• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lama Pengaruh Coral Bleaching dan Red Tide Terhadap Kematian Karang di Perairan Sumatera Barat 1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lama Pengaruh Coral Bleaching dan Red Tide Terhadap Kematian Karang di Perairan Sumatera Barat 1)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Lama Pengaruh Coral Bleaching dan Red Tide Terhadap Kematian

Karang di Perairan Sumatera Barat

1)

Ofri Johan2), Yunaldi3), Jan Henning Steffan2) Yayasan Terumbu Karang Indonesia

Jl. Blimbing No. 14 Kemang Timur, Jakarta Selatan E-mail: terangi@cbn.net.id

Pendahuluan

Ekosistem terumbu karang menjadi perhatian dunia karena penting manfaatnya secara ekologi dan tingkat kerusakannya. Di wilayah Indonesia luas terumbu karang diperkirakan sekitar 85.704 km persegi (Tomascik, 1997), dan sebagian besar dilaporkan dalam kondisi rusak. Penyebab utama kerusakan karang di Indonesia adalah kematian akibat peristiwa bleaching dan pengaruh aktivitas manusia. Data penelitian yang diambil pada 416 titik dari 43 daerah yang tersebar di seluruh perairan Indonesia, hanya tinggal 6.49% terumbu karang di Indonesia yang dalam keadaan sangat baik, 24.28% dalam kondisi baik, 28.61% dalam kendisi rusak sedang dan 40% lebih dalam keadaan rusak berat (Suharsono, 2000).

Tak jauh berbeda dengan perairan Sumatera Barat, kondisi terumbu karangnya (sebelum terjadinya kematian massal) dari 102 lokasi penelitian pada 42 pulau dilaporkan sekitar 74% dari lokasi dinyatakan sangat rusak, 22% lokasi keadaan sedang dan hanya 3.7% dari lokasi dalam keadaan baik dan sangat baik (Kunzmann, 1994). Sejak terjadinya peristiwa bleaching pada tahun 1998 kondisi karang semakin rusak, bahkan sampai persentase tutupan karang hidupnya 0% di sebagian besar lokasi (Efendi, 2000).

Berbeda dengan apa yang terjadi dengan pulau Banda, dalam kurun waktu 7 tahun karang sudah mengalami pemulihan dengan persentase tutupan karang hidup mencapai 70%. Sementara pada perairan Padang, setelah kurun waktu 5 tahun tingkat pemulihan cukup rendah (0-5%). Meskipun jangka waktu pemulihan di perairan Padang saat ini lebih pendek dibandingkan dengan di pulau Banda, dapat diperkirakan tingkat pemulihan di perairan Padang berbeda dengan tingkat pemulihan di Pulau Banda.

1)

Makalah disampaikan pada KONAS III Tanggal 21 – 24 Mei 2002 Bali

3)

Coral Reef Marine Science Program Officer. TERANGI

4)

Coral Reef Fieshes Marine Science Program Officer, TERANGI

2)

(2)

Metode

Penelitian dilaksanakan pada transek permanen di dua kedalaman 5 m dan 10 m, masing-masing kedalaman 5 ulangan dengan panjang transek 50 m. Pengambilan data menggunakan belt transect dengan lebar 20 cm ke samping kiri dan kanan dengan cakupan luas pada satu titik 40x25 cm2 (1000 cm2).

Pengamatan menggunakan video camera bawah air Sony CCD-VX1E dengan AMPHIBICO housing di belt transect. Setiap transek dilakukan pengamatan dua kali. Pengamatan pertama mengamati substrat dengan cara berenang sekitar 2.5 m diatas transek dengan kamera, sudut kemiringan pengambilan sekitar 45. Kamera menyorot daerah (frame) seluas yang telah ditetapkan. Frame terbuat dari bahan aluminium ditempelkan pada kamera. Untuk bisa memperkirakan ukuran substrate jarak antara frame yang disorot seminimum mingkin dengan substrat . Jarak tersebut bisa antara 5-10 cm tergantung bentuk morfologi dari substrat. Pengamatan kedua pada transek yang sama dengan menggunakan kamera yang sama namun tanpa frame, jarak kamera dengan substrat lebih jauh untuk melihat penampakkan yang lebih lebar dan kecepatan renang pengamat lebih cepat.

