• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

25

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil SPL dari Citra Satelit Aqua MODIS pada saat terjadi Pemutihan Karang

Distribusi SPL selama 5 tahun, menunjukkan adanya peningkatan SPL

yang terjadi pada tahun 2010. Peningkatan SPL ini mulai terjadi pada bulan Maret

dengan nilai rata-rata 30,09 ˚C, naik 1 ˚C dibandingkan bulan Februari dengan

nilai rata-rata 29,82 ˚C. Peningkatan SPL ini terus berlanjut hingga pada bulan

April dengan nilai 31,29 ˚C dan bulan Mei 31,17 ˚C (Gambar 7). Rataan SPL

hasil pendugaan citra satelit Aqua MODIS pada perairan Kepulauan Weh selama

kurun waktu dari bulan Januari 2006 hingga Februari 2011 ditampilkan pada

Lampiran 2.

Gambar 7. Fluktuasi SPL rata-rata bulanan periode Januari 2006 - Februari 2011 hasil pendugaan citra satelit Aqua MODIS

27 27,5 28 28,5 29 29,5 30 30,5 31 31,5 32 Jan -06 Mar Me i Ju l Se p N ov Jan -07 Mar Me i Ju l Se p N o v Jan -08 Mar Me i Ju l Se p N o v Jan -09 Mar Me i Ju l Se p N o v Jan -10 Mar Me i Ju l Se p N o v Jan -11 SPL ( ˚C) Bulan ke- SPL Bulanan

(2)

Pada Gambar 7 ditampilkan sebaran SPL secara spasial pada bulan April

dan Mei 2010. Hasil visualisasi diketahui bahwa pada bulan April SPL

maksimum dijumpai di kawasan Timur Pulau Weh dengan nilai berkisar 31 ˚C

hingga 32 ˚C, sedangkan SPL minimum ditemukan di bagian barat dan utara Pulau Weh dengan nilai berkisar 31 ˚C hingga 31,25 ˚C.

Pada citra bulan Mei ditemui SPL maksimum di kawasan timur dan

tenggara Pulau Weh dengan nilai berkisar 31 ˚C hingga 32 ˚C , sementara SPL

minimum ditemukan pada bagian barat Pulau Weh dengan nilai 31 ˚C. Secara

geografis pada wilayah timur dan tenggara Pulau Weh memiliki nilai SPL relatif

sama, yaitu sebesar 31,25 ˚C sementara pada bagian barat Pulau Weh SPL

memiliki nilai relatif lebih rendah dari bagian timur dan tenggara Pulau Weh,

dengan nilai 31 ˚C (Gambar 8).

(A). (B).

Gambar 8. Visualisisasi SPL secara spasial hasil pendugaan citra satelit MODIS pada bulan April 2010 (A) dan bulan Mei 2010 (B)

Bulan April dan Mei merupakan musim peralihan barat menuju timur.

(3)

hangat dan massa air dingin, diduga disebabkan terjadi perubahan pola pergerakan

angin musim yang mendorong massa air permukaan. Pada musim ini juga terlihat

pola pergerakan SPL yang hangat terkonsenterasi pada bagian timur Pulau Weh

(Gambar 8). Hal ini diduga disebabkan mulai berpengaruhnya arus musim timur

yang cenderung membawa massa air bersuhu hangat dari Selat Malaka

(Muklis,2008), selain itu arus menuju wilayah timur mulai melemah dan berbalik

arah hingga di beberapa tempat terjadi olakan-olakan (eddies) (Nondji, 2002

dalam Muklis, 2008).

4.2 Indeks Pemutihan (Bleaching) pada Setiap Lokasi Pengamatan

Pemutihan karang terjadi akibat berbagai macam tekanan, baik secara

alami maupun karena manusia, dalam keadaan normal, jumlah zooxanthellae

berubah sesuai dengan musim sebagaimana penyesuaian karang terhadap

lingkungannya (Brown et al., 1999; Fitt et al., 2000). Indeks pemutihan

menggambarkan pemutihan yang terjadi pada beberapa jenis karang untuk setiap

lokasi pengamatan. Semakin tinggi nilai indeks pemutihan, maka semakin tinggi

pula pemutihan jenis karang yang terjadi pada saat pengamatan, sebaliknya

semakin rendah nilai indeks pemutihan pada setiap lokasi pengamatan, maka

semakin kecil pula pemutihan jenis karang yang terjadi pada lokasi tersebut.

Indeks pemutihan pada setiap lokasi di Pulau Weh mempunyai nilai yang

bervariasi, namun secara umum indeks pemutihan memiliki nilai lebih tinggi pada

saat pengamatan bulan Mei dan bulan Juli 2010 (Tabel 5).

Pada bulan Mei 2010 indeks pemutihan tertinggi terjadi pada stasiun 1

(Gapang) dengan nilai sebesar 70,23 %, sedangkan indeks pemutihan terendah

(4)

karang yang memutih memiliki nilai sebesar 66,9 % dan sebagian besar

mengalami pemucatan dengan nilai 21 %. Pada bulan Juli 2010 indeks pemutihan

tertinggi masih terjadi pada lokasi pengamatan yang sama, yaitu stasiun 1

(Gapang) dengan nilai sebesar 95,53 %, sedangkan indeks pemutihan terendah

terdapat pada stasiun 7 (Jaboi) dengan nilai 45,18 %.

Tabel 5. Nilai indeks pemutihan (%) pada bulan Mei 2010, Juli 2010, dan Februari 2011 untuk setiap lokasi pengamatan

Stasiun Nama Lokasi

Indeks Pemutihan Mei 2010 (%) Indeks Pemutihan Juli 2010 (%) Indeks Pemutihan Februari 2011 (%) 1 Gapang 70,23 95,53 63,09 2 Ujung Seurawan 55,45 76,99 47,45 3 Rubiah Channel 49,67 67,53 47,64 4 Anoi Hitam 52,21 61,04 36,08 5 Benteng 49,43 59,35 26,62 6 Ujung Kareung 65,43 66,96 54,46 7 Jaboi 50,33 45,81 33,57 8 Sumur Tiga 55,04 53,26 48,07 9 Rubiah Sea Garden 67,74 64,28 38,25 10 Lhok Weng 63,85 72,96 34,11 11 Batee Meurenon 66,12 57,84 41,72 12 Beurawang 54,17 59,09 37,62 13 Rhenteuk 41,16 54,12 24,85

Pada bulan Februari 2011 mulai terlihat adanya penurunan nilai indeks

pemutihan dibandingkan dengan bulan Mei dan Juli 2010. Pada bulan Februari

2011 terlihat mulai terjadi pemulihan, hal ini ditunjukkan untuk setiap proporsi

karang yang sebelumnya mengalami pemutihan dan pucat telah kembali dalam

(5)

sebesar 15 %. Data Kategori karang yang mengalami pemutihan ditampilkan

pada Lampiran 3.

Secara umum tingginya SPL pada bulan Mei telah menyebabkan

terjadinya pemutihan. Nilai SPL pada bulan Mei 2010 memiliki nilai di atas 31

˚C untuk setiap stasiun pengamatan, sedangkan pada bulan Februari 2011 SPL mulai mengalami penurunan menjadi 28-29 ˚C pada setiap stasiun pengamatan

(Gambar 9).

Gambar 9. Nilai SPL bulan Mei 2010, Juli 2010, dan Februari 2011 hasil pendugaan citra satelit MODIS pada setiap lokasi pengamatan

Mayoritas pemutihan karang secara besar-besaran dalam kurun waktu dua

dekade terakhir ini berhubungan dengan peningkatan suhu permukaan laut (SPL)

dan khususnya pada hotspots (Hoegh-Guldberg, 1999 dalam Westmacott, S et al.,

2000 ). Hasil penelitian Goreau dan Hayes (2005a) mengatakan bahwa

peningkatan suhu 1-2 ˚C di atas suhu rata-rata dalam satu bulan dapat

27,00 28,00 29,00 30,00 31,00 SPL ( ˚C) Stasiun Pengamatan SPL(C˚)Mei 2010 SPL(C˚) Juli 2010 SPL(C˚) Feb 2011

(6)

menyebabkan pemucatan (bleaching) pada hewan karang, hal ini terjadi pada

musim peralihan ke-1 pada bulan April – Mei tahun 2010, dimana terjadi

kenaikan SPL sebesar 1-2˚C, dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. hotspot

adalah daerah dimana SPL memiliki nilai suhu tertinggi dibandingkan dari

rata-rata selama 10 tahun di lokasi tersebut (Goreau dan Hayes, 1994 dalam

Westmacott, S. et al., 2000).

Perubahan suhu secara signifikan terjadi pada bulan April 2010 dengan

nilai 31,29 ˚C. Apabila hotspot naik lebih dari 1°C diatas maksimal tahunan

selama 10 minggu atau lebih, pemutihan pasti terjadi (Wilkinson, 1999 dalam

Westmacott, S. et al., 2000). Anomali antara 0.7- 0.9 °C, akan mengalami

pemutihan ringan dengan kondisi zooxhanthellae dapat kembali. Anomali suhu

yang melebihi 0.9 °C di atas rata-rata akan menyebabkan kematian karang yang

tinggi (Gambar 10).

Gambar 10. Besaran nilai trend pemutihan sebagai fungsi anomali panas (modifikasi) (sumber : Goreau dan Hayes, 2005b)

0 10 20 30 40 50 60 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 Lap o ran Pem u tihan Tahun <0,7 0,7-0,9 >0,9 Anomali Temperature Maksimum (°C)

(7)

Peristiwa kematian karang yang tinggi ini dapat terjadi, apabila dengan

anomali suhu yang panas dan terjadi secara berkepanjangan (Goreau dan Hayes,

2005b). Kenaikan suhu akan mengganggu kemampuan zooxanthellae untuk

berfotosintesis dan dapat memicu produksi senyawa kimia berbahaya yang

akhirnya merusak sel-sel zooxhanthellae pada hewan karang. Pada kondisi ini

hewan karang yang kehilangan zooxanthellae menyebabkan penurunan dan

efisiensi dalam melakukan kegiatan fotosintesis pada terumbu karang yang

akhirnya menyebabkan karang mengalami kematian.

Penelitian yang dilakukan oleh Ateweberhan dan Mclanahan (2010)

mengenai respon kejadian El-Nino Southern Oscillation (ENSO) pada tahun 1998

terhadap persen penutupan terumbu karang pada 36 lokasi di Western Indian

Ocean Region mengungkapkan adanya pengaruh yang signifikan yang disebabkan peningkatan SPL akibat dampak dari el-nino terhadap persen penutupan terumbu

karang dimana terlihat adanya perubahan persen penutupan terumbu karang yang

mengalami penurunan setelah kejadian el-nino pada tahun 1998. Penurunan

tertinggi terjadi di pusat dan daerah tengah-northern WIO, Arab dan Oman Gulfs.

Wilayah yang sangat rentan dengan kematian karang yang tinggi adalah India

Selatan, Sri Lanka, dan Maladewa. Sedangkan perairan Laut Merah, Mayotte,

Komoro, Selatan Mozambik, Afrika Selatan, Madagaskar, Réunion, Mauritius dan

Rodrigues merupakan wilayah dengan dampak kematian rendah hingga sedang.

4.3 Hubungan Perubahan SPL Terhadap Persentase Pemutihan Tingkat Genera

Hasil pendugaan oleh Citra Satelit Aqua Modis menunjukkan adanya

(8)

dengan nilai rata-rata SPL sebesar 31,29 ˚C pada bulan April dan 31,17 ˚C pada

bulan Mei. Peningkatan SPL ini memicu terjadinya pemutihan pada sebagian

Genera karang (Gambar 11). Genera Gardinoseris, Pocillopora, Favites,

Acropora, Asteropora, dan Hydnopora, Galaxea, Echinopora, Platygra, dan Fungia merupakan sepuluh genera yang mengalami pemutihan tertinggi.

Gambar 11. Persentase kategori pemutihan koloni karang berdasarkan tingkat genera pada bulan Mei 2010

Pada bulan Juli 2010, hasil pendugaan SPL menunjukkan terjadinya

penurunan sebesar 1-2 ˚C, dengan nilai rata-rata SPL sebesar 28-29 ˚C. Genera

Leptoria, Symphyllia, Astreopora, Physogyra, Favia, Fungia, Acanthastrea, Favites, Montastrea, dan Galaxea merupakan 10 genera tertinggi yang mengalami pemutihan (Gambar 12). Hasil pengamatan pada bulan Juli menunjukkan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Gar d in o ser is P o cillo p o ra Fav ites A cr o p o ra A str eo p o ra Gala x ea Hy d n o p h o ra E ch in o p o ra P laty g y ra Fu n g ia Millep o ra G o n io p o ra A ca n th astre a P o rites m ass iv e C y p h astre a P o rit es b ra n ch ing Go n iast rea Sy m p h y llia L ep to ria Mo n tas trea L o b o p y llia Mo n tip o ra Fav ia Dip lo astre a Per sen tasi K ate go ri Pem u tihan ( % ) Mati Putih Pucat Sehat

(9)

sebagian karang mengalami pemutihan dan sebagian lainnya telah mengalami

kematian. Karang yang mengalami kategori pemutihan tertinggi adalah genus

Leptoria sebesar 92 %,genus Symphylia sebesar 85 %, genus Astreopora sebesar 85 %, dan genus Physogyra sebesar 83 %. Genera karang yang mengalami

kematian tertinggi adalah genera Acropora dengan persentase sebesar 94 % ,

Pocillopora dengan persentase sebesar 86 %, dan Porites branching dengan persentase kematian sebesar 59 %.

Gambar 12. Persentase kategori pemutihan koloni karang berdasarkan tingkat genera pada bulan Juli 2010

Pada bulan Februari 2011 ditemukan sebagian genera karang dalam

kondisi sehat, sedangkan genera lainnya ditemukan dalam kondisi pucat dan mati

(Gambar 13). Genera yang banyak ditemukan dalam kondisi sehat adalah

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 L ep to ria Sy m p h y ll ia A str eo p o ra P h y so g y ra Fav ia Fu n g ia A can th as trea Fa v it es Mo n tast rea Gala x ea Go n io p o ra Go n iast rea Gar d in o ser is Millep o ra P o rites m ass iv e Hy d n o p h o ra E ch in o p o ra C y p h astre a L o b o p y llia Mo n ti p o ra P o cillo p o ra P o rites b ran ch in g Dip lo astre a A cr o p o ra Per sen tase K ate go ri Pem u tihan K ar an g (% ) Mati Putih Pucat Sehat

(10)

Goniopora, Acanthastrea, Cyphastrea, Pavona, Stylophora, Montipora, Favia Leptrastrea dan Diploastrea. Genera yang banyak ditemukan mengalami kondisi pucat, seperti Cyphastrea, Echinopora, Hydnopora, Seriatopora dan Goniastrea.

