• Tidak ada hasil yang ditemukan

VARIASI KETAHANAN GENOTIPE KENAF (Hibiscus cannabinus L.) TERHADAP NEMATODA PURU AKAR (Meloidogyne incognita)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VARIASI KETAHANAN GENOTIPE KENAF (Hibiscus cannabinus L.) TERHADAP NEMATODA PURU AKAR (Meloidogyne incognita)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

VARIASI KETAHANAN GENOTIPE KENAF (Hibiscus cannabinus L.)

TERHADAP NEMATODA PURU AKAR (Meloidogyne incognita)

UNTUNG SETYO-BUDI, SUDJINDRO, dan R. D. PURWATI

Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat Jl. Raya Karangploso, Kotak Pos 199 Malang

(Terima tgl. 14/2/2008 – Terbit tgl. 2/4/2009)

ABSTRAK

Nematoda puru akar (Meloidogyne sp.) merupakan penyakit yang tergolong penting dan banyak menyerang pertanaman kenaf di lahan pengembangan maupun pembenihan, sehingga banyak menimbulkan kerugian bagi petani karena terjadi penurunan produktivitasnya. Tanaman kenaf (H. cannabinus) umumnya tidak tahan nematoda, namun kerabat dekat kenaf dari jenis liar seperti H. radiatus (radiatus) diketahui mengandung gen ketahanan terhadap nematoda. Persilangan inter spesifik antara kenaf dan radiatus yang beda spesies, diharapkan akan dapat mentransfer gen ketahanan dari radiatus ke kenaf, sehingga diperoleh varietas unggul kenaf yang tahan nematoda. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui variabilitas genetik sifat ketahanan tanaman kenaf terhadap serangan M. incognita pada F1 dibandingkan dengan kedua tetuanya. Kegiatan persilangan interspesifik antara kenaf (H. cannabinus) dan radiatus (H. radiatus) dilakukan di KP. Karangploso Malang pada Tahun 2002, sedangkan uji ketahanan nematoda puru akar (M. incognita) terhadap keturunan dan kedua tetuanya dilaksanakan di Desa Kendalrejo, Kabupaten Blitar pada bulan Februari s/d Agustus 2003. Pengujian ketahanan di lapang dilakukan menggunakan metode baris tanpa ulangan pada jarak tanam 20 x 20 cm, dengan perlakuan terdiri dari lima set hasil persilangan dan kedua tetuanya yakni 20 populasi F1, 20 populasi P1 dan 20 populasi P2, dengan masing-masing populasi 20 tanaman. Hasil uji tanah di laboratorium menunjukkan bahwa rata-rata kandungan larva M. incognita (sebagai populasi awal) adalah sebesar 96 ekor/100 ml tanah dan dikategorikan sangat tinggi. Sedangkan hasil identifikasi sidik pantat (berdasarkan perenial patternnya) terhadap larva betina dewasa diketahui bahwa jenis nematoda di lokasi penelitian adalah dari spesies Meloidogyne incognita. Pengamatan dan perhitungan larva M. incognita dilakukan di Laboratarium Hama dan Penyakit Balittas, Malang. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah puru akar per tanaman, kerusakan akar tanaman, dan populasi larva M. incognita dalam tanah sebagai faktor R (R = reproduksi larva). Untuk menggolong-golongkan tingkat ketahanan terhadap M. incognita digunakan metode Zeck melalui indeks kerusakan akar. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, semua keturunan F1 dari 5 persilangan interspesifik antara KR 6 x Kal II, KR 11 x Kal II, KR 12 x Kal II, Hc G-1 x Kal II, dan Hc G-51 x Kal II tidak ada yang tahan terhadap serangan M. incognita. Nilai ketahanan genotipe F1 terletak di antara tetua jantan (Kal II/ radiatus) yang tahan dan tetua betina (kenaf) yang sangat rentan.

Kata kunci : Hibiscus cannabinus L., interspesifik, variabilitas genetik, ketahanan, Meloidogyne incognita

ABSTRACT

Resistance variability of kenaf (Hibiscus cannabinus L.) genotypes to root-knot nematode (Meloidogyne incognita L.)

