• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

16 2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Akuntansi Manajemen Lingkungan

2.1.1.1 Definisi Akuntansi Manajemen Lingkungan

Akuntansi Manajemen Lingkungan (Environmental Management Accounting) merupakan salah satu sub sistem dari akuntansi lingkungan yang menjelaskan sejumlah persoalan mengenai persoalan penguantifikasian dampak-dampak bisnis perusahaan ke dalam sejumlah unit moneter dan non moneter, Rustika dan Prastiwi (2011). Akuntansi manajemen lingkungan juga dapat digunakan sebagai suatu tolak ukur dalam kinerja lingkungan (Ikhsan, 2009).

Pandangan bahwa akuntansi manajemen lingkungan secara dominan berhubungan terhadap penyediaan informasi untuk pengambilan keputusan internal, dijelaskan dalam US EPA (1995), sebagai berikut :

“Akuntansi manajemen lingkungan merupakan suatu proses pengidentifikasian, pengumpulan dan penganalisisan informasi tentang biaya-biaya dan kinerja untuk membantu pengambilan keputusan organisasi”.

Menurut Ikhsan (2009:50) konsep akuntansi manajemen lingkungan digunakan untuk melakukan pemonitoran dan pengevaluasian informasi yang terukur dari keuangan maupun akuntansi manajemen (dalam unit moneter) serta arus data tentang bahan dan energi yang saling berhubungan secara timbal balik guna

(2)

meningkatkan efisiensi pemanfaatan bahan – bahan maupun energy, mengurangi dampak lingkungan dari operasi perusahaan, produk – produk dan jasa, mengurangi risiko – risiko lingkungan dan memperbaiki hasil – hasil dari manajemen perusahaan. Bennett dan James (1998) dalam Saeidi et all (2011), EMA telah dikenal sebagai generasi, analisis dan penggunaan informasi keuangan dan non-keuangan dalam rangka meningkatkan kinerja lingkungan dan ekonomi perusahaan dan menyatakan bahwa EMA adalah akuntansi manajemen pelengkap pendekatan pendekatan akuntansi keuangan. The International Federation of Accountants (2005) mendefinisikan akuntansi manajemen lingkungan sebagai:

“Pengembangan manajemen lingkungan dan kinerja ekonomi seluruhnya serta implementasi dari lingkungan yang tepat – hubungan sistem akuntansi dan praktik. Hal ini dapat mencakup pelaporan dan audit pada beberapa perusahaan, secara umum EMA meliputi Life Cycle Assesment, full cost

accounting, benefit assessment, dan perencanaan strategis untuk manajemen

lingkungan..”

Fokus Environmental Management Accounting (EMA) untuk suatu perusahaan berbeda-beda, tergantung pada tujuannya, informasi apa yang hendak dicapai dalam penerapan EMA, misalnya untuk manajer suatu departemen akan berfokus terhadap informasi mengenai EMA yang diterapkan untuk departemennya saja, atau misalnya perusahaan ingin mendapatkan informasi megenai pelaksanaan EMA dalam satu siklus hidup sebuah produk ( Life Cycle Analysis), (Singgih,2011).

The United Nations Divisions for Sustainable Development (UNDSD) (2001)

(3)

lingkungan. Definisi tersebut mengutamakan bahwa sistem akuntansi manajemen lingkungan menghasilkan informasi untuk pengambilan keputusan internal, dimana informasi dapat juga terfokus secara fisik atau moneter.

EMA yang dikembangkan oleh Burrit et.al (2002) mengintegrasikan dua komponen lingkungan, yaitu :

1. Monetary Environmental Management Accounting (MEMA), berbasis pada

monetary procedure merupakan upaya mengidentifikasi, mengukur dan

mengalokasikan biaya lingkungan berdasarkan perilaku aliran keuangan dalam biaya. MEMA didasarkan pada akuntansi manajemen konvensional yang diperluas untuk masalah lingkungan, dan merupakan alat utama untuk mengambil keputusan manajemen internal.

2. Physical Environmental Management Accounting (PEMA), berbasis pada

material flow balance procedure merupakan suatu pendekatan untuk

mengidentifikasi berbagai perilaku sumber biaya lingkungan. Hal ini akan berguna bagi manajemen untuk dasar alokasi biaya lingkungan yang terjadi.

Berdasarkan pendekatan gabungan ini dapat dihasilkan alokasi biaya produksi yang tepat sehingga benar-benar mencerminkan harga pokok yang akurat setiap produk. Selain itu manajemen dapat melakukan pengendalian terhadap aktivitas produksi yang mengakibatkan munculnya berbagai biaya lingkungan EMA merupakan konsep komprehensif untuk mengidentifikasi sumber biaya dan mengukur biaya lingkungan. Limbah menjadi mahal bukan karena biaya pembuangannya, tetapi

(4)

karena terbuangnya nilai beli bahan. Sehingga limbah merupakan pertanda inefisiensi produksi. Namun EMA mempunyai kelemahan, yaitu kurang bakunya definisi atas biaya lingkungan dan tarikan kepentingan dari pihak manajemen dalam melaporkan biaya lingkungan, IFAC (2005).

Perkembangan terbaru akuntansi manajemen lingkungan adalah sebuah dorongan secara proaktif untuk melihat seberapa jauh perusahaan melakukan tindakan manajemen lingkungan secara efektif dan efisiensi, (Berry dan Rodinelii, 1999).

2.1.1.2 Perbedaan Akuntansi Manajemen Konvensional dan Akuntansi Manajemen Lingkungan

Dalam dunia bisnis yang ideal, perusahaan-perusahaan cenderung akan menggambarkan aspek lingkungan dalam proses akuntansi mereka melalui sejumlah pengidentifikasian terhadap biaya-biaya, produk-produk, proses-proses, dan jasa. Meskipun sistem akuntansi konvensional memiliki peran penting dalam perkembangan dunia bisnis, akan tetapi sistem akuntansi konvensional yang ada tidak cukup mampu untuk disesuaikan pada biaya-biaya lingkungan dan sebagai hasilnya hanya mampu menunjukkan akun untuk biaya umum tak langsung, (Rustika dan Prastiwi, 2011).

Menurut CSM ( Center for Sustainabillity Management ) dan ASEP ( Asia

Society for Environmental Protection) 2006, Akuntansi Manajemen Lingkungan

(5)

tradisional. Kelebihan yang dapat diberikan oleh akuntansi manajemen lingkungan dibandingkan dengan akuntansi manajemen konvensional adalah;

1. Meningkatnya tingkat kepentingan ‘biaya terkait lingkungan’. Seiring dengan meningkatnya kesadaran lingkungan, peraturan terkait lingkungan menjadi semakin ketat sehingga bisnis harus mengeluarkan investasi yang semakin besar untuk mengakomodasi kepentingan tersebut. Jika dulu biaya pengelolaan lingkungan relatif kecil, kini jumlahnya menjadi cukup signifikan bagi perusahaan. Banyak perusahaan yang kemudian menyadari bahwa potensi untuk meningkatkan efisiensi muncul dari besarnya biaya lingkungan yang harus ditanggung.

2. Lemahnya komunikasi bagian akuntansi dengan bagian lain dalam perusahaan. Walaupun keseluruhan perusahaan mempunyai visi yang sama tentang ‘biaya’, namun tiap-tiap departemen tidak selalu mampu mengkomunikasikannya dalam bahasa yang dapat diterima oleh semua pihak. Jika di satu sisi bagian keuangan menginginkan efisiensi dan penekanan biaya, di sisi lain bagian lingkungan menginginkan tambahan biaya untuk meningkatkan kinerja lingkungan, Ikhsan (2009:45). Walaupun eko-efisiensi bisa menjadi jembatan antar kepentingan ini, namun kedua bagian tersebut berbicara dari sudut pandang yang berseberangan.

3. Menyembunyikan biaya lingkungan dalam pos biaya umum (overhead). Ketidakmampuan akuntansi tradisional menelusuri dan menyeimbangkan

(6)

akuntansi lingkungan dengan akuntansi keuangan menyebabkan semua biaya dari pengolahan limbah, perizinan dan lain-lain digabungkan dalam biaya

overhead; sebagai konsekuensinya biaya overhead menjadi ‘membengkak’.

4. Ketidaktepatan alokasi biaya lingkungan sebagai biaya tetap. Karena secara tradisional biaya lingkungan tersembunyi dalam biaya umum, pada saat diperlukan, akan menjadi sulit untuk menelusuri biaya sebenarnya dari proses, produk atau lini produksi tertentu. Jika biaya umum dianggap tetap, biaya limbah sesungguhnya merupakan biaya variabel yang mengikuti volume limbah yang dihasilkan berbanding lurus dengan tingkat produksi.

5. Ketidaktepatan perhitungan atas volume (dan biaya) atas bahan baku yang terbuang. Berapa sebenarnya biaya limbah? Akuntansi tradisional akan menghitungnya sebagai biaya pengelolaannya, yaitu biaya pembuangan atau pengolahan. EMA akan menghitung biaya limbah sebagai biaya pengolahan ditambah biaya pembelian bahan baku. Sehingga biaya limbah yang dikeluarkan lebih besar (sebenarnya) daripada biaya yang selama ini diperhitungkan

6. Tidak dihitungnya keseluruhan biaya lingkungan yang relevan dan signifikan dalam catatan akuntansi.

Dapat disimpukan bahwa akuntansi manajemen lingkungan menganalisis biaya-biaya dan manfaat-manfaat yang berhubungan dengan lingkungan, memberikan kontribusi terhadap pengakuan, pertambahan modal dan beban-beban operasi, alat

(7)

pengendalian pencemaran, dan kewajiban lingkungan. Organisasi atau perusahaan harus mempertimbangkan dan memperhatikan faktor lingkungan dalam proses bisnis dan akuntansi dengan mengidentifikasi biaya-biaya lingkungan yang berhubungan dengan produk, proses dan jasa. Kenyataanya keberadaan akuntansi manajemen konvensional tidak bisa menguraikan secara lengkap terhadap biaya-biaya lingkungan dan sebagai hasilnya, biaya-biaya lingkungan diatributkan ke dalam akun overhead (general overhead) secara sederhana. Manajer tidak menyadari keberadaaan biaya-biaya tersebut sehingga mereka tidak memiliki informasi untuk mengendalikan dan mengurangi biaya lingkungan tersebut, (Putra,Wirmie Eka, 2008).

Akuntansi manajemen lingkungan dibutuhkan untuk mengantisipasi biaya-biaya lingkungan , karena EMA menyediakan informasi keuangan dan non keuangan untuk mendukung proses-proses manajemen lingkungan internal. Frost dan Wilmhurst (2000) dalam Johnson (2004) menyatakan bahwa akuntansi manajemen lingkungan melengkapi akuntansi manajemen konvensional dengan tujuan untuk mengembangkan teknik-teknik secara tepat untuk membantu pengidentifikasian dan pengalokasian biaya-biaya yang berhubungan dengan lingkungan. Oleh karena itu penting bagi perusahaan-perusahaan atau organisasi lainnya agar dapat meningkatkan usaha dalam mempertimbangkan konservasi lingkungan secara berkelanjutan, (Environmental accounting guidelines, 2005 :4)

(8)

TABEL 2.1

Perbedaan Akuntansi Manajemen dan Akuntansi Manajemen Lingkungan

Akuntansi Manajemen Akuntansi Manajemen Lingkungan

Akuntansi Manajemen ( AM) :

Pengidentifikasian, peganalisaan dan penggunaan biaya serta informasi lain untuk pengambilan keputusan di dalam satu organisasi

Akuntansi Manajemen Lingkungan (AML) : Akuntansi manajemen dengan tertentu terfokus kepada arus informasi bahan-bahan dan energy serta informasi biaya lingkungan

(Sumber : Ikhsan, 2009)

TABEL 2.2

Dimensi lingkungan terhadap akuntansi manajemen

Akuntansi Manajemen Akuntansi Manajemen Lingkungan Terkait mandatory pelaporan eksternal Hubungan pelaporan eksternal lainnya Akuntansi Manajemen (AM) Sebuah organisasi mengembangkan informasi dari nonmoneter dan moneter untuk mendukung secara rutin dan strategis pembuatan keputusan oleh internal manajer

Akuntansi Manajemen Lingkungan :

Manajemen lingkungan dan kinerja ekonomi melalui manajemen sistem akuntansi dan praktik terfokus pada informasi fisik berdasarkan arus energy, air, bahan, dan sisa, seperti sebaik informasi moneter terkait biaya, laba dan savings.

Pada umumnya tidak ada pelaporan eksternal yang mengharuskan secara spesifik terkait dengan akuntansi manajemen atau akuntansi manajemen lingkungan. Organisasi menggunakan beberapa dari informasi yang dikumpulkan dibawah akuntansi manajemen lingkungan untuk pelaporan regulasi lingkungan, pelaporan nasional atau pelaporan sukarela lingkungan perusahaan dan sustainaibilitas

pelaporan.

(Sumber : IFAC (International Federation Of Accountans). 2005 : 20)

2.1.1.3 Manfaat dan Keuntungan Akuntansi Manajemen Lingkungan 2.1.1.3.1 Manfaat potensial Akuntansi Manajemen Lingkungan bagi perusahaan / industri, yaitu :

1. Menjadikan perusahaan mempunyai kemampuan secara akurat meneliti dan mengatur penggunaan sumberdaya alam, serta menjadikan perusahaan mampu mengurangi emisi pencemaran secara cost effective.

(9)

2. Menjadikan perusahaan mempunyai kemampuan secara akurat mengidentifikasi, mengestimasi, mengatur atau mengurangi biaya khususnya biaya lingkungan.

3. Menyediakan informasi yang lebih akurat dan lebih menyeluruh dalam mendukung keikutsertaan di dalam program penghematan biaya untuk memperbaiki kinerja lingkungan.

4. Menyediakan informasi yang lebih akurat dan menyeluruh untuk mengukur dan melaporkan kinerja lingkungan, seperti meningkatkan citra perusahaan pada stakeholders, pelanggan, masyarakat lokal, karyawan, pemerintah dan penyedia keuangan.

2.1.1.3.2 Manfaat potensial Akuntansi Manajemen Lingkungan bagi Pemerintah

1. Data dapat digunakan untuk memperkirakan dan melaporkan keuangan dan metriks kinerja lingkungan bagi operasi pemerintah.

2. Data berguna untuk pengambilan keputusan yang terkait dengan lingkungan dan lainnya dalam operasi pemerintah, termasuk didalamnya pembelian, penganggaran dan sistem manajemen lingkungan pemerintah. 3. Pemerintah dapat menggunakan data akuntansi manajemen lingkungan industria untuk mengembangkan ilmu tentang pengukuran dan pelaporan manfaat lingkungan serta pengungkapan keuangan suka rela dari

(10)

industria, pendekatan inovatif dalam perlindungan lingkungan dan program lain serta kebijakan-kebijakan pemerintah.

2.1.1.3.3 Manfaat Potensial Akuntansi Manajemen Lingkungan bagi Masyarakat :

1. Mampu untuk lebih efisien dan efektif menggunakan sumber-sumber daya alam, termasuk energy dan air.

2. Mampu mengurangi efektifitas biaya dan emisi

3. Mengurangi biaya-biaya masyarakat luar yang berhubungan dengan polusi seperti biaya terhadap monitoring lingkungan, pengendalian dan perbaikan sebagaimana biaya kesehatan publik yang baik.

4. Menyediakan peningkatan informasi untuk meningkatkan kebijakan pengambilan keputusan publik.

2.1.1.3.4 Keuntungan Akuntansi Manajemen Lingkungan

Menurut Guide to Corporate Environmental Cost Management (2003:7), manfaat dan keuntungan akuntansi manajemen lingkungan terdiri atas :

1. Kepatuhan ( Compliance )

Akuntansi manajemen lingkungan mendukung lingkungan lewat kepatuhan efisiensi biaya dengan regulasi lingkungan dan kebijakan yang dikenakan sendiri.

(11)

2. Eco-Efficiency

Akuntansi manajemen lingkungan mendukung pengurangan simultan dari biaya-biaya dan dampak lingkungan lewat penggunaan energi yang lebih efisiensi, air dan materials dalam operasi internal dan produk akhir

3. Posisi Strategik ( Strategic Position )

Akuntansi Manajemen lingkungan mendukung evaluasi dan implementasi dari program biaya efektif dan lingkungan sensitive untuk menjamin posisi strategi jangka panjang.

Data dan informasi EMA sangat berguna bagi manajemen dalam hal - hal yang terfokus pada lingkungan. EMA tidak hanya menyediakan data biaya yang penting untuk menilai dampak kegiatan keuangan manajemen, tetapi juga arus informasi fisik yang menandai dampak lingkungan. Data dan informasi yang diperoleh dengan melakukan EMA di perusahaan dapat memberikan keuntungan untuk kegiatan-kegiatan pro-lingkungan sebagai berikut:

1. Pencegahan Pencemaran/Polusi 2. Desain untuk lingkungan

3. Penilaian / Pembiayaan / Desain Daur Hidup Lingkungan 4. Jaringan manajemen lingkungan

5. Pembelian dengan pertimbangan lingkungan 6. Sistem Manajemen Lingkungan (ISO 14001) 7. Sistem Manajemen Lingkungan Proaktif

(12)

8. Evaluasi Kinerja Lingkungan & Benchmarking

9. Pelaporan kinerja lingkungan (Environmental Performance Reporting).

2.1.2 Dorongan Akuntansi Manajemen Lingkungan Proaktif

Perkembangan terbaru akuntansi manajemen lingkungan adalah sebuah dorongan secara proaktif untuk melihat seberapa jauh perusahaan melakukan tindakan manajemen lingkungan secara efektif dan efisiensi, Berry dan Rodinelli (1999). Kebijakan lingkungan pada awalnya selalu mengambil sikap reaktif, yaitu mengantisipasi dampak merugikan, yang dihasilkan dari suatu aktifitas kegiatan manusia. Ketika pendekatan ini dirasa kurang menguntungkan terutama dari segi perkembangan ilmu lingkungan dekade terakhir ini (seperti menurunkan daya inovasi dan mengesampingkan kegiatan pengelolaan lingkungan itu sendiri), kemudian beralih menjadi pendekatan lebih proaktif dalam menangani masalah lingkungan, (Purwanto, 2004)

Schwarzer (1997:1) memberikan definisi atau pengertian sikap proaktif dengan mengatakan sebagai berikut ::

“ Proactive attitude (PA) is a personality characteristic which has

implications for motivation and action. It is a belief in the rich potential of changes that can be made to improve oneself and one's environment. This includes various facets such as resourcefulness, responsibility, values, and vision”

Proactive attitude merupakan karakteristik personal yang berimplikasi

terhadap motivasi dan tindakan nyata yang dilakukannya. Sikap proaktif individu dapat berupa pengaruh lingkungan eksternal maupun internal. Tingkat intelegensi,

(13)

keberanian, dan kekuatan terdapat di dalam sikap proaktif individu dan mempengaruhi pencapaian tujuan dan ketekunan individu dalam organisasi. Dapat di simpulkan bahwa perusahaan (manajemen) harus mampu mengantisipasi berbagai perkembangan yang sedang dan akan terjadi kemudian melakukan berbagai tindakan untuk menjawab tantangan yang ada dengan bersikap proaktif, yang pada akhirnya dapat menciptkan keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki oleh organisasi lainnya. Pergeseran ke manajemen lingkungan proaktif didorong oleh tekanan dari pemerintah, pelanggan, karyawan, dan pesaing. Konsumen dan investor mulai melihat dengan jelas hubungan antara kinerja bisnis dan kualitas lingkungan. Kecenderungan ke arah pengelolaan lingkungan proaktif didukung oleh tekanan publik pada pemerintah hampir di mana-mana untuk menjamin clean product. Perusahaan yang mengadopsi strategi proaktif pengelolaan lingkungannya menjadi lebih dominan dalam menuntut kinerja lingkungan yang bertanggung jawab karena dapat menaikan pendapatan dan menyebar pendidikan mengenai lingkungan. (Berry dan Rodinelli, 1999).

Lopez-Gamero, et al. (2009) dalam Saeidi et all (2011), bersikap proaktif dalam pengelolaan lingkungan di samping mengurangi dampak lingkungan, juga dapat menyebabkan keberhasilan ekonomi yang berkelanjutan. Pengelolaan manajemen lingkungan oleh perusahaan-perusahaan memiliki dua dimensi, yaitu :

 Pertama, Proses menjadi lingkungan pro-aktif dan

(14)

Menjadi proaktif dalam isu-isu lingkungan di perusahaan pasti menyebabkan perubahan dalam jumlah biaya produk. Oleh karena itu, perusahaan perlu memperkirakan semua biaya perusahaan (termasuk biaya lingkungan) untuk pengambilan keputusan yang lebih baik, Jasch, (2003). Dengan Environmental

Management Accounting proactive, biaya tetap yang tersembunyi dan tersebar di account yang berbeda dalam sistem akuntansi konvensional diidentifikasi,

diklasifikasikan, dialokasikan, dan diukur yang memungkinkan perusahaan untuk mencegah hilangnya kesempatan untuk mendapatkan perbaikan lingkungan (Henri & Journeault, 2008). Dorongan akuntansi manajemen lingkungan proaktif terdiri dari dorongan manajemen lingkungan dan manajemen lingkungan proaktif yang di dalamnya menjabarkan mengenai tatakelola lingkungan baik peraturan pemerintah,

stakeholders, biaya lingkungan, desain lingkungan dan lain-lain. Sistem lingkungan

proaktif yang mulai dikenal salah satunya adalah pendekatan Total Quality

Environmental Management (TQEM; GEMI, 1994). Pendekatan ini terutama dikenal

karena menjadi jalan menuju tahap 'sustainable development / growth' (pembangunan / pertumbuhan berkelanjutan), yang dianggap sementara kalangan sebagai kondisi ideal.

2.1.2.1. Total Quality Environmental Management (TQEM)

ISO 9000 (2000) mendefinisikan kualitas sebagai : totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bersandar pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau diimplikasikan. Manajemen lingkungan berbasis

(15)

kualitas, atau sering kita sebut Total Quality Environmental Management (TQEM), sesuai dengan definisi diatas adalah praktek manajemen lingkungan yang mampu memberikan nilai tambah pada produk atau jasa akhir perusahaan, yang sesuai dengan keinginan konsumen lingkungan yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, tim kerja, produktivitas dan pengertian serta kepuasan pelanggan.

TQEM berangkat dari pandangan bahwa limbah atau polusi dapat dilihat sebagai inefisiensi atau kecacatan di dalam proses yang berakibat rendahnya kinerja lingkungan perusahaan. Perangkat dan filosofi Total Quality Management (TQM) dapat digunakan untuk memperbaiki kinerja lingkungan dengan menghilangkan limbah atau mengurangi dampaknya. Aplikasi perangkat ini dan filosofinya untuk memperbaiki kinerja lingkungan dikenal sebagai TQEM (Total Quality

Environmental Management ), (Purwanto,2004).

TQEM pertama kali diluncurkan oleh Global Environment Management

Initiatives (GEMI, suatu asosiasi lebih dari 30 perusahaan besar dunia yang menitik

beratkan pada kerjasama dalam bidang pengelolaan lingkungan di perusahaan, 2000), di tahun 1993, yang idenya sebagian diinspirasikan dari keberhasilan TQM di awal tahun 1990an. Memposisikan TQM dalam pengelolaan lingkungan memunculkan konsep Total Quality Environmental Management ( TQEM ). Adapun menurut GEMI ( The Global Environmental Performance Initiative ) 1993 :

“ Manfaat penerapan TQEM mencerminkan manfaat penerapan TQM, yaitu memperbaiki kepuasan pelanggan, memperbaiki efektivitas organisasi dan meningkatkan daya saing, serta mencegah terjadinya pencemaran dan pengrusakkan lingkungan. TQEM mendefinisikan pelanggan lebih luas, yaitu

(16)

pelanggan internal (seluruh bagian departemen dan tingkat manajemen yang lebih tinggi) dan pelanggan eksternal (konsumen, regulasi, legislasi, masyarakat, kelompok pencinta lingkungan)..“

TQEM secara umum adalah sistem pengelolaan lingkungan dengan menerapkan prinsip-prinsip kualitas total, pada dasarnya TQEM merupakan manajemen kuliatas yang berfokus pada berbaikan terus menerus.

2.1.2.2 Manajemen Lingkungan

2.1.2.2.1 Pengertian Manajemen Lingkungan

Pengertian manajemen menurut Daft, L Richard (2000), manajemen merupakan pencapaian sasaran-sasaran organisasi dengan cara yang efektif dan efisiensi melalui perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian sumber daya organisasi. Sedangkan menurut Terry (1982), manajemen adalah proses tertentu yang terdiri dari kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan sumber daya manusia dan sumber daya lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah sekumpulan aktifitas yang disengaja (merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan) yang terkait dengan tujuan tertentu.

Lingkungan menurut definisi umum yaitu segala sesuatu disekitar subyek manusia yang terkait dengan aktifitasnya. Elemen lingkungan adalah hal-hal yang terkait dengan: tanah, udara, air, sumberdaya alam, flora, fauna, manusia, dan hubungan antar faktor-faktor tersebut. Titik sentral isu lingkungan adalah manusia. Jadi manajemen lingkungan bisa diartikan sekumpulan aktifitas merencanakan,

(17)

mengorganisasikan, dan menggerakkan sumber daya manusia dan sumber daya lain untuk mencapai tujuan kebijakan lingkungan yang telah ditetapkan. ( Purwanto, Andie Tri, 2004 ).

Berdasarkan cakupannya manajemen lingkungan dalam 2 macam yaitu: 1. Lingkungan internal (di dalam lingkungan pabrik / lokasi fasilitas produksi),

yaitu yang termasuk didalamnya kondisi lingkungan kerja, dampak yang diterima oleh karyawan dalam lingkungan kerjanya, fasilitas kesehatan, asuransi pegawai, dll.

2. Lingkungan eksternal (lingkungan di luar lokasi pabrik / fasilitas produksi), yaitu segala hal yang dapat menimbulkan dampak pada lingkungan disekitarnya, termasuk masyarakat di sekitar lokasi pabrik, dan pihak yang mewakilinya (Pemerintah, pelanggan, investor/pemilik). Aktifitas yang terkait yaitu komunikasi dan hubungan dengan masyarakat, usaha-usaha penanganan pembuangan limbah ke saluran umum, perhatian pada keseimbangan ekologis dan ekosistem di sekitar pabrik, dll.

2.1.2.2.2 Perangkat Manajemen Lingkungan

Menurut ISO 14001 perangkat dalam manajemen lingkungan terbagi menjadi tiga :

1. Pencegahan Polusi 2. Cleaner production 3. Eco-Efisiensi

(18)

Penjelasan perangkat manajemen lingkungan di atas dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Pencegahan Polusi

Konsep 'pollution prevention' (P2) dinyatakan sebagai pola pikir lingkungan proaktif yang menjanjikan manajemen industri lebih berkelanjutan. Dengan sasaran pada penyebab, daripada akibat, aktifitas mempolusi, P2 mencari cara menghilangkan polutan disumbernya dan sekaligus menghindari kebutuhan untuk mengolah atau membuang polutan tersebut. Konsep P2 menawarkan pemecahan ‘win-win’ dimana inovasi dan cara berpikir baru akan membawa pada pengurangan limbah, dan sekaligus membuat keuntungan bagi perusahaan dengan mengurangi biaya atau merangsang produk baru.

2. Cleaner Production

Definisi Cleaner Production seperti yang diadopsi oleh UNEP (United

Nations Environment Programme). adalah sebagai berikut :

“ CP adalah aplikasi terus-menerus strategi terintegrasi perlindungan lingkungan pada proses, produk, dan jasa-jasa untuk meningkatkan efisiensi keseluruhan, dan mengurangi resiko pada manusia dan lingkungan “.

CP dapat diaplikasikan pada proses yang digunakan dalam setiap industri, untuk memproduksi, dan pada macam-macam jasa yang disediakan dalam masyarakat. Bagi proses produksi, CP dihasilkan dari satu atau kombinasi mengkonservasi material mentah, air, energi, menghilangkan

(19)

material mentah beracun dan berbahaya; dan mengurangi jumlah dan toksisitas semua emisi dan limbah di sumbernya selama proses produksi. Bagi produk, CP bertujuan untuk mengurangi dampak lingkungan, kesehataan, dan keselamataan produk selama keseluruhan siklus hidupnya, dari ekstraksi material mentah, melalui pembuatan, penggunaan, sampai pembuangan akhir dari produk. Bagi jasa, CP mengimplikasikan penggabungan perhatian lingkungan kedalam pendesainan dan pengiriman jasa.

3. Eco-Efisiensi

Istilah Eko-efisiensi resmi dikeluarkan oleh World Business Council

for Sustainable Development (WBCSD) di tahun 1996, yang didefinisikan

sebagai :

“ Pengiriman secara kompetitif barang-barang atau jasa yang memuaskan kebutuhan manusia dan meningkatkan kualitas hidup, dimana juga secara progresif mengurangi dampak ekologis dan intensitas penggunaan sumberdaya di seluruh siklus hidup, ke tingkat yang relatif sama dengan estimasi kapasitas dukung bumi “.

Menurut Burrit dan Saka (2006) Konsep eco-efisiensi mengandung tiga hal penting. Pertama, perbaikan kinerja ekologi dan ekonomi dapat dan sudah seharusnya saling melengkapi. Kedua, perbaikan kinerja lingkungan seharusnya tidak lagi dipandang hanya sebagai amal dan derma, tetapi juga sebagai persaingan (competitiveness). Ketiga, ekoefisiensi adalah suatu pelengkap dan pendukung pengembangan yang berkesinambungan

(20)

(sustainable development). Pengembangan yang berkesinambungan didefinisikan sebagai pengembangan yang memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

Konsep ini juga menginginkan bisnis mendapat nilai lebih dari input material dan energi yang lebih rendah dan dengan mengurangi limbah. Untuk itu perusahaan perlu bertindak proaktif, kreatif dan inovatif. Definisi lain Eco Efisiensi adalah kombinasi ekonomi dan efisiensi ekologi, dan pada dasarnya ‘doing more with less’ artinya memproduksi lebih banyak barang dan jasa dengan lebih sedikit energi dan sumber daya alam, yang hasilnya adalah polusi dan limbah yang lebih sedikit, ( Environmental Australia,1999).

2.1.2.2.3 Dorongan Manajemen Lingkungan

Berry dan Rondinelly (1998), mensinyalir ada beberapa kekuatan yang mendorong perusahaan untuk melakukan tindakan manajemen lingkungan. Faktor-faktor tersebut adalah:

2.1.2.2.3.1 Regulatory Demand

Tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan muncul sejak 30 tahun terakhir ini, setelah masyarakat meningkatkan tekanannya kepada pemerintah untuk menetapkan peraturan pemerintah sebagai dampak meluasnya polusi. Sistem pengawasan manajemen lingkungan menjadi dasar untuk skor lingkungan, seperti program-program kesehatan dan keamanan lingkungan.

(21)

Perusahaan merasa penting untuk bisa mendapatkan penghargaan di bidang lingkungan, dengan berusaha menerapkan prinsip-prinsip TQEM (Total Quality

Environmental Management ) secara efektif, misalnya dengan penggunaan teknologi

pengontrol polusi melalui penggunaan clean technology. Di sisi lain, berbagai macam regulasi tentang lingkungan belum mampu menciptakan win-win solution diantara pihak terkait dalam menciptakan inovasi dan persaingan serta tingkat produktivitas yang tinggi terhadap seluruh perusahaan. Porter (1995), mengindikasikan bahwa dalam pembuatan regulasi lingkungan hendaknya melibatkan para enviromentalist, legeslatif dan perusahaan, sehingga dapat menciptakan mata rantai ekonomi, yakni environment, produktivitas sumber daya, inovasi dan persaingan.

2.1.2.2.3.2 Cost factors

Adanya komplain terhadap produk-produk perusahaan, akan membawa konsekuensi munculnya biaya pengawasan kualitas yang tinggi, karena semua aktivitas yang terlibat dalam proses produksi perlu dipersiapkan dengan baik. Hal ini secara langsung akan berdampak pada munculnya biaya yang cukup tinggi, seperti biaya sorting bahan baku, biaya pengawasan proses produksi, dan biaya pengetesan. Konsekuensi perusahaan untuk mengurangi polusi juga berdampak pada munculnya berbagai biaya, seperti penyediaan pengolahan limbah, penggunaan mesin yang clean

(22)

Biaya lingkungan adalah biaya-biaya yang terjadi karena adanya kualitas lingkungan yang buruk atau karena kualitas lingkungan yang buruk yang mungkin terjadi. Maka, biaya lingkungan berhubungan dengan kreasi, deteksi, perbaikan, dan pencegahan degradasi lingkungan. Dengan definisi ini, biaya lingkungan dapat diklasifikasikan mnjadi empat kategori: biaya pencegahan (prevention cost), biaya deteksi (detection cost), biaya kegagalan internal (internal failure cost), dan biaya kegagalan eksternal (external failure cost). Selanjutnya, biaya kegagalan eksternal

dapat dibagi lagi menjadi kategori yang direalisasi dan yang tidak direalisasi, Rustika dan Prastiwi (2011).

TABEL 2.3

Kategori Biaya Lingkungan

No Biaya Kualitas Lingkungan Contoh

1 Biaya Pencegahan Lingkungan (environmental prevention costs)

adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk mencegah diproduksinya limbah dan/atau sampah yang dapat merusak lingkungan

Evaluasi dan pemilihan pemasok, evaluasi dan pemilihan alat untuk mengendalikan polusi, desain proses dan produk untuk mengurangi dan menghapus limbah, melatih pegawai, mempelajari dampak lingkungan, audit risiko lingkungan, daur ulang produk, pemerolehan sertifikasi ISO 14001.

2 Biaya Deteksi Lingkungan (environmental detection costs)

adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk menentukan bahwa produk, proses, dan aktivitas lain di perusahaan telah memenuhi standar lingkungan yang berlaku atau tidak.

Audit aktivitas lingkungan, pemeriksaan produk dan proses, pengembangan ukuran kinerja lingkungan, pelaksanaan pengujian pencemaran, verifikasi kinerja lingkungan dari pemasok, serta pengukuran tingkat pencemaran

3 Biaya Kegagalan Internal Lingkungan (environmental internal failure costs)

adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan karena

diproduksinya limbah dan sampah, tetapi tidak dibuang ke lingkungan luar

Pengoperasian peralatan untuk mengurangi atau menghilangkan polusi, pengolahan dan pembuangan limbah beracun, pemeliharaan peralatan polusi, lisensi fasilitas untuk memproduksi limbah, serta daur ulang sisa bahan.

(23)

4 Biaya Kegagalan Eksternal Lingkungan (environmental external failure)

adalah biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan serta melepas limbah atau sampah ke dalam lingkungan. Biaya ini terbagi menjadi dua yaitu

- Biaya kegagalan eksternal yang direalisasi (realized external failure costs) adalah biaya yang dialami dan dibayar oleh perusahaan.

- Biaya kegagalan eksternal yang tidak direalisasikan (unrealized external failure costs) atau biaya sosial disebabkan oleh perusahaan, tetapi dialami dan dibayar oleh pihak-pihak di luar perusahaan.

- Contoh biaya kegagalan eksernal yang direalisasi adalah: pembersihan danau yang tercemar, pembersihan minyak yang tumpah, pembersihan tanah yang tercemar, penggunaan bahan baku dan energi secara tidak efisien, penyelesaian klaim kecelakaan pribadi dari praktik kerja yang tidak ramah lingkungan, dll.

- Contoh biaya sosial adalah: mencakup perawatan medis karena udara yang terpolusi (kesejahteraan individu), hilangnya kegunaan danau sebagai tempat rekreasi karena pencemaran (degradasi), hilangnya lapangan pekerjaan karena pencemaran (kesejahteraan individual), dan rusaknya ekosistem karena pembuangan sampah padat (degradasi).

Sumber : Diadaptasi dari Hansen dan Mowen, (2009) buku 2 Edisi ke 8 (pg.413- 415) 2.1.2.2.3.3 Stakeholder forces

Strategi pendekatan proaktif terhadap manajemen lingkungan dibangun berdasarkan prinsip-prinsip manajemen, yakni mengurangi waste dan mengurangi biaya produksi, demikian juga respond terhadap permintaan konsumen dan

stakeholder. Perusahaan akan selalu berusaha untuk memuaskan kepentingan stakeholder yang bervariasi dengan menemukan berbagai kebutuhan akan manajemen

lingkungan yang proaktif.

2.1.2.2.3.4 Competitive requirements

Semakin berkembangnya pasar global dan munculnya berbagai kesepakatan perdagangan sangat berpengaruh pada munculnya gerakan standarisasi manajemen kualitas lingkungan. Persaingan nasional maupun internasional telah menuntut perusahaan untuk dapat mendapatkan jaminan dibidang kualitas, antara lain seri ISO

(24)

9000. Sedangkan untuk seri ISO 14000 dominan untuk standar internasional dalam sistem manajemen lingkungan. Keduanya memiliki perbedaan dalam kriteria dan kebutuhannya, namun dalam pelaksanaannya saling terkait, yakni dengan mengintegrasikan antara sistem manajemen lingkungan dan sistem manajemen perusahaan, untuk mencapai keunggulan dalam persaingan, dapat dilakukan dengan menerapkan green alliances (Hartman dan Stafford, 1995). Green alliances merupakan partner diantara pelaku bisnis dan kelompok lingkungan untuk mengintegrasikan antara tanggungjawab lingkungan perusahaan dengan tujuan pasar. 2.1.2.3 Manajemen Lingkungan Proaktif

Berry dan Rodineli (1999) Manajemen lingkungan proaktif merupakan sistem manajemen lingkungan yang komprehensif yang terdiri dari kombinasi lima (5) pendekatan, yaitu:

1) Meminimalkan dan mencegah waste, 2) Manajemen demand side,

3) Desain lingkungan 4) Product stewardship dan 5) Akuntansi full-costing.

2.1.2.3.1 Meminimalkan dan mencegah waste

Merupakan perlindungan lingkungan efektif yang sangat membutuhkan aktivitas pencegahan terhadap aktivitas yang tidak berguna. Pencegahan polusi merupakan penggunaan material atau bahan baku, proses produksi atau praktek-praktek yang dapat mengurangi, miminimalkan atau mengeliminasi penyebab polusi atau sumber-sumber polusi. Tehnologi yang terkait dengan pencegahan polusi dalam

(25)

bidang manufaktur meliputi: pengganti bahan baku, modifikasi proses, penggunaan kembali material, recycling material dalam proses selanjutnya, dan penggunaan kembali material dalam proses yang berbeda (reuse). Tuntutan aturan dan cost untuk pengawasan polusi yang semakin meningkat merupakan faktor penggerak bagi perusahaan untuk menemukan cara-cara yang efektif dalam mencegah polusi.

2.1.2.3.2 Demand-side management

Merupakan sebuah pendekatan dalam pencegahan polusi yang asal mulanya digunakan dalam dunia industri. Konsep ini difokuskan pada pemahaman kebutuhan dan preferensi konsumen dalam penggunaan produk, dan didasarkan pada tiga prinsip yang mendasar, yaitu: tidak menyisakan produk yang waste, menjual sesuai dengan jumlah kebutuhan konsumen dan membuat konsumen lebih effisien dalam menggunakan produk. Demand-side management industri mengharuskan perusahaan untuk melihat dirinya sendiri dalam cara pandang baru, sehingga dapat menemukan peluang-peluang bisnis baru.

2.1.2.3.3 Desain lingkungan

Merupakan bagian integral dari proses pencegahan polusi dalam manajemen lingkungan proaktif. Perusahaan sering dihadapkan pada ineffisiensi dalam mendesain produk, misalnya produk tidak dapat dirakit kembali, di-upgrade kembali, dan di-recycle. Design for environmental (DFE) dimaksudkan untuk mengurangi biaya reprocessing dan mengembalikan produk ke pasar secara lebih cepat dan ekonomis. DfE (Design for Environment) menurut Environment Australia (1999)

(26)

adalah proses untuk mengurangi dampak lingkungan dari produk yang dirakit perusahaan dengan menerapkan perbaikan pada tahap desain. Memiliki hubungan erat dengan Life Cycle Assessment / LCA.

Pendekatan DfE mendorong perusahaan untuk mempertimbangkan lingkungan dan resiko kesehatan manusia dalam semua keputusan bisnisnya. Sebagai tambahan, DfE juga mendorong perusahaaan untuk mengevaluasi proses bersih, teknologi, dan praktek tempat kerja. Tujuan DfE menurut EPA (Environmental

Protection Agency) adalah menyediakan informasi untuk menolong industry

merancang operasi yang lebih bersifat lingkungan, aman bagi pekerja dan biaya lebih efektif. Hasil akhir dari proses ini berupa produk yang tidak hanya mempunyai dampak rendah pada lingkungan namun juga mempunyai kualitas yang lebih baik dan menguntungkan dari segi pemasaran. Proses DfE menyediakan data dan hal-hal penting untuk memasarkan produk yang diinginkan secara lingkungan. Produk

‘green’ dapat nampak di benak konsumen karena juga mereka lebih tahan lama,

kualitas lebih tinggi, dan murah pengoperasiannya. 2.1.2.3.4 Produk stewardship

Product stewardship merupakan praktek-praktek yang dilakukan untuk

mengurangi resiko terhadap lingkungan melalui masalah-masalah dalam desain, manufaktur, distribusi, pemakaian atau penjualan produk. Di beberapa negara telah muncul peraturan bahwa perusahaan bertanggung jawab untuk melakukan reclaim,

(27)

menentukan cara-cara perusahaan dalam mengurangi atau mengelimasi waste dalam seluruh tahapan, mulai dari bahan mentah, produksi, distribusi dan penggunaan oleh konsumen, Dias et al (2004). Alternatif produk yang memiliki less pollution dan

alternatif material, sumber energi, metode prosessing yang mengurangi waste

menjadi kebutuhan bagi perusahaan. 2.1.2.3.4.1 Life Cycle Assesment

LCA adalah proses terus menerus yang dapat di gunakan bagi pengembangan keputusan-keputusan pemilikan strategi bisnis bagi produk, dan desain proses dan perbaikan untuk menata kriteria dan berkomunikasi tentang aspek lingkungan dari produk. Proses penanganan termasuk mengidentifikasi setiap tahap dalam produksi atau sistem jasa, yang termasuk ekstraksi dan memrosesan semua material mentah yang berkontribusi pada produk, transportasi bahan mentah pada lokasi perakitan, tiap tahap proses perakitan, produksi limbah dan pengolahannnya, pengemasan, distribusi, penggunaan oleh konsumen, dan pembuangan akhir termasuk potensi mendaur ulang atau menggunakan kembali produk tersebut. Manfaat LCA antara lain :

1) Perbaikan produk : LCA dapat mengidentifikasi pilihan biaya paling efisien dan efektif bagi pengurangan dampak lingkungan dari produk atau jasa. Perbaikan semacam itu dapat membuat produk lebih diinginkan oleh konsumen.

(28)

2) Perbaikan proses : LCA dapat digunakan untuk menangani operasi dan proses produksi perusahaan. Ini adalah cara yang berguna untuk menghitung sumberdaya dan penggunaan energi. Ini dapat menawarkan pilihan bagi perbaikan efisiensi seperti menghindari pengolahan limbah, penggunaan sumberdaya lebih sedikit, dan memperbaiki kualitas perakitan.

3) Perencanaan strategi : LCA dapat digunakan sebagai perencanaan strategis. Begitu peraturan lingkungan dan harapan lingkungan meningkat, terdapat kecenderungan peningkatan tekanan bagi perusahaan untuk memperbaiki operasi lingkungan mereka. Kinerja lingkungan juga cenderung menjadi lebih kritis bagi daya kompetisi internasional.

Kerugian dalam penerapan LCA secara komprehensif adalah kompleks, mahal, dan memakan waktu, dan seringkali tidak relevan, atau tidak mungkin bagi perusahaan skala kecil.

2.1.2.3.5 Full cost environmental accounting

Full cost environmental accounting merupakan konsep cost environmental

yang secara langsung akan berpengaruh terhadap individu, masyarakat dan lingkungan yang biasanya tidak mendapatkan perhatian dari perusahaan. Full cost

accounting berusaha mengidentifikasi dan mengkuantifikasi kinerja biaya lingkungan

sebuah produk, full environmental cost = ( biaya internal + biaya eksternal), biaya internal terdiri dari biaya langsung dan biaya tak langsung, biaya eksternal biaya tidak menentu dan biaya tidak kelihatan (Ikhsan,2009). Menurut Berry dan Rodinelli

(29)

(1999) Proses produksi dan sebuah proyek dengan mempertimbangkan empat macam biaya, yaitu :

1) biaya langsung, seperti biaya tenaga kerja, biaya modal dan biaya bahan mentah. Dalam biaya langsung terdapat beberapa item yang diungkapkan perusahaan yaitu biaya pengendalian lingkungan dan biaya perbaikan.

2) biaya tidak langsung, seperti biaya monitoring dan reporting. 3) biaya tidak menentu, misalnya biaya perbaikan.

4) biaya yang tidak kelihatan, seperti biaya publik relation dan good will.

Gambar 2.1

Biaya Lingkungan Internal dan Eksternal Biaya Lingkungan Eksternal

Sumber-sumber alam dari kekayaan alam Dampak kebisingan dan estetika

Sisa udara dan emisi air

Pengaruh kesehatan yang tidak dikompensasi Perubahan dalam kehidupan kualitas local

Biaya Lingkungan Internal Biaya Langsung atau Tidak langsung

lingkungan, contoh-contoh :  Manajemen limbah

 Biaya pengobatan dan obligasi  Biaya-biaya kepatuhan  Biaya-biaya perijinan  Pelatihan lingkungan

 Riset dan pengembangan lingkungan

 Lingkungan terkait perbaikan  Biaya legal dan denda  Jaminan lingkungan

 Sertifikasi lingkungan/pelabelan

Biaya Lingkungan Kontijen dan tak berwujud, contoh-contoh :

 Pengobatan masa depan yang tidak pasti atau biaya-biaya kompensasi

 Bersikap risiko dengan perubahan regulasi masa mendatang

 Kesehatan karyawan dan kepuasan

 Aktiva pengetahuan lingkungan  Keberlanjutan input bahan baku  Risiko aktiva rusak

 Publik/persepsi pelanggan

Sumber : Diadaptasi dari : Whistler Center for Business and the Arts. Environmental Accounting : Prepared by T. berry and L. Failing (1996) dalam Gale, Robert J.P. and Peter K. Stokoe (2001).

(30)

2.1.3 Kinerja Lingkungan

2.1.3.1 Pengertian Kinerja Lingkungan

Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan manapun, karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Kinerja sangat berkaitan dengan proses penilaian, pengukuran atau evaluasi. Penilaian atas kinerja diperlukan juga dalam rangka mengelola operasi perusahaan secara efektif dan efisiensi melalui optimalisasi penggunaan sumber daya perusahaan. Menurut Ikhsan (2008) Kinerja lingkungan adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan perusahaan yang terkait langsung dengan lingkungan alam sekitar.

Kinerja lingkungan adalah hasil yang dapat diukur dari sistem manajemen lingkungan, yang terkait dengan kontrol aspek-aspek lingkungannya. Pengkajian kinerja lingkungan didasarkan pada kebijakan lingkungan, sasaran lingkungan dan target lingkungan (ISO 14004, dari ISO 14001 oleh Sturm, 1998).

1. Kinerja lingkungan kuantitatif adalah hasil dapat diukur dari sistem manajemen lingkungan yang terkait kontrol aspek lingkungan fisiknya.

2. Kinerja lingkungan kualitatif adalah hasil dapat diukur dari hal-hal yang terkait dengan ukuran asset non fisik, seperti prosedur, proses inovasi, motivasi, dan semangat kerja yang dialami manusia pelaku kegiatan, dalam mewujudkan kebijakan lingkungan organisasi, sasaran dan targetnya.

(31)

Indikator kinerja kualitatif bukan hanya mengukur motivasi kerja dan inovasi yang terjadi, namun juga mengukur iklim yang memungkinkan inovasi itu terjadi, iklim kerja yang membuat motivasi kerja karyawan meningkat, jadi faktor pendorongnya lebih ditekankan. Dasarnya adalah teori bahwa perasaan dan tindakan manusia pun adalah hasil atau respon terhadap apa yang terjadi disekitarnya (stimulus), Covey (1993) dalam Purwanto (2003).

2.1.3.2 Pengukuran Kinerja Lingkungan

2.1.3.2.1 PROPER ( Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup)

Salah satu alat ukur kinerja lingkungan di Indonesia adalah Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang disingkat PROPER merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk mendorong penaatan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui instrumen informasi. Adapun dasar hukum pelaksanaan PROPER dituangkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No : 127 Tahun 2002 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER). Prinsip dasar dari pelaksanaan PROPER adalah mendorong penaatan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan melalui instrument insentif reputasi/citra bagi perusahaan yang mempunyai kinerja pengelolaan lingkungan yang baik dan instrumen disinsentif reputasi/citra bagi perusahaan yang mempunyai

(32)

kinerja pengelolaan lingkungan yang buruk. Sasaran yang ingin dicapai dalam PROPER ini adalah sebagai berikut:

1. Mendorong perusahaan untuk menaati peraturan perundang-undangan melalui instrumen insentif dan disinsentif reputasi;

2. Mendorong perusahaan yang sudah baik kinerja lingkungannya untuk menerapkan produksi bersih (cleaner production).

Agar informasi yang dikeluarkan oleh PROPER legitimate dimata masyarakat maka pelaksanaan PROPER menerapkan prinsip-prinsip Good Environmental

Governance (GEG), antara lain transparansi, fairness, partisipasi multi stakeholder

dan akuntabel. Secara umum peringkat kinerja PROPER dibedakan menjadi 5 warna dengan pengertian sebagai berikut :

a. Emas, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang telah secara konsisten menunjukkan keunggulan lingkungan (environmental

excellency) dalam proses produksi dan/atau jasa, melaksanakan bisnis yang

beretika dan bertanggung jawab terhadap masyarakat atau kegiatan yang telah berhasil melaksanakan upaya pengendalian pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup dan atau melaksanakan produksi bersih dan telah mencapai hasil yang sangat memuaskan.

b. Hijau, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dalam peraturan (beyond compliance) melalui pelaksanaan sistem pengelolaan

(33)

lingkungan, pemanfaatan sumberdaya secara efisien melalui upaya 4R (Reduce, Reuse, Recycle dan Recovery), dan melakukan upaya tanggung jawab sosial (CSR/Comdev) dengan baik.

c. Biru, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan atau kegiatan yang telah melaksanakan upaya pengendalian pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup dan telah mencapai hasil yang sesuai dengan persyaratan minimum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku

d. Merah, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang upaya pengelolaan lingkungan hidup dilakukannya tidak sesuai (minimum) dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan e. Hitam, diberikan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang sengaja melakukan perbuatan atau melakukan kelalaian yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan serta pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan atau tidak melaksanakan sanksi administrasi.

2.1.3.2.2 Keuntungan PROPER bagi Stakeholder

Pelaksanaan PROPER memberikan berbagai keuntungan bagi perusahaan dan para stakeholder lainnya, antara lain :

(34)

1. Sebagai instrument benchmarking bagi perusahaan untuk mengukur kinerja pengelolaan lingkungan yang telah dilakukan dengan melakukan pembandingan kinerja terhadap kinerja perusahaan lainnya secara nasional ( non financial benchmarking).

2. Sebagai media untuk mengetahui status ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Sebagai salah satu clearing house bagi investor, perbankan, masyarakat dan LSM sekitar perusahaan untuk mengetahui kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan.

4. Sebagai alat promosi bagi perusahaan yang berwawasan lingkungan terutama untuk meningkatkan daya saing perusahaan dalam perdagangan.

5. Sebagai bahan informasi bagi pemasok teknologi lingkungan terutama berkaitan dengan teknologi ramah lingkungan yang dibutuhkan oleh perusahaan.

6. Menciptakan citra dan kepercayaan perusahaan di mata para stakeholders. 7. Memberikan ruang partisipatif bagi para stakeholder untuk terlibat secara

langsung dalam upaya pengendalian dampak lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan perusahaan.

2.1.3.2.3 Indikator PROPER

Mewujudkan akuntabilitas pelaksanaan PROPER maka ada beberapa hal di bawah ini dapat dijadikan indikator keberhasilan pelaksanaan PROPER :

(35)

1. Menurunnya beban pencemaran (Pollution load) yang dikeluarkan oleh perusahaan ke lingkungan.

2. Menurunnya tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan 3. Meningkatkan kualitas dan kinerja lingkungan

4. Meningkatkan jumlah perusahaan yang menaati peraturan lingkungan.

5. Meningkatnya kepercayaan para stakeholder terhadap hasil penilaian kinerja perusahaan yang telah dilakukan.

Peringkat kinerja PROPER berorientasi kepada hasil yang telah dicapai perusahaan dalam pengelolaan lingkungan yang mencakupi 7 (tujuh) aspek yaitu:

1. Pentaatan terhadap peraturan pengendalian pencemaran air; 2. Pentaatan terhadap peraturan pengendalian pencemaran udara; 3. Pentaatan terhadap peraturan pengelolaan Limbah B3;

4. Pentaatan terhadap peraturan AMDAL; 5. Sistem Manajemen Lingkungan;

6. Penggunaan dan pengelolaan sumber daya;

7. Community Development, Participation, dan Relation.

Dasar penilaian dengan orientasi kepada hasil (result oriented) yang sudah dicapai oleh perusahaan dalam pengelolaan lingkungan, dititikberatkan pada 4 (empat) area penilaian utama dengan metode sistem gugur, sebagai berikut :

(36)

TABEL 2.4 Penilaian PROPER

No Aspek Penilaian Dasar Nilai

1 Pengendalian pencemaran air dan laut Baku mutu per parameter kunci 2 Pengendalian pencemaran udara Baku meter per parameter kunci 3 Pengelolaan limbah padat dan limbah B3

( bahan beracun dan berbahaya)

Izin dan Progres pengelolaan terukur 4 Persyaratan AMDAL Progres RKL/RPL

2.1.4 Hubungan Dorongan Akuntansi Manajemen Lingkungan Proaktif dengan Kinerja Lingkungan

Akuntansi manajemen lingkungan digunakan sebagai suatu tolak ukur dalam kinerja lingkungan, Ikhsan (2009). Sebagai ukuran keberhasilan perusahaan dalam melaksanakan manajemen lingkungan proaktif ditambah dorongan manajemen lingkungan dari berbagai sisi, maka dapat dilakukan identifikasi kinerja lingkungan. Kinerja lingkungan akan tercapai pada level yang tertinggi jika dorongan terhadap pengelolaan lingkungan terus dilakukan oleh berbagai instansi dan apabila perusahaan secara proaktif melakukan berbagai tindakan manajemen lingkungan secara terkendali (Berry dan Rodinelli, 1999).

Stakeholder mencari perusahaan dengan kemampuan lebih dalam

menciptakan laba, dan konsumen yang lebih tinggi, kualitas produk dan layanan bersama dengan nilai-nilai lingkungan dan social, Browning & Frank (1997) ; Miles & Covin, (2000) dalam Saeidi, (2011). Oleh karena itu, jika perusahaan ingin tetap kompetitif di pasar, harus mengaktifkan dalam masalah lingkungan dan mengamati permintaan konsumen dalam kegiatan perusahaan (Miles & Covin, 2000). Selain itu, perusahaan perlu membuktikan upaya mereka untuk memperoleh kinerja lingkungan

(37)

kepada masyarakat melalui melaporkan hasil dalam diterbitkan moneter dan fisik yang dijelaskan dalam EMA, Frondel, et al (2008) maka dari itu dengan adanya dorongan akuntansi manajemen lingkungan yang proaktif perusahaan dapat lebih meningkatkan kinerja lingkungannya.

Akuntansi manajemen lingkungan yang proaktif akan menunjukkan keberhasilan bahwa perusahaan mendapatkan kriteria sebagai perusahaan yang berkinerja lingkungan baik diantaranya adalah menurunnya beban pencemaran yang dikeluarkan oleh perusahaan ke lingkungan dan meningkatnya kepercayaan para

stakeholder terhadap hasil penilaian kinerja perusahaan yang telah dilakukan.

Kinerja lingkungan juga akan tercapai pada level yang tinggi jika perusahaan secara proaktif melakukan berbagai tindakan manajemen lingkungan secara terkendali. ( Kartikasari, 2012 ).

2.1.5 Review Peneliti Terdahulu

Penelitian-penelitian tentang akuntansi lingkungan telah banyak mengalami perkembangan. Akan tetapi penelitian yang terjadi di Indonesia kebanyakan penelitian tentang pengungkapan lingkungan dan belum pada aspek akuntansi yang di terapkan sehingga penelitian mengenai akuntansi manajemen lingkungan proaktif ini masih tergolong pada fase awal. Berikut ringkasan jurnal hasil dari penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini :

(38)

TABEL 2.5 Penelitian Terdahulu

No Nama Sumber Judul Penelitian Hasil Penelitian

1 Budhi Cahyono

Jurnal bisnis starategi Program MM undip,2002 Vol. 9/juli/th. VII. Terakreditasi SK No. 118/DIKTI/KEP.2001 Pengaruh Kualitas manajemen lingkungan terhadap kinerja pada industri manufaktur di Kota Semarang Mengindikasikan bahwa sejumlah 66,7% dari perusahaan yang menjadi responden tidak berperan aktif dalam pembentukan Undang -Undang / Peraturan mengenai lingkungan, baik secara individu maupun melalui asosiasi.

Hasil lain mengindikasikan pula bahwa sebanyak 66,7% dari responden belum pernah mengikuti penyuluhan tentang Analisis mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Lebih lanjut, fakta empirik ini juga menunjukkan rendahnya tindakan proaktif perusahaan dalam menciptakan kepedulian terhadap lingkungan.

2 Budhi Cahyono

Jurnal Ekonomi dan Manajemen Vol 8, No 1, Februari 2007 Pengaruh Dorongan Manajemen Lingkungan dan Manajemen Lingkungan Proaktif terhadap Kinerja Lingkungan

Terdapat hubungan yang signifikan antara variabel dorongan manajemen dan manajemen lingkungan proaktif terhadap kinerja lingkungan

Dalam manajemen lingkungan tidak terdapat berpedaan yang signifikan pada perusahaan besar dan sedang, sedangkan untuk indikator manajemen lingkungan proaktif terdapat perbedaan yang signifikan, antara perusahaan besar dan sedang kaitannya dengan penggunaan teknologi yang mampu meminimisasi waste dengan menciptakan reuse dan recycling terhadap sisa bahan baku, dan kaitannya dengan desain kemasan produk yang dapat di daur ulang

(39)

Semua indikator kinerja lingkungan untuk perusahaan besar dan sedang tidak terdapat perbedaan yang signifikan kecuali pada indikator pengadopsian terhadap kebijakan lingkungan kaitanya dengan pencegahan polusi sebagai bagian integral dari kebijakan perusahaan, pelaksanaan program-program kepedulian lingkungan. 3. Muhammad Ja’far S dan Dista Amalia Arifah Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang, 23-26 Agustus 2006 Pengaruh Dorongan Manajemen Lingkungan, Manajemen Lingkungan Proaktif dan Kinerja Lingkungan Terhadap Public Environmental Reporting

Menunjukkan mulai adanya keseriusan perusahaan publik dalam mengelola lingkungan secara baik. Hal ini diindikasikan dengan banyaknya perusahaan sampel yang melaporkan pengelolaan lingkungan dalam annual report. Beberapa perusahaan juga dilaporkan sudah melakukan manajemen lingkungan secara proaktif. 4 J.Pflieger, M. Fischer, T. Kupfer, P. Eyerer Journal Management of Environmental. Vol. 16, No, 2. University of Stuttgart The contribution of Life Cycle Assessment to global sustainability reporting of organizations

Menunjukkan bahwa usaha-usaha pelestarian lingkungan oleh perusahaan akan mendatangkan sejumlah keuntungan, diantaranya adalah ketertarikan pemegang saham dan stakeholder terhadap keuntungan perusahaan akibat pengelolaan lingkungan yang bertanggungjawab dimata masyarakat Mengindikasikan bahwa pengelolaan lingkungan yang baik dapat menghindari klaim masyarakat dan pemerintah serta meningkatkan kualitas produk yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan keuntungan ekonomi.

(40)

2.2 Kerangka Pemikiran

Kelestarian lingkungan telah menjadi kebijakan pemerintah Indonesia pada setiap periode. Kebijakan tersebut tertuang dalam Tap MPR No. II/MPR/1998 tentang GBHN pada Pelita ketujuh, yang menyatakan, “Kebijakan sektor Lingkungan Hidup, antara lain, mengenai pembangunan lingkungan hidup diarahkan agar lingkungan hidup tetap berfungsi sebagai pendukung dan penyangga ekosistem

Dorongan Akuntansi Manajemen Lingkungan Proaktif (X) Total Quality Environmental Management (TQEM) Manajemen Lingkungan Manajemen Lingkungan Proaktif 1. Mencegah dan meminimalisir waste 2. Demand side management 3. Desain Lingkungan 4. Product Stewardship 5. Full cost environmental accounting 1. Kepuasan konsumen 2. Produktivitas Sumberdaya 1. Regulatory demand 2. Cost factors 3. Tuntutan Stake holders 4. Competitive Requirements Kinerja Lingkungan (Y)

(41)

kehidupan dan terwujudnya keseimbangan, keselarasan, dan keserasian yang dinamis antara sistem ekologi, sosial ekonomi, dan sosial budaya agar dapat menjamin pembangunan nasional yang berkelanjutan” (GBHN, 1998).

Begitu juga UU RI No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 5 menyatakan :

1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,

2) Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup,

3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya, perusahaan akan memaksimalkan penggunaan sumber daya manusia dan sumber daya alam supaya perusahaan dapat mencapai tujuan utamanya yaitu memaksimalkan laba. Menurut Ambadar (2008) dalam Ja’far dan Arifah (2006), tidak salah apabila setiap perusahaan berjuang sekeras mungkin menjalankan roda bisnisnya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya namun akibatnya menyebabkan degradasi lingkungan yang luar biasa. Oleh karena itu muncul kesadaran dari masyarakat akan dampak negatif yang ditimbulkan perusahaan selama menjalankan bisnisnya. Masyarakat pun menuntut agar perusahaan memperhatikan dampak lingkungan yang ditimbulkan perusahaan dan bertanggung jawab untuk mengatasinya.

Salah satu upaya pengelolan lingkungan dengan menerapkan TQEM (Total

(42)

dengan menerapkan prinsip-prinsip kualitas total, pada dasarnya TQEM merupakan manajemen kuliatas yang berfokus pada berbaikan terus menerus, berangkat dari pandangan bahwa limbah atau polusi dapat dilihat sebagai inefisiensi atau kecacatan di dalam proses yang berakibat rendahnya kinerja lingkungan perusahaan. Total

Quality Management (TQM) dapat digunakan untuk memperbaiki kinerja lingkungan

dengan menghilangkan limbah atau mengurangi dampaknya..

Menurut Berry dan Rondinelly (1999), ada beberapa kekuatan yang mendorong perusahaan untuk melakukan tindakan manajemen lingkungan faktor-faktor tersebut adalah :

1. Regulatory demand, tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan muncul sejak 30 tahun terakhir ini, setelah masyarakat meningkatkan tekanannya kepada pemerintah untuk menetapkan peraturan pemerintah sebagai dampak meluasnya polusi. Sistem pengawasan manajemen lingkungan menjadi dasar untuk skor lingkungan, seperti program-program kesehatan dan keamanan lingkungan.

2. Cost factors, adanya komplain terhadap produk-produk perusahaan, akan membawa konsekuensi munculnya biaya pengawasan kualitas yang tinggi, karena semua aktivitas yang terlibat dalam proses produksi perlu dipersiapkan dengan baik. Hal ini secara langsung akan berdampak pada munculnya biaya yang cukup tinggi, seperti biaya sorting bahan baku, biaya pengawasan proses produksi, dan biaya pengetesan.

(43)

3. Stakeholder forces, strategi pendekatan proaktif terhadap manajemen lingkungan dibangun berdasarkan prinsip-prinsip manajemen, yakni mengurangi waste dan mengurangi biaya produksi, demikian juga respond terhadap permintaan konsumen dan stakeholder.

4. Competitive requirements, semakin berkembangnya pasar global dan munculnya berbagai kesepakatan perdagangan sangat berpengaruh pada munculnya gerakan standarisasi manajemen kualitas lingkungan. Persaingan nasional maupun internasional telah menuntut perusahaan untuk dapat mendapatkan jaminan dibidang kualitas, antara lain seri ISO 9000. Sedangkan untuk seri ISO 14000 dominan untuk standar internasional dalam sistem manajemen lingkungan.

Berry dan Rondinelly (1998), mensinyalir ada beberapa kekuatan yang mendorong perusahaan untuk melakukan tindakan manajemen lingkungan proaktif yang terdiri dari lima (5) pendekatan, yaitu:

1. Meminimalkan dan mencegah waste

Merupakan perlindungan lingkungan efektif yang sangat membutuhkan aktivitas pencegahan terhadap aktivitas yang tidak berguna. Pencegahan polusi merupakan penggunaan material atau bahan baku, proses produksi atau praktek-praktek yang dapat mengurangi, miminimalkan atau mengeliminasi penyebab polusi atau sumber-sumber polusi.

(44)

2. Demand-side management,

Sebuah pendekatan dalam pencegahan polusi yang asal mulanya digunakan dalam dunia industri, dan didasarkan pada tiga prinsip yang mendasar, yaitu: tidak menyisakan produk yang waste, menjual sesuai dengan jumlah kebutuhan konsumen dan membuat konsumen lebih effisien dalam menggunakan produk.

3. Desain lingkungan,

Design for environmental (DFE) dimaksudkan untuk mengurangi biaya reprocessing dan mengembalikan produk ke pasar secara lebih cepat dan

ekonomis.

4. Produk stewardship

Life-cycle-assesment (LCA) dapat menentukan cara-cara perusahaan dalam

mengurangi atau mengelimasi waste dalam seluruh tahapan, mulai dari bahan mentah, produksi, distribusi dan penggunaan oleh konsumen, Dias et al (2004).

5. Full cost environmental accounting

Mempertimbangkan empat macam biaya, yaitu :

1. biaya langsung, seperti biaya tenaga kerja, biaya modal dan biaya bahan mentah.

2. biaya tidak langsung, seperti biaya monitoring dan reporting. 3. biaya tidak menentu, misalnya biaya perbaikan.

(45)

4. biaya yang tidak kelihatan, seperti biaya publik relation dan good will. Menurut Cahyono (2007), Penerapan manajemen lingkungan proaktif memerlukan keterlibatan beberapa prinsip dasar kedalam strategi perusahaan sebagai ukuran keberhasilan perusahaan. Prinsip-prinsip tersebut antara lain :

a. Mengadopsi kebijakan lingkungan yang bertujuan mengeleminasi polusi berdasarkan pada posisi siklus hidup operasional perusahaan, dan mengkomunikasikan kebijakan keseluruh perusahaan dan para stakeholder. b. Menetapkan secara obyektif kriteria efektivitas program lingkungan.

c. Membandingkan kinerja lingkungan perusahaan dengan perusahaan-perusahaan yang merupakan leader dalam satu industri dengan benchmarking dan menetapkan praktik terbaik (best practice).

d. Menetapkan budaya perusahaan bahwa kinerja lingkungan merupakan tanggung jawab seluruh karyawan. Menganalisis dampak berbagai issue lingkungan dalam kaitannya dengan permintaan dimasa depan terhadap produk dan persaingan industri.

e. Memberanikan diri melakukan diskusi tentang isu-isu lingkungan, khususnya melalui rapat pimpinan.

f. Mengembangkan anggaran untuk pembiayaan lingkungan.

g. Mengidentifikasi dan mengkuantifikasikan pertanggungjawaban lingkungan. Meskipun demikian, selama ini pengukuran terhadap kinerja lingkungan masih belum ada kesepakatan final. Hal ini karena setiap negara memiliki cara

Gambar

TABEL 2.4  Penilaian PROPER
TABEL 2.5  Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Pengisian angket dalam rangka untuk memperoleh data yang akan saya gunakan dalam penelitian saya yang berjudul “hubungan perhatian orang tua dengan hasil belajar siswa

Anak usia >10 tahun atau lebih dengan obesitas atau berat badan >60 kg saat diagnosis mempunyai risiko tinggi untuk relaps dan event-free survival yang rendah.. 19

perancangan desain grafis untuk periklanan obyek Wisata Pendakian Gunung Wilis memerlukan data yang akurat untuk dianalisis dalam mendukung konsep yang melandasi

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rata-rata permintaan minyak tanah per bulan

Selain itu, semoga bisa menjadi panduan dalam melakukan kegiatan penelitian dalam ilmu-ilmu sosial, khususnya dalam pengujian instrumen riset yang akan membawa pada

Tidak hanya berdampak positif, pelaksanaan remedial juga memiliki dampak negatif yaitu kurangnya motivasi siswa untuk belajar seperti rasa malas dan bosan dalam melaksanaan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui moderasi dari jumlah komite audit atas Pengaruh Pengungkapan Corporate Socila Responsibility Terhadap nilai perusahaan

Berdasarkan penelitian terdahulu dana pihak ketiga (DPK) dapat dipengaruhi oleh kinerja keuangan sesuai dengan penelitian dari Iqbal Firdausi yang berjudul Analisis