Analisis

Komunitas Benthic

Kelimpahan karang dan kategori bentuk pertumbuhan (lifeform) didapatkan dengan menggunakan metode point sampling dan belt sampling. Rekaman Video yang sudah diambil pada setiap transek diputar ulang pada TV monitor 21 inch. Macro invertebrata (moshroom corals, sea anemones, karang lunak, gorgonian, crinoid, holothurians, bulu babi, bintang laut, muluska dan spong) dihitung dengan metode belt transect dari 0.4 m dari 50 m (20 m2). Disaat pemutaran ulang Video rekaman, sepanjang 50 m akan dibuat 50 video stops (satu stop per meter untuk melihat substrat karang disepanjang belt transect) dan setiap video stop akan diambil point sampling sebanyak 5 titik (hasilnya akan ada 250 data per transek).

Titik sampling ditetapkan secara random, satu di tengah dan empat lagi di pinggir screen layar monitor dengan ukuran yang sama dan diberi tanda. Agar perbedaan kecepatan renang disepanjang transek dapat dikurangi biasnya maka jumlah waktu

(3)

pengambilan setiap transek dibagi dengan jumlah video stop yang ditetapkan (50 kali) untuk mendapatkan panjangnya interval antara masing-masing video stop.

Sama halnya dengan teknik Line Intercept Transect (LIT), lifeform dan substrat pada titik random dianalisa dengan menggunakan sistem klasifikasi (English, 1994). Kemunculan kategori substrat karang di titik random di setiap video stop secara langsung dicatat dalam data base. Kategori substrat dan parameter dimasukkan dengan menggunakan menu-base field dalam sampling program mask dengan 37 parameter terbagi atas tiga level: a) benthic group, b) benthic lifeform and c) coral (scleractinian). Kategori benthic lifeform diberikan nama berdasarkan penggunaan nomenclature yang umum (English, 1994).

Sensus Visual Ikan Karang

Tiga dari lima transek permanen pada kedalam 5 m dipilih secara random dan dilakukan pengamatan secara visual pada kelimpahan famili dari ikan karang. Sepanjang 50 m transek garis diamati pada belt transect dengan dua macam lebar transek. Pada ikan yang besarnya lebih dari 10 cm perhitungannya dilakukan pada belt transect yang berukuran lebar 10 m sepanjang transek dan 5 m diatas substrat. Kemudian pengamatan berikutnya pada ikan yang berukuran lebih kecil 10 cm pada belt transect yang lebarnya 2.5 m disetiap sisinya. Lebar belt transect diperkirakan secara visual dan dicek sebelum dan sesudah pengukuran setiap transek.

Pengamatan dilakukan diantara jam 9.00 – 10.00 untuk meminimalkan keragaman dari pengaruh perubahan diurnal pada tingkah laku ikan. Data yang dikumpulkan sampai pada tingkat famili, jumlah perbedaan spesies dalam satu famili dan jumlah individu, dicatat pada kertas (slate) tahan air.

Perhitungan disetiap lokasi distandarisasi dengan jumlah individu dalam luasan 5000 m2. Data dianalisis dengan untuk mendapatkan: a) perbedaan kekayaan jumlah Spesies indikator dan famili kelimpahan ikan terumbu karang lainya, b) perbedaan distribusi indikator dan famili kunci ikan karang.

(4)

Hasil dan Pembahasan

A. Distribusi Benthic Lifeform Kedalaman 5 m (Reef crest)

Rataan persentase karang hidup tertinggi di pulau Pieh 5 %, pulau Pisang 3% dan paling rendah di gosong Air 0%. Kelimpahan turf algae tertinggi di pulau Pieh 21%, gosong Air 1% dan pulau Pisang tidak ada. Coralline alge tertinggi di pulau Pieh 37%, gosong Air 27% dan pulau pisang 0%. Rataan tutupan soft coral, spong dan invertebrata lainnya tidak ditemukan pada lokasi transek permanen.

