BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Teori Stakeholder
Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun juga harus mampu memberikan manfaat bagi stakeholdernya. Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder perusahaan tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007). Asumsi teori stakeholder dibangun atas dasar pernyataan bahwa perusahaan berkembang menjadi sangat besar dan menyebabkan masyarakat menjadi sangat terkait dan memerhatikan perusahaan, sehingga perusahaan perlu menunjukkan akuntabilitas maupun responsibilitas secara lebih luas dan tidak terbatas hanya kepada pemegang saham.
Terdapat tiga argumen yang mendukung pengelolaan perusahaan berdasarkan perspektif teori stakeholder (Warsono dkk, 2009: 29-31) yaitu:
a) Argumen Deskriptif
Argumen deskriptif menyatakan bahwa pandangan pemangku kepentingan secara sederhana merupakan deskripsi yang realistis mengenai bagaimana perusahaan sebenarnya beroperasi atau bekerja. Manajer harus memberikan perhatian penuh pada kinerja keuangan perusahaan, akan tetapi tugas manajemen lebih penting dari itu. Untuk dapat memperoleh hasil yang konsisten, manajer harus memberikan perhatian pada produksi produk-produk berkualitas tinggi dan inovatif bagi para pelanggan mereka, menarik dan mempertahankan karyawan-karyawan yang berkualitas tinggi, serta mentaati semua regulasi pemerintah yang cukup kompleks.Secara praktis, manajer mengarahkan energi mereka terhadap seluruh pemangku kepentingan, tidak hanya terhadap pemilik saja.
b) Argumen Instrumental
Argumen instrumental menyatakan bahwa manajemen terhadap pemangku kepentingan dinilai sebagai suatu strategi perusahaan. Perusahaan-perusahaan
yang mempertimbangkan hak dan memberi perhatian pada berbagai kelompok pemangku kepentingannya akan menghasilkan kinerja yang lebih baik.
c) Argumen Normatif
Argumen normatif menyatakan bahwa manajemen terhadap pemangku kepentingan merupakan hal yang benar untuk dilakukan.Perusahaan mempunyai penguasaan dan kendali yang cukup besar terhadap banyak sumber daya, dan hak istimewa ini menyebabkan adanya kewajiban perusahaan terhadap semua pihak yang mendapat efek dari tindakan-tindakan perusahaan.
Adanya teori stakeholder ini memberikan landasan bahwa suatu perusahaan harus mampu memberikan manfaat bagi stakeholdernya. Manfaat tersebut dapat diberikan dengan cara menerapkan program Corporate Social Responsibility (CSR). Adanya program tersebut pada perusahaan diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan bagi karyawan, pelanggan, dan masyarakat lokal. Sehingga diharapkan terjalin hubungan yang baik antara perusahaan dengan lingkungan sekitar.
2.2. Corporate Social Responsibility
Pada dasarnya konsep tanggung jawab sosial (CSR) adalah suatu bentuk tanggung jawab yang diberikan perusahaan kepada masyarakat secara legal, perusahaan tidak hanya mengharapkan keuntungan yang berasal dari kegiatan operasional perusahaan saja, namun juga berkontribusi untuk kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan CSR akan membuat perusahaan tidak hanya mengejar keuntungan jangka panjang, namun juga turut berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat melalui berbagai program pemberdayaan masyarakat dan kontribusi perusahaan kepada lingkungan sekitar dalam jangka panjang.
Konsep CSR akan lebih mudah dipahami, dengan menanyakan kepada siapa sebenarnya pengelola perusahaan (manajer) bertanggung jawab.
Menurut Friedman (Solihin, 2009:6) tanggung jawab sosial perusahaan adalah menjalankan bisnis sesuai dengan keinginan pemilik perusahaan (owners), biasanya dalam bentuk menghasilkan uang sebanyak mungkin dengan senantiasa mengindahkan aturan dasar yang digariskan dalam suatu masyarakat sebagaimana diatur oleh hukum dan perundang-undangan. Dengan demikian, tujuan utama dari suatu perusahaan korporasi adalah memaksimalisasi lana atau nilai pemegang saham.
Definisi lain mengenai CSR juga dilontarkan oleh World Bank yang memandang CSR sebagai “the commitment of business to contribute to sustainable economic development working with amployees and their representatives the local community and society at large to improve quality of life, in ways that are both good for business and good for development”.Yaitu sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerjasama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas hidup, dengan cara-cara yang bermanfaat bagi bisnis sendiri maupun untuk pembangunan (Kiroyan, 2006)
Praktik CSR memainkan peranan penting bagi perusahaan. Sebuah perusahaan melakukan kegiatan operasional di suatu lingkungan masyarakat dan dapat dipastikan kegiatan operasional perusahaan akan membawa dampak baik untuk aspek sosial maupun untuk kelestarian lingkungan sekitar. Terciptanya hubungan resiprokal antara entitas dengan masyarakat sekitar akan menciptakan nilai tambah (corporate value added) bagi perusahaan itu sendiri.
2.2.1. Jenis-Jenis Tanngung Jawab Perusahaan
Secara simultan perusahaan akan menjalankan tiga jenis tanggung jawab yang berbeda-beda kepada pemangku kepentingan, dimana ketiga jenis tanggung
jawab tersebut harus dijalankan secara seimbang. Penekanan kepada kepada salah satu jenis tanggung jawab saja akan menyebabkan perusahaan berjalan secara tidak optimal. Menurut Post (Solihin 2009:6) ketiga jenis tanggung jawab tersebut mencakup economic responsibility, legal responsibility, dan social responsibility.
a) Economic responsibility.Perusahaan koorporasidibentuk dengan tujuan untuk menghasilkan laba secara optimal. Berkaitan dengan hal tersebut, para pengelola perusahaan memiliki tanggung jawab ekonomi diantaranya kepada para pemegang saham dalam bentuk pengelolalaan perusahaan yang menghasilkan laba.
b) Legal responsibility. Kendati perusahaan koorporasi didirikan untuk menghasilkan laba, akan tetapi dalam melaksanakan operasinya perusahaan koorporasi harus mematuhi pberbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan
c) Social responsibility.Tanggung jawab ketiga yang harus dijalankan perusahaan adalah tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility−CSR).
Untuk mengetahui kontrak sosialnya terhadap masyarakat, perusahaan dihadapkan pada beberapa tanggung jawab sosial secara simultan. CSR merupakan salah satu dari beberapa tanggung jawab perusahaan kepaa para pemangku kepentingan (stakeholder). Yang dimaksud dengan pemangku kepentingan dalam hal ini adalah orang atau kelompok yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh berbagai keputusan, kebijakan, maupun operasi perusahaan. Menurut Jones (Solihin 2009:2) selanjutnya mengklasifikasikan pemangku kepentingan tersebut ke dalam 2 kategori, yaitu:
a) Inside stakeholders, terdiri dari orang-orang yang memiliki kepentingan dan tuntutan terhadap sumber daya perusahaan serta berada di dalam organisasi perusahaan. Yang termasukke dalam kategori inside stakeholders adalah pemegang saham, para manajer, dan karyawan.
b) Outside stakeholders, terdiri atas orang-orang maupun pihak-pihak yang bikan pemilik perusahaan, bukan pemimpin perushaan, dan bukan pula karyawan perusahaan, namun memiliki kepentingan terhadap perusahan dan dipengaruhi oleh keputusan serta tindakan yang dilakukan oleh perusahaan. Yang termasuk dalam kategori outside stakeholders adalah
pelanggan, pemasok, pemerintah, masyarakat lokal dan masyarakat secara umum.
Tabel 2.1
Imbalan dan Kontribusi Para Pemangku Kepentingan Stakeholders Kontribusi ke
perusahaan
Imbalan dari perusahaan Inside Stakeholders
Pemegang saham Uang dan modal Dividen dan peningkatan harga saham
Para manajer Kemampuan dan keahlian Gaji, bonus, status, dan kekuatan
Para karyawan Kemampuan dan keahlian Upah, gaji, bonus, promosi, dan pekerjaan yang stabil
OutsideStakeholders
Pelanggan Pembelian barang dan jasa Kualitas,harga barang dan jasa
Pemasok Input berkualitas tinggi Pembelian input dengan harga wajar
Pemerintah Peraturan Pajak
Sumber: Dikutip dari Gareth R. Jones, 1995, Organizational Theory: Text and Cases, Addison Wesley, halaman 22 (Solihin 2009:4)
2.2.2. Pengungkapan Corporate Social Responsibilty
Kata pengungkapan atau disclosure memiliki arti tidak menutupi atau menyembunyikan. Apabila dikaitkan dengan data, disclosure berarti memberikan
data yang bermanfaat kepada pihak yang memerlukan. Jadi data tersebut harus benar-benar bermanfaat, karena apabila tidak bermanfaat, tujuan dari pengungkapan tersebut tidak akan tercapai.
Ada dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan oleh standar dan regulasi, yaitu:
1. Pengungkapan Wajib (mandatory disclousure)
Pengungkapan Wajib merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku.Peraturan tentang standar pengungkapan informasi bagi perusahaan yang telah melakukan penawaran umum dan perusahaan publik yaitu, Peraturan No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan dan Peraturan No.VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan.Peraturan tersebut diperkuat dengan Keputusan Ketua Bapepam No.Kep-17/PM/1995, yang selanjutnya diubah melalui Keputusan Ketua Bapepem No.Kep-38/PM/1996 yang berlaku bagi semua perusahaan yang telah melakukan penawaran umum dan perusahaan publik.Peraturan tersebut diperbaharui dengan Surat Edaran Ketua Bapepam No.SE-02/PM/2002 yang mengatur tentang penyajian dan pengungkapan laporan keuangan emiten atau perusahaan publik untuk setiap jenis industri.
2. Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure)
Salah satu cara meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan sukarela secara lebih luas untuk membantu investor dalam memahami strategi bisnis manajemen. Pengungkapan Sukarela merupakan
pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku.Sedangkan dari sumber PSAK dapat disimpulkan bahwa informasi lain atau informasi tambahan (telaahan keuangan yang menjelaskan karakteristik utama yang mempengaruhi kinerja perusahaan, posisi keuangan perusahaan, kondisi ketidakpastian, laporan mengenai lingkungan hidup, laporan nilai tambah) adalah merupakan pengungkapan yang dianjurkan (tidak diharuskan) dan diperlukan dalam rangka memberikan penyajian yang wajar dan relevan dengan kebutuhan pemakai.
Dalam implementasi praktik CSR di sebuah entitas, perusahaan harus membuat laporan untuk mempertanggung jawabkan kegiatan sosial yang telah dilakukan entitas tersebut. Laporan tanggung jawab sosial merupakan laporan aktivitas tanggung jawab sosial yang telah dilakukan perusahaan baik berkaitan dengan perhatian masalah dampak sosial maupun lingkungan. Laporan tersebut dilampirkan dalam laporan tahunan (annual report) yang dipertanggungjawabkan direksi sebagai agaen di depan sidang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Pemerintah juga telah mengeluarkan aturan bahwa setiap perusahaan (penanam modal) berkewajiban untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (Pasal 74 UU Perseroan Terbatas No.40/2007). Akan tetapi tidak semua perusahaan mengungkapkan tentang aktivitas sosialnya di dalam laporan tahunan. Hal ini dikarenakan jenis pengungkapannya masih bersifat sukarela (voluntary disclosure). Sebagaimana tertulis dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No 1 (revisi per 1 Juli 2009) paragraf kesembilan
“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement) khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting”. Standar akuntansi keuangan di Indonesia belum mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial terutama informasi mengenai tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan. Perusahaan akan mempertimbangkan biaya dan manfaat yang akan diperoleh ketika mereka memutuskan untuk mengungkapkan informasi ini. Bila manfaat yang akan diperoleh dengan pengungkapan informasi lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk mengungkapkannya, maka perusahaan akan sukarela mengungkapkan informasi tersebut (Sitepu dan Siregar, 2008 dalam Mutia dkk 2011).
2.3. Profitabilitas
Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan (Kasmir, 2008 : 196). Profitabilitas perseroan biasanya dilihat dari laporan laba rugi perseroan (income statement) yang menunjukkan laporan hasil kinerja perseroan.
Perusahaan akan mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (profitabilitas) baik dari tingkat penjualan, asset, modal maupun saham tertentu. Dalam rasio Profitabilitas ini dapat dikatakan sampai sejauh mana keefektifan dari keseluruhan manajemen dalam menciptakan keuntungan bagi perusahaan. Profitabilitas merupakan hasil dari sejumlah besar kebijakan dan keputusan manajemen dalam menggunakan sumber dana perusahaan. Pengaruh
profitabilitas terhadap pengungkapan CSR menjelaskan bahwa semakin besar perolehan laba yang didapat, semakin luas pula informasi sosial yang diungkapkan perusahaan. Dengan demikian semakin besar profit yang berhasil diperoleh perusahaan maka akan semakin luas pula pengungkapan CSR perusahaan tersebut.
Penelitian ini melakukan perhitungan Profitabilitas dengan Return On Asset Rasio (ROA), rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan tingkat asset tertentu. Profitabilitas mempengaruhi perusahaan yang mengumumkan rugi atau profitabilitas yang rendah. Ini berkaitan dengan akibat yang dapat ditimbulkan oleh pasar terhadap pengumuman rugi tersebut bagi perusahaan.
Blocher at el (2001:963) mengemukakan keuntungan ROA, diantaranya: 1. Lebih mudah dimengerti
2. Lebih luas digunakan
2.4. Ukuran Perusahaan
Ukuran Perusahaan dapat diartikan sebagai suatu skala di mana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan dengan berbagai cara antara lain dinyatakan dalam total aktiva, nilai pasar saham, dan lain-lain. Keputusan ketua Bapepam No. Kep. 11/PM/1997 menyebutkan perusahaan kecil dan menengah berdasarkan aktiva (kekayaan) adalah badan hukum yang memiliki total aktiva tidak lebih dari seratus milyar,sedangkan perusahaan besar adalah badan hukum yang total aktivanya diatas seratus milyar.
Ukuran perusahaan merupakan salah satu variabel yang banyak digunakan untuk menjelaskan mengenai variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Terdapat beberapa penjelasan mengenai pengaruh ukuran perusahaan terhadap kualitas pengungkapan. Ada dugaan bahwa perusahaan kecil akan mengungkapkan lebih rendah kualitasnya dibandingkan perusahaan besar. Hal ini karena ketiadaan sumber daya dan dana yang cukup besar dalam laporan tahunan.
Pada penelitian ini ukuran perusahaan diukur berdasarkan total aktiva yang dimiliki perusahaan.Salah satu tolak ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah ukuran aktiva dari perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa perusahan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan, dimana dalam hal ini arus kas perusahaan sudah positif dan lebih mampu menghasilkan laba (Bestivano, 2013).
2.5. Ukuran Dewan Komisaris
Coller dan Gregory (1999) dalam Sembiring (2005) menyatakan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan akan semakin efektif.Wewenang yang dimiliki oleh dewan komisaris, dapat memberikan pengaruh yang besar dalam menekan manajemen untuk mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan. Sebagai pelaksana tertinggi di dalam suatu entitas, dewan komisaris juga dapat mempengaruhi seberapa luasnya pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
Dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan akan dipandang lebih baik, karena pihak dari luar akan menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan
perusahaan dengan lebih objektif dibanding perusahan yang memiliki susunan dewan komisaris yang hanya berasal dari dalam perusahaan.Dewan komisaris terdiri dari inside dan outside director yang akan memiliki akses informasi khusus yang berharga dan sangat membatu dewan komisaris serta menjadikannya sebagai alat efektif dalam keputusan pengendalian.
2.6. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai pengaruh profitabilitas, ukuran perusahaan dan ukuran dewan komisaris terhadap pengungkapan CSR telah banyak diteliti oleh penelitian-penelitian sebelumnya dan menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Penelitian terdahulu ini akan dijadikan bahan acuan agar dapat membandingkan penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Rincian mengenai penelitian-penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.2 Penelitian terdahulu NO Peneliti
dan Tahun
Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian 1. Sembiring (2005) Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial: Studi Empiris pada Perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Jakarta Variabel Independen: Ukuran perusahaan, Profitabilitas, Profil perusahaan, Ukuran dewan Komisaris dan leverage Variabel Dependen: Pengungkapan CSR
Ukuran perusahaan, profil dan ukuran dewan komisaris memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan, tetapi profitabilitas dan leverage gagal menunjukkan efek signifikan. 2. Mutia dkk (2011) Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas dan Ukuran Dewan Komisaris terhadap Pengungkapan Variabel Independen: Ukuran perusahaan, Profitabilitas dan Ukuran Dewan Komisaris
Variabel ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial
Sosial Perusahaan Dependen: Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan
yang signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Ukuran dewan komisaris memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. 3. Surbakti (2013) Pengaruh Profitabilitas dan Size Perusahaan terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial pada Perusahaan Manufaktur di BEI Variabel Independen: Ukuran perusahaan dan Profitabilitas - Variabel Dependen: Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Secara parsial, variabel profitabilitas dan size
perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan sosial perusahaan. Dari hasil uji simultan variabel
profitabilitas dan size perusahaan berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. 4. Evandini (2014) Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI Variabel Independen: Profitabilitas, Ukuran dewan komisaris, Kepemilikan saham publik, Ukuran perusahaan, Leverage, pertumbuhan perusahaan Variabel Dependen: Pengungkapan CSR
Berdasarkan hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa hanya variabel ukuran dewan komisaris, ukuran perusahaan, leverage berpengaruh secara signifikan terhadap pengungkapan CSR, sedangkan variabel profitabilitas,
kepemilikan saham publik, pertumbuhan perusahaan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap
5. Nagara (2015) Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial pada Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di BEI Variabel Independen: Ukuran perusahaan, Profitabilitas, Leverage, Struktur kepemilikan, Ukuran dewan komisaris, Likuiditas Variabel Dependen: Pengungkapan CSR
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor ukuran perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Sementara itu, faktor
profitabilitas, leverage, struktur kepemilikan,
ukuran dewan komisaris, dan likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap
pengungkapan CSR
2.7. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual dirancang untuk memberikan gambaran penelitian yang akan dilaksanakan, yaitu mengenai pengaruh profitabilitas dan ukuran perusahaan terhadap pengungkapan CSR dengan ukuran dewan komisaris sebagai variabel moderasi pada perusahaan industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI. Berikut kerangka konseptual penelitian dilihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Profitabilitas (X1) Ukuran Perusahaan (X2) Ukuran Dewan Komisaris (X3) Pengungkapan Corporate Social Responsibility (Y)
Berdasarkan gambar 2.1. maka dapat dijelaskan bahwa profitabilitas dan ukuran perusahaan merupakan informasi yang dapat mempengaruhi pengungkapan CSR baik secara simultan maupun parsial. Profitabilitas dan ukuran perusahaan merupakan informasi yang dapat mempengaruhi pengungkapan CSR dalam suatu perusaahaan. Ukuran dewan komisaris sebagai variabel moderasi dapat mempengaruhi hubungan antara profitabilitas dengan pengungkapan CSR. Ukuran dewan komisaris sebagai variabel moderasi juga dapat mempengaruhi hubungan antara ukuran perusahaan dengan pengungkapan CSR.
2.8. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, kajian teori dan hasil penelitian sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H1: Profitabilitas dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan CSR baik secara parsial maupun simultan
H2: Ukuran dewan komisaris memoderasi hubungan antara profitabilitas dan ukuran perusahaan dengan pengungkapan CSR