• Tidak ada hasil yang ditemukan

Geologi Gunung Api Purba Busur Pemekaran: Studi Kasus di Daerah Morowali, Sulawesi Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Geologi Gunung Api Purba Busur Pemekaran: Studi Kasus di Daerah Morowali, Sulawesi Tengah"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Geologi Gunung Api Purba Busur Pemekaran:

Studi Kasus di Daerah Morowali, Sulawesi Tengah

Geology of Spreading Arc Paleovolcano:

Case Study in Morowali, Central Sulawesi

Sri Mulyaningsih

Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Jln. Kalisahak No. 28 Yogyakarta, Indonesia

Corresponding Author: sri_mulyaningsih@yahoo.com

Diterima: 3 Januari 2014, revisi: 10 Februari 2014, disetujui: 20 Maret 2014

SARI

Daerah Morowali - Sulawesi Tengah merupakan wilayah dengan litologi yang tersusun oleh batuan beku ultrabasa, batugamping, batupasir, dan batulempung. Di permukaan, sebagian besar batuan ultrabasa tersebut telah lapuk membentuk laterit nikel, dan sebagian yang lain tertutup oleh batuan sedimen, yaitu batugamping, batupasir, dan batulempung. Batuan beku ultrabasa tersebut terdiri atas basal, peridotit, gabro, dan dunit; beberapa di antaranya telah termetamorfkan membentuk serpentinit. Makalah ini disusun dengan tujuan memberikan informasi keberadaan gunung api busur pemekaran dan interpretasi fasies pusat-pusatnya di daerah penelitian, sehingga dapat dipakai sebagai dasar untuk mengetahui potensi terbesar laterit nikel di wilayah ini. Metodologi penelitiannya adalah pemetaan geologi permukaan dan bawah permukaan, yang didukung oleh data geokimia batuan. Dari utara (seputar pantai) ke selatan, geomorfologi daerah penelitian terdiri atas dataran landai dengan litologi dari bawah ke atas adalah basal, batupasir, dan batulempung; perbukitan bergelombang lemah dengan litologi dari tua ke muda adalah basal dan batupasir; dan perbukitan bergelombang sedang sampai kuat dengan litologi peridotit, gabro, dunit, harzburgit, dan serpentinit yang sebagian besar tertutup oleh batugamping. Struktur geologi yang berkembang adalah sesar mendatar, sesar transform, dan beberapa sesar naik. Secara genesis, kondisi geologi tersebut dibentuk oleh aktivitas gunung api punggungan tengah samudra (MORB),yang telah mengalami tektonika secara kompleks dan berulang-ulang. Kata kunci: batuan ultrabasa, geologi, gunung api purba, dan MORB

ABSTRACT

Morowali area, Central Sulawesi, is a region with lithology composed of ultrabasic igneous rocks, limestones, sandstones, and mudstones. On the surface, most of the ultrabasic rocks have been weath-ered to form nickel laterite, and others are covweath-ered by sedimentary rocks namely limestone, sandstone, and mudstone. The ultrabasic igneous rocks are composed of basalt, peridotite, gabbro, and dunite, some of them are metamorphized to become serpentinite. This paper was prepared with the purpose of giving information, where volcanoes of spreading arc and interpretations of their central facies in the studied area occured. Thus, it can be used as a basis to determine the greatest potential nickel laterite in the region. The research methodology is surface and subsurface geological mapping, which is supported by geochemical data. From the north (around the coast) to the south, geomorphology of the area consists of gently sloping plains with lithologies from the bottom to the top are basalt, sandstone, and mudstone; weak undulating hills with lithologies from the bottom to the top are ba-salt and sandstone, and moderate to strong undulating hills with lithologies are peridotite, gabbro, dunite, harzburgite, and serpentinite that are mostly covered by limestones. Geological structures are

(2)

PENDAHULUAN

Daerah penelitian terletak di Desa Lalemo (3,14662214oLS dan 122,4272843°BT) dan Desa Lamontoli (3,1424075°LS dan 122,4015481°BT) Kecamatan Kaleroang dan Kecamatan Bungku Selatan di ba-tas timur; dan Desa Culambatu (Lamo-nae I), Kecamatan Wiwirano, Kabupa-ten Konawe Utara (3,1657181°LS dan 122,2985513°BT) dan Desa Matarape, Ke-camatan Menui Kepulauan (3,1903993°LS dan 122,330137°BT) di batas barat. Seluruh daerah penelitian terletak di Kabupaten Mo-rowali, Provinsi Sulawesi Tengah (Gambar 1).

Daerah penelitian dikenal sangat luas memiliki sumber daya alam berupa laterit nikel, soil hasil pelapukan batuan ultrabasa, sebagaimana yang dapat dijumpai di So-rowako (Sulawesi Tengah). Ketebalan laterit nikel di daerah penelitian bervariasi dari

0,3 - 8 m, dengan ketebalan rata-rata sekitar 4 m. Kandungan nikel dalam laterit juga bervariasi dari 0,03 % hingga 1,9 %, lebih rendah dibandingkan dengan di Kecamatan Sorowako, yang mencapai 2,4% (Harju, 1979, dalam Edwards dan Atkinson, 1986). Kandungan nikel terbesar dijumpai pada sisi selatan - tenggara daerah penelitian yang ter-masuk ke dalam cakupan wilayah Konawe Utara. Kerentanan daerah dan keberadaan laterit nikel di daerah penelitian tersebut tidak lepas dari kondisi geologinya.

Secara geologis, litologi daerah penelitian tersusun atas batuan ultrabasa yang oleh be-berapa peneliti sebelumnya dikelompokkan ke dalam seri batuan ofiolit berumur Kapur (van Leeuwen dkk., 1994). Batuan ultrabasa terdiri atas basal, peridotit, harsburgit, dunit, gabro, dan serpentinit, di atasnya ditindih oleh kelompok batugamping klastika dan non-klastika yang berumur Oligosen, serta batuan sedimen klastika, yaitu batupasir,

horizontally (transform) faults and some reverse faults. In genesis, geological conditions are shaped by volcanic activity of the ocean ridge (MORB), which has been efectively tectonized.

Keywords: ultrabasic rocks, geology, paleo volcano, MORB

Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian. o 119 124 30' o o 2 30' o 1 o 6 LS o 5 7LS o 126 30' Daerah penelitian BT o 118 30' U

(3)

batulempung, dan konglomerat. Geomor-fologinya dicirikan oleh perbukitan kars di bagian tenggara-selatan, bergelombang kuat di bagian tengah-barat, sedang sampai lemah hingga dataran serta ber-rawa di sisi utara (dekat pantai). Ketinggian daerah berada pada 15 m dpl. sampai 660 m dpl., kemirin-gan lereng 5o di dekat pantai sampai 45o di daerah bagian selatan-tenggara, dengan ke-miringan lereng rata-rata 5 - 25o. Keberadaan batuan ofiolit dan kondisi geomorfologi di daerah penelitian tersebut menarik untuk dikaji. Daerah penelitian diduga sebagai pusat gunung api purba bawah laut yang menghasilkan batuan ofiolit MORB

(mid-oceanic ridge basalt), yang antara lain

ditun-jukkan oleh ditemukannya peridotit, dunit, harsburgit, dan serpentinit. Sejalan dengan perkembangan geologi, daerah ini selan-jutnya mengalami pendangkalan, sehingga terbentuk batuan karbonatan yang menum-pang di atas sisa-sisa tubuh gunung api purba bawah laut tersebut. Wilayah ini telah me-ngalami tektonisme secara berulang-ulang hingga kini muncul di permukaan bumi. Dengan ditemukannya fasies pusat gunung api bawah laut tersebut, maka eksplorasi laterit nikel dapat disentralisasikan.

Tidak banyak ahli geologi yang dapat meyakini bahwa batuan ofiolit, yang pada awalnya terbentuk dari pemekaran lantai samudra, dikategorikan sebagai batuan gunung api, dengan proses geologi yang membentuknya adalah aktivitas gunung api. Karena keberadaannya sering berasosiasi dengan kompleks melange (batuan bancuh), maka kebanyakan ahli geologi beranggapan terbentuk murni oleh proses tektonik. Untuk itulah makalah ini disusun dengan didasar-kan pada hasil penelitian geologi di daerah Morowali-Sulawesi Tengah.

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membuktikan bahwa proses geologi yang mengontrol pembentukan geologi di daerah penelitian adalah aktivitas gunung api,

me-ngetahui pusat erupsinya, dan meme-ngetahui penyebarannya. Pendekatan masalah yang digunakan adalah “the present is the key to

the past”, mengacu pada gugusan gunung

api tipe perisai yang terbentuk akibat peme-karan lantai samudra di Mid Atlantic Ridge (MAR) dan pada gugusan gunung api di Islandia (Schmincke, 2004). Hipotesisnya adalah zona pusat gunung api dapat ditun-jukkan oleh pusat kandungan nikel terbe-sar pada laterit di wilayah ini yang juga merupakan zona paling berpotensi terjadi bencana banjir dan gerakan batuan. Gu-nung api adalah bukaan atau kaldera tempat munculnya magma atau gas, atau keduanya ke permukaan bumi, termasuk kumpulan material yang dihasilkannya (Bronto, 2010; Mulyaningsih, 2013). Gunung api terbentuk secara tektonis dan aktivitasnya dikontrol oleh proses tektonika (Mulyaningsih, 2013). Secara tektonis, gunung api dapat dijumpai pada gugusan cincin api (busur magmatik, zona pemekaran, seamount, dan back arc

volcanism; Schmincke, 2004).

Metodologi pengumpulan data adalah melalui pemetaan geologi permukaan dan bawah permukaan. Data geologi permukaan didapatkan dari pemetaan geologi di permukaan, sedangkan data bawah permu-kaan didapatkan dari pemboran dangkal kedalaman maksimum 30 m dan dari data tes paritan. Data geokimia batuan diketahui dari analisis XRF (X-Ray Fluorescene), yang didukung oleh data analisis petrografi terha-dap beberapa percontoh batuan yang diambil dari inti bor dan percontoh di permukaan. Minimnya percontoh batuan di permukaan yang segar untuk dapat dianalisis geokimia, maka analisis dilakukan pada kebanyakan percontoh inti bor.

GEOLOGI REGIONAL

Sulawesi terletak pada pertemuan tiga lempeng yang saling bertabrakan; yaitu

(4)

Lempeng Benua Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik yang bergerak relatif ke barat, dan Lempeng Hindia-Australia yang bergerak relatif ke utara (Hamilton, 1978, 1979, 1988; dan Katili, 1978, 1989). Berdasarkan kondisi stratigrafi dan

per-kembangan tektoniknya, Surono (2011)

membagi Sulawesi menjadi empat mendala

geologi, yaitu Lajur Gunung Api Sulawesi Barat, Lajur Malihan Sulawesi Tengah, Lajur Ofiolit Sulawesi Timur, dan Kepingan Renik Benua. Mengacu pada Surono (2011) tersebut, daerah penelitian termasuk ke dalam Lajur Ofiolit Sulawesi Timur. Lebih lanjut, Surono (2011) berpendapat bahwa Lajur Malihan Sulawesi Tengah diduga ter-bentuk karena subduksi pada zaman Kapur; Lajur Ofiolit Sulawesi Timur merupakan hasil pemekaran Samudra Pasifik pada za-man Kapur - Eosen; dan kepingan benua yang tersebar di bagian timur Sulawesi merupakan pecahan tepi utara Australia. Dengan demikian, tektonostratigrafi Lajur Sulawesi Timur terbentuk dalam empat tahap, yaitu tahap prapemekaran, selama pemekaran, setelah pemekaran, dan se-lama orogenesis. Diduga, kompresi akibat bergeraknya ke-pingan benua di bagian timur Sulawesi yang berlangsung hingga sekarang itulah yang membentuk sesar aktif yang kini ber-kembang, dan yang se-lanjutnya mengangkat beberapa bagian dari pulau Sulawesi dan daerah di sekitarnya. Berdasarkan hasil analisis geokimia ter-hadap beberapa per-contoh batuan basal yang diambil dari kompleks ofiolit tersebut, Surono dan Sukarna (1995) menginterpre-tasinya sebagai batuan asal punggungan tengah samudra.