Sedangkan Steffen (2001) melaporkan pada lokasi yang sama persentase benthos (life macro benthos) di gosong Air 86%, di pulau Pieh 91% dan di pulau Pisang 98%. Persentase tutupan karang hidup di pulau Pisang 25%, gosong Air 31% dan maksimum di pulau Pieh 47%. Kelimpahan turf algae di pulau Pisang 67%, pulau Pieh 11% dan gosong Air 35%. Coralline algae di pulau Pisang 2%, pulau Pieh 33%, sementara kelimpahan macro algae ada di pulau Pisang 3%.

Kondisi karang di perairan Padang masih belum pulih dari kematian massal, pulau Pieh sebelumnya diidentifikasi sebagai pulau yang memiliki persentase tutupan karang hidup terbaik saat itu, sekarang persentase tutupannya hanya 5%. Begitu pulau dua pulau lainnya lebih rendah tutupan karang hidupnya bahkan ada yang masih 0%.

Kedalam 10 m (Reef slope)

Persentase tutupan karang hidup pada reef slope (kedalaman 10 m) tertinggi di pulau Pieh 3 %, gosong Air 2%, sementara di pulau Pisang 1%. Turf algae di pulau Pieh 9%, gosong Air dan pulau Pisang 0.2%. Coralline algae paling tinggi terjadi di gosong Air 37%, di pulau Pieh 62% dan terendah di pulau Pisang 0.1%. Spong di gosong Air 0.32%, sementara di pulau Pieh dan pulau Pisang macro algae, karang lunak dan spong tidak ada pada pengamatan.

Kondisi sebelumnya (Steffen, 2001) melaporkan bahwa organisme benthos hidup persentase tutupannya di pulau Pisang 28%, di pulau Pieh 84% dan maksimun di gosong Air 92%. Persentase karang hidup di gosong Air 27%, di pulau Pisang 14% dan pulau Pieh 25%. Turf algae gosong Air 23%, pulau Pieh 7% dan pulau Pisang 0%. Coralline algae 49% di pulau Pieh, 39% di gosong Air dan 9% di pulau Pisang. Karang lunak

(5)

dulunya relatif kecil di pulau Pisang 0.3%, di gosong Air dan pulau Pieh 0.1%. Spong dulunya banyak di banyak di pulau Pisang 5%, gosong Air dan pulau Pieh 1%.

Tingkat pemulihan karang pada kedalaman 10 m lebih rendah dibandingkan dengan kedalam 5 m dan dikelompokkan pada kondisi sangat rusak. Sementara kondisi sebelumnya di gosong Air termasuk kondisi sedang dan Sedangkan di pulau Pieh dan pulau Pisang dikelompokkan sangat rusak. Lambatnya pemulihan karang disebabkan tidak adanya sumber bibit yang tersisa akibat kematian massal sebelumnya. Keadaan Demikian mingkin terjadi karena penyebab kematian karang waktu itu adalah perubahan suhu sehingga kematian karang menyeluruh pada semua pulau di perairan Padang.

B. Distribusi Group Benthic Kedalaman 5 (Reef crest)

Persentase tutupan group benthic menunjukkan perbedaan antara tiga lokasi. Sedimen tertinggi banyak terjadi pulau Pisang 28%, sementara pada dua pulau lainnya hanya 1%. Percampuran sedimen/rubble tertinggi juga di pulau Pisang 46%, pulau Pieh 18% dan gosong Air hanya 7%. Banyaknya sedimen di pulau Pisang disebabkan jarak pulau ke daratan lebih dekat dibandingkan dengan dua lokasi lain, dan berada di depan sungai (Batang Arau) sehingga banyak sekali sedimen terbawa arus ke pulau Pisang.