Root Knot Nematode (Meloidogyne incognita) is an important disease on kenaf plantation in the development area and its nursery. This condition generates reduce of productivity and loss of farmers’ income. Kenaf plants are generally not resistant to nematode infestation, so they

need resistant gene from other species (H. radiatus) to be transfered to H. cannabinus by interspecific hybridization. The objective of this research was to obtain genetic variability of kenaf resistance to Meloidogyne incognita attact. Interspecific hybridization between H. cannabinus and H. radiatus was conducted at KP Karangploso, Malang in 2002. Meanwhile, evaluation of F1 lines and their parents to M. incognita resistance was conducted at Kendalrejo, Blitar on February to August 2003. In this area, the type of soil is medium fertile-light-sandy soil containing high densities of root-knot nematode larvae. Five sets of F1 resulted from hybridization between H. canabinus and H. radiatus and their parents were planted in a row method without replication. Subsequently, these seeds were used as the materials in this study. The observation and evaluation of these larvae was performed at the Phytopathology Laboratory of the Indonesian Tobacco and Fiber Crops Research Institute, Malang. The preliminary result showed that the average of the initial population was 96 larvae per 100 ml of soil, which is categorized as a very high larvae content. Furthermore, the identification to the adult female larvae (perennial pattern method) showed that the root-knot nematode found in the location is characterized as M. incognita. Parameters observed were total number of gall per plant, degree of root damage, and populations of M. incognita larvae in the soil as a R-factor (R = larvae reproduction). The degree of resistance to M. incognita are analyzed according to Zeck method using root damage index. Results of this research are : all F1 from five interspesific hybridization between KR 6 x Kal II, KR 11 x Kal II, KR 12 x Kal II, Hc G-1 x Kal II, and Hc G-51 x Kal II are still more sucseptible compared to their male parent (Kal II) which is resistant to root-knot nematode.

Key words : Hibiscus cannabinus L., interspecific, genetic variability, resistance, Meloidogyne incognita

PENDAHULUAN

Nematoda puru akar (Meloidogyne sp.), merupakan penyakit yang tergolong penting dan banyak menyerang pertanaman kenaf di lahan pengembangan maupun pembenihan, sehingga banyak menimbulkan kerugian bagi petani karena terjadi penurunan produktivitasnya. ADEGBITE et al. (2005) menyatakan hal senada bahwa tanaman kenaf yang umumnya rentan, sering terserang nematoda puru akar (NPA) dari jenis M. arenaria, M. javanica atau M. incognita. Gejala yang paling menyolok adalah adanya benjolan atau puru pada akar tanaman. Kehilangan hasil pada tanaman kenaf mencapai 19% bahkan lebih bila serangannya berat, dan apabila ber-asosiasi dengan Fusarium spp., kerugian hasil kenaf bisa mencapai 100%. Pengendalian NPA adalah dengan cara ISSN 0853 - 8212

(2)

fumigasi atau penggunaan nematisida. Namun cara tersebut dirasa mahal karena harus dilakukan secara periodik, serta tidak ramah lingkungan, terutama bagi manusia, binatang dan lingkungan (BURROWS dan JONES, 1993). Varietas tahan hasil pemuliaan dapat dipergunakan sebagai cara pengendalian yang paling aman dan ekonomis untuk menanggulangi penyakit ini. Namun begitu, ketersediaan sumber genetik ketahanan untuk penyakit ini merupakan syarat mutlak. THOMAS dan WHELAN (1991) menyatakan bahwa adanya sumber gen ketahanan dari jenis tanaman untuk perakitan varietas tahan terhadap suatu penyakit merupakan hal yang sangat penting.

Pada umumnya tanaman kenaf (Hibiscus cannabinus L.) tidak tahan penyakit NPA. Namun, kerabat dekat kenaf dari jenis liar seperti H. radiatus (radiatus) diketahui mengandung gen ketahanan terhadap NPA (DAS, 1995). ADEGBITE et al. (2005) dan SETYO-BUDI et al. (2005) juga telah membuktikan dengan penelitian, bahwa tanaman kenaf umumnya tidak tahan terhadap serangan NPA, sedangkan H. radiatus dan H. asetosela tahan dan cukup baik sebagai donor sifat ketahanan NPA. Persilangan beda spesies (interspesifik) antara kenaf (2n=2x=36) sebagai resipien dengan radiatus (2n=4x=72) sebagai donor ketahanan M. incognita, diharapkan dapat menghasilkan varietas unggul kenaf yang toleran terhadap M. incognita.

Pada Tahun 2002 telah dilakukan persilangan interspesifik antara kenaf dengan radiatus dan diperoleh benih F1 yang fertil. Sebanyak 20 populasi genotipa F1 yang diharapkan mengandung gen ketahanan terhadap M. incognita perlu dilihat ketahanannya dengan mengikut- sertakan kedua tetuanya (P1 dan P2) melalui uji ketahanan terhadap serangan M. incognita. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui variabilitas genetik sifat ketahanan tanaman kenaf F1 terhadap serangan M. incognita.

BAHAN DAN METODE

Persilangan interspesifik antara kenaf (Hibiscus cannabinus) sebagai tetua potensial dengan radiatus (H. radiatus) sebagai tetua tahan dilakukan di Kebun Percobaan Karangploso, Malang pada Tahun 2002 dan mendapatkan keturunan F1 yang fertil. Pengujian ketahanan keturunan dan kedua tetuanya terhadap M. incognita dilaksanakan di Desa Kendalrejo, Kabupaten Blitar pada bulan Februari s/d Agustus 2003 pada jenis tanah berpasir dengan kandungan larva M. incognita sangat tinggi. Untuk mengetahui populasi awal nematoda puru akar dalam tanah dilakukan dengan cara menghitung populasi larvanya sebelum tanam. Penyanderaan dan penghitungan larva menggunakan metode sentrifugasi BARKER (1985), yang dilakukan di laboratorium Hama dan Penyakit Balittas, Malang. Hasil uji di laboratorium menunjukkan bahwa rata-rata kandungan

larva M. incognita (sebagai populasi awal) adalah sebesar 96 ekor/100 ml tanah dan dikategorikan sangat tinggi. Sedangkan hasil identifikasi sidik pantat (berdasarkan perenial patternnya) terhadap larva betina dewasa diketahui bahwa jenis NPA di lokasi penelitian adalah M. incognita.

Bahan tanaman berupa lima set hasil persilangan dengan masing-masing set 60 populasi (20 F1 + 20 P1 + 20 P2) dan masing-masing populasi terdiri dari 20 benih. Benih ditanam dengan metode baris tanpa ulangan dengan jarak tanam dalam baris 20 x 20 cm, 1-3 benih per lubang. Penyulaman dilakukan pada 7 HST, sedangkan penjarangan tanaman (untuk P1 dan P2) dilakukan pada 15 HST dengan menyisakan 1 tanaman per lubang. Pemupukan dilakukan dengan dosis 200 kg urea + 100 kg SP-36 + 100 kg KCl per ha, diberikan dua kali, yaitu sebanyak sepertiga bagian urea + semua dosis SP-36 dan KCl pada 7-10 HST, sedangkan sisanya sebanyak dua-pertiga bagian urea diberikan pada 30 HST. Penyiraman, pengendalian gulma dan hama/penyakit dilakukan sesuai dengan keadaan di lapang, tanpa perla-kuan nematisida.

Untuk mengetahui perkembangan larva M. incognita dan tingkat ketahanan tanaman kenaf hingga dewasa, maka dilakukan pengamatan setiap bulan sekali yakni pada : 45, 75, dan 105 HST yaitu terhadap : indeks puru, jumlah larva M. incognita dalam tanah dan dalam akar, dan faktor reproduksi (faktor R) larva. Untuk mengetahui dan menggolong-golongkan tingkat ketahanan tanaman terhadap serangan NPA dipergunakan metode ZECK (1971). Sedangkan untuk mengetahui factor reproduksi (R) larva digunakan metode CANTO-SAENZ (1985) dan SASSER et al. (1984), seperti yang telah dilakukan oleh ADEGBITE et al. (2005) dan juga DALMADIO et al. (1998), dengan rumus :

Faktor

Pi

Pf

R =

dimana :

Skoring/indeks kerusakan akar berdasarkan ZECK (1971), adalah sbb :

