• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan telah ada sejak ratusan tahun bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21) mengklasifikasikan suku bangsa Indonesia dengan mengambil patokan kriteria bahasa, kebudayaan daerah serta susunan masyarakat, dengan rincian yaitu (1) Sumatera, 49 suku bangsa (2) Jawa, 7 suku bangsa; (3 ) Kalimantan, 73 suku bangsa; (4) Sulawesi, 117 suku bangsa; (5) Nusa Tenggara,30 suku bangsa;( 6) Maluku –Ambon, 41 suku bangsa; (7) Irian Jaya,49 suku bangsa. Selama ratusan bahkan ribuan tahun itu pula mereka telah menumbuhkan, memelihara dan mengembangkan tradisi. Masing-masing suku bangsa tersebut memiliki tradisi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal inilah yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang majemuk akan kebudayaan, baik itu dalam bentuk bahasa sehari-hari maupun tradisi-tradisi lainnya.

Bentuk-bentuk tradisi yang dilakukan oleh berbagai suku bangsa tersebut antara lain perkawinan, pesta adat, kematian, dan lain sebagainya. Masing-masing bentuk upacara tersebut dilakukan dengan cara-cara tertentu yang menjadi ciri khas dari masing-masing suku bangsa tersebut. Ciri khas tersebut di satu pihak ada yang masih dipertahankan oleh masyarakat dan tidak mengalami perubahan sama sekali, dilain pihak ada yang mengalami perubahan atau malah hilang sama sekali sebagai suatu tradisi yang menjadi bagian dari masyarakat.

(2)

Salah satu tradisi yang masih dipertahankan dalam berbagai suku bangsa diantaranya adalah tradisi pesta adat selesai panen. Hampir setiap daerah masih melaksanakannya, seperti upacara adat fuaton di Nusa Tenggara Timur, upacara adat aruh mahannyari pada Suku Dayak, upacara Penolak Bala sebagai rasa syukur setelah berhasil panen di Sulawesi Selatan. Tradisi di atas berguna untuk mensyukuri hasil panen yang telah didapat oleh masyarakat, sekaligus memohon berkah agar mereka mendapat hasil yang lebih baik lagi dimusim panen yang akan datang.

Begitu juga halnya yang terjadi pada masyarakat Desa Tanjung Raya, Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten Simeulue. Mereka masih melaksanakan suatu tadisi upacara mangan ahai fallo (makan padi baru) upacara ini dilakukan setelah selesai panen padi. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Badruzzanmah Ismail (2000) bahwa upacara kegiatan pertanian di sawah ada tiga tahapan, yaitu 1) upacara menjelang turun ke sawah ”Kenduri Blang”, 2) ketika padi berbuah ”Manoahae” dan, 3) sesudah masa panen yang dikenal dengan sebutan ”mangan ahai fallo”.

Mangan ahai fallo (makan padi baru) dengan istilah syukur nikmat atas hasil panen yang diperoleh. Sebagaimana tradisi-tradisi dalam upacara adat di setiap masyarakat, upacara mangan ahai fallo (makan padi baru) memiliki arti penting bagi masyarakat setempat. Upacara mangan ahai fallo merupakan acara terakhir dari rangkaian kegiatan pertanian yang sebelumnya diawali dengan upacara kenduri blang (upacara menjelang turun ke sawah). Upacara ini dilaksanakan di balai desa. Dalam upacara perlu adanya seorang keujeurun

(3)

blang1

Upacara mangan ahai fallo (makan padi baru) perlu untuk dikaji, karena upacara tersebut menurut masyarakat itu merupakan suatu keharusan, karena menurut kepercayaan masyarakat upacara ini membawa keberkahan bagi mereka. dan apabila tidak dilaksanakan, mereka anggap akan terjadi marabahaya. Marabahaya disini seperti padi akan terkena hama, berpenyakit atau marabahaya lain yang menimpah padi mereka yang mengakibatkan gagal panen. Jadi upacara , yang bertugas untuk memimpin jalannya upacara mangan ahai fallo dan sekaligus mengontrol proses upacara mangan ahai fallo sekaligus mengawasi kegiatan pertanian mulai pada saat bibit padi ditanam sampai dipanen.