Rubble di pulau Pieh lebih tinggi (68%) dibandingkan dengan dua lokasi lainnya yaitu di pulau Pisang (29%) dan gosong Air (23%). Reef pavement (rock) terbanyak di gosong Air 68%, pulau Pieh 11% dan pulau Pisang 2%. Tingginya jumlah rubble di pulau Pieh pada kedalaman 5 m karena kondisi sebelumnya tutupan karang hidup (sebelum peristiwa bleaching) tertinggi di pulau tersebut.

Kedalaman 10 m (Reef slope)

Rataan persentase tutupan benthic group di reef slope (kedalaman 10 m) tidak berbeda dengan reef crest (kedalman 5 m). Tutupan sedimen juga tertinggi di pulau Pisang 32%, sementara pulau Pieh dan gosong Air hanya 4%. Tutupan campuran sedimen/rubble tertinggi di pulau Pisang 54%, pulau Pieh 19% dan gosong Air 10%. Sementara rubble terbanyak terjadi di pulau Pieh 63%, gosong Air 22% dan pulau Pisang 12%. Reef pavement (rock) terbanyak di gosong Air 61%, pulau Pieh 14% dan pulau Pisang hanya 1%.

(6)

Pengamatan Steffen (2001) melaporkan bahwa tutupan sedimen di pulau Pisang 4%, tutupan sedimen/rubble di pulau Pisang 12%, dan pulau Pieh 7%. Rubble sendiri banyak di gosong Air 25%. Karang lunak, macro algae dan biota lainnya masih ada ditemukan seperti spong ada mencapai antara 1 sampai 5%.

Komposisi Kelimpahan Ikan tahun 1996 dibandingkan dengan Monitoring tahun 2001.

a. Kelimpahan Ikan Kepe-kepe (Chaetodontidae)

Jenis spesies ikan indikator (kepe-kepe) yang dijumpai pada tahun 1996 di seluruh stasiun penelitian sebanyak 21 spesies dengan kelimpahan 446 individu/5000 m2, yaitu ; Chaetodon bennetti, C. citrinellus, C. collare, C. decussatus, C. ephippium, C. falcula, C. guttatisimus, C. lunula, C. melannotus, C. occellicaudus, C. ornatissimus, C. oxycephalus, C. rafflesii, C. semion, C. triangulum, C. trifasciatus, C. trifascialis, C. vagabundus, Heniochus monoceros, H. pleurotaenia, dan Forcipiger flavissimus.

Jenis ikan indikator (kepe-kepe) tahun 2001 pada ditemukan hanya 6 spesies dengan kelimpahan 35 individu/5000m2 yaitu: Chaetodon falcula, Chaetodon oxyecephalus, Chaetodon vagabundus, Heniochus pleurotaenia, Heniochus monoceros, dan Forcipiger flavissimus. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini Tabel 1. Jenis ikan kepe-kepe (Chaetodontidae) di perairan Kotamadya Padang tahun

1996 dan 2001 selama penelitian.

No Spesies Stasiun P. Pisang 1996 P. Pisang 2001 G. Air 1996 G. Air 2001 P. Pieh 1996 P. Pieh 2001 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. C. bennetti C. citrinellus C. collare C. decussatus C. ephippium C. falcula C. guttatissimus C. lunula C. melannotus C. ocellicaudus C. ornatissimus C. oxycephalus C. rafflesi C. semeion C. triangulum + - - - - - - - + + - - + - + - - - - - - - - - - - + - - - + - + + - + - + - - - + + - + - - - - - + - - - - - - - - - + + - - + + + + - - + + + + + - - - - - + - - - - - - - - -

(7)

16. 17. 18. 19. 20. 21. C. trifasciatus C. trifascialis C. vagabundus H. monoceros H. pleurotaenia F. flavissimus. + + + + + - - - + - + - + + + + + + - - + + + - + + + + + - - - + - + + Total spesies 10 3 14 4 16 4

Keterangan = + = dijumpai - = tidak dijumpai

= C = Chaetodon, H = Heniochus dan F = Forcipiger

Jumlah total spesies ikan kepe-kepe di Pulau Pisang hasil penelitian tahun

1996 yang berhasil dicatat pada kedalaman lima meter ditemukan 58 individu/2500m2

dari 10 spesies, delapan jenis dari genus Chaetodon dan dua jenis dari genus Heniochus. Pada kedalaman 10 meter ditemukan 22 individu/2500m2 dari empat spesies, dua dari genus Chaetodon dan dua dari genus Heniochus. Di lokasi ini didominasi oleh Heniochus pleurotaenia, yaitu 38 ekor.

Sedangkan jumlah total spesies ikan kepe-kepe hasil monitoring pada tahun

2001 hanya ditemukan pada kedalaman 5 meter dengan kelimpahan 13 individu/2500m2

dan jenis ikan indikator ditemukan hanya 3 spesies yaitu: Chaetodon falcula, Chaetodon oxyecephalus dan Heniochus pleurotaenia

Hasil penelitian yang diperoleh di Gosong Air tahun 1996 pada kedalaman lima meter terdapat 115 individu/2500m2 dari 10 spesies. Delapan spesies dari genus Chaetodon dan dua genus Heniochus. Pada kedalaman 10 meter terdapat 74 individu/2500m2 dari 13 spesies, 11 ekor dari genus Chaetodon dan dua ekor dari genus Heniochus. Lokasi ini didominasi oleh Chaetodon trifascialis (78 ekor) dan Chaetodon triangulum sebanyak 47 ekor. Spesipik di lokasi ini banyak ditemukan karang meja atau Acropora tabulate. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jenis ikan Chaetodon trifascialis dan Chaetodon triangulum menggunakan karang meja sebagai tempat mencari makan dan bersembunyi.

Dari hasil monitoring pada Gosong Air tahun 2001, Ikan indikator ditemukan 3 spesies (5 m) dan juga 3 spesies (10 m) dengan kelimpahan 22 ekor individu/1000 m2

(8)

kedalaman 5 meter dan 11 ekor individu/2500m2 pada 10 meter, Jenis ikan indikator didominasi yaitu dari jenis: Chaetodon vagabundus. Tahun ini tidak ditemukan lagi ikan-ikan yang mendominasi seperti Chaetodon trifascialis dan Chaetodon triangulum. Karena tempat bersembunyi dan mencari makan tidak ada lagi yaitu karang meja atau Acropora tabulate.

Di Pulau Pieh ditemukan ikan kepe-kepe tahun 1996 sebanyak 90 individu/2500m2 pada kedalaman 5 meter, dengan jumlah spesies 17 jenis, 15 jenis dari genus Chaetodon dan dua dari genus Heniochus. Pada kedalaman 10 meter terdapat 47 individu/2500m2 dari 16 spesies, 14 dari genus Chaetodon dan dua dari genus Heniochus.

Pada monitoring tahun 2001 ditemukan ikan indikator pada kedalaman 5 meter ditemukan hanya 2 individu/2500m2 dari jenis Heniochus Pleurotaenia, pada kedalaman 10 meter ditemukan 4 jenis yaitu Chaetodon vagabundus, Chaetodon falcula, Heniochus pleurotaenia dan Forcipiger longirostris. Sedangkan kelimpahan 11 individu/2500m2.

b. Kelimpahan famili ikan karang

NO Ikan Target P. Pisang P. Pisang P. Air Air P. Pieh Pieh 1996 2001 1996 2001 1996 2001 1 Acanthuridae 6,3 0.9 168,7 83,3 10,7 2 2 Apogonidae 0,7 26,7 3 Balistidae 5 16,9 5 225,4 4 Caesionidae 7 0,5 12,3 72 6 5 Carangidae 1,7 2 1,3 0,3 6 Chaetodontidae 20,7 1,3 44,7 4,,2 13,3 1,3 7 Cirrhitidae 6,7 0,1 6,7 11 8 Diodontidae 0,9 1,5 9 Ephipidae 2,7 1,3 0,1 10 Haemulidae 2 11 Holocentridae 4,7 7,3 3,6 2 12 Labridae 16 2,5 93,7 78,8 119,3 87,3 13 Lethrinidae 5,7 0,4 2,7 0,2 14 lutjanidae 0,7 3,3 10,5 2 4,5 15 Mullidae 2,7 6,4 3 2,1 16 Nemipteridae 6,3 0,8 6 7,9 2,3 2,3 17 Pempheridae 0 0,7 3 18 Pomacantidae 7,7 0,7 13 7,8 4 6,6

