i
TUGAS AKHIR – TE 145561
RINTHON BAYU AJI NRP 07111645000041
Dosen Pembimbing
Dr. Rony Seto Wibowo, S.T.,M.T. Ir. Sjamsjul Anam, M.T
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO Fakultas Teknologi Elektro
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2018
PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN KALIMANTAN
DENGAN PRINSIP REGIONAL BALANCE TAHUN
2018-2027
ii
iii
HALAMAN JUDUL
FINAL PROJECT – TE 145561
RINTHON BAYU AJI NRP 07111645000041
Advisor
Dr. Rony Seto Wibowo, S.T., M.T. Ir. Sjamsjul Anam, M.T.
DEPARTEMENT OF ELECTRICAL ENGINEERING Faculty of Electricall Technology
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2018
KALIMANTAN ELECTRICITY SYSTEM PLANNING
BASED ON REGIONAL BALANCE PRINCIPLE
YEARS 2018-2028
vi
viii
ix
PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN KALIMANTAN DENGAN PRINSIP REGIONAL BALANCE TAHUN 2018-2027
Nama : Rinthon Bayu Aji
Pembimbing : Dr.Roni Seto Wibowo, S.T.,M.T, Ir Sjamsjul Anam.,M.T
ABSTRAK
Pertumbuhan Ekonomi di Pulau Kalimantan mengalami peningkatan yang sangat pesat pada 5 tahun terakhir, hal ini harus didukung oleh perencanaan penyediaan tenaga listrik yang andal, berkualitas dan effisien agar dapat mendorong perkembangan suatu wilayah dimasa yang akan datang.Kalimantan memiliki 5 propinsi yang memiliki 3 area sistem kelistrikan yaitu area Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Tengah, serta Kalimantan Timur dan Utara. Masing-masing area belum saling terinterkoneksi sehingga perencanaan sistem kelistrikan dengan prinsip
regional balance digunakan sebagai opsi dalam menentukan parameter
pembangkit-pembangkit yang direncanakan meliputi kapasitas, jenis dan waktu pembangkit masuk ke sistem. Perencanaan pembangkit Kalimantan dimodelkan dengan software WASP-IV untuk mengetahui perencanaan yang paling optimum. Hasil perencanaan paling optimum adalah skenario 2 untuk area Kalimantan Barat dengan total tambahan pembangkit sebesar 620 MW dan LOLP di akhir tahun studi adalah 0.281 hari pertahun. Skenario 3 untuk area Kalimantan Selatan dan Tengah dengan tambahan pembangkit sebesar 465 MW, LOLP di tahun akhir studi adalah 0,511 hari pertahun dan Skenario 3 untuk area Kalimantan Timur dan Utara dengan tambahan pembangkit sebesar 410 MW serta LOLP di akhir tahun studi adalah 0,514 hari pertahun.
Kata Kunci : Perencanaan pembangkit, regional balance, Indeks Keandalan (LOLP).
x
xi
PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN KALIMANTAN DENGAN PRINSIP REGIONAL BALANCE TAHUN 2018-2027
Name : Rinthon Bayu Aji
Advisor : Dr. Roni Seto Wibowo, S.T.,M.T Ir Sjamsjul Anam.,M.T
ABSTRACT
Economic growth in Kalimantan has increased very rapidly in the last 5 years, this condition needs to be supported by reliable supply of power system planning, with good quality and high efficiency to encourage the development of a region. Kalimantan has 5 provinces, consist of 3 area of electrical system. There are, West Kalimantan, South Kalimantan and Central Kalimantan, and East and North Kalimantan. Every area work independently, in the future interconnection system for every area will be planned by using regional balance principal to determine the parameters of the supply, including it is capacity, type and commercial operation date. WASP-IV is used to modelize Kalimantan electricity plan, to establish the most optimum scenario. By the results, the most optimum plan is on scenario 2 for West Kalimantan with total addition of 620 MW power plants, and LOLP in the end of the study year is 0.281 days per year. Scenario 3, for South and Middle Kalimantan with total addition of 465 MW power plants, and 0.511 days per year LOLP in the end of the study. Scenario 3 for East and North Kalimantan, with total addition of 410 MW power plants, and 0.514 days per years of LOLP in the end of study year.
Keywords : Power plant planning, regional balance, Reliability Index (LOLP).
xii
xiii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan umat muslim yang senantiasa meneladani beliau.
Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna menyelesaikan pendidikan Strata-1 pada Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga, Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industrim, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya dengan judul “Perencanaan
Sistem Kelistrikan Kalimantan dengan Prinsip Regional Balance Tahun 2018-2027”
Dalam pelaksanaan tugas akhir ini penulis mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak baik yang bersifat moril maupun materil maka pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Allah SWT atas segala ni’mat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Kedua Orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan dan motivasi terhadap penulis.
3. Bapak Dr. Eng Rony Seto Wibowo.,S.T.,M.T. dan Bapak Ir. Sjamsjul Anam.,S.T.,M.T selaku pembimbing yang telah mengarahkan, membimbing dan memberikan masukan guna selesainya tugas akhir ini.
4. Prof Ontoseno Penangsang, Prof Adi Soeprijanto, Dr. Dimas Fajar Uman Putra dan Dr Ni Ketut Aryani sebagai dosen Laboratorium Simulasi Sistem Tenaga yang telah memberikan dukungan moril kepada kami untuk menyelesaikan tugas akhir tepat pada waktunya.
5. Rekan-rekan asisten PSSL Pejuang 118 yang telah bersama-sama berjuang untuk menyelesaikan tugas akhir serta adhek-adhek trainee PSSL yang memberikan warna dalam proses penyelesaian tugas akhir.
6. Rekan-rekan Lintas Jalur 2016 dan Kost Barokah 3 yang saling memberikan semangat dan motivasi kepada penulis disaat jenuh dalam mengerjakan tugas akhir ini.
xiv
7. Semua pihak yang telibat dan berkontribusi terhadap pengerjaan tugas akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Besar harapan penulis agar buku laporan tugas akhir ini dapat memberikan manfaat dan masukan bagi pembaca.Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk pengembangan kearah yang lebih baik
Surabaya, 28 Juni 2018 Penulis
xv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ... v
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT ... xi
KATA PENGANTAR ... xiii
DAFTAR ISI ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR TABEL ... xxi
DAFTAR SINGKATAN ... xxiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Permasalahan ... 1 1.3 Batasan Masalah ... 2 1.4 Tujuan ... 2 1.5 Metodologi Penelitian ... 2 1.6 Sistematika Laporan ... 3 1.7 Relevansi... 3
BAB II PERENCANAAN PEMBANGKIT DAN KEANDALAN SISTEM KELISTRIKAN ... 5
2.1 Tinjauan Pustaka ... 5
2.1.1 Perencanaan Sistem kelistrikan ... 5
2.2 Beban Listrik ... 5
2.2.1 Kurva Beban Harian (Load durration Curve) ... 5
2.2.2 Kurva lama beban ... 6
xvi
2.3.1 Karakteristik Pembangkit Listrik ... 9
2.3.2 Biaya Pembangkit Listrik ... 10
2.3.3 Teknik Optimisasi Pembangkit ... 11
2.4 Keandalan Pembangkit Tenaga Listrik ... 12
2.4.1 LOLP (LOSS OF LOAD PROBABILITY) ... 13
2.4.2 Indeks Keandalan Energi tak terpenuhi (ENS) ... 15
BAB III SISTEM KELISTRIKAN KALIMANTAN DAN SKEMA PERENCANAAN PEMBANGKIT ... 17
3.1 Sistem Kelistrikan Kalimantan ... 17
3.1.1 Kondisi Kelistrikan Area Kalimantan Barat ... 18
3.1.2 Kondisi Kelistrikan Area Kalimantan Selatan dan Tengah . 20 3.1.3 Kondisi Kelistrikan Area Kalimantan Timur dan Utara ... 21
3.2 Skema Pengembangan Pembangkit ... 23
3.2.1 Area 1 Sistem Kalimantan Barat ... 25
3.2.2 Area 2 Sistem Kalimantan Selatan dan Tengah ... 27
3.2.3 Area 3 Sistem Kalimantan Timur dan Utara... 29
3.3 Metodologi WASP-IV ... 32
3.4 Blok Diagram alir WASP-IV ... 34
BAB IV HASIL DAN ANALISIS PERENCANAAN ... 35
4.1 Data dan Parameter Studi Perencanaan ... 35
4.2 Proses Perhitungan WASP-IV ... 36
4.3 Hasil dan Analisis Optimisasi Perencanaan Pembangkit. ... 37
4.3.1 Optimisasi Perencanaan Pembangkit Kalbar. ... 37
4.3.2 Optimisasi Perencanaan Pembangkit Area Kalselteng ... 42
xvii BAB V PENUTUP ... 51 5.1 Kesimpulan ... 51 5.2 Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA ... 53 LAMPIRAN ... 55
xviii -
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1 Sistem Kelistrikan Kalimantan 2018 ... 18
Gambar 3. 2 Sistem kelistrikan eksisting dan rencana area Kalbar .... 19
Gambar 3. 3 Sistem kelistrikan eksisting dan rencana Kalsel ... 21