Genera yang sebagian ditemukan dalam kondisi mati, antara lain Pocillopora dan

Acropora (Gambar 13).

Gambar 13. Persentase kategori pemutihan koloni karang berdasarkan tingkat genera pada bulan Februari 2011

Secara umum proporsi genera karang yang ditemukan selama tiga kali

periode pengamatan, yaitu bulan Mei 2010, bulan Juni 2010, dan bulan Februari

2011 menunjukkan adanya perubahan signifikan. Pada saat terjadinya pemutihan

karang, yaitu pada bulan Mei 2010 banyak ditemukan sebagian karang dalam

kondisi mati sebesar 4,8 %, putih sebesar 66,9 %, pucat sebesar 21 % dan sehat

sebesar 7,3 %. Pada bulan Juli 2010 ditemukan sebagian karang dalam kondisi

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 P o cil lo p o ra A cr o p o ra Fu n g ia P o rites m ass iv e G ar d ino se ris P o rites b ran ch in g P laty g y ra Fav ites Ser iato p o ra Gala x ea Go n iast rea Mo n tast rea A str eo p o ra Dip lo astre a L ep tast rea Fav ia Mo n tip o ra Hy d n o p h o ra Sty lo p h o ra P av o n a A ca n th astre a C y p h astre a E ch in o p o ra Go n io p o ra Per sen tase K ate go ri Pem u tihan K ar an g (% ) Mati Putih Pucat Sehat

(11)

mati sebesar 44 % , putih sebesar 34,6 %, pucat sebesar 6,3 % dan sehat sebesar

15,2 %. Pada periode akhir pengamatan, yaitu bulan Februari 2011 ditemukan

sebagian karang dalam kondisi mati sebesar 34,7 %, putih sebesar 0,5 %, pucat

sebesar 3 %, dan 61,7 % dalam kondisi sehat (Gambar 14). Dokumentasi

mengenai genera karang yang mengalami pemutihan pada saat pengamatan bulan

Mei 2010 ditampilkan pada Lampiran 4.

Gambar 14. Proporsi karang pada periode pengamatan Mei 2010, Juli 2010, dan Februari 2011

Terdapat beberapa variasi kematian karang akibat pemutihan, koloni

karang dapat mengalami kematian atau dapat juga mengalami pemulihan. Karang

yang mengalami kematian dapat berupa kematian sebagian atau seluruhnya.

Koloni karang dengan ukuran yang besar sering mengalami kematian sebagian,

sedangkan sebagian koloni dengan ukuran kecil umumnya mengalami kematian

mutlak. Karang yang mengalami pemulihan sering diikuti dengan kejadian

turunnya suhu yang mendekati kondisi normal (Baker, et al., 2008) serta ditandai

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Mei Juli Februari Waktu pengamatan P e rsen ta si K at e gor i P e m u ti h an (%) Mati Putih Pucat Sehat

(12)

dengan adanya karang yang baru tumbuh (recruitments) (Graham et al.,2006

dalam Smith et al., 2008).

Pada bulan Februari 2011 umumnya didominasi karang dalam kondisi

sehat, walaupun ada beberapa karang yang mengalami kematian. SPL hasil

pendugaan melalui citra satelit Aqua Modis menunjukkan bahwa SPL pada bulan

Februari rata-rata berkisar diantara 28-29 ˚C, begitu juga hasil rata-rata SPL pada

bulan sebelumnya, yaitu pada bulan Desember 2010 dan Januari 2011 ditemukan

dengan kondisi SPL yang mulai berangsur-angsur menurun dengan nilai SPL 28

˚C.

Kondisi karang yang ditemukan pada kondisi sehat ini dijelaskan oleh

Birkeland (1997) yang mengatakan bahwa suhu optimal untuk pertumbuhan

karang adalah 26-28 ˚C, selain nilai suhu yang optimal tersebut, ada beberapa

faktor lain yang mengurangi dampak pemutihan karang seperti pengaruh

lingkungan dan fisik perairan, seperti paparan cahaya matahari terhadap karang

dalam kondisi yang tidak berlangsung lama, nutrient yang tinggi, rendahnya

sedimentasi (Craig et al., 2001; Salm et al., 2001 dalam Baker et al., 2008).

Hasil penelitian ini menemukan bahwa genera Pocillopora dan Acropora

rentan terhadap pemutihan, sedangkan karang yang mampu menoleransi

perubahan suhu secara signifikan adalah genera Diplostrea dan Montipora. Hal

ini bisa dilihat pada akhir pengamatan, yaitu bulan Februari 2011 karang

Acropora dan Pocillopora memiliki tingkat kematian sebesar 63,5 % dan 56,2 %, sedangkan karang Diplostrea dan Montipora memiliki tingkat kematian 3,1 % dan

2,1 %. Karang-karang pembangun terumbu tidak semuanya sama dalam

(13)

masif (Porites sp.) relatif tahan terhadap tekanan suhu dan jika mengalami

pemutihan cenderung pulih dengan sedikit atau tanpa peningkatan kematian.

Genus Acropora (karang bercabang) terlihat lebih peka oleh peningkatan suhu

perairan. Dalam kasus ini bisa mencapai 95% dari koloni yang mengalami

pemutihan dan mati dalam 3-6 bulan berikutnya (Gleason dan Wellington, 1993).

Penelitian yang dilakukan oleh McClanahan mengenai dampak dan respon

pemutihan dan kematian karang pada dua lokasi berbeda, yaitu Kenya dan Great

Barrier Reef (GBR), Australia mengungkapkan bahwa genera Stylophora dan Pocillopora merupakan genera yang rentan mengalami pemutihan di kedua lokasi tersebut, sedangkan Acropora dan Porites bercabang lebih mudah mengalami

pemutihan pada lokasi pengamatan di Kenya daripada di GBR, sedangkan genera

Goniopora, Galaxea dan Pavona merupakan genera yang cenderung bertahan pada kedua lokasi tersebut (McClanahan et al., 2004).

Penelitian lainnya juga menjelaskan bagaimana respon pemutihan

beberapa genera karang di Kenya terhadap kejadian El Nino dan Indian Ocean

Dipole pada tahun 1998. Penelitian tersebut mengungkapkan genera Acropora, Millepora, Pocillopora, Porites bercabang dan Stylopohora menunjukkan respon pemutihan yang cepat dan kematian yang tinggi, sedangkan genera karang lainnya

seperti Echinopora, Favia, Favites, Galaxea, Hydnopora, Goniopohora, Leptoria,

Montipora, Playgyra dan Porites masif banyak ditemukan p ada kondisi putih. Astreopora, Cocinarea, Cyphastrea dan Pavona merupakan genera yang dimana banyak mengalami pemutihan, tetapi sedikit yang mengalami kematian

(14)

mempunyai respon yang berbeda dalam menghadapai stres yang diakibatkan

peningkatan suhu permukaan laut.

Respon yang berbeda tersebut dipengaruhi oleh jaringan yang tipis serta

usia dan ukuran koloni karang yang merupakan beberapa faktor yang

membedakan respon terjadinya pemutihan pada setiap genus karang. Pada jenis

karang Acropora yang memiliki jaringan lebih tipis memiliki sifat lebih cepat

mengalami kematian akibat peningkatan suhu yang tiba-tiba. Jaringan yang tipis

ini akan memberikan energi yang sedikit pada saat melakukan kegiatan

fotosintesis, sehingga dapat mempercepat kematian karang (Loya et al., 2001

dalam McCowan et al.,2012)

Douglas (2003) juga memaparkan mengenai respon yang berbeda pada

setiap genus karang akibat peningkatan suhu permukaan laut dapat dilihat melalui

dua perspektif, yaitu ekologi molekuler symbiodinium dan ekofisiologi karang.

Genus Symbiodinium memiliki variasi molekuler pada tingkat ribosomal RNA

(rRNA) yang tercakup dalam dua clade yaitu filotipe A dan filotipe B – F (Rowan,

1998 dalam Douglas, 2003). Filotipe A, B dan C termasuk yang kosmopolit dan

terdistribusi secara luas di Atlantik dan Indo-Pasifik, meskipun ribotipe C

biasanya tidak terdapat pada daerah latitude tinggi (>35 – 400).

Variasi genetik pada kerentanan terhadap pemutihan ditunjukkan melalui

penelitian pada karang Montastrea annularis dan M. faveolata di pesisir Karibia,

Panama. Spesies-spesies tersebut memiliki ribotipe A, B dan C. Karang yang

mengandung ribotipe B dan C (B mendominasi, >80% sel alga) tidak

menunjukkan gejala pemutihan secara visual saat peningkatan suhu, sedangkan

(15)

pemutihan (Rowan et al., 1997 dalam Douglas, 2003). Dari fenomena tersebut

tampaknya ribotipe C memiliki toleransi yang lebih rendah terhadap

pemutihan,akan tetapi basis biokimia dalam variasi genetis Symbiodinium saat ini

masih belum diketahui (Douglas, 2003).

4.4 Hubungan SPL dengan Pemutihan Karang

Hubungan antara SPL dengan indeks pemutihan dikelompokkan

berdasarkan analisis perhitungan komponen utama, untuk melihat seberapa besar

keterkaitan antara satu parameter dengan parameter yang lain. Parameter yang

dianalisis adalah SPL dengan indeks pemutihan karang. Indeks pemutihan karang

terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu karang sehat, karang pucat, karang 0-20

% putih, karang 20-50 % putih , karang 50-80 % putih, 80-100 % putih dan

karang mati. Pada lokasi penelitian terbagi menjadi 13 stasiun penelitian dimana

stasiun penelitian tersebut terbagi menjadi tiga Zonasi, yaitu wilayah Panglima

laot, Open Acess dan Tourist Area.