(9)

19 Pomacentridae 32,7 7,3 332,3 48 195 41,8 20 Scaridae 6 107 28,1 26 4,8 21 Scorpaenidae 0,7 22 Serranidae 2,3 5,7 2,3 7,7 5,1 23 Siganidae 1,3 0,3 4,7 0,8 1,7 1,3 24 Tetraodontidae 1 0,7 0,7 0,3 25 Zanclidae 3 5 2,4 3,3 3,9 Total 124,8 14,9 856,6 372,1 420,9 390,5

Jumlah keseluruhan ikan karang secara rata-rata terjadi penurunan kelimpahan dan beberapa spesies juga tidak ditemukan seperti ikan indikator. Kelimpahan ikan pada tahun 1996 di pulau Pisang rata-rata 124,8 individu/5000 m2, sedangkan hasil monitoring tahun 2001 ditemukan rata-rata 14,9 individu/5000 m2, ini terlihat sekali ada sekitar 8 kali lebih rendah dibandingkan dengan tahun 1996.

Kelimpahan rata-rata ikan pada tahun 1996 di gosong Air adalah 856,6 individu/5000 m2, pada monitoring tahun 2001 ditemukan hanya kira-kira setengah dari jumlah ikan tahun 1996 yaitu 372,1. Bila dibandingkan dengan ikan yang terdapat di pulau Pieh hanya sedikit sekali perbandingannya yaitu kira-kira 30 individu/5000 m2, rata-rata pada tahun 1996 ditemukan 420,9 individu/5000 m2 dan monitoring tahun 2001 ditemukan 390,5 individu/5000 m2 .

C. Pembahasan ikan karang dan indikator (kepe-kepe)

Pengamatan pada tahun 1996 di diperkirakan sebagian besar dari jenis-jenis Chaetodontidae (Kepe-kepe) yang ada terdapat perairan Indonesia ditemukan di perairan Kotamadya Padang. Keberadaan ikan tersebut yaitu terdiri dari 21 jenis dari tiga genus ikan indikator tapi kondisi ini berubah bila dilihat dari hasil penelitian 2001. Jenis ikan indikator (kepe-kepe) saat ini hanya ditemukan sebanyak 6 spesies saja (Tabel 1).

Sebaran ikan Kepe-kepe dan ikan karang lainya relatif tidak tergantung pada kedalam perairan, tetapi berhubungan erat dengan sebaran terumbu karang dan kelimpahannya. Korelasinya menunjukkan hal yang positif bila dibandingkan tahun 1996 dengan tahun 2001 (Tabel 1 dan 2 ). Dengan demikian tidak dapat disangkal lagi, bahwa betapa pentingnya ekosistim terumbu karang bagi kelestarian ikan Kepe-kepe, Ikan karang dan kelestarian biota laut secara keseluruhan. Pemanfaatan ikan hias bagi pengembangan ekspor perikanan laut harus sejalan dengan upaya mendukung kelestarian

(10)

ekosistem terumbu karang. Untuk itu diperlukan teknik penangkapan ikan hias dan sistem pengelolaan wilayah terumbu karang yang ramah terhadap lingkungan.

Distribusi ikan pada umumnya dapat bervariasi antara spesies tergantung pada habitat mereka dan habitat itu sendiri (Kuiter, 1992). Distribusi tersebut tidak dipengaruhi oleh musim. Pada daerah berkarang biasanya ditunjukan dengan areal yang sempit dan distribusi ikan yang sempit pula. Hal ini disebabkan karena ikan-ikan yang hidup disini hanya terbatas pada yang mempunyai kebiasaan hidup tersendiri dan biasanya berasosiasi dengan kehidupan terumbu karang.