Desa-desa yang masih melaksanakan upacara mangan ahai fallo ini diantaranya adalah Desa Tanjung Raya, Desa Luan Balu, dan Desa Kuala Baru yang terletak di Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten Simeulue. Khusus pada masyarakat Desa Tanjung Raya, upacara ini merupakan hal yang penting, sebagai rasa syukur atas hasil panen yang diberikan Allah SWT kepada mereka. Di Desa Tanjung Raya upacara ini dilaksanakan dengan sangat meriah, sebab diisi dengan pertunjukan nasyid yang disertai dengan lagu-lagu berbahasa daerah setempat disamping menampilkan tari-tarian yang dibawakan oleh anak-anak dari desa tersebut, selain dihadiri oleh masyarakat setempat, acara ini juga dihadiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan dari desa terdekat yaitu para ketua adat, dan beserta aparat desa bahkan dihadiri oleh Camat. Upacara mangan ahai fallo merupakan acara selesai panen yang telah diwariskan oleh nenek moyang kepada generasi setelahnya bahkan sampai saat ini.

1

(4)

mangan ahai fallo suatu kegiatan yang dianggap begitu penting. Hal itulah yang menarik dan mendorong peneliti untuk mengetahui kearifan tradisional seperti apa yang tersembunyi di dalam upacara tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah kearifan tradisional seperti apa yang tersembunyi di dalam upacara mangan ahai fallo pada komunitas petani Desa Tanjung Raya, sehingga begitu penting dan rutinitas setiap tahunnya mereka laksanakan.

1.3.Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Tanjung Raya, yang berada di Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten Simeulue. Pemilihan lokasi didasarkan atas hasil pengamatan sementara sampai saat ini masyarakat Desa Tanjung Raya masih tetap melaksanakan upacara mangan ahai fallo ketika selesai panen.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan “kearifan tradisional yang tersembunyi dalam upacara mangan ahai fallo pada komunitas petani yang ada di Desa Tanjung Raya”.

Hasil penelitian ini juga diharapkan bermanfaat baik secara praktis maupun akademis. Secara praktis, dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap pihak-pihak yang berkepentingan untuk memahaminya dalam membuat berbagai kebijakan-kebijakan yang diperlukan, terutama dalam rangka upaya

(5)

pelestarian kebudayaan yang berkaitan dengan aktivitas pertanian. Secara akademis, penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan bidang Antropologi yang membahas tentang keberadaan upacara adat dalam hubungannya dengan aspek kehidupan komunitas petani desa.

1.5. Tinjauan Pustaka

Sektor pertanian telah digeluti sejak zaman nenek moyang di seluruh belahan bumi. Karena bidang ini berhubungan langsung dengan kelangsungan hidup manusia. Sehingga sebagai wujud penghargaan, penghormatan akan alam yang menjadi media serta pengharapan, maka dalam pelaksanaannya manusia membudayakan serangkaian upacara yang telah menjadi tradisi di suatu daerah dan dilaksanakan secara turun-temurun. Salah satu apresiasi masyarakat ini diwujudkan dalam berbagai upacara tradisional berupa ritual adat yang berbeda caranya antara satu daerah dengan daerah lainnya. Upacara tersebut ada yang berkaitan dengan kepercayaan, agama, daur hidup dan ada pula yang berkaitan dengan sosial masyarakat ( By Etnikprogresif powered 2009 ).

Ada beberapa unsur upacara Pertanian yang dapat dikaji bersama untuk melestarikan tradisi yang erat kaitannya dengan nilai-nilai kehidupan masyarakat. Nilai budaya yang berfungsi untuk terjalinnya rasa sosial yang erat sesama warga tani sebagai pedoman tertinggi, bagi kelakuan manusia yang meliputi norma-norma atau kaidah-kaidah. Upacara tradisional dalam kehidupan pertanian dalam penyelenggaraannya dapat terdiri atas beberapa macam hal yaitu:

1. Nilai Upacara 2. Fungsi Upacara

(6)

3. Perubahan-perubahan yang terjadi

4. Pandagan masyarakat sekitarnya terhadap upacara tersebut ( Hans J.Daeng 2000 )

Nanu Muda (2009) mengungkapkan, petani Sunda melakukan upacara pertanian berkaitan dengan adanya kepercayaan terhadap Dewi Sri (Dewa Padi) menganggap Dewi Sri sebagai mahkluk bernyawa seperti manusia sehingga amat dihormati dan diperlakukan agar ia tidak marah, tidak memberi penyakit, dan perlu dininabobokan agar menghasilkan padi dan bibit yang berkualitas. Begitu hormat dan besarnya harapan para petani agar kualitas padi yang dihasilkan baik, dan masyarakat di desanya tidak kelaparan karena gagal panen.

Sebagaimana dalam masyarakat Sunda juga memiliki berbagai upacara yang terkait dengan pertanian. Upacara yang dilakukan untuk menghormati alam sebagai ucapan terimakasih atas hasil panen yang diperoleh dan telah mencukupi kebutuhan pangan keluarga, khususnya padi sebagai bahan makan pokok bagi mereka, orang Sunda menghormatinya dengan nama Nyi poci 2

2

Nyi poci sebutan lain dari Dewi Sri

atau Dewi Sri. Selain dikenal upacara yang berkaitan dengan pertanian ada lagi upacara berkaitan dengan kehidupan kenelayanan atau maritim yang dikenal dengan kenduri laot. Upacara tersebut dimaksudkan untuk memohon kepada Allah SWT agar diberikan kemudahan dalam menangkap ikan dan dijauhkan dari segala marabahaya, acara ini biasanya diisi dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Quran dan doa bersama. Kenduri laot biasanya dilakukan sekali dalam setahun. (Badruzzanmah, Ismail 2009: 46).

(7)

Kegiatan upacara, selain mengandung nilai budaya bahwa dalam hidup manusia harus senantiasa diikat dengan adat dan budaya yang dijadikan sebagai pedoman dalam bertingkah-laku. Tetapi juga berfungsi menghubungkan manusia dengan sesama manusia, dapat mengelompokkan pemikiran dan kebersaman. Begitu juga halnya, upacara dapat menghubungkan manusia dengan alam. Menurut Hans J.Daeng (2000: 46)

Masyarakat Desa Tanjung Raya, Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten Simeulue. Dalam melaksanakan upacara tradisional yaitu mangan ahai fallo diduga banyak mengandung nilai-nilai positip yang erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat. Nilai positif dari pelaksanaan upacara mangan ahai fallo yang dapat diambil hikmah dari penyelenggaraan upacara ini adalah terjalinnya kerjasama dan silahturahmi antara mereka, serta dapat menyatukan pendapat dari masing-masing warga tani. Warga tani dapat bertukar pikiran dalam mengolah sawahnya dengan baik.

Menurut Badruzzanmah Ismail (2009) upacara merupakan perayaan atau kegiatan upacara ketika selesai panen yang mempunyai alasan tertentu. Kemudian upacara tersebut dilaksanakan dalam lingkup adat istiadat secara berkelanjutan dan sesuai dengan hukum dan aturan yang berlaku. Dimaksud adat istiadat adalah suatu aturan tentang aspek kehidupan manusia yang tumbuh dari usaha orang dalam suatu daerah tertentu sebagai kelompok sosial untuk mengatur tata tertib tingkah laku anggota masyarakatnya. Salah satu upacara adat yang masih dilaksanakan dan terus dilestarikan khususnya di Desa Tanjung Raya adalah upacara mangan ahai fallo (makan padi baru).

(8)

Syamsudin (1985: 1) menjelaskan kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaan. Salah satu dari wujud kebudayaan dapat dilihat dari upacara yang merupakan wujud dari adat-istiadat yang berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia baik secara aspek sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya. Pelaksanaan upacara tersebut selalu dibayangkan sebagai upacara yang khidmat dan merasa sebagai sesuatu yang bersifat magic dan disertai dengan berbagai perasaan serta perlengkapan yang bersifat simbolik.

Sudah banyak sekali para peneliti yang telah mengkaji maupun menulis masalah upacara adat. Seperti halnya Siregar (1994) skripsi yang mengkaji upacara mebat pada orang Batak Angkola. Beliau mengungkapkan faktor-faktor yang menyebabkan pergeseran yang terjadi dalam upacara mebat di daerah Sidore Timur dengan konsep asli upacara dimaksud di daerah asalnya Bona Pasogit. Pada akhirnya ditemukan kesimpulan bahwa faktor yang menjadi penyebab pergeseran dalam upacara mebat boru na marlojong adalah karena pihak melaksanakan kebanyakan sudah kurang memahami rangkaian upacara yang dimaksud seperti yang terdapat di Bona Pasogit.

Elisabet (1990) dalam kajiannya tentang upacara Tola Bala di Desa Sei Kambah Asahan. Diungkapkan dalam penelitiannya adalah hal-hal yang membuat upacara tersebut masih terus bertahan, serta berfungsi ditemukan kesimpulan bahawa upacara Tola Bala di samping memberikan kekuatan spiritual, juga dapat membuat dirinya merasa kuat, seakan-akan dirinya dilindungi oleh kekuatan-kekuatan yang tidak terlihat, juga merupakan sarana penghormatan dan penyembahan masyarakat desa terhadap kekuatan supra-alami yang dapat

(9)

dijadikan pelindung masyarakat agar terhindar dari bencana. Peristiwa ini menunjukkan adanya sifat yang abstrak dari jiwa manusia, apabila tidak dilaksanakan upacara ini masyarakat merasa takut akan bencana yang akan datang dua kali lipat dari sebelumnya.

Berutu (1998: 69) menjelaskan bahwa dalam penelitiannya mengenai upacara menanda tahun adalah salah satu jenis upacara yang berkaitan dengan proses perladangan yang dilakukan pada setiap tahunnya yaitu pada saat menjelang musim tanam padi. Upacara tersebut dimaksudkan agar tidak menyalahi apa yang dipercayai sebagai ketentuan alam gaib.

Selanjutnya menurut Badruzzanmah Ismail (2009) upacara kenduri blang adalah cara mengumpulkan warga tani dan menjadi sarana komunikasi. Saat berlangsungnya upacara kenduri blang dan dihadiri oleh warga kampung, mereka tidak hanya petani, sehingga antara warga tani/bukan petani menjadi saling kenal. Upacara tersebut dilakukan dua kali setiap tahun masa panen atau waktunya disebut sebagai wate keneh jak atawa u blang dengan wate kedara pade3

Koentjaraningrat (1982) menyatakan bahwa sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar masyarakat mengenai hal-hal yang mereka anggap amat bernilai dalam hidup, karena itu suatu sistem nilai budaya biasanya sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem budaya seolah-olah berada di luar dari diri individu yang menjadi warga masyarakat yang bersangkutan. Para individu sejak kecil telah diresapi dengan (waktu mau bajak sawah atau turun ke sawah dengan waktu padi sudah kuning)

3

(10)

nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakatnya, sehingga konsepsi-konsepsi itu telah lama berakar dalam jiwa mereka.

Menurut Malinowski (2009) kedudukan benda yang digunakan dalam upacara pertanian tidak dilihat seberapa banyak peralatan yang disediahkan oleh masyarakat, tetapi mempunyai nilai tertentu dari segi kepercayaan mereka. Namun ritual adat bagi masyarakat Melayu merupakan ritual yang bercorak ke Islaman menurut mereka adat dan Islam itu seperti daging dengan darah yang sukar dipisahkan4

Untuk menjelaskan makna dari suatu upacara dapat dilihat dari simbol-simbol yang ada dalam upacara tersebut. Geertz (1992: 149) menjelaskan bahwa simbol adalah segala objek berupa benda-benda, orang peristiwa, tingkah laku dan ucapan-ucapan yang mengandung pengertian tertentu menurut kebudayaan yang bersangkutan. Dalam penelitian ini, mangan ahai fallo dalam pelaksanaannya mempunyai berbagai bentuk prilaku perbuatan seperti ada penyampaian arahan dan bimbingan dari kepalah Desa, penyampain sepata kata dari keujeurun blang

.

Lebih lanjut dijelaskan Geertz, di dalam kebudayaan, makna tidak bersifat individual tetapi publik. Ketika sistem makna kemudian menjadi milik bersama dari suatu kelompok, kebudayaan menjadi suatu pola makna bagi mereka yang kemudian kebudayaan tersebut diturunkan secara turun-temurun ke generasi setelah. Kebudayaan dijadikan sebagai suatu konsep yang diwariskan kepada manusia sebab manusia itulah yang mampu berkomunikasi, melestarikan kebudayaannya, serta mengembangkan pengetahuan mereka tentang kehidupan.

4

(11)

yang berisikan adalah ucapan terimakasih kepada warga tani mungkin selama memimpin blang pernah melakukan kesalahan, oleh karena itu disinilah pak keujeurun blang meminta maaf agar kiranya dapat dimaafkan.

Berkaitan dengan hal itu, mangan ahai fallo dilaksanakan sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen yang didapat, pelaksanaan upacara tersebut selalu dibayangkan sebagai upacara yang khidmat dan sebagai suatu yang bersifat magic yang diyakini telah memberikan keselamatan bagi mereka serta rezeki yang melimpah dengan hasil panen yang didapat. Menurut kepercayaan masyarakat, mangan ahai fallo ini merupakan suatu tradisi yang harus dilaksanakan. Hal inilah yang menimbulkan keyakinan, bahwa Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan segalanya. Baik itu keselamatan bagi mereka waktu melaksanakan aktivitas pertanian maupun hasil dari pertanian tersebut.

Demikian pula halnya yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tanjung Raya. Mangan ahai fallo merupakan upacara yang dilaksanakan, yang mengandung makna dan bersifat khidmat dan magic bagi masyarakat petani. Pada masyarakat Desa Tanjung Raya upacara tradisional dilakukan dengan upacara adat, ini merupakan ungkapan memohon doa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Adapun rangkaian upacara mangan ahai fallo pada masyarakat Desa Tanjung Raya adalah sebagai berikut :

a. Tahap pertama, disini para kaum bapak akan melaksanakan musyawarah terlebih dahulu yaitu untuk mengadakan pencalonan seorang keujeurun blang. Calon yang telah disediahkan menjadi keujeurun blang (kepala persawahan) terdiri dari tiga orang. Dalam acara pencalonan keujeurun

(12)

blang ini juga hadiri oleh para kaum bapak yang ada di desa tersebut, acara ini dilaksanakan ketika selesai shalat Jumat dan bertempat di mesjid

b. Tahap kedua, yaitu pelantikan seorang keujeurun blang. Sebelum diadakan pelantikan kepala desa setempat akan menyampaikan sepata kata terlebih dahulu kepada seluruh kaum bapak, agar mereka dapat meluangkan waktu sedikit untuk membahas terkait dengan pelantikan keujeurun blang. Disini kepala desa meminta pendapat dari para kaum bapak siapakah yang cocok untuk dijadikan sebagai kejeurun blang. Keucik (kepala desa) disini hanya menampung usulan dari para kaum bapak, siapa yang siap untuk dilantik dari ketika calon tersebut. Dua hari kemudian setelah pencalonkan sekaligus pelantikan kejeurun blang. Kemudian mengadakan suatu perkumpulan yang bertempat di balai desa yang dihadiri oleh kaum bapak dan kaum ibu, bahkan anak-anak dengan rangkain acara mangan ahai fallo atau mangan ulu taun adalah sebagai berikut:

1. Pembukaan acara yang dibawakan oleh salah satu dari staf kepalah Desa. 2. Adanya pembacaan ayat suci Al-Quran.

3. Adanya arahan dan perintah dari keujeurun blang. 4. Adanya nasehat dan pandangan dari kepala desa.

5. Doa yang dipimpin oleh seorang imam yang fase bacaannya, doa ini diaminkan secara bersama-sama.

(13)

Scheiner (2009) adat merupakan sikap tradisi yang sesuai dengan norma-norma yang diajarkan oleh nenek moyang sebagai ikatan yang harus dilaksanakan oleh individu atau kelompok5

5

. Oleh karena itu masyarakat Desa Tanjung Raya selalu berpegang teguh dengan adat walaupun zaman terus mengalami perubahan. Adat bagi masyarakat Desa Tanjung Raya melaksanakan upacara mangan ahai fallo yang merupakan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen yang didapat.

Dari berbagai kajian tersebut dapat dipahami bahwa suatu upacara adat dianggap memilki fungsi-fungsi tertentu di dalam kebudayaan suatu masyarakat. Fungsi-fungsi tersebut seakan-akan tidak berubah dan tetap langgeng bagi masyarakat, tanpa memperhitungkan masyarakat pembentuk kebudayaan telah berganti. Dengan kata lain, kajian fungsi tersebut tidak memperhitungkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Lebih dari itu, kajian-kajian terhadap upacara adat sangat jarang menjelaskan tentang makna yang terkandung di dalamnya. Penelitian diajukan untuk mengkaji “kearifan tradisional seperti apa yang tersembunyi di dalam upacara mangan ahai fallo”. Suatu makna yang memilki arti penting bagi komunitas petani padi di Desa Tanjung Raya yang menjadikan upacara tersebut dapat terus bertahan sampai sekarang ini.

Kehidupan kelompok masyarakat tidak terlepas dari kebudayaan, sebab kebudayaan ada karena adanya masyarakat pendukungnya. Salah satu wujud kebudayaan dapat dilihat dari upacara mangan ahai fallo yang terdapat di Desa Tanjung Raya.

(14)

1.6. Metode Penelitian 1.6.1. Tipe penelitian

Tipe penelitian ini bertipekan deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif untuk mencapai sasaran yang akan dituju, yakni melihat “kearifan tradisional seperti apa yang tersembunyi di dalam upacara mangan ahai fallo”. Di Desa Tanjung Raya, dalam penelitian ini data dikategorikan atas 2 (dua) jenis:

a. Data primer

Data primer merupakan data utama yang diperoleh melalui observasi dan wawancara. Observasi yang dilakukan adalah observasi partisipasi dimana peneliti selain melakukan pengamatan atas berbagai gejala dalam kegiatan-kegiatan masyarakat, juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Hal ini dilakukan agar peneliti benar-benar menyelami dan memahami kehidupan warga tani yang masih tetap melaksanakan upacara mangan ahai fallo ketika selesai panen padi.

Wawancara yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam dan wawancara sambil lalu yang dibantu dengan alat perekam (tape recorder) dan dituangkan ke dalam cacatan lapangan. Kedua jenis wawancara tersebut dilakukan guna memperoleh keterangan sesuai masalah yang diteliti dengan cara tanya-jawab sambil bertatap muka antara perwawancara dengan orang yang diwawancara (informan). Wawancara mendalam menggunakan pedoman (interview guide), sedangkan wawancara sambil lalu tanpa pedoman wawancara. Untuk

(15)

memperlancar proses wawancara, terlebih dahulu dibangun hubungan baik dengan (rapport) dengan informan.

Wawancara mendalam ditujukan kepada informan pokok atau kunci, dan informan biasa, sedangkan wawancara sambil lalu ditujukan kepada informan lain yang ditemui saat penelitian berlangsung, misalnya diwarung dan di jalan.

Informan pokok atau kunci adalah orang yang mempunyai keahlian mengenai upacara adat, terutama yang terkait dengan upacara mangan ahai fallo. Syarat untuk dijadikan informan pokok atau kunci adalah mereka yang mempunyai pengetahun luas dan memberikan informasi secara mendalam dan detail tentang masalah penelitian. Dengan demikian yang menjadi informan pokok atau kunci adalah ketua adat, beserta aparatur desa yang memahami masalah yang diteliti, informasi biasa adalah masyarakat yang berada disekitar lokasi penelitian yang terlibat di dalam proses pelaksanaan upacara mangan ahai fallo.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan alat pendukung yang dapat menyempurnakan hasil observasi dan wawancara yang diperoleh dari lembaga-lembaga resmi seperti kantor desa, kantor kecamatan, dan hasil-hasil penelitian dan berbagai referensi yang relevan dengan permasalahan penelitian yang berupa: jurnal, artikel, buku-buku dan internet.

(16)

1.7 Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif yang menganalisa tentang upacara mangan ahai fallo. Analisa data dilakukan dengan mengorganisasikan data hasil observasi dan wawancara ke dalam tema-tema, kategori-kategori. Proses mengorganisasi dan mengurutkan data ke dalam pola, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan mengurutkan hipotesa kerja. Setelah semua data terkumpul selanjutnya dibandingkan serta dicari saling hubungannya. Dengan ini diharapkan akan ditemukan konsep dan kesimpulan yang menjelaskan hasil penelitian yang disusun secara sistematis. Analisa data sebenarnya telah dilakukan mulai dari penyusunan proposal sampai penelitian ini

Referensi

Dokumen terkait

Menarik konsumen dari lingkungan terdekat dengan memberikan komunikasi yang baik, keyamanan seperti ruangan tersusun rapi, ruangan bersih dan barang dagangan terusun

Kaji tindak atau sering disebut riset aksi adalah merupakan kegiatan riset melalui tindakan, riset dengan tindakan, atau riset untuk menunjang tindakan guna menangani masalah

2 2 Dianta Aditya Pradana (2020), Pengaruh Pembiayaan Musyarakah dan Murabahah Terhadap Return On Assets (ROA) (Studi Pada Bank Umum Syariah di Indonesia

Hal ini disebabkan pada masa remaja, khususnya remaja awal akan ditandai adanya keinginan yang ambivalen, di satu sisi adanya keinginan untuk melepaskan

Keberagaman si'at dan karakteristik dari logam &on erro ini memungkinkan  pemakaian se%ara luas baik digunakan se%ara murni atau pun dipadukan antara logam

Secara Umum, Pengertian Sistem Operasi adalah perangkat lunak (software) pada komputer yang bertugas dalam menggontrol dan memanajemen perangkat keras dan sebagai

Dalam penelitian kali ini, peneliti sengaja memilih IK, karena IK telah berkeluarga dan memiliki 3 anak, SR seorang PSK dengan 1 anak kemudian LL memiliki

IB: Dengan menjumlahkan semua panjang sisi bangun segitiga. Dari uraian diatas dapat diperoleh penjelasan bahwa cara yang digunakan IB dalam mengerjakan soal tidak perlu