Mengacu pada van Leeuwen dkk. (1994), daerah penelitian termasuk ke dalam sabuk metamorfik Sulawesi Tengah (Gambar 2), yang tersusun atas kompleks sekis Pompa-ngeo dan ofiolit melange. Menurut Kadarus-man dkk. (2004) dan van Leeuwen (1981),

sabuk ofiolit dari Sulawesi Tengah tersebut merupakan bagian dari sabuk Ofiolit Su-lawesi Timur,yang penyebarannya dimulai dari lengan timur Sulawesi hingga lengan selatan Sulawesi. Lebih jauh lagi, menurut Kadarusman dkk. (2004), ofiolit Sulawesi Timur ini berasal dari punggungan tengah samudra (mid-oceanic ridge) dan oceanic

plateau Pasifik berumur Kapur Atas (80 jtl.)

yang teralih-tempatkan, tersesarkan, dan menumpu menutupi Lempeng Benua Bang-gai yang ditutupi batuan sedimen gampingan Formasi Poh berumur Miosen Akhir-Pliosen (7 - 5 jtl.). Bagian atas runtunan batuan ofiolit tersebut tertutupi oleh basal yang oleh Kadarusman dkk. (2004) disebut sebagai bagian dari batuan vulkanik (Gambar 3). Menurut Satyana (2013), ofiolit Sulawesi ini diyakini merupakan hasil obduksi, se-bagai akibat benturan mikrokontinen/benua Banggai dengan Sulawesi bagian timur. Pada lengan timur Sulawesi terdapat bagian yang lengkap dari sekuen ofiolit, sedangkan di beberapa tempat lain litologinya sangat bervariasi, mulai dari sekuen ultramafik yang hadir sangat dominan di daerah lengan tenggara Sulawesi dan Pulau Kabaena, dan batuan basal vulkanik seperti di daerah Lamasi. Di beberapa lokasi, terutama di daerah dekat pantai, batuan metamorf dan ofiolit tersebut ditutupi oleh batuan karbonat klastika dan nonklastika yang bervariasi umurnya, dari Oligosen hingga Pliosen.

HASIL PENELITIAN

Geomorfologi daerah penelitian dicirikan oleh perbukitan bergelombang lemah hingga dataran di bagian utara, lemah hingga sedang di bagian barat dan perbuki-tan bergelombang kuat di bagian selaperbuki-tan dan timur-tenggara. Kontrol struktur juga dijumpai pada geomorfologi bergelombang kuat, yang dicirikan oleh adanya struktur

(5)

Gambar 2. Peta geologi regional Sulawesi menurut van Leeuwen dkk. (1994). Daerah penelitian terletak pada sayap utara Mandala Timur, litologinya merupakan bagian dari sabuk metamorfik Sulawesi Tengah..

Gambar 3. (a) Korelasi stratigrafi dari beberapa lokasi di lengan timur Sulawesi; dan (b) Hasil kompilasi data stratigrafi dari beberapa lokasi di lengan timur Sulawesi (dimodifikasi dari Kadarusman dkk., 2004).

Lamasi Complex

Kabaena Soroako

Kolonodale Boba Ampana Pagimana

-Bunta

Poh Bay Balantak

Poh Head Thickness Unconformity >3 km >3 km >7 km

a. Korelasi stratigrafi dari beberapa lokasi di Sulawesi Tengah b. Kompilasi data stratigrafi dari beberapa lokasi di Sulawesi Tengah

Kelompok batuan penutup Terumbu karang Kuarter dan aluvium Batugamping Tersier dan sedimen klasik Batuan vulkaniklastik Neogen: Lava basalt berstruktur bantal ultra basa Batuan vulkanik:

Lava basalt berstruktur bantal dan masif (dengan tiga tipe)

Sheeted dike complex: dolerit

halus-kasar dengan retas basalt

Gabro isotropik: Cpx gabro dengan

retas basalt

Lapisan Gabro: gabro olivin, gabro Cpx

yang terpotong oleh intrusi wehrlit Kumpulan batuan mafik - ultra mafik: Periodit, troktolit, wehrlit Dunit:

Perlapisan Lherzolit dan Harsburgit dengan retas-retas dunit gabroik dan piroksenit

kontak sesar

KELOMPOK BATUAN DASAR Batuan metamorf: (1) komplek melange, (2) sekis Pompangeo, (3) sedimen klasik Mezosoikum (F. Latimojong), (4) batuan karbonat dan klastika paparan Banggai-Sula

E

SO

Sequences

Busur Gunungapi - Plutonik Sulawesi Barat dan Utara

Batuan sedimen Kuarter

Ofiolit

Batuan Sedimen Neogen dan Kuarter

Ofiolit

Batuan Dasar Kontinen dan Penutup

Batuan Dasar Kontinen di bawah muka laut Sesar naik utama Sesar Strike-slip utama Gunungapi aktif HP Batuan Metamorf (Sekis Pompangeo)

Fragmen Kontinen Tukang Besi dan Banggai-Sula

Sabuk Ofiolit Sulawesi Timur Sabuk Metamorfik Sulawesi Tengah

Batuan vulkanik dan plutonik Kenozoikum Batuan sedimen Tersier Kompleks Batuan Dasar Ultramafik dan Metamorfik Mesozoikum atau lebih muda

Palu-Kono

Bantimala Sesar Kolaka

Sesar Lawanopo

1000

1000

1000

1 100 200 km

Regional Daerah Penelitian Singkapan eklogit

Singkapan peridotit garnet

(6)

sesar transform dan sesar geser sinistral (Gambar 4).

Didasarkan atas data hasil pemetaan geologi permukaan, dijumpai batuan beku ultra- basa, yaitu peridotit, dunit, harsburgit, dan basal yang tersebar di bagian barat laut dan tengah daerah penelitian (Gambar 5 a,b,c). Batuan-batuan ultrabasa tersebut tersebar pada morfologi yang landai hingga ber-gelombang sedang - kuat. Di bagian tengah daerah penelitian, pada geomorfologi yang curam, litologinya tersusun atas batugam-ping klastika dan nonklastika; sebagian besar batugamping nonklastika telah me-ngalami dolomitisasi. Data pemboran inti menunjukkan bahwa batugamping dijumpai menumpang tipis di atas basal dan/peridotit

atau dunit, dan serpentinit; ketebalan batu-gamping berkisar antara 2 - 15 m. Di bagian timur daerah penelitian dan bagian utara tersingkap batuan sedimen klastika yang bersifat silisiklastika, yang terdiri atas batu-pasir, batulempung/lanau, dan konglomerat. Dalam batupasir dan konglomerat ditemu-kan fragmen-fragmen batuan beku ultrabasa (seperti basal, peridotit, dan serpentinit), dan batugamping kalkarenit-kalsilutit. Dari data pemboran, diketahui bahwa batuan silisi-klastika dan batugamping silisi-klastika tersebut juga hanya menumpang tipis di atas basal. Konglomerat dicirikan oleh warna coklat gelap, sortasi baik, kemas tertutup, bentuk butir membundar, diameter butir rata-rata kerikil dengan fragmen tersusun atas basal,

Gambar 4. Ketampakan geomorfologi di Lamonae yang dicirikan oleh adanya bentukan perbukitan struktur dengan sesar-sesar mendatar transform; tersusun atas batuan ultrabasa. (a) Sesar - sesar transform yang banyak berkembang di daerah penelitian; (b) Rekonstruksi tubuh gunungapi perisai pada salah satu gunungapi.

a

(7)

dicirikan oleh warna coklat gelap hingga hitam, struktur laminasi. Ketebalan rata-rata batuan sedimen adalah 0,4 - 7 m.