4.4.1 Pengamatan bulan Mei 2010

Pada pengamatan bulan Mei 2010 diperoleh delapan akar ciri. Akar ciri

pertama memiliki nilai 2,51 dan mampu menerangkan keragaman data sebesar

31,38 %. Akar ciri kedua memiliki nilai 1,65 dan mampu menerangkan

keragaman data sebesar 20,68 %. Akar ciri ketiga memiliki nilai 1,48 dan mampu

menerangkan keragaman data sebesar 18,5 %. Dari ketiga akar ciri tersebut

didapatkan nilai persen keragaman total sebesar 70,56 % (Lampiran 5). sehingga

interpretasi analisis komponen utama ini dapat mewakili 70 % informasi dari data

(16)

Hasil analisis komponen utama menjelaskan pada sumbu pertama

pengaruh SPL berkorelasi positif terhadap karang yang mengalami pemutihan

pada kategori pucat, karang 0-20 % putih, dan karang 20-50 % putih. Pada sumbu

kedua didapatkan hubungan variabel SPL yang juga berkorelasi positif terhadap

karang pucat, karang 0-20 % putih dan karang 20-50 % putih (Gambar 15).

Gambar 15. Analisis komponen utama antara SPL dengan indeks pemutihan pada sumbu satu (F1) dan sumbu dua (F2) pada pengamatan bulan Mei 2010

Pada Gambar 16 merupakan hasil pengelompokkan analisis komponen

utama pada sumbu satu dan sumbu dua terhadap keseluruhan stasiun penelitian

didapatkan bahwa karang yang mengalami kematian banyak ditemukan pada

stasiun Batee Meuronron, Rubiah Sea Garden dan Ujung Kareung , sedangkan

karang yang berada dalam kondisi sehat banyak ditemukan pada stasiun penelitian F2 (20,68 %)

(17)

Jaboi dan Renteuk. Selain itu stasiun Sumur Tiga juga banyak ditemukan karang

pada kondisi sehat dan mengalami kematian.

Gambar 16. Hasil pengelompokkan stasiun penelitian menggunakan analisis komponen utama berdasarkan sumbu satu dan sumbu dua pada bulan Mei

Pada sumbu ketiga didapatkan hubungan yang berkorelasi positif di antara

variabel SPL dengan hampir semua beberapa kategori karang seperti karang

pucat, karang sehat, karang 20-50 % putih, karang 50-80 % putih, karang 80-100

% putih,dan karang mati, kecuali untuk kategori karang 0-20 % putih dimana

didapatkan korelasi yang negatif di antara variabel SPL dengan kategori karang

0-20 % putih tersebut (Gambar 17).

Hasil pengelompokkan pada sumbu satu dan sumbu tiga karang yang

banyak ditemukan pada kondisi mengalami pucat berada pada stasiun Renteuk

dan Jaboi, sedangkan karang yang ditemukan dalam kondisi mati berada pada

stasiun Rubiah Sea Garden (Gambar 18).

F1 (31,38 %) F2 (20,68 %)

(18)

Gambar 17. Analisis komponen utama antara SPL dengan indeks pemutihan pada sumbu satu (F1) dan sumbu tiga(F3) pada pengamatan bulan Mei 2010

Gambar 18. Hasil pengelompokkan stasiun penelitian menggunakan analisis komponen utama berdasarkan sumbu satu dan sumbu tiga pada bulan Mei

F3 (18,51 %)

F1 (31,38 %) F3 (18,51 %)

(19)

Hubungan yang terbentuk pada sumbu satu dan sumbu kedua diperoleh

hubungan negatif antara variabel SPL terhadap kategori karang yang mengalami

kematian, sedangkan untuk sumbu ketiga didapatkan variabel SPL cenderung

berpengaruh terhadap beberapa jenis kategori karang yang mengalami pemutihan,

kecuali untuk kategori karang 0-20 % putih.

Hal ini menjelaskan bahwa pada bulan ini kenaikan SPL tidak berdampak

langsung terhadap kematian karang, mekanisme terjadinya pemutihan karang

adalah hilangnya jaringan pigmen zooxhanthellae dalam sel, yang menyebabkan

karang mengalami perubahan warna menjadi pucat atau putih sebagian apabila

kondisi ekstrim tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka karang

akan cepat mengalami kematian (Reid et al., 2009).

4.4.2 Pengamatan bulan Juli 2010

Pengamatan pada bulan Juli 2010 didapatkan nilai akar ciri pertama

sebesar 3,75 akar ciri pertama tersebut mampu menerangkan keragaman data

sebesar 46,97 %. Akar ciri kedua memiliki nilai 1,26 dan mampu menerangkan

keragaman data sebesar 15,8 %. Akar ciri ketiga didapatkan nilai sebesar 1,04

dan mampu menerangkan keragaman data sebesar 13,04 % . Ketiga akar ciri

tersebut memiliki persen keragaman total sebesar 75,82 % (Lampiran 6).

Pada sumbu pertama dan sumbu kedua hubungan yang terbentuk di antara

variable SPL berkorelasi positif dengan karang yang mengalami kematian .

Variabel SPL juga memiliki hubungan yang negatif terhadap kategori karang

(20)

Gambar 19. Analisis komponen utama antara SPL dengan indeks pemutihan pada sumbu satu (F1) dan sumbu dua (F2) pada pengamatan bulan Juli

2010

Gambar 20. Hasil pengelompokkan stasiun penelitian menggunakan

analisis komponen utama berdasarkan sumbu satu dan sumbu dua pada bulan Juli

F2 (15,80 %)

F1 (46,97 %)

F2 (15,80 %)

(21)

Hasil pengelompokkan analisis komponen utama pada stasiun penelitian

didapatkan bahwa karang yang mengalami kematian banyak ditemukan pada

stasiun Gapang, Rubiah Channel, dan Ujung Seurawan (Gambar 20).

Pada Gambar 20 juga ditampilkan karang yang berada dalam kondisi

sehat banyak ditemukan pada stasiun penelitian Jaboi, sedangkan pada stasiun

lainnya seperti Benteng dan Rubiah Sea Garden umumnya banyak ditemukan

karang dalam kondisi 50-80 % putih dan 80-100 % putih.

Pada sumbu ketiga hubungan yang terbentuk diantara variabel SPL dengan

beberapa kategori karang yang mengalami pemutihan juga memiliki korelasi yang

sama dimana variabel SPL berkorelasi posistif terhadap karang yang mengalami

kematian dan berkorelasi negatif dengan karang 50-80 % putih dan karang pucat

(Gambar 21).

Gambar 21. Analisis komponen utama antara SPL dengan indeks pemutihan pada sumbu satu (F1) dan sumbu tiga (F3) pada pengamatan bulan Juli 2010

F1 (46,97 %) F3 (13,05 %)

(22)

Pengelompokkan sebaran staiun penelitian pada sumbu satu dan tiga

didapatkan karang yang memiliki kondisi sehat berada pada stasiun Rubiah Sea

Garden, sedangkan stasiun Gapang merupakan stasiun yang dicirikan banyaknya

karang ditemukan dalam kondisi mengalami kematian (Gambar 22).

Gambar 22. Hasil pengelompokkan stasiun penelitian menggunakan

analisis komponen utama berdasarkan sumbu satu dan

sumbu tiga pada bulan Juli

Hubungan yang terjadi pada pengamatan bulan Juli 2010 terlihat adanya

kecenderungan karang yang memutih pada bulan Mei 2010 mengalami kematian,

hal ini dapat dilihat bahwa pada pengamatan bulan Juli, variable SPL memiliki

korelasi yang positif dengan karang mati.

Banyakanya kematian karang pada bulan Juli 2010 ini disebabkan selama

peristiwa pemutihan, karang kehilangan 60-90% dari jumlah zooxanthellanya dan

zooxantela yang masih tersisa dapat kehilangan 50-80% pigmen fotosintesisnya (Glynn, 1996 dalam Rani, 2001). Gangguan yang berkepanjangan ini dapat

F3 (13,05 %)

(23)

menyebabkan kematian pada karang tidak hanya pada individu koloni, tetapi juga

terumbu karang secara luas.

4.4.3 Pengamatan bulan Februari 2011

Pada pengamatan bulan Februari 2011 hubungan di antara variable SPL

dengan nilai indeks pemutihan untuk sumbu pertama memiliki akar ciri 2,05 yang

mampu menerangkan keragamn data sebesar 25,69 %. Akar kedua memiliki nilai

1,76 dan mampu menerangkan keragaman data sebesar 22,06 %. Sumbu ketiga

memiliki akar ciri 1,53 dan mampu menerangkan data sejumlah 19,16 %. Jumlah

total persentase keragaman data yang didapatkan dari nilai ketiga akar ciri tersebut

adalah sebesar 66,92 % (Lampiran 7).

Sumbu pertama variable SPL memiliki korelasi yang positif dengan

karang 50-80 % putih dan karang 80-100 % putih dan memiliki korelasi yang

negatif dengan karang 0-20 % putih, karang pucat, karang sehat, karang mati dan

karang 20-50 % putih (Gambar 23).

Pada sumbu kedua variable SPL memiliki korelasi yang positif terhadap

karang sehat, karang pucat, karang mati (Gambar 23) dan memiliki korelasi yang

negatif dengan karang 0-20 % putih, karang 20-50 % putih, karang 50-80 % putih

dan karang 80-100 % putih (Gambar 23).

Hasil pengelompokkan stasiun pada sumbu satu dan dua ditemukan

stasiun yang memilki karakteristik karang dalam kondisi sehat, diantaranya pada

stasiun Rubiah Channel, Rhenteuk, Rubiah Sea Garden, Sumur Tiga, Benteng,

dan Jaboi , sedangkan stasiun yang dicirikan dengan banyaknya karang yang

(24)

Gambar 23. Analisis komponen utama antara SPL dengan indeks pemutihan pada sumbu satu (F1) dan sumbu dua (F2) pada pengamatan bulan

Februari 2011

Gambar 24. Hasil engelompokkan stasiun penelitian menggunakan analisis komponen utama berdasarkan sumbu satu dan sumbu dua pada bulan Februari

F2 (22,07 %)

F1 (25,69 %)

F1 (25,69 %) F2 (22,07 %)

(25)

Pada Gambar 24 juga ditampilkan sebaran stasiun lainnya seperti Batee

Meuronron, Ujung Kareung, Ujung Seurawan, dan Lhok Weng yang didominasi

oleh karang dengan kategori 50-80 % putih dan karang 80-100 % putih.

Pada sumbu ketiga didapatkan hubungan yang terbentuk di antara variabel

SPL dengan beberapa kategori karang memiliki korelasi yang positif antara

variabel SPL terhadap beberapa kategori karang. Korelasi yang positif tersebut

terjadi pada karang sehat, karang mati, karang 0-20 % putih, karang 20-50 %

putih, dan karang 50-80 % putih serta karang mati , sedangkan untuk kategori

karang pucat dan karang 80-100 % putih memiliki hubungan yang negatif

(Gambar 25).

.

Gambar 25. Analisis komponen utama antara SPL dengan indeks pemutihan pada sumbu satu (F1) dan sumbu tiga (F3) pada pengamatan bulan

Februari 2011

F3 (19,16 %)

(26)

Sebaran pengelompokkan stasiun pengamatan pada sumbu satu dan tiga

umumnya memiliki karakteristik yang sama, seperti stasiun Sumur Tiga yang

dicirikan dengan banyaknya ditemukan karang dalam kondisi mengalami

kematian dan stasiun Anoi Hitam yangdicirikan banyaknya karang ditemukan

dalam kondisi sehat (Gambar 26). Secara umum hasil pengamatan pada bulan

Februari 2011 pada sumbu satu, dua dan tiga didapatkan pengelompokkan stasiun

dengan karakteristik karang dalam kondisi sehat serta kondisi mengalami

kematian .

Gambar 26. Hasil pengelompokkan stasiun penelitian menggunakan analisis komponen utama berdasarkan sumbu satu dan sumbu tiga pada bulan Februari

Pada bulan ini dapat disimpulkan hubungan yang terjadi antara SPL

dengan beberapa kategori karang berdasarkan analisis komponen utama

didapatkan hasil dimana variabel SPL memiliki hubungan positif terhadap karang

yang mengalami kematian dan karang yang berada pada kondisi sehat.

F1 (25,69 %) F3 (19,16 %)

(27)

Karang yang berada pada kondisi mengalami kematian diduga disebabkan

oleh adanya karang yang memutih pada pengamatan bulan Mei dan Juli 2010

banyak yang mengalami kematian, sedangkan karang yang banyak ditemukan

pada kondisi sehat dipengaruhi oleh turunnya SPL yang dapat menyebabkan

karang yang mengalami kematian dapat pulih kembali.

Gambar

Gambar 7. Fluktuasi SPL rata-rata bulanan periode Januari 2006 - Februari   2011 hasil pendugaan citra satelit Aqua MODIS
Gambar 8. Visualisisasi SPL secara spasial hasil pendugaan citra satelit MODIS     pada bulan April 2010 (A) dan bulan Mei 2010 (B)
Gambar 9. Nilai SPL bulan Mei 2010, Juli 2010, dan Februari 2011 hasil  pendugaan citra satelit MODIS pada setiap lokasi pengamatan
Gambar 10. Besaran nilai trend pemutihan sebagai fungsi anomali panas      (modifikasi) (sumber : Goreau dan Hayes, 2005b)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terkait dengan kesaksian gereja bagi konteks Indonesia, nampaknya GPIB telah dan terus berupaya menjadi gereja yang bukan saja menuntut orang lain untuk bersikap terbuka, tetapi

STIA BANDUNG.. cara pandang pemerintah terhadap PKL jika pemerintah melihat PKL sebagai potensi sosial ekonomi yang bisa dikembangkan, maka kebijakan yang dipilih biasanya

Pupuk kandang merupakan salah satu contoh pupuk organik yang berasal dari kandang ternak, baik berupa kotoran padat (faeces) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing

Dari tabel di atas, Hasil Uji F dapat diketahui bahwa nilai F hitung sebesar 13,151 dengan tingkat probabilitas sebesar 0,000 yang artinya lebih kecil dari 0,05 maka model

1) Ujian susulan adalah ujian yang diberikan kepada peserta pelatihan yang tidak dapat mengikuti Ujian Komprehensif Tertulis dan Praktik utama (sesuai dengan jadwal yang

26 Penyelenggaraan musrenbang RPJPD, Belanja Alat Tulis Kantor APBD Sanggau (Kab.) Volume:1 Paket.

Bab keempat, berisi tentang analisis tinjauan Hukum Ekonomi Islam terhadap Tanggung Jawab Ahli Waris di Bawah Umur atas Pelunasan Pembiayaan Akad Musha&gt;rakah

Pilih tipe koleksi &gt; Buku; digunakan untuk mengunggah file buku, apabila di klik akan muncul tampilan secara detail, disebelah kanan terdapat menu download template dan