• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN METODE GIBSON & LO UNTUK PREDIKSI PEMAMPATAN TANAH GAMBUT BERSERAT YANG MENGALAMI PENURUNAN KADAR AIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGUNAAN METODE GIBSON & LO UNTUK PREDIKSI PEMAMPATAN TANAH GAMBUT BERSERAT YANG MENGALAMI PENURUNAN KADAR AIR"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN METODE GIBSON & LO

UNTUK PREDIKSI PEMAMPATAN TANAH GAMBUT

BERSERAT YANG MENGALAMI

PENURUNAN KADAR AIR

Faisal Estu Yulianto1 dan Noor Endah Mochtar2

1

Dosen Teknik Sipil Universitas Madura/Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil FTSP-ITS, email:Faisal_ey@yahoo.co.id

2

Guru Besar Teknik Sipil FTSP_ITS Surabaya, email: noor_endah@ce.its.ac.id; noormochtar@gmail.com

ABSTRAK

Tanah gambut meruapakan tanah yang terbentuk dari proses dekomposisi tumbuhan seperti rumput, paku pakuan dan tumbuhan rawa lainnya; karena proses terbentuknya dalam lahan basah serta dalam kondisi anaerob maka proses pelapukannya tidak berjalan dengan baik sehingga serat tumbuhan masih terlihat jelas. Akibat kondisi serat tersebut maka tanah gambut mempunyai perilaku pemampatan yang berbeda dengan tanah lempung. Oleh sebab itu, metode Gibson dan Lo diadopsi sebagai ganti metode Terzaghi untuk memprediksi pemampatan tanah gambut; hasilnya selama ini sangat memuaskan. Dalam paper ini akan dibahas apabila metode Gibson dan Lo dipakai untuk memprediksi perilaku pemampatan tanah gambut yang mengalami penurunan kadar air mengingat pada kenyataannya lahan gambut di lapangan

sering mengalami peristiwa penurunan muka air tanah akibat “dewatering”. Studi ini dilakukan dalam

skala laboratorium dengan cara membiarkan gambut berinteraksi dengan udara ruangan tanpa pengaruh sinar matahari sampai mencapai kadar air yang ditentukan. Hasil studi menunjukkan bahwa perilaku pemampatan tanah gambut masih seperti tanah gambut initial bilamana kondisi tanah gambut tidak sampai kering (Wc ≤ 20%Wc-initial); begitu juga kecepatan pemampatan sekundernya. Parameter Gibson

dan Lo yaitu parameter pemampatan primer (a) dan parameter pemampatan sekunder (b) semakin kecil dengan semakin rendahnya kadar air tanah gambut. Metode Gibson dan Lo tidak dapat di pakai untuk memprediksi pemampatan tanah gambut yang kering (Wc ≤ 20%Wc-initial).

Kata kunci: Gambut berserat, Gibson & Lo, penurunan kadar air

1.

PENDAHULUAN

Tanah gambut merupakan tanah yang terbentuk dari pelapukan berbagai macam jenis rumput, paku-pakuan, bakau, pandan, pinang, serta tumbuhan rawa lainnya [1]. Tanah gambut ini biasanya terbentuk di daerah rawa rawa dan dataran rendah atau pada daerah dengan kecepatan perubahan iklim yang rendah. Karena tempat tumbuh dan tertimbunnya sisa tumbuhan selalu lembab dan tergenang air serta sirkulasi oksigen yang kurang bagus, maka proses humifikasi oleh bakteri tidak berjalan dengan sempurna. Sebagai akibatnya sebagian serat-serat tumbuhan masih terlihat jelas dan sangat mempengaruhi perilaku dari tanah gambut.

