• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Jakarta merupakan kota metropolitan yang menjadi pusatnya Indonesia, seiring dengan fungsinya sebagai pusat pemerintahan Negara Republik Indonesia. Jakarta juga sebagai pusat bisnis penting di wilayah Asia Tenggara. Karena fungsinya yang strategis sekaligus kompleks itulah, Jakarta menjadi melting pot berbagai kelompok kepentingan dari berbagai daerah, juga dari berbagai negara. Bila diibaratkan, Jakarta itu seperti jaring laba-laba ditengah tumpukan jerami. Ada pola keteraturan sebagaimana jaring laba-laba dibangun, tetapi ia seringkali terbiaskan karena berada di lingkungan yang kusut.

Secara administratif, Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah kota administrasi dan satu kabupaten administratif, yakni: Kota Administrasi Jakarta Pusat dengan luas 47,90 km2, Jakarta Utara dengan luas 142,20 km2, Jakarta Barat dengan luas 126,15 km2, Jakarta Selatan dengan luas 145,73 km2, dan Kota Administrasi Jakarta Timur dengan luas 187,73 km2, serta Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu dengan luas 11,81 km2. Secara geografis, Jakarta di sebelah utara dibatasi oleh pantai sepanjang 35 km di laut Jawa, yang menjadi tempat bermuaranya 13 buah sungai dan 2 buah kanal. Di batas selatan dan timur ada Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi.Sedangkan di batas barat terdapat Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang.1

Dari segi demografis, Jakarta dihuni penduduk sekitar 8,50 juta jiwa pada tahun 2002, sedangkan tahun 2006 meningkat menjadi 8,96 juta jiwa, dan pada tahun 2011 mencapai 9,1 juta orang. Kepadatan penduduk pada tahun 2002 mencapai 12.664 penduduk per km2, tahun 2006 mencapai 13.545 penduduk per km2 dan saat ini mencapai 13.756 penduduk per km2.Laju pertumbuhan penduduk pada periode tahun 1980-1990 sebesar 2,42 persen per tahun, menurun pada periode 1990-2000 dengan laju 0,16 persen. Pada periode 2000-2005, laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,06 persen per tahun.2

Sebagai kota metropolitan dan pusat pemerintahan, Jakarta dihuni oleh berbagai suku, etnis dan agama. Masyarakat DKI Jakarta merupakan miniatur Indonesia yang majemuk (heterogen) dari aspek agama dan kepercayaan, etnis (suku), budaya, ekonomi dan sebagainya. Dari aspek agama dan kepercayaan, menunjukkan bahwa semua agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia, ada di DKI Jakarta. Islam menjadi agama mayoritas dengan berbagai kelompok kepentingan yang berbeda dengan cara pandang yang

1

http://www.jakarta.go.id/web/news/2008/01/Geografis-Jakarta

, diakses pada 28 Agustus 2013.

2

(2)

Page | 2 berbeda. Perbedaan inilah, yang juga melatari cara pandang masing-masing dalam merespon kebijakan pemerintah pusat dan terhadap eksistensi kelompok non Muslim di Jakarta.

Keberadaan wilayah DKI Jakarta menjadi sangat penting dalam kaitan dengan penelitian tentang radikalisme dan terorisme. Hal ini didasari oleh fakta bahwa Jakarta memiliki karakteristik yang unik baik ditinjau dari sisi pemerintahan, bisnis, maupun social budaya dan politik. Jakarta merupakan melting pot berbagai kelompok kepentingan. Jakarta merupakan pusat pemerintahan dan pusat aktivitas politik. Jakarta juga merupakan tempat berbaurnya semua latar etnis, budaya dan agama. Di sisi lain, Jakarta juga merupakan “panggung” dan sasaran strategis terjadinya perilaku radikalisme dan terorisme.

Pemahaman radikalisme dan terorisme di kalangan masyarakat masih harus terus diwaspadai secara serius. Munculnya berbagai tindakan kekerasan yang dilatari oleh berbagai sebab, mengindikasikan masih suburnya pemahaman radilakalisme. Tindakan kekerasan oleh sekelompok orang kepada kelompok lain yang dianggap tidak sepaham adalah salah satu indikasi dari pemahaman radikalisme. Indikasi-indikasi radikalisme lainnya yang dapat kita lihat di masyarakat di antaranya adalah tindakan main hakim sendiri oleh seseorang maupun sekelompok orang, tindakan anarkis dalam mensikapi dan merespon perbedaan serta tindakan anarkis dalam menyatakan pendapat. Radikalisme adalah semua bentuk tindakan kekerasan (anarkis) yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang di dalam merespon perbedaan dan/atau upaya untuk mencapai tujuan.

Ketika suatu tindakan anarkis sudah pada tingkatan yang berat dan dapat memberikan situasi teror secara masal dan mengarah kepada persoalan ideologi, maka isunya sudah beranjak kepada perilaku terorisme. Cirinya sama yaitu tindakan kekerasan, tetapi motifnya lebih didasari oleh upaya untuk memperjuangkan ideologi. Oleh karena itu tindakan radikal yang mengarah kepada terorisme dikenal dengan sebutan radikal-terorisms. Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 2002 yang kemudian ditetapkan melalui UU no. 15 tahun 2013, terorisme adalah tindakan yang dilakukan secara sengaja dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional.

Dalam 15 tahun terakhir ini, perkembangan gerakan terorisme cukup merisaukan pemerintah dan berbagai kalangan masyarakat. Ada beberapa peristiwa bom yang signifikan telah terjadi di Jakarta, yakni:

(3)

Page | 3 2. Peristiwa bom kedutaan Australia pada tahun 2004.

3. Serangan bom secara simultan di J.W Marriot dan Ritz Carlton pada tahun 2009.

Banyak factor yang diduga menjadi penyebab munculnya perilaku radikalisme dan terorisme. Secara umum ada 3 isu utama yang sering dikaitkan dengan terjadinya perilaku radikalisme. Pertama, persoalan-persoalan yang terkait dengan isu internasional seperti ketidak adilan terhadap Negara palestina, kekerasan terhadap penduduk Rohingya, dominasi ekonomi dan politik oleh Negara-negara maju, dan berbagai fakta ketidakadilan lainnya pada tataran gobal. Kondisi tersebut menyebabkan ketidakpuasan, kebencian dan balas dendam yang diekpresikan dalam bentuk tindakan terror. Kedua, isu-isu nasional, di antaranya menyangkut penetapan dasar Negara, system politik, hukum nasional, dan berbagai isu-isu nasional lainnya. Ketiga, isu ideology agama, yakni adanya upaya untuk memperjuangkan dan memaksakan pemberlakukan ideology agama dengan cara kekerasan.

Perbedaan paham dan ideology adalah sesuatu yang dibolehkan. Bahkan termasuk upaya di dalam memperjuangkan paham itu sendiri. Akan tetapi, ketika upaya perjuangan itu dilakukan secara paksa dan kekerasan dengan mengabaikan aturan yang berlaku, maka di situlah esensi radikalisme dan terorisme. Ideology agama merupakan salah satu isu penting yang perlu dicermati terkait dengan perilaku radikalisme. Pemahaman ideology agama yang sempit dan radikal-ekstrim sering menjadi penyebab munculnya perilaku terorisme. Pemahaman seperti ini ada pada semua agama dan biasanya dimiliki oleh sekelompok kecil dari penganut agama tersebut. Kecenderungan seperti ini terjadi di berbagai tempat dan Negara, termasuk Indonesia. Dalam bukunya berjudul dinamika baru jejaring terror di Indonesia (2014: 15), Asyaad Mbai menyatakan bahwa tipe trorisme di Indonesia adalah terorisme yang dimotivasi oleh agama (religiously motivated). Dari sejumlah kasus terorisme yang terungkap di Indonesia, diketahui bahwa para pelakunya adalah penganut ideology agama yang radikal-ekstrim dan memperjuangkan ideologinya dengan cara kekerasan.

Dari uraian di atas, terlihat jelas bahwa perilaku radikal-terorisme berkaitan erat dengan masalah pemahaman sebagai faktor pemicunya. Dengan kata lain, pemahaman yang salah akan menghasilkan tindakan yang salah. Pemahaman yang ektrim-radikal akan menghasilkan tindakan radikal. Tindakan radikal-terorisme merupakan hasil dari adanya pemahaman yang radikal-terorisme. Semakin ekstrim-radikal pemahaman seseorang tentang suatu ideology, semakin tinggi kemungkinanannya untuk melakukan tindakan radikalisme. Pemahaman adalah wilayah kognitif, sedangkan tindakan adalah domain perilaku (behaviour).

(4)

Page | 4 Berangkat dari kondisi tersebut, ada dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk menghadapi perilaku radikal-terorisme. Pertama, penindakan oleh aparat penegak hukum kepada pelaku terorisme. Upaya ini perlu dilakukan secara tegas supaya ada efek jera bagi para pelaku. Kedua, upaya pencegahan perilaku radikal-terorisme melalui penanaman pemahaman anti radikalisme dan anti terorisme. Pendekatan ini lebih focus kepada upaya untuk membangun suatu pemikiran atau pemahaman yang positif di kalangan masyarakat, sehingga lebih toleran dan konstruktif dalam mensikapi perbedaan.

Badan Nasional Pencegahan Terorisme (BNPT) mempunyai misi utama untuk melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap terjadinya perilaku terorisme. Salah satu upaya yang dianggap penting dan strategi adalah menangkis berbagai pemahaman radikal-terorisme yang berkembang di masyarakat serta mencoba menumbuhkan pemahaman yang anti radikal-terorisme. Tujuannya supaya secara bertahap terjadi proses deradikalime di kalangan masyarakat baik pada tataran pemahaman maupun perilaku.

Untuk mencapai misi tersebut, BNPT mencanangkan sebuah program yang disebut Dialog pencegahan terorisme (DPT). Dialog pencegahan terorisme dijalankan melalui sebuah kelompok diskusi yang sengaja dibentuk oleh Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) yang ada di provinsi. Kelompok diskusi terdiri dari sejumlah orang dari berbagai kalangan yang secara rutin melakukan dialog dan diskusi, untuk membicarakan berbagai persoalan radikalisme dan terorisme baik pada tataran pemahaman maupun perilaku. Melalui dialog ini diharapkan akan terjadi proses berbagi pemikiran dan pengalaman di antara para peserta diskusi, tentang pemahaman radikalisme dan terorisme. Tujuan akhirnya supaya para peserta memiliki pemahaman yang lebih positif dan konstruktif dalam mensikapi berbagai perbedaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga kondusif terhadap terciptanya kehidupan yang adil, damai dan sejahtera.

Dialog pencegahan terorisme ini dilaksanakan oleh FKPT (Forum Koordinasi Pencegahan terorisme) yang ada di berbagai propinsi. Pada tahun 2014 ini direncanakan ada 10 FKPT yang akan membentuk dan melaksanakan program ini. Untuk FKPT Provinsi DKI Jakarta, akan dilaksanaka 2 Kelompok. Kelompok I dilaksanakan untuk Tahap 1 di Hotel Sriwijaya Tanggal 27 Agustus 2014. Dan Kelompok II Tahap 1 dilaksanakan di Hotel Maharadja, Jl. Kapten Tendean Jakarta Selatan pada Tanggal 11 September 2014. Kelompok 1 Tahap II dilaksanakan di Hotel Sriwijaya Jakarta tanggal 16 September 2014 dan Kelompok 1 tahap II dilaksanakan di Hotel Maharadja Jakarta Selatan tanggal 18 September 2014. Laporan ini menyajikan kegiatan Dialog Pencegahan Terorisme untuk Kelompok 1 Tahap II di Provinsi DKI Jakarta.

(5)

Page | 5 B. MAKSUD DAN TUJUAN

Dialog Pencegahan terorisme di Provinsi DKI Jakarta ini dimaksudkan untuk menjadi forum dialogis dalam mendapatkan masukan dan formulasi pencegahan terorisme di Provinsi DKI Jakarta dengan kearifan lokal

Sehingga secara khusus kegiatan ini bertujuan untuk :

1. Mengajak partisipasi masyarakat dalam mengidentifikasi, menganalisa dan memformulasikan strategi pencegahan terorisme di Provinsi DKI Jakarta dengan kearifan lokal;

2. Membentuk jejaring masyarakat yang terdiri dari para tokoh yang kredibel dan terpercaya oleh masyarakat dalam menjelaskan definisi dan pencegahan terorisme;

3. Merealisasikan Program Nasional Pencegahan Terorisme secara khusus di Provinsi DKI Jakarta dengan kearifan lokal.

C. RUANG LINGKUP

Dialog pencegahan terorisme di Provinsi DKI Jakarta ini merupakan suatu Dialog yang diikuti oleh Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama yang dipandang memiliki kapasitas untuk ikut merumuskan strategi pencegahan terorisme serta mengimplementasikan dalam masyarakat Jakarta. Materi pada dialog ini mengacu pada Pedoman Pelaksanaan Dialog Pencegahan Terorisme yang diterbitkan oleh BNPT RI.

(6)

Page | 6

BAB II

PELAKSANAN KEGIATAN

A. NAMA KEGIATAN

Dialog Pencegahan Terorisme di Provinsi DKI Jakarta untuk Kelompok 1 Tahap II.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

Pada Dialog Pencegahan Terorisme di Provinsi DKI Jakarta untuk Kelompok 1 tahap II ini dimaksudkan untuk saling mengenal antara peserta, membangun kepercayaan untuk berinteraksi dan menyepakati hal – hal yang dapat di tindaklajuti pada dialog pencegahan terorisme dalam 6 kali pertemuan.

Secara khusus Untuk Kelompok 1 tahap II ini pembahasan dilakukan pada sessi 1 dengan membahas Radikalisme dan terorisme di Indonesia, Sejarah, Peta, jejaring dan pergerakan radikalisme dan terorisme di Indonesia, Berbagai peristiwa kejahatan terorisme di Indonesia, Para pelaku dan tokoh di balik terorisme, Factor penyebab terorisme di Indonesia. Kemudian pada sessi 2 yakni Peraturan perundangan dan kebijakan pemerintah terkait dengan radikalisme dan terorisme, Solusi terorisme di Indonesia: langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan.

C. PESERTA/ANGGOTA

Peserta terdiri dari 20 orang terdiri dari unsur Ormas Keagamaan, Ormas Kepemudaan, Aktivis Dakwah, aktivis buruh dan FKPT Provinsi DKI Jakarta. Sesuai Biodata terlampir.

D. WAKTU DAN TEMPAT

Hotel Sriwijaya, Jl. Veteran No. 1. Jakarta Pusat Selasa, 16 September 2014

E. JADWAL KEGIATAN

09.10 – 09.15 Pembukaan MC :

09:15 – 11:30 Sessi 1

Nara Sumber : Kholid Novianto 11:30 – 12:30 ISHOMA

12:30 – 14:45 Sessi 2

Nara Sumber : Syarifien Maloko FKPT Provinsi DKI Jakarta

(7)

Page | 7 14:45 – 15:00 Penutup

F. NARA SUMBER/FASILITATOR Nara Sumber 1 : Kholid Novianto

Nara Sumber 2 : Syarifien Maloko (FKPT Provinsi DKI Jakarta)

G. MATERI

Diskusi ke:

Pemateri Sessi

Pokok dan Subpokok Bahasan Strategi *)

2 1 Kholid Novianto 2 Syarifien Maloko

Radikalisme dan terorisme di Indonesia

a. Sejarah

b. Peta, jejaring dan pergerakan radikalisme dan terorisme di Indonesia

c. Berbagai peristiwa kejahatan terorisme di Indonesia d. Para pelaku dan tokoh di balik terorisme.

e. Factor penyebab terorisme di Indonesia.

f. Peraturan perundangan dan kebijakan pemerintah terkait dengan radikalisme dan terorisme.

g. Solusi terorisme di Indonesia: langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan.

Paparan, Tanya jawab, diskusi, simulasi/role playing, foto/video

H. METODE/STRATEGI

Paparan, Tanya jawab, diskusi, simulasi/role playing, foto/video.Fasilitator memberikan Isu terhadap definisi Radikal, Ekstrem dan Teroris untuk diisi oleh peserta terhadap definisi, faktor pemicu dan stategi pencegahannya. Definisi dan faktor pemicu yang ditulis oleh peserta kemudian dibahas dan selanjutnya diperkaya oleh Narasumber dalam paparan dan diskusi.

I. MEDIA DAN BAHAN AJAR

Laptop, Projector dan Bahan Paparan Multimedia. Bahan ajar mengacu pada Silabus yang ditetapkan dalam Pedoman Pelaksanaan Dialog Pencegahan Terorisme yang di terbitkan oleh BNPT RI.

(8)

Page | 8 J. EVALUASI

1. PESERTA : Peserta mewakili unsur FKUB, aktivis Buruh, LPPTKA, BKPRMI, PEMUDA PANCASILA, FBR, ICMI, tokoh pendidik dan FKPT DKI Jakarta. Meski memiliki perbedaan pemahaman tentang bagaimana terorisme terjadi, namun peserta menyepakati tentang perlunya menghindari kejahatan kemanusiaan dalam terorisme. Keberagaman pemahaman tentang gerakan islam penting dibahas.

2. NARA SUMBER : Narasumber memaparkan tentang materi sesuai target, sessi 1 dengan membahas Radikalisme dan terorisme di Indonesia, Sejarah, Peta, jejaring dan pergerakan radikalisme dan terorisme di Indonesia, Berbagai peristiwa kejahatan terorisme di Indonesia, Para pelaku dan tokoh di balik terorisme, Factor penyebab terorisme di Indonesia. Kemudian pada sessi 2 yakni Peraturan perundangan dan kebijakan pemerintah terkait dengan radikalisme dan terorisme, Solusi terorisme di Indonesia: langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan.

3. FASILITATOR : Untuk meningkatkan partisipasi dan ketertarikan peserta pada materi yang dipaparkan nara sumber, Fasilitator membuat role playing terdapat materi dalam bentuk interaksi tertulis terhadap definisi, dan seterusnya. Ini dapat menghidupkan suasana dan menjadikan diskusi mengerucut pada target sesuai pedoman.

4. BAHAN / MATERI : Dengan didasari pada kegiatan tahap 1, Kegiatan di tahap 2 ini lebih sesuai dengan target dan meningkatknya partisipasi peserta dalam diskusi.

K. HAMBATAN/KENDALA

Kemacetan yang sulit diprediksi menjadikan peserta banyak yang terlambat mengikuti acara tersebut. Sehingga memaksa fasilitator menutup keterlambatan peserta untuk tetap dapat mengikuti materi dengan memberikan bahan dan catatan diskusi kepada peserta.

L. FAKTOR PENDUKUNG

Anggaran : adanya dukungan dana dari BNPT RI dalam Kegiatan Dialog ini Sumber Daya Manusia : Adanya FKPT Provinsi DKI Jakarta yang memiliki tugas pokok dan fungsi dalam pencegahan terorisme di Provinsi DKI Jakarta Masyarakat : Dukungan masyarakat untuk menghentikan kejahatan

(9)

Page | 9

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL-HASIL YANG DIPEROLEH

Sebagaimana dimaksudkan dalam tujuan kegiatan ini dilaksanakan adalah salah satunya untuk Mengajak partisipasi masyarakat dalam mengidentifikasi, menganalisa dan memformulasikan strategi pencegahan terorisme di Provinsi DKI Jakarta dengan kearifan lokal, maka kemudian mengacu pada target materi sebagaimana dimaksud dalam pedoman, pada Dialog Pencegahan Terorisme di Provinsi DKI Jakarta Kelompok 1 tahap II ini adalah Radikalisme dan terorisme di Indonesia, Sejarah, Peta, jejaring dan pergerakan radikalisme dan terorisme di Indonesia, Berbagai peristiwa kejahatan terorisme di Indonesia, Para pelaku dan tokoh di balik terorisme, Factor penyebab terorisme di Indonesia. Kemudian Peraturan perundangan dan kebijakan pemerintah terkait dengan radikalisme dan terorisme, Solusi terorisme di Indonesia: langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan.

Dalam paparannya Kholid Novianto menyampaikan tentang munculnya radikalisme dari sebuah gagasan, maka kemudian dikemukakan oleh Kholid “Gagasan radikal klasik- yang menjadi embrio hampir di seluruh gerakan radikal dimulai oleh S Sayyid Quthb dari buku Maalim Fi Thariq. Buku ini kemudian mengilhami berbagai gerakan Islam di sejumlah negara. “ Gagasan radikalisme di Indonesia diantaranya adalah berdirinya gerakan NII dan Jamaah Islamiyah.

Menurut Kholid Novanto Para alumnus Afgan yang telah belajar ilmu askary [militer]. Lebih jauh mereka juga belajar pendalaman ideologi yang baru yang kelak dikenal dengan sebutan faham salafy jihadi. Dari ajaran ini mereka memahami makna satu-satunya dari ibadah jihad adalah qital fisabilillah (berperang di jalan Allah). ““[Proyek] terorisme di Indonesia seperti Bom Bali itu praktis dilakukan Hambali [generasi ke empat alumnus Afgan], tanpa keterlibatan Jamaah islamiah Indonesia. karena secara gagasan JI tidak sepaham dengan aksi Hambali. Namun kemudian ji dituduh dengan ulah hambali sebagai pelindung terorisme di indoensia. Banyak tokoh JI yang terpojokkan dengan aksi hambali ini. “

“Pasca kasus bom yang banyak terjadi di Indonesia, pemerintah makin represif terhadap para Alumnus Afgan. Sikap represif ini bukan hanya dari pemerintah namun juga dari ormas islam sendiri. Karena Sikap pemerintah dan ormas islam yang represif itu justru

(10)

Page | 10 mereka [alumnus Afgan]. Membentuk organisasi kelompok sakit hati/ tersingkir. Tujuannya organisasi ini adalah melawan pemerintah thogut.

Memperkaya peserta dengan paparan pada sessi 2 yang disampaikan oleh Syarifien Maloko dengan mengemukakan bahwa

Jihad wajib terorisme adalah haram.

“Pemahaman kosakata radikalisme juga perlu diluruskan, tidak memaksakan tafsir

sendiri dan mengklaim bahwa dialah yang paling benar. Ayat yang sering

digelintirkan oleh kaum radikal adalah Surah Ali – Imran ayat 104

“Dan hendaklah ada di antara

kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang

makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.

(QS. 3:104) Ayat inilah yang sering pelintir oleh kaum radikal untuk membenarkan

tindakannya. Islam sesunguhnya berkembang tidak dengan kekerasan. Ini yang harus

di pahami oleh Negara dan Ummat Islam. “ Selanjutnya Syarifien yang juga pernah

dipenjara pada kasus Tanjung Priok mengemukakan bahwa “Kasus tanjung Priok

tidaklah sederhana , Negara begitu tertutup dengan fakta. Bahkan cenderung

memanipulasi data yang ada. Narsum khawatir ini akan menjadi cikal bakal

radikalisme berikutnya. Pemerintah Dalam hal ini Selanjutnya narasumber meminta

dan menawarkan solusi dari masalah diatas dan poin pentingnya adalah

Reedukasi.”“Reedukasi yang dimaksud narsum adalah pendidikan sejarah secara

jujur, tidak dimanipulasi. Reedukasi ini harus terporgram, terstruktur yang

melibatkan seluruh potensi terutama pemerintah secara terkoordinir.”

B. PEMBAHASAN

Dalam diskusi yang dilakukan atas paparan atau bahan simulasi yang disampaikan, beberapa peserta masih belum menyepakati bahwa radikal terorisme itu berasal dari kelompok islam saja, faktanya banyak sekali kelompok diluar islam yang melakukan tindakan teror. Meski apa yang disampaikan Khalid Novianto adalah sebuah hasil riset, namun stigmatisasi teroris hanya pada kelompok islam dapat mencederai perasaan ummat islam dan sangat kontra produktif untuk upaya pencegahan.

Untuk itulah kemudian Syarifien Maloko memaparkan pentingnya tafsir yang tidak dimonopoli oleh satu pemikiran, namun lebih pada ijtima para ulama. Penafsiran

(11)

Page | 11 tentangnya perintah jihad dan haramnya teror merupakan langkah tepat untuk menghentikan pemahaman yang mengarah pada radikal terorisme.

C. TINDAK LANJUT

Akan dilakukan pertemuan pada 4 kali mendatang dengan peserta yang tetap dan dengan materi sesuai target materi yang digariskan pada Pedoman Pelaksanaan Dialog Pencegahan Terorisme.

(12)

Page | 12

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Meskipun hasil penelitian yang dilakukan oleh nara sumber bahwa ada sekelompok golongan islam yang terlibat pada terorisme, namun tidak dapat disimpulkan terorisme berasal dari kelompok islam saja, terorisme juga ada pada keompok agama lain;

2. Peserta mengharapkan kajian yang bersifat menyeluruh terhadap munculnya kelompok radikal terorisme dari kalangan umat islam tanpa kesan stigmatisasi terhadap kelompok pergerakan ummat islam, karena faktnya terorisme juga terjadi pada kelompok umat non islam;

3. Peserta menyepakati pentingnya dialog pencegahan terorisme dalam 6 kali pertemuan untuk menghasilkan suatu rekomendasi strategi pencegahan terorisme di Provinsi DKI Jakarta dengan kearifan lokal;

B. SARAN/REKOMENDASI

1. Agar Narasumber dapat lebih membangun bentuk dialogis guna menggali pemikiran bagi pencegahan terorisme tanpa melukai dengan adanya istilah Islam Teroris.

2. Perlunya data yang akurat untuk dapat menjelaskan tentang fakta fakta sejarah dan kelompok yang menghendaki tindakan teroris.

Referensi

Dokumen terkait

5) Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Dalam rangka menunjang perbaikan regulasi pengusahaan UCG diperlukan litbang UCG di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan mengingat

Namun, dari varian kesalahan yang paling sering ditemukan pada analisis data yang telah dilakukan, baik dalam murakkab id } a > fi > (FN berstruktur N+N)

penelitian terdahulu yang membuktikan bahwa Return on Asset (ROA) berpengaruh signifikan terhadap Dividend Payout Ratio (DPR) pada perusahaan otomotif dan komponen

bulan itu, itu, dan dan barangsiapa barangsiapa sakit sakit atau atau dalam dalam perjalanan perjalanan (lalu (lalu ia ia berbuka),2. berbuka), maka maka (wajiblah (wajiblah

Faktor penghambat yang dihadapi dalam penyelesaian terhadap kasus pencemaran limbah pabrik tekstil ini dikarenakan pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup terkait

Disain platform menggunakan tiga buah motor servo yang berfungsi sebagai penggerak segitiga yang dihubungkan dengan IMU, seperti yang dapat dilihat pada Gambar

Bakmi Popo Mengapa memilih calon suksesi diluar dari keluarga? Sebagai bentuk apresiasi terhadap karyawan Karena menimbang melalui masa kerja terlama Karena orang

Hasil penelitian ini antara lain : 1) Proses Pengadaan Peralatan Laboratorium Komputer Jurusan Akuntansi SMK N 1 Klaten: a) Identifikasi kebutuhan peralatan yang dilakukan