0 : akar sehat, tidak ada infestasi larva M. incognita 1 : ada sedikit sekali puru kecil-kecil, dan dapat dilihat

dengan pengamatan lebih teliti

2 : ada puru kecil seperti pada 1, tetapi lebih banyak dan mudah diamati

3 : banyak puru kecil, dan akar masih berkembang serta berfungsi dengan baik

4 : banyak puru kecil dan puru besar mulai terbentuk, tetapi fungsi akar masih baik

5 : terdapat bayak puru kecil dan cukup banyak puru besar. Sekitar 25% akar berpuru dan tidak berfungsi 6 : sekitar 50% akar berpuru dan tidak berfungsi

R = faktor reproduksi larva M. incognita dalam tanah Pf = populasi larva terakhir, dan

(3)

7 : sekitar 75% sistem perakaran berpuru dan tidak berfungsi

8 : seluruh perakaran berpuru dan rusak berat, pengangkutan hara terhenti, tanaman mulai layu 9

:

seluruh perakaran rusak berat, mulai busuk dan

tanaman layu berat

10 : seluruh perakaran membusuk dan tanaman mati Hasil skoring kemudian diklasifikasikan sebagai tingkat ketahanan berdasarkan metode Zeck seperti pada Tabel 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Respon tanaman terhadap serangan M. incognita

Hasil pengujian menunjukkan bahwa respon tanaman tetua kenaf (P2) dan radiatus (P1) serta keturunannya (F1) terhadap serangan M. incognita berbeda-beda tergantung dari tingkat ketahanannya. Kriteria ketahanan tetua dan keturunannya didasarkan pada tingkat kerusakan akar dengan metode ZECK (1971) seperti pada Tabel 2. Sebagai pendukung diamati pula faktor R (reproduksi) pada umur tanaman 45, 75, dan 105 HST seperti pada Tabel 3.

Berdasarkan nilai kerusakan akar pada Tabel 2, terdapat variabilitas sifat ketahanan yang cukup tinggi diantara tanaman yang diuji. Dari tabel tersebut terlihat bahwa tetua betina Kal II (H. radiatus) masih terlihat sebagai tetua yang tahan dari awal sampai dengan umur tanaman 105 HST, walau masih terserang nematoda M. incognita. Di lain pihak, berdasarkan indeks kerusakan akar lima tetua (kenaf : KR6, KR 11, KR 12, Hc G1, dan Hc G51) memperlihatkan adanya penurunan tingkat ketahanan yang drastis hingga menjadi sangat rentan. Demikian juga yang terjadi pada kelima keturunan F1-nya, yang juga terjadi peningkatan nilai indeks kerusakan akarnya (Tabel 2). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Kal II sebagai tetua jantan masih merupakan aksesi yang tahan seperti

hasil uji sebelumnya (SETYO-BUDI et al., 2005), sedangkan kelima tetua betina (kenaf) termasuk rentan sampai sangat rentan. Demikian juga dengan generasi F1 dari lima set persilangannya dapat diklasifikasikan rentan sampai sangat rentan berdasarkan klasifikasi tingkat ketahanan pada Tabel 1.

Faktor R (reproduksi larva) dalam tanah

Hasil pengamatan terhadap faktor R disajikan pada Tabel 3. Faktor R (reproduksi larva) merupakan cerminan perkembangbiakan larva M. incognita dalam tanah dimana tanaman inang tumbuh. Apabila nilai R < 1, artinya larva M. incognita kurang berkembang atau bahkan tidak dapat berkembang, sebaliknya bila nilai R > 1, maka dapat dipastikan bahwa larva M. incognita berkembang biak. Cepat lambatnya, besar kecilnya reproduksi larva tergan-tung dari ketahanan tanaman inangnya.

Dari nilai faktor R tersebut, dapat dikatakan bahwa Kal II sebagai induk jantan memiliki kemampuan menahan laju reproduksi larva M. incognita menjadi lebih lambat (toleran) dibandingkan dengan kelima induk betinanya (kenaf : KR6, KR 11, KR 12, Hc G1, dan Hc G51) dan keturunan F1-nya yang cenderung lebih cepat. Sifat tahan Kal II tersebut mulai terlihat pada umur tanaman 45 HST dimana nilai indeks kerusakan akar dan faktor R-nya kecil. Dengan bertambahnya umur tanaman yakni pada 75 HST faktor R-nya meningkat, namun kemudian pada 105 HST terjadi penurunan (Tabel 3). Hal tersebut sejalan dengan kerusakan akar yang ditimbulkannya (Tabel 2).