Dari data pemboran (hingga kedalaman 30 m) diketahui bahwa sebaran basal, peridotit, dan lherzolit sangat luas hingga kedalaman di bawah 30 m. Dunit dijumpai secara se-tempat, hanya pada daerah-daerah dengan morfologi yang curam, dan sering ber-asosiasi dengan serpentinit. Dari data pem-boran, peridotit dicirikan oleh warna hitam keabu-abuan, masif, fanerik halus, tersusun atas mineral olivin, piroksen klino, dan pla-gioklas anortit. Dunit dicirikan oleh warna abu-abu kehijauan, masif, fanerik, tersusun atas olivin dan piroksen klino. Dalam dunit sering dijumpai urat-urat kuarsa setebal 0,5 mm hingga 1 cm, sebagian dunit juga telah terserpentinisasi. Basal dicirikan oleh warna coklat kehitaman sampai kemerahan, ada yang berstruktur bantal dan ada yang masif, afanitik halus. Dari pengamatan petrografi, basal berstruktur bantal dicirikan oleh teks-tur ofitik halus dengan mineral olivin dan klino piroksen yang dikelilingi oleh plagio-klas (anortit) yang sangat halus dan dijumpai pula mineral-mineral opak dalam persen-tase yang sangat besar. Basal sebagai retas dicirikan oleh warna hitam, tekstur ofitik dengan komposisi mineral olivin berwarna hijau keemasan hingga kuning keemasan dan piroksen klino yang dikelilingi oleh pla-gioklas anortit. Dibandingkan dengan basal berstruktur bantal, basal ini memiliki tekstur yang lebih kasar. Gambar 6 menjelaskan stratigrafi batuan gunung api di daerah pe-nelitian, yang diperoleh dari data permukaan dan bawah permukaan. Sebagian peridotit, baik yang tersingkap di permukaan maupun bawah permukaan, juga telah mengalami al-terasi dan dijumpai urat-urat kuarsa selebar 1-3 mm. Di beberapa lokasi secara setempat, juga dijumpai peridotit yang telah mengala-mi metamorfisme membentuk serpentinit (Gambar 5.c). Serpentinit dicirikan oleh

warna abu-abu gelap kehijauan, terfoliasi,

Gambar 5. Foto singkapan batuan beku di bagian barat laut dan tengah daerah penelitian. (a) Singkapan lava basal berstruktur bantal di Lamontoli berwar-na abu-abu kareberwar-na tertutup lumpur; (b) Singkapan basal masif di Lamontoli, yang diinterpretasi sebagai retas-retas basal yang berasosiasi dengan peridotit; (c) Singkapan peridotit berwarna kehijauan di Lalemo.

arah aliran

a

b

c

peridotit dan batugamping; tersebar pada daerah-daerah rendah (lembah). Batupasir dicirikan oleh warna hitam hingga coklat gelap, struktur berlapis silang-siur, di dalamnya (jarang) dijumpai fragmen litik basal berukuran kerikil. Batulempung-lanau

(8)

Gambar 6. Penampang stratigrafi di daerah penelitian; kompilasi dari data stratigrafi di beberapa lokasi penga-matan (tanpa skala).

tersusun atas mineral serpentin warna hijau gelap. Hampir seluruh batuan ultrabasa, yaitu peridotit, lherzolit, dan harzburgit yang tersingkap maupun dari data pemboran berasosiasi dengan basal, baik berupa intrusi

retas maupun sebagai lava. Singkapan dunit di permukaan yang telah lapuk membentuk soil laterit di daerah penelitian, umumnya mengandung nikel dengan persentase paling besar (hingga 1,9 %) dibandingkan dengan

Konglomerat dengan sebaran tidak merata,fragmen dunit, basal, peridotit, serpentinit, dan batugamping.

Batupasir, abu-abu gelap kecoklatan, berselingan dengan breksi dan batulempung lanauan, beberapa bersifat karbonat (Miosen Awal).

Batugamping non klastik (masif) dan klastik (berlapis) berumur Oligosen - Miosen Awal, setempat berselingan dengan tuf hitam dan lava basal.

Tuf, coklat-kehitaman agak kehijauan, berlapis, sering dijumpai berselingan dengan basal.

Basal, berlapis tipis-tipis (tidak dijumpai di semua lokasi penelitian).

Basal, berstruktur bantal, sering dijumpai pula basal/dunit dengan struktur meniang.

Basal dan peridotit dengan struktur meniang, sering juga dijumpai peridotit dengan struktur meniang lapuk-sangat lapuk yang di dalamnya terdapat urat kuarsa.

Dunit masif yang sangat tebal (mencapai pada kedalaman 50 m atau lebih), warna hitam masif, kaya akan olivin dan piroksenit. Sebagian besar di antaranya tersingkap di bagian selatan daerah penelitian dengan geomorfologi perbukitan bergelombang sedang sampai kuat; mengandung urat-urat kuarsa dan sebagian di antaranya telah mengalami sepentinisasi warna hijau kecoklatan.

(9)

batuan ultrabasa yang lain (0,7 - 1,2 %). Hal itu diduga karena dunit tersusun atas mineral olivin Fe-Mg yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan peridotit, lherzolit, harsburgit ,maupun basal.

Hasil pengukuran stratigrafi, baik yang didapatkan dari data permukaan maupun bawah permukaan, dapat dikompilasi dari bawah ke atas adalah serpentinit dengan tebal lebih dari 30 m, dunit (sebagian dalam bentuk dunit lherzolit) yang di bagian selatan daerah penelitian dapat mencapai lebih dari 600 m (pada ketinggian 400 - 600 m dpl.), gabro dan peridotit (dalam bentuk perlapisan dan retas-retas), basal (dalam bentuk retas dan lava berstruktur bantal), perlapisan basal, batugamping klastika, dan batuan sedimen silisiklastika (Gambar 6). Di atas batuan ofolit secara stratigrafis adalah batugamping klastika dan nonklastika, serta batupasir dan konglomerat. Beberapa batugamping nonklastika telah mengalami dolomitisasi, sedangkan batugamping klastika tersusun oleh boundstone dan

packstone, dengan struktur berlapis tebal

perlapisan 40 - 60 cm. Di atas batugamping adalah batupasir, yang dicirikan oleh warna coklat hingga abu-abu gelap, kondisi lapuk sampai sangat lapuk dan secara setempat dijumpai fragmen batuan beku (peridotit dan serpentinit). Secara setempat dijumpai konglomerat, yang dicirikan oleh struktur masif berlapis (15 - 40 cm), sortasi sedang-baik, kemas tertutup, tersusun atas fragmen peridotit, dunit, dan batugamping dengan bentuk butir membundar tanggung. Di be-berapa tempat secara lokal juga dijumpai perlapisan basal dan basal dengan struktur bantal, dengan luas sebaran secara setempat. Sebaran litologi di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.

Penelitian geokimia selanjutnya difokuskan pada daerah dengan litologi yang didomi-nasi oleh batuan ultrabasa (Tabel 1), serta beberapa pemboran dangkal untuk

menge-tahui penyebaran batuan ultrabasa secara vertikal pada litologi batuan sedimen. Dari data kimia batuan pada daerah penelitian, rata-rata dunit memiliki kandungan unsur nikel yang paling tinggi dibandingkan hars-burgit dan konglomerat. Hal ini disebabkan oleh kandungan mineral yang terkandung pada batuan tersebut.

Hasil analisis kimia batuan terhadap bebe-rapa percontoh yang didapatkan dari inti bor menjumpai kandungan SiO2 33,05 - 43,66 %, Fe2O3 19,65 - 34,32 %, K2O+Na2O 0,09 - 0,56 % , dan kandungan Ni 0,16 - 0,76 % (Tabel 2).

PEMBAHASAN

Mengacu pada deskripsi gunung api, magma yang keluar melalui suatu rekahan (celah) dan menjangkau hingga ke permukaan bumi membentuk lava, dapat digunakan sebagai petunjuk adanya gunung api (Decker dan Decker, 1997; Schmincke, 2004). Runtunan batuan ofiolit secara stratigrafis, umumnya dari bawah ke atas tersusun atas dunit, hars-burgit, gabro, peridotit, dan basal. Sebagian besar batuan-batuan intrusi telah mengalami alterasi, dengan ditemukannya urat-urat kuarsa, sedangkan beberapa peridotit yang lain telah terserpentinisasi membentuk serpentinit. Batuan-batuan tersebut se-lanjutnya ditindih oleh batuan sedimen asal laut dalam, seperti batugamping merah dan rijang. Namun, secara geomorfologis tidak semua runtunan endapan tersebut dapat terbentuk. Jika lingkungan geologi gunung api yang membentuknya terletak di darat, maka runtunan yang mungkin terbentuk adalah batuan intrusi ultrabasa yang kaya akan olivin dan basal berstruktur Aa dan Pahoehoe, sedangkan jika lingkungan pe-ngendapannya berada pada lingkungan laut dangkal, maka runtunan batuan ultrabasa tersebut ditumpangi oleh batuan sedimen

(10)

Gambar 7. Peta geologi daerah penelitian, hasil kompilasi dari data pengukuran sebaran litologi di lapangan dan lokasi pengambilan percontoh di lapangan (permukaan dan bawah permukaan, No. percontoh lihat pada Tabel 1 dan Tabel 2).

klastika dan karbonat laut dangkal. Begitu juga yang dijumpai di daerah penelitian.

Menurut Schmincke (2004), umumnya basal

ultrabasa dapat terbentuk oleh aktivitas gu-nung api tipe perisai (shield volcano), pada gunung api busur pemekaran dan hotspot (rift zone). Yang membedakannya adalah, aktivitas gunung api hotspot umumnya berupa aliran dan banjir basal, membentuk

struktur aliran Aa dan Pahoehoe, seperti Gunung Api Kilauea di Hawaii; sedangkan aktivitas seamounts dapat menghasilkan basal alkali yang bersifat trakitik hingga phonolitik (Schmincke, 2004). Batuan beku ultrabasa, seperti basal berstruktur bantal yang juga berasosiasi dengan batuan intrusi ultrabasa seperti dunit dan peridotit, dihasilkan oleh aktivitas gunung api yang

9655000 9654000 9653000 9652000 9651000 9650000 9649000 9648000 9647000 432000 433000 434000 435000 436000 437000 438000 439000 440000 441000 442000 443000 444000

Aluvial Material lepas hasil denudasi batuan di atasnya Batupasir klastik berwarna abu-abu gelap, berlapis @5 - 20 cm, sering terdapat litik basal dan batugamping

Batugamping klastik dan non klastik, kadang-kadang hanya menumpang tipis di atas basal dan peridotit/dunit/serpenit

Intrusi dunit, lherzolit, peridotit dengan penyebaran yang kadang-kadang juga berada di bawah basal. Sebaran di bawah permukaan sangat luas. Sebagian telah terserpentinkan.

Batupasir

Basal yang sebagian lapuk membentuk soil laterit berwarna merah. Basal ada yang berstruktur bantal, retas, dan masif

Basal

Batuan beku intrusif ultrabasa Batugamping Keterangan: Keterangan: Sesar geser Pelabuhan Interpretasi pusat erupsi U

pengambilan percontoh untuk No. C… pengambilan percontoh untuk No. DH/…. pengambilan percontoh untuk No. C/2/…. pengambilan percontoh untuk No. C/3/….

(11)

No. Per

contoh

Jenis batuan Kondisi percontoh

Sruktur Tekstur Komposisi (%) Hubungan antarkristal Ukuran kristal (cm) Derajat kristalinitas Tekstur khusus Olivin Pir oksen Klino Pir oksen Orto Plagioklas anorthit Gelas DH/5/03 Dunit Agak lapuk Masif Equigranular 1-1,5 Subhedral-euhedral -95 -~5 -DH/8/03 Peridotit Agak lapuk Masif Inequigranular 0,25-1,5 Subhedral-euhedral -75 ~5 ~12,5 ~5 ~2,5 DH/10/01 Basal Agak lapuk Berrongga Inequigranular < 0,5 Anhedral Ofitik 70 ~2,5 ~5 ~7,5 ~10 DH/12/06 Lherzolit Agak lapuk Masif Inequigranular 0,5-1,5 Subhedral-anhedral Ofitik 85 ~2,5 ~7,5 ~5 -C/3/7/0/9 Lherzolit Agak lapuk Masif Inequigranular 0,5-1,5 Subhedral-anhedral Ofitik 85 ~2,5 ~5 ~7,5 -C30 - 02 Dunit Agak lapuk Masif Equigranular 1-1,25 Subhedral-euhedral -95 -~5 -C/2/010/1 Peridotit Agak lapuk Masif Inequigranular 0,25-0,75 Subhedral-euhedral -~90 ~5 ~5 -C/2/010/2 Peridotit Agak lapuk Masif Inequigranular 0,25-0,75 Subhedral-euhedral -~90 ~5 ~5 -C/2/010/4 Peridotit Agak lapuk Masif Equigranular 0,5-0,75 Subhedral-euhedral -~85 ~5 ~5 -C/2/010/10 Basal Agak lapuk Masif Inequigranular < 0,75 Subhedral-anhedral Ofitik -por -firitik 75 -~5 12,5 ~7,5 C/015/0/2 Dunit Agak lapuk Masif Equigranular 1-1,25 Subhedral-euhedral -90 ~5 ~5 -C/3/3/0/1 Dunit Agak lapuk Masif Equigranular 1-1,25 Subhedral-euhedral -90 ~5 ~5 -C/3/3/0/2 Peridotit Agak lapuk Masif Inequigranular 0,25-0,75 Subhedral-euhedral -90 ~5 ~5 -C/3/3/0/3 Peridotit Agak lapuk Masif Inequigranular 0,25-0,75 Subhedral-euhedral -90 ~5 ~5 -C/2/7/0/3 Peridotit Agak lapuk Masif Inequigranular 0,25-0,75 Subhedral-euhedral -90 ~5 ~5 -C/2/7/0/4 Basal Agak lapuk Berrongga Inequigranular < 0,45 Anhedral Ofitik 70 ~5 ~5 ~10 ~15 C/2/7/0/5 Basal Agak lapuk Masif Inequigranular < 0,75 Subhedral-anhedral Ofitik 70 ~5 ~5 ~10 ~15 C/2/7/0/1/6 Basalt Agak lapuk Masif Inequigranular < 0,75 Subhedral-anhedral Ofitik 70 ~5 ~5 ~10 ~15 C/2/7/0/1/10 Basalt Agak lapuk Berrongga Inequigranular < 0,5 Anhedral Ofitik 70 ~5 ~5 ~10 ~15 C/2/7/0/1/1 1 Basal Agak lapuk Berrongga Inequigranular < 0,5 Anhedral Ofitik 70 ~5 ~5 ~10 ~15 C/2/7/0/1/12 Basal Agak lapuk Masif Inequigranular < 0,6 Subhedral-anhedral Ofitik 70 ~5 ~5 ~10 ~15 C/2/7/0/3 REP Peridotit Agak lapuk Masif Inequigranular 0,35-0,5 Subhedral-anhedral -85 10 ~5 -Tabel 1. Hasil

(12)

No. Per ontoh Jenis batuan Ni Co Al2O3 CaO Cr2O3 Cu Fe2O3 K2O MgO MnO Na2O P2O5 SO3 SiO2 TiO2 Zn LOI SUM DH/5/03 Dunit 1,23 0,038 16,43 0,09 1,58 0,01 24,41 0,21 2,62 0,40 0,12 0,03 0,03 42,30 1,05 0,02 0,96 99,23 DH/8/03 Peridotit 1,01 0,039 9,03 0,80 1,13 0,01 27,14 0,07 8,09 0,48 0,13 0,03 0,03 41,81 0,38 0,04 1,00 100,48 DH/10/01 Basal 1,26 0,01 1 4,89 2,58 0,38 0,01 11,08 0,10 25,04 0,18 0,29 0,02 0,03 44,34 0,27 <0,01 0,98 99,39 DH/12/06 Lherzolit 0,73 0,026 8,15 1,29 0,82 <0,01 23,37 0,08 10,20 0,34 0,16 0,02 0,03 44,88 0,26 0,02 0,91 99,67 C/3/7/0/9 Lherzolit 0,81 0,020 8,21 2,68 0,76 0,01 17,32 0,23 13,41 0,38 0,26 0,02 0,01 46,32 0,45 0,01 0,81 99,27 C30 - 02 Dunit 1,42 0,062 9,18 0,32 0,81 0,02 28,98 0,02 2,48 0,59 0,05 0,03 0,02 46,18 0,32 0,02 0,95 99,09 C/2/010/1 Peridotit 0,47 0,026 13,06 2,59 0,80 0,02 21,39 0,16 7,64 0,41 0,33 0,03 0,01 43,22 0,81 0,01 0,86 99,72 C/2/010/2 Peridotit 0,61 0,023 11,77 2,79 0,67 0,02 19,96 0,16 8,62 0,44 0,32 0,02 0,01 45,20 0,71 0,01 0,80 99,52 C/2/010/4 Peridotit 0,45 0,015 11,31 2,65 0,59 0,02 17,09 0,30 9,06 0,27 0,46 0,02 0,01 47,89 0,66 0,01 0,75 98,46 C/2/010/10 Basal 0,50 0,019 10,33 3,88 0,94 0,02 22,53 0,12 8,32 0,22 0,32 0,05 0,01 43,61 0,56 0,02 0,76 99,17 C/015/0/2 Dunit 1,28 0,067 10,42 0,26 1,32 0,01 28,93 0,18 1,67 0,80 0,12 0,07 0,03 44,39 0,43 0,02 0,98 98,87 C/3/3/0/1 Dunit 1,46 0,038 11,26 0,96c 0,92 0,01 25,47 0,04 5,84 0,54 0,14 0,03 0,02 41,80 0,64 0,01 0,98 98,13 C/3/3/0/2 Peridotit 0,56 0,024 8,37 2,00 1,06 0,01 23,91 0,03 12,88 0,29 0,15 0,02 0,01 40,32 0,36 0,01 0,88 98,97 C/3/3/0/3 Peridotit 0,62 0,023 5,76 2,45 0,86 0,03 21,27 <0,01 13,67 0,24 0,14 0,02 0,01 45,27 0,19 0,02 0,81 98,88 C/2/7/0/3 Peridotit 0,46 0,012 14,56 2,15 0,46 0,02 19,16 0,24 6,15 0,39 0,23 0,02 0,01 45,51 0,87 0,01 0,92 99,58 C/2/7/0/4 Basal 0,39 0,008 14,39 3,1 1 0,44 0,02 17,05 0,23 7,35 0,24 0,41 0,02 <0,01 45,65 0,85 0,01 0,80 98,28 C/2/7/0/5 Basal 0,45 0,01 1 11,59 2,91 0,79 0,02 21,09 0,1 1 7,81 0,28 0,29 0,02 <0,01 44,84 0,63 0,02 0,79 98,86 C/2/7/0/1/6 Basal 0,36 0,005 13,09 3,10 0,50 0,02 18,74 0,20 6,47 0,26 0,32 0,02 <0,01 47,50 0,80 0,01 0,71 99,19 C/2/7/0/1/10 Basal 0,36 0,017 8,94 3,72 0,69 0,02 18,15 0,16 12,45 0,28 0,37 0,04 0,01 45,89 0,50 0,01 0,75 99,24 C/2/7/0/1/1 1 Basal 0,37 0,016 10,30 4,04 0,67 0,02 18,36 0,20 10,58 0,33 0,36 0,05 0,01 45,58 0,61 0,01 0,76 99,20 C/2/7/0/1/12 Basal 0,32 0,01 1 9,98 4,55 0,61 0,02 17,27 0,23 10,34 0,25 0,40 0,06 0,01 47,13 0,60 0,01 0,71 98,93 C/2/7/0/3 REP Peridotit 0,45 0,013 14,43 2,08 0,46 0,02 18,90 0,23 6,09 0,38 0,24 0,02 0,01 45,14 0,88 0,01 0,89 98,40 Tabel 2. Hasil

(13)

berasosiasi dengan gunung api gugusan punggungan tengah samudra (mid-oceanic

ridge basalt), sebagaimana yang dijumpai di

Mid Atlantic Ridge dan Mid Pacific Ridge (Schmincke, 2004). Basal yang dijumpai sangat luas di daerah penelitian memiliki struktur aliran bantal (pillow lava) dan ber-asosiasi dengan dunit, harsburgit, lherzolit, dan peridotit. Beberapa basal ditindih oleh batuan sedimen, yaitu batugamping, batupa-sir, dan batu lempung-lanau, serta beberapa peridotit dan dunit telah terserpentinisasi. Berdasarkan komposisi litologi tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa batuan ul-trabasa yang dijumpai di daerah penelitian, pembentukannya berhubungan dengan akti-vitas gunung api pemekaran lantai samudra. Dari geomorfologi daerah penelitian dapat diamati adanya bentukan-bentukan mor-fologi bergelombang sedang yang menyeru-pai perisai telah mengalami sesar mendatar (transform fault). Litologi yang menyusun wilayah ini adalah dunit, peridotit, dan perlapisan basal dan basal lava bantal ultra-basa. Hal itu dapat diinterpretasi bahwa proses geologi yang membentuknya adalah aktivitas gunung api, dengan pusat erup-sinya berada pada zona yang tersesarkan. Proses pergeseran tersebut yang selanjutnya merubah bentukan gunung api perisai, men-jadi geomorfologi yang lebih menyerupai monoklin (saat ini).

Hasil analisis geokimia plot SiO2 dan K2O+Na2O pada beberapa percontoh pe-ridotit (◊) yang diambil dalam percontoh inti bor di daerah penelitian, menunjukkan bahwa peridotit tersebut kebanyakan me-rupakan seri batuan subalkalin (Gambar 8; mengacu pada MacDonald, 1972). Batuan subalkalin dihasilkan dari magma primitif asal astenosfer; sedangkan batuan alkalin merupakan batuan yang berasal dari magma yang telah mengalami diferensiasi dengan batuan dinding/batuan di sepanjang yang dilaluinya. Mengacu pada Peccerillo dan

Taylor(1976), peridotit di daerah penelitian termasuk ke dalam seri batuan toleiit K rendah (Gambar 9). Hal itu mengindika-sikan bahwa peridotit di daerah penelitian berasosiasi dengan batuan vulkanik tengah samudra, bukan dari seamount. Proses pengangkatan yang berlangsung secara berulang-ulang, menyebabkan wilayah ini memiliki geomorfologi yang sangat curam, serta asosiasi batuan vulkanik di atasnya, yang tersusun atas basal dan endapan asal laut dalam tererosi, menyisakan batuan intrusi yang lebih resisten. Keberadaan peridotit, harsburgit, dunit, dan serpentinit, mengindikasikan bahwa batuan-batuan tersebut berada pada fasies pusat gunung apinya. Basal yang seharusnya terdapat di atas batuan-batuan tersebut telah lapuk dan tererosi menyisakan soil laterit.

Keberadaan gunung api purba tipe perisai di daerah penelitian juga didukung oleh data kandungan tertinggi laterit nikel yang terdapat pada zona sesar mendatar, dengan litologi asal dunit. Diketahui dari data petrografi bahwa dunit tersusun oleh lebih dari 90% mineral olivin dan sebagian kecil mineral piroksen, harzburgit tersusun oleh olivin (40% - 90%) dan orthopiroksen, se-dangkan lherzolit tersusun oleh olivin (40% - 90%), orthopiroksen, dan klinopiroksen. Batuan yang lebih dominan mengandung olivin, umumnya memiliki kadar nikel (Ni) yang tinggi. Unsur Mg yang tinggi persentasenya pada olivin dibandingkan orthopiroksen dan klinopiroksen me-mungkinkan tergantikan oleh unsur nikel saat terjadi pelapukan kimia dan pelarutan unsur dalam batuan. Harsburgit memi-liki kandungan unsur nikel yang lebih rendah diban-dingkan dengan dunit karena persentase mineral olivin yang lebih kecil, sehingga kandungan unsur Mg yang ter-gantikan oleh unsur Ni lebih kecil. Begitu juga dengan konglomerat yang merupakan rombakan dari dunit dan harsburgit me-miliki kandu-ngan unsur Mg yang lebih

(14)

35 12 10 8 6 4 2 0 40 45 50 55 60 65 %Na O+K O 2 2 %SiO2

Gambar 8. Plot SiO2 dan K2O+Na2O pada percontoh peridotit inti bor di daerah penelitian (◊); sebagai

per-bandingan bulat biru dan bulat merah adalah percontoh batuan MORB di Hawaii (menurut MacDonald, 1972).

Gambar 9. Plot SiO2 dan K2O pada percontoh peridotit inti bor di daerah penelitian (menurut Peccerillo dan

Taylor, 1976).

kecil lagi karena komposisi unsur kimia yang terkandung dalam batuan asalnya telah terubah. Dapat diinterpretasikan bahwa keberadaan batuan dengan kandungan nikel terbesar adalah zona yang paling dekat de-ngan fasies pusat gunung api. Jika dijumpai batugamping terumbu menumpang di atas dunit, hal itu dapat dimengerti mengingat tubuh gunung api purba tersebut pada awalnya dijumpai di bawah laut, yang me-mungkinkan untuk ditumbuhi oleh terumbu. Saat batuan ultrabasa tersebut terangkat,

terumbu ikut terangkat dan mati, yang kini membentuk batugamping terumbu.

KESIMPULAN

Batuan ofiolit yang dijumpai di daerah pe-nelitian merupakan batuan seri toleiit, yang keberadaannya berasosiasi dengan batuan vulkanik laut dalam yang dihasilkan oleh aktivitas gunung api tipe perisai. Gunung api tersebut terbentuk oleh proses tektonika

0,5 0,48 0,4 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 35 40 45 50 0 %K O2 Ca-Alkali Toleiit %SiO2

(15)

pemekaran lantai samudra; batuan vulkanik tersebut dibentuk oleh kemunculan magma asal lapisan astenosfer ke permukaan bumi. Karena sifatnya yang sangat encer, maka memiliki sebaran yang sangat luas. Proses pemekaran lantai samudra berlangsung secara berulang-ulang membentuk sesar-sesar transform; batuan vulkanik ultrabasa dierupsikan melalui rekahan sesar transform tersebut. Proses obduksi Lempeng Pasifik dan Lempeng Hindia-Australia ke atas Lempeng Eurasia dan Lempeng Australia selanjutnya mengangkat batuan vulkanik ultrabasa tersebut, sehingga menumpang di atas pecahan Lempeng Australia yang relatif bergerak ke barat. Tektonika yang berlang-sung secara berulang-ulang sejak zaman Kapur hingga Plio-Plistosen menyebabkan bagian bawah runtunan batuan ofiolit (du-nit) tersebut terangkat yang selanjutnya tererosi, dan terendapkan batuan sedimen silisiklastika.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Nur Alzair, S.T. dan Ari Kusumo Ardani, S.T. yang telah mem-bantu penelitian di lapangan, serta PT Geosurvey Mining yang telah membantu dalam pendanaan.

ACUAN

Bronto, S., 2010. Geologi Gunung Api Purba.

Pub-likasi Khusus. Badan Geologi. Kementerian Energi

dan Sumber Daya Mineral, 154h.

Decker, R., dan Decker, B., 1997. Volcanous. W.H. Freeman & Co, 322h.

Edwards R. dan Atkinson K., 1986. Ore deposit

geology and its influence on mineral exploration,

Chapman and Hall, London, 466h.

Hamilton, W., 1978. Tectonic map of the Indonesian

region. U.S. Geological Survey, Miss. Inv. Ser. Map,

1-875-D.

Hamilton, W., 1979. Tectonics of the Indonesian

Region. U.S. Geological Survey Professional. Paper,

1078h.

Hamilton, W., 1988. Plate Tectonics and Island Arcs. Geological Society of America Bulletin, 100, h.1503-1527.

Kadarusman, A., Miyashita, S., Maruyama, S., Parkinson, C.D., dan Ishikawa, 2004. A. Petrology, geochemistry and paleogeographic reconstruction of the East Sulawesi Ophiolite, Indonesia.

Tectono-physic, 392, h.55-83.

Katili, J., 1978. Past and present geotectonic position of Sulawesi, Indonesia. Tectonophysics 45, h.289-322. Katili, J., 1989. Evolution of the southeast Asian Arc complex. Indonesian Geology, 12, h.113-143. MacDonald, G. A., 1972. Volcanoes, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey, 510h.

Mulyaningsih, S., 2013. Vulkanologi. Akprind Press. 170h.

Peccerillo, A. dan Taylor, S. R.,1976. Geochemistry of Eocene calc-alkaline volcanic rocks from the Kastamonu area, Northern Turkey. Contributions to

Mineralogy and Petrology 58, h.63 - 81.

Satyana, A., 2013. Banggai Collision: Celebes

Mollase.

Schmincke, H.U., 2004. Volcanism. Springer-Verlag, 333h.

Surono dan Sukarna, D., 1995. The Eastern Sulawesi Ophiolite Belt, Eastern Indonesia. A review of it’s origin with special reference to the Kendari area.

Journal of Geology and Mineral Resources, 46,

h.8 - 16.

Surono, 2011. Tektono-Stratigrafi bagian timur Su-lawesi. Abstract Joint Convention IAGI ke 40 dan

HAGI ke 36, Makasar.

Van Leeuwen, T., 1981. The geology of southwest Sulawesi with special reference to the Biru area. In: A.J. Barber dan S. Wiryosayono (eds.), The geology

and tectonics of Eastern Indonesia. Geological

Re-search and Development Centre, Bandung. Special Publication, 2, 277h.

Van Leeuwen, T., M., Taylor, R., Coote, A., dan Longstaffe, F.J., 1994. Porphyry molybdenum mineralization in a continental collision setting at Malala, northwest Sulawesi, Indonesia, Journal of

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian.
Gambar 2. Peta geologi regional Sulawesi menurut van Leeuwen dkk. (1994). Daerah penelitian terletak pada  sayap utara Mandala Timur, litologinya merupakan bagian dari sabuk metamorfik Sulawesi Tengah..
Gambar 4. Ketampakan geomorfologi di Lamonae yang dicirikan oleh adanya bentukan perbukitan struktur  dengan sesar-sesar mendatar transform; tersusun atas batuan ultrabasa
Gambar 5. Foto singkapan batuan beku di bagian  barat laut dan tengah daerah penelitian
+6

Referensi

Dokumen terkait