MacFarlane dan Radfort [2] membagi tanah gambut dalam 2 jenis berdasarkan kandungan seratnya, yaitu gambut berserat apabila kandungan seratnya  20% dan gambut tidak berserat dengan kandungan serat < 20%. Perilaku gambut berserat sangat berbeda dengan gambut tidak berserat, hal ini disebabkan gambut berserat mempunyai 2

(2)

pori yaitu makro pori yang terletak antar serat gambut dan mikropori yang berada dalam serat gambut. Sebagai akibat dari kondisi pori tanah gambut yang khas tersebut maka perilaku tanah gambut sangat berbeda dengan tanah lempung terutama perilaku pemampatannya sehingga teori Terzaghi [3] tidak dapat digunakan untuk memprediksi perilaku pemampatan tanah gambut [4].

Gibson & Lo [5] memperkenalkan test konsolidasi dengan metode pembebanan 1 tahap untuk memprediksi perilaku pemampatan gambut berserat, yang kemudian dikembangkan oleh Edil dan Dhowian [6]. Metode ini kemudian diaplikasikan untuk gambut berserat di Indonesia oleh Mochtar, N.E [7]; hasilnya sangat memuaskan yang berarti bahwa metode Gibson dan Lo [5] dapat diaplikasikan pada gambut berserat Indonesia. Hanya saja belum diketahui apakah metode tersebut dapat diterapkan pada gambut berserat yang mengalami penurunan kadar air [8]. Untuk itu, makalah ini akan menyajikan hasil penelitian skala laboratorium tentang perilaku pemampatan gambut berserat Palangkaraya yang mengalami penurunan kadar air.

2.

GAMBUT INITIAL

Sampel tanah gambut diambil dari desa Bareng Bengkel, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Sampel tanah gambut diambil dalam kondisi terganggu dan tidak terganggu dari kedalalaman 0.5 – 1.5 meter. Pengujian parameter fisik gambut dilakukan di lokasi pengambilan sampel yaitu uji vane shear, keasaman, dan berat volume, dan di laboratorium yaitu kadar air, berat jenis, kadar organik, kadar abu, dan kandungan serat. Pengujian tersebut dilakukan sesuai dengan prosedur yang dijelaskan pada Peat Testing

Manual [9]. Hasil pengujian sifat fisik gambut yang diberikan dalam Tabel 1 adalah

hasil penelitian yang dilakukan oleh Faisal, F.E & Mochtar, N.E [10]. Tabel 1. Sifat Fisik Gambut Palangkaraya

Parameter Tanah Gambut Unit Gambut yang diteliti Parameter gambut dari peneliti lainnya Berat Jenis - 1.49 1.4-1.7 Angka Pori - 9.7 6.89-11.09 Berat Volume t/m3 1,044 0.9-1.25 Keasaman - 3.1 3 - 7 Kadar Air % 649.78 450-1500 Kadar Organik % 97.0 62.5 - 98 Kadar Abu % 3.0 2 – 37.5 Kadar Serat % 52.1 39.5-61.3 [10]

(3)

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa parameter gambut Palangkaraya masih dalam rentang nilai hasil penguji lainnya. Menurut MacFarlane & Radfort [2] gambut Palangkaraya dapat dikatagorikan sebagai tanah gambut berserat (kandungan serat ≥ 20%). Selain itu, menurut Standard Classification of Peat Samples by laboratory

Testing ASTM D4427-84 Reapproved 1992 [11], gambut Palangkaraya dapat

diklasifikasikan sebagai “tanah gambut (Hemic) dengan kandungan abu rendah dan keasaman tinggi” atau “peat soil (hemic) with low ash content and high acidity”.

Untuk melihat struktur micro dari tanah gambut yang distudi, dilakukan uji Scaning

Electron Microscope (SEM). Hasil foto SEM dengan variasi pembesaran yang berbeda

ditunjukkan dalam Gambar 1; dari foto tersebut terlihat jelas adanya mikro pori dan makro pori dalam tanah gambut berserat. Adanya dua jenis pori tersebut menyebabkan proses keluarnya air pori dari gambut berserat memiliki dua tahapan yaitu air yang keluar dari makro pori dan air yang keluar dari mikro pori menuju makro pori.

(a) (b)

Gambar 1. Foto SEM gambut berserat Palangkaraya yang menunjukkan: (a) serat gambut dan makro pori, (b) mikro pori

Karena struktur mikro yang berbeda dengan tanah lempung, maka perilaku pemampatan tanah gambut berserat berbeda dengan tanah lempung. Yulianto, F.E dan Mochtar, N.E [10] menjelaskan bahwa kurva konsolidasi tanah gambut berserat terdiri atas 4 komponen yaitu, pemampatan segera (immediate compression/si), pemampatan primer

(primary compression/sp), pemampaan sekunder (secondary compression/ss) dan

pemampatan tersier (tertiary compression/st) seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Untuk tanah gambu berserat, pemampatan sekunder merupakan pemampatan yang paling dominan.

3.

METODE GIBSON DAN LO

Gibson & Lo [5] memperkenalkan model rheologi untuk memprediksi pemampatan pada tanah gambut (Gambar 3). Model tersebut terdiri atas sebuah model Hooke yang disambung secara seri dengan sebuah model Newton berupa elemen tunggal peredam dan dashpot yang menunjukkan efek non linier yang bergantung pada fungsi waktu.

(4)

Gambar 2. Kurva konsolidasi tanah gambu berserat metode beban satu tahap ( = 50 kPa)

Gambar 3. Model rheologi Gibson & Lo [5]

( ( ) ) ………. 1

Bozuzuk [12] menyatakan bahwa untuk menentukan parameter pemampatan primer (a), parameter pemampatan sekunder (b) dan faktor kecepatan pemampatan sekunder dapat diperoleh dari kurva hubungan antara log kecepatan regangan (log d/dt) dengan waktu (t). Garis regresi yang dibuat dari kurva tersebut diperpanjang sampai memotong sumbu ordinat = log (’. ); kemiringan dari garis regresi tersebut adalah - 0,434 ( /b).

14.0 14.5 15.0 15.5 16.0 16.5 17.0 0.1 1 10 100 1000 10000 100000 P e m a m p a ta n V e r ti k a l (m m ) Waktu (Menit) Gambut Berserat Initial sp st si ss

(5)

Sebagai contoh cara perhitungannya, Mochtar, N.E [7] menunjukkan kurva hubungan log kecepatan regangan (log d/dt) vs waktu (t) pada Gambar 4. Dari harga titik potong pada sumbu ordinat dan kemiringan dari garis regresi tersebut, diperoleh faktor pemampatan primer (a) = 3.85E-03, faktor pemampatan sekunder (b) = 8.70E-04, faktor kecepatan untuk pemampatan sekunder (λ/b)= 8.00E-08.

Gambar 4. Kurva Log d/dt dengan t untuk tanah gambut initial

4.

PEMAMPATAN

TANAH

GAMBUT

BERSERAT

YANG

MENGALAMI PENURUNAN KADAR AIR

Yulianto, F.E., dkk [13] menyatakan bahwa penurunan kadar air tanah gambut berserat berdampak pada sifat fisik dan sifat teknisnya. Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa total pemampatan semakin kecil dengan semakin rendahnya kadar air; hal ini disebabkan penurunan kadar air selalu disertai dengan penyusutan serat yang ada dalam gambut yang berarti pori-pori yang ada juga ikut mengecil. Selain itu, kurva pemampatan untuk tanah gambut dengan nilai Wc = 40%Wc-initial sampai dengan 100% Wc-initial memiliki empat komponen pemampatan seperti diuraikan diatas, kecuali kurva pemampatan tanah gambut dengan nilai Wc ≤ 20%Wc-initial memiliki bentuk kurva yang hampir lurus. Hal ini menunjukkan bahwa tanah gambut tersebut sudah hampir tidak mengalami proses pemampatan yang disebabkan oleh keluarnya air dari dalam pori; dengan kata lain, pemampatan yang terjadi disebabkan oleh rusaknya serat atau dekomposisi dari tanah gambut yang bersangkutan.

Pada Gambar 5 juga terlihat bentuk kurva pemampatan yang berbeda untuk tanah gambut initial, dimana total pemampatan seolah lebih kecil dari pada tanah gambut yang kadar airnya lebih rendah. Kenyataan sebenarnya tidak seperti itu karena gambut initial memiliki angka pori yang sangat besar (e = 9.7) sehingga pemampatan segera yang terjadi (immediate compression) sangat besar dan waktunya sangat pendek. Sebagai akibatnya, pemampatan primer yang terjadi seolah merupakan sisa dari pemampatan segera. y = -4E-05x - 5.2989 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 Lo g (d ε/ d t) Waktu

(6)

Gambar 5. Kurva konsolidasi tanah gambut dengan kadar air yang bervariasi disebabkan penurunan kadar air akan disertai dengan mengecilnya makropori yang berarti proses keluarnya air dari makropori juga menjadi terhambat (semakin lamban). Kurva pemampatan sekunder dalam Gambar 5 juga terlihat saling sejajar satu sama lain; hal ini menunjukkan bahwa kecepatan pemampatan sekunder tidak terlalu dipengaruhi oleh penurunan kadar air dari tanah gambut yang bersangkutan. Berbeda dengan pemampatan tersier yang hanya terlihat jelas pada kurva untuk sampel gambut initial; kurva pemampatan tersier semakin tidak jelas untuk gambut yang mengalami penurunan kadar air. Kondisi ini mungkin akan berubah apabila test konsolidasi dilakukan dalam waktu yang lebih lama karena semakin berkurang kadar air maka semakin lamban proses keluarnya air dari mikropori ke makropori. Keadaan ini menyebabkan proses dekomposisi yang terjadi juga semakin tertunda atau membutuhkan waktu yang lebih lama dari pada yang terjadi pada tanah gambut initial.

5.

PREDIKSI PEMAMPATAN DENGAN METODE GIBSON & LO

Dengan cara seperti yang diuraikan diatas, parameter pemampatan (a), (b), dan (λ/b) dari tanah gambut yang mengalami penurunan kadar air kemudian dihitung, dan hasilnya seperti yang diberikan dalam Tabel 2. Parameter pemampatan (a) yang di plot pada Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin rendah kadar air, semakin kecil harga parameter (a). Hal ini bersesuaian dengan perilaku kurva pemampatan yang diberikan pada Gambar 5 dimana penurunan kadar air akan disertai dengan mengecilnya pori-pori tanah gambut. Keadaan yang berbeda juga ditunjukkan oleh harga parameter (a) untuk tanah gambut initial; hal ini juga semakin memperkuat alasan mengapa bentuk kurva dari gambut initial berbeda dengan kurva dari gambut yang kadar airnya semakin rendah (Gambar 5). Perilaku pemampatan sekunder (b) yang ditunjukkan Gambar 7 juga memiliki perilaku yang bersesuaian dengan parameter (a) dimana semakin kecil air

(7)

No Jenis Gambut Kadar Air (%)

Parameter Pemampatan

a b (λ/b)

1 Gambut Initial 649.78 3.85E-03 8.70E-04 -9.20E-05

2 Gambut 80%_Wcinitial 514.23 5.98E-03 3.38E-04 -1.77E-04 3 Gambut 60%_Wcinitial 365.05 4.57E-03 2.88E-04 -2.00E-04 4 Gambut 40%_Wcinitial 287.91 2.87E-03 2.25E-04 -1.30E-04 5 Gambut 20%_Wcinitial 129.87 8.51E-04 2.54E-04 2.00E-04

Gambar 6. Perilaku parameter pemampatan primer (a) terhadap perubahan kadar air tanah gambut

Gambar 7. Perilaku parameter pemampatan sekunder (b) terhadap perubahan kadar air tanah gambut

(8)

Gambar 8 merupakan kurva regangan hasil prediksi dan hasil pengamatan laboratorium untuk pembebanan satu tahap dengan beban 50 kPa. Kurva prediksi dan kurva hasil pengamatan laboratorium tanah gambut untuk nilai Wc = 40%Wc-initial sampai dengan 100% Wc-initial saling berdekatan satu sama lain, tetapi hasil prediksi sedikit lebih besar dari pada hasil pengamatan laboratorium. Keadaan berbeda untuk tanah gambut dengan nilai Wc ≤ 20%Wc-initial dimana hasil prediksi jauh lebih kecil dari pada hasil pengamatan. Hal ini semakin memperkuat argumentasi bahwa pemampatan pada tanah gambut kering terjadi akibat oleh rusaknya serat atau proses dekomposisi dari tanah gambut yang bersangkutan, jadi bukan karena proses keluarnya air dari dalam pori. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode Gibson dan Lo [5] tidak dapat di pakai untuk memprediksi pemampatan tanah gambut yang kering (Wc ≤ 20%Wc-initial).

Gambar 8. Kurva regangan data laboratorium dan hasil prediksi.

6.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang diberikan diatas dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu :

1. Pemampatan tanah gambut dengan nilai Wc = 40%Wc-initial sampai dengan 100% Wc-initial memiliki 4 komponen pemampatan (pemampatan segera, pemampatan primer, pemampaan sekunder, dan pemampatan tersier.

2. Pemampatan tanah gambut dengan nilai Wc ≤ 20%Wc-initial disebabkan oleh proses dekomposisi atau rusaknya serat dari tanah gambut dan bukan karena keluarnya air dari dalam pori sehingga bentuk kurva pemampatannya hampir menyerupai garis lurus.

3. Mengecilnya makropori akibat penurunan kadar air menyebabkan proses berlangsungnya pemampatan primer semakin panjang atau lamban.

4. Kecepatan pemampatan sekunder tidak terlalu dipengaruhi oleh penurunan kadar air dari tanah gambut, kecuali untuk tanah gambut kering (Wc ≤ 20%Wc-initial). 5. Kurva pemampatan tersier hanya terlihat jelas untuk sampel gambut initial.

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 ε (s tr a in ) Waktu (Menit) Gambut Initial Gambut Initial_Prediksi 80%_wc_Initial 80%_wc_Initial _Prediksi 60%_Wc_Initial 60%_Wc_Initial _Prediksi 40%_Wc_Initial 40%_Wc_Initial _Prediksi 20%_wc_Initial 20%_Wc_Initial _Prediksi

(9)

6. Parameter pemampatan primer (a) dan parameter pemampatan sekunder (b) semakin kecil dengan semakin rendahnya kadar air tanah gambut.

7. Kurva regangan hasil prediksi dan hasil pengamatan laboratorium untuk nilai Wc = 40%Wc-initial sampai dengan 100% Wc-initial saling berdekatan satu sama lain, tetapi hasil prediksi untuk tanah gambut dengan nilai Wc ≤ 20%Wc-initial jauh lebih kecil dari pada hasil pengamatan.

8. Metode Gibson dan Lo [5] tidak dapat di pakai untuk memprediksi pemampatan tanah gambut yang kering (Wc ≤ 20%Wc-initial).

7.

DAFTAR PUSTAKA

1. Van De Meene (1984), ”Geological Aspects of Peat Formation in The

Indonesian-Malyasin Lowlands”, Bulletin Geological Research and Development Centre, 9, 20-31.

2. MacFarlane, I.C. dan Radforth, N.W. (1965). ”A Study of Physical Behaviour of Peat Derivatives Under Compression. Proceeding of The Tenth Muskeg Research Conference, National Research Council of Canada, Technical Memorandun No 85.

3. Terzaghi, K. (1925). “Principles of Soil Mechanics”. Engr. News Record, Vol. 95, pp.

832-836.

4. Lea and Brawner, 1959, in, MacFarlane, I.C., 1959, Muskeg Engineering Handbook,

National Research Council of Canada, Toronto: University of Toronto Press.

5. Gibson, R.W., Lo, K.Y (1961).”A Theory of Consolidation of Soils Exhibiting Secondary

Compression”, Acta Polytecnica Scandinavia.

6. Dhowian, A,W and T.B. Edil (1980). ” Consolidation Behaviour of Peat”. Geatechnical

Testing Journal, Vol.3. No. 3. pp 105-144.

7. Mochtar, NE. et al. (1999), “Aplikasi Model Gibson & Lo untuk Tanah Gambut Berserat

di Indonesia”, Jurnal Teknik Sipil, ITB, Vol. 6 N0. 1.

8. Wardani, M.K & Mochtar, N.E. (2012). Experiment on Fibrous Peat Subjected to Reduction of Water Content. Proceeding of 8th International Symposium on Lowland

Technology.

9. Canada National Research Council (CNRC) 1979, Muskeg Subcommittee 1979; Peat

Testing Manual; Technical memorandum 125, 193p.

10. Yulianto, F.E. and Mochtar, N.E. (2010), “Mixing of Rice Husk Ash (RHA) and Lime

For Peat Stabilization “. Proceedings of the First Makassar International Conference on Civil Engineering (MICCE2010), March 9-10, 2010).

11. ASTM Annual Book (1992). ”Standard Classification of Peat Samples by Laboratory Testing (D4427-92)”. ASTM, Section 4, Volume 04.08 Soil and Rock, Philadelphia. 12. Lo, K.Y., Bozozuk, M., and Law, K.T., (1976), ”Settlement Analysis of The Gloucester

Test Fill”, Canadian Geotechnical Journal, Vol. 13.

13. Yulianto, F.E., Harwadi., Kusuma W.M., (2014), “The Effect of Water Content

Reduction to Fibrous Peat Absorbent Capacity and Its Behaviour” Proceedings of 9th International Symposium on Lowland Technology September 29-October 1, 2014, Saga,

Gambar

Gambar 1. Foto SEM gambut berserat Palangkaraya yang menunjukkan:
Gambar 2. Kurva konsolidasi tanah gambu berserat   metode beban satu tahap ( = 50 kPa)
Gambar 4. Kurva Log d/dt dengan t untuk tanah gambut initial
Gambar 5. Kurva konsolidasi tanah gambut dengan kadar air yang bervariasi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Evaluasi validitas klaster dengan menggunakan Partition Coeficient (PC), Classification Entropy (CE) dan Xie-Beni Index, juga membuktikan bahwa gravitational search

Berdasarkan pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 Tentang kesejahteraan Anak adalah sesorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah

Pada penelitian ini, dilakukan percoba- an berat pengendara dari 60 kg (minimal) hingga 120 kg (maksimal) secara bertahap dengan penambahan nilai 10 Kg pada setiap

Semen adalah bahan ikat hidrolis berupa bubuk halus yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang telah dipanaskan kemudian dicampur dengan bahan lain

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk membahas dan mengangkat masalah tersebut menjadi sebuah judul

Kajian Desain Kelaiktabrakan Pesawat Terbang, (Annisa, Afdhal, Minda) 109 Air traffic in Indonesia is experiencing a positive trend in recent years. The increase in the frequency

Berdasarkan kekurangan metode EPQ, penelitian ini melakukan pengembangan model yang membahas sistem produksi tidak sempurna akibat masalah deteriorasi dan kesalahan

Dari proses tersebut yang akan menentukan siapa yang dianggap layak untuk diberi tanggung jawab dalam bentuk rekomendasi oleh Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan.”