Pembahasan

Dilihat dari kriteria ketahanannya, kelima tetua betina kenaf yakni KR 6, KR 11, KR 12, Hc G-1, dan Hc G-51 dapat dinyatakan bersifat sangat rentan terhadap serangan M. incognita. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian SETYO-BUDI et al. (2005). Sifat sangat rentan juga diperlihatkan oleh keturunan F1-nya yang dapat dilihat dari nilai indeks kerusakan akar dan faktor R yang meningkat sangat drastis. Lain halnya dengan tetua jantan

Tabel 1. Klasifikasi derajat ketahanan tanaman terhadap M. incognita (Zeck, 1971) Table 1. Classification for degree of plant resistance to M. incognita (Zeck, 1971)

Skoring kerusakan akar Root damages scoring Kode

Code

Kategori Category

45 HST DAP 75 HST DAP 105 HST DAP

ST (HR) T (R) AR (MS) R (S) SR (HS)

Sangat tahan Highly resistant Tahan Resistant

Agak rentan Medium susceptible Rentan Susceptible

Sangat rentan Highly susceptible

0,00 0,10 – 1,99 2,00 – 2,99 3,00 – 4,50 > 4,5 0,00 0,1 – 3,00 3,01- 4,00 4,01 – 5,50 > 5,50 0,00 0,1 – 4,50 4,51 – 5,50 5,51 – 6,50 > 6,50

(4)

radiatus (Kal II) yang besifat tahan, walau masih terserang larva M. incognita. Dari hasil penelitian SETYO-BUDI et al. (2005) di polybag di rumah kasa dengan perlakuan infeksi awal sebanyak 40 larva/100 g tanah, aksesi Kal II ini sedikit sekali ada puru akarnya, namun uji di lapang saat ini terlihat lebih banyak jumlah puru akarnya. Selain populasi larva awal yang sangat tinggi (96 ekor/100 g tanah), terserangnya Kal II yang sebenarnya tahan, kemungkinan disebabkan oleh keadaan lingkungan yang sangat men-dukung tingkat virulensi larva M. incognita. Lingkungan dimaksud bisa berupa : struktur tanah, suhu, dan kelem-bapan tanah. Tanah berpasir pada lokasi penelitian ini merupakan daerah yang paling disenangi larva M incognita dan memiliki daya rusak yang tinggi, karena memiliki karakteristik seperti : film air tanahnya yang tipis, diameter

pori dan ukuran partikel yang sesuai/baik, aerasi yang berlimpah dan drainase yang dapat mencapai kapasitas lapang secara lebih cepat (SOEKARTO, 1987). Hasil penelitian GRIFFIN dan JENSEN (1997) tentang pengaruh suhu terhadap serangan M. halpha dan M. chitwoodi pada tanaman legum membuktikan bahwa suhu sangat ber-pengaruh nyata pada daya patologi nematoda tersebut. Suhu serangan paling tinggi terjadi pada temperatur 250 - 300C. Sementara itu ADEGBITE et al. (2005) menyatakan bahwa tanah berpasir merupakan tempat yang paling disukai larva M. incognita.

Ketahanan aksesi Kal II terhadap M. incognita di atas diharapkan akan diwariskan pada keturunan hasil persilangan dengan galur/varietas potensial, walau belum muncul secara signifikan pada generasi F1-nya namun diharapkan akan muncul pada generasi berikutnya. Ada beberapa pendapat mengapa sesuatu tanaman bisa disebut tahan. JENKINS et al. (1995) mengemukakan bahwa infeksi akar kapas oleh M. incognita menyebabkan terbentuknya terpenoid aldehide di stele endodermis akar kapas yang terinfeksi. Diketahui bahwa pada tanaman yang tahan, pembentukan zat tersebut lebih cepat dibandingkan dengan yang rentan. Melalui uji invitro-bioessay, diketahui bahwa terpenoid aldehid tersebut adalah toksik terhadap Meloidogyne sp. LUC et al. (1995) menerangkan bahwa sifat tahan terhadap nematoda karena tanaman dapat menghasilkan subtansi yang dapat menetralkan terbentuk-nya sel raksasa (giant cell) sebagai ketahanan aktif, atau melalui ketahanan pasif setelah terinfeksi larva yakni dengan menggagalkan masuknya larva nematoda ke dalam akar. Tanaman tahan sebetulnya masih bisa terserang larva nematoda walau jumlahnya sedikit, tetapi tanaman yang bersangkutan akan segera merespon dengan menghambat perkembangan larva sehingga jumlahnya sedikit (tidak Tabel 3. Pengaruh serangan M. incognita terhadap faktor R

Table 3. Influence of M. incognita attack to R factors 45 HST DAP 75 HST DAP 105 HST DAP Aksesi Accession Faktor R R factor Faktor R R factor Faktor R R factor H. radiatus (P1) : Kal II (♀) H. cannabinus (P2) (♂) KR 6 KR 11 KR 12 Hc G1 Hc G51 F1 (KR6 x Kal II) F1 (KR11 x Kal II) F1 (KR12 x Kal II) F1 (Hc G1 x Kal II) F1 (Hc G51x Kal II) 0,39 1,38 0,49 1,18 1,84 0,62 0,52 0,24 0,63 0,92 0,41 2,88 13,65 5,24 10,23 19,08 10,29 22,99 2,76 7,05 9,84 5,51 2,72 22,60 8,16 18,94 8,74 7,20 26,26 8,94 11,94 5,47 4,40

Tabel 2. Kerusakan akar dan kriteria ketahanan tetua (P1 dan P2) dan keturunannya (F1) terhadap M. incognita Table 2. Root damage and resistance levels of parents (P1 and P2) and progenies (F1) to M. incognita

45 HST DAP 75 HST DAP 105 HST DAP

Aksesi Accession Indeks kerusakan akar Root damage index Kriteria ketahanan Resistant levels Indeks kerusakan akar Root damage index Kriteria ketahanan Resistant levels Indeks kerusakan akar Root damage index Kriteria ketahanan Resistant levels H. radiatus (P1) : Kal II (♀) H. cannabinus (P2) (♂) KR 6 KR 11 KR 12 Hc G1 Hc G51 F1 (KR6 x Kal II) F1 (KR11 x Kal II) F1 (KR12 x Kal II) F1 (Hc G1 x Kal II) F1 (Hc G51x Kal II) 1,14 4,50 4,49 5,71 5,19 5,42 1,64 2,58 3,02 3,13 3,34 T R R S R S SR HS SR HS SR HS T R AR MS R S R S R S 2,66 7,71 8,19 8,14 7,94 8,45 7,00 6,82 6,09 6,19 6,80 T R SR HS SR HS SR HS SR HS SR HS SR HS SR HS SR HS SR HS SR HS 3,62 9,23 9,33 9,70 9,37 8,95 9,02 8,09 9,17 8,73 8,51 T R SR HS SR HS SR HS SR HS SR HS SR HS SR HS SR HS SR HS SR HS

Keterangan : ST HR = Sangat tahan Highly resistant TR = Tahan Resistant Note : AR MS = Agak rentan Medium susceptible R S = Rentan Susceptible

(5)

berbahaya) bahkan tidak bisa berkembang sama sekali. JUNG dan WYSS (1999) menyimpulkan bahwa sifat tahan terhadap nematoda tidak berarti dapat menahan invasi larva nematoda dalam akar, tetapi justru setelah ada intervensi larva di dalam akar, maka akan terjadi pembatasan induksi makanan (feeding site) untuk larva, atau terjadinya penghancuran pembentukan struktur makanan (feeding structures) pada awal perkembangan larva sehinga larva tidak berkembang atau mati karena tidak bisa makan.

Bila dikaji lebih mendalam untuk F1 hasil per-silangan pada Tabel 2, terlihat bahwa F1 (KR 6 x Kal II) dan F1 (KR 11 x Kal II) awalnya masing-masing bersifat tahan dan agak rentan pada 45 HST tetapi menurun pada 75 HST dan 105 HST. Sedangkan tiga F1 yang lainnya berawal dari rentan pada 45 HST dan menurun menjadi sangat rentan pada 75 HST dan 105 HST. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa, faktor genetik yang dibawa masing-masing tetua memiliki sifat dan kekuatan tersendiri pada keturunannya. Pemunculan sifat tersebut didukung pula oleh berperannya pengaruh lingkungan tumbuhnya. Pemunculan sifat dari lima set persilangan tunggal (single cross) antara 5 aksesi kenaf dengan Kal II (radiatus) yang menghasilkan respon berbeda-beda terhadap serangan M. incognita, itu dapat dimengerti karena sumber gen dari tetua yang berbeda akan menampilkan keturunan yang berbeda pula. Sedangkan penurunan sifat ketahanan individu tanaman terhadap serangan penyakit menurut ABADI (2000) dapat dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu ketahanan tanaman inang, tingkat virulensi penyakit, dan lingkungan yang mendukung.

Persilangan interspesifik antara H. radiatus x H. cannabinus untuk mentransfer gen ketahanan ini ternyata cukup berhasil mendapatkan keturunan F1 yang mewarisi karakter atau sifat tahan dari induk jantannya (H. radiatus). Hal tersebut tercermin dari hasil pengamatan terhadap faktor R dan kerusakan akarnya yang memiliki nilai (sifat) di antara kedua induknya. F1 (KR 6 x Kal II) dan F1 (KR 11 x Kal II) yang tahan pada 45 HST serta F1 (KR 12 x Kal II), F1 (Hc G-1 x Kal II) dan F1 (Hc G-51 x Kal II) yang rentan pada 45 HST semuanya memiliki nilai yang berada diantara nilai kedua induknya. Pada umur tanaman lebih lanjut (75 HST dan 105 HST) meski nilai ketahanannya menurun menjadi sangat rentan, tetapi hasil pengamatan membuktikan bahwa nilai parameter-parameter di atas masih terletak diantara nilai kedua induknya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sifat tahan pada hasil persilangan interspesifik ini belum muncul pada generasi F1, namun diharapkan baru akan muncul pada generasi lebih lanjut sebagai galur yang tahan dengan tipe tanaman seperti kenaf yang berproduksi serat tinggi.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, semua keturunan F1 dari 5 persilangan interspesifik antara KR 6 x Kal II, KR 11 x Kal II, KR 12 x Kal II, Hc G-1 x Kal II dan Hc G-51 x Kal II tidak ada yang tahan terhadap serangan M. incognita. Nilai ketahanan genotipe F1 terletak diantara tetua jantan (Kal II/radiatus) yang tahan dan tetua betina (kenaf) yang sangat rentan.

DAFTAR PUSTAKA

ABADI, A. LATIF. 2000. Ketahanan tumbuhan terhadap penyakit. Fak. Pertanian. Universitas Brawijaya, Malang. 135 hal.

ADEGBITE, A.A., G.O. AGBAJE, M.O. AKANDE, N.A. AMUSA, J.A. ADENTUMBI, and O.O. EDEYEYE. 2005. Expression of resistance to Meloidogyne incognita in kenaf cultivars (Hibiscus cannabinus) under field conditions. World Journal of Agriculture Sciences 1(1):14-17.

BARKER, K.R. 1985. Nematode extraction and bioassays. In Barker, K.R, C.C. Carter, and J.N. Sasser (ed) An advanced treatrise on Melodogyne methodology. North Carolina State University Graphics. Raleigh, North Carolina. Vol. II : 19-25.

BURROWS, P.R. and M.G.K. JONES. 1993. Cellular and molecular approaches to the control of plant parasitic nematodes. In : Evans K , K. Trudgill, D.L. Webster, J.M. (eds). Plant parasitic nematodes in temperatures agriculture. CAB. International. UK. CANTO-SAENZ., M. 1985. The nature of resistance to

Meloidogyne incognita (Cofoid and White, 1919) Chitwood. 1949. p.225-231. In Sasser, J.N. and C.C. Carter (eds) Advanced treatrise on Melodogyne vol. I : Biology and control. Raleigh : North Carolina State University Graphics.

DALMADIO, G., H. A. BAGUS, SUPRIYONO, dan A. RACHMAN SK. 1998. Tingkat ketahanan beberapa aksesi tembakau terhadap nematoda puru akar (Nematoda incognita) (Cofaid and White) Chitwood. Jurnal Littri. III(5): 163-168.

DAS, SHUKLA. 1995. Studies on some morpho-agronomic characters of interspecific hybrids between H. radiatus and H. cannabinus (Kenaf) in order to breed nematode and spiral borer resistant lines of kenaf. MSc. Thesis, Department of Botany, Jaha-ngirnagar, Dhaka, Bangladesh.

(6)

GRIFFIN, G.D. and K.B. JENSEN. 1997. Importance of temperature in the pathology of Meloidogyne halpa and M. chitwoodi on legumes. Journal of Nemathology. 29(1): 112 – 116.

JENKINS, J.N., R.G. CREECH, B. TANG, G.W. LAWRENCE, and J.C. MCCARTY. 1995. Cotton resistance to root-knot nematode : II. Post-penetration development. Crop. Sci. 35:369-373.

JUNG, C. and U. WYSS. 1999. New approaches to control plant parasitic nematodes. Appl. Microbial Biotechnol Vol. 51 : 439-446.

LUC, M., R.A. SIKORA, dan J. BRIDGE. 1995. Nematoda parasitik tumbuhan, di pertanian subtropik dan tropik. Terjemahan Supraptoyo. 1995. Gajahmada University Press.

SASSER, J.N., C.C. CARTER, and K.M. HARTMAN. 1984. Standarization of host suitability studies and

reporting of resistance to root-knot nematodes. North Caroline State University Graphics. Raleigh, North Carolina. 7p.

SETYO-BUDI, U., R.R. SRI HARTATI, dan CECE SUHARA. 2005. Ketahanan beberapa aksesi kenaf terhadap namatoda puru akar (Meloidogyne spp). Puslitbangbun, Bogor. Jurnal Littri. 11(4) : 129-133.

SOEKARTO. 1987. Ketahanan beberapa verietas kapas terhadap nematoda puru akar Meloidogyne incognita. Tesis, Fak. Pasca Sarjana Univ. Gajahmada, Yogyakarta.

THOMAS, J.B. and E.D.P. WHELAN. 1991. Genetic of wheat curl mite resistance In wheat : Recombination of Cmc1 with the 6D centromer. Crop Sci. 31: 936-938.

ZECK, W.M. 1971. A rating scheme for field evaluation of root knot nematode infestation. Bayer 24 : 141-144.

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi derajat ketahanan tanaman  terhadap M. incognita (Zeck, 1971)  Table 1
Tabel 3.  Pengaruh serangan  M. incognita terhadap faktor R   Table 3.  Influence of  M

Referensi

Dokumen terkait

Suatu tindakan dikatakan berhasil apabila memenuhi 2 indikator. Pertama, jika 70% dari jumlah siswa memenuhi kriteria KKM, yaitu 75. Data KKM diperoleh melalui hasil

Pada penelitian ini Instrumen yang akan digunakan untuk mengukur pemahaman konsep siswa pada materi Hukum Newton peneliti menggunakan instrumen Inventory of Basic

Anestesi umum intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur intravena, baik untuk tujuan hipnotik, analgetik ataupun pelumpuh otot. Anestesi yang ideal

Karena pengguna ruang serbaguna ini jumlahnya cukup banyak ( kapasitas 220 orang ) maka akan terjadi kepadatan pada selasar, dan juga letaknya jauh dari temapt parkir sehinggj

  Ketiganya  dipilih  berdasarkan  potensi  proses  masak  yang  atraktif,  sehingga  lebih

Sebutkan strategi umum perusahaan dan jelaskan bagaimana kita akan mengimplementasikannya dalam program bisnis yang efektif.Tentukan apakah strategi kita didasarkan teknologi

Indonesianto, Y., 2005, “Pemindahan Tanah Mekanis”, Jurusan Teknik Pertambangan – FTM, UPN “Veteran” Yogyakarta.. Saifuddin, A., 2014, “Metode Penelitian”, Pustaka

Oleh karena itu pembinaan moral dan agama dalam keluarga penting sekali bagi remaja untuk menyelamatkan mereka dari kenakalan dan merupakan cara untuk