Gambar 3. 4 Sistem kelistrikan eksisting dan rencana Kalteng ... 21
Gambar 3. 5 Sistem kelistrikan eksisting dan rencana Kaltim ... 23
Gambar 3. 6 Sistem kelistrikan eksisting dan rencana Kaltara ... 23
Gambar 3. 7 LDC sistem Khatulistiwa Kalbar ... 25
Gambar 3. 8 LDC Sistem Barito Kalselteng ... 28
Gambar 3. 9 LDC sistem Khatulistiwa Kaltara ... 30
xx
xxi
DAFTAR TABEL
Tabel 4. 1 FOR tiap jenis pembangkit ... 35
Tabel 4. 2 Nilai Kalor dan Harga bahan bakar pembangkit ... 36
Tabel 4. 3 Prakiraan kebutuhan pembangkit 2018-2018... 37
Tabel 4. 4 Perencanaan pembangkit area Kalbar RUPTL PLN ... 38
Tabel 4. 5 Optimisasi perencanaan pembangkit Kalbar Skenario 1 ... 39
Tabel 4. 6 Optimisasi perencanaan pembangkit Kalbar Skenario 2 ... 39
Tabel 4. 7 Optimisasi perencanaan pembangkit Kalbar Skenario 3 ... 40
Tabel 4. 8 Total biaya perencanaan area Kalbar ... 40
Tabel 4. 9 Neraca Daya Hasil Perencanaan area Kalbar ... 41
Tabel 4. 10 Prakiraan kebutuhan pembangkit 2018-2027... 42
Tabel 4. 11 Perencanaan pembangkit Area Kalselteng RUPTL PLN... 42
Tabel 4. 12 Optimisasi perencanaan pembangkit Kalselteng Skenario 1.... 43
Tabel 4. 13 Optimisasi perencanaan pembangkit Kalselteng Skenario 2.... 44
Tabel 4. 14 Optimisasi perencanaan pembangkit Kalselteng Skenario 3.... 44
Tabel 4. 15 Rekapitulasi biaya perencanaan area Kalselteng ... 45
Tabel 4. 16 Neraca Daya Hasil Perencanaan area Kalselteng ... 45
Tabel 4. 17 Komposisi prakiraan pembangkit area Kaltimra ... 46
Tabel 4. 18 Perencanaan pembangkit area Kaltimra RUPTL PLN ... 46
Tabel 4. 19 Optimisasi perencanaan pembangkit Kaltimra Skenario 1 ... 47
Tabel 4. 20 Optimisasi Perencanaan pembangkit Kaltimra Skenario 2 ... 47
Tabel 4. 21 Optimisasi perencanaan pembangkit Kaltimra Skenario 3 ... 48
Tabel 4. 22 Total biaya perencanaan area Kaltimra ... 48
xxii
xxiii
DAFTAR SINGKATAN
LOLP Loss of Load Probability
ENS Energy Not Served
FOR Forced Outage Rate
LDC Load Durration Curve
COD Commercial Operating Date
LNG Liquefield Natural Gas
MMBTU Million Metric British Thermal Unit
SFC Specific Fuel Consumption
EPC Engineering Procurement and Construction
xxiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar BelakangListrik menjadi kebutuhan utama dalam pertumbuhan dan perkembangan perekonomian disuatu wilayah. Pertumbuhan penjualan listrik di regional Kalimantan Barat (Kalbar) adalah 9,1% dalam 5 tahun terakhir dan faktor beban di regional Kalimantan Selatan,Tengah, Timur dan Utara (Kalseltengtimra) pada 5-10 tahun kedepan diprediksi diantara 71%-73% karena potensi perkembangan industri.
Kebutuhan energi listrik di pulau Kalimantan mengalami peningkatan yang signifikan disetiap regionalnya. Kondisi geografis dan sarana infrastruktur yang terbatas merupakan kendala utama dalam penyaluran tenaga listrik antar wilayah, sehingga dibutuhkan perencanaan sistem pembangkit yang dapat memenuhi kebutuhan daya pada wilayahnya sendiri.
Pada tugas akhir ini dirancang sebuah model perencanaan sistem kelistrikan di wilayah Kalimantan yang dapat memenuhi kebutuhan daya pada wilayahnya sendiri (Regional Balance) selama 10 tahun ke depan dengan mempertimbangkan standart indeks keandalan dan biaya yang paling optimum. Perencanaan ini menggunakan software WASP-IV untuk memodelkan perencanaan sistem pada periode 2018-2027.
.
Permasalahan
Permasalahan yang dibahas dalam tugas akhir ini adalah:
1. Mengidentifikasi neraca daya sistem kelistrikan Kalimantan setiap regionalnya sesuai dengan RUPTL 2018-2027
2. Menganalisis tingkat keandalan perencanaan pembangkit setiap regional di Kalimantan sesuai dengan RUPTL 2018-2027 dengan kriteria regional balance.
3. Mengaplikasikan beberapa skema perencanaan pengembangan pembangkit untuk mendapatkan sistem yang andal dan biaya yang optimum sesuai dengan prinsip dan kriteria regional balance.
2
Batasan Masalah
Perencanaan sistem kelistrikan ini memiliki batasan dan ruang lingkup pada pengembangan pembangkit di Kalimantan dengan biaya yang paling optimum, memperhitungan indeks keandalan LOLP (Loss of
Load Probability) dan sesuai dengan prinsip regional balance. Tujuan
Tujuan dari tugas akhir ini adalah mendapatkan skema perencanaan pengembangan pembangkit dan biaya pengembangan pembangkit yang optimal berdasarkan kriteria keandalan di wilayah Kalimantan periode 2018-2027 dengan prinsip regional balance.
Metodologi Penelitian
Metodologi yang dilakukan pada tugas akhir ini adalah dengan studi pustaka dilakukan dengan mempelajari paper dan buku yang sesuai dengan topik tugas akhir. Materi yang dipelajari yaitu deskripsi sistem kelistrikan, pengembangan pembangkit dan Indeks keadalan sistem kelistrikan dengan prinsip regional balance
Setelah itu adalah pengumpulan data perencanaan pengembangan pembangkit regional Kalimantan sesuai RUPTL 2018-2027 yang meliputi, neraca daya wilayah Kalimantan, kapasitas jenis dan karakteristik pembangkit eksitisting maupun baru, rencana waktu pembangkit masuk ke sistem, lokasi penambahan unit pembangkit baru.
Tahap selanjutnya adalah menganalisa sistem kelistrikan regional Kalimantan dengan menggunakan software WASP-IV, dengan memperhatikan pertumbuhan beban, rencana penambahan pembangkit dan indeks keandalan setiap regional Kalimantan.
Hasil simulasi menjadi bahan evaluasi untuk menyusun perencanaan sistem kelistrikan Kalimantan yang baru untuk 10 tahun kedepan.
Pada tahap akhir ini dilakukan perencanaan skema pengembangan pembangkit baru dengan prinsip regional balance untuk mendapatkan biaya yang paling optimum.
3
Sistematika Laporan
Pembahasan tugas akhir ini dibagi menjadi lima bab dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Pada bab pendahuluan, menjelaskan mengenai latar belakang pemilihan topik, perumusan masalah dan batasannya. Bab ini juga membahas mengenai tujuan penelitian, metodologi, sistematika laporan, dan relevansi dari penelitian yang dilakukan.
Bab II Dasar Teori dan Tinjauan Pustaka
Penjelasan mengenai kurva durasi beban tiap tahun, penambahan pembangkit dan karakteristiknya, indeks keandalan sistem kelistrikan dan biaya pengembangan pembangkit.
Bab III Sistem Kelistrikan Kalimantan
Penjelasan mengenai sistem kelistrikan Kalimantan eksisting saat ini yang meliputi data beban, pembangkit dan perencanaan sistem untuk tahun 2018-2027 sesuai RUPTL, WASP-IV digunakan untuk memodelkan perencanaan sistem kelistrikan Kalimantan sesuai dengan RUPTL dengan output data yang akan digunakan untuk meyusun perencanaan pembangkit sesuai dengan prinsip regional balance.
Bab IV Analisa Hasil dan Simulasi Sistem
Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil perencanaan
pembangkit PLN dan skema perencanaan pembangkit dengan prinsip regional balance meliputi data indeks keandalan, dan biaya yang paling optimum
Bab V Penutup
Pada bagian bab penutup, dibahas mengenai kesimpulan dan saran dari hasiil simulasi
Relevansi
Hasil yang diperoleh dari tugas akhir ini diharapkan menjadi referensi lanjutan untuk perencanaan pembangkit di wilayah Kalimantan yang dapat digunakan untuk menyusun RUPTL PLN selanjutnya.
4
5
BAB II
PERENCANAAN PEMBANGKIT DAN KEANDALAN
SISTEM TENAGA LISTRIK
Tinjauan Pustaka
2.1.1 Perencanaan Sistem kelistrikan
Perencanaan sistem menentukan prioritas pengembangan sistem kelistrikan sehingga studi, persiapan dan pembangunan pembangkit harus dilakukan saat ini[1]. Tujuan dari perencanaan sistem kelistrikan adalah untuk terjaminya ketersediaan listrik yang mencukupi dimasa yang akan datang dengan biaya terendah dan sesuai dengan keterbatasan dan potensi sumber daya yang dimiliki[2]. Rencana dengan total biaya terendah dianggap sebagai rencana optimum (least cost principle).
Opsi rencana penambahan pembangkit memiliki beberapa pertimbangan salah saunya pertumbuhan beban dan sistem eksisting yang meliputi jumlah unit, kapasitas dan jenis pembangkit, keandalan unit pembangkit, pemakaian bahan bakar dan biaya investasi[3]. Parameter sistem eksisting akan sangat menentukan opsi rencana pengembangan pembangkit seperti besarnya kapasitas pembangkit (MW) yang akan ditambah, waktu pembangkit masuk kesistem, jenis bahan bakar dan analisis finansial [3].
Metode pendekatan dalam perencanaan pembangkit dapat dikelompokkan dalam 2 (dua) skenario yang dapat diaplikasikan yaitu
regional balance dan terinterkoneksi. Kedua metode ini memiliki
keunggulan dan kekurangan masing-masing sehingga diperlukan opsi perencanaan yang matang apabila kedua skenario ini digunakan.
Beban Listrik
2.2.1 Kurva Beban Harian (Load durration Curve)
Beban merupakan sesuatu yang harus dipenuhi oleh sistem tenaga listrik. Kemampuan sistem tenaga listrik untuk mencukupi permintaan konsumen yang berubah-ubah merupakan tolak ukur keandalan dari suatu sistem tanaga listrik. Beban yang berubah-ubah ini dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu atau durasi sehingga dapat diketahui karakteristik beban dalam hari, minggu, bulan maupun tahun.
6
Beban suatu sistem dapat digambarkan sebagai fungsi waktu dalam 24 jam atau sering disebut kurva beban harian (Daily Load Curve).
Gambar 2. 1 Kurva Beban Harian
Dalam kurva beban harian dapat diketahui berapa beban dasar sistem (base load) yang harus dipenuhi sepanjang hari, selain itu terdapat beban menengah (midle load) dan beban puncak sistem (Peak load ) yang memiliki durasi yang lebih pendek daripada beban dasar.
2.2.2 Kurva lama beban
Kurva beban harian merupakan dasar dalam penyusunan kurva lama beban (Load durration Curve ) dalam suatu periode tertentu (tahun bulan hari). Variasi nilai beban dan lama beban berlangsung disusun menjadi kurva yang diurutkan berdasarkan nilai beban tertinggi hingga hilai beban terendah sehingga beban puncak memliki durasi yang singkat sedangkan beban dasar memiliki durasi sepanjang periode.
Luas daerah dibawah kurva merupakan merupakan permintaan energi suatu sistem tenaga listrik yang harus dapat dipenuhi oleh pembangkit listrik 0 50 100 150 200 0: 0 0 :0 0 1: 3 0 :0 0 3: 0 0 :0 0 4: 3 0 :0 0 6: 0 0 :0 0 7: 3 0 :0 0 9: 0 0 :0 0 1 0: 3 0 :0 0 1 2: 0 0 :0 0 1 3: 3 0 :0 0 1 5: 0 0 :0 0 1 6: 3 0 :0 0 1 8: 0 0 :0 0 1 9: 3 0 :0 0 2 1: 0 0 :0 0 2 2: 3 0 :0 0
7
Gambar 2. 2 Kurva lama beban (LDC)
Kurva lama beban diperlukan untuk alokasi/segmentasi pembangkitan karena masing-masing jenis pembangkit memiliki karakteristik yang berbeda untuk dapat memenuhi kebutuhan beban pada periode yang direncanakan.Dalam memodelkan kebutuhan energi Kurva lama beban mengalami normalisasi sumbu vertikal sehingga menghasilkan probabilitas yang berhubungan dengan permintaan daya listrik. Hal ini akan sangat berpengaruh dalam menghitung tingkat keandalan sistem pembangkit, jumlah energi yang dipasok dan estimasi biayaenergi listrik
8
Memprediksi besarnya beban dan karakteristiknya di masa yang akan datang dengan akurat adalah suatu pekerjaan yang amat sulit, apalagi jika besaran tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor. Namun, hasil prediksi tersebut menjadi salah satu masukan yang penting dalam menyusun perencanaan yang menjadi tolok ukur ekonomis atau tidaknya suatu penambahan pembangkitan tenaga listrik.
Perencanaan Pembangkit Listrik
Pembangkit listrik merupakan pensuplai daya bagi beban, energi primer yang diubah menjadi energi listrik disalurkan melalui sistem transmisi dan dan distribusi hingga sampai ke beban.
Dalam suatu sistem tenaga listrik yang kompleks, kebutuhan beban cenderung semakin meningkat sehingga pembangkit-pembangkit yang telah ada (Eksisting) diperkirakan tidak akan mampu dalam mencukupi kebutuhan beban dan diperlukan perencanaan untuk beberapa tahun kedepan untuk menambah kapasitas pembangkit maupun membangun pembangkit listrik baru. Dalam perencanaan pembangkit dikenal 3 jenis pembangkit yaitu :
a. Pembangkit yang telah ada dan beroperasi (Eksisting)
b. Pembangkit yang telah COD atau dalam masa pembangunan (Commited)
c. Pembangkit Rencana atau pembangkit yang akan direncanakan dimasa yang akan datang
Perencanaan pembangkit listrik memerlukan studi yang mendalam mengenai potensi energi primer disuatu wilayah serta karakteristik beban yang akan disuplai oleh pembangkit, sehingga pembangkit yang akan dibangun mampu mencukupi kebutuhan beban dan effisien dalam pemakaian energi[4].
Berdasarkan energi primer yang digunakan pembangkit listrik konvensional dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu pembangkit listrik termal dan pembangkit hidro atau Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Beberapa pembangkit listrik termal adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU), Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dan Pembangkit Listrik Tenaga Minyak (PLTM)
9
Selain pembangkit yang konvensional saat ini juga sudah mulai dikembangkan beberapa pembangkit listrik menggunakan energi baru dan terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), Pembangkit Listrik Tenaga Biomass dll.
2.3.1 Karakteristik Pembangkit Listrik
Setiap unit Pembangkit memiliki karakteristik yang berbeda-beda, salah satu cara mengetahui karakteristik pembangkit adalah dengan kurva
input-output yang menggambarkan besarnya masukan yang harus
diberikan kepada pembangkit listrik sebagai keluaranya. Untuk pembangkit termal satuan input biasanya digunakan satuan biaya Rp/jam atau $/jam dan satuan output adalah daya (MW). Sedangkan untuk pembangkit hidro satuan input dinyatakan sebagai jumlah air yang digunakan berupa debit m3/detik dan satuan output berupa daya (MW).
Karakteristik pembangkit termal dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Kapasitas Unit (MW) b. Tahun mulai beroperasi c. Umur Ekonomis
d. Pembebanan minimun (%) e. Heat rate (kCal/kWh)
f. Harga bahan bakar ($/jutakCal) g. Fixed O&M cost ($/kW-tahun) h. Variable O&M Cost ($/kWh)
i. Forced Outage Rate / FOR (%)
j. Lama perawatan (hari/tahun)
Sedangkan pada pembangkit hidro memiliki identifikasi karakteristik sebagai berikut :
a. Kapasitas terpasang (MW) b. Inflow energi per periode (GWh) c. Produksi minimum per periode (GWh) d. Kapasitas tersedia rata-rata periode (MW) e. Kapasitas storage (GWh)
Karakteristik setiap pembangkit memiliki pola operasi pembangkit, respon terhadap beban serta biaya operasi yang berbeda-beda sehingga diperlukan kecermatan dalam menentukan pembangkit mana yang akan masuk ke sistem sehingga didapatkan biaya yang paling optimum.
10
Perbedaan karakteristik respon pembangkit dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
a. Pembangkit beban dasar (Base Load Unit)
Adalah jenis pembangkit yang digunakan sebagai pemikul beban dasar atau beroperasi sepanjang periode karena beban dasar adalah beban minimum suatu sistem contoh pembangkit base load adalah PLTU, PLTP dan PLTN
b. Pembangkit beban menegah (Follower)
Jenis pembangkit yang dapat mengikuti perubahan beban secara fluktuatif karena respon energi primer yang cepat contoh PLTG, atau PLTGU
c. Pembangkit beban puncak (Peaker)
Jenis pembangkit yanf memiliki respon sangat cepat, start stop sangat cepat dan dapat dibebani dari nol hingga penuh dalam hitungan menit (ramping rate). Contoh dari pembangkit ini adalah PLTA Waduk/kolam, PLTG/MG/GU dengan energi yang dapat disimpan.
Pemilihan unit size sangat mempengaruhi Fleksibilitas pengoperasian dan biaya investasi pembangkit. Semakin besar unit size suatu pembangkit maka biaya investasinya akan semakin murah ($/kW) namun semakin besar unit size menuntut cadangan yang semakin besar sehingga biaya operasional yang dibutuhkan akan semakin besar pula.
2.3.2 Biaya Pembangkit Listrik
Ditinjau dari sifatnya biaya pusat pembangkit lisrik terbagi menjadi 2 antara lain :
a. Biaya tetap (Fixed cost)
Adalah biaya pada pembangkit listrik yang sifatnya tetap, baik saat pembangkit berpoduksi maupun tidak, biaya tetap ini pada umumnya meliputi biaya gaji pegawai, biaya administrasi, bunga, modal dan biaya tetap operasi dan pemeliharaan. Biasanya nilai
fixed cost ini dinyatakan dalam $/kW-mount atau $/kW-year
b. Biaya Variabel (Variable Cost)
Adalah biaya yang sifatnya tidak selalu ada dan bergantung pada produksi kWh unit pembangkit itu sendiri, biaya biaya ini bersifat dinamis seperti biaya bahan bakar dan biaya pemeliharaan/ perbaikan unit pembangkit ketika beroperasi. Pada umumnya nilai
11
Selain dua biaya diatas terdapat juga biaya capital cost atau biaya modal dalam pembangunan pembangkit. Capital cost terdiri dari
construction cost atau biaya konstruksi ($/kW) ditambah financial cost
sehingga biaya-biaya ini dapat dimasukkan dalam biaya tetap (Fixed
cost).
Biaya pengembangan tiap jenis pembangkit memiliki nilai yang berbeda-beda sehingga diperlukan analisis ekonomi secara menyeluruh apabila telah diputuskan pembangkit mana yang akan dipilih sebagai opsi perencanaan.
Untuk membandingkan perbedaan nilai ekonomi pada tiap tiap pembangkit diperlukan data teknis yang memuat, kapasitas pembangkit effisiensi termal / heat rate, faktor ketersediaan atau capacity fakto. Selain itu diperlukan juga beberapa data ekonomi yang memuat project EPC
cost, fuel price atau harga bahan bakar, dan discount rate. 2.3.3 Teknik Optimisasi Pembangkit
Secara umum teknik perhitungan pemilihan unit-unit pembangkit pada suatu sistem dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
a. Optimisasi Statis (Screening curve) b. Optimisasi dinamis
Optimisasi Statis (Screening Curve) adalah sistem perhitungan dalam jangka waktu pendek dan menengah, biaya relatif tahunan antara 2 atau lebih pembangkit yang akan dipilih sebagai opsi pengembangan maka biaya relatif tahunan dituliskan sebagai berikut:
𝐶 = 𝑟 × 𝐼 × 8.76 × 𝐶𝐹 × 𝑆𝐹𝐶 (2.1)
𝑟 = 𝑖 (1+𝑖)𝑛
(1+𝑖)𝑛−1 (2.2)
r : capital recovery factor (annuity) I : biaya satuan (unit cost) dalam kW
SFC : specific fuel consumption (Pemakaian bahan bakar spesifik) Cf : Faktor kapasitas (capacity factor)
i : bunga pertahun n : umur ekonomis mesin
Tingkat beban yang terus berubah-ubah setiap tahun, memerlukan analisis optimisasi yang lebih kompleks oleh karena itu, optimisasi statis
12
(screening curve) seperti yang telah disebutkan diatas sudah tidak relevan lagi digunakan sehingga diperlukan optimisasi yang lebih kompleks[5].
Prinsip dasar optimisasi dinamis adalah untuk menentukan pilihan terhadap jumlah dan tipe pembangkit yang akan masuk ke sistem berdasarkan nilai paling ekonomis (least-cost unit addition). Dalam WASP –IV Seluruh kemungkinan biaya yang terlibat dalam sistem pembangkit dapat digabung dalam fungsi objektif (objectif function) sebagai berikut.
𝐵𝑗= ∑𝑇𝑡=1[ 𝐼𝑗,𝑡− 𝑆𝑗,𝑡+ 𝐹𝑗,𝑡+ 𝐿𝑗,𝑡+ 𝑀𝑗,𝑡 + 𝑂𝑗,𝑡 ] (2.3)
Bj : Fungsi obyektif yang melekat pada pengembangan perencanaan j t : waktu perencanaan tahun ke (1,2,3…. T)
T : lama periode studi
I : Biaya investasi modal (Capital investemen cost) S : Nilai sisa investasi (Salvage Value of investment cost) F : Biaya bahan bakar (Fuel Cost)
L : Biaya kebijakan bahan bakar (Fuel Inventory cost )
M : Biaya operasi dan pemeliharaan selain bahan bakar (non-fuel O&M
cost)
O : Biaya energi yang hilang (cost of energy not served)
Perhitungan optimisasi dinamis untuk menghitung biaya produksi opsi penambahan pembangkit mengikutsertakan beberapa pengaruh pengaruh seperti FOR (Forced Outage Rate), penjadwalan pemeliharaan, tingkat keandalan, urutan prioritas pembebanan (Commitment Criteria) serta Inflow and Reservoir Energy of Hydro Electric untuk opsi PLTA[5].
Keandalan Pembangkit Tenaga Listrik
Keandalan adalah kemungkinan sebuah peralatan atau sistem akan menghasilkan performance yang memuaskan ketika digunakan selama periode waktu tertentu[6]. Tingkat keandalan dari suatu sistem tenaga listrik ditentukan oleh 2 faktor utama:
a. Kapasitas cadangan daya yang tersedia (reserve margin) b. Nilai FOR (Forced Outage Rates)
Kapasitas cadangan tersedia dipandang sebagai fungsi kuantitatif dan nilai FOR sebagai fungsi kualitatif. Fungsi kuantitatif artinya apabila terdapat beberapa pembangkit mengalami kerusakan atau pemeliharaan, sistem mampu memenuhi permintaan beban karena memiliki kapasitas
13
cadangan yang cukup. Sedangkan fungsi kualitatif artinya apabila nilai FOR kecil maka unit pembangkit memiliki kualitas operasi yang baik dan jarang mengalami gangguan. Semakin besar kapasitas cadangan daya tersedia dan nilai FOR yang kecil maka keandalan suatu sistem semakin baik. Nilai FOR dapat dirumuskan dengan
𝐹𝑂𝑅 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑗𝑎𝑚 𝑈𝑛𝑖𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑎𝑙𝑎𝑚𝑖 𝑔𝑎𝑛𝑔𝑔𝑢𝑎𝑛 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑗𝑎𝑚 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑏𝑒𝑟𝑜𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠 + 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑗𝑎𝑚 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑔𝑎𝑛𝑔𝑔𝑢 Dalam sistem tenaga listrik yang memiliki berbagai jenis unit pembangkit, nilai FOR dari masing-masing unit pembangkit sangat mempengaruhi tingkat keandalan daya yang tersedia. Ketersediaan daya dirumuskan sebagai berikut :
𝐾𝑒𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 = 1 − 𝐹𝑂𝑅
FOR dan ketersediaan (probability) digunakan sebagai perhitungan kemungkinan sistem kehilangan beban atau LOLP (Loss of Load
Probabilty), dengan menggunakan kurva lama beban atau LDC (Load Duration Curve) yang menggambarkan durasi beban dalam periode
waktu tertentu[6].
2.4.1 LOLP (LOSS OF LOAD PROBABILITY)
LOLP atau indeks keandalan adalah suatu kondisi apabila kapasitas daya yang tersedia lebih kecil dari pada beban puncak sistem pada periode tertentu[6]. Metode perhitungan indeks keandalan LOLP dapat digunakan untuk mengevaluasi keperluan dari cadangan daya yang diperlukan pada sistem tenaga listrik. Parameter-parameter yang digunakan untuk mendapatkan nilai LOLP adalah model beban dan model pembangkit yang telah memperhitungakan nilai FOR, serta kapasitas daya yang terpasang.
14
Gambar 2. 4 Output dan Input dari keandalan pembangkit
Gambar 2. 5 LDC, kapasitas terpasang dan kapasitas tersedia
LOLP dapat dirumuskan sebagai berikut [6] :
𝐿𝑂𝐿𝑃 = ∑𝑛𝑘=1𝑃𝑘(𝐶𝑘− 𝐿𝑘) 𝑑𝑎𝑦𝑠/𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑 (2.4)
Dimana:
Ck = Kapasitas tersedia pada hari ke i Lk = Perkiraan beban puncak pada hari ke i Pk(Ck-Lk) = Probalitas Loss of load pada hari ke i Dengan memperhatikan gambar 2.4 kapasitas daya terpasang dikurangi kapasitas gangguan maka kapasitas daya yang tersedia memotong kurva LDC sehingga terdapat beban yang tidak dapat
Model Pembangkitan Model Beban Kemungkinan Generation < Beban Indeks Keandalan
15
terpenuhi selama t. LOLP dapat dihitung menggunakan (tk) waktu loss of load dan keterediaan kapasits outage individu (Pk) dengan persamaan:
𝐿𝑂𝐿𝑃 = ∑𝑛𝑘=𝑖𝑃𝑘(𝑡𝑘) 𝑑𝑎𝑦𝑠/𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑 (2.5)
Persamaan dapat dimodifikasi dengan merubah nilai indeks ketersediaan komulatif (Pk) dan menentukan selisih waktu loss of load (tk – tk-1).
𝐿𝑂𝐿𝑃 = ∑𝑛𝑘=𝑖𝑃𝑘(𝑡𝑘− 𝑡𝑘−1) 𝑑𝑎𝑦𝑠/𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑 (2.6)
Nilai LOLP sangat dipengaruhi oleh nilai tk, semakin besar nilai tk maka LOLP semakin besar dan waktu pemadaman akan semakin besar, hal ini akan menyebabkan nilai tingkat keandalan sistem semakin buruk. Kenaikan permintaan beban akan menaikkan nilai LOLP sistem apabila tidak ada tambahan kapasitas pembangkit hal ini akan semakin menurunkan tingkat keandalan sebuah sistem karena kapasitas daya cadangan (reserve margin) semakin sedikit.
2.4.2 Indeks Keandalan Energi tak terpenuhi (ENS)
Indeks kehilangan energi menjadi element yang penting dalam keandalan sistem, ENS menunjukkan besarnya energi yang hilang akibat adanya kapasitas tersedai lebih kecil daripada permintaan beban maksimalnya. ENS dinyatakan dalam satuan MWh/tahun.
Gambar 2.5 luas daerah yang diarsir (An) merupakan besarnya energi yang tak dapat terpenuhi oleh sistem pembangkitan yang disebabkan terjadinya gangguan sebesar Xn. Jika probabilitas kapasitas gangguan sebesar Xn dinyatakan dengan Pn, maka hasil kali dari luas daerah yang diarsir dan Pn adalah probabilitas kehilangan energi yang disebabkan oleh kapasitas gangguan (Xn).
𝐸𝑁𝑆 (𝑋𝑛) = 𝐴𝑛 × 𝑃𝑛 (𝑀𝑊ℎ) (2.7)
ENS merupakan energi tak terpenuhi, sehingga persamaan (14) menjadi :
𝐸𝑁𝑆 = ∑𝑛𝑖−1𝐴𝑖× 𝑃𝑖 (𝑀𝑊ℎ) (2.8)
Biaya ENS sistem dapat dikurangi apabila reserve margin yang besar dan FOR pembangkit memiliki nilai yang kecil sehingga kemungkinan gangguan pembangkit tahunan menjadi rendah.
16
17
BAB III
SISTEM KELISTRIKAN KALIMANTAN DAN
SKEMA PERENCANAAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai empat sub bab. Pertama adalah sistem kelistrikan Kalimantan berdasarkan data-data PLN yang telah dituangkan dalam RUPTL 2018-2027, kemudian setelah mengetahui sistem kelistrikan Kalimantan, hal yang kedua adalah skema pengembangan pembangkit berdasarkan potensi energi yang ada dimasing masing wilayah,hal yang ketiga adalah metodologi WASP-IV dalam memodelkan beban, sistem eksisting dan opsi penambahan pembangkit berdasarkan kriteria indeks keandalan/ LOLP serta pada akhir bab ini akan ditunjukkan blok diagram WASP-IV dalam perencanaan pembangkit sistem kelistrikan Kalimantan.
Sistem Kelistrikan Kalimantan
Sistem Kelistrikan di pulau Kalimantan terbagi menjadi 3 area besar antara lain area 1 Kalimantan Barat/ sistem Khatulistiwa, area 2 Kalimantan Selatan dan Tengah/ sistem Barito serta area 3 Kalimantan Timur dan Utara/ sistem Mahakam. Ketiga area tersebut belum terinterkoneksi satu sama lain atau masih dalam tahap perencanaan.
Selain 3 area besar yang telah disebutkan diatas terdapat beberapa area teisolasi (isolated) disetiap propinsi seperti sistem Senggau, Sintang, Kotabaru, Pangkalan Bun, Nanga Puruk, Berau, Tanah Grogot dll. Sistem-sistem isolated ini memiliki pembangkit-pembangkit sendiri baik milik PLN maupun pembangkit swasta/ sewa. Adanya sistem isolated ini disebabkan karena sulitnya kondisi geografis maupun biaya investasi yang tinggi apabila dibangun sistem interkoneksi sedangkan permintaan beban yang masih rendah dan didominasi rumah tangga sehingga tidak ekonomis.
Pembangkit diseluruh area Kalimantan memiliki jenis yang berbeda-beda diantaranya PLTU, PLTD, PLTM, PLTD, PLTG dan PLTA. Komposisi pembangkit dimasing-masing area juga berbeda-beda tergantung dari potensi energi yang tersedia. Area Kalbar didominasi oleh PLTU dan PLTD, dan area Kalselteng didominasi oleh PLTU MT (Mulut Tambang), PLTD dan PLTA, sedangkan di area Kaltimra didominasi oleh PLTG dan PLTU.
18
Gambar 3. 1 Sistem Kelistrikan Kalimantan 2018 3.1.1 Kondisi Kelistrikan Area Kalimantan Barat
Sistem kelistrikan di Kalimantan Barat terdiri dari beberapa sistem
isolated, diataranya sistem Sekadau, Sintang, Ketapang, Putusibau, dan
sistem yang terbesar adalah Sistem Khatulistiwa dan telah terinterkoneksi dengan sistem transmisi 275 kV Serawak Malaysia.
Pada tahun 2017 beberapa sistem isolated telah terinterkoneksi dengan sistem Khatulistiwa melalui jaringan transmisi 150 kV diantaranya Bengkayang-Ngabang, Ngabang-Tayan dan Tayan-Siantan. Area Kalimantan Barat memiliki jumlah pelanggan pada tahun 2017 adalah 1.037.200 (RUPTL 2018-2027) dengan didominasi oleh pelanggan rumah tangga sebesar 90,64 %.Tingkat pertumbuhan penjualan listrik pada 5 tahun terakhir adalah sekitar 8,7 % sehingga perlu direncanakan penambahan pembangkit yang tepat dimasa yang akan datang.
Area Kalimantan Barat memiliki variasi jenis pembangkit diantaranya PLTU, PLTG, PLTD dan interkoneksi dengan Serawak. Masing-masing pembangkit yang masuk kesistem memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga pola operasi yang digunakan unik. Total daya yang diterima pada interkoneksi dengan serawak adalah sebesar 130 MW pada saat beban dasar dan maksimal 230 MW pada saat sistem khatulistiwa mengalami beban puncak.
19
Komposisi jenis pembangkit eksisting dan beban sistem seluruh area Kalimantan Barat dapat dilihat dalam tabel 3.1 berikut :
Tabel 3. 1 Komposisi Jenis Pembangkit dan pembebanan area
Kalimantan Barat N o Sistem Jenis Daya Terpasang (MW) Daya Mampu (MW) 1. Khatulistiwa PLTD/G/ A 530,3 454,1 2. Sanggau PLTD/U 34,0 24,5 3. Sekadau PLTD 8,5 7,4 4. Sintang PLTD 26,4 24,0 5. Putusibau PLTD 7,5 7,1 6. Nangapinoh PLTD 8,1 7,5 7. Ketapang PLTD/U 52,5 50,0 8. Isolated PLTD 75,0 50,0 Jumlah 742 622
Pengembangan sistem transmisi Kalimantan Barat akan diarahkan ke selatan dan timur dengan jaringan 150 kV sehingga direncanakan pada tahun 2023 seluruh sistem isolated akan terinterkoneksi menjadi satu sistem Khatulistiwa.
20
3.1.2 Kondisi Kelistrikan Area Kalimantan Selatan dan Tengah
Sistem kelistrikan di Kalimantan Selatan dan Tengah terdiri sistem Barito dengan jaringan transmisi 150 kV di 2 wilayah dan beberapa sistem
isolated seperti sistem Kotabaru dan Unit Listrik Desa (ULD) 19 lokasi
di propinsi Kalimantan Selatan, serta sistem Pangkalan Bun, Kuala Pambuang, Puruk Cahu, ULD 56 lokasi tersebar dan beberapa sistem
isolated yang melingkupi Kalimantan.
Area Kalimantan Selatan dan Tengah memiliki jumlah pelanggan pada tahun 2017 adalah sebesar 1.660.800 dengan presentase pertumbuhan penjualan sebesar 9,2 % untuk Kalimantan Selatan dan 10,75 % di Kalimantan Tengah, dengan pertumbuhan penjualan yang cukup besar disemua sektor pelanggan seperti rumah tangga, bisnis ,industri diseluruh Kalimantan Selatan dan Tengah maka diperlukan penambahan pembangkit.Komposisi jenis pembangkit eksisting dan beban sistem area Kalimanan Selatan Tengah dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3. 2 Komposisi Jenis Pembangkit dan beban area Kalselteng
No Sistem Jenis Lokasi
Daya Terpasang (MW) Daya Mampu (MW)
1. Barito Kalsel PLTU/A/G
/D Kalsel 532,20 462,30 2. Kotabaru PLTD Kalsel 20,50 10,90 3. ULD 19 Lokasi PLTD Kalsel 9,60 7,20 4. Barito Kalteng PLTU/A/G /D Kalteng 314,60 110,60 5. Pangkalan Bun PLTD Kalteng 55,70 31,00 6. Kuala Pambuang PLTD Kalteng 5,40 3,20
7. Nanga Bulik PLTD Kalteng 7,50 4,00
8. Kuala Kurun PLTD Kalteng 4,40 3,70
9. Puruk Cahu PLTD Kalteng 6,60 4,40
10. Sukamara PLTD Kalteng 5,90 2,90
11. ULD 56
Lokasi PLTD Kalteng 27,70 16,10
21
Sistem transmisi Barito (Kalselteng) direnanakan akan tersambung dengan sistem transmisi Mahakam (Kaltimra) dimasa yang akan datang. Perencanaan sistem kelistrikan Kalselteng dapat dijelaskan pada gambar 3.3 dan 3.4
Gambar 3. 3 Sistem kelistrikan eksisting dan rencana Kalsel
Gambar 3. 4 Sistem kelistrikan eksisting dan rencana Kalteng 3.1.3 Kondisi Kelistrikan Area Kalimantan Timur dan Utara
Sistem kelistrikan di area Kalimantan Timur dan Utara terdiri atas sistem interkoneksi 150 kV Mahakam dan sistem isolated 20 kV yang tersebar, seperti sistem Petung, Tanah Grogot, Berau untuk wilayah Kalimantan Timur dan sistem Nunukan, Tana Tidung, Kota Tarakan untuk wilayah Kalimantan Utara.
Pertumbuhan penjualan listrik mencapai angka rata-rata 7,7 % di Kalimantan Timur dan 8,4 % di Kalimantan Utara. Rasio jumlah pelanggan di area Kalimantan Timur dan Utara sebesar 1.033.800 dan didominasi oleh pelanggan rumah tangga sebesar 87,5 %. Sistem
22
Mahakam merupakan sistem kelistrikan yang paling berkembang karena sektor industri yang cukup besar di wilayah Balikpapan, Samarinda, Bontang dan Tenggarong.
Komposisi Pembangkit dan beban di area Kalimantan Timur dan Utara dijelaskan pada tabel 3.3 berikut :
Tabel 3. 3 Komposisi Jenis Pembangkit dan beban area Katimra
No Sistem Jenis Lokasi
Daya Terpasang (MW) Daya Mampu (MW) 1. Mahakam PLTU/ GU/G/D Kaltim 811,4 536,23 2. Petung PLTD/ MG Kaltim 21,81 18,7 3. Tanah Grogot PLTD Kaltim 21,19 19,09 4. Melak PLTD Kaltim 17,2 14,3 5. Sanggata PLTD Kaltim 18,5 18,1
6. Berau PLTU/D Kaltim 27,51 21
7. Bulungan PLTD Kaltara 20,4 13,9 8. Nunukan &Sebatik PLTD/ MG Kaltara 21,5 15,5 9. Malinau PLTD Kaltara 18,2 10,1 10. Tidung Pale PLTD Kaltara 6,3 3,0 11. Bunyu PLTD Kaltara 3,0 1,9 12. Tarakan PLTMG/ D Kaltara 48,6 42,9 Jumlah 1035.61 714.72
Pengembangan sistem Mahakam direncanakan terinterkoneksi dengan sistem Barito di masa yang akan datang, sehingga pembangkit-pembangkit di kedua wilayah dapat optimal dalam mensuplai daya. Pengembangan sistem kelistrikan di area Kalimantan Timur dan Utara dijelaskan pada gambar 3.5 dan gambar 3.6 sebagai berikut :
23
Gambar 3. 5 Sistem kelistrikan eksisting dan rencana Kaltim
Gambar 3. 6 Sistem kelistrikan eksisting dan rencana Kaltara Skema Pengembangan Pembangkit
Pengembangan pembangkit disuatu wilayah dapat dilakukan dengan skema transfer daya antar wilayah maupun regional balance. Regional
balance adalah sebuah skema pengembangan dengan memanfaatkan
pembangkit disuatu wilayah untuk mencukupi kebutuhan daya di wilayahnya sendiri (stand alone). Regional balance memiliki keuntungan yang signifikan antara lain losses pada backbone menjadi kecil karena
bacbone tidak digunakan sebagai penyalur daya namun hanya sebagai
penyeimbang dan penopang sistem. Setiap area di Kalimantan memiliki potensi energi yang dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik
24
sehingga skema regional balance kemungkingan diterapkan pada pengembangan sistem kelistrikan Kalimantan.
Kekurangan dari skema regional balance adalah keandalan jaringan menjadi yang kurang baik sehingga apabila terjadi gangguan pada
backbone, sistem kelistrikan disuatu wilayah dapat mengalami blackout.
Skema perencanaan pengembangan pembangkit regional balance idealnya harus dilengkapi dengan analisis kontingensi N-1 atau N-2 untuk mengetahui keandalan tiap wilayah apabila terjadi gangguan pada jaringan.WASP-IV tidak mempertimbangkan analisis kontingensi sehingga dibutuhkan beberapa software tambahan yang harus digunakan. WASP-IV melakukakn optimisasi perencanaan pembangkit berdasarkan biaya terendah (least cost). Skema perencanaan pembangkit di wilayah Kalimantan berdasarkan prinsip regional balance mengasumsikan saluran transmisi eksisting dianggap tidak ada, sehingga ketiga area beroperasi untuk mencukupi kebutuhan beban.
Rencana pengembangan disusun berdasarkan ketentuan :
a. Periode perencanaan pengembangan pembangkit adalah 10 tahun dimulai dari tahun 2018-2027. Unit eksisting yang sudah direncanakan untuk dihapuskan karena sudah tidak ekonomis atau sudah terdapat pembangkit baru dimasukkan kedalam skema perencanaan.
b. Rencana penambahan tetap atau penambahan-penambahan unit pembangkit yang saat ini sedang dalam tahap konstruksi dan PPA diyakini akan selesai tepat waktu sesuai dengan RUPTL 2018-2027. c. Rencana penambahan variabel ditentukan berdasarkan potensi energi
di setiap area sesuai dengan hasil optimisasi.
d. Data pembangkit eksisting, rencana penambahan tetap, beban puncak sistem serta prakiraan pertumbuhan listrik di area Kalimantan diambil berdasarkan RUPTL 2018-2027.
e. Batasan indeks keandalan LOLP setiap wilayah direncanakan mengacu pada standart PLN yaitu 0,273% atau 1 hari per tahun. f. Data harga biaya bahan bakar primer untuk pembangkit menggunakan
data harga bauran energi nasional Kementrian ESDM 2016.
Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan diatas maka perencanaan pengembangan pembangkit area Kalimantan memiliki 3 area yang memiliki sistem transmisi yang terpisah.
25
3.2.1 Area 1 Sistem Kalimantan Barat
Beban puncak area Kalimantan barat pada tahun awal studi adalah sebesar 465 MW dengan daya mampu sistem sebesar 622,3 MW artinya sistem memiliki reserve margin 33,82%, dengan mempertimbangkan pertumbuhan penjualan listrik maka diperkirakan beban puncak untuk 10 tahun kedepan ditampilkan dalam tabel 3.4.
Tabel 3. 4 Prakiraan Beban puncak area Kalbar
Tahun Beban Puncak (MW) 2018 541 2019 587 2020 632 2021 685 2022 742 2023 802 2024 866 2025 930 2026 1004 2027 1082
Seluruh beban di area Kalimantan Barat diasumsikan memiliki karakteristik penggunaan yang hampir sama dengan sistem khatulistiwa sehingga dapat dimodelkan menjadi sebuah kurva LDC yang digunakan untuk mengetahui keandalan dan energi yang harus disediakan sistem
Gambar 3. 7 LDC sistem Khatulistiwa Kalbar
0 100 200 300 400 0.0% 20.0% 40.0% 60.0% 80.0% 100.0% P ea k Loa d Time p.u
26
Karakteristik beban untuk 10 tahun kedepan diasumsikan tidak berbeda jauh dari tahun awal studi sehingga LDC yang digunakan setiap tahun adalah sama hanya nilai beban puncak dan beban dasarnya saja yang berbeda. LDC menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan rencana penambahan pembangkit variable karena akan sangat berpengaruh pada operasi dan karakteristik pembangkit yang berbeda-beda. Rencana penambahan pembangkit dijelaskan pada tabel 3.5 dan tabel 3.6 berikut :
Tabel 3. 5 Rencana Penambahan tetap area Kalimantan Barat
Jenis Nama Unit Kap
(MW) COD Status PLTU Parit Baru 1,2 50 2018 Konstruksi PLTU Ketapang 1,2 12 2018 Konstruksi PLTU Sintang 1 21 2018 Konstruksi PLTU Parit Baru 1,2 50 2018 Konstruksi PLBm Mempawah 1 10 2018 Konstruksi PLTU Pantai
Kura-kuara 1,2 27,5
2018/
2019 Konstruksi PLTU Kalbar 1 1,2 100 2020 Konstuksi Rencana penambahan pembangkit variabel yang dipilih adalah sebagai berikut :
Tabel 3. 6 Rencana penambahan pembangkit variabel
Jenis Lokasi Kapasitas
(MW) Bahan Bakar Status
PLTU Kalbar 50 Batubara Rencana
PLTU Kalbar 100 Batubara Rencana
PLTU Kalbar 200 Batubara Rencana
PLTG Kalbar 100 Gas Alam / LNG Rencana PLTGU Kalbar 250 Gas Alam / LNG Rencana
PLTBm Kalbar 20 Biomassa Rencana
PLTBm Kalbar 50 Biomassa Rencana
PLTU menjadi opsi utama dalam skema perencanaan pembangkit karena potensi batubara yang cukup besar di Kalimantan. PLTG menjadi opsi kedua dalam skema perencanaan pertimbangan adanya jalur pipa gas Natuna-Kalimantan Barat dimasa yang akan datang selain itu PLTG memiliki kemampuan dalam mengikuti perubahan beban (load follower)
27
dengan baik. Opsi ketiga adalah PLTBm atau Biomassa karena sumber energi limbah perekebunan kelapa sawit yang cukup besar sehingga memiliki potensi untuk digunakan sebagai energi primer dari pembangkit
renewable.
3.2.2 Area 2 Sistem Kalimantan Selatan dan Tengah
Beban puncak di area Kalimantan Selatan dan Tengah adalah 656,3 MW dengan total daya mampu pembangkit adalah 793,1 MW dengan
reserve margin 20,9 %. Prakiraan beban puncak sistem dalam 10 tahun
kedepan ditampilkan dalam tabel 3.7 berikut:
Tabel 3. 7 Prakiraan Beban puncak area Kalselteng
Tahun Beban Puncak Kalsel (MW) Beban Puncak Kalteng (MW) Total 2018 541 265 806 2019 595 332 927 2020 637 357 994 2021 677 391 1068 2022 719 412 1131 2023 763 435 1198 2024 810 460 1270 2025 857 485 1342 2026 909 513 1422 2027 964 544 1508
LDC menjadi pertimbangan perencanaan dan sebagai dasar pemilihan jenis pembangkit. Seluruh beban area Kalimantan Selatan dan Tengah diasumsikan memiliki karakteristik yang sama dengan sistem Barito untuk 10 tahun kedepan. Pemodelan LDC diperoleh dari data beban PLN yang ditampilkan pada gambar 3.8. sedangkan rencana penambahan pembangkit tetap dan variabel ditampilkan pada tabel 3.8 berikut:
28
Gambar 3. 8 LDC Sistem Barito Kalselteng
Tabel 3. 8 Rencana Penambahan tetap area Kalimantan Selatan dan
Tengah
Jenis Nama Unit Kap
(MW) COD Status Kalsel
PLTU Kotabaru 1,2 7 2018 Konstruksi PLTBg Sukadamai 1 2,4 2018 Konstruksi
PLTU Kalsel
(FTP 2) 1,2 100 2019 Konstruksi PLTU Kalselteng 1,2 100 2019 Konstruksi
PLBm Mantuil 1 10 2020 Committed PLTB Tanah Laut 1 70 2021/ 2022 Proses PPA Kalteng PLTG /MG Bengkanai 1 140 2019 Pengadaan PLTU Sampit 1,2 25 2018/ 2019 Konstruksi PLTU Kalselteng 1 1,2 100 2019/ 2020 Konstruksi 0 100 200 300 400 500 600 700 0.0% 20.0% 40.0% 60.0% 80.0% 100.0% P ea k Loa d Time p.u
29
Tabel 3. 9 Rencana Penambahan Variabel area Kalimantan Selatan dan
Tengah Jenis Lokasi Kapasitas
(MW) Bahan Bakar Status PLTU MT Kalteng 100 Batubara Mulut T Rencana PLTU MT Kalselteng 200 Batubara Mulut T Rencana
PLTA Kalsel 65 Air Rencana
PLTG Kalsel 100 LNG/Gas Alam Rencana
PLTG Kalteng 50 LNG/Gas Alam Rencana
PLTGU Kalteng 100 LNG/Gas Alam Rencana
PLTGU Kalteng 200 LNG/Gas Alam Rencana
PLTBm Kalteng 10 Biomassa Rencana
Potensi cadangan batubara yang cukup besar di Kalimantan Selatan dan Tengah menyebabkan opsi penambahan pembangkit masih didominasi oleh PLTU dan untuk menekan biaya produksi yang tinggi ditambahkan PLTU Mulut Tambang sebagai pilihan PLTU. PLTG Gas Alam atau LNG di Kalimantan Tengah memiliki menjadi opsi kedua karena terdapat di potensi gas di Bengkanai, Barito Utara yang dapat menghasilkan gas alam 20 mmscfd selama 20 tahun.
PLTA dan PLTBm menjadi opsi pembangkit renewable karena wilayah Kusan memiliki potensi air yang cukup besar sedangakan PLTBm menjadi opsi kedua pembangkit renewable.
3.2.3 Area 3 Sistem Kalimantan Timur dan Utara
Beban puncak area Kalimantan Timur dan utara adalah sebesar 546.92 MW dan daya mampu sistem adalah sebesar 714,58 MW dengan
reserve margin sebesar 30.6 %. Kalimantan Timur memiliki potensi
untuk lebih berkembang karean banyak terdapat industri-industri besar termasuk industri migas dan batubara sehingga perkembangan listrik di area Kalimantan Timur sangat fleksibel.
Kalimantan Utara merupakan propinsi baru yang dalam masa perkembangan sehingga untuk mendukung pertumbuhan perekonomian perencanaan area Kalimantan Utara diarahkan ke pembangkit-pembangkit yang memiliki respon yang cepat terhadap beban dan tidak membutuhkan waktu yang lama dalam pembangunan.
30
Prakiraan beban puncak dimasa yang akan datang sesuai dengan RUPTL PLN adalah sebagai berikut :
Tabel 3. 10 Prakiraan Beban puncak area Kaltimra
Tahun Kaltim Kaltara Total
2018 654 93 747 2019 708 101 809 2020 759 108 867 2021 809 114 923 2022 862 191 1053 2023 917 269 1186 2024 976 347 1323 2025 1035 355 1390 2026 1100 363 1463 2027 1169 371 1540
Load durration Curve sistem Mahakam sesuai dengan data beban
PLN area Kalimantan Timur dan Utara menjadi acuan dalam memodelkan permintaan beban dan karakteristik area Kalimantan Timur dan Utara.
Gambar 3. 9 LDC sistem Khatulistiwa Kaltara
0 100 200 300 400 500 0.0% 20.0% 40.0% 60.0% 80.0% 100.0% P ea k Loa d Time p.u
31
Rencana penambahan tetap area Kalimantan Timur dan Utara sesuai dengan RUPTL adalah sebagai berikut :
Tabel 3. 11 Rencana Penambahan tetap area Kalimantan Timur dan
Utara
Jenis Nama Unit Kap
(MW) COD Status Kaltim
PLTU Berau 1,2 7 2018 Konstruksi
PLTU Tanah Grogot 1,2 7 2018 Konstruksi PLTU MT Kaltim 1,2 27,5 2018 Konstruksi PLTBm Berau 1 3 2019 Committed PLTU Kaltim 4 1,2 100 2020/ 2021 Konstruksi PLTU Kaltim (FTP 2) 1,2 100 2020/ 2021 Konstruksi PLTU MT Kaltim 5 1 200 2022/ 2023 Committed PLTU MT Kaltim 3 1,2 100 2022/ 2023 Committed Kaltara
PLTU Malinau 1,2 3 2018 Konstruksi PLTMG Tanjung
Selor 1 15 2018 Konstruksi
PLTU Selor 1 14 2018 Konstruksi
PLTMG Nunukan
2 1 10 2018 Konstruksi
Dengan memperhatikan potensi energi dan kebutuhan beban area Kalimantan Timur dan Utara maka perencanaan pembangkit variabel yang dipilih sebagai opsi untuk di optimisasi dapat dilihat pada tabel 3.12
32
Tabel 3. 12 Rencana Penambahan Variabel area Kalimantan Timur dan
Utara Jenis Lokasi Kapasitas
(MW) Bahan Bakar Status
PLTU MT Kaltim 100 Batubara Rencana
PLTU MT Kaltim 500 Batubara Rencana
PLTG Kaltim 100 Gas Alam Rencana
PLTG Kaltim 200 Gas Alam Rencana
PLTGU Kaltim 50 Gas Alam Rencana
PLTA Kaltim 65 Air Rencana
PLTMG Kaltara 20/40 LNG/ Gas Alam Rencana PLTU Mulut Tambang menjadi opsi pembangkit utama di Kalimantan Timur dan Utara dikarenakan banyaknya tambang batubara di area tersebut. Sedangkan Gas ataupun Gas Uap dapat dimasukkan dalam opsi kedua dan PLTA menjadi opsi pembangkit renewable yang cukup signifikan karena potensi hidro yang besar di Kalimantan Utara.
Metodologi WASP-IV
WASP-IV merupakan sebuah software yang digunakan untuk menyusun rencana pengembangan sistem pembangki untuk mencari nilai yang paling optimum dengan batasan-batasan tertentu. Seluruh total biaya pengembangan sistem selama masa studi akan ditampilkan dalam bentuk
net present value atau biaya-biaya ditinjau dalam periode awal studi.
Total biaya perencanaan didapatkan dari objectif function yang memiliki nilai minimum dalam proses optimisasi.
WASP-IV membutuhkan data dasar sebelum memodelkan studi perencanaan. Data-data dasar yang harus dimasukkan antara lain, tahun awal dan akhir studi, jumlah periode beban dalam 1 tahun, serta kondisi dan probabilitas air dalam satu tahun.
WASP-IV terdiri dari 6 modul utama yang memiliki fungsi yang berbeda-beda dalam memodelkan perencanaan.
a. LOADSYS (Load System) adalah modul yang digunakan untuk memodelkan beban, seperti prakiraan beban puncak selama masa studi, rasio beban tiap periode dan karakteristik beban yang dimodelkan dalam LDC.
b. FIXSYS (Fixed System) adalah modul yang digunakan untuk memodelkan sistem eksisting pembangkit maupun rencana
33
penambahan pembangkit tetap. Dalam modul ini parameter pembangkit thermal terdapat beberapa nilai yang harus dimasukkan seperti kapasitas unit, FOR, inc heat rate, harga energi primer dll serta beberapa pembangkit yang akan masuk ataupun dimatikan pada sistem
c. VARSYS (Variable System) adalah modul yang digunakan untuk memasukkan kandidat pembangkit-pembangkit rencana yang akan dioptimisasi.
d. CONGEN (Configurasi Generator) modul yang digunakan untuk menghitung semua kemungkinan kombinasi pembangkit-pembangkit yang direncanakan pertahun dengan reserve margin yang telah ditentukan.
e. MERSIM (Merge and Simulate) adalah modul yang digunakan menghitung nilai-nilai biaya produksi, ENS dan keandalan sistem dalam setiap kombinasi pembangkit yang telah ditetapkan oleh modul CONGEN
f. DYNPRO (Dynamic Programming Optimization), modul yang digunakan untuk menetukan pengembangan perencanaan yang paling optimum sesuai dengan perhitungan yang telah diturunkan sebelumnya dengan informasi masukan seperti biaya modal, biaya ENS, parameter ekonomi dan kriteria keandalan sistem.
Setelah seluruh modul di jalankan dan semua skema perencanaan di pilih maka dapat ditentukan skenario perencanaan yang paling optimum. Hasil perencanaan yang paling optimum dapat dilihat pada modul REPROBAT (Report Writer of WASP in Batched Envionment).
34
Blok Diagram alir WASP-IV
Biaya Perencanaan (MERSIM)
Optimal ? Data Eksiting (FIXSYS):
Biaya O&M, Capacity, Heatrate, Fuel cost dll Data Beban (LOADSYS):
-Peak Load, Periode LDC
Data Variabel(VARSYS): Biaya O&M, Capacity, Heatrate, Fuel cost dll
Konfigurasi Generator (CONGEN) Kriteria Keandalan (LOLP, Reserve Margin) Dynamic Programing (DYNPRO) Perencanaan Pengembangan Pembangkit Optimal Ya Parameter Ekonomi: Discount rate, IDC,
depreciable dll
Tidak
Perencanaan Pengembangan Pembangkit Optimal
Gambar 3. 10 Diagram alir WASP-IV
35
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS PERENCANAAN
PEMBANGKIT
Bab ini dibagi menjadi tiga bagian. Pada bagian pertama dijelaskan mengenai data dan parameter yang digunakan dalam simulasi perencanaan pembangkit dengan WASP-IV. Pada bagian kedua akan diberikan penjelasan mengenai proses perhitungan perencanaan pembangkit dan bagian yang terakhir akan dijelaskan mengenai hasil optimisasi perencanaan pembangkit dengan WASP-IV pada setiap area di Kalimantan. Proses optimasi tidak hanya mempertimbangkan biaya yang paling optimum dari perencanaan namun juga mempertimbangkan karakteristik pembangkit dan indeks keandalan LOLP. Hasil perencanaan sistem kelistrikan di Kalimantan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik di masa yang akan datang.
Data dan Parameter Studi Perencanaan
Data dan parameter studi perencanaan adalah sebagai berikut :
Periode studi : 2018 sampai 2027
Lama Studi : 10 tahun
Pertumbuhan listrik : 7% - 9% (tergantung area) Jumlah periode pertahun : 1
Probabilitas kondisi hidro : 1
Minimum reserve margin : 10 %
Maximum reserve margin : 40%-60%
Criticall LOLP : 0.273 % atau 1 hari/tahun
Capital cost discount rate : 12%
Data FOR (Forced Outage Rate) pembangkit menurut jenis pembangkitnya.
Tabel 4. 1 FOR tiap jenis pembangkit
No Jenis Pembangkit FOR 1 PLTU/ PLTU MT 0.11 2 PLTG 0.04 3 PLTGU 0.07 4 PLTA 0.05 5 PLTB 0.03 6 PLTD 0.05
36
Data asumsi harga bahan bakar tiap jenis pembangkit Kalimantan berdasarkan HBA (Harga Batubara Acuan) pada tahun 2018 dan Indonesian Liquifield Natural Gas Price untuk PLTU dan PLTG.
Tabel 4. 2 Nilai Kalor dan Harga bahan bakar pembangkit
Proses Perhitungan WASP-IV
Sesuai dengan diagram alur WASP-IV perhitungan perencanaan pembangkit masing-masing area Kalimantan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Data beban, sistem eksisting dan pembangkit variabel pada RUPTL 2018-2027 dimasukkan ke dalam modul Loadsy,Fixsys danVarsys WASP-IV.
2. Memasukkan nilai minimum dan maximum reserve margin pada modul Congen untuk memasukkan daya mampu sistem dengan ketentuan minimum reserve margin<daya mampu <maximum reserve
margin.
3. Eksekusi modul Congen dan Mersim untuk melihat LOLP setiap variasi konfigurasi pembangkit selama masa study
4. Eksekusi modul Dynpro untuk mencari objectif function pada akhir tahun studi. Apabila diperoleh nilai objectif function yang masih tinggi maka kembali ke modul Congen untuk melakukan perubahan-perubahan konfigurasi. Langkah ekskusi Congen, Mersim dan Dynpro dilakukan berulang-ulang untuk mendapatkan hasil yang paling optimum, hal ini berlaku untuk setiap skema perencanaan. Kondisi optimum sistem dapat diketahui apabila keluaran Dynpro tidak memberikan hasil + atau -
Pembangkit Heat Value Satuan
Avg Incr Heat rate (kcal/kwh)
Fuel Cost Satuan
PLTU 6322 kcal/kg 2750 70 $/ton
PLTU Mt 4800 kcal/kg 3550 32 $/ton
PLTD 9500 kcal/liter 2314 594 $/kliter
PLTG 252 cal/btu 1810 9 $/MMBTU
PLTGU 252 cal/btu 1436 9 $/MMBTU
PLTBm 3000 kcall/kg 10440 27,08 $/ton
37
5. Eksekusi modul Reprobat untuk mengetahui hasil perencanaan pengembangan sistem pembangkit yang paling optimum.
Hasil dan Analisis Optimisasi Perencanaan Pembangkit.
Hasil dan Analisis Optimisasi Perencaanaan Pembangkit dengan prinsip regional balance dibagi menjadi 3 area yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Tengah, serta Kalimantan Timur dan Utara, masing-masing optimisasi mengabaikan kapasitas transmisi dengan asumsi bahwa pembangkit disetiap area telah terinterkoneksi. Sistem perencanaan dengan prinsip regional balance menilai setiap area mampu berdiri sendiri (standalone) atau tidak memerlukan kiriman dari area lain kecuali area Kalimantan Barat karena telah terinterkoneksi dengan serawak.
4.3.1 Optimisasi Perencanaan Pembangkit Kalbar.
Optimisasi perencanaan pembangkit Kalimantan Barat dilakukan dengan mempertimbangkan parameter keandalan LOLP 1 hari/tahun dan karakteristik pembangkit yang diperlukan sesuai dengan prakiraan beban yang diperlukan selama 10 tahun. Prakiraan perencanaan pembangkit berdasarkan karakteristik operasi sesuai dengan LDC dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut:
Tabel 4. 3 Prakiraan kebutuhan pembangkit 2018-2018.
Tahun Peak Load (MW) Min Base Loader (MW) Min Load Follower (MW) Min Peaker (MW) Total (MW) 2018 541 324,60 162,30 54,10 541 2019 587 352,20 176,10 58,70 587 2020 632 379,20 189,60 63,20 632 2021 685 411,00 205,50 68,50 685 2022 742 445,20 222,60 74,20 742 2023 802 481,20 240,60 80,20 802 2024 866 519,60 259,80 86,60 866 2025 930 558,00 279,00 93,00 930 2026 1004 602,40 301,20 100,40 1004 2027 1082 649,20 324,60 108,20 1082
38
Perencanaan pembangkit area Kalimantan Barat sesuai dengan RUPTL ditampilkan pada tabel 4.4 berikut:
Tabel 4. 4 Perencanaan pembangkit area Kalbar RUPTL PLN
Dari tabel 4.3 diatas PLTU menjadi opsi paling besar yang akan ditambahkan ke sistem mencapai 400 MW. Kebutuhan pemikul beban dasar (base loader) sampai akhir tahun studi minimum sebesar 703,30 MW, apabila pembangkit eksisting, interkoneksi serawak dan rencana penambahan tetap PLTU dimasukkan kedalam sistem maka total base
loader adalah 1018 MW, karena karakteristik PLTU yang sulit untuk
merespon kenaikan beban secara cepat maka rencana penambahan PLTU sampai akhir tahun studi terlalu besar.
Kebutuhan pembangkit load follower dan peaker pada akhir tahun studi minimum sebesar 432,8 MW. Pembangkit rencana PLN yang akan masuk ke sistem pada akhir studi adalah sebesar 350 MW. Apabila seluruh rencana penambahan dan eksisting ditambahkan maka total kapasitas load follower dan peaker sebesar 650 MW. Nilai ini cukup untuk memenuhi kebutuhan beban yang didominasi rumah tangga dan publik. PLTBm menjadi opsi pembangkit renewable dan diasumsikan langsung masuk ke jaringan distribusi.
Dari rencana PLN yang telah disebutkan diatas, ada beberapa hal yang dapat dioptimisasi diantaranya jumlah kapasitas rencana PLTU yang terlalu besar sampai akhir tahun studi. Dalam optimisasi WASP-IV ditentukan 3 skenario yang dapat dilakukan untuk mengetahui perencanaan yang paling optimal dengan batasan LOLP dan kebutuhan beban.
PLTU PLTG PLTGU PLTBm
Investasi Nilai Sisa Operasi Total 100 100 250 20
2027 0,00 0,00 51,48 52.07 888,60 0,142 4 1 1 1 2026 14,69 11,88 48,80 52.04 836,50 0,078 4 1 1 1 2025 0,00 0,00 70,30 71.07 784,48 0,144 4 1 0 1 2024 21,45 13,90 65,91 73,98 713,41 0,081 4 1 0 1 2023 23,50 13,70 73,30 83,86 639,40 0,081 3 1 0 1 2022 25,90 13,50 83,07 96,30 555,50 0,087 2 1 0 1 2021 28,50 13,20 94,96 111,24 459,10 0,089 1 1 0 1 2020 0,00 0,00 108,20 109,43 349,10 0,094 0 1 0 1 2019 44,00 16,10 101,10 130,00 238,40 0,064 0 1 0 1 2018 0,00 0,00 107,20 108,40 108,40 0,063 0 0 0 0 LOLP (%) Tahun Biaya-Biaya (PV dalam Juta USD) Obj Function