• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN MUTU LAYANAN AKADEMIK BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) DI PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI : Studi Kasus di IAIN Surakarta dan STAIN Salatiga.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MANAJEMEN MUTU LAYANAN AKADEMIK BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) DI PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI : Studi Kasus di IAIN Surakarta dan STAIN Salatiga."

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus di IAIN Surakarta dan STAIN Salatiga)

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor Pendidikan

Program Studi Administrasi Pendidikan

Konsentrasi Pendidikan Tinggi

Oleh:

IMAM MAKRUF NIM. 0800796

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

MANAJEMEN MUTU LAYANAN AKADEMIK

BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

(TIK) DI PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(Studi Kasus di IAIN Surakarta dan STAIN Salatiga)

Oleh Imam Makruf

S.Ag. Institut Agama Islam Negeri Yogyakarta, 1995 M.Pd. Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta, 2004

Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Administrasi Pendidikan (Dr.) pada Sekolah Pascasarjana

© Imam Makruf 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

MANAJEMEN MUTU LAYANAN AKADEMIK

BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) DI PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(Studi Kasus di IAIN Surakarta dan STAIN Salatiga)

Disetujui dan disahkan oleh Tim Promotor

Promotor,

Prof. Dr. H. Udin Syaefudin Sa’ud, Ph.D

Ko. Promotor,

Prof. Dr. H. Akdon, M.Pd.

Anggota,

Prof. Dr. H. Munir, M.IT.

Mengetahui,

Ketua Program Studi Aministrasi Pendidikan Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

(4)

ABSTRACT

Imam Makruf. (2014). Academic Service Quality Management Based on Information and Communication Technology (ICT) in State Islamic Higher Education (Case Study in IAIN Surakarta and STAIN Salatiga)

The implementation of ICT-based academic services should improve the effectiveness, efficiency, and quality of PTAIN. This research focuses on finding the academic service model on ICT-based quality management which is implemented in PTAIN, especially in IAIN Surakarta and STAIN Salatiga, as the case study. The main research question are why the ICT-based academic service quality management in PTAIN was uneffective and could not change the quality culture. The goal of this research is to costruct the academic service model of quality management which is effectively applicable for PTAIN in improving the quality culture.

This research uses descriptive qualitative approach, by having case study in IAIN Surakarta and STAIN Salatiga. The research subjects are policy makers, planners, organizers, implementators, and academic service quality controllers. The research informants are lecturers, academic staffs, and students. The researcher uses observation, interview, and documents in collecting the data. The interactive model is used in analyzing data which starts from the data collection, reduction, display, and conclusion.

The result of this research shows that the implementation of ICT-based academic services quality management is uneffective. The ineffectiveness due to the incomplete policy documents and instruments of quality controll in optimizing the service process; the weak coordination among units of ICT-based academic services; the uncertain integration of database source between SIAKAD and PDPT; the imperfectness of the institutional quality controll, especially in institutional structure aspect, human resource, and quality instruments; and the low commitment of all steakholders in assuring the quality culture in their works.

This research recommends that all af steakholders should commit more and be consistant in applying optimally the ICT-based academic service management; starting from making policy, planning process, organizing, actuating, and controlling the ICT-based academic services; and the capacity building of the quality controll areas either institutional structure, human resources, or quality controll instruments.

(5)

ABSTRAK

Imam Makruf. (2014). Manajemen Mutu Layanan Akademik Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (Studi Kasus di IAIN Surakarta dan STAIN Salatiga)

Implementasi layanan akademik berbasis TIK diharapkan mampu meningkatkan efektifitas, efisiensi, dan mutu PTAIN. Penelitian ini difokuskan untuk menemukan pengembangan manajemen mutu layanan akademik berbasis TIK yang dapat diimplementasikan di PTAIN dengan studi kasus di IAIN Surakarta dan STAIN Salatiga. Pertanyaan utama penelitian ini yaitu; mengapa implementasi manajemen mutu layanan akademik berbasis TIK di PTAIN belum efektif dan belum mampu merubah budaya mutu? Tujuan pokok penelitian ini adalah untuk menemukan pola pengembangan manajemen mutu layanan akademik berbasis TIK yang sesuai untuk PTAIN sehingga dapat berjalan efektif dan meningkatkan budaya mutu.

