• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI SAYUR PADA ANAK PRA-SEKOLAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI SAYUR PADA ANAK PRA-SEKOLAH"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI

SAYUR PADA ANAK PRA-SEKOLAH

Inong Retno Gunanti; Bambang Wirjatmadi; Merryana Adriani; Santi Martini

ABSTRACT

The objectives of this study were: 1) to assess vegetavle contribution in nutrient intake (vitamin and mineral) of pre-school children, 2) to identify the factors that influence vegetable consumption of pre-school children, 3) to study the relationship between the kind and processing of vegetable, frequency of vegetable consumption, feeding vegetable pattern, introducing vegetable for the first time and availability of vegetable in household with vegetable consumption of pre-school children.

The study conducted in six months, in Simomulyo village, Sukomanunggal sub-district, Surabaya Regency. For this purpose 100 pre-school children (3-5 years old) were selected randomly. Socio-economic data were collected by using questionnaier, vegetable consumption pattern data were collected by using recall method. The data were analyzed statistically by using Chi-Square and Multiple Logistic Regression.

The result of this study show that: 1) the avarage of vegetable consumption were 50,9 gram/capita/day, lower than avarage vegetable consumption allowances for pre-school children (75 gram/capita/day). Vitamin C intake was lower than RDA (47,5% RDA), vitamin A and phosphor intake were higher than RDA (>100% RDA). Calcium intake still lower than RDA (72,4% RDA) and iron intake was moderate (87,5% RDA); 2) vegetable contribution in nutrition intake (vitamin and mineral) was very low. Vegetable contribution on pre-school children that their vegetable cinsumption equal with allowances was higher than pre-school children that their vegetable consumption unequal with allowances (the vegetable contribution more than 70%); 3) the factors that have relationship with vegetable consumption were feeding vegetable pattern (persuade), introducing vegetable for the first time (>12-24 months old), leaves vegetable, boiled vegetable, everyday vegetable sonsumption pattern, and the availability of vegetable in household. The factor that influence vegetable consuption was feeding vegetable pattern (persuade) (p<0,05; OR=0,2367).

Key Words: Vegetable Consumption, Preschool Children

* Pusat Studi Pengembangan Gizi, Lembaga Penelitian Universitas Airlangga Sumberdana : DIP Unair 1999/2000

(2)

PENDAHULUAN

Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI (1998), akhir-akhir ini telah terjadi pergeseran masalah gizi, yaitu dari masalah gizi makro bergeser kepada masalah gizi mikro yang disebabkan oleh kurangnya konsumsi pangan sumber vitamin dan mineral. Untuk mengatasi masalah gizi mikro, peranan sayur sebagai pangan sumber vitamin dan mineral amatlah penting (Sediaoetama, 1989).

Menurut Hardinsyah (1997), konsumsi sayur yang dianjurkan bagi anak balita/ pra-sekolah adalah 75 gr/kapita/hari. Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa konsumsi sayur pada anak sangat kurang, salah satu sebabnya adalah seringkali orang-tua mengalami kesulitan dalam memberikan sayur. Menurut Karyadi (1993), kebiasaan makan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi anak dalam mengkonsumsi sayur. Pembentukan kebiasaan makan pada usia dini sangat penting bagi perkembangan kebiasaan makannya pada masa dewasa nanti.

Kebiasaan makan pada seseorang terbentuk dari proses belajar (Learned

Behaviour). Apabila sejak dini orang-tua tidak pernah memperkenalkan atau

membiasakan anaknya untuk mengkonsumsi sayur, maka sampai dewasa akan terbentuk sikap tidak suka makan sayur atau pola makan non sayur. Sikap ini dikenal sebagai preferensi negatif terhadap jenis makanan sayur (Hui, 1994; Hurlock, 1981 dan de Guzman, et al., 1988).

Kesulitan memberikan makan pada anak terutama pada usia dini (4 bulan sampai dengan 2 tahun), pra-sekolah atau balita (Karyadi, 1993). Umumnya balita tidak mengkonsumsi sayur karena tidak suka (Nilawati,1988), lebih dari separuh anak balita tidak dibiasakan mengkonsumsi sayur dan ibu belum memberi sayur kepada anaknya sebelum berusia 1-2 tahun (Esti, 1988). Kesulitan makan pada anak juga terjadi karena anak kurang atau tidak antusias lagi terhadap makanan yang dimakan oleh anggota keluarganya yang lain, khususnya sayur. Alasan terbentuknya kebiasaan ini adalah karena pada usia sekitar 12 bulan anak sudah mempunyai selera makan sendiri (Truswell, 1992; Hurlock, 1981 & Agusman, 1985).

Mengingat kebiasaan makan sayur sangat penting pada masa usia pra-sekolah dan pada kelompok usia ini seringkali dijumpai kesulitan dalam memberi makan sayur, maka penelitian ini dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi sayur dalam pemenuhan zat gizi serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi sayur pada anak pra-sekolah. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu alternatif pemecahan masalah kesulitan konsumsi sayur pada anak pra-sekolah.

(3)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat observasional cross sectional dan dilakukan di Kelurahan Simomulyo, Kecamatan Sukomanunggal, Kotamadya Surabaya. Pemilihan lokasi dengan metode multistage random sampling. Populasi dari penelitian ini adalah anak pra-sekolah usia 3 – 5 tahun. Sampel dipilih secara acak sebanyak 100 anak pra-sekolah dari 3 buah Taman Kanak-Kanak. Responden adalah ibu atau anggota keluarga lain yang dianggap paling mengetahui keadaan konsumsi pangan (khususnya konsumsi sayur) pada anak.

Data yang dikumpulkan adalah data konsumsi sayur anak pra-sekolah, karakteristik sayur (jenis dan cara pengolahan sayur), frekuensi konsumsi sayur, ketersediaan sayur di rumah-tangga, dan karakteristik sosial ekonomi keluarga (pendapatan keluarga, tingkat pendidikan dan pekerjaan orang-tua, tingkat pengetahuan ibu tentang pangan dan gizi yang berhubungan dengan konsumsi sayur pada anak pra-sekolah). Data konsumsi sayur, karakteristik sayur dan kebiasaan makan diperoleh dengan “recall” 24 jam dan “riwayat makan”. Data karakteristik sosial-ekonomi keluarga diperoleh dengan cara melakukan wawancara dengan berpedoman pada kuesioner.

Proses pengolahan dan analisis data menggunakan SPSS for windows versi 6.0. Keseluruhan data yang ditabulasi akan dianalisis secara deskriptif. Data tingkat pengetahuan pangan dan gizi pada ibu, diukur berdasarkan persentase jawaban yang benar atas pertanyaan-pertanyaan yang diberikan terhadap skor maksimal, kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu tingkat pengetahuan pangan dan gizi tinggi (skor >75%), sedang (skor 50%–75%), dan rendah (skor <50%).

Uji Chi-Square digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel yang diduga berhubungan dengan konsumsi sayur. Uji regresi logistik berganda digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi sayur pada anak pra-sekolah.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sampel

Berdasarkan jenis kelamin, sampel terdiri atas 60% anak laki-laki dan 40% anak perempuan. Rata-rata umur anak adalah 50,4 bulan, dimana pada usia ini anak rawan terhadap keadaan kurang gizi dan umumnya mulai ditemukan kesulitan makan, terutama dalam hal konsumsi sayur.

Keadaan Sosial-ekonomi Keluarga

Sebagian besar kepala keluarga berpendidikan setingkat SLTA, yaitu 58%. Sebesar 14% berpendidikan SD, 15% berpendidikan SLTP dan 13%

(4)

berpendidikan Perguruan Tinggi atau Diploma. Sebagian besar ibu berpendidikan setingkat SLTA (44%). Sebesar 22% ibu berpendidikan SD, 25% berpendidikan SLTP dan 9% berpendidikan Perguruan Tinggi/Diploma. Jenis pekerjaan kepala keluarga sebagian besar bekerja sebagai pegawai swasta (73%). Sebagai wiraswasta sebesar 23%, Hanya 3% sebagai pegawai negeri dan sebesar 1% sebagai anggota ABRI. Sebagian besar ibu tidak bekerja (66%). Sisanya sebesar 16% ibu sebagai pegawai swasta, 17% berwiraswasta dan 1% sebagai PNS.

Konsumsi Pangan dan Gizi Pada Anak Pra-sekolah 1. Jenis Pangan yang Dikonsumsi

Pangan sumber karbohidrat yang yang biasa dikonsumsi oleh anak pra-sekolah adalah beras (nasi), roti dan mie instan. Pangan hewani yang biasa dikonsumsi adalah telur, daging ayam dan ikan. Sedangkan pangan nabati yang biasa dikonsumsi adalah tahu dan tempe. Buah yang biasa dikonsumsi adalah mangga, semangka, pisang dan rambutan. Konsumsi buah pada anak pra-sekolah relatif kecil dan jenis buah yang biasa dikonsumsi tersebut berkaitan dengan faktor musim. Sayur yang biasa dikonsumsi adalah bayam, kangkung, wortel, kentang, buncis dan kacang panjang.

Rata-rata konsumsi sayur pada anak pra-sekolah yang diteliti hanya 50,9 gr/ kapita/hari dan masih kurang dari anjuran konsumsi sayur sehari-hari, yaitu sebesar 75 gr/kapita/hari untuk balita/pra-sekolah (Hardinsyah, 1997). Tabel 1. Rata-Rata Konsumsi Jenis Pangan Pada Anak Pra-sekolah 2. Rata-rata Konsumsi, Angka Kecukupan Vitamin dan Mineral

No. Jenis Pangan Konsumsi /kapita/hari (gram)

1 Pangan Pokok

Beras/ Nasi

197,9

Roti

25,9

Mie instan 29,9

2 Pangan Hewani (ikan, telur,

daging) 87,8

3 Kacang-kacangan (tahu, tempe, dll) 20,5

4 Sayur 50,9 5 Buah-buahan 9,1 6 Lain-lain: Susu formula 22,4 Gula 15,8 Minyak 16,9

(5)

Rata-rata konsumsi vitamin A dan mineral fosfor pada seluruh anak pra-sekolah yang diteliti sudah melebihi angka kecukupan yang dianjurkan (AKG). Sedangkan rata-rata konsumsi vitamin C lebih rendah dari AKG. Hal ini diduga karena rendahnya konsumsi sayur pada anak pra-sekolah yang diteliti. Rata-rata konsumsi mineral kalsium tergolong kurang dan Rata-rata-Rata-rata konsumsi mineral besi sudah cukup baik. Pada anak pra-sekolah yang konsumsi sayurnya tidak baik/kurang dari anjuran (<75 gram/kapita/hari), rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan vitamin dan mineralnya lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok anak pra-sekolah yang konsumsi sayurnya sudah baik/ sesuai anjuran (>= 75 gram/kapita/hari) (Tabel 2).

Tabel 2. Rata-rata Konsumsi dan Angka Kecukupan Vit. A, Vit. C, Ca, P, dan Fe pada Anak Pra-sekolah Menurut Kelompok Konsumsi Sayur Keterangan:

I : Konsumsi sayur tidak baik (< 75 gr/kapita/hari)

Rata-rata Konsumsi Vitamin dan Mineral Tingkat Kecukupan (%) Vitamin dan Mineral Angka Kecukupan WNPG 1998 I II I II Vitamin A (RE) 350 1562 3136 446 896 Vitamin C (mg) 40 14 29 35 73 Kalsium (mg) 500 321 444 64 89 Fosfor (mg) 250 542 802 217 321 Besi (mg) 8 6 7 75 88

II: Konsumsi sayur baik (>=75 gr/kapita/hari)

3. Kontribusi Sayur terhadap Konsumsi Zat Gizi pada Anak Pra-sekolah Kontribusi sayur terhadap konsumsi zat gizi khususnya vitamin dan mineral ternyata sangat rendah (lihat Tabel 3).

Diduga bahwa konsumsi vitamin dan mineral pada anak pra-sekolah sebagian besar bukan berasal dari sayur melainkan dari sumber pangan yang lain. Rendahnya kontribusi zat gizi yang berasal dari sayur dalam konsumsi sehari-hari tentunya secara ekonomis sangat merugikan, karena sayur mengandung berbagai sumber vitamin dan mineral yang relatif lebih murah untuk diperoleh jika dibandingkan dengan pangan hewani lain. Pada anak pra-sekolah yang konsumsi sayurnya tidak baik, kontribusi vitamin dan mineral yang berasal dari konsumsi sayur umumnya lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok anak pra-sekolah yang konsumsi sayurnya baik (terutama untuk vitamin A dan vitamin C).

Faktor-faktor yang Diduga Mempengaruhi Konsumsi Sayur pada Anak Pra-sekolah

(6)

1. Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga diperoleh melalui pendekatan pengeluaran keluarga per bulan. Pada kelompok yang konsumsi sayurnya baik, rata-rata pengeluaran keluarga Rp. 6674.182,-, untuk pangan Rp 454.091,- dan untuk non-pangan Rp. 220.091,-. Pada kelompok yang konsumsi sayurnya tidak baik, rata-rata pengeluaran keluarga Rp. 676.810,-, untuk pangan Rp. 464.847,- dan untuk non-pangan Rp. 213. 657,-.

Dari hasil uji regresi sederhana menunjukkan bahwa pendapatan keluarga yang tinggi tidak menjamin konsumsi sayur juga tinggi, demikian pula sebaliknya. Hasil uji regresi logistik berganda menunjukkan bahwa pendapatan keluarga, khususnya pendapatan yang digunakan untuk kebutuhan pangan tidak berpengaruh terhadap konsumsi sayur pada anak pra-sekolah (p>0,05). 2. Pengetahuan Gizi Ibu

Sebagian besar ibu memiliki tingkat pengetahuan pangan-gizi yang tergolong sedang (60%). Sebesar 27% ibu memiliki tingkat pengetahuan rendah dan sisanya sebesar 13% ibu memiliki tingkat pengetahuan tinggi (13%). Hasil uji regresi logistik berganda menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang pangan dan gizi tidak berpengaruh terhadap konsumsi sayur pada anak pra-sekolah (p>0,05).

3. Jenis Sayur yang Dikonsumsi

Sebagian besar anak pra-sekolah yang konsumsi sayurnya tidak baik (56,7%) Tabel 3. Kontribusi Sayur terhadap Total Konsumsi Zat Gizi pada Anak

Pra-sekolah Menurut Kelompok Konsumsi Sayur Rata-Rata dari

Konsumsi Pangan Konsumsi Sayur Rata-rata dari

Kontribusi Zat Gizi dari Sayur

(%) Zat Gizi I II I II I II Energi (Kkal) 1158,87 1343,03 5,68 21,09 0,49 1,57 Protein (gr) 34,03 40,98 0,33 1,25 0,97 3,05 Karbohidrat (gr) 140,87 167,45 1,19 4,20 0,84 2,51 Lemak (gr) 46,07 54,71 0,06 0,21 0,13 0,38 Serat (gr) 0,45 0,68 0,01 0,09 2,22 13,24 Vitamin A (RE) 1561,93 3135,83 600,01 2144,54 38,41 68,39 Vitamin B (mg) 0,52 16,08 0,01 0,04 1,92 0,25 Vitamin C (mg) 13,66 29,21 4,97 17,48 36,38 59,84 Kalsium (mg) 320,98 444,35 18,34 45,41 5,71 10,22 Besi (mg) 6,43 7,46 0,22 0,79 3,42 10,59 Fosfor (mg) 542,37 801,64 81,70 235,79 15,06 29,41 Keterangan:

I = Konsumsi sayur tidak baik (<75gr/kap/hr) II =Konsumsi sayur baik (>= 75 gr/kap/hr)

(7)

ternyata lebih menyukai jenis sayur umbi (wortel, kentang, dll.). Sedangkan pada anak pra-sekolah yang konsumsi sayurnya baik, sebagian besar menyukai jenis sayur daun (81,8%). Terdapat hubungan antara jenis sayur yang disenangi dengan konsumsi sayur (p<0,05), namun jenis sayur daun tidak berpengaruh terhadap konsumsi sayur pada anak pra-sekolah (p>0,05).

4. Cara Pengolahan Sayur

Jenis olahan sayur yang disenangi oleh anak pra-sekolah yang konsumsi sayurnya tidak baik adalah sayur tumis, yaitu sebesar 41,8%. Sebesar 26,9% anak menyukai jenis olahan sayur yang direbus dan 16,4% menyukai jenis olahan sayur dengan santan. Pada anak pra-sekolah yang konsumsi sayurnya baik, jenis olahan sayur yang disenangi adalah sayur rebus yaitu sebesar 81,8%, jenis sayur tumis disukai oleh 18,2% anak. Jenis olahan sayur yang disenangi berhubungan dengan konsumsi sayur (p<0,05), namun tidak berpengaruh terhadap konsumsi sayur pada anak pra-sekolah (p>0,05).

5. Cara Memberi sayur

Sebagian besar anak pra-sekolah yang konsumsi sayurnya tidak baik diberi sayur dengan cara dibiarkan (58,2%), sebesar 28,4% dengan cara dipaksa dan 13,4% dengan cara dibujuk. Pada anak pra-sekolah yang konsumsi sayurnya baik, sebagian besar diberi sayur dengan cara dibujuk (72,7%), sebesar 15,2% dengan cara dibiarkan dan sebesar 12,1% dengan cara dipaksa. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara cara memberi sayur dengan konsumsi sayur pada anak pra-sekolah (p< 0,05) dan hasil uji regresi logistik berganda menunjukkan bahwa cara memberi sayur dengan dibujuk mempengaruhi konsumsi sayur pada anak pra-sekolah (p= 0,04).

6. Ketersediaan Sayur di Rumah-tangga

Ketersediaan sayur di tingkat rumah-tangga sudah memadai (98%), mengingat di lokasi penelitian terdapat pasar dan pedagang keliling. Sebesar 42% keluarga menyatakan bahwa disediakan sayur khusus untuk anak pra-sekolah, sedangkan 58% menyatakan tidak khusus menyediakan. Ketersediaan sayur bagi anak berhubungan dengan konsumsi sayur (p<0,05), namun hasil uji regresi logistik berganda menunjukkan bahwa ketersediaan sayur bagi anak tidak berpengaruh terhadap konsumsi sayur (p>0,05).

7. Frekuensi Konsumsi sayur

Pada anak pra-sekolah yang konsumsi sayurnya tidak baik, frekuensi konsumsi sayur sebagian besar adalah mingguan (50,7%). Keseluruhan anak pra-sekolah yang konsumsi sayurnya baik, mengkonsumsi sayur dengan frekuensi harian (100%). Frekuensi konsumsi sayur berhubungan dengan konsumsi sayur pada anak pra-sekolah (p<0,05). Hasil uji regresi logistik berganda menunjukkan bahwa frekuensi konsumsi sayur tidak berpengaruh terhadap konsumsi sayur

(8)

pada anak pra-sekolah (p>0,05). 8. Usia Pertama Diberi Sayur

Pada anak pra-sekolah yang konsumsi sayurnya tidak baik, sebagian besar diberikan sayur pada umur 24-36 bulan (64,2%), sedangkan pada anak pra-sekolah yang konsumsi sayurnya baik, sebagian besar diberi sayur pada umur >12-24 bulan (84,8%). Usia pertama kali diberi sayur berhubungan dengan konsumsi sayur pada anak pra-sekolah (p<0,05). Hasil uji regresi logistik berganda menunjukkan bahwa usia pertama kali diberi sayur tidak berpengaruh terhadap konsumsi sayur pada anak pra-sekolah (p>0,05). SIMPULAN DAN SARAN

Rata-rata konsumsi sayur pada anak pra-sekolah yang diteliti ternyata masih kurang dari anjuran rata-rata konsumsi sayur bagi balita. Kontribusi sayur terhadap konsumsi zat gizi (khususnya vitamin dan mineral) pada anak pra-sekolah yang diteliti ternyata sangat rendah. Pemenuhan kebutuhan vitamin dan mineral lebih banyak berasal dari pangan selain sayur, yaitu dari pangan hewani (daging, ayam, dan telur).

Terdapat hubungan yang nyata antara jenis sayur daun yang dikonsumsi, cara pengolahan sayur dengan direbus, cara memberi sayur dengan dibujuk, ketersediaan sayur khusus untuk anak, frekuensi konsumsi sayur harian dan usia pertama diberi sayur (12-24 bulan) dengan konsumsi sayur pada anak pra-sekolah. Faktor yang berpengaruh nyata terhadap konsumsi sayur pada anak pra-sekolah adalah cara memberi sayur dengan dibujuk.

Mengingat pola asuh makan berpengaruh nyata terhadap konsumsi sayur, dan masih rendahnya konsumsi sayur pada anak pra-sekolah serta rendahnya pengetahuan gizi ibu, maka perlu dilakukan peningkatan pengetahuan dan keterampilan bagi ibu-ibu rumah-tangga melalui penyuluhan tentang pola asuh makan yang baik dan modifikasi menu sayur agar tercipta rasa suka terhadap sayur serta terwujudnya suatu kebiasaan makan yang baik pada anak. DAFTAR PUSTAKA

Agusman, S. 1985. Upaya Dietetik dalam Mengatasi Kesulitan Makan pada Anak. BIDI nomor 3 Tahun VI/1985.

De Guzman, M.P.E., Claudio, S.V., Oliveros, M.S., and Dimaano, G.M. 1988. Nutrition in Preeschool Age. In Basic Nutrition for Filipinos. Merriam and Webster Inc. Manila. Philippines.

Esti. 1988. Kontribusi Sayur pada Balita dari Keluarga Penghasil dan Bukan Penghasil Sayur. Thesis Jurusan GMSK. IPB, Bogor.

(9)

Training Peningkatan Kemampuan Penelitian Bidang Pangan dan Gizi Masyarakat. BIOTROP, 18-30 Agustus 1997, Bogor.

Hui, Y.H. 1994. Nutrition for Infants, Children, and Adolescents. In Principles and Issues in Nutrition. WHSD. Monterey, California.

Hurlock, E.B. 1981. Child Development. Sixth Edition. McGraw Hill Kogakusha International Student.

Karyadi, D. 1993. Dasar Pendekatan Kebiasaan Makan yang Baik Semasa Usia Dini. Makalah Konika IX. Semarang.

Karyadi, L. 1985. Pengaruh Pola Asuh Makan terhadap Kesulitan Makan Anak Bawah TigaTahun (Batita). Thesis Jurusan GMSK. IPB, Bogor.

Nilawati. 1988. Konsumsi Sayur Pada Anak Balita. Thesis Jurusan GMSK. IPB, Bogor. Sediaoetama, A.J. 1987. Ilmu Gizi Jilid I. Penerbit PT. Dian Rakyat. Jakarta. Suhardjo, 1989. Sosio Budaya Gizi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Direktorat Pendidikan Tinggi. PAU Pangan dan Gizi, Bogor.

Truswell, A.S. 1992. Children and Adolescent. In ABC of Nutrition. Second ed. British Medical Journal. London.

Gambar

Tabel 1. Rata-Rata Konsumsi Jenis Pangan Pada Anak Pra-sekolah 2. Rata-rata Konsumsi, Angka Kecukupan Vitamin dan Mineral
Tabel 2. Rata-rata Konsumsi dan Angka Kecukupan Vit. A, Vit. C, Ca, P, dan Fe pada Anak Pra-sekolah Menurut Kelompok Konsumsi Sayur

Referensi

Dokumen terkait

Adanya bentuk pengistimewaan ini menunjukkan adanya hierarki, yaitu bahwa ada sesuatu yang menjadi patokan atau tolak ukur bagi yang lain, yang mana yang menjadi patokan itu

Keuntungan dari penjualan karbon (CER/Certified Emission Reduction) didapat hampir setengah dari pendapatan dari penjualan listrik. Pengambilan gas metana dari kolam

Karena sinar terpancarkan pada benda bergerak tadi, maka jarak antara benda dengan sumber sinar tetap pada satu sisi akan bertambah sejumlah berkurangnya jarak pada sisi

Untuk itu diperlukan suatu sistem penunjang keputusan klinik yang dapat digunakan sebagai pilihan dalam proses pengambilan keputusan dan juga sebagai pendapat ahli

Manfaat yang diperoleh dari pembuatan Tugas Akhir ini adalah data pada basis data NoSQL memiliki konten yang sama dengan data pada basis data SQL setelah

dan mengidentifikasikan secara detil strategi komunikasi pemasaran terintegrasi Communicating Customer Value: Integrated Marketing Communications Strategy  Tutorial 

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi batimetri dan pasang surut di perairan Selat Larantuka, sehingga dapat ditentukan kesesuaian lokasi peletakkan turbin

Hasil pengamatan berat kering total tanaman dari data Tabel 8 menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi larutan daun pepaya yang diberikan hingga 100%, dapat