• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri atas empat kabupaten: Kabupaten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri atas empat kabupaten: Kabupaten"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri atas empat kabupaten: Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya, Kabupaten Sumba Tengah, dan Kabupaten Sumba Timur. Kota terbesarnya adalah Waingapu, ibu kota Kabupaten Sumba Timur. Di kota tersebut juga terdapat bandar udara dan pelabuhan laut yang menghubungkan Pulau Sumba dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia, seperti Pulau Sumbawa, Pulau Flores, dan Pulau Timor.

Kabupaten Sumba Barat Daya adalah kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia, sebagai pemekaran dari Kabupaten Sumba Barat, dan dibentuk berdasarkan UU no. 16 tahun 2007. Kabupaten Sumba Barat Daya mewilayahi delapan kecamatan, Kecamatan Kodi, Kecamatan Kodi Bangedo, Kecamatan Kodi Utara, Kecamatan Laura, Kecamatan Wewewa Barat, Kecamatan Wewewa Selatan, Kecamatan Wewewa Timur, dan Kecamatan Wewewa Utara.

Ditinjau dari sudut bahasanya, para peneliti yang telah melakukan penelitian ke Sumba mempunyai pandangan yang berbeda tentang situasi kebahasaan di Sumba. Syamsudin (1996:22-23) menganggap bahwa di Sumba hanya terdapat satu bahasa, yaitu BS dengan tujuh dialeknya, yaitu dialek Kambera, dialek Loli, dialek Waijewa, dialek Mamboro, dialek Lamboya, dialek Kodi, dan dialek Tana Righu. Di sisi lain, dikatakan bahwa di Sumba terdapat dua bahasa, yaitu BS Timur dan BS Barat. BS Timur terdiri atas dialek Kambera, dialek Manggara, dialek Manggana, dialek Mawakina, dan dialek Manggarikuna. BS Barat

(2)

(Wewewa) terdiri atas dialek Kodi, dialek Lamboya, dialek Mamora, dialek Wanokaka, dialek Laora, dialek Loli, dan dialek Anakalang (Onvlee, 1976; Kapita, 1965:65). Djawa (2000) menganggap bahwa lek Kambera, lek Loli, lek Kodi, dan lek Lamboya di Sumba sebagai bahasa yang berbeda. Budasi (2007) menyimpulkan bahwa ketujuh isolek yang terdapat di Sumba, yakni isolek Kodi, isolek Wewewa, isolek Lamboya, isolek Kambera, isolek Mamboro, isolek Wanokaka, dan isolek Anakalang masing-masing berstatus sebagai bahasa yang berkerabat yang berbeda dan berada dalam satu kelompok bahasa, yakni kelompok bahasa Sumba. Di sisi lain, Putra (2007) menyatakan bahwa di Sumba terdapat satu bahasa dengan lima dialeknya, yakni (1) dialek Mauralewa-Kambera, (2) dialek Wano Tana (Wanokaka dan Katiku Tana), (3) dialek Waijewa-Loli, (4) dialek Kodi, dan (5) dialek Lamboya. Dari beberapa pandangan yang mengungkapkan situasi kebahasaan di Sumba, peneliti tertarik untuk meneliti bahasa Sumba Dialek Waijewa, yaitu merujuk pada temuan Putra (2007).

BSDW dipandang perlu untuk diteliti karena belum ada yang meneliti. Penelitian yang ditemukan hanya penelitian terhadap dialek Kambera. Beberapa penelitian yang telah dilakukan di antaranya A Short Grammar of Kambera oleh Merian Klamer (1998), Sari (1998) yang meneliti ”Fonologi Bahasa Sumba Dialek Kambera di Sumba Timur: Analisis Generatif Transformasi”, ”Kedudukan dan Fungsi Dialek Kambera di Sumba Timur” oleh Yuliana, ”Pertalian Fonem Bahasa Austronsia Purba dengan Bahasa Sumba Dialek Kambera dan Manggarai” oleh Widarsini (1985), ”Kata-Kata Tabu Bahasa Sumba Dialek Kambera” oleh

(3)

Ariningsih (1997), ”Rekonstruksi Protobahasa Kambera-Loli-Kodi-Lamboya di Sumba” oleh Djawa (2000), ”Kesantunan Berbahasa pada Penutur Bahasa Kambera di Sumba Timur” oleh Simpen (disertasi, 2008).

BSDW merupakan subkelompok bahasa Bima-Sumba. Menurut Syamsudin (1996), bahasa Bima-Sumba terdiri atas tripilah subkelompok, yaitu (a) bahasa Bima dan Komodo, (b) bahasa Manggarai, Ngada, yang terdiri atas Manggarai dan Ngada-Lio, dan (c) bahasa Sumba dan Sawu. Kekerabatan bahasa Bima-Sumba dapat dilihat dari kemiripan strukturnya yang masing-masing dapat dilihat pada contoh (1) dan (2) bahasa Bima dan (3) dan (4) BSDW seperti berikut.

Contoh :

(1) Nahu ntau ana. 1T punya anak ’Saya punya anak.’

(2) Nahu wara tolu -na ana-ku. 1T ada tiga-3 anak

’Saya (ada) mempunyai tiga anak.’ ( Satyawati, 2009: 176) (3) Yauwa waani ana-nggu.

1T punya anak-1TGEN ’Saya mempunyai anak.’

(4) Yauwa waani atouda ana-nggu. 1T punya 3 anak-1TGEN ’Saya punya tiga anak.’

Kalimat (1) dan (2) mempunyai struktur yang mirip dengan kalimat (3) dan (4). Kemiripan tersebut terlihat pada struktur kalimatnya, yaitu memiliki struktur SVO dan munculnya pronomina klitik, yaitu klitik {-ku} pada kalimat (2) dan klitik {-nggu} pada kalimat (3) dan (4).

(4)

BSDW, yaitu Bahasa Sumba Dialek Waijewa yang biasa disebut Wewewa oleh masyarakat Sumba dipakai, oleh sekitar 130. 412 orang penutur yang bermukim di empat kecamatan di Sumba Barat Daya, yaitu Kecamatan Wewewa Utara, Kecamatan Wewewa Timur, Kecamatan Wewewa Barat, dan Kecamatan Wewewa Selatan. Wilayah pemakaian dialek ini berbatasan dengan dialek Kodi.

Faktor lain yang menjadikan BSDW sebagai objek penelitian ini adalah bahwa BSDW belum memiliki dokumen tertulis mengenai bahasa tersebut khususnya dokumen yang terkait dengan sistem gramatikanya. Sejauh ini tata bahasa Sumba yang ada hanya mengenai dialek Kambera. Jika dibandingkan antara dialek Waijewa dan Kambera, kedua dialek tersebut memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaan pada kedua bahasa itu dapat terlihat pada bentuk pronomina klitik sebagai pemarkah kasus nominatif dan genitif, demonstrativa, pemarkah morfologis kausatif, dan pemarkah perelatif O, sedangkan perbedaannya terlihat pada bentuk pronomina klitik sebagai pemarkah kasus akusatif dan perelatif subjek. Hal itu dapat terlihat pada konstruksi berikut. Contoh :

(5a) Na tau na- palu- ka (nyungga) (Klamer,1998:63) DEM orang 3TNm- pukul- 1TAk 1T

‘Orang itu memukul saya’

(6a) Da tau [da pa- wua –nggu dui] (Klamer,1998:341) DEM orang DEM REL- beri-1TPGEN uang

‘ Orang-orang yang saya beri uang’

(7a) Na anakeda [ na ma-njoru] (Klamer,1998:319) DEM anak DEM RELs-jatuh

(5)

(8a) Da- pa- katuda –ya na anakeda (Klamer,1998:180) 3JNm KAUS- tidur- 3TAk DEM anakeda

‘Mereka menidurkan anak itu.’

(5b) Na ata na- palu -wa -ngga (you’wa) DEM orang 3TNm- pukul -P.def - 1TAk 1T ”Orang itu memukul saya”

(6b) Hidda ata [pa –ya –nggu riti] DEM orang RELo-beri-1TGEN uang ‘Orang-orang yang saya beri uang’ (7b) Na lakawa [ a- warraka] DEM anak RELs-jatuh ‘Anak yang jatuh itu’

(8b) Hidda a -pa -ndura na lakawa 3J 3JNm –KAUS-tidur DEM anak ‘Mereka menidurkan anak itu.’ (SD-Inf)

Struktur (5a—8a) adalah dialek Kambera, sedangkan struktur (5b—8b) adalah dialek Waijewa. Pada struktur (5a dan (5b) ditemukan pronomina klitik {na-} yang merujuk pada persona ketiga tunggal yang berfungsi sebagai pemarkah kasus nominatif. Pada konstruksi (6a) dan (6b) terlihat bahwa kedua dialek itu memiliki klitik {pa-} yang memiliki fungsi yang sama, yaitu sebagai perelatif argumen O. Klitik {pa-} yang ditemukan pada konstruksi (8a) dan (8b) memiliki fungsi yang sama, yaitu sebagai pemarkah kausatif. Demikian juga halnya dengan klitik {-nggu} pada konstruksi (6a) dan (6b). Klitik itu berfungsi sebagai pemarkah kasus genitif. Kedua dialek itu memiliki bentuk demonstrativa yang sama yang diungkapkan dengan na ‘itu’. Perbedaan pada kedua dialek itu terlihat pada konstruksi (5), (6), (7) dan (8). Pada konstruksi (5a) pronomina klitik {-ka} digunakan sebagai pemarkah kasus akusatif yang merujuk pada persona pertama tunggal, sedangkan pada konstruksi (5b) klitik yang digunakan sebagai pemarkah

(6)

kasus akusatif untuk persona pertama tunggal adalah klitik {-ngga}. Pada konstruksi (6a) demonstrativa jamak diungkapkan dengan da ‘mereka’, sedangkan pada konstruksi (6b) demonstrativa jamak diungkapkan dengan hidda ‘mereka’. Perelatifan argumen S pada konstruksi (7a) diungkapkan dengan klitik {ma-}’yang’, sedangkan pada konstruksi (7b) perelatifan argumen S diungkapkan dengan klitik {a-} ‘yang’. Pemarkah kasus nominatif untuk persona ketiga jamak pada konstruksi (8a) diungkapkan dengan klitik {da-}, sedangkan pada konstruksi (8b) pemarkah nominatif persona ketiga jamak diungkapkan dengan klitik {a-}.

Dari segi struktur klausa BSDW memiliki struktur klausa bahwa poros (head) klausa inti adalah predikat. Predikat bisa diisi oleh verba, nomina, atau adposisi. Contoh : (9) Nyai nai - malle. 3 T 3TNm lari ’Dia lari.’ (10) Yamme petani 1Jekls petani ’Kami orang petani.’

(11) Haidai’ bonggai ne lara dana.

banyak anjing DEM jalan AP ’Anjing-anjing itu di jalan.’

Secara universal BSDW memiliki dua bentuk klausa dasar, yaitu klausa intransitif dan klausa transitif. Klausa intransitif memiliki satu argumen inti, yaitu S, dan klausa transitif memiliki dua argumen inti, yaitu A dan O

(7)

Contoh:

(12) Yauwai kui – kako.

1T 1TNm- jalan ’Saya berjalan.’

(13) Nyai nai -dakura –muj wo’uj.

3T 3TNm tikam - 2TAk 2T ’Dia menikam kamu.’

Contoh (12) merupakan klausa intransitif yang hanya memiliki satu argumen inti, yaitu S yauwa ’saya’. Contoh (13) adalah klausa transitif yang terdiri atas dua argumen inti, yaitu A nya ‘dia’ dan O wo’u ‘kamu’.

Ditinjau dari strategi penggabungan klausa, BSDW memiliki strategi penggabungan klausa pada struktur koordinatif dan struktur subordinatif. Strategi penggabungan klausa subordinatif dapat dilihat dalam hal perelatifan dan klausa pelengkap.

