• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFATAN BEKAS SPESI UNTUK PEMBUATAN SPESI BARU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFATAN BEKAS SPESI UNTUK PEMBUATAN SPESI BARU"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

29

PEMANFATAN BEKAS SPESI UNTUK PEMBUATAN SPESI

BARU

Seno Aji, S.Si, M.T. 1

Mohammad Arif Bachatiar Efendi, S.T. 2

1

2 Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Merdeka Madiun ABSTRAK

Pada umumnya bangunan rumah tinggal atau konstruksi gedung di Indonesia menggunakan dinding dari pasangan bata merah, baik di finishing dengan plesteran ataupun tanpa plesteran. Ketika konstruksi pasangan dinding dibongkar, baik untuk perluasan ataupun renovasi, maka limbah hasil bongkaran tersebut menjadi permasalahan baru. Di sisi lain agregat alam yang menjadi bakan baku konstruksi semakin terbatas. Sehingga dari penelitian ini diharapkan semua limbah spesi tidak ada yang terbuang sia-sia dan semua limbah spesi dapat dijadikan spesi baru.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mempergunakan campuran bahan benda uji yang berbeda, yaitu dengan memberi tambahan prosentase penambahan agregat spesi bekas dan mengurangi penggunaan agregat alam, dengan prosentase 0%, 50% dan 100%. Dari pengujian fisik di laboratorium beton, maka diperoleh hasil untuk rata-rata spesi sampel 1 dan spesi sampel 2 nilai kuat tekan spesi terhadap umur spesi adalah 144.47 kg/cm2 pada umur spesi 3 hari, 205.81 kg/cm2 pada umur spesi 7 hari, 233.90 kg/cm2 pada umur spesi 14 hari, 276.42 kg/cm2 pada umur spesi 28 hari.

Kata kunci: Spesi baru, spesi bekas, nilai kuat tekan spesi. I. PENDAHULUAN

Setiap tahun laju pertumbuhan penduduk Indonesia semakin bertambah, terutama pertumbuhan penduduk di kota-kota. Sedangkang luas tanah (wilayah) adalah tetap. Hal ini bertolak belakang dengan jumlah pertumbuhan (pembangunan) akan perumahan dan gedung-gedung perkantoran, sekolahan dan sebagainya. Jika pembangunan terus menerus dilakukan dengan material baru, maka hal ini dikawatirkan akan merusak ekosistem di tempat lain (tempat pengambilan agregat alam).

Pada umumnya bangunan rumah tinggal atau konstruksi gedung di Indonesia menggunakan dinding dari pasangan bata merah, baik di finishing dengan plesteran ataupun tanpa plesteran. Ketika konstruksi pasangan dinding dibongkar, baik untuk perluasan ataupun renovasi, maka limbah hasil bongkaran tersebut menjadi masalah baru. Di sisi lain agregat alam yang menjadi bakan baku konstruksi semakin terbatas.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengurangi kerusakan lingkungan. Yaitu dengan cara memanfaatkan limbah spesi bekas untuk digunakan menjadi spesi baru. Penelitian ini menggunakan spesi bekas dari limbah spesi bongkaran dinding dan biasanya disebut berangkal. Berangkal yang digunakan adalah berangkal yang tidak ada bata merahnya dan ditumbuk serta lolos saringan nomer 8. Sebagai pembanding, dibuat juga spesi yang menggunakan agregat pasir Ngraho Bojonegoro (agregat alam).

(2)

30 2. KAJIAN PUSTAKA

2.1. Spesi Agregat Daur Ulang

Spesi agregat daur ulang adalah spesi yang dibuat dengan menggunakan agregat spesi bekas. Material spesi agregat daur ulang dibentuk dari agregat yang dibuat dari spesi bekas. Kualitas agregat sangat berpengaruh terhadap kekuatan (mutu) spesi. Kualitas agregat tersebut meliputi kekerasan, gradasi, kadar air, penyerapan air (absorbsion), bentuk dan tekstur permukaan butiran, dan alkali reaktivitas. Semua sifat-sifat tersebut di atas disebut sifat fisik dan kimiawi agregat.

Berdasar diameter butirannya, ASTM (1996) membagi menjadi 2 bagian, yaitu agregat kasar, mempunyai diameter di atas 5 mm, dan agregat halus mempunyai diameter lebih kecil dari 5 mm. Hal ini juga berlaku terhadap agregat daur ulang, sebagaimana diperoleh dari penelitian sebelumnya (Dhir, 1998, dan Hansen, 1992). Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya tersebut, agregat daur ulang dibuat dari bongkaran pasangan dinding baru yang telah diketahui kuat tekannya, kemudian dihancurkan kembali, sehingga menjadi agregat kasar dan halus. Hasil-hasil yang diperoleh dari hasil penelitian tersebut adalah :

a. Gradasi

Bentuk tekstur dan diameter butiran agregat daur ulang sama dengan agregat alam. Hal ini dikarenakan ukuran butiran dapat diatur pada alat pemecahnya (crusher) dan saringannya.

b. Kandungan spesi dan pasta semen

Kandungan spesi dan pasta semen yang mengeras, yang ada pada agregat daur ulang berkisar antara 20 – 35 % untuk agregat kasar dan untuk agregat halus kurang lebih 45 – 60 %. Nilai abrasi (Los Angeless Abrassion) agregat daur ulang adalah 20-39 %, dan untuk agregat alam 17 – 22 % (Neville, 1996). Kandungan spesi dan pasta semen tersebut mengakibatkan kekerasannya menurun dan adanya pasta semen yang mengeras di sekeliling agregat alam juga mengakibatkan permukaanya lebih licin sehingga bidang temu pada material spesi agregat daur ulang menjadi lebih banyak. Hal ini menunjukka sifat yang berbeda dengan agregat alam, dan akan berpengaruh terhadap kekuatan tekan spesi yang dibentuknya.

c. Berat jenis

Berat jenis agregat daur ulang lebih rendah dari agregat alam, yaitu 2100 – 2500 kg/m3 untuk agregat kasar daur ulang (Hansen, 1992) dan 2400 – 3000 kg/m3 untuk agregat alam (Neville 1996).

d. Penyerapan

Penyerapan atau absorbsi yang terjadi pada agregat kasar daur ulang lebih besar disbanding agregat alam, yaitu 3 – 10 % untuk agregat kasar daur ulang (Hansen, 1992) dan 0,2 % - 4,5 % untuk agregat kasar alam (Neville, 1996).

2.2. Aggregat Halus

Agregat halus atau sering disebut pasir memiliki spesifikasi sendiri disetiap lokasi penambangan. Pasir didapatkan dari proses disintegrasi alami (batu-batuan), juga dapat dihasilkan dari abu batu (hasil stone cruiser). Pasir alami mempunyai diameter kurang dari 4,75 mm yang dapat diperoleh dari beberapa macam tempat penambangan.

Definisi agregat halus adalah agregat yang semua butirannya menembus ayakan dengan lubang 4,8 mm yang dapat diperoleh dari pasir penggalian, permukaan tanah dan dari dasar sungai ataupun dari laut. Secara umum pasir untuk spesi mempunyai syarat sebagai berikut :

a. Butir-butir tajam, kuat dan bersudut

(3)

31

c. Tidak berisi garam yang menghisap air dari udara.

d. Bersih dari zat-zat yang bereaksi dengan kapur atau semen.

e. Mempunyai variasi besar butir (gradasi) yang baik sehingga rongganya sedikit. 2.3. Semen

Semen adalah bahan ikat hidrolis berupa bubuk halus yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang telah dipanaskan kemudian dicampur dengan bahan lain untuk mendapat hasil sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Bahan utama pembuatan semen adalah kapur, silika, alumina dan oksida besi. Bila bubuk halus tersebut dicampur dengan air dalam waktu kurang lebih 30 menit sudah mengalami proses pengikatan dan sering disebut pasta semen, bila pasta semen tersebut dicampur dengan pasir dinamakan spesi.

Dari segi penggunaan semen portland dapat dibedakan menjadi lima jenis : a) Jenis I

Semen portland jenis umum yaitu jenis semen yang umum digunakan tidak memerlukan sifat-sifat khusus.

b) Jenis II

Semen portland yang memiliki panas hidrasi rendah dan keluarnya panas lebih lambat dibanding dengan jenis I. Digunakan untuk pencegahan serangan sulfat dari lingkungan terhadap spesi.

c) Jenis III

Semen portland jenis ini membutuhkan kekuatan awal tinggi. Digunakan untuk pengerjaan didaerah dingin.

d) Jenis IV

Semen portland jenis ini memhasilkan panas hidrasi yang rendah. Digunakan untuk pembuatan spesi dengan skala besar.

e) Jenis V

Semen portland tahan sulfat yang penggunaannya untuk struktur yang kena sulfat misal bangunan berhubungan dengan air laut, air buangan industri dan air tanah.

2.4. Air

Air diberikan kepada bahan dasar pembuat spesi untuk membuat reaksi dengan semen portland. Air yang banyak mengandung minyak, asam, alkali, garam-garam atau bahan organis sebaiknya tidak dipakai untuk pencampur spesi.

Dalam pemakaian air untuk spesi itu sebaiknya air memenuhi syarat sebagai berikut: a) Tidak mengandung Lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gr/liter.

b) Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak spesi (asam, zat organic) lebih dari 15 gr/liter

c) Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gr/liter d) Tidak mengandung senyawa lebih dari 1 gr/liter. 2.5. Kriteria Spesi

Spesi tanpa pemakaian abu terbang adalah spesi normal, ASTM C 387-87 (1994) membagi kriteria mutu spesi untuk pengerjaan spesi dan plesteran dinding menjadi tiga macam:

1. Type N, digunakan untuk pekerjaan yang membutuhkan spesi normal dengan kuat tekan 52 kg/cm2 pada umur 28 hari.

2. Type S, digunakan untuk pekerjaan yang membutuhkan spesi berkekuatan tinggi dengan kuat tekan 124 kg/cm2 pada umur 28 hari.

(4)

32

3. Type M, digunakan untuk pekerjaan yang membutuhkan spesi berkekuatan sangat tinggi dengan kuat tekan 124 kg/cm2 pada umur 28 hari.

Material dasar pembentuk spesi adalah semen, pasir dan air dengan perbandingan tertentu. Menurut Puslitbang pemukiman Kimpraswil Bandung (1998), campuran optimum untuk mortar normal yaitu dengan perbandingan semen : pasir adalah 1 : 3 , 1: 4 , sampai 1 : 8 masing-masing untuk kuat tekan 189 kg/cm2 , 186.9 kg/cm2 , 167.4 kg/cm2 , 129.3 kg/cm2 , 117.1 kg/cm2 , 88.6 kg/cm2 .

2.6. Spesi Siar

Spesi siar adalah spesi yang digunakan sebagai pengikat susunan bata pada suatu konstruksi dinding. Spesi siar dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

1. Spesi trasram yaitu spesi kedap air dengan komposisi satu bagian semen dicampur dengan tiga bagian pasir dan ditambah dengan air secukupnya.

2. Spesi biasa yaitu spesi dengan perbandingan satu bagian semen dicampur tujuh bagian pasir dan ditambah dengan air secukupnya

2.7. Spesi Plesteran

Spesi plesteran yaitu spesi yang berfungsi melindungi pasangan dinding bata dari pengaruh cuaca. Sedangkan ukuran ketebalan dari plesteran adalah berkisar antara 1 cm – 2.5 cm.

3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Beton fakultas Teknik Universitas Merdeka Madiun dengan data yang diambil berdasar benda uji berupa kubus 5x5x5. Waktu penelitian bulan Agustus – November 2011.