(11)

Tingginya kelimpahan rata-rata pada lokasi gosong Air pada tahun 1996 diduga karena habitat lebih baik dari pada stasiun lainnya. Terumbu karang pada stasiun ini lebih banyak dijumpai, dimana di lokasi ini banyak ditemukan karang meja (Acropora tabulate). Terumbu karang merupakan habitat utama dari ikan kepe-kepe. Sedangkan Myers (1989) menyatakan bahwa kehadiran ikan kepe-kepe tidak terlepas dari keberadaan terumbu karang, karena ikan ini merupakan salah satu jenis ikan indikator terumbu karang. Semakin beragam spesies indikator dari ikan kepe-kepe menunjukan tingkat kesuburan terumbu karang semakin tinggi. Terumbu karang merupakan tempat mereka mencari makan, tumbuh dan berkembang. Pada lokasi gosong Air ikan yang paling banyak ditemukan adalah dari spesies Chaetodon trifascialis pada kedalaman 5 meter, yaitu sebanyak 65 individu/1000 m2, kedua Chaetodon triangulum (24 individu/1000 m2) dan C. trifasciatus (8 individu/1000 m2). Setelah kematian massal tahun 1998 jumlah ikan indikator hanya ditemukan 3 spesies (5 m) dan juga 3 spesies (10 m ) dengan kelimpahan 22 ekor kedalaman 5 meter dan 11 ekor pada 10 meter,

Keeratan hubungan ikan karang dengan terumbu karang sedikitnya disebabkan dua alasan. Menurut Hutomo dan Adrim (1986), Chaetodontidae (kepe-kepe) bersama dengan suku Gobiidae (Glodok), Pamacentridae (Betok), dan Serranidae (Kerapu) merupakan contoh baik penghuni terumbu karang primer yang tipikal, karena hidupnya selalu berasosiasi dengan terumbu karang, baik sebagai habitat maupun sebagai tempat mencari makan dan mungkin sebagian besar sejarah hidupnya berlangsung disini. Menurut Nybakken (1988) dan Mackay (1994), kelestarian ikan karang terhadap terumbu karang kuat sekali. Ikan karang pada umumnya bersifat omnivora, karnivora dan ada juga yang memakan bagian-bagian dari polychaeta, anemon dan invertebrata kecil lainya yang hidup di dasar serta crustasea kecil, spon, polip karang lunak, plankton, telur ikan dan cairan lendir (mucus) yang dikeluarkan karang.

Menyadari betapa besarnya peranan terumbu karang, maka Subani dan Wahyono (1987) menyatakan bahwa terumbu karang merupakan suatu ekosistem dan memangku berbagai organisme mulai yang bersel tunggal sampai pada kawanan ikan dan biota lainya, karena itu dalam mengeksploitasi sumber daya ini perlu dijaga terhadap ganguan-ganguan ekosistimnya untuk kelestariannya. Akibat dari kerusakan ekosistem terumbu karang ini dapat menimbulkan dampak ganda, disamping musnahnya ikan atau organisme juga dapat mematikan usaha perikanan pantai. Jenis ikan yang paling terancam bila terumbu karang rusak adalah ikan jenis Chaetodontidae (kepe-kepe) dan ikan Klon/anemon (Amphiprion), karena jenis-jenis ikan ini dalam kehidupan sangat tergantung pada kehidupan terumabu karang (Suharti, 1990).

(12)

Keragaman merupakan suatu gambaran ringkas bagaimana individu dalam komunitas berdistribusi dalam sekumpulan jenis. Keragaman menurun bila komunitas tersebut didominasi oleh satu atau beberapa spesies, individu yang sedikit (jarang) ditempati oleh individu-individu yang lebih umum, atau bila satu atau beberapa jenis dengan cepat berkembang biak. Keragaman sering berkaitan dengan karakter lingkungan baik rusaknya lingkungan, massa air tertentu dan tingkat kekomplekan aliran energi dalam komunitas. Ukuran temporal variasi keragaman ini memberikan informasi yang berguna tentang suksesi struktur komunitas (Omori dan Ikeda, 1984).

Kesimpulan

Monitoring pada transek permanen di Perairan Kotamadya Padang dapat memberikan informasi tentang kondisi ekosistem terumbu karang. Kondisi terumbu karang menurun cepat akibat perubahan kondisi lingkungan, persentase tutupan karang turun menjadi 5% di pulau Pieh, sebelumnya yaitu 47%. Kelimpahan ikan indikator yang dijumpai pada tahun 1996 di seluruh stasiun penelitian sebanyak 21 spesies, sedangkan pada tahun 2001 hanya ditemukan 6 spesies. Kelihatan korelasi antara ikan karang dengan terumbu karang sebagai habitatnya.

Daftar Pustaka

EFENDI Y, INRAWADI, 2000. Potensi Kondisi Serta Pemahaman tentang Sumberdaya Kelutaan di Sumatera Barat. Konferensi Nasional II. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia, Makasar.

HUTOMO, M .1986. Komunitas Ikan Karang dan Metoda Sensus Visual. LON-LIPI, Jakarta, 21 hal. (Tidak dipublikasikan)

MYERS, R. F. 1989. Micronesian Reef-fishes. A Practical Guide to the Identification of coral Reef Fishes of The Tropical Central and Western Pacific. Coral Grafic,Territory of Guam. 298p.

NYBAKKEN, J.W. 1988. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Penerbit PT. Gramedia Jakarta. 459 hal.

OMORI, M. And T. IKEDA. 1984 Methods in Marine Zooplankton Ecology. John Wiley & Sons. New York. 354 p.

SUBANI, W. dan M.M. WAHYONO. 1987. Kerusakan Ekosistem Pantai dan Dampaknya terhadap Sumberdaya Perikanan di Pantai Selatan Bali, Barat dan Timur Lombok dan Teluk Jakarta. Balitbang Perikanan laut. Jur. Pen. Perikanan Laut 70 hal.

(13)

SUHARTI, S.R. 1990. Mengenal Kehidupan Kelompok Ikan Anemon (Pomacentridae). Puslitbang-LIPI, Jakarta. Oseana 4 (XV): 135-145.

SUHARSONO, 1995. Kondisi Karang pada Muntahan Lahar 7 tahun setelah Meletusnya Gunung Api Banda. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia.

Tomascik T., Mah A. J., Nontji A., Moosa M. K., 1997. The Ecology of the Indonesian Seas. Periplus Editions. 1387 p.

KUITER, R. H. 1992. Tropical Reef-Fishes of The Western Pacific Indonesia and Adjacent Waters. Penerbit PT. Gramedia Pusaka Utama, Jakarta. Indonesia. 328p.

Referensi

Dokumen terkait

Minyak petroleum dan minyak yang diperoleh dari minerc'is mengandung bitumen, selain mentah; preparat tidak dirinci atau termasuk, mengandung menurut beratnya 70% atau lebih

Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar Glukosa darah yang melebihi nilai normal pada keadaan puasa lebih atau sama dengan 126 mg %

Variasi kadar campuran yang digunakan adalah 6%, 8%, dan 10% se- men dan 5% pasir pada setiap variasi campuran semen dengan variasi waktu pemeraman 7 hari, 14 hari, dan 28 hari

Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang stump dan indeks massa tubuh mempunyai hubungan dengan keseimbangan berjalan dan kepercayaan diri, maka implikasi hasil

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, penulis ingin mengamati lebih jauh dan lebih khusus mengenai evaluasi kebijakan manajemen pengunjung dalam kegiatan pariwisata di

Sekolah- sekolah Muhammadiyah eksis sejak ibu kota provinsi hingga ke desa-desa dan ini memberikan peran luar biasa dalam memberikan kesempatan pendidikan kepada

Pupuk kandang merupakan salah satu contoh pupuk organik yang berasal dari kandang ternak, baik berupa kotoran padat (faeces) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing

Hidrogenasi langsung asam lemak tidak digunakan dalam skala industri besar karena kebutuhan temperature reaksi yang lebih tinggi menghasilkan yield yang lebih rendah dan karena