• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Di tengah tekanan yang mendera berbagai sektor industri di dalam negeri,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. Di tengah tekanan yang mendera berbagai sektor industri di dalam negeri,"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di tengah tekanan yang mendera berbagai sektor industri di dalam negeri, sektor usaha peternakan unggas tetap mampu bertahan. Industri peternakan di Indonesia sepanjang tahun 2008 menunjukkan kinerja yang cukup baik. Bahkan dalam tahun 2009 ketika krisis global yang belum berlalu ketika terjadi penurunan daya beli yang kemudian mendorong substitusi pangan ke produk unggas, industri perunggasan masih mampu bertahan. Produk unggas yang tetap bertahan di tengah krisis adalah ayam broiler/pedaging dan telur, yang termasuk sebagai protein hewani yang harganya relatif murah dibandingkan dengan harga daging sapi.

Sumber: www.disnak.jabarprov.go.id (edit terakhir : 17-06-2009 11:24:07) Grafik 1.1

Kontribusi Produksi Daging

Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat bahwa sebagian besar produksi daging adalah produksi daging unggas/ poultry. Sebenarnya, semua mahluk hidup yang tergolong dalam bangsa unggas dapat menghasilkan telur dan memiliki

(2)

daging yang dapat dinikmati. Hanya saja, hal yang membedakan dari masing-masing unggas adalah ukuran tubuh dan jumlah daging maupun telur yang dihasilkan. Burung kasuari dan burung parkit misalnya, ukuran tubuh maupun dagingnya sangat berbeda. Persamaannya adalah kedua unggas tersebut menghasilkan telur dengan jumlah sedikit. Ada kelompok unggas yang menghasilkan telur sedikit, tetapi ukuran telurnya relatif besar. Sementara ada yang menghasilkan telur dalam jumlah banyak, tetapi ukurannya relatif kecil, misalnya ayam hutan. Ayam pedaging misalnya, disebut demikian karena memang kelebihannya terletak pada dagingnya yang banyak. Ayam hias karena penampilannya yang cantik, indah, dan berwarna-warni.

Istilah “pedaging” pada ayam adalah ayam jantan dan betina muda yang berumur di bawah 8 minggu dan ketika dijual memiliki bobot tubuh tertentu, mempunyai pertumbuhan yang cepat, serta memiliki dada yang lebar dengan timbunan daging yang baik dan banyak. Dengan demikian, ayam yang pertumbuhan cepat itulah yang dimasukan kedalam kategori ayam pedaging. Ayam kampung berumur 8 minggu ukuran tubuhnya masih sangat kecil, tidak lebih dari kepalan jari orang dewasa. Begitu pula dengan ayam petelur. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ayam kampung memang lambat. Sementara ayam pedaging (broiler) memiliki pertumbuhan yang fantastik, pada umur 3 minggu saja tubuh ayam broiler sudah gempal dan padat dan diumur 6 minggu ukuran tubuh nya sudah sama besar dengan ayam kampung dewasa. Bahkan bila dipelihara hingga 8 bulan, bobotnya bisa mencapai 2 Kg. Berat sebesar itu sulit dicapai oleh ayam kampung dewasa maupun ayam ras petelur afkir pada umur 1,5

(3)

tahun. Pertumbuhan ayam tersebutlah yang menjadi pertimbangan mengapa ayam broiler lebih banyak diminati untuk dijadikan bidang usaha.

Peternakan ayam broiler di Indonesia mulai marak sejak tahun 1980. Kurun waktu itu berbagai pasang surut terus menerpanya. Periode 1980-1990 merupakan pasang surut peternakan ayam broiler dalam skala besar. Masa produksi yang hanya enam minggu membuat banyak pihak tertarik akan bisnis ayam broiler ini. Berbagai terpaan itu tidak membuat peternakan ayam surut, bahkan kebijakan baru tahun 1991 membuat peternakan ayam ini semakin berkibar sehingga sederajat dengan bisnis lainnya.

Sub sektor peternakan mempunyai peran yang semakin strategis dalam memenuhi permintaan konsumen akan komoditas pangan protein hewani, karena sub sektor peternakan telah dijadikan sebagai salah satu sumber pertumbuhan baru disamping perikanan dan holtikultura. Meningkatnya peran komoditas peternakan dalam memenuhi kecukupan gizi dan memenuhi tuntutan kemampuan daya beli masyarakat telah menjadi faktor pendorong meningkatnya permintaan masyarakat terhadap produksi daging, telur dan susu termasuk daging dan telur ayam. Dilihat dari sisi harga ketersediaan dan kesiapan untuk dikonsumsi diantara seluruh produk ternak, tampaknya produk ternak yang berasal dari ayam merupakan pilihan pertama konsumen.

Walaupun demikian bukan berarti tidak ada masalah yang dihadapi industri perunggasan. Hingga pertengahan tahun 2009 pasar dalam negeri mengalami kelebihan pasokan ayam mencapai 27%. Hal ini mengakibatkan harga ayam di pasar lokal menjadi tertekan. Sedangkan pada tahun sebelumnya kondisi kelebihan pasokan hanya sekitar 5% saja.(www.ditjennak.go.id).

(4)

Selain itu, industri peternakan ayam juga menghadapi permasalahan kenaikan harga pakan dan biaya produksi yang diikuti dengan kenaikan harga ayam peternak itu sendiri.

Sebagai salah satu perusahaan peternakan yang ada di Cirebon adalah Peternakan Jabon Poultry Shop. Usaha peternakan dengan bentuk kemitraan antara pemasok dan peternak yang dibentuk pada tahun 1999 dengan start pertama bermitra dengan 7 peternak, dengan Total Assets saat itu sebesar Rp 450.500.000,--. 7 peternak tersebut terdiri dari 3 peternak plasma maklon dan 4 peternak semi mandiri. Saat ini Jabon Poultry Shop telah memiliki 12 orang pegawai dan pada tahun 2006 Jabon Poultry Shop membatasi kemitraannya hanya dengan peternak plasma mandiri saja. Kini Jabon Poultry Shop bermitra dengan 122 peternak plasma mandiri dengan kapaitas rata-rata 1.000 ekor perkandang, di Cirebon masih banyak pengusaha – pengusaha lain yang menjalankan usaha yang sama dengan Jabon Poultry Shop. Berikut ini adalah tabel 1.2 yang menunjukkan beberapa pengusaha peternakan ayam broiler yang ada di Cirebon.

Tabel 1.2

Pelaku Usaha Peternakan Ayam Broiler Cirebon

No Pelaku Usaha 1 AS Putra 2 Hannan Bersaudara 3 Surya Unggas 4 Jabon 5 Mutiara

Sumber: Dinas peternakan Cirebon

Hingga saat ini peternakan Jabon Poultry Shop belum dapat menguasai pasar Cirebon. Peternakan jabon poultry shop saat ini sedang bersaing ketat dengan 3 perusahaan ternak terbesar di Cirebon yaitu AS Putra, Hannan

(5)

Bersaudara, dan Surya Unggas. Hal ini terlihat dari tabel 1.3. yang menggambarkan tingkat penjualan masing-masing perusahaan.

Tabel 1.3.

Data Penjualan Peternakan Jabon Poultry Shop dan Pesaing

dalam jutaan NAMA 2006 2007 2008 2009 AS Putra 39,041,473.36 41,065,845.11 40,898,087.00 41,776,746.00 Hannan Bersaudara 32,680,783.88 34,375,342.26 35,062,849.10 35,389,836.32 Surya Unggas 19,849,737.86 20,878,983.05 20,809,800.00 21,213,635.00 Jabon 10,966,706.00 11,220,445.00 12,078,464.00 11,875,784.00 Mutiara 7,128,358.90 7,497,977.34 7,268,558.00 7,676,003.00 Sumber : Dinas peternakan cirebon

Berdasarkan tabel penjualan diatas, tingkat penjualan ayam broiler Peternakan Jabon Poultry Shop masih menduduki posisi keempat dengan selisih penjualan yang cukup besar dengan Peternakan AS Putra. Melihat perkembangan hal tersebut saat ini Peternakan Jabon Poultry Shop sedang berusaha untuk mengejar ketertinggalannya di pasar lokal.

Untuk menaikan penjualan Jabon Poultry Shop harus berusaha untuk lebih efisien terutama dalam pemberian pakan karena seperti terlihat pada tabel 1.4 dibawah ini :

Tabel 1.4

Persentase Biaya Produksi Ayam Broiler

Unsur HPP (%)

Biaya Bahan Baku:

Bibit Anak Ayam (DOC) 21.46

Pakan 69.90

Obat-obatan & Vaksin 1.87

(6)

Lanjutan Tabel 1.4

Persentase Biaya Produksi Ayam Broiler

Unsur HPP (%)

Biaya Tenaga Kerja Langsung:

Gaji Pegawai Lapangan 3.13

Sub Total 3.13

BOP Tetap

Listrik & Air Kandang 0.12 Penyusutan Aktiva Tetap 0.15

Sub Total 0.27

BOP Variabel:

Transportasi Pakan 2.05 Tranportasi DOC 0.41 Transportasi Obat & Vaksin 0.25 Transprtasi Sekam 0.74 Biaya Operasional lainnya 0.82

Sub Total 4.27

Harga Pokok Produksi 100.00

Sumber : Gabungan Muhammad Rasyaf (2008) dan peternak dilapangan

Berdasarkan tabel Persentase biaya produksi ayam pedaging, tingkat kebutuhan akan pakan merupakan yang terbesar persentasenya yaitu 69%. Ini merupakan dilema bagi para peternak di Peternakan Jabon Poultry Shop karena bila mengurangi biaya pakan akan berakibat penyusutan bobot ayam sedangkan bila pembeliannya berlebihan maka akan terjadi penumpukan digudang yang berakibat penurunan kualitas pakan atau akan terjadi pembusukan yang nantinya akan menambah biaya beban.

Cara yang ditempuh untuk meningkatkan efisiensi ini adalah dengan cara melakukan perubahan-perubahan dari fungsi-fungsi manajemen perusahaannya, salah satunya adalah pada fungsi manajemen operasi (produksi).

Salah satu faktor pemicu perkembangan manajemen produksi dan operasi pada dewasa ini adalah tuntutan konsumen/pelanggan. Tidak dapat dipungkiri lagi

(7)

bahwa tuntutan pelanggan saat ini sangat tinggi jika dibandingkan beberapa waktu yang lalu. Ini terjadi karena kosumen sekarang semakin pintar, dan jika tuntutan konsumen tidak dipenuhi, tidak segan-segan konsumen beralih ke perusahaan lain. Dengan tuntutan konsumen yang semakin banyak dan beragam, membuat persaingan di dunia industri semakin pelik dan ketat, tak terkecuali pada industri peternakan ayam. Isu bisnis global dewasa ini marak membicarakan hal yang berkaitan dengan keamanan produk (product safety), kesinambungan produksi (production sustainibility), manajemen mutu terpadu (total quality management), persaingan dan kerjasama (Co-opetion), serta semakin disadari jika konsumen telah berkembang menjadi pemilik.

Persaingan di bidang kesinambungan produksi berubah semakin pesat dan semakin canggih, hal ini diakibatkan karena pentingnya kesinambungan produksi (production sustainibility) dalam memenangkan persaingan di saat ini. Hal tersebut menyebabkan banyak perusahaan menerapkan cara-cara baru di bidang manajemen persediaan (inventory management) serta mengharuskan pihak personalia untuk memahami dan menjiwai konsep manajemen yang diadopsi tersebut. Akibatnya munculah konsep-konsep manajemen yang baru, misalnya

Material Requirement Planning (MRP), Just In Time (JIT), Just In Time II (JIT II)

dan Vendor Managed Inventory (VMI).

Keharusan untuk mencapai kesinambungan produksi (production

sustainibility) telah disadari semakin kritis oleh perusahaan, oleh karena itu

perusahaan melakukan suatu metode baru untuk mencapainya yang kemudian berimbas pada bagaimana mengelola persediaan perusahaan dengan lebih baik.

(8)

Seperti yang telah dikemukakan oleh Taiichi Ono bahwa “persediaan adalah sesuatu yang jahat.” Hal tersebut dapat dibenarkan karena sesungguhnya persediaan menyembunyikan variabilitas-variabilitas atau masalah-masalah tersembunyi yang tidak kelihatan. Variabilitas adalah setiap penyimpangan proses optimal yang menghantarkan produk sempurna tepat waktu setiap waktu. Salah satu masalah yang termasuk dalam variabilitas tersebut adalah karena penurunan tingkat kualitas persediaan itu sendiri.

Sistem Vendor Managed Inventory (Sistem Pengelolaan Persediaan oleh Pemasok) muncul untuk menjawab permasalahan tersebut dengan pengurangan persediaan dengan orientasi inventory reduction membuat sistem pengelolaan persediaan oleh pemasok menjadi salah satu pilihan sistem pengelolaan persediaan yang dapat dipilih oleh perusahaan saat ini.

Definisi sistem pengelolaan persediaan oleh pemasok menurut American

Production and Inventory Control Society (APICS) tahun 2005 dalam Vincent

Gaspersz (2007:506) adalah :

Sistem pengelolaan persediaan oleh pemasok adalah sistem optimisasi kinerja supply chain, dimana pemasok mempunyai akses ke data inventori pelanggan dan bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat inventori pelanggan.

Sedangkan Vincent Gaspersz 2007:506 mendefinisikan sistem vendor

managed inventory adalah :

It is a system in which the manufacturer/vendor of a product maintains the inventory level of the supplier/distributor of that same product.

Sistem vendor managed inventory adalah sistem dimana pemasok suatu produk menjaga tingkat persediaan pelanggan atau distributornya untuk produk yang sama

(9)

Berdasarkan teori yang dikemukakan diatas dapat ditegaskan jika sistem

vendor manage inventory adalah sistem pengelolaan persediaan yang berusaha

menjaga tingkat persediaaan sesuai kebutuhan perusahaan untuk menunjang produksi ramping (lean production) dan optimalisasi rantai pasokan dengan cara pertukaran data dan informasi antara pemasok dengan perusahaan yang saling bekerja sama.

Sistem vendor managed inventory mempunyai karakteristik pemasok yang bertanggung jawab untuk mengawasi dan menjaga tingkat persediaan pelanggannya, pengisian ulang persediaan secara otomatis oleh pemasok ketika tingkat persediaan sudah ada dibawah tingkat yang telah ditentukan, pertukaran data yang berhubungan dengan tingkat persediaan antara pemasok dan pelanggannya dilakukan melalui jenis data informasi yang telah ditentukan (Vincent Gasperz 2007:507). Karakteristik tersebut merupakan karakteristik umum dalam penerapan sistem pengelolaan persediaan oleh pemasok namun perusahaan juga bisa menerapkan cara tersendiri dalam pelaksanaannya yang sesuai dengan karakteristik perusahaan masing-masing.

Dalam sistem vendor managed inventory terdapat beberapa tugas dan kewajiban baik dari pemasok maupun perusahaan pelanggan. Tugas dan kewajiban pemasok dan perusahaan pelanggan dapat dilihat pada tabel 1.5.:

Tabel 1.5

Tugas dan Kewajiban Pemasok dan Perusahaan Pelanggan Dalam Sistem Vendor Managed Inventory

Tugas Kewajiban

Pemasok  Pengelolaan persediaan

 Mengirimkan

persediaan

 Menjaga kualitas barang persediaan

 Memberikan jadwal pengiriman

persediaan

 Memberikan laporan tingkat

persediaan

 Menjamin tingkat persediaan sesuai dengan kebutuhan perusahaan

(10)

Lanjutan Tabel 1.5

Tugas dan Kewajiban Pemasok dan Perusahaan Pelanggan Dalam Sistem Vendor Managed Inventory

Tugas Kewajiban Perusahaan Pelanggan  Mengevaluasi performa pemasok  Meramalkan kebutuhan persediaan

 Membuat laporan data

persediaan

 Menetapkan tempat

penyimpanan persediaan

 Mengirimkan data metode distribusi pasokan

 Mengirimkan data penjadwalan

produksi

 Memberikan laporan tingkat

persediaan minimum

 Memberikan sistem pembayaran

 Memberikan data perkiraan penjualan dan informasi keadaan pasar

Sumber : Vincent Gaspersz (2007:506)

Untuk menunjang optimalisasi penerapan sistem pengelolaan persediaan oleh pemasok, tugas dan kewajiban bagi pemasok dan perusahaan pelanggan seperti yang terlihat dalam tabel diatas harus dilakukan dengan sebaik-baiknya dengan kerjasama secara optimal dan terintegrasi antara pemasok dan perusahaan pelanggan.

Ada beberapa masalah yang dihadapi oleh Jabon poultry shop dalam pelaksanaan sistem vendor managed inventory, yaitu masih adanya ketidaksesuaian pada beberapa sektor bagian persediaan. Masalah terbesar dapat terlihat dari masih banyaknya ketidaksesuaian pengiriman pasokan pakan dari jabon poultry shop kepada peternak, hal ini diakibatkan oleh sikronisasi data antara Jabon poultry shop dan peternak yang sering tidak akurat, hal ini kemudian menyebabkan ketidaksesuaian antara kebutuhan persediaan dengan tingkat persediaan yang ada di gudang peternak. Hal tersebut menyebabkan kerugian baik secara materi maupun imateri kepada Jabon poultry shop dan peternak yang secara langsung akan mengganggu proses kegiatan produksinya. Jabon poultry shop dan peternak yang masih belum bisa bekerja sama secara optimal kerap

(11)

dijadikan penyebab permasalahan yang terjadi di bagian persediaan peternakan Jabon poultry shop.

Banyak perusahaan yang percaya dengan menerapkan sistem vendor

manage inventory diperusahaannya, permasalahan pada persediaan dapat diatasi

dikarenakan sistem vendor manage inventory dengan orientasi reduksi persediaannya mampu membuka variabilitas-variabilitas tersembunyi di dalam persediaan seperti penurunan kualitas, keterlambatan pengiriman dan kesalahan perhitungan jadwal produksi. Sistem vendor manage inventory juga dapat mempercepat perpindahan barang karena sistem ini memperpendek alur distribusi sehingga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi. Dalam pengertiannya biaya produksi adalah biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi barang jadi yang siap dijual (Render dan Heizer, 2005:319). Menurut Suyadi biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan proses produksi yang terdiri dari biaya tetap, biaya variabel dan biaya semi variabel (Suyadi Prawirosentono, 2001:114). Sedangkan efisiensi biaya produksi menurut Syahu Sugian (2006:76) adalah hubungan antara hasil yang dicapai dan biaya yang sudah digunakan. Menurut Rival Wirasasmita (2002:149) Efisiensi adalah rasio atau perbandingan antara usaha atau kinerja yang berhasil dan seluruh tenaga atau pengorbanan yang dikerahkan untuk mencapai hasil tersebut atau dengan kata lain rasio antara input dan output.

Berikut adalah biaya produksi, laba bersih, anggaran biaya produksi, efisiensi biaya produksi, dan target penjualan Jabon poultry shop dapat dilihat pada tabel 1.6 berikut:

(12)

Tabel 1.6

Biaya Produksi, Total Pendapatan/Penjualan, Anggaran Biaya Produksi, Efisiensi Biaya Produksi, dan Target Penjualan

Sumber: Jabon Poultry Shop

Grafik 1.7

Biaya Produksi dan Anggaran Biaya produksi

Dilihat dari grafik diatas, antara biaya produksi dengan anggaran biaya produksi semakin meningkat, ini tidak diikuti dengan efisiensi biaya produksi seperti yang terlihat pada gambar grafik 1.8 dibawah ini.

10.800.000.000,00 11.000.000.000,00 11.200.000.000,00 11.400.000.000,00 11.600.000.000,00 11.800.000.000,00 12.000.000.000,00 12.200.000.000,00 2006 2007 2008 2009 Biaya produksi Anggaran Tahun 2006 2007 2008 2009

Anggaran Biaya produksi

11,544,183,171.32 11,544,183,171,32 11,901,579,975.69 11,901,579,975.69 Realisasi Biaya Produksi 11,248,813,768.75 11,241,393,049.00 11,969,607,125.00 11,834,258,625.00

൬ܽ݊݃݃ܽݎܽ݊ − ݎ݈݁ܽ݅ݏܽݏ݅ܽ݊݃݃ܽݎܽ݊ ݔ 100%൰

Efisiensi Biaya Produksi

2,56 % 2,62 % -0,57 % 0,57 % Target Penjualan 12,000,000,000.00 12,000,000,000.00 12,000,000,000.00 12,000,000,000.00

Total

Pendapatan/Penjualan 10,966,706,000.00 11,220,445,000.00 12,078,464,000.00 11,875,784,000.00

(13)

Grafik 1.8

Efisiensi Biaya Produksi

Pada grafik diatas menunjukan bahwa efisiensi biaya produksi mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Ini terlihat jelas pada garis trend efisiensi yang cenderung menurun.

Dengan mempertimbangkan beberapa hal seperti yang telah diuraikan di atas, maka sangatlah relevan apabila dilakukan penelitian mengenai “Pengaruh

Sistem Vendor Managed Inventory terhadap efisiensi biaya produksi ayam broiler pada peternakan Jabon Poultry Shop”.

-1 -0,5 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 2006 2007 2008 2009

Efisiensi Biaya Produksi

efisiensi biaya produksi trend efisiensi

(14)

1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah

1.2.1. Identifikasi Masalah

Peternakan Jabon Poultry Shop adalah usaha peternakan dengan bentuk kemitraan antara pemasok dan peternak yang dibentuk pada tahun 1999 dengan start pertama bermitra dengan 7 peternak, dengan Total Assets saat itu sebesar Rp 450.500.000,--. 7 peternak tersebut terdiri dari 3 peternak plasma maklon dan 4 peternak semi mandiri. Saat ini Jabon Poultry Shop telah memiliki 12 orang pegawai dan pada tahun 2006 Jabon Poultry Shop membatasi kemitraannya hanya dengan peternak plasma mandiri saja. Kini Jabon Poultry Shop bermitra dengan 122 peternak plasma mandiri dengan kapaitas rata-rata 1.000 ekor perkandang. Hingga saat ini peternakan Jabon Poultry Shop masih menduduki posisi keempat dengan selisih penjualan yang cukup besar dengan peternakan AS Putra. Melihat perkembangan hal tersebut saat ini Peternakan Jabon Poultry Shop sedang berusaha untuk mengejar ketertinggalannya dipasar lokal. Untuk menaikan penjualan peternakan Jabon Poultry Shop harus berusaha untuk lebih efisien terutama dalam hal pakan ayam. Sebab, seperti pada tabel 1.4 dapat dilihat bahwa pakan merupakan yang terbesar persentasenya. Namun pada kenyataannya pelaksanaan sistem vendor managed inventory pada peternakan jabon poultry shop belum berjalan optimal dikarenakan masih banyaknya masalah-masalah dalam persediaan yang disebabkan oleh ketidakcocokan data antara Jabon Poultry Shop dan peternak, Ini merupakan dilemma bagi peternakan Jabon Poultry Shop karena bila mengurangi biaya pakan akan berakibat penyusutan bobot ayam sedangkan bila pembeliannya berlebihan maka akan terjadi penumpukan digudang

(15)

yang berakibat penurunan kualitas pakan atau akan terjadi pembusukan yang nantinya akan menambah biaya beban.

Dari latar belakang tersebut, maka penulis mengidentifikasikan permasalahan yang dihadapai oleh peternakan Jabon Poultry Shop pada proses belum efektifnya penerapan sistem vendor manage inventory yang ditandai dengan masih adanya masalah ketidaksesuaian pengiriman pasokan, barang cacat, serta ketidakcocokan data antara jabon poultry shop dan peternak sehingga menimbulkan tidak efisiennya biaya produksi perusahaan

Studi ini membatasi ruang lingkupnya dengan berfokus pada penerapan sistem vendor managed inventory dan pengaruhnya terhadap efisiensi biaya produksi ayam broiler.

1.2.2. Perumusan Masalah

Untuk menunjang proses pembahasan masalah maka peneliti membuat perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran penerapan sistem vendor managed inventory pada peternakan Jabon Poultry Shop.

2. Bagaimana gambaran tingkat efisiensi biaya produksi ayam di peternakan Jabon Poultry Shop.

3. Bagaimana pengaruh sistem vendor managed inventory oleh Jabon Poultry Shop pada pakan ayam terhadap efisiensi biaya produksi ayam broiler/ pedaging di peternakan Jabon Poultry Shop.

(16)

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Gambaran pelaksanaan sistem pengelolaan persediaan oleh Jabon Poultry Shop pada peternak

2. Gambaran tingkat efisiensi biaya produksi ayam di peternakan Jabon Poultry Shop.

3. Pengaruh sistem vendor manage inventory terhadap efisiensi biaya produksi ayam broiler pada peternakan Jabon Poultry Shop.

1.3.2. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan-kegunaan sebagai berikut :

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu manajemen, khusunya manajemen operasi dan produksi yang berkaitan dengan manajemen persediaan (inventory management). Penelitian ini juga dapat dijadikan dasar bagi peneliti lainnya yang tertarik untuk meneliti mengenai permasalahan yang sama.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberi masukan kepada peternakan Jabon Poultry Shop dalam merancang dan menerapkan sistem vendor managed inventory dalam rangka meningkatkan efisiensi biaya produksi.

Referensi

Dokumen terkait

Sejalan dengan tingginya peranan guru dalam pendidikan Islam, maka Hamka secara ideal memberikan syarat, selayaknya seorang guru sebagai kholifah Allah harus

Sasaran yang hendak dicapai adalah menyusun dan merumuskan suatu landasan konseptual berupa pokok-pokok pikiran sebagai suatu gagasan dalam perencanaan dan perancangan Book

Pembahasan dalam bentuk Workshop Konsensus, yang melibatkan seluruh pelaku pembangunan penataan bangunan dan lingkungan, baik dari Sektor Pemerintah (Pusat dan

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG KONSERVASI ENERGI POTENSI BISNIS DI SEKTOR GAS Proyeksi Permintaan... PENDAHULUAN

Ketiga tesis di atas secara substantif memang meneliti tentang pemasaran pendidikan di sebuah lembaga, baik pada sekolah tingkat menengah maupun sekolah tinggi. Akan

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala limpahan rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Laporan Tugas Akhir

20 Tahun 2001 Tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing yakni dalam rangka lebih mempercepat peningkatan dan perluasan kegiatan

Sentuhan mata : Gejala yang teruk boleh termasuk yang berikut: kesakitan atau kerengsaan.. berair kemerahan Kesan Kesihatan