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif kualitatif, dengan model studi kasus mengambil tempat di IAIN Surakarta dan STAIN Salatiga. Subjek penelitian adalah para pengambil kebijakan, perencana, organisator, pelaksana, dan pengendali mutu layanan akademik. Sedangkan informannya adalah para dosen, staff, dan mahasiswa. Proses pengumpulan data digunakan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan proses analisis data menggunakan interaktif model. Langkah analisis data diawali dengan pengumpulan data, reduksi data, display data, dan diakhiri dengan penarikan kesimpulan.

Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penyebab belum efektifnya implementasi manajemen mutu layanan akademik berbasis TIK diantaranya; kurangnya dukungan dokumen kebijakan dan instrumen penjaminan mutu yang menjadi guide dan pengendali mutu proses layanan secara optimal; kurangnya intensitas koordinasi antar lembaga terkait layanan akademik berbasis TIK; integrasi database SIAKAD dengan PDPT belum optimal, masih lemahnya lembaga penjaminan mutu baik dari segi kelembagaan, SDM, maupun kelengkapan instrumen; serta masih kurangnya komitmen dari semua steakholder untuk membudayakan kinerja berbasis mutu.

Rekomendasi dari penelitian ini pada intinya adalah; perlunya peningkatan komitmen dan konsistensi semua steakholder untuk mengimplementasikan manajemen mutu layanan akademik berbasis TIK secara optimal, mulai sejak perumusan kebijakan, proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian mutu layanan akademik berbasis TIK, serta penguatan lembaga penjaminan mutu dari aspek struktur kelembagaan, SDM, dan kelengkapan instrumen penjaminan mutu.

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

ABSTRACT ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

UCAPAN TERIMAKASIH DAN PENGHARGAAN ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 17

C. Tujuan Penelitian ... 23

D. Manfaat/Signifikansi Penelitian ... 23

E. Struktur Organisasi Disertasi ... 25

BAB II : KERANGKA TEORITIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN ... 27

A. Kebijakan Manajemen Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK di Perguruan Tinggi ... 27

B. Perencanaan Mutu Layanan Akademik di Perguruan Tinggi ... 44

C. Pengorganisasian Mutu Layanan Akademik di Perguruan Tinggi ... 53

(7)

E. Pengendalian Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK

di Perguruan Tinggi ... 70

F. Penelitian Terdahulu yang Relefan ... 78

G. Kerangka Pemikiran ... 82

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 87

A. Lokasi dan Subjek/Informan Penelitian ... 87

B. Desain Penelitian ... 96

C. Metode Penelitian ... 97

D. Definisi Operasional ... 99

E. Instrumen Penelitian ... 104

F. Pengembangan Instrumen ... 107

G. Teknik Pengumpulan Data ... 111

H. Metode Analisis Data ... 116

BAB IV : DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 120 A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 120

1. Proses Kebijakan Manajemen Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK ... 120

2. Proses Perencanaan Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK ... 160

3. Proses Pengorganisasian Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK ... 171

4. Proses Penerapaan Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK ... 177

5. Proses Pengendalian Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK ... 192

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 201

1. Kebijakan Manajemen Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK ... 201

(8)

3. Pengorganisasian Mutu Layanan Akademik

Berbasis TIK ... 220

4. Implementasi Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK ... 225

5. Pengendalian Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK ... 234

C. Pengembangan Model Hipotetik Manajemen Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK di PTAIN ... 242

1. Rasional ... 243

2. Tujuan Pengembangan Model ... 244

3. Asumsi ... 245

4. Visualisasi Model Manajemen Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK... 249

5. Strategi Implementasi Model Manajemen Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK di PTAIN ... 257

6. Indikator Efektivitas Implementasi Model Manajemen Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK di PTAIN ... 261

BAB V : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 264

A. Kesimpulan ... 264

B. Rekomendasi ... 265

DAFTAR PUSTAKA ... 270

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. : Perbandingan Mahasiswa dan Staff Akademik ... 13

Tabel 1.2. : Data Akreditasi Program Studi pada PTAIN Tahun 2014 . 15 Tabel 3.1. : Subjek Penelitian ... 94