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Satu set ayakan dengan motorized dynamic sieve shaker. 2. Timbangan sentisimal kekuatan 150 kg.

3. Sendok semen

4. Cetakan balok dengan lebar 15 cm, tinggi 15 cm, panjang 15 cm. 5. Mesin pencampur beton (cocrete mixer).

6. Alat penguji slump (kerucut Abrams). 7. Alat penggetar (vibrator).

8. Mesin uji tekan beton. Bahan yang digunakan adalah : a. Aggregat halus (pasir).

Agregat halus diambil dari Ngraho Bojonegoro (agregat alam).. b. Limbah spesi.

Limbah spesi diperoleh dari bekas spesi hasil bongkaran dinding suatu bangunan di Kota Madiun.

c. Semen

Semen yang digunakan adalah PPC yang diproduksi PT Semen Gresik. d. Air.

(5)

33 3.3. Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian 3.1. Analisis Bahan

1. Analisis Saringan, Untuk mengetahui ukuran butir dan gradasi aggregat. Digunakan untuk desain spesi.

2. Analisis Kadar Air, Untuk mengetahui kadar air yang terkandung dalam aggregate, Analisis Kadar Slit dan Clay Untuk mengetahui besarnya kotoran dalam hal ini adalah lempung atau tanah yang bercampur dengan aggregat.

3. Abrasi Test, Mengetahui nilai keausan aggregat yang disebabkan oleh faktor mekanis. 4. Analisis Bulking Factor Test, Mengetahui prosentase pengembangan volume aggregat

halus pada kondisi terendam.

5. Analisis Kadar Organik Pasir, Mengetahui kadar organik yang terdapat pada pasir jika digunakan untuk spesi maka semakin banyak kadar organik maka nilai ikat semen akan semakin berkurang.

3.2. Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah Penelitian Eksperimen Sungguhan (True Experiment Research). Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah dengan mempergunakan campuran bahan benda uji yang berbeda, yaitu dengan memberi tambahan prosentase penambahan agregat spesi bekas dan mengurangi penggunaan agregat alam.

Dengan demikian untuk benda uji keseluruhan diperlukan 24 benda uji, dimana benda uji tekan berbentuk kubus dengan ukuran 150 mm x 150 mm x 150 mm.

Mulai Berangkal

Spesi bekas Semen Air

Mix Design Uji Slump Pembuatan benda uji

Pengujian benda uji

Analisis data

(6)

34

Cara penelitian dan pengujian

Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan membuat benda uji berupa 24 buah benda uji berupa kubus spesi berukuran 150 mm x 150 mm x 150 mm untuk pengujian kuat tekan spesi. Pada pembuatan benda uji ini, sebelumnya cetakan dilumasi dengan minyak pelumas. Pengecoran dilakukan dengan terlebih dahulu menimbang bahan pembentuk spesi sesuai dengan proporsi yang telah direncanakan, dan dimasukkan dalam mesin pengaduk yang sedang berputar dan dibiarkan selama kurang lebih lima menit. Sebelum spesi segar dimasukkan dalam cetakan, terlebih dahulu diukur slumnya untuk mengetahui tingkat kelecakan spesi. Pengecoran dilakukan dalam cetakan yang telah disediakan secara bertahap (perlapis), dan dilakukan pemadatan dengan tongkat pemadat kemudian diratakan serta dihaluskan permukaannya. Perawatan benda uji dilakukan dengan merendam benda uji ke dalam air. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi pengurangan air akibat penguapan sehingga dapat menghambat proses hidrasi pada spesi pada saat terjadi ikatan awal yang berarti berkurangnya peningkatan kekuatan. Pada pengujian ini bisa dilakukan perawatan benda uji dengan perendaman selama 28 hari.

3.3. Pengujian I

Pengujian ini dilakukan pada sampel pada saat sampel masih segar atau belum kering. Pengujian dilakukan dengan mengukur nilai slump yang mengindikasikan tingkat kekentalan spesi segar. Semakin besar nilai slump akan semakin tinggi nilai workability (kemudahan pengerjaan). Nilai workability berhubungan erat dengan nilai FAS yaitu perbandingan berat air dan semen portland yang digunakan dalam pembuatan adukan spesi. Nilai FAS yang terlalu tinggi menyebabkan adukan spesi mempunyai banyak pori terisi air dan setelah spesi mengeras akan menjadi rongga sehingga kekuatan spesi menjadi rendah.

3.4. Pengujian II

Setelah benda uji balok mencapai umur yang ditentukan dalam penelitian yaitu 28 hari, maka benda uji kubus di test dengan alat yang disebut Compression Testing Machine. Pada pengujian kuat tekan beton ditekan sampai hancur dan nilai pembacaannya dicatat sebagai P max ( KN).

4. ANALISA DAN PEMBAHASAN

Spesi bekas diperoleh dari sisa bongkaran plesteran dinding rumah tinggal. Pengujian dilakukan di Laboratorium Program Studi Teknik Sipil Universitas Merdeka Madiun. Dari hasil pengujian diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1 Pengujian Fisik Agregat Berangkal (Plesteran)

No. Pengujian Jumlah Sampel Hasil

Pengujian Acuan 1 Sand Equivalent 1 100 % ASTMD 1664-2001/SNI 03-4428,1997

2 Kadar lumpur 2 12,122 % ASTMC. 177-69

3 Kadar Zat Organik 2 Lebih muda ASTMC. 40-97/SNI

09-1755-1990

4 Penyerapan Air 1 11,372 % ASTMC. 127-93

(7)

35

Tabel 4.2 Pengujian Kuat Tekan Spesi

No Agregat Alam (Pasir Ngraho) kg/cm

2

Umur (hari)

Agregat Berangkal Plesteran (spesi bekas) kg/cm2 Umur (hari) Sampel 3 7 14 28 3 7 14 28 1 204,18 319,02 343,57 384,21 142,72 221,25 217,89 277,56 2 201,04 330,82 341,21 382,30 146,23 190,37 249,92 275,28 Rata-rata 202,61 324,92 342,39 383,25 144,47 205,81 233,90 276,42

Dari hasil tabel dan grafik diatas, maka diperoleh hasil prosentase spesi baru dari hasil pemakaian agregat berangkal plesteran (spesi bekas) terhadap spesi baru dari hasil pemakaian agregat alam (pasir Ngraho) adalah sebagai berikut. Untuk spesi sampel 1 diperoleh hasil 70.44 % pada umur spesi 3 hari, 68.09 % pada umur spesi 7 hari, 63.64 % pada umur spesi 14 hari, 72.42 % pada umur spesi 28 hari. Untuk spesi sampel 2 diperoleh hasil 72.17 % pada umur spesi 3 hari, 58.59 % pada umur spesi 7 hari, 72.99 % pada umur spesi 14 hari, 71.83 % pada

3 7 14 7 28 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 1 2 3 4 Umur (hari) K u a t te k a n b e to n ( k g /c m 2 ) Spesi Baru 1 Spesi Baru 2 Spesi Baru rata-rata Spesi Bekas 1 Spesi Bekas 2 Spesi Bekas rata-rata

(8)

36

umur spesi 28 hari. Sehingga untuk rata-rata spesi sampel 1 dan spesi sampel 2 diperoleh hasil 71.30 % pada umur spesi 3 hari, 63.34 % pada umur spesi 7 hari, 68.31 % pada umur spesi 14 hari, 72.13 % pada umur spesi 28 hari.

Berdasarkan ASCMC.387-87-1999 untuk type M nilai kuat tekan adalah 172 kg/cm2. Sehingga berdasarkan data hasil pengujian kuat tekan spesi, maka spesi bekas dari hasil plesteran bongkaran dinding dapat dijadikan sebagai agregat pengganti pasir untuk pembuatan spesi baru.

5. KESIMPULAN

Dari pengujian fisik di laboratorium beton, maka diperoleh hasil untuk rata-rata spesi sampel 1 dan spesi sampel 2 nilai kuat tekan spesi terhadap umur spesi adalah 144.47 kg/cm2 pada umur spesi 3 hari, 205.81 kg/cm2 pada umur spesi 7 hari, 233.90 kg/cm2 pada umur spesi 14 hari, 276.42 kg/cm2 pada umur spesi 28 hari. Untuk rata-rata spesi sampel 1 dan spesi sampel 2 dari agregat alam nilai kuat tekan spesi terhadap umur spesi adalah 202.61 kg/cm2 pada umur spesi 3 hari, 324.92 kg/cm2 pada umur spesi 7 hari, 342.39 kg/cm2 pada umur spesi 14 hari, 383.25 kg/cm2 pada umur spesi 28 hari.

Sedangkan prosentase nilai kuat tekan spesi terhadap umur spesi rata-rata spesi sampel 1 dan spesi sampel 2 adalah 71.30 % pada umur spesi 3 hari, 63.34 % pada umur spesi 7 hari, 68.31 % pada umur spesi 14 hari, 72.13 % pada umur spesi 28 hari. Berdasarkan ASCMC.387-87-1999 untuk type M nilai kuat tekan adalah 172 kg/cm2. Sehingga berdasarkan data hasil pengujian kuat tekan spesi, maka spesi bekas dari hasil plesteran bongkaran dinding dapat dijadikan sebagai agregat pengganti pasir untuk pembuatan spesi baru.

6. DAFTAR PUSTAKA

ASTM Committe on cocrete and concrete agregat, 1997, Annual book of ASTM Standart Vol.09.02.

Sukmono Mutioro dan Koeswahono, “Pemanfaatan Limbah Pasangan Dinding (Berangkal)

Sebagai Agregrat Untuk Pembuatan Mortar”, Spektrum Teknologi Vol.15, No.2

Oktober 2008.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman , 1985, Teknologi Adukan dan Pasangan

Tembok, Bandung: Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan.

SK-SNI-04, 1989-f, Spesefikasi Bahan angunan Bagian A, Bandung: Departemen Pekerjaan Umum.

Anonim, 1985, Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (PUBI 1982), Cetakan kedua, Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan, Dinas Pekerjaan Umum, Bandung

Anonim, 1990, Tatacara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal (SK SNI T-15-1990-03), Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan, Dinas Pekerjaan Umum, Bandung

Murdock, LIJ, dan Brond, K.M, 1979, Concrete material and Practice 5 th ed, Edward Arnold (Publisher) Ltd 41 Bedford Square, London

Gambar

Tabel 4.1 Pengujian Fisik Agregat Berangkal (Plesteran)  No.  Pengujian   Jumlah Sampel  Hasil

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dilakukan dengan metode cross sectional untuk menilai hubungan antara gejala klinis neurologi dengan (CT Scan otak dan atau MRI) pada kanker paru metastasis ke

Kepada seluruh Staf Pengajar Departemen Bahasa Arab pada khususnya dan Staf Pengajar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara pada umumnya yang telah mendidik dan

Perancangan sistem informasi manajemen stok pada penelitian ini menghasilkan sistem peringatan yang akan memberitahukan kepada bagian dapur ketika stok makanan ataupun minuman

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus atas anugerah, kasih setia, bimbingan, dan penyertaan-Nya yang begitu melimpah dicurahkan untuk penulis

Peralatan fabrikasi elemen bakar cirene ME-29 adalah mesin untuk membentuk sudut tertentu pada tutup ujung ( end cap ) sehingga tutup ujung berbentuk tirus.

Pada hasil analisis yang telah dilakukan oleh penulis, sebagaimana uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada Sistem Pakar Deteksi Kompetensi Inti dan Prestasi Belajar

Analisis laporan keuangan adalah menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan

Setiap pemegang ijin pengeloaan dan pengusahaan Sarang Burung walet wajib memasang papan nama yang di koordinir oleh asosiasi sarang burung walet dengan