• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ECIRR BERBANTUAN MEDIA SIMULASI VIRTUAL UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ECIRR BERBANTUAN MEDIA SIMULASI VIRTUAL UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA."

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ECIRR BERBANTUAN MEDIA SIMULASI VIRTUAL UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP

DAN MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Oleh

HERNI YUNIARTI SUHENDI 1200885

PRODI PENDIDIKAN FISIKA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

Penerapan Model Pembelajaran

ECIRR Berbantuan Media Simulasi

Virtual untuk Meningkatkan

Pemahaman Konsep dan

Mengidentifikasi Miskonsepsi Siswa

Oleh

Herni Yuniarti Suhendi S.Pd UPI Bandung, 2011

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Jurusan Pendidikan Fisika Sekolah

Pascasarjana UPI

© Herni Yuniarti Suhendi 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

“ PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ECIRR BERBANTUAN MEDIA SIMULASI VIRTUAL UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA “

disetujui dan disahkan oleh pembimbing

Pembimbing I

Dr. Ida Kaniawati, M.Si NIP. 196807031992032001

Pembimbing II

Dr. Johar Maknun, M.Si NIP. 196803081993031002

Mengetahui,

Ketua Jurusan/Program Studi Pendidikan Fisika

Dr. Ida Kaniawati, M.Si NIP. 196807031992032001

(4)

i DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

ABSTRAK ... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Batasan Masalah... 9

E. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II MODEL PEMBELAJARAN ECIRR BERBANTUAN SIMULASI VIRTUAL, PEMAHAMAN KONSEP, IDENTIFIKASI MISKONSEPSI, DAN POKOK BAHASAN PERPINDAHAN KALOR A. Model Pembelajaran ECIRR Berbantuan Simulasi Virtual ... 11

1. Model Pembelajaran ECIRR ... 11

2. Media Simulasi Virtual ... 14

3. Pembelajaran ECIRR berbantuan Media Simulasi Virtual ... 17

B. Model Pembelajaran tradisional ... 17

C. Pemahaman Konsep ... 19

D. Konsep, Konsepsi, Miskonsepsi ... 22

E. Identifikasi Miskonsepsi Menggunakan Three-tier Test ... 29

F. Materi Kalor dan Miskonsepsinya ... 34

G. Matriks Hubungan Model Pembelajaran ECIRR Berbantuan Simulasi Virtual dengan Pemahaman Konsep ... 40

H. Kerangka Pemikiran ... 42

I. Asumsi Dan Hipotesis Penelitian ... 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian... 46

B. Desain Penelitian ... 46

(5)

ii

D. Definisi Operasional ... 48

E. Teknik Pengumpulan Data ... 50

F. Instrumen Penelitian ... 50

1. Tes Pemahaman Konsep dengan Pola Three-tier Test ... 50

2. Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran ... 53

3. Wawancara ... 53

4. Skala Sikap Siswa ... 54

G. Teknik Analisis Uji Coba Instrumen Penelitian ... 54

1. Validitas ... 54

2. Reliabilitas ... 55

3. Tingkat Kesukaran/Taraf Kemudahan Butir Soal ... 56

4. Daya Pembeda Butir Soal ... 57

H. Hasil Uji Coba Instrumen... 58

I. Prosedur Penelitian... 62

1. Tahap Persiapan ... 62

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 64

3. Tahap Analisis dan Pembahasan ... 64

4. Tahap Pembuatan Kesimpulan ... 64

5. Tahap Penyusunan Laporan ... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pemahaman Konsep Siswa ... 77

1. Perbandingan Peningkatan Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol secara Keseluruhan ... 77

2. Peningkatan Pemahaman Konsep Siswa pada Setiap Ranah Kognitif Bloom Revisi ... 80

3. Peningkatan Pemahaman Konsep Siswa pada Setiap Sub Konsep Perpindahan Kalor ... 82

B. Identifikasi Miskonsepsi menggunakan Three Tier Test ... 83

C. Tanggapan Siswa dan Guru Terhadap Model Pembelajaran ECIRR Berbantuan Media Simulasi Virtual ... 85

1. Tanggapan Siswa ... 85

2. Respon Guru ... 88

D. Keterlaksanaan Model Pembelajaran ... 89

E. Pembahasan ... 90

(6)

iii

a. Hasil Pengolahan Skor Pretest ... 90

b. Peningkatan Pemahaman Konsep Secara Keseluruhan.. ... 91

c. Peningkatan Pemahaman Konsep Tiap Aspek Kognitif.. ... 94

d. Peningkatan Pemahaman Konsep Tiap Sub Materi Ajar ... 95

2. Identifikasi Miskonsepsi Siswa ... 95

a. Three Tier Test ... 96

b. Pembelajaran ECIRR Berbantuan Media Simulasi Virtual ... 99

3. Skala Sikap Siswa ... 100

4. Keunggulan Model ECIRR Berbantuan Media Simulasi Virtual ... 102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 104

B. Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 107

(7)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Aspek Kognitif Bloom yang Revisi ... 21

Tabel 2.2 Skala dan Kriteria Confidence Rating ... 30

Tabel 2.3 Pengelompokkan Miskonsepsi Berdasarkan Kombinasi Jawaban pada Two-tier Test dengan Confidence Rating ... 32

Tabel 2.4 Analisis Kombinasi Jawaban pada One-tier, Two-tier dan Three-tier ... 32

Tabel 2.5 Miskonsepsi Mengenai Kalor ... 35

Tabel 2.6 Pengelompokkan Miskonsepsi Berdasarkan Konsep-konsep Esensial ... 38

Tabel 2.7 Matriks Hubungan Model Pembelajaran ECIRR Berbantuan Simulasi Virtual dan Pemahaman Konsep ... 41

Tabel 2.8 Matriks Hubungan Model Pembelajaran Tradisional Berbantuan Simulasi Virtual dan Pemahaman Konsep ... 42

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 47

Tabel 3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 50

Tabel 3.3 Kategori Reliabilitas Butir Soal ... 55

Tabel 3.4 Interpretasi Indeks Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 56

Tabel 3.5 Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal ... 58

Tabel 3.6 Hasil Uji Coba Pertama Instrumen Tes Pemahaman Konsep ... 58

(8)

v

Test Re-Test ... 61

Tabel 3.9 Rincian Intrumen Tes Pemahaman Konsep Three Tier-Test ... 62

Tabel 3.10 Kriteria Efektivitas Pembelajaran ... 68

Tabel 3.11 Teknik Analisis Kombinasi Jawaban pada Three-tier Test ... 73

Tabel 3.12 Teknik Analisis Kombinasi Jawaban pada Three-tier Test Hasil Adaptasi dan Adopsi ... 73

Tabel 3.13 Kriteria Keterlaksanaan Pembelajaran ... 75

Tabel 3.14 Kriteria Skala Sikap Siswa ... 75

Tabel 4.1 Rekapitulasi Skor Tes Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 78

Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas terhadap N-Gain Pemahaman Konsep Kedua Kelas ... 79

Tabel 4.3 Hasil Uji Hipotesis dengan Uji T ... Tabel 4.4 Rekapitulasi Skor Pemahaman Konsep Tiap Aspek Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 80

Tabel 4.5 Rekapitulasi Peningkatan Pemahaman Konsep Tiap Sub Konsep Perpindahan Kalor Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 82

Tabel 4.6 Rekapitulasi Persentase Miskonsepsi Siswa Pada Three-Tier Test Tiap Sub Konsep ... 84

Tabel 4.7 Rekapitulasi Hasil Skala Sikap ... 86

(9)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerucut Edgar Dale ... 14

Gambar 2.2 Skema Kedudukan Media ... 15

Gambar 2.3 Simulasi Virtual Perpindahan Kalor Secara Konduksi ... 16

Gambar 2.4 Bagan Tahap Pembuatan Two-tier Test ... 33

Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran ... 44

Gambar 3.1 Bagan Tahap Pembuatan Three-tier Test ... 51

Gambar 3.2 Bagan Alur Penelitian ... 65

Gambar 4.1 Rekapitulasi N-gain pada Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 78

Gambar 4.2 Perbandingan N-Gain Kedua Sampel untuk Setiap Aspek Pemahaman Konsep ... 81

Gambar 4.3 Perbandingan N-Gain Kedua Sampel untuk Setiap Sub Konsep Perpindahan Kalor ... 83

Gambar 4.4 Perbandingan Rata-rata Miskonsepsi Siswa untuk Setiap Sub Konsep Perpindahan Kalor ... 85

(10)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran ... 114

Lampiran A Perangkat Pembelajaran A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 115

A.2 Skenario Pembelajaran ... 119

a. Skenario Pembelajaran 1 ... 119

b. Skenario Pembelajaran 2 ... 124

A.3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 132

a. LKS Konduksi I ... 132

b. LKS Konduksi II ... 136

c. LKS Konveksi ... 140

d. LKS Radiasi ... 144

Lampiran B Soal Uji Coba dan Analisis Butir Soal Instrumen Penelitian B.1 Kisi-kisi Soal Uji Coba Instrumen Penelitian ... 148

B.2 Soal Uji Coba Instrumen Penelitian ... 185

B.3 Hasil Judgment Instrumen Penelitian ... 208

B.4 Distribusi Skor Uji Coba Instrumen ... 228

B.5 Tingkat Kesukaran Butir Soal Tes ... 228

B.6 Daya Pembeda Butir Soal Tes ... 228

B.7 Reliabilitas Perangkat Tes ... 230

Lampiran C Instrumen Penelitian C.1 Kisi-kisi Soal Three Tier Test ... 231

C.2 Soal Three Tier Test ... 262

C.3 Kisi-kisi Skala Sikap Siswa ... 282

C.4 Skala Sikap Siswa ... 283

C.5 Format Wawancara Guru ... 285

C.6 Lembar Observasi ... 286

Lampiran D Analisis Hasil Penelitian D.1 Distribusi Skor Pretes dan Postes ... 289

D.2 Analisis Peningkatan Pemahaman Konsep Secara Keseluruhan ... 293

(11)

viii

Materi Ajar ... 309

D.5 Uji Normalitas dan Homogenitas N-gain ... 315

D.6 Uji Signifikansi Perbedaan N-gain (Uji t) ... 320

D.7 Profil Miskonsepsi Siswa ... 321

D.8 Analisis Keterlaksanaan Model Pembelajaran ... 328

D.9 Analisis Skala Sikap Siswa ... 330

D.10 Hasil Kegiatan Wawancara Guru ... 331

Lampiran E Dokumentasi dan Surat Izin Penelitian E.1 Dokumentasi ... 333

E.2 Surat Izin Penelitian ... 335

(12)

DAN MENGIDENTIFIKASI MISKONSEPSI SISWA

Herni Yuniarti Suhendi NIM. 1200885

Pembimbing I : Dr. Ida Kaniawati, M.Si Pembimbing II: Dr. Johar Maknun, M.Si

Prodi Pendidikan Fisika, Sekolah Pasca Sarjana UPI.

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep dan profil miskonsepsi siswa melalui penerapan model ECIRR berbantuan media simulasi virtual serta skala sikap siswa. Penelitian quasi experiment dengan desain penelitian Nonequivalent Pretest Postest Control Group Design dilakukan di kelas X di salah satu SMA Kota Bandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran ECIRR berbantuan media simulasi virtual secara signifikan dapat lebih meningkatkan pemahaman konsep siswa daripada pembelajaran tradisional berbantuan media simulasi virtual terlihat dari kelas eksperimen mengalami peningkatan dengan kategori tinggi, sedangkan kelas kontrol kategori sedang. Hasil dari tes three tier test persentase miskonsepi paling besar ditemukan pada subkonsep radiasi baik pada kelas eksperimen dan kontrol, pada pembelajaran

ECIRR miskonsepsi siswa yang terindentifikasi terdapat 5 buah..

Kata kunci: ECIRR, simulasi virtual, pemahaman konsep, miskonsepsi, three tier

test

ABSTRACT

The purpose of this study is to investigate the increased of students’ concept understanding and misconceptions profile through the implementation of ECIRR model assisted by media virtual simulation and students’ atittude scale. Quasy experimental with a Nonequivalent pretest postest control group design conducted in 10th grade in one senior high school in Bandung. The results showed that the learning of ECIRR assisted by media virtual simulation can significantly improve student’s concept understanding with higher categories than the traditional method assisted by media virtual simulation with medium category. The results of three tier test showed that the biggest misconception persentage found in radiation concept in both class (experimental and controll class), in learning of ECIRR students misconception are identified about 5 misconceptions.

Keywords : ECIRR, virtual simulation, concept understanding, misconception,

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan sains dan teknologi dewasa ini menuntut sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu manusia yang mampu memahami pengetahuan dan mengaplikasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pengetahuan yang telah dipelajari menjadi bermakna dan bermanfaat bagi dirinya maupun masyarakat di sekitarnya. Sumber pengetahuan salah satunya adalah pendidikan. Dengan demikian, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menciptakan manusia yang berkualitas adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan.

Fisika merupakan salah satu wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan yang tertera dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Fisika SMA, pembelajaran fisika di sekolah bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut (Depdiknas, 2006 : 107 ) :

1. Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa ;

2. Mengembangkan sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain ;

3. Mengembangkan pengalaman melalui percobaan agar dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis, merancang dan merakit instrumen, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan secara lisan dan tertulis ;

4. Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip Fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif ;

5. Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(14)

kuantitatif. Kemampuan menjelaskan merupakan salah satu macam proses kognitif yang ada pada taksonomi bloom yaitu memahami (understand).

Dahar (1996 : 79) menambahkan bahwa Fisika merupakan suatu ilmu yang sangat berhubungan erat dengan fenomena alam. Sebagai suatu ilmu, dalam Fisika pasti terdapat berbagai macam konsep. Konsep merupakan suatu dasar untuk berpikir dan melakukan proses-proses mental yang lebih tinggi agar dapat merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Untuk menyelesaikan masalah, siswa harus mengetahui aturan yang relevan berdasarkan konsep-konsep yang diperolehnya atau memahami konsep-konsepnya. Pemahaman konsep sangat berarti dan penting, sebagai suatu cara untuk mengorganisir atau menyusun pengetahuan dan merupakan dasar untuk membangun pemikiran menuju pada tingkat berpikir yang lebih tinggi.

Pemahaman konsep yang dimiliki siswa dipengaruhi pula oleh konsepsi siswa atau tafsiran siswa terhadap suatu konsep. Siswa datang ke kelas dengan membawa konsepsi maupun pengetahun awal mengenai suatu konsep atau penjelasan suatu fenomena sebagaimana yang mereka lihat dengan mata sendiri. Penjelasan terhadap fenomena atau konsepsi tersebut terkadang tidak sesuai dengan penjelasan secara ilmiah (Treagust, 2006: 1). Hal ini dapat mengakibatkan kesalahan dalam memahami konsep atau memunculkan konsep alternatif yang jika tidak diubah akan terus terintegrasi dalam struktur kognitif siswa. Pemahaman semacam ini biasanya bertahan dengan kuat dan membentuk struktur konsep yang salah dan akhirnya menjadi pemahaman siswa.

(15)

Terkait dengan konsepsi siswa yang berbeda dengan konsep ilmiah yang diterima secara umum, Hammer (1996: 1318) memilih menggunakan istilah miskonsepsi dan mendefinisikannya sebagai konsepsi yang dipegang kuat dan merupakan stuktur kognitif yang stabil namun tidak sama dengan konsepsi para ahli atau konsep ilmiah. Van den Berg (1991: 10) mendefinisikan miskonsepsi sebagai konsepsi seseorang yang berbeda dengan konsepsi para ahli (konsepsi ilmuwan). Konsepsi para ahli lebih canggih, lebih kompleks, lebih rumit, melibatkan lebih banyak hubungan antar konsep daripada konsepsi siswa. Umumnya miskonsepsi menyangkut kesalahan siswa dalam pemahaman hubungan antar konsep. Definisi-definisi tersebut menunjukkan bahwa siswa dikatakan mengalami miskonsepsi bukan semata-mata karena tidak konsisten dengan konsep ilmiah, tetapi juga karena konsep yang salah ini diyakini dengan kuat oleh siswa.

Kenyataan di lapangan, berdasarkan hasil studi pendahuluan di salah satu SMA di Bandung, dapat dikatakan bahwa pemahaman konsep fisika pada siswa di sekolah tersebut masih rendah. Hal ini diakibatkan karena di sekolah tersebut pembelajaran fisika pada umumnya hanya dengan menggunakan metode ceramah saja dan bersifat teacher centered, guru jarang mengajak siswa untuk melakukan praktikum sehingga siswa kurang memahami konsep yang diajarkan karena materi yang disajikan bersifat informatif, tidak menghadirkan fenomena dalam kehidupan sehari-hari, kurang memberikan pengalaman nyata pada siswa.

Untuk melihat sejauh mana pemahaman konsep fisika siswa, maka selanjutnya peneliti melakukan tes tertulis dengan memberikan soal tes pilihan ganda untuk mengetahui sejauh mana pemahaman konsep dan miskonsepsi yang dialami siswa pada konsep kalor, diperoleh hasil bahwa terdapat 18 dari 32 siswa (56,25 %) mendapatkan nilai di bawah 70 dengan rata-rata nilai kelas 66. Informasi tersebut menunjukkan bahwa pemahaman konsep siswa masih kurang memuaskan sehingga perlu untuk di tingkatkan.

(16)

merupakan indikasi langsung dari kandungan energi suatu sistem, Ketika kita menyentuh suatu objek itu menunjukkan suhu secara keseluruhan, faktor-faktor yang mempengaruhi seberapa cepat energi yang ditransfer juga berdampak berapa banyak energi yang ditransfer, warna adalah faktor yang paling penting dalam proses perpindahan kalor secara radiasi. Hal ini menunjukkan bahwa miskonsepsi siswa kelas XI di SMA ini masih ada meskipun mereka sudah mempelajari konsep kalor.

Hasil pemberian angket kepada siswa didapat informasi bahwa 87,87% siswa tidak menyukai pembelajaran fisika; 78,78% siswa mengalami kesulitan dalam mempelajari konsep kalor; 66,77% siswa tidak pernah melakukan praktikum; 60,60% siswa merasa bahwa soal-soal kalor sulit; 87,87% siswa termotivasi dengan pembelajaran kalor menggunakan media simulasi; 78,78% siswa merasa cocok apabila eksperimen menggunakan media virtual. Hal ini menunjukkan bahwa siswa termotivasi dan merasa cocok untuk melakukan eksperimen menggunakan media simulasi virtual dalam rangka untuk meningkatkan pemahaman konsep. Dari wawancara tak terstruktur dan pemberian angket dengan guru fisika ditemukan bahwa guru merasa kesulitan untuk menanamkan konsep pada siswa. Selain itu, guru jarang melakukan eksperimen karena ketersediaan alat-alat praktikumnya yang kurang.

Berdasarkan kajian literatur miskonsepsi pada materi kalor di Indonesia tenyata dialami oleh siswa pada tingkat SD, SMP, SMA, perguruan tinggi, bahkan dialami pula oleh guru (Suparno, 2013). Miskonsepsi yang dialami oleh anak SMA diantaranya adalah gaya tarik molekul disamakan dengan gerakan molekul; mendidih adalah suhu tertinggi yang dapat dicapai oleh suatu benda; panas dan dingin adalah berbeda; panas dan suhu itu sama; panas itu suatu substansi; suhu adalah sifat suatu materi; benda yang berlainan suhu dan kontak satu sama lain, tidak harus menuju suhu yang sama.

(17)

siswa pada akhirnya memahami konsep berdasarkan fenomena-fenomena yang dapat dilihat secara langsung. Selain karena sifat konsep yang abstrak, miskonsepsi pada materi kalor muncul karena perbedaan definisi kalor dalam beberapa buku teks atau penggunaan kalimat, seperti „aliran kalor‟ dan „kapasitas kalor‟ (Sözbilir, 2003: 25-26). Kedua kalimat tersebut mengakibatkan siswa cenderung berpikir bahwa kalor adalah zat yang dapat mengalir dari suatu tempat ke tempat lain. Perdebatan mengenai definisi kalor terjadi pula dikalangan para ahli. Namun, walaupun demikian, para ahli menyimpulkan bahwa definisi kalor adalah benar selama menunjukkan bahwa kalor itu bukan merupakan sesuatu yang terkandung atau tersimpan dalam sistem (Sözbilir, 2003: 27).

Selain itu, penjelasan mengenai definisi suhu yang terlalu abstrak dengan melibatkan teori kinetik telah menimbulkan kesulitan bagi siswa untuk memahami konsep suhu. Baierlein (Sözbilir, 2003: 27) berpendapat bahwa pernyataan suhu adalah suatu ukuran energi kinetik rata-rata molekul atau atom-atom dalam benda merupakan pernyataan yang keliru dan ia menegaskan bahwa fungsi definisi suhu bukan untuk memberikan informasi mengenai kecenderungan sistem untuk mentransfer energi (dalam bentuk kalor), cukup dengan mendefinisikan bahwa suhu adalah derajat panas zat yang terukur pada skala tertentu.

(18)

konvensional. Miskonsepsi yang terjadi pada siswa harus segera diidentifikasi agar ketika mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa tidak semakin terjerumus.

Menurut Wenning (2008), miskonsepsi dapat diatasi dengan model perubahan konsep (conceptual change model) dan model pertukaran konsep (conceptual

exchange model). Conceptual change model menyatakan bahwa ketika konsep

baru dipelajari, maka konsep baru ini akan melemahkan atau menghancurkan konsep yang sudah ada dalam memori. Dalam hal ini, guru harus membantu siswa untuk melupakan konsep yang tidak benar dan membantu siswa untuk melihat bagaimana ide awal siswa sesuai dengan kerangka kerja pemahaman ilmiah, sedangkan conceptual exchange model menyatakan bahwa konsepsi yang lama tidak dimodifikasi, tetapi konsep baru dihadirkan disepanjang konsep-konsep lamanya. Dalam model ini siswa sendiri yang akan menyadari kesalahan konsep yang mereka miliki sehingga mereka akan menolak dan menghilangkan konsepsi yang lama dan mengadopsi konsepsi baru yang lebih meyakinkan. Kedua pendekatan yang telah dijelaskan diatas secara umum terdiri atas 3 fase: dapatkan, benturkan, pecahkan (Elicit-Confront-Resolve). Dalam model ini dalam fase pertama guru menggali respon siswa terhadap suatu situasi. Selanjutnya benturkan siswa dengan situasi yang bertentangan dengan keyakinan mereka. Dalam fase ini, jika prediksi mereka salah, maka mereka akan mengalami konflik kognitif antara prediksi dan pengalaman. Dengan demikian siswa memerlukan suatu pemahaman konsep baru dan termotivasi untuk memecahkan konflik tersebut.

Namun demikian, menurut beberapa penelitian pendidikan fisika, pendekatan seperti ini tidak selalu efektif dalam pembelajaran fisika. Penggunaan Modeling

Method of Instruction menegaskan pernyataan ini. Pengujian dengan Force Concept Inventory untuk menilai keefektifan guru mencapai standar minimal

(19)

Didasarkan pada pengalamannya bergaul dengan guru ahli (experts modeler) di Chicago ITQ Science Project, Wenning mengusulkan suatu pendekatan atau model baru dalam mengatasi miskonsepsi dalam fisika yaitu model ECIRR

(Elicit-Confront-Identify-Resolve-Reinforce),

dapatkan-benturkan-identifikasi-pecahkan-kuatkan. Model ECIRR merupakan pengembangan model CCM dan CEM berdasarkan penelitian dari Modeling Website. Model ECIRR menghadirkan konflik kognitif yang selalu diterapkan dalam area pedagogik untuk mengatasi miskonsepsi seperti learning cycle (Karplus), conceptual change theory (Posner, et al), bridging analogies (Clement; Perschard dan Bitbol), micro computer-based

laboratory experiences (Thornton dan Sokolof), disequilibrium techniques

(Mimstrell), inquiry approach (Harrison, et al) (Wenning, 2008).

Lee H et al (2005) mengemukakan simulasi yang memperkenalkan konsep lebih efektif dalam mereduksi miskonsepsi, siswa yang mendapatkan konsep ilmiah melalui pembelajaran menggunakan media simulasi virtual mampu menjelaskan secara ilmiah gerakan benda secara sama. Pemanfaatan simulasi komputer sebagai media pembelajaran dapat digunakan pada penerapan model

ECIRR, khususnya pada fase confront yang bertujuan menghadirkan konflik

kognitif. Simulasi komputer sebagai pembelajaran interaktif dapat menyediakan kesempatan bagi siswa untuk mempelajari materi setiap saat, diulang-ulang sampai memahami konsep, memahami gejala alam melalui kegiatan ilmiah, dan meniru cara kerja ilmuwan dalam menemukan fakta, konsep, hukum atau prinsip-prinsip fiska yang bersifat invisible (McKagan, et al, 2008).

(20)

bertentangan dengan konsepsi peserta didik. Pengalaman ini dapat mendorong peserta didik memodifikasi konsepsi mereka yang keliru (Zacharia dan Anderson, dalam Richards, 2010).

Berdasarkan permasalahan di atas perlu diterapkan pembelajaran yang dapat membantu mengidentifikasi miskonsepsi siswa dan meningkatkan pemahaman konsep. Pembelajaran yang diterapkan dalam penelitian ini adalah “Penerapan Pembelajaran ECIRR Berbantuan Media Simulasi Virtual untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Mengidentifikasi Miskonsepsi Siswa pada Konsep Kalor dan Perpindahannya”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diungkapkan dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini “Bagaimana penerapan model pembelajaran ECIRR berbantuan media simulasi virtual dalam meningkatkan pemahaman konsep dan mengidentifikasi miskonsepsi siswa pada konsep kalor dan perpindahannya dibandingkan dengan model pembelajaran tradisional yang berbantuan media simulasi virtual?”

Selanjutnya rumusan masalah di atas dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan penelitian, sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peningkatan pemahaman konsep siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan model ECIRR berbantuan media simulasi virtual dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran menggunakan model tradisional berbantuan media simulasi virtual?

2. Bagaimanakah profil miskonsepsi siswa pada materi kalor dan perpindahannya setelah mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model ECIRR berbantuan media simulasi virtual dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan model tradisional berbantuan media simulasi virtual?

(21)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui perbedaan peningkatan pemahaman konsep siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan model ECIRR berbantuan media simulasi virtual dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran menggunakan model tradisional berbantuan media simulasi virtual.

2. Mengetahui profil miskonsepsi siswa pada materi kalor dan perpindahannya setelah mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model ECIRR berbantuan media simulasi virtual dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran dengan menggunakan model tradisional berbantuan media simulasi virtual.

3. Mengetahui tanggapan siswa terhadap penerapan pembelajaran dengan menggunakan model ECIRR berbantuan media simulasi virtual untuk konsep kalor dan perpindahannya.

D. Batasan Masalah

Untuk menghindari terlalu luasnya pembahasan, maka pokok permasalahan yang akan diteliti dibatasi ruang lingkupnya sebagai berikut :

1. Media simulasi virtual yang digunakan dalam penelitian ini adalah praktikum virtual dalam software flash pada program komputer diaplikasikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

2. Indikator pemahaman konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah indikator pemahaman konsep merujuk pada taksonomi Bloom yang direvisi, atau sering dikenal dengan taksonomi Anderson, yaitu menafsirkan, memberikan contoh, mengklasifikasi, meringkas, menyimpulkan, membandingkan, menjelaskan.

(22)

ditentukan dengan mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dengan standar kompetensinya adalah menerapkan konsep kalor dan prinsip kekekalan energi pada berbagai perubahan.

4. Miskonsepsi yang terjadi diidentifikasi dengan tes diagnostik bernama three

tier test. Identifikasi hanya dilakukan pada skor postest.

5. Konsep kalor yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep perpindahan kalor dengan kompetensi dasarnya menganalisis cara perpindahan kalor. 6. Respon yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap dan minat siswa

terhadap pembelajaran Fisika dengan menggunakan media simulasi virtual dalam model ECIRR yang dijaring melalui skala sikap.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi siswa, guru, sekolah maupun institusi pendidikan lainnya.

1. Bagi siswa, melalui penelitian ini diharapkan pemahaman konsep fisika siswa dapat meningkat serta miskonsepsinya teridentifikasi, khususnya pada pokok bahasan perpindahan kalor.

2. Bagi guru, diharapkan penelitian ini dapat :

a. Memberikan masukan mengenai model pembelajaran yang dapat dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan pemahaman konsep Fisika dan mengidentifikasi miskonsepsi siswa (memperbaiki proses pembelajaran).

b. Memotivasi guru untuk melakukan model pembelajaran ECIRR berbantuan simulasi virtual untuk materi pelajaran lainnya.

3. Bagi sekolah, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan informasi dan kajian untuk pengembangan pembelajaran Fisika di sekolah.

(23)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuantitatif karena menguji secara langsung pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain dan menguji hipotesis hubungan sebab akibat (Sukmadinata, 2007). Tidak semua variabel penelitian dapat dikontrol kecuali variabel-variabel utama yang diperlukan untuk penelitian sehingga metode penelitian yang digunakan adalah quasi experiment (Panggabean, 1996; Cohen et al., 2007:282).

Penelitian ini difokuskan pada penggunaan media simulasi virtual pada model pembelajaran ECIRR untuk meningkatkan pemahaman konsep dan mengidentifikasi miskonsepsi siswa pada konsep perpindahan kalor. Variabel bebas untuk penelitian ini adalah penggunaan media simulasi virtual pada model pembelajaran ECIRR. Pemahaman konsep dan miskonsepsi fisika merupakan variabel terikat dalam penelitian ini.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah nonequivalent pretest postest control

group design (Sugiyono, 2010). Penelitian ini menggunakan dua kelas,

(24)

Secara umum, desain penelitian ini dapat disajikan dalam Tabel 3.1. Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

Eksperimen O X1 O

Kontrol O X2 O

(Sugiyono, 2010) Keterangan :

O : Pretest dan Posttest pemahaman konsep

X1 : Kegiatan Pembelajaran menggunakan model ECIRR berbantuan media

simulasi virtual

X2 : Kegiatan Pembelajaran menggunakan model tradisional berbantuan media

simulasi virtual

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Panggabean (2001), populasi merupakan totalitas semua nilai yang mungkin baik hasil menghitung maupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif dari karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang dibatasi oleh kriterium atau pembatasan tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan sampel ialah sebagian dari populasi yang dianggap mewakili seluruh karakteristik populasi (sampel representatif).

Penelitian eksperimen ini dilaksanakan di salah satu SMA Negeri di Bandung pada semester genap Tahun Ajaran 2014/2015. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X IPA sebanyak dua kelas. Satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelasnya lagi sebagai kelas control yang belum mempelajari konsep kalor.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling.

Purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara

(25)

mengizinkan formasi kelas yang telah terbentuk secara acak untuk keperluan penelitian.

D. Definisi Operasional

Untuk memberikan konsep yang sama dan menghindari kesalahan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan definisi operasional sebagai berikut ini:

1. Model Pembelajaran ECIRR

Model Pembelajaran ECIRR merupakan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman konsep serta mengidentifikasi miskonsepsi, karena model ini melatihkan aspek kognitif bloom dalam tiap fasenya serta menghadirkan konflik kognitif untuk siswa pada salah satu fasenya. Model pembelajaran ECIRR memiliki lima fase atau tahapan yaitu fase elicit guru menggali pengetahuan awal siswa dengan memberikan aktivitas-aktivitas yang merangsang siswa untuk berpikir, seperti memberikan pertanyaan. Fase ini memiliki tujuan untuk memeriksa miskonsepsi yang dialami oleh siswa. Kemudian dilanjutkan dengan fase

confront, pada fase ini guru mengkonfrontasi konsepsi awal siswa melalui

pertanyaan-pertanyaan, demonstrasi, dan implikasi agar siswa mengalami konflik kognitif. Pada fase identify, siswa harus menjelaskan konsepsi awal yang mereka alami. Guru dalam hal ini mencatat miskonsepsi-miskonsepsi yang diutarakan oleh siswa. Kemudian dalam tahap resolve guru membimbing siswa untuk mengatasi miskonsepsi yang dimiliki siswa melalui eksperimen, demonstrasi interaktif, simulasi, mengajukan pertanyaan untuk menguji hipotesis. Pada fase reinforce, guru mereview keberadaan konsepsi alternatif siswa diberbagai kondisi pada akhir pelajaran. Review dilakukan dengan memberikan pertanyaan tentang konsepsi-konsepsi alternatif siswa yang telah didiskusikan sebelumnya (Wenning, 2008).

(26)

Media simulasi virtual merupakan media pembelajaran dengan menggunakan software flash pada program komputer. Media simulasi virtual dapat menampilkan fenomena yang tidak memungkinkan untuk dihadirkan di kelas secara nyata. Simulasi fenomena yang digunakan dalam pembelajaran ini didapat dari berbagai situs internet dan selain itu dibuat sendiri oleh peneliti, media simulasi digunakan pada fase resolve. 3. Pemahaman Konsep

Pemahaman konsep merupakan kemampuan siswa dalam menafsirkan arti dari suatu konsep. Indikator pemahaman konsep merujuk pada taksonomi Bloom yang direvisi, atau sering dikenal dengan taksonomi Anderson (2001: 70) yaitu: (1) mengartikan (interpreting); (2) mengklasifikasikan (classifying); (3) menyimpulkan (inferring): (4) membandingkan/membedakan (comparing); (5) menjelaskan (explaining); (6) Memberikan contoh (exemplifying); (7) Meringkas (summarizing) yang diukur menggunakan tes tertulis pretest dan postest berupa soal pilihan ganda dengan pola three tier test.

4. Profil Miskonsepsi

Profil miskonsepsi dalam penelitian ini adalah jumlah konsepsi siswa tentang konsep-konsep perpindahan kalor yang tidak sesuai dengan konsepsi ahli atau ilmuwan. Miskonsepsi yang terjadi diidentifikasi dengan tes diagnostik bernama three tier test yang dilakukan sesudah pembelajaran model ECIRR menggunakan media simulasi virtual dengan tujuan hanya untuk mengetahui profil miskonsepsi siswa dibandingkan dengan kelas kontrol.

5. Materi Kalor

(27)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan lembar keterlaksanaan model pembelajaran, tes pemahaman konsep, tes untuk mengetahui miskonsepsi siswa dan skala sikap siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran.

Tabel 3.2 Teknik Pengumpulan Data

No Jenis Data Teknik 3 Sikap siswa terhadap

pembelajaran

Skala sikap Pelaksanaan di akhir pembelajaran (skala sikap)

3 Keterlaksanaan model pembelajaran oleh guru dan siswa

Lembar Observasi Pelaksanaan selama proses pembelajaran (lembar observasi)

F. Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan alat untuk mengambil data yang diinginkan pada waktu penelitian menggunakan suatu metode tertentu (Arikunto, 2010). Data yang diperoleh dari penelitian ini menggunakan instrumen berupa tes pemahaman konsep dengan pola Three Tier Test yang sekaligus dapat mengidentifikasi miskonsepsi siswa.

Lebih jelasnya, berikut penjelasan mengenai instrumen yang digunakan dalam penelitian:

1. Tes Pemahaman Konsep dengan Pola Three-tier Test

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Three-tier Test yang berfungsi untuk mengevaluasi kemampuan memahami dan mengidentifikasi miskonsepsi siswa. Instrumen ini berbentuk pilihan ganda tiga tingkat dimana pada soal tingkat keduanya disisipkan opsi berbentuk isian kosong (free

response). Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah siswa mengalami

(28)

(interpreting); (2) mengklasifikasikan (classifying); (3) menyimpulkan (inferring): (4) membandingkan/membedakan (comparing); (5) menjelaskan (explaining); (6) Memberikan contoh (exemplifying); dan (7) Meringkas (summarizing).

Peneliti mengadopsi dan mengadaptasi tahap pembuatan Two-tier Test yang dibuat oleh Treagust (2007: 394) yang digambarkan dalam Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Bagan Tahap Pembuatan Three-tier Test Tahap 1:

Telaah literatur melalui jurnal dan buku yang memuat hasil penelitian

(29)

Tahap pembuatan Three-tier Test tersebut dijelaskan sebagai berikut. a. Menentukan Konten atau Materi

Materi yang digunakan dalam tes ini adalah materi perpindahan kalor. Setelah materi ditentukan, selanjutnya adalah mengidentifikasi konsep-konsep esensial yang ada dalam materi tersebut. Selanjutnya peneliti membuat indikator soal mengacu pada standar kompetensi, kompetensi dasar, dan konsep-konsep esensial yang sudah diidentifikasi.

b. Mengumpulkan Informasi Miskonsepsi

Peneliti melakukan telaah literatur untuk mengetahui miskonsepsi mengenai kalor yang sering dialami oleh siswa berdasarkan penelitian terdahulu. Informasi miskonsepsi ini digunakan untuk membuat distraktor pada soal tingkat kedua (Second Tier).

c. Menyusun Two-tier Test

Soal pada Two-tier Test ini terdiri dari dua tingkat soal, yaitu soal tingkat pertama (first tier) yang berfungsi untuk menilai pengetahuan deskriptif siswa dan soal tingkat kedua (second tier) berbentuk butir-butir alasan atas jawaban pada soal tingkat pertama yang berfungsi untuk menilai pola pikir siswa. Soal tingkat kedua ini terdiri dari lima opsi jawaban, empat opsi berupa pernyataan tertulis, sedangkan satu opsi lainnya dalam bentuk isian kosong. Penggunaan opsi dalam bentuk isian kosong ini bertujuan untuk mengidentifikasi konsepsi siswa yang tidak sesuai dengan opsi-opsi yang dicantumkan dan untuk menghindari jawaban yang ragu-ragu dari siswa agar siswa benar-benar mengungkapkan konsep yang dipahaminya.

Two-tier Test yang sudah selesai dibuat kemudian dikonsultasikan kepada

empat dosen ahli untuk mengevaluasi validitas isi dan konstruksi soal-soal dalam instrumen tersebut.

d. Menyusun Three-tier Test

(30)

Confidence Rating ini selanjutnya dinamakan Three-tier Test. Setelah

selesai dibuat, Three-tier Test ini kemudian diujicobakan kepada siswa. Hasil uji coba dan hasil validasi ahli pada akhirnya dijadikan acuan untuk menentukan soal mana saja yang layak digunakan dalam Three-tier Test berdasarkan indeks kesukaran, dan daya pembeda tiap butir soal. Uji coba diberikan sebanyak dua kali dengan menggunakan instrumen yang sama (single test double trial) untuk menentukan reliabilitas eksternal Three-tier

Test. Uji coba instrumen diberikan pada siswa yang sama dan merupakan

siswa dari sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian.

2. Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran

Menurut Gulo (2002), observasi merupakan metode pengumpulan data dimana peneliti atau kolaboratornya mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian. Jadi pada dasarnya, pengumpulan data melalui observasi bertujuan untuk melihat dan menilai kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung. Dalam penelitian ini, observasi yang dimaksud adalah observasi keterlaksanaan model pembelajaran yang sedang diteliti.

Observasi keterlaksanaan model pembelajaran bertujuan untuk melihat apakah tahapan-tahapan model pembelajaran yang diteliti telah dilaksanakan oleh guru atau tidak. Observasi ini dibuat dalam bentuk cek (). Jadi dalam pengisiannya, observer memberikan tanda cek () pada tahapan-tahapan model pembelajaran yang sedang diteliti yang dilakukan guru.

3. Wawancara

(31)

4. Skala Sikap Siswa

Skala sikap ini digunakan untuk memperoleh informasi tentang tanggapan siswa terhadap penerapan pembelajaran menggunakan model ECIRR berbantuan media simulasi virtual dalam pembelajaran konsep suhu kalor serta perpindahannya. Skala sikap ini memuat daftar pernyataan terkait pembelajaran menggunakan model ECIRR berbantuan media simulasi virtual yang akan dilaksanakan. Instrumen skala sikap tanggapan ini memuat kolom setuju (S) dan tidak setuju (TS). Siswa diminta memberikan tanda cek () pada pernyataan yang terdapat pada skala sikap

G. Teknik Analisis Uji Coba Instrumen Penelitian

Untuk mendapatkan data yang benar, yang dapat menggambarkan kemampuan subyek penelitian dengan tepat maka diperlukan alat (instrumen tes) yang benar dan baik pula. Hal ini di tegaskan oleh Syambasri (2001) yang menyatakan bahwa kualitas dari informasi/data-data yang dikumpulkan ditentukan oleh kualitas alat pengambil data (instrumen) dan pengumpul data (surveyor). Instrumen tes yang baik dan benar dapat diperoleh dengan cara menguji coba dan menganalisis instrumen tes tersebut sebelum dipakai dalam pengambilan data.

Pengembangan instrumen pemahaman konsep dilakukan dengan tahap-tahap: a. menyusun kisi-kisi soal, b. meminta pertimbangan dosen ahli, c. melakukan uji coba instrumen, dan d. melakukan analisis butir soal.

Data skor hasil uji coba tes kemudian dianalisis untuk mendapatkan keterangan mengenai layak atau tidaknya instrumen tes dipakai dalam penelitian.

Adapun analisis yang dilakukan antara lain:

1. Validitas

Uji validitas yang peneliti gunakan adalah pengujian validitas konstrak. Untuk menguji validitas konstrak, dapat digunakan pendapat dari para ahli (judgement

experts) (Sugiyono, 2012). Dalam hal ini setelah instrumen dikonstruksi tentang

(32)

orang dan umumnya mereka yang bergelar doktor sesuai dengan lingkup yang diteliti.

2. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan ukuran sejauh mana suatu alat ukur dapat memberikan gambaran yang benar-benar dipercaya tentang kemampuan seseorang. Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan dengan retest. Instrumen diuji dengan

test-retest dilakukan dengan cara mengujicobakan instrumen beberapa kali pada

responden yang sama. Jadi dalam hal ini instrumennya sama, respondennya sama akan tetapi waktunya berbeda. Reliabilitas diukur dari koefisien korelasi antara percobaan pertama dengan yang berikutnya. Bila koefisien korelasi positif dan signifikan maka instrumen tersebut dinyatakan reliabel (Sugiyono, 2010). Reliabilitas adalah tingkat keajegan (konsistensi) suatu tes, yakni sejauh mana suatu tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg atau tidak berubah-ubah walaupun diteskan pada situasi yang berbeda-beda. Nilai reliabilitas dapat ditentukan dengan menentukan koefisien reliabilitas

Perhitungan korelasi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi

Product Moment Pearson, seperti persamaan 3.1. (Arikunto, 2010)

2 2



2 2

Keterangan:

r

xy= koefisien korelasi antara tes pertama dan tes kedua

X = skor siswa pada tes pertama Y = skor siswa pada tes kedua N = jumlah siswa

Untuk mengklasifikasi koefisien korelasi dapat digunakan pedoman kategori seperti pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Kategori Reliabilitas Butir Soal

Koefisien Korelasi Kriteria

(33)

Koefisien Korelasi Kriteria

0,41 0,60 Cukup 0,21 0,40 Rendah 0,00 0,20 Sangat Rendah

3. Tingkat Kesukaran/Taraf Kemudahan Butir Soal

Karno To (1996) mengemukakan bahwa analisis tingkat kesukaran suatu butir soal dimaksudkan untuk mengetahui apakah butir soal tersebut tergolong mudah, sedang atau sulit. Tingkat Kesukaran ini dapat juga disebut sebagai Taraf Kemudahan, seperti yang dikemukakan oleh Syambasri (2001) “Taraf Kemudahan suatu butir soal adalah proporsi dari keseluruhan siswa yang menjawab benar pada butir soal tersebut”. Tingkat kesukaran dinyatakan dalam bentuk indeks, semakin besar indeks tingkat kesukaran suatu butir soal semakin mudah butir soal tersebut. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar, soal yang terlalu mudah tidak merangsang anak untuk mempertinggi usaha memecahkannya, sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi di luar jangkauan (Arikunto, 2010). Tingkat kesukaran butir soal atau disebut juga tingkat kemudahan butir soal dapat ditentukan dengan rumus: (Arikunto, 2010)

B P

JS

...(3.2) Dengan:

P = Indeks Kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Untuk menginterpretasikan indeks tingkat kesukaran yang diperoleh dari perhitungan di atas, digunakan kriteria tingkat kesukaran seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.4. (Arikunto, 2010)

(34)

Nilai P Kriteria

4. Daya Pembeda Butir Soal

Daya pembeda merupakan kemampuan suatu instrumen tes untuk membedakan antara siswa yang pandai (menguasai materi yang diteskan) dan siswa yang tidak pandai (siswa yang tidak menguasai materi yang diteskan) (Arikunto, 2010). menguasai bahan (siswa yang kurang pandai). Untuk menentukan daya pembeda tiap butir soal digunakan rumus: (Arikunto, 2010)

A B

P = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

B

(35)

Untuk menginterpretasikan indeks daya pembeda yang diperoleh dari perhitungan di atas, digunakan tabel kriteria daya pembeda seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.5. (Arikunto, 2010).

Tabel 3.5 Interpretasi Daya Pembeda Butir Soal

Nilai DP Kriteria

Negatif Soal Dibuang

0,00 – 0,19 Jelek

0,20 – 0,39 Cukup

0,40 – 0,69 Baik

0,70 – 1,00 Baik Sekali

H. Hasil Uji Coba Instrumen

Ujicoba instrumen tes pemahaman konsep dilakukan kepada siswa di sekolah yang sama tetapi beda kelas yang sudah mendapatkan materi pelajaran yang akan diuji cobakan (perpindahan kalor). Instrumen yang diujicobakan diberikan dalam bentuk Three-tier Test dan diujikan sebanyak dua kali karena peneliti menggunakan uji reliabilitas test re-test. Siswa yang mengikuti uji coba instrumen ini berjumlah 27 orang. Data hasil uji coba kemudian dianalisis meliputi uji reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran seperti yang dibahas sebelumnya.

Hasil analisis terhadap uji coba instrumen tes pemahaman konsep yang pertama dirangkum pada tabel 3.6.

Tabel 3.6Hasil Uji Coba Pertama Instrumen Tes Pemahaman konsep Nomor

Soal

Tingkat kesukaran Daya Pembeda

Keputusan Nilai Kategori Nilai Kategori

1 1,00 Terlalu Mudah 0,31 Cukup Dibuang

2 0,78 Mudah 0,44 Baik Digunakan

3 0,74 Mudah 0,50 Baik Digunakan

4 0,70 Mudah 0,56 Baik Digunakan

5 0,00 Terlalu Sukar 0,00 Jelek Dibuang 6 0,22 Sukar -0,13 Sangat Jelek Dibuang 7 0,48 Sedang -0,56 Sangat Jelek Dibuang

(36)

Agar suatu soal mampu membedakan antara siswa berkemampuan rendah dengan siswa berkemampuan tinggi, maka perlu diketahui nilai daya pembeda butir soal. Berdasarkan tabel 3.6 daya pembeda yang dimiliki oleh hasil uji instrumen yang pertama sebanyak 26 butir soal diujikan terbagi menjadi lima kategori, yaitu : 3 butir soal memiliki daya pembeda dengan kategori negatif, 1 butir soal memiliki daya pembeda dengan kategori jelek, 7 butir soal memiliki daya pembeda dengan kategori cukup, 14 butir soal memiliki daya pembeda dengan kategori baik, dan 1 memiliki daya pembeda dengan klasifikasi baik sekali.

Dari hasil analisis daya pembeda diperoleh hasil yaitu hampir semua soal dapat membedakan antara siswa berkemampuan rendah dengan siswa berkemampuan tinggi, tetapi ada tiga soal yang memiliki nilai negatif, sehingga dua soal tersebut dibuang, karena soal tersebut tidak dapat membedakan antara

9 0,44 Sedang 0,75 Sangat Baik Digunakan

10 0,30 Sedang 0,50 Baik Digunakan

11 0,52 Sedang 0,50 Baik Digunakan

12 0,85 Mudah 0,56 Baik Digunakan

13 0,56 Sedang 0,31 Cukup Digunakan

Nomor Soal

Tingkat kesukaran Daya Pembeda

Keputusan Nilai Kategori Nilai Kategori

14 0,67 Sedang 0,50 Baik Digunakan

15 1,00 Terlalu Mudah 0,31 Cukup Dibuang

16 0,04 Sukar -0,06 Sangat Jelek Dibuang

17 0,67 Sedang 0,88 Baik Digunakan

18 0,59 Sedang 0,69 Baik Digunakan

19 0,22 Sukar 0,38 Cukup Digunakan

20 0,63 Sedang 0,56 Baik Digunakan

21 0,93 Mudah 0,44 Baik Digunakan

22 0,19 Sukar 0,31 Cukup Digunakan

23 0,59 Sedang 0,50 Baik Digunakan

24 0,89 Mudah 0,50 Baik Digunakan

25 0,26 Sukar 0,44 Baik Digunakan

(37)

siswa berkemampuan rendah dengan siswa berkemampuan tinggi. Soal yang dimaksud adalah soal no 6, 7 dan 16.

Hasil analisis untuk tingkat kesukaran dari uji instrumen tes pertama yang berjumlah 26 butir soal adalah 2 butir soal memiliki tingkat kesukaran dengan kategori terlalu mudah, pada soal ini ditandai dengan semua siswa menjawab benar, 7 butir soal memiliki tingkat kesukaran dengan kategori mudah, 10 butir soal memiliki tingkat kesukaran dengan kategori sedang, 6 butir soal memiliki tingkat kesukaran dengan kategori sukar, dan 1 butir soal memiliki tingkat kesukaran dengan kategori terlau sukar. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesukaran soal bervariasi. Untuk kategori soal yang terlalu susah dan terlalu mudah itu dibuang karena pengecohnya jelek sehingga siswa dapat menjawab semua dengan benar, dan sebaliknya semua siswa menjawab soal dengan salah. Soal yang dimaksud adalah 1,5 dan 15.

Hasil uji coba instrumen yang kedua tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terlihat dari butir soal no 1,5,6,7,15 dan 16 masih dibuang dikarenakan butir soal masih terlalu mudah atau terlalu sukar serta masih tidak dapat membedakan siswa yang pintar dan yang bodoh, untuk selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.7.

Tabel 3.7Hasil Uji Coba Kedua Instrumen Tes Pemahaman Konsep Nomor

Soal

Tingkat kesukaran Daya Pembeda

Keputusan Nilai Kategori Nilai Kategori

1 1,00 Terlalu Mudah 0,31 Cukup Dibuang

2 0,96 Mudah 0,25 Cukup Digunakan

3 0,70 Mudah 0,56 Baik Digunakan

4 0,67 Sedang 0,38 Cukup Digunakan

5 0,07 Sukar 0,00 Jelek Dibuang

6 0,56 Sedang -0,44 Sangat Jelek Dibuang 7 0,07 Sukar -0,13 Sangat Jelek Dibuang

8 0,85 Mudah 0,31 Cukup Digunakan

9 0,96 Mudah 0,25 Cukup Digunakan

10 0,41 Sedang 0,44 Baik Digunakan

11 0,96 Mudah 0,25 Cukup Digunakan

(38)

Berdasarkan tabel 3.7 daya pembeda yang dimiliki oleh hasil uji instrumen yang kedua sebanyak 26 butir soal diujikan terbagi menjadi lima kategori, yaitu : 2 butir soal memiliki daya pembeda dengan kategori negatif, 1 butir soal memiliki daya pembeda dengan kategori jelek, 1 butir soal memiliki daya pembeda dengan kategori jelek, 13 butir soal memiliki daya pembeda dengan kategori cukup, 8 butir soal memiliki daya pembeda dengan kategori baik, dan 1 memiliki daya pembeda dengan klasifikasi baik sekali.

Selanjutnya hasil analisis untuk tingkat kesukaran dari uji instrumen tes yang kedua adalah 2 butir soal memiliki tingkat kesukaran dengan kategori terlalu mudah, 9 butir soal memiliki tingkat kesukaran dengan kategori mudah, 9 butir soal memiliki tingkat kesukaran dengan kategori sedang, 5 butir soal memiliki tingkat kesukaran dengan kategori sukar, dan 1 butir soal memiliki tingkat kesukaran dengan kategori terlau sukar.

Nilai koefisien reliabilitas instrumen ditunjukkan pada tabel 3.8 sebagai berikut:.

Tabel 3.8 Reliabilitas Three-tier Test Berdasarkan Hasil Uji Coba Test Re-Test

Reliabilitas Indeks (rxy)

13 0,59 Sedang 0,38 Cukup Digunakan

14 0,81 Mudah 0,50 Baik Digunakan

15 0,59 Sedang 0,00 Sangat Jelek Dibuang

16 1,00 Terlalu Mudah 0,31 Cukup Dibuang 17 0,56 Sedang 0,81 Sangat Baik Digunakan

18 0,63 Sedang 0,56 Baik Digunakan

19 0,26 Sukar 0,44 Baik Digunakan

20 0,74 Mudah 0,25 Cukup Digunakan

Nomor Soal

Tingkat kesukaran Daya Pembeda

Keputusan Nilai Kategori Nilai Kategori

21 0,81 Mudah 0,38 Cukup Digunakan

22 0,96 Mudah 0,38 Cukup Digunakan

23 0,56 Sedang 0,69 Baik Digunakan

24 0,59 Sedang 0,50 Baik Digunakan

25 0,26 Sukar 0,44 Baik Digunakan

(39)

Reliabilitas Test-retest 0,9067

Reliabilitas Three-tier Test dapat diketahui dengan membandingkan indeks reliabilitas hitung terhadap tabel harga kritik r Product Moment. Harga r pada tabel dengan , menunjukkan harga dan . Tabel 3.8 menunjukkan bahwa indeks reliabilitas (r) hitung lebih besar dari harga

r pada tabel harga kritik r Product-Moment. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa Three-tier Test ini reliabel. Pengolahan data indeks kesukaran, daya pembeda butir soal hasil uji coba instrumen pertama dan indeks kesukaran, daya pembeda butir soal hasil uji coba instrumen kedua, serta reliabilitas eksternal instrumen dapat dilihat pada Lampiran B.4, B.5, B.6, dan B.7.

Berdasarkan analisis di atas, maka sebanyak 20 butir soal tes pemahaman konsep dinyatakan dapat digunakan sebagai instrumen penelitian, dan 6 butir soal dibuang yaitu butir soal nomor 1, 5, 6, 7, 15, dan 16. Instrumen tes pemahaman konsep dapat dilihat pada lampiran C.1, adapun rincian tes yang akan digunakan dapat dilihat pada tabel 3.9.

Tabel 3.9Rincian Intrumen Tes Pemahaman Konsep Three Tier-Test

No Sub Konsep

Soal untuk tiap jenjang kognitif

Jumlah

(40)

1. Tahap Persiapan

a. Studi pendahuluan

Studi pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kegiatan pembelajaran fisika, hasil belajar siswa, dan kendala yang dihadapi guru dan siswa di sekolah. Studi pendahuluan ini dilaksanakan dengan cara mengamati pembelajaran, sarana dan sarana pendukung pembelajaran, mewawancarai guru fisika, memberikan tes pemahaman konsep kombinasi CRI pada konsep kalor dan perpindahannya serta menyebarkan skala sikap kepada siswa. Pemberian tes soal pemahaman konsep untuk materi kalor diberikan pada siswa yang sudah belajar materi kalor dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman konsep dan miskonsepsi yang dialami siswa. Selain melalui tes ini, informasi hasil belajar siswa diperoleh dari guru melalui buku nilai. Selain itu juga dilakukan wawancara juga tidak hanya dilakukan dengan guru fisika tetapi guru TIK untuk mengetahui kemampuan awal dan respon siswa pada pembelajaran yang berbasiskan komputerisasi.

b. Studi literatur

Studi literatur dilakukan untuk mencari teori-teori yang berkaitan dengan pembelajaran model ECIRR, pembelajaran menggunakan media simulasi virtual, pemahaman konsep dan miskonsepsi siswa. Studi ini juga dilakukan untuk mengkaji temuan-temuan penelitian sebelumnya. Selain itu juga mengkaji standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator-indikator pembelajaran untuk kemudian dipergunakan dalam penyusunan rencana pembelajaran.

c. Pengajuan dan perbaikan proposal penelitian pada seminar proposal penelitian.

(41)

e. Pertimbangan (Judgment) dosen pembimbing dan dosen ahli terhadap instrumen tes yang dibuat berdasarkan kisi-kisi kriteria dan indikator yang terpilih.

f. Uji coba instrumen tes yang dilakukan pada subyek yang pernah mempelajari materi kalor. Hasil uji coba tes dianalisis untuk melihat kualitas instrumen tes yang meliputi reliabilitas tes, validitas, tingkat kemudahan daya pembeda butir soal dalam tes.

g. Penentuan instrumen dan perbaikan instrumen yang akan digunakan sebagai instrument tes penelitian berdasarkan hasil uji coba.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

a. Penjaringan data pretest pada awal penelitian yang meliputi tes pemahaman konsep dengan pola three-tier test bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pemahaman awal siswa terhadap konsep kalor.

b. Pemberian perlakuan kepada kelas eksperimen yaitu menerapkan model ECIRR pada saat pembelajaran dengan berbantuan media simulasi virtual.

c. Setelah dilakukan pemberian perlakuan pada kelas eksperimen selanjutnya dilakukan penjaringan data posttest untuk tes pemahaman konsep dengan pola three-tier test bertujuan untuk mengetahui pemahaman siswa setelah penerapan pembelajaran dan mengetahui profil jawaban-jawaban siswa agar dapat mengidentifikasi miskonsepsi yang dialami siswa pada materi perpindahan kalor.

3. Tahap Analisis dan Pembahasan

a. Analisis homogenitas dan normalitas untuk setiap data pemahaman konsep.

(42)

c. Analisis data three tier test untuk mengetahui terdapatnya miskonsepsi baru serta prevalensi miskonsepsinya..

d. Pembahasan temuan atau hasil penelitian dengan mempergunakan kajian pustaka yang menunjang.

4. Tahap Pembuatan Kesimpulan

Kesimpulan disusun dan dibuat berdasarkan hasil pengujian statistik

5. Tahap Penyusunan Laporan

(43)

J. Alur Penelitian

Secara umum, alur penelitian ini dapat dibuat dalam bentuk bagan seperti dalam gambar 3.2.

Gambar 3.2 Bagan Alur Penelitian STUDI PENDAHULUAN

TAHAP PERSIAPAN

Perizinan Penelitian Proposal penelitian

Seminar Proposal

Penyusunan Instrumen

RPP dan LKS, Instrumen Tes

Simulasi Virtual

Judgment & Uji coba Revisi

Kelas Eksperimen

TAHAP PELAKSANAAN PENELITIAN

Kegiatan Pembelajaran

Pembelajaran menggunakan model ECIRR berbantuan media simulasi virtual

Penjaringan Data Postest Pemahaman Konsep dan Miskonsepsi

TAHAP ANALISIS & PEMBAHASAN

TAHAP KESIMPULAN

TAHAP PENYUSUNAN TESIS Penjaringan Data Pretest Pemahaman Konsep

Kelas Kontrol

Pembelajaran menggunakan model tradisional berbantuan media simulasi virtual

(44)

K. Teknik Pengolahan Data Hasil Instrumen Tes

Berdasarkan teknik pengumpulan data yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini terdapat beberapa data yang kemudian akan diolah dan di interpretasikan sehingga menjadi informasi yang penting untuk mencapai tujuan penelitian, data-data tersebut antara lain : data nilai hasil tes (pemahaman konsep dan identifikasi miskonsepsi), data hasil observasi keterlaksanaan model pembelajaran, data hasil wawancara dan data hasil skala sikap siswa. Semua data tersebut akan diolah dengan teknik yang berbeda-beda, berikut penjelasan teknik pengolahan data yang dilakukan terhadap data-data di atas :

1. Data Nilai Tes

Data yang sudah diperoleh selanjutnya dianalisis. Adapun teknik analisis yang dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Berikut pengolahan terhadap masing-masing data nilai tes :

a. Pengolahan data hasil tes pemahaman konsep

Data nilai hasil tes pemahaman konsep akan diolah untuk mendapatkan beberapa informasi yaitu :

1) Perbedaan peningkatan pemahaman konsep antara kelas eksperiman dan kelas kontrol (uji signifikansi perbedaan N-gain nilai postes), untuk menguji hipotesis penelitian yang telah ditetapkan diawal.

(45)

Untuk mendapatkan informasi di atas, berikut pemaparan proses pengolahan data yang akan dilakukan:

1) Peningkatan pemahaman konsep siswa dan efektifitas kegiatan

pembelajaran terhadap peningkatan pemahaman konsep.

Pengolah data ini dilakukan untuk mendapatkan informasi peningkatan konsep siswa dan efektifitas kegiatan pembelajaran terhadap peningkatan pemahaman konsep tersebut (poin 2). Ada 2 data yang akan diolah, yaitu: pengolahan data secara keseluruhan item soal tes dan pengolahan data terhadap tiap aspek ranah kognitif Bloom Revisi. Rincian instrumen tes dapat dilihat pada tabel 3.10.

Dalam prosesnya, ketiga pengolahan data tersebut dilakukan dengan langkah-langkah yang sama, yaitu :

a) Memberi skor pretest dan posttest

Sebelum di lakukan pengolahan data, semua jawaban pretest dan posttest diperiksa dan di beri skor terlebih dahulu. Penskoran dilakukan dengan metode Rights Only, yaitu jawaban benar diberi skor satu (+1) dan jawaban salah atau butir soal yang tidak dijawab diberi skor nol (0). Skor setiap siswa ditentukan dengan menghitung jumlah jawaban yang benar. b) Menghitung skor gain

Skor gain (gain aktual) diperoleh dari selisih skor tes awal dan tes akhir. Perbedaan skor tes awal dan tes akhir ini diasumsikan sebagai efek dari

treatment (Luhut Panggabean, 1996).

Secara matematis dituliskan sebagi berikut :

f i

G S S

...(3.5) Keterangan :

G = gain

Sf = skor tes akhir

(46)

c) Menghitung gain normal (N-gain)

Gain yang dinormalisasi merupakan perbandingan antara skor gain yang diperoleh siswa dengan skor gain maksimum yang dapat diperoleh, secara matematis dituliskan sebagai berikut: (Hake, 1997)

d) Menentukan nilai rata-rata (mean) dari skor gain dinormalisasi (g)

e) Mengintrepetasikan nilai rata-rata skor gain dinormalisasi dengan menggunakan tabel 3.10. (Hake, 1997)

Tabel 3.10 Kriteria efektivtas pembelajaran Rata-rata skor gain

dinormalisasi Efektivitas 0,00 < g ≤ 0,30 Rendah 0,30 < g ≤ 0,70 Sedang 0,70 < g ≤1,00 Tinggi

2) Uji signifikansi perbedaan rata-rata

Uji signifikansi digunakan untuk menjaring informasi pada poin 1, yaitu untuk mengetahui perbedaan peningkatan penguasaan pemahaman konsep yang merupakan hipotesis penelitian yang telah ditetapkan diawal (uji signifikansi perbedaan N-gain).

(47)

pengujian yang paling kuat, dan hanya boleh digunakan bila asumsi-asumsi statistiknya telah dipenuhi (Panggabean, 1996). Asumsi asumsi tersebut antara lain sampel yang terdistribusi normal dan homogen. Jika asumsi tersebut tidak terpenuhi, maka uji statistik parametrik tidak dapat digunakan dan sebagai gantinya dipakai uji satatistik non-parametrik. Jadi sebelum melakukan uji statsistik, kita harus melakukan uji normalitas dan homogenitas terlebih dahulu untuk mengetahui karaktersitik distribusi dari sampel.

a) Uji Normalitas

Dalam penelitian ini, uji normalitas yang akan digunakan ialah uji

Chi-Kuadrat(2). Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1) Menentukan banyak kelas (K) dengan rumus: 1 log

K  n ; n adalah jumlah siswa ...(3.7) 2) Menentukan panjang kelas (P) dengan rumus:

Untuk mengitung nilai rata-rata (mean) skor digunakan persamaan:

(48)

4) Menentukan nilai baku z dengan menggunakan persamaan :

interval (luas kelas bawah dan atas dilihat dari tabel z), dengan rumus:

l

 

l

1

l

2 ...(3.12) Keterangan:

l = luas kelas interval

1

l = luas daerah batas bawah kelas interval 2

l = luas daerah batas atas kelas interval

6) Mencari frekuensi observasi (O ) dengan menghitung banyaknya i

respon yang termasuk pada interval yang telah ditentukan. 7) Mencari frekuensi harapan E i

i

E  n l

...(3.13) 8) Mencari harga Chi-Kuadrat(2) dengan menggunakan persamaan :

2

= chi kuadrat hasil perhitungan

i

O = frekuensi observasi

i

E = frekuensi yang diharapkan

9) Membandingkan harga

2hitung dengan

2 tabel

(49)

b) Uji Homogenitas

Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah data-data nilai yang didapat dari kedua kelompok ini memiliki kesamaan varians atau tidak. Langkah-langkah yang dilakukan untuk uji homogenitas ini adalah:

1) Menentukan varians dari data skor yang diperoleh oleh kelas eksperimen dan kelas kontrol, varians merupakan kuadrat dari simpangan baku yang tertera pada persamaan 3.10.

2) Menghitung nilai F dengan menggunakan persamaan:

2

3) Menentukan nilai F dari tabel distribusi frekuensi dengan derajat kebebasan sebesar (dk) = n – 1

4) Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F dari tabel . Jika F hitungFtabel, maka kedua sampel homogen.

(50)

1

N = N2= Jumlah siswa pada masing-masing kelas

2 1

S = varians untuk data M1

2 2

S = varians untuk data M2

Hasil yang diperoleh dikonsultasikan pada tabel distribusi t untuk tes satu ekor. Cara untuk mengkonsultasikan thitung dengan ttabel adalah sebagai

berikut:

a) Menentukan derajat kebebasan (dk) = N1 N2 2

b) Melihat tabel distribusi t untuk tes satu ekor pada taraf signifikansi tertentu, misalnya pada taraf 0,05 atau interval kepercayaan 95 %, sehingga akan diperoleh nilai t dari tabel distribusi t dengan persamaan

(1 )( )

tabel dk

tt . Bila nilai t untuk dk yang diinginkan tidak ada pada tabel, maka dilakukan proses interpolasi.

c) Kriteria hasil pengujian:

Hipotesis alternatif yang diajukan diterima jika thitungttabel

Jika distribusi datanya tidak normal, pengujian hipotesis dilakukan dengan uji statistik non-parametrik. Uji statistik non-parametrik yang akan digunakan jika asumsi parametrik tidak terpenuhi adalah uji Mann-Whitney U. Pengambilan keputusannya yaitu apabila nilai dari sig<½ α, dengan α=0,05, maka Hi diterima

b. Identifikasi miskonsepsi menggunakan three tier test

Selain untuk mengetahui adanya perbedaan peningkatan pemahaman konsep antara kelas eksperiman dan kelas kontrol dari nilai N-gain, data hasil tes pemahaman konsep juga akan diolah untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang dialami siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol menggunakan three tier

test.

a) Diagnosis miskonsepsi

Gambar

Tabel 3.1 Desain Penelitian Perlakuan
Tabel 3.2 Teknik Pengumpulan Data Teknik
Gambar 3.1 Bagan Tahap Pembuatan Three-tier Test
Tabel 3.3.Koefisien Korelasi  Kategori Reliabilitas Butir Soal Kriteria
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hawa panas yang ada didalam air dibuang keluar bersamaan dengan udara (air flow outlet) kemudian air jatuh seperti rintik-rintik air hujan dan tertampung di dalam

a. Audit internal yang terkadang disebut audit pihak pertama, dilaksanakan oleh, atau atas nama organisasi itu sendiri untuk kaji ulang manajemen dan tujuan internal lainnya,

Faktor penyiraman yang memberikan pengaruh nyata adalah faktor taraf P1 dengan rerata 4,42, sedangkan taraf P4 memiliki nilai rerata 0, dimana taraf P4 tidak

tusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tiriur ^'^oinor;. O/B.II./54/350

Pengiriman informasi dari telepon seluler (operator) menggunakan aplikasi dropbox dan penerimaan informasi pada perangkat pengolah data juga memiliki aplikasi

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian asam humat dan interaksi antara asam humat dan pupuk P nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, indeks kehijauan

The figure shows that thermal efficiency and fresh water produced increase as surface area of the heating coil increases.. However, the rate of improvement is

Sedangakna menurut Brunner dan Suddarth (2002) hepatitis adalah infeksi sistemik yang dominan menyerang hati. Hepatitis virus adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar