitar pertana-man karena akan menjadi sumber inokulum penyakit ke pertanaman yang masih ada (Khaeruni, 2009). Cara pengendalian seperti ini sangat tepat diterapkan saat ini di Pulau Madura karena gejala serangan penyakit bulai sifatnya masih spot-spot sehingga mudah dilakukan.

Jika serangan bulai sudah meluas de-ngan tingkat serade-ngan berat, maka

diperlu-kan periode bebas jagung satu musim tanam untuk menghilangkan sumber inokulum di la-pangan. Penomena dasar menghindari serang-an penyakit terhadap tserang-anamserang-an adalah menga-dakan periode bebas tanaman jagung pada waktu tertentu (Tantera, 1975). Metode pelak-sanannya yaitu penanaman jagung di-mulai pada minggu I – II bulan Oktober dan dipanen pada bulan Januari tahun berikutnya. Periode bebas jagung pertama pada bulan berikutnya yaitu Pebruari samapai Maret. Kemudian pe-nanaman jagung berikutnya dapat dilakukan pada bulan April dan dipanen pada bulan Juli sehingga periode bebas tanaman jagung kedua terjadi pada bulan Agustus sampai September, bertepatan dengan musim kemarau (MK). Fungisida Ridomil 35 SD yang berbahan aktif metalaksil pada tahun 80-an masih efek-tif mengendalikan penyakit bulai (Wakman dan Kontong, 1986). Di Indonesia hingga saat ini penggunaan fungisida metalaksil telah ber-jalan lebih dari 20 tahun, sejak tahun 1980-an (Jasis et al., 1981). Aplikasi pestisida secara terus menerus dalam waktu lama dapat me-nimbulkan terjadinya resistensi pada organis-me penggagu tanaman (OPT). Kasus seperti ini telah terjadi di Kabupaten Bengkayang Propinsi Kalimantan Barat (Wakman, 2008) dan Kabupaten Kediri Propinsi Jawa Timur

(Burhanuddin, 2010a).

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini diketa-hui bahwa penyakit bulai telah tersebar luas pada tanaman jagung di semua kabupaten yang di Pulau Madura yaitu Kabupaten Bang-kalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep jawa Timur. Tindakan pengendalian sejak dini perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya

(5)

outbreak, ledakan penyakit bulai di daerah ini dapat dilakukan seperti menanam varietas uggul jagung tahan bulai serta mencabut dan membakar tanaman yang terinfeksi penyakit bulai. Untuk program jangka menegah perlu dilakukan uji daya hasil dari varietas/galur jagung yang tahan bulai di Pulau Madura, untuk dapat diketahui oleh petani penanam jagung, agar dapat memilih sendiri varietas yang akan ditanam.

Daftar Pustaka

Burhanuddin, 2010. Poses sporulasi Perono-sclerospora philippinensis pada tana-man jagung. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI, PFI dan UPTD Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Prop. Sulawesi Selatan, Maros, 30 Nopember 2010. Hal.365-369.

Burhanuddin, 2010a. Fungisida metalaksil ti-dak efektif menekan penyakit bulai (Peronosclerospora maydis) di Kali-mantan Barat. 7 hlm. (Belum dipub-likasikan).

Burhanuddin, 2010b. Penampilan beberapa varietas/galur jagung terhadap penyakit bulai. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI, PFI dan UPTD Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikul-tura Prop. Sulawesi Selatan, Maros, 30 Nopember 2010. Hal.375-379.

Jasis, S. Alimoeso, dan A.W. Hamid. 1981. Be-berapa hasil pengujian pengendalian penyakit bulai pada tanaman jagung tahun 1979-1981.

Khaeruni, A. 2009. Penyakit bulai sang penye-bar teror hingga radius belasan kilo-meter. Majalah Pertanian ABDI TANI, Wahana Informasi Pertanian. Vol. 10 No. 3 Edisi XXXVI, Juli-September 2009. Hal. 12-14.

Semangun, H. 1993. Penyakit-Penyakit

Tana-Press. Yogyakarta. 449 p.

Sudjono, M.S. 1988. Penyakit jagung dan pen-gendaliannya. Dalam Subandi, M. Syam, dan A. Widjono. Jagung. Puslit-bangtan Bogor.

Tantera, D. M. 1975. Cultural practices to de-crease loses to corn downy mildew. Proc. Symposium on Downy Mildew of Maize. Trop. Agric, Jepan: 165-175. Triharso, T. Martorejo, and L. Kusdiarti. 1979.

Recent problems and studies on downy mildew of mayze in Indonesia. The Kasetsar Journal. Vol. 10, No.2:101 -105. Thailand.

Wakman, W. dan M. Said K. 1986. Penggunaan fungisida ridomil untuk pengendalian penyakit bulai pada tanaman jagung di Sulawesi Selatan. Agrikam 1(2):41-44. Wakman, W., M. S. Kontong, dan S. Rahamma.

1999. Perbedaan ketahanan terhadap penyakit bulai dan kehilangan hasil 12 varietas/galur jagung. Prosididng. Seminar Nasional Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian: 57-62. Wakman, W. 2000. Sebaran dua spesies

cen-dawan Peronosclerospora berbeda mor-fologi konidianya di Indonesia. 9 hal. (Belum dipublikasikan).

Wakman, W. 2004. Penyebab penyakit bulai pada tanaman jagung, tanaman inang lain, daerah sebaran dan pengenda-liannya. Seminar Mingguan Balitsereal. Jumat, 23 Juli 2004.

Wakman, W., A.H. Talanca, dan Surtikanti,. 2008. Penyakit bulai jagung di Kabu-paten Bengkayang Prop. Kalbar. Prosiding Seminar Ilmiah dan Perte-muan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sul-Sel Makassar, 24 Nopem-ber 2007. Hal. 174-178.

Widowati, S., B. A. Susilo Santosa dan Suarni. 2006. Mutu gizi dan sifat fungsional jagung. Prosiding dan Lokakarya Na-sional 2005. Puslibangtan. Makassar,

Gambar

Tabel 1. Rata-rata luas tanam, produksi dan produktivitas jagung di pulau Madura    periode tahun 2000-2009
Tabel 2. Sebaran penyakit bulai di Pulau Madura Jawa Timur

Referensi

Dokumen terkait

Instansi pemberi izin, dalam pemberian izin pembangunan, instansi yang berwenang menerbitkan izin harus mengacu pada rencana tata ruang yang telah ditetapkan dan

Uraian di atas memperlihatkan bahwa basis hukum berada dalam masyarakat itu sendiri, sehingga untuk memaharni hukum dalam masyarakat secara utuh maka hukum harus

Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kubu Raya Nomor: 09/HK.03.1-Kpt/6112/KPU-Kab/I/2018 tentang Penetapan Tempat Pemasangan Alat Peraga Kampanye dan Kampanye Rapat Umum

Syair-syair Abu al-‘Atâhiyah merupakan salah satu karya sastra yang sarat dengan pesan-pesan moral yang dapat digali dan diimpelementasikan dalam pendidikan, baik formal maupun

Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah adalah salah satu entitas akuntansi di bawah Badan Pusat Statistik Republik Indonesia yang berkewajiban

Dengan adanya beberapa sifat yang harus dimiliki dari seorang pendidik ataupun dari seorang peserta didik yang sudah dijelas- kan oleh Imam Al-Ghazali maka akan tercipta

Phycocyanin mempunyai kandungan yang cukup signifikan sebagai antioksidan, melindungi fungsi hati, dan membuang senyawa radikal (Weil, 2000 dalam Setyawan dan Satria,

Menurut indikator keberhasilan MBS pada tahap pelaksanaan dalam penelitian ini terdapat 4 (empat) indikator. Hal ini bagi peneliti cukup membuktikan bahwa dalam