• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Pisang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Pisang"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Pisang

Tanaman pisang merupakan famili Musaceae yang memilki ciri-ciri umum daun tersusun spiral berbentuk lonjong, berukuran besar, ada yang berlapis lilin namun ada juga yang tidak berlapis lilin. Perbungaan di puncak; ada yang merunduk, mendatar, dan ada pula yang tegak (Nasution, 1992). Tanaman pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Di Jawa Barat, pisang disebut dengan Cau, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamakan gedang. Hampir seluruh bagian tanaman pisang bermanfaat, buah pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin, mineral dan juga karbohidrat.

Pisang dijadikan buah meja, sale pisang, pure pisang dan tepung pisang. Kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses fermentasi alkohol dan asam cuka. Daun pisang dipakai sebagai pembungkus berbagai macam makanan trandisional Indonesia. Batang pisang abaca diolah menjadi serat untuk pakaian, kertas dan sebagainya. Batang pisang yang telah dipotong kecil dan daun pisang dapat dijadikan makanan ternak ruminansia (domba, kambing) pada saat musim kemarau dimana rumput tidak/kurang tersedia. Secara tradisional, air umbi batang pisang kepok dimanfaatkan sebagai obat disentri dan pendarahan usus besar sedangkan air batang pisang digunakan sebagai obat sakit kencing dan penawar racun (Bappenas, 2000).

Iklim tropis basah, lembab dan panas mendukung pertumbuhan pisang. Namun demikian pisang masih dapat tumbuh di daerah subtropis. Pada kondisi tanpa air, pisang masih tetap tumbuh karena air disuplai dari batangnya yang berair tetapi produksinya tidak dapat diharapkan. Tanaman ini toleran akan ketinggian dan kekeringan. Di Indonesia umumnya dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan setinggi 2.000 m dpl. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman

(2)

pisang adalah 180 C sampai 270 C, apabila suhu semakin tinggi, maka terjadi penurunan laju pertumbuhan dan berhenti pada suhu sekitar 380 C. Produktivitas tanaman pisang yang baik tedapat pada pertanaman di dataran rendah (Deptan, 2000)

.

Penyakit Layu Fusarium Pisang (Layu Panama)

Sejarah dan Epidemiologi Penyakit

Penyakit layu fusarium disebabkan oleh patogen F. oxysporum f.sp. cubense (Foc). Patogen Foc pertama kali ditemukan di Australia pada tahun 1876 oleh Bancroft, kemudian pada tahun 1890 ditemukan di Panama dan pada tahun 1904 menyerang dan menghancurkan ratusan hektar tanaman Gros Michel di daerah tersebut sehingga penyakit ini disebut sebagai penyakit layu Panama (Ji Su et al., 1986; Ploetz, 1990). Daerah-daerah yang dilaporkan telah mengalami serangan patogen cendawan ini adalah Afrika, Asia, Amerika Utara, dan Selatan, Eropa, India Barat, dan Amerika Tengah (Booth, 1971). Sedangkan, di Indonesia penyakit layu fusarium pada tanaman pisang pertama kali dilaporkan terdapat di Jawa Barat pada tahun 1916 (Stover, 1990).

Penyakit layu fusarium ini dapat ditularkan melalui bibit, tanah yang terinfeksi Foc serta spora cendawan pada air yang mengalir di areal pertanaman, melalui perakaran tanaman sehat serta melalui tanah yang melekat pada alat-alat pertanian (Muharam et al., 1994).

Fusarium oxysporum f. sp. cubense (Foc)

F. oxysporum f. sp. cubense (E.F. Smith) merupakan cendawan yang termasuk dalam Famili Tuberculinaceae, Ordo Moniliales, Kelas Deuteromycetes (Alexopoulos et al., 1996). Foc membentuk konidium pada suatu badan yang disebut sporokonidium, yang dibentuk pada permukaan tangkai atau daun sakit pada tingkat yang telah lanjut. Mikrokonidium bersel satu atau bersel dua, hialin, jorong atau agak memanjang, berukuran 5-7 x 2,5-3 µm. Makrokonidium berbentuk sabit, berukuran 7-13 x 7-8 µm. Mikro dan makrokonidia mempunyai siklus hidup yang pendek. Pada

(3)

umumnya ditemukan di dalam jaringan xilem pada tanaman pisang yang terinfeksi F. oxysporum f. sp. cubense. Saat keadaan yang tidak menguntungkan untuk kelangsungan hidupnya, cendawan ini dapat membentuk klamidospora yang dapat bertahan lama di dalam tanah (Alexopoulos et al., 1996). Diketahui tedapat beberapa jenis senyawa kimia yang dihasilkan oleh isolat F. oxysporum f. sp. cubense antara lain enniatin, asam fusarat, moniliformin,, neptazarin, fumonisin, sambutoksin, fusarokrom dan peptida siklik (Desjardins & Proctor, 2001).

Miselium Foc pada media biakan di laboratorium biasanya berwarna putih atau ”tinted rose (ungu)”, peach, dan violet, bentuk koloni ada yang smooth dan ada yang laciniate (Ploetz, 1990 ; Ji Su et al., 1986).

Cendawan patogen ini adalah cendawan pionir dan dapat hidup hanya dengan material organik yang tidak dapat dihuni oleh mikroorganisme lain, dapat dorman dan bertahan di dalam tanah hingga 30 tahun dalam bentuk klamidospora pada sisa-sisa tanaman dan akar tanaman inang alternatif (Kumar et al., 1992; Ploetz, 1990).

Gejala Serangan Fusarium oxysporum f. sp. cubense pada Pisang

Gejala internal pada tanaman yang terinfeksi oleh Fusarium oxysporum f. sp. cubense ditandai oleh pencoklatan pada pembuluh, diawali dengan penguningan jaringan pembuluh di akar dan bonggol yang selanjutnya berubah warna menjadi merah atau coklat pada pembuluh vascular (Deptan, 2000). Gejala daun menguning dan layu, batang semu pecah, akan dapat terlihat secara jelas setelah 2-6 bulan tanaman terinfeksi oleh Foc. Untuk membedakan menguningnya daun tanaman sehat dibandingkan dengan menguningnya daun tanaman sakit atau terserang Foc dapat terlihat sekitar 2 minggu sebelum gejala penyakit layu fusarium yang lebih nyata muncul (Semangun, 2000).

Serangan pada tanaman yang masih muda menyebabkan kelayuan tanaman dan segera mati setelah terlihat gejala pertama, sedangkan pada tanaman yang telah dewasa dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan terkadang terjadi pembentukan akar-akar adventif (Agrios, 2005). Disamping itu, menurut Hermanto (1990), gejala serangan layu fusarium pada tanaman pisang antara lain daun yang menguning,

(4)

perubahan warna pembuluh vaskular, perubahan bentuk dan ukuran daun yang baru muncul, pemendekan internode, pada batang semu terjadi pecah-pecah, layu, rebah tangkai daun, dan perubahan warna bonggol.

Peranan Bakteri Agens Antagonis dalam Pengendalian Hayati

Pengendalian hayati adalah usaha memanipulasi lingkungan yang dapat menguntungkan tanaman inang dan agens antagonis, atau dengan cara mengintroduksi agens antagonis sehingga kepadatan inokulum patogen berkurang. Tujuannya adalah untuk mengurangi kejadian penyakit dengan cara mengurangi inokulum patogen dengan meningkatkan ketahanan tanaman, mengurangi terjadinya infeksi patogen pada tanaman inang serta menurunkan daya serang patogen (Cook & Baker, 1996).

Kriteria agens antagonis yang ideal sebaiknya memiliki stabilitas genetik, efikasi yang tinggi dan konsisten, memiliki kemampuan untuk bertahan dalam kondisi lingkungan yang ekstrim, efektif terhadap banyak jenis patogen pada berbagai buah-buahan dan sayur-sayuran, memiliki kemampuan pertumbuhan pada media murah dan fermentor, stabilitas produk dalam penyimpanan, resistensi terhadap fungisida standar serta kompatibel terhadap perlakuan secara kimia maupun fisik pada komoditas (Wilson & Wisniewski, 1994).

Menurut Suwanto & Kaplan (1992), beberapa keuntungan penggunaan agens antagonis sebagai pengendali penyakit yaitu (1) organisme yang digunakan lebih aman dibanding berbagai bahan kimia proteksi yang umum digunakan, (2) tidak terakumulasi dalam rantai makanan, (3) terjadi proses reproduksi yang dapat mengurangi pemakaian berulang-ulang, (4) organisme sasaran jarang terjadi resisten terhadap agens antagonis bila dibandingkan dengan resistensi oleh bahan kimia, (5) dapat diaplikasikan secara bersama-sama dengan cara proteksi yang telah ada.

(5)

Kondisi ekologi tanah yang selalu dinamis dan kompleks merangsang mikroorganisme yang satu dengan yang lainnya saling berinteraksi. Interaksi tersebut ada yang bersifat negatif (persaingan) dan positif (sinergi) (Baker, 1968).

Keberadaan penyakit tanaman menunjukkan bahwa tidak ada keseimbangan biologi dan jika ketidakseimbangan tersebut semakin besar menyebabkan penyakit semakin berkembang. Beberapa hal yang menyebabkan berkembangnya penyakit tanaman adalah patogen yang virulen, inokulum dalam jumlah yang banyak, lingkungan abiotik sesuai dengan patogen tetapi menekan perkembangan tanaman, tanaman yang sangat rentan dan antagonis tidak ada atau populaisnya rendah (Baker & Cook, 1974).

Dewasa ini rizobakteria yang banyak mendapatkan perhatian dalam upaya pengendalian penyakit tanaman, yaitu bakteri yang tumbuh pada permukaan perakaran tanaman. Menurut Eliza (2004), bakteri yang berasal dari perakaran graminae dapat mengkolonisasi daerah rizosfer dan jaringan internal akar pisang. Rizobakteri memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mensekresikan enzim ekstraselular, memproduksi siderofor dan HCN. Kitinase disekresikan oleh rizobakteri kelompok Bacillus spp. dan Serratia spp., protease dan selulase disekresikan oleh Bacillus spp., Pseudomonas spp., dan Serratia spp., Hidrogen sianida (HCN) dihasilkan oleh kelompok Pseudomonas spp., yaitu: P. fluorescens PG01, PG04, dan PG07. Kemampuan rizobakteri sebagai agens antagonis berhubungan dengan kemampuannya menghasilkan enzim ekstraselular, siderofor, dan HCN (Sutariati, 2006).

Mekanisme pengendalian biologi oleh mikroorganisme tanah antara lain antibiosis, mikroparasitisme, kompetisi nutrisi, dan mekanisme lainnya seperti menghasilkan enzim ekstraseluler (Paulitz, 1992). Bakteri P. fluorescens strains 23 dan 45 memproduksi senyawa pengkelat Fe (III) dan dapat menghambat pertumbuhan Fusarium culmorum secara in vitro ((Kurek et al. (2003) dalam Irfanni (2006)).

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pembehasan maka dapat ditarik kesimpulan yaitu: 1) pening- katan mutu perpustakaan ditempuh dengan perumusan program peningkatann kualitas

Kandungan klorofil TBM-2 kelapa sawit menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan pemupukan unsur Ca pada 15– 26 BST, hal ini sesuai dengan

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Karena motif intrinsik adalah sebuah motif yang tidak mudah berubah dikarenakan berada di dalam diri manusia tersebut selain itu motif intrinsik dapat lebih tahan dalam

Keragaman DNA mikrosatelit pada sapi perah FH di BPTU Baturraden belum pernah dilakukan, oleh karena itu penelitian ini bertujuan: (1) untuk mempelajari keragaman DNA

Pelayanan perawatan kesehatan rumah diberikan kepada individu dan keluarga sesuai kebutuhan mereka, dengan perencanaan dan koordinasi yang dilakukan oleh pelayanan kesehatan

Lingkup p materi e penelitian ini adalah menganalisa kualitas air bersih yaitu air sumur dengan menggunakan parameter fisika (kekeruhan) dan b kimia (BOD t dan p COD),