• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktek Kelompok 4B_ ACIDOSIS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Praktek Kelompok 4B_ ACIDOSIS."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTEK FARMAKOTERAPI

LAPORAN PRAKTEK FARMAKOTERAPI

SISTEM SARAF, UROGENITAL DAN MUSKULOSKELETAL

SISTEM SARAF, UROGENITAL DAN MUSKULOSKELETAL

(DEF4173)

(DEF4173)

SEMESTER GANJIL

SEMESTER GANJIL

DISUSUN OLEH KELOMPOK B4

DISUSUN OLEH KELOMPOK B4

ANGGOTA:

ANGGOTA:

PROGRAM STUDI FARMASI

PROGRAM STUDI FARMASI

PROGRAM STUDI FARMASI

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

TA 2017/2018

TA 2017/2018

Nikmatur

Nikmatur Rohmah

Rohmah

(155070500111006)

(155070500111006)

Nisa

Nisa Rahma

Rahma Deasury

Deasury

(155070507111010)

(155070507111010)

Noer

Noer Hanani

Hanani

(155070501111008)

(155070501111008)

Regiana

Regiana Ramadanti

Ramadanti W.

W.

(155070501111032)

(155070501111032)

Rizki

Rizki Rohmatul

Rohmatul Wahidah

Wahidah

(155070501111002)

(155070501111002)

Savvy

Savvy Augustin

Augustin Tirta

Tirta

(155070500111028)

(155070500111028)

Stella

Stella Octavia

Octavia Sandra

Sandra N.

N.

(155070501111040)

(155070501111040)

Titi

Titi Anisa

Anisa Bella

Bella

(155070507111004)

(155070507111004)

Wanda

Wanda Fenny

Fenny Oktavianti

Oktavianti

(155070500111016)

(155070500111016)

Zalfa

(2)

ASIDOSIS ASIDOSIS

1.

1. DEFINISIDEFINISI  NISI

 NISI Asidosis Asidosis metabolik metabolik didefinisikan didefinisikan sebagai sebagai penurunan penurunan konsentrasi konsentrasi serumserum  bikarbonat

 bikarbonat (HCO3) (HCO3) sering sering dikaitkan dikaitkan dengan dengan penurunan penurunan pH pH darah, darah, sering sering bersamaanbersamaan dengan penyakit ginjal kronis yang progresif (CKD).1,7 Ini berasal dari kapasitas ginjal dengan penyakit ginjal kronis yang progresif (CKD).1,7 Ini berasal dari kapasitas ginjal yang berkurang dalam mensintesis amonia (NH3) dan mengeluarkan ion hidrogen (H+ yang berkurang dalam mensintesis amonia (NH3) dan mengeluarkan ion hidrogen (H+ ).1 Kompensasi umumnya terdiri dari kombinasi mekanisme resporatorik dan ginjal, ).1 Kompensasi umumnya terdiri dari kombinasi mekanisme resporatorik dan ginjal, ion hidrogen berinteraksi dengan ion bikarbonat membentuk molekul CO2 yang ion hidrogen berinteraksi dengan ion bikarbonat membentuk molekul CO2 yang dieliminasi di paru, sementara itu ginjal mengupayakan ekskresi ion hidrogen ke urin dieliminasi di paru, sementara itu ginjal mengupayakan ekskresi ion hidrogen ke urin dan memproduksi ion bikarbonat yang dilepaskan ke cairan ekstrasel. Kadar ion HCO3 dan memproduksi ion bikarbonat yang dilepaskan ke cairan ekstrasel. Kadar ion HCO3 - normal adalah 24 mEq/L dan kadar normal pCO2 adalah 40 mmHg dengan kadar ion - normal adalah 24 mEq/L dan kadar normal pCO2 adalah 40 mmHg dengan kadar ion hidrogen 40 nanomol/L (Schraga ED, 2013)

hidrogen 40 nanomol/L (Schraga ED, 2013)..

Asidosis metabolik sering terjadi sebagai bagian dari campuran gangguan Asidosis metabolik sering terjadi sebagai bagian dari campuran gangguan asam- basa,

 basa, terutama terutama pada pada critical critical ill. ill. Asidosis Asidosis metabolik metabolik dapat dapat bersifat bersifat akut akut (berlangsung(berlangsung  beberapa

 beberapa menit menit - - hari) hari) atau atau kronis kronis (berlangsung (berlangsung minggu ke minggu ke tahun) tahun) menurut menurut durasinya.durasinya. Metabolik asidosis akut atau kronis adapat menyebabkan efek yang buruk terhadap Metabolik asidosis akut atau kronis adapat menyebabkan efek yang buruk terhadap fungsi sel dan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. 2 Tingkat keparahan fungsi sel dan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. 2 Tingkat keparahan asidosis metabolik dapat sangat bervariasi antara pasien uremik dengan pasien dengan asidosis metabolik dapat sangat bervariasi antara pasien uremik dengan pasien dengan gangguan ginjal. Setidaknya dua studi menunjukkan bahwa untuk gangguan fungsi gangguan ginjal. Setidaknya dua studi menunjukkan bahwa untuk gangguan fungsi ginjal tertentu, pasien dengan diabetes mungkin memiliki tingkat metabolisme asidosis ginjal tertentu, pasien dengan diabetes mungkin memiliki tingkat metabolisme asidosis yang tidak parah. Salah satu tujuan terapi dialisis adalah untuk mengoreksi kelainan yang tidak parah. Salah satu tujuan terapi dialisis adalah untuk mengoreksi kelainan metabolik uremia, termasuk asidosis metabolik (Mehrota R, 2003).

metabolik uremia, termasuk asidosis metabolik (Mehrota R, 2003).

2.

2. EPIDEMIOLOGIEPIDEMIOLOGI

Prevalensi asidosis metabolik pada pasien dengan CKD tidak diketahui dengan Prevalensi asidosis metabolik pada pasien dengan CKD tidak diketahui dengan  pasti.

 pasti. The The Third Third National National Health Health dan dan Nutrition Nutrition Examination Examination Survey Survey (NHANES (NHANES III)III) analisis menemukan penurunan plasma konsentrasi HCO3 dengan perkiraan laju filtrasi analisis menemukan penurunan plasma konsentrasi HCO3 dengan perkiraan laju filtrasi glomerulus (eGFR) kurang dari 20 mL/min/1.73m2 . Jika hipobikarbonatemia glomerulus (eGFR) kurang dari 20 mL/min/1.73m2 . Jika hipobikarbonatemia disebabkan oleh asidosis metabolik terjadi ketika eGFR kurang dari 25% parameter disebabkan oleh asidosis metabolik terjadi ketika eGFR kurang dari 25% parameter

(3)

normal, akan diperkirakan bahwa 300.000 hingga 400.000 individu di Amerika Serikat mungkin memiliki asidosis metabolik yang berhubungan dengan CKD (Ortega, 2012).

Asidosis metabolik akut relatif umum pada pasien critical ill, dengan satu studi yang menunjukkan bahwa gangguan tersebut dapat mengenai sekitar 64% dari pasien dalam unit perawatan intensif. Asidosis metabolik kronis di US jarang terjadi, hanya 1,9% dari lebih dari 15.000 orang disurvei pada study NHANES III memiliki konsentrasi serum HCO3 di bawah 22 mmol/l, meskipun nilai ini meningkat sampai 19% pada pasien dengan filtrasi glomerulus rate (eGFR) dalam kisaran 15-29 mL/min/1.73 m2 (Kraut, 2010).

Serum HCO3 yang lebih rendah - berhubungan dengan tingginya semua  penyebab mortalitas pada pasien dengan moderat dan tingkat lanjut dari CKD.Pada 1094 pasien, dari the African American Study of Kidney Disease and Hypertension (AASK) percobaan studi kohort, setiap peningkatan 1 mmol/L serum HCO3 dikaitkan dengan penurunan risiko kematian (HR 0,942) (Ortega, 2012).

3. ETIOLOGI

Penyebab mendasar asidosis metabolika adalah penambahan asam terfiksasi (nonkarbonat), kegagalan ginjal untuk mengekskresi beban asam harian, atau kehilangan bikarbonat basa. Peyebab asidosis metabolik umumnya dibagi dalam dua kelompok berdasarkan selisih anion yang normal atau meningkat. Selisih anion dihitung dengan mengurangi kadar Na+ dengan jumlah dari kadar Cl- dan HCO3-  plasma. Nilai

normalnya adalah 12. Penyebab asidosis metabolik dengan selisih anion yang tinggi adalah peningkatan anion yang tak terukur seperti asam sulfat, asam fosfat, asam laktat dan asam  –   asam organik lainnya. Apabila asidosis disebabkan oleh hilangnya

 bikarbonat (seperti pada diare) maka selisih anion akan normal. Sebaliknya jika asidosis metabolik disebabkan oleh peningkatan produksi asam organik (seperti asa m laktat pada syok sirkulasi) atau retensi asam sulfat dan asam fosfat (seperti pada gagal ginjal), maka kadar anion tak terukur (selisih anion) akan meningkat (Price and Wilson, 2006).

Asidosis metabolik merupakan akumulasi asam yang berasal dari peningkatan  produksi asam, berkurangnya ekskresi asam; atau hilangnya HCO3  ginjal atau

(4)

asam yang terakumulasi dari kompensasi pernapasan. Penyebab acidemia diklasifikasikan berdasarkan pengaruhnya terhadap selisih. Ketoasidosis merupakan komplikasi yang sering pada diabetes mellitus tipe 1, tetapi juga sering terjadi dengan kondisi alkoholisme kronik, nutrisi kurang, dan puasa. Pada kondisi ini, tubuh mengubah glukosa menjadi  free fatty acid   (FFA); FFA diubah di hepar menjadi ketoacid , acetoacetic acid , dan  β -hydroxybutyrate. Asidosis laktat merupakan  penyebab asidosis metabolik yang sering pada pasien yang di rawat di rumah sakit. Akumulasi laktat merupakan hasil dari produksi lactate yang terjadi selama tahap metabolism anaerob (Charles and Heilman, 2005).

Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat mengeluarkan karbondioksida secara adekuat. Hal ini dapat terjadi pada penyakit-penyakit berat yang mempengaruhi paru-paru, seperti Emfisema, Bronkitis kronis, Pneumonia berat, Edema  pulmoner, dan Asma. Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-penyakit dari saraf atau otot dada menyebabkan gangguan terhadap mekanisme pernafasan. Selain itu, seseorang dapat mengalami asidosis respiratorik akibat narkotika dan obat tidur yang kuat, yang menekan pernafasan (Price and Wilson, 2006).

Alkalosis respiratorik disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu kecemasan, lesi paru, keracunan salisilat, penggunaan ventilasi, dan  High  Attitude. Sedangkan Alkalosis metabolic disebabkan karena tertahannya HCO3- atau kehilangan

H+. Alkalosis metabolik dapat ditemukan pada defisit kalium melalui 2 cara diantaranya ginjal akan menahan K dan meningkatkan ekskresi H+serta K+ intrasel akan berpindah menuju ekstrasel yang menyebabkan H+ berpindah ke intrasel, sehingga K serum tetap dalam batas normal (Charles and Heilman, 2005).

4. PATOFISIOLOGI

ASIDOSIS METABOLIK

Metabolisme seluler memproduksi karbondioksida. Dengan adanya proses intraseluler yang reversible, CO2 dikombinasi kandungan air akan terbentuk asam karbonat (H2CO3-). Asam karbonat mampu memisahkan menjadi ion hydrogen dan ion

(5)

H+tinggi dan dapat diperhitungkan dengan pH. Sel mempunyai pH yang sempit dalam fungsi yang optimal (Charles and Heilman, 2005).

Terdapat 2 mekanisme dimana sel mempertahankan konsentrasi H+. Sistem  buffer CO2-HCO3- sangatlah penting. Respon primer asidosis metabolik adalah

meningkatkan ventilasi, dihasilkan peningkatan ekskresi CO2dengan berdifusi di dalam

 paru-paru. Hasilnya adalah penurunan pH darah. Kelebihan H+ bias disekresikan dengan mengkonversikan CO2. Rumus  system buffer   adalah H+ + HCO3-↔H2CO3-↔ CO2 +

H2O. Mekanisme kedua mempertahankan pH respon berjenjang dalam ginjal. Pertama,

ion H+ diekskresi dalam tubulus proksimal, dimana kombinasi HCO3- akan terbentuk

asam karbonat (H2CO3-). Asam karbonat akan diubah menjadi CO2 dan air dan akan

diabsorbsi. Kedua bikarbonat akan diregenerasi dengan proses membalikkan  system buffer  di dalam paru-paru (CO2 + H2O ↔ H2CO3↔H++ HCO3- ). Asidosis metabolik

 bias dihasilkan ketika respon kompensasi keduanya gagal atau kewalahan (Charles and Heilman, 2005).

ASIDOSIS RESPIRATORIK 

Asidosis respiratorik dikarakteristikan sebagai peningkatan konsentrasi

karbondioksida dan asam karbonat pada cairan ekstraseluler. Ketika pH menurun dan PaCO2 naik, terjadi asidosis respiratorik. Sangat jarang, ventil asi yang tidak adekuat menyebabkan asidosis respiratorik. Pola pernafasan pada asidosis respiratorik adalah dyspnea atau nafas pendek karena hipoventilasi yang menyebabkan penurunan PaCO2 (Kee, dkk, 2010).

ALKALOSIS METABOLIK

Alkalosis metabolik merupakan gangguan sistemik yang disebabkan oleh  peningkatan serum pH karena kelebihan HCO3-. HCO3-  diperoleh dari CO2  yang

diproduksi selama proses metabolik dari reabsorbsi HCO3-  yang telah difilter dan

generasi baru dari HCO3-  di ginjal. Biasanya, produksi HCO3- dan reabsorpsi ginjal

adalah cara menyeimbangkan pencegahan alkalosis. Metabolisme alkalosis disebabkan oleh faktor kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan menjaga alkalosis dengan

(6)

ekskresi kelebihan bicarbonate. Hal tersebut terdiri dari (1) mendapatkan basa via oral dan atau intravena, (2) kehilangan asam, dan (3) menjaga peningkatan bikarbonat dengan konsentrasi ECF volume, hypokalemia, dan hypochloremia (Porth, 2011).

Gambar 2. Mekanisme Alkalosis Metabolik (Porth, 2011).

ALKALOSIS RESPIRATORIK

Pada Alkalosis respiratorik, pH meningkat (>7.45) dan PaCO2 menurun (<35mmHg). Alkalosis Respiratorik dikarakteristikkan sebagai penurunan karbondioksida dan asam karbonat pada cairan ektraseluler. Ketika pH meningkat dan PaCO2 menurun alkalosis respiratorik terjadi. Pada asidosis respiratorik, pernafasan sangat cepat dan hyperventilasi. Mekanisme buffer kimia memproduksi lebih asam organik direaksikan dengan ion bikarbonat. Ada peningkatan ekskresi bikarbonat dan retensi ion hydrogen (Kee, dkk, 2010).

(7)

5. TERAPI FARMAKOLOGI Asidosis Metabolik Akut

Asidosis metabolik akut sebagai perubahan pH ekstraseluler dan intraseluler sebagai efek samping yang mendasari dari asidosis metabolik akut, pemberian basa -terutama dalam bentuk natrium bikarbonat- telah menjadi terapi andalan. Namun studi mengenai asidosis laktat dan studi acak-terkontrol dari ketoasidosis, penyebab yang  paling sering dari asidosis metabolik akut, dengan pemberian bicnat tidak menunjukkan  penurunan morbiditas atau mortalitas.

Studi selanjutnya, pemberian Natrium bikarbonat tidak terbukti meningkatkan disfungsi kardiovaskular pada pasien dengan asidosis laktat. Pemberian natrium  bikarbonat juga telah menjadi faktor yang mencetuskan edema serebral pada anak-anak

dengan ketoacidosis.

Efek samping pemberian bicnat termasuk eksaserbasi dari asidosis intraseluler yang disebabkan oleh generasi dari CO2 gas permeable dalam proses buffering, hipertonisitas cairan ekstraselular ketika bicarbonat diberikan sebagai cairan hipertonik, kelebihan cairan, alkalosis metabolik, dan percepatan pertukaran Na+ - H+ menyebabkan peningkatan Na+ dan Ca2+ di sel. Untuk menghindari beberapa komplikasi ini, basa alternatif telah dikembangkan dan diuji. Trishydroxymethyl aminomethane (THAM), agen yang diperkenalkan pada akhir 1950-an, dapat meningkatkan pH ekstraseluler tanpa mengurangi pH intraseluler dan bahkan mungkin meningkatkannya. Studi pada manusia telah menunjukkan bahwa THAM sama efektifnya dengan bikarbonat dalam meningkatkan pH ekstraseluler. THAM lebih  jarang digunakan dibandingkan dengan bikarbonat, namun, karena kasus yang jarang toksisitas di hati telah dilaporkan pada bayi baru lahir, hiperkalemia dan disfungsi paru telah dilaporkan, dan agen ini membutuhkan fungsi ginjal yang baik untuk memastikan ekskresi urin dan dengan demikian, efektivitasnya. Rekomendasi untuk pengobatan asidosis metabolik akut dirangkum dibawah ini (Kraut dan Madias, 2010).

(8)

Jika akan memberikan natrium bicarbonat, harus diberikan sebagai larutan isoosmotik untuk mencegah hiperosmolar) dan dengan infus yang lebih lambat daripada  bolus intravena (untuk mengurangi pembentukan CO2). Sulit untuk menentukan target  pH atau [H+] dikaitkan dengan hasil yang lebih baik, meskipun ada konsensus menyatakan bahwa pH > 7,20-7,25 lebih baik. Surviving Sepsis Campaign hanya merekomendasikan pengobatan asidosis metabolik akut dengan natrium bikarbonat jika  pH < 7,1 pada keadaan sepsis berat dan pasien syok septik. Banyaknya bicarbonat dapat

dihitung dengan persamaan :

Bikarbonat = [HCO3-] yang diinginkan - [HCO3-] yang diukur × space HCO

3-THAM mungkin dapat menjadi pilihan pada beberapa pasien dengan asidosis metabolik akut, terutama pasien dengan retensi CO2. THAM ini efektif untuk asidosis metabolik dan respiratorik. Agen ini diekskresikan oleh ginjal dan tidak meningkatkan  produksi CO2. Terapi selain pemberian basa mungkin diindikasikan pada pasien asidosis dengan anion gap tinggi. Sebagai contoh, pemberian fomepizole, inhibitor

(9)

selektif dehidrogenase alkohol, akan mengurangi pembentukan asam organik dari metabolisme metanol, etilen glikol, atau dietilen glikol. Diuresis paksa alkali atau dialisis diindikasikan pada pasien dengan intoksikasi salisilat.

Asidosis Metabolik Kronik

Beberapa, tetapi tidak semua, studi pasien dengan metabolik asidosis kronis dengan dan tanpa gangguan ginjal telah menunjukkan bahwa pemberian basa dapat meningkatkan atau mengurangi perkembangan bone disease, menormalkan  pertumbuhan, mengurangi degradasi otot, meningkatkan sintesis albumin, dan

menghambat perkembangan yang dari CKD (Ortega dan Arora, 2012).

Saat ini, kebanyakan ahli merekomendasikan bahwa konsentrasi serum HCO3-dinaikkan menjadi setidaknya 22-23mmol/l, meskipun normalisasi lengkap mungkin lebih menguntungkan. Basa dapat diberikan secara oral pada pasien dengan fungsi ginjal normal atau pasien dengan CKD tidak dialisis. Pada pasien hemodialisis,  penggunaan dialisat dengan konsentrasi HCO3 tinggi (~40mmol/l) biasanya cukup

untuk memperbaiki asidosis metabolik. Bagi pasien dengan peritoneal dialisis, dialisat dengan konsentrasi basa yang tinggi biasanya akan efektif (Ortega dan Arora, 2012).

(10)

6. TERAPI NON FARMAKOLOGI

 Istirahat yang cukup minimal 8 jam per hari

 Disarankan untuk mengkompres bagian yang terkena gout dengan kompres dingin.

 Menghentikan mengkonsumsi makanan dan minuman bersifat asam/ pencetus asam, seperti kopi, minuman bersoda

 Mengurangi konsumsi lemak, karena lemak akan menghasilkan fatty acid

 yang dapat memperparah kondisi asidosis

 Mengurangi konsumsi protein . Protein akan dimetabolisme di hepar dimana metabolisme protein menghasilkan NH3. NH3 bersifat racun sehingga dirubah menjadi NH4+. Proses ini mengakibatkan terbentuknya CO2. CO2 up asidosis.

 Untuk kondisi GOUT . Untuk menghindari makan tinggi purin yaitu seperti ikan laut, kerang serta kacang-kacangan (tempe, tahu, kedelai) karena dapat

menyebabkan overproduksi asam urat.

 Banyak minum air dan (mengurangi konsumsi garam  pasien jika hipertensi)

(11)

 Mengurangi aktivitas fisik yang berat dan lebih banyak beristirahat

 Pola makan untuk gastitris , (sedkit-sedikit tetapi intervalnya banyak)

 Pengaturan nafas dan olahraga low impact ( diajak jalan-j alan ketempat hijau, yoga untuk mengontrol stressing)

7. KASUS PRAKTEK FARMAKOTERAPI

 Ny. S umur 63 tahun mengalami nyeri pinggang dan perut bagian kanan selama 1 minggu. Nyeri tersebut semakin kuat 3 hari terakhir Terkadang Ny. S merasakan mual walaupun tidak muntah. Ny. S gemar mengkonsumsi kopi setiap pagi hari. BAB  bewarna kuning normal dan sedikit nyeri saat BAK. Riwayat penyakit Ny. S : Fracture

hip sinistra, GOUT, dan gastritis.

Riwayat pengobatan : OMZ, Amoksisilin, Oste tab, Allopurinol.

DATA LABORATORIUM Hb : 9,5 HR : 86  Na : 115 RR : 22 K : 3,5 TD : 120/110 WBC : 22.000 Albumin : 3 Kreatinin : 1,8 BUN : 113 GDP : 85 Batu ginjal D Kolik ureter Suspect ISK OT/ PT : dbn Hiperuricemia : +

(12)

DATA BLOOD GAS PH = 7,3 PCO2 = 42 mmhg PO2 = 68,4 mmhg O2 saturasi = 97,6 % 8. PEMBAHASAN KASUS 8.1 SUBJEKTIF  Nama : Ny. S Umur : 63 tahun

Keluhan : Mengalami nyeri pinggang dan perut bagian kanan selama 1 minggu. Nyeri tersebut semakin kuat 3 hari terakhir, merasakan mual walaupun tidak muntah, sedikit nyeri saat BAK.

Riwayat penyakit : Fracture hip sinistra, GOUT, dan gastritis Riwayat pengobatan : OMZ, Amoksisilin, Oste tab, Allopurinol

8.2 OBJEKTIF

 Hb : termasuk rendah ( normalnya 11-18) , Hb sebagai buffer

apabila kadarnya menurun dapat mengindikasikan bahwa Hb tidak mampu untuk menahan input asam yang banyak terdapat dalam tubuh

  Na : termasuk rendah, ( normalnya 136 –  145 ) mengindikasikan

terjadi gangguan keseimbangan elektrolit

 K : normal

 WBC : termasuk tinggi , nilai ( normalnya 4,5 –  10,5 )

 Albumin : termasuk rendah , ( normalnya 3,4 –  5,0 ) Menurunnya kadar

albumin menandakan bahwa ada gangguan filtrasi pada glomerulus dimana seharusnya albumin mampu keluar secara bebas di urin

 Kreatinin : termasuk tinggi, ( normalnya 0,6 –  1,3 ) berkaitan dengan

(13)

 BUN : termasuk tinggi , ( normalnya 7-18 ) menandakan terjadinya kekurangan volume cairan

 GDP : normal

 Hiperuricemia : ( + ) mengindikasikan terjadinya gout pada pasien

8.3 ASSESSMENT & PLAN Nama Obat

(Generik) Rute Dosis

Frekuens i Indikasi Obat Pemantauan Kefarmasian  Natrium  bikarbonat  p.o 4,8 mg 1 dd 1 Asidosis metabolik

Dipantau keadaan sesak nafas, pH darah serta kadar HCO3 pasien (BGA)

Ferrous

sulfate  p.o 200 mg 1 dd 1

Anemia defisiensi besi

Dipantau Hb dalam waktu 3 bulan

Allopurinol p.o 300 mg 1 dd 1 Hiperurisemia dan batu ginjal

Dipantau kadar asam urat. Apabila tetap hiperurisemia lalu ditambah adanya nyeri, maka pasien terkena GOUT seperti riwayat  penyakit terdahulu, harus dikonsulkan kepada dokter untuk perubahan terapi

Cotrimoxazol

e  p.o 480 mg 2 dd 1

Infeksi saluran kencing

Dilakukan kultur untuk mengetahui bakteri apa yang menyerang sehingga  pemberian antibiotik tepat sasaran. Umumya untuk ISK digunakan

(14)

cotrimoxazole

Morfin iv 5 mg prn

Severe pain (pada kasus ini

untuk mengatasi kolik pasien

akibat batu ginjal)

Dipantau vital sign tiap 20 menit setelah pemberian hingga nyeri berkurang

Cyclizin im 50 mg/1

ml  prn

Mual akibat adanya batu

ginjal

Dipantau apakah mual yang terjadi nantinya hingga pasien muntah

Assesment

Jika melihat status pasien diatas, kondisi apa yang mungkin terjadi pada pasien yaitu asidosis metabolik.

H2CO3 = PCO2 (mmHg) x 0.03 H2CO3 = 42 mmHg x 0.03 H2CO3 = 1.26 mmHg

 pH = 6.1 + log (HCO3/ H2CO3) (pers. Henderson-Hasselbalch) 7.3 = 6.1 + log (HCO3/1.26)

1.2 = log (HCO3/1.26) 1.2 = log HCO3 –  log 1.26

1.2 = log HCO3 –  0.1003

1.3003 = log HCO3 19.966HCO3

Pasien mengalami asidosis. Dilihat dari hasil BGA pasien, pH 7,3 menunjukkan  pasien mengalami asidosis. Dilihat dari nilai pCO2  yang merupakan komponen

(15)

Sedangkan jika dihitung nilai HCO3  yaitu sebesar 19,97 mmhg. Nilai HCO3 menurun

menunjukkan pasien mengalami asidosis. Riwayat penyakit pasien adalah gout dan dari data lab juga terdapat hiperurisemia, batu ginjal dan kolik ureter menunjukkan pasien mengalami gangguan fungsi ginjal sehingga dapat disimpulkan pasien mengalami asidosis metabolik.

Hal- hal yang dapat menyebabkan kondisi itu terjadi yaitu :

 Pasien memiliki riwayat gout dimana kadar asam urat tinggi di dalam darah, maka kondisi asam terbentuk menyebabkan terjadinya asidosis.

 Kreatinin dan BUN meningkat menunjukkan terjadinya gangguan fungsi ginjal dimana ginjal gagal mengeliminasi zat-zat yang seharusnya dikeluarkan dari tubuh seperti kreatinin dan urea. Padahal urea sendiri bersifat asam namun tidak  bisa dikeluarkan sehingga asidosis.

 Kondisi Gout dan hiperurisemia pada pasien dimana hal ini dapat menyebabkan adanya timbunan kristal asam urat pada ginjal yang memicu terbentuknya batu ginjal sehingga ginjal rusak. Rusaknya ginjal ini merupakan risk factor asi dosis.

 Kadar Hb pasien rendah dimana salah satu dapar dalam darah yaitu Hb sehingga  pH darah pasien menurun dan pasien mengalami asidosis.

 Albumin pasien rendah dimana albumin juga merupakan sistem dapar dalam darah sehingga pH darah pasien menurun lalu asidosis. Selain itu, albumin yang rendah menunjukkan banyak albumin yang dipecah. Albumin merupakan  protein yang dipecah menjadi urea sehingga kadar urea meningkat dimana

sifatnya asam yang menyebabkan pasien mengalami asidosis.

 Pasien memiliki riwayat fraktur hip sinistra. Fraktur yang terjadi dapat menstimulasi pembentukan tulang sehingga kadar kalsium dan fosfat meningkat dan menyebabkan kadar H+ meningkat yang bisa menyebabkan asidosis.

 Pasien memiliki riwayat gastritis dimana salah satu gejala gastritis yaitu muntah. Saat muntah banyak elektrolit yang hilang, padahal elektrolit juga merupakan sistem dapar tubuh. Jika dapar hilang, maka terjadi asidosis.

Plan

(16)

a. Sebelumnya pasien memiliki riwayat pengobatan Oste tab. Dimana Oste tab mengandung glucosamine hydrochloride 250 mg, chondroitin sulfate 200 mg, vit C 25 mg, manganese 0.25 mg, Zn 2.5 mg, Mg 5 mg merupakan obat untuk terapi osteoarthritis.

 Namun pada pasien ini tidak ada gejala maupun riwayat OA sehingga terapi Oste tab disarankan untuk tidak dilanjutkan.

 b. Pasien mengalami asidosis metabolik dimana kadar HCO3  dalam darah

menurun. Asidosis metabolik dapat menyebabkan gejala seperti sesak nafas, mual, muntah. Direkomendasikan pasien diberi terapi Natrium bikarbonat 4,8/hari. Natrium bikarbonat digunakan untuk meningkatkan kadar bikarbonat yang menetralisasi ion hidrogen sehingga pH darah meningkat.

c. Hb pasien rendah yaitu bernilai 9 yang berarti pasien mengalami anemia. Pasien dapat diberikan terapi zat besi oral (Ferrous sulfate) diberikan dengan dosis 200 mg/hari. Terapi zat besi bisa diberikan selama 1 sampai 3 bulan. Ferrous sulfate  bekerja dengan memfasilitasi transport O2melalui Hb (MIMS, 2017).

d. Amoksisilin yang sebelumnya digunakan untuk mengatasi ISK dihentikan. Belum dilakukan kultur pada pasien ini sehingga belum diketahui infeksi yang terjadi akibat bakteri jenis apa dan belum bisa dipilih antibiotiknya. Umumnya ISK disebabkan oleh E.coli, golongan penisilin sensitif terhadap bakteri jenis tersebut namun sudah resisten. Sehingga lini kedua yang bisa digunakan yaitu Cotrimoxazole 480 mg yang mengandung Sulfametoksazol 400 mg + Trimetoprim 80 mg diberikan per oral 2 dd 1.

e.  Nyeri kolik akibat batu ginjal yang dialami pasien umumnya bisa tergolong nyeri berat hingga dapat menyebabkan pingsan. Menurut beberapa literatur,  banyak yang membandingkan antara penggunaan NSAID atau opioid untuk

mengatasi kolik ini.

 NSAID dapat menurunkan irama otot ureter, dengan demikian secara langsung dapat mengatasi penyebab nyeri terjadi. Diklofenak merupakan salah satu  NSAID yang banyak digunakan pada pasien batu ginjal. Namun ternyata  NSAID mengganggu sistem auto-regulator aliran darah ginjal dan mengurangi aliran darah disana, sehingga dapat menyebabkan gagal ginjal. Prostaglandin

(17)

dapat menyebabkan vasodilatasi di glomerulus aferen dan memiliki peran  penting dalam perfusi glomerulur & GFR sehingga jika NSAID menghambat sintesis prostaglandin dapat menyebabkan kontraksi di aferen dan penurunan  perfusi ginjal. Maka NSAID banyak tidak disarankan (Golzari et al ., 2014).

Cara lain untuk mengatasi nyeri hebat tersebut yaitu dengan opioid. Kodein dan dihidrokodein hanya dapat mengatasi nyeri mild-moderate, lebih lemah daripada morfin. Tramadol memiliki efek samping yang lebih sedikit pada depresi nafas dan konstipasi dibanding morfin. Tramadol keefektifannya sama seperti morfin untuk mengurangi nyeri moderate pasca operasi, namun kurang efektif untuk nyeri berat.

Administrasi melalui rute oral tidak direkomendasikan karena umumnya pasien renal kolik mengalami mual dan onsetnya lebih lama. Maka rute yang disarankan adalah parenteral, bisa IV atau IM.

Maka untuk mengatasi nyeri pasien ini disarankan Morfin IV dosis 5 mg diberikan tiap 20 menit jika nyeri yang dirasakan sama sekali tidak berkurang. Efek samping yang sering muncul yaitu pusing dan mengantuk maka vital sign harus dicek tiap 20 menit pula (bpacNZ, 2014).

f. Akibat adanya batu ginjal, maka kapsul ginjal akan mengembang dan pada  pasien ini juga terjadi hidronefrosis dimana ginjal kelebihan cairan akibat

menumpuknya urin akan menyebabkan pasien mual. Direkomendasikan Cyclizine IM 50 mg/1 ml (Varrier et al ., 2013).

Omeprazole bisa dihentikan.

Pemeriksaan penunjang untuk kondisi pasien ini yaitu :

 Kultur bakteri dari urin karena pasien diduga terkena infeksi saluran kemih

 Radiografi atau USG untuk melihat batu ginjal pada pasien dan untuk menentukan apakah perlu dilakukan operasi pengambilan batu ginjal atau tidak

 Urinalisis untuk memeriksa adanya proteinuria, hematuria, leukosituria, dan memeriksa pH urin

(18)

8.4 MONITORING & KONSELING a. MONITORING

a. Blood gas : pH darah, pO2,pCO2, HCO3, dan saturasi oksigen  b. Hb, RR, TD, albumin

c. BUN d. Kreatinin

e. Monitoring terapi yang diberikan, apakah sudah sesuai dan memberikan hasil atau tidak

f. Monitoring penggunaan allopurinol menggunakan data lab (asam urat), serta monitoring efek samping seperti apakah timbul gejala pruritis, mual, diare, sakit kepala, vertigo, mengantuk, gangguan mata dan rasa, dan data klinik (suhu tubuh), serta data lab (Hb, HCt, RBC, WBC, dan Plt).

g. Monitoring efek samping dari natrium bicarbonate jika menggunakannya yaitu fluktuasi aliran darah dalam otak, pendarahan intracranial ,  berkurangnya asupan oksigen dalam jaringan, dan penurunan fungsi jantung

b. KONSELING

 Menghentikan mengkonsumsi makanan dan minuman bersifat asam/  pencetus asam, seperti kopi, kopi memicu gastritis maskin parah.

 Mengurangi konsumsi makanan yang lemak, karena lemak akan menghasilkan fatty acid yang dapat memperparah kondisi asidosis contoh  jeroan, daging.

 Mengurangi konsumsi protein. Protein akan dimetabolisme di hepar dimana metabolisme protein menghasilkan NH3. NH3  bersifat racun sehingga

diubah menjadi NH4+. Proses ini mengakibatkan terbentuknya CO2. Tinggi

nya kadar CO2 menyebabkan timbulnya asidosis.

 Untuk kondisi GOUT, pasien disarankan untuk menghindari makan tinggi  purin yaitu seperti ikan laut, kerang serta kacang-kacangan karena dapat

(19)

 Banyak minum air dan mengurangi konsumsi garam.

 Mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung kalsium misal susu, brokoli.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

 bpacNZ. 2014.  Managing Patients with Renal Colic in Primary Care: Know When to  Hold Them. Best Practice Journal, Vol. 60.

Charles J.C., Heilman R.L. 2005.Clinical Review Article: Metabolic Acidosis. Wayne : Turner White Communications Inc Hospital Physician pp. 37-42.

Golzari, Samad EJ., Hassan, S., et al . 2014. Therapeutic Approaches for Renal Colic in the Emergency Department: A Review Article. Anesth Pain Med, Vol. 4 (1) : 1-11.

Kraut J.A., Madias N.E. 2010. Metabolic Acidosis: Pathophysiology, Diagnosis And  Management . Nat. Rev. Nephrol. 6, 274 – 285 (2010). New York: Macmillan

Publishers Limited

Mehrotra R, Kopple JD, Wolfson M. 2003.  Metabolic acidosis in maintenance dialysis  patients : clinical considerations. International Society of Nephrology, Vol. 64,

Supplement 88 (2003), pp. S13 – S25

Ortega LM, Arora S.  Metabolic acidosis and progression of chronic kidney disease : incidence, pathogenesis, and therapeutic therapy. Revista Nefrologia 2012 ; 32(6):724-30

Ortega LM, Arora S. 2012.  Metabolic Acidosis and Progression of Chronic Kidney  Disease : Incidence, Pathogenesis, and Therapeutic Therapy. Revista  Nefrologia;32(6):724-302.

Porth, Carol. 2011.  Essentials of Pathophysiology: Concepts of Altered Health States. US: Lippincott Williams & Wilkins.

Schraga ED, et al. 2013. Metabolic Acidosis in Emergency Medicine. Tersedia dari : www.emedicine.medscape.com

Varrier. M., Sussan, W., Marlies, Osterman, et al . 2013.  How to Manage Renal Stone and Prevent Recurrence. British: Haymarket Media Group Ltd.

Gambar

Gambar 2. Mekanisme Alkalosis Metabolik (Porth, 2011).

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini yaitu: (1) Bagaimana peran KUBE dan (2) Apa sajakah kendala/hambatan KUBE dalam pengembangan usaha kerajinan anyaman bambu di Dusun Dasan Bangket

Formulasi Sediaan Pasta Gigi Herbal Kombinasi Ekstrak Daun sirih ( Piper. betle ) Dan Kulit Buah Jeruk Lemon ( Citrus

Zakat Community Development (ZCD) Pada Masyarakat Desa Teluk Payo. Dana zakat yang diterima program ZCD berupa beras dan uang. Untuk zakat fitrah jumlah beras

Karbon monoksida (CO) adalah gas beracun yang mempunyai afinitas kuat terhadap hemoglobin pada sel darah merah, ikatan CO dengan haemoglobin akan membuat haemoglobin tidak bisa

AKTIFITAS PUBLIC RELATIONS PADA KOMUNIKASI PEMASARAN PT PLN ( PERSERO) YOGYAKARTA DALAM MEMBERIKAN INFORMASI KEPADAB. PELANGGAN MELALUI

Winn dan Fisher (2004) mengatakan Multiplayer online game merupakan pengembangan dari game yang dimainkan satu orang, dalam bagian yang besar, menggunakan bentuk

Hasil penelitian ini juga sama dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Ferat, 2012) karakteristik pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu rumah tangga