Dalam struktur koordinatif klausa yang dapat digabungkan adalah dua klausa bebas atau lebih. Klausa yang digabungkan bentuknya bervariasi. Struktur koordinatif dapat dibentuk oleh dua buah klausa intransitif, klausa intransitif dan transitif, klausa transitif dan transitif, klausa transitif dan intransitif. Klausa tersebut digabungkan dengan menggunakan konjungsi, seperti mono ’dan’ takka ’tetapi’, dan ’atau’.

Contoh :

(14) Nyai nai - rio mono  nai - kako ndura.

3T 3TNm mandi KONJ  3TNm- pergi tidur

S1 S2

(8)

(15) Yauwai kui -mandauta, takka  kui - mbei-ge.

IT 1TNm- gugup KONJ 1TNm- tertarik-EMP

S1 S2

‘Aku merasa gugup, tetapi tertarik.’

(16) Nyai nai -dekea bu’ bu - nai mono  - nai - ta’i  - wij

3T 3TNm- ambil rokok-3TGEN KONJ  3TNm- taruh  -P.def A1 O1 A2 O2

asbak dana asbak AP

’ Dia mengambil rokoknya dan menaruh di asbak.’

Struktur (14) dan (15) dibentuk oleh dua buah klausa intransitif. Subjek klausa intransitif pertama berkoreferensi dengan subjek klausa intransitif kedua sehingga subjek klausa kedua dilesapkan. Pada struktur koordinatif (16) ditemukan bahwa kedua klausa yang membentuknya adalah klausa transitif dan dimarkahi oleh konjungsi mono ’dan’. Subjek dan objek klausa kedua berkoreferensi dengan subjek dan objek klausa pertama sehingga subjek dan objek klausa kedua dilesapkan.

Strategi penggabungan klausa pelengkap BSDW dapat dilakukan melalui serialisasi verba, aposisi, dan penggabungan klausa tujuan (purposive linking). Contoh :

(17) Yauwai kui - mbei-ge pawilli hotel’ dana.

1T 1TNm - ingin-EMP bekerja hotel AP ‘Saya ingin bekerja di hotel.’

(18) Yammei mai - eta -wij hid’daj aj - tama ne koro.

1J 1JeklsNm -lihat -P.def 3J 3JNm- masuk DEM kamar dana

AP

(9)

(19) Yammei mai - pata -wej da mai- koko- -ki Balij.

1Jekls 1JeklsNm -putus- P.def NEG 1J-eklsNm –pergi-NEG Bali ’Kami memutuskan untuk tidak pergi ke Bali.’

Contoh (17) merupakan strategi penggabungan klausa pelengkap melalui serialisasi verba, yaitu mbei ’ingin’ dan pawilli ’bekerja’. Strategi penggabungan klausa pada kalimat (18) menunjukkan strategi aposisi yaitu tanpa dimarkahi oleh konjungsi. Pada contoh (19) penggabungan klausa yang dipakai adalah penggabungan tujuan yang tidak dimarkahi oleh konjungsi. Secara semantis klausa Da ma-kako ki Bali ’Tidak pergi ke Bali’ mengungkapkan makna tujuan, namun secara sintaktis klausa tersebut berfungsi sebagai objek verba pata ’putus’.

Berdasarkan fenomena tersebut peneliti tertarik untuk meneliti strategi penggabungan klausa BSDW dengan menggunakan pendekatan tipologi bahasa. Kajian mengenai strategi penggabungan klausa BSDW diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih rinci tentang karakteristik BSDW.

1.2 Rumusan Masalah

Uraian latar belakang di atas telah menggambarkan adanya berbagai masalah yang bisa dikaji dalam penelitian. Masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut.

(1) Bagaimanakah struktur klausa BSDW?

(2) Bagaimanakah struktur argumen dan valensi verba BSDW?

(3) Bagaimanakah strategi penggabungan klausanya dalam struktur koordinatif dan struktur subordinatif?

(10)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum menyangkut penelitian bahasa dipandang dari dimensi teori, sedangkan tujuan khusus meliputi objek penelitian itu sendiri. Kedua tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut.

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian meliputi dua hal, yaitu tujuan yang bersifat empiris dan teoretis. Penelitian ini bertujuan untuk :

(1) memperkaya fakta tentang kajian sintaktis bahasa Sumba dialek Waijewa, khususnya mengenai strategi penggabungan klausanya;

(2) menguji dan menjelaskan pendekatan tipologi bahasa.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini berkaitan erat dengan masalah-masalah yang diteliti. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :

(1) menjelaskan struktur klausa BSDW;

(2) menjelaskan struktur argumen dan valensi verba BSDW;

(3) menjelaskan strategi penggabungan klausa BSDW dalam struktur koordinatif dan struktur subordinatif.

(11)

1.4 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian di samping mempunyai tujuan tentu diharapkan ada manfaatnya. Dilihat dari segi manfaatnya, penelitian ini memiliki dua manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Penelitian strategi penggabungan klausa BSDW memiliki beberapa manfaat teoretis. Secara teoretis, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai informasi dan acuan dalam usaha memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang berhubungan dengan konstruksi klausa dan strategi penggabungannya. Di samping itu, hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan teori linguistik untuk bahasa-bahasa Austronesia. Manfaat teoretis lainnya ialah hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai sumber dalam pemahaman tipologi sebuah bahasa.

1.4.2 Manfaat Praktis

Dari segi manfaat praktisnya, penelitian ini dapat dimanfaatkan dalam pendidikan dan pengajaran, khususnya tentang BSDW yang belum mempunyai dokumen tertulis tentang tata bahasa BSDW. Bagi peneliti BSDW, hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber rujukan tentang klausa BSDW. Di samping itu, penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberikan rangsangan pada penutur BSDW dalam mempertahankan bahasa dan budaya lokal sebagai wahana pengungkap jati diri penuturnya.

(12)

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian tipologi bahasa memiliki aspek yang cukup luas. Aspek tersebut meliputi aspek fonologis, morfologis, sintaktis, dan semantis. Setiap aspek juga memiliki cakupan yang luas. Dalam penelitian ini, penelitian dibatasi pada beberapa aspek yang berkaitan dengan strategi penggabungan klausa. Aspek yang diteliti dan dianalisis adalah : (1) struktur klausa BSDW yang terdiri atas jenis-jenis klausa BSDW dan pemarkah BSDW, (2) struktur argumen dalam valensi BSDW, (3) strategi penggabungan klausa dalam struktur yang meliputi jenis-jenis kalimat koordinatif, strategi penggabungan klausa yang subjeknya berbeda, strategi penggabungan klausa yang subjeknya sama, dan (4) strategi penggabungan klausa pada struktur subordinatif yang terdiri atas (a) strategi penggabungan klausa relatif, (b) strategi penggabungan klausa pelengkap, dan (c) strategi penggabungan klausa keterangan.

Referensi

Dokumen terkait

Belanja Rutin ( recurrent expenditure ) adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak dapat menambah aset atau kekayaan bagi pemerintah.

Untuk kontrol tambahan proses mengestimasi w sehingga memberikan nilai E( w ) terendah, persamaan steepest gradient descent dapat ditambahkan dengan momentum

Kasus penutupan akses jalan tetangga yang dilakukan oleh tetangga Eko yang selanjutnya menjadi fokus penelitian ini, jika ditinjau dari segi kepentingan umum yang

Dapat diketahui juga dari data diatas bahwa Aljazair mempunyai kepentingan di Sahara Barat yang mana Maroko adalah musuh abadi dan aktor penolak utama dalam

Pegadaian (Persero) Cabang Medan Utama memiliki reputasi baik di mata nasabah dan selalu diingat oleh nasabah, memberikan nilai positif terhadap Kualitas Pelayanan

 Guru melakukan evaluasi hasil belajar siswa dengan memberikan soal tertulis untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam menerima materi

Dilihat dari hasil perhitungan efisiensi lintasan, smoothing index dan balance delay yang dihasilkan dari perhitungan menggunakan metode heuristik dimana metode RPW menjadi

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini yang berjudul “ Agenda Pemberitaan Media Terkait Kasus Penistaan Agama Analisis Isi Kuantitatif Harian Kompas dan Republika” adalah