Tabel 3.2. : Teknik, Fokus, dan Sumber Data Penelitian ... 106

Tabel 3.3. : Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 107

Tabel 4.1. : Perbandingan Kualifikasi Dosen IAIN dan STAIN ... 153

Tabel 4.2. : Data Tenaga Kependidikan IAIN Surakarta ... 156

Tabel 4.3. : Data Tenaga Kependidikan STAIN Salatiga ... 157

Tabel 4.4. : Rencana Strategis Pengembangan TIK IAIN Surakarta .... 164

Tabel 4.5. : Perencanaan Fungsionalisasi SIAKAD ... 167

Tabel 4.6. : Pedoman Prosedur Pengisian KRS IAIN Surakarta ... 185

Tabel 4.7. : Pedoman Prosedur Pengisian KRS STAIN Salatiga ... 186

Tabel 4.8. : Rasio Dosen dan Mahasiswa ... 214

Tabel 4.9. : Analisis Perencanaan Mutu Layanan Akademik ... 219

Tabel 4.10. : Analisis Pengorganisasian Mutu Layanan Akademik ... 223

Tabel 4.11. : Analisis Implementasi Mutu Layanan Akademik ... 232

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. : Proses Pengambilan Kebijakan ... 36

Gambar 2.2. : Tahapan Meanajemen Mutu PT ... 41

Gambar 2.3. : Pendekatan Sistem Manajemen Mutu ... 48

Gambar 2.4. : Pendekatan Makro Pendidikan ... 65

Gambar 2.5. : Pola Penjaminan Mutu PT ... 74

Gambar 2.6. : Kerangka Berfikir Penelitian ... 86

Gambar 3.1. : Desain Penelitian ... 97

Gambar 3.2. : Model Interaktif dari Miles dan Huberman ... 116

Gambar 4.1. : Webserver IAIN Surakarta ... 134

Gambar 4.2. : Jaringan Intranet IAIN Surakarta ... 136

Gambar 4.3. : Jaringan Internet IAIN Surakarta ... 137

Gambar 4.4. : Arsitektur Pengembangan TIK ... 142

Gambar 4.5. : Laman website STAIN Salatiga ... 146

Gambar 4.6. : Laman Digital Garden ... 147

Gambar 4.7. : Data dosen berdasarkan pendidikannya ... 154

Gambar 4.8. : Data tenaga kependidikan berdasarkan pendidikannya ... 158

Gambar 4.9. : Laman siakad IAIN Surakarta untuk dosen ... 173

Gambar 4.10. : Laman SIAKAD STAIN Salatiga untuk dosen ... 174

Gambar 4.11. : Laman siakad IAIN Surakarta untuk mahasiswa ... 174

Gambar 4.12. : laman siakad STAIN Salataiga untuk mahasiswa ... 175

Gambar 4.13. : laman siakad untuk operator/bagian akademik ... 176

Gambar 4.14. : Laman SPAN PTAIN 2014 ... 176

Gambar 4.15. : Login Calon Mahasiswa Baru ... 181

Gambar 4.16. : Jadwal Perkuliahan pada laman dosen ... 184

Gambar 4.17. : Jadwal perkuliahan pada laman bagian akademik ... 184

Gambar 4.18. : Laman ACC KRS oleh Dosen PA ... 188

Gambar 4.19. : Form input nilai pada SIAKAD ... 189

(11)

Gambar 4.21. : Laman perpustakaan digital IAIN Surakarta ... 191 Gambar 4.22. : Prosedur Registrasi STAIN Salatiga ... 197

Gambar 4.23. : Laman rekapitulasi pertemuan yang sudah dicapai dosen . 200 Gambar 4.24. : Jalur Organisasi Mutu Layanan Akademik IAIN Surakarta 222

Gambar 4.25. : Jalur Organisasi Mutu Layanan Akademik STAIN Salatiga 223

Gambar 4.26. : Ruang lingkup monitoring dan evaluasi SIAKAD... 236 Gambar 4.27. : Model Hipotetik Manajemen Mutu Layanan Akademik Berbasis

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : SK Penunjukan Pembimbing Disertasi ... 276

Lampiran 2 : Surat Ijin Penelitian ... 278

Lampiran 3 : Kisi-kisi Instrumen ... 279

Lampiran A : Studi Dokumen ... 284

1. Profil Lembaga IAIN Surakarta ... 284

2. Layanan Akademik IAIN Surakarta ... 289

3. Profil Lembaga STAIN Salatiga ... 297

4. Layanan Akademik STAIN Salatiga ... 301

Lampiran B : Wawancara ... 305

1. Pimpinan PT ... 305

2. Penanggungjawab Akademik ... 309

3. Penanggungjawab TIK ... 314

4. Penjaminan Mutu ... 318

5. Pelaksana Akademik Fakultas ... 320

Lampiran C : Observasi ... 324

1. Hasil observasi sarana prasarana IAIN Surakarta ... 324

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perkembangan dalam dunia pendidikan telah mengalami peningkatan

yang cukup signifikan. Pendidikan telah menjadi bagian dari kebutuhan

primer masyarakat yang harus dipenuhi. Oleh karena itu pada saat ini hampir

tidak ada lagi masyarakat yang tidak mengenal pendidikan, meskipun berbeda

dalam jenjang yang mampu ditempuhnya. Pemerintah dalam hal ini juga telah

memberikan perhatian yang cukup tinggi terhadap peningkatan mutu pendidikan tinggi di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek,

diantaranya adalah terbitnya UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 tentang Perubahan terhadap

Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2014

tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan

Tinggi. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut dijelaskan system pengendalian

mutu dan standarisasi mutu Perguruan Tinggi dengan melibatkan Lembaga

Penjaminan Mutu pada perguruan tinggi sebagai penjamin mutu internal dan

Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) atau lembaga

akreditasi mandiri sebagai penjamin mutu eksternal (Pasal 6 ayat 1).

Malik Fadjar, sebagaimana dikutip Mujamil Qomar (2007)

menyarankan sekurang-kurangnya ada empat hal yang harus dilihat dalam gerak pendidikan, yaitu pertumbuhan (growth), perubahan (change),

pembaruan (development), dan keberlanjutan (sustainability).

Fenomena-fenomena ini akan berkembang secara dinamik sehingga menuntut kepekaan para manajer dalam merespons munculnya gejala-gejala tersebut, melalui

serangkaian penataan strategi baru yang kondusif dalam memajukan lembaga pendidikan Islam.

Salah satu faktor yang turut mempengaruhi laju perkembangan dalam

dunia pendidikan adalah pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi

(14)

communication technology (ICT) dewasa ini telah merambah hampir ke

seluruh lapisan masyarakat di dunia. Pemanfaatan TIK di dunia pendidikan bukan lagi dianggap sebagai sebuah pilihan, namun telah menjelma menjadi

kebutuhan mutlak yang harus dimiliki dan dimanfaatkan oleh perguruan tinggi

jika ingin meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikannya. Penerapan

teknologi dalam dunia pendidikan tinggi tidak hanya ada pada perguruan

tinggi berkelas internasional, tetapi sampai dengan perguruan tinggi yang

masih bertaraf lokal sekalipun telah menerapkannya. Yang membedakan

adalah tingkat pemanfaatan dan cakupan aspek atau layanan yang

menggunakan teknologi. Fokus penggunaan teknologi ini tidak saja untuk keperluan administrasi manajemen pendidikan, melainkan sebagai media

utama dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran, riset dan pengembangan, serta pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu

pembicaraan mengenai manajemen perguruan tinggi tidak dapat lepas dari

pembahasan mengenai TIK dan peranannya.

Mutu sebuah perguruan tinggi tidak dapat lepas dari mutu layanan

akademiknya. Keith Greiner dan Thomas S. Westbrook pernah melakukan penelitian dengan judul “Academic Service Quality and Instructional Quality” yang dilakukan di Leading Midwestern Private University. Penelitian tersebut

menghasilkan kesimpulan bahwa; (a) Persepsi mahasiswa tentang kualitas layanan akademik berkorelasi dengan persepsi mereka tentang kualitas

pembelajaran. (b) Pembelajaran yang dirasakan para mahasiswa, secara konstruk merupakan bagian dari kualitas layanan dan dapat juga keduanya

saling tumpang tindih. (c) Berbeda dengan konstruk pembelajaran, beberapa

konstruk kualitas layanan dideskripsikan sebagai human relationships yang juga konstruk kualitas pembelajaran. (d) Persepsi tentang kualitas layanan

akademik dan kualitas pembelajaran memiliki kesamaan antar berbagai karakteristik mahasiswa dari berbagai latar belakang demografi. (e) Layanan

bisnis dan sub skala pembelajaran memiliki kesamaan dari faktor-faktor yang

(15)

memperhatikan perspektif mahasiswa. (Journal of the First-Year Experience

and Students in Transition, Volume 14, Number 2, pages 7 – 30. Fall 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Muhammah Ehsan Malik, dkk dari

University of The Punjab, Pakistan dengan judul " The Impact of Service

Quality on Students’ Satisfaction in Higher Education Institutes of Punjab” memberikan hasil atau kesimpulan bahwa; kualitas layanan di Perguruan

Tinggi yang paling besar dipengaruhi oleh kepuasan mahasiswa dalam

berbagai dimensi.

Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan betapa pentingnya sebuah

layanan akademik di Perguruan Tinggi. Ketidakpuasan mahasiswa terhadap layanan yang diberikan Perguruan Tinggi akan mempengaruhi keberhasilan

penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran serta mempengaruhi kualitas lembaga secara keseluruhan. Oleh karena itu sudah semestinya layanan

akademik dilakukan secara baik, memenuhi semua harapan mahasiswa dan

mengutamakan aspek kualitas.

Fakta sementara yang ditemukan di lokasi penelitian pada saat

assessment awal, khususnya di IAIN Surakarta, kepuasan mahasiswa terhadap

layanan akademik yang dilakukan secara langsung oleh staff akademik masih

belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal ini ditunjukkan dari hasil

survey kepuasan mahasiswa terhadap layanan akademik yang dilakukan oleh Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) IAIN Surakarta pada awal tahun 2014.

Selain itu, di IAIN Surakarta sering dilakukan audiensi antara mahasiswa dengan pengelola akademik di tingkat fakultas. Hal-hal yang sering muncul

menjadi keluhan mahasiswa adalah masalah layanan akademik yang kurang

ramah, kurang cepat, dan kadangkala kurang akurat. Akibatnya banyak mahasiswa yang kurang puas merasa mendapatkan layanan yang baik.

Audiensi ini biasanya dilakukan setiap semester, dan kadangkala setahun sekali sebagai bagian dari proses monitoring dan evaluasi kinerja akademik

yang dilakukan fakultas.

Menurut pimpinan fakultas, kurangnya optimal layanan akdemik

(16)

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), rasio jumlah mahasiswa

dengan jumlah staff akademik mencapai 1:400. Sebenarnya beban tersebut akan terasa lebih ringan apabila dukungan sistem sudah berjalan secara

optimal. Namun demikian akan menjadi sangat berat apabila banyak layanan

yang masih dilakukan secara manual. Untuk itulah salah satu terobosan yang

dilakukan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) untuk mengurangi

beban kerja staff akademik adalah dengan memberikan anjungan layanan

mandiri untuk urusan surat menyurat yang dibutuhkan mahasiswa.

Fakta lain adalah adanya data akademik yang tidak sinkron antara data

yang dimiliki institut atau dalam hal ini bagian akademik di tingkat rektorat dengan data di bagian akademik fakultas. Di samping itu proses untuk

mendapatkan data masih sering kesulitan. Padahal jika semua data tersebut terinput ke dalam sistem informasi berbasis komputer online akan sangat

membantu. Kesulitan-kesulitan terkait akses data yang akurat tersebut

ditemukan ketika dilakukan penyusunan borang akreditasi program studi,

terjadi selisih data mahasiswa yang masuk, aktif, cuti, keluar pada tahun

tertentu. Akibatnya data menjadi kurang akurat dan menyulitkan proses

pengisian borang akreditasi.

Berangkat dari fakta tersebut, nampaklah pentingnya layanan

akademik yang handal, cepat, akurat, dan responsif. Dengan sistem akademik berbasis TIK memungkinkan terjadinya sistem layanan yang akurat, cepat,

bersifat massal, dan mudah dilakukan dari mana saja dan di mana saja selama ada jaringan internet. Di sinilah urgensi dari pengembangan layanan akdemik

berbasis TIK.

Di samping untuk meningkatkan kinerja akademik, tidak sedikit lembaga pendidikan yang menggunakan TIK sebagai brand emagenya dan

semua aktivitas akademik memanfaatkan TIK secara maksimal. Ada banyak contoh yang dapat dikemukakan untuk perguruan tinggi yang sudah

menerapkan TIK secara optimal. Misalnya Universitas Bina Nusantara

(UBINUS), Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM),

(17)

lainnya di Indonesia. Terbukti dengan penerapan TIK tersebut dapat

menaikkan emage lembaga di masyarakat. Bahkan peringkat webometrik dari website perguruan tinggi juga menjadi indikator dari emage lembaga yang

telah mampu dibangun secara baik.

Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2006), keterlibatan TIK dalam

dunia pendidikan sudah tidak dianggap sebuah pilihan, tetapi telah menjelma

menjadi kebutuhan mutlak yang harus dimiliki dan dimanfaatkan oleh

Perguruan Tinggi jika ingin meningkatkan kualitas pendidikannya.

Penggunaan TIK juga sangat bermanfaat bagi proses pembelajaran di

Perguruan Tinggi. Hal ini merupakan salah satu bentuk kepekaan lembaga dalam mencapai kesuksesan. Terkait dengan kepekaan ini, Etin Indrayani

(2011: 53) mengutip beberapa pendapat, di antaranya adalah Webb dan Pettigrew (Hoyt, 2007: 1) yang menyatakan bahwa kepekaan lembaga

(organizational responsiveness) merupakan isu utama yang menentukan

kesuksesan dalam berusaha. Selain itu, Kuratko et. al (2001: 44) dan Liao et.

Al. (2003) juga menyatakan bahwa kemampuan lembaga dalam menjawab

perubahan lingkungan dunia luarnya merupakan faktor utama yang

menentukan kinerja lembaga.

Pemanfatan TIK pada Perguruan Tinggi telah memberikan kesempatan

dan potensi untuk melakukan restrukturisasi sistem pembelajaran yang tidak hanya terbatasi oleh ruang kelas persegi empat. Untuk menggabungkan antara

teknologi dengan pendidikan, pertama kali kita harus melakukan pengembangan paradigma berfikir kita bahwa teknologi dapat dikembangkan

dalam pendidikan dan menyatu dengan sistem pendidikan (Chen, et.al., 2006).

Hal tersebut akan membawa peningkatan perubahan sistem pendidikan, dan penggunaan teknologi dalam pendidikan tersebut sering dipahami dengan

penerapan perubahan baru dalam pendidikan menggunakan e-learning (electronic learning). Istilah lain yang berdekatan dan kadang dianggap sama,

adalah distance learning (pembelajaran jarak jauh).

Penelitian yang dilakukan di Taiwan terhadap pemanfaatan ICT yang

(18)

pemanfaatan ICT telah mampu meningkatkan motivasi belajar para peserta

didik. Di samping itu, para peserta didik juga dapat melakukan pengembangan dan eksplorasi terhadap topik yang dipelajari. Sementara itu model

pembelajaran yang dikembangkan adalah cooperative learning dengan

menerapkan problem based learning. (Educational Technology and Society,

vol. 11 no. 3, Juli 2008: 52).

Konsep yang ideal tersebut ternyata dalam kenyataannya di Perguruan

Tinggi Agama Islam masih belum banyak dimanfaatkan secara optimal.

Pengembangan pembelajaran berbasis TIK dengan bentuk e-learning ataupun

distance learning masih belum banyak atau bahkan mungkin belum ada yang

menerapkan sesuai konsep aslinya. Sebagai bukti, misalnya dalam website

PTAIN biasanya ada menu e-learning, tetapi ketika dicoba diklik untuk dibuka, isinya hanya bahan-bahan ajar yang belum terintegrasi dan terprogram

secara lengkap dalam bentuk e-learning yang sesungguhnya. Yang ada lebih

pada penyiapan bahan-bahan secara digital, tetapi proses pembelajaran belum

difasilitasi dengan program tersebut. Hal tersebut sebenarnya merupakan bukti

adaya potensi pada PTAI untuk mengembangkan konsep e-learning atau

distance learning secara lebih optimal. Tentu saja tanpa harus meninggalkan

kaidah-kaidan atau ketentuan-ketentuan tentang penyelenggaraan perguruan

tinggi yang ditetapkan dari Direktorat Pendidikan Tinggi Islam (Diktis) dan Kementerian Pendidan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai rujukan

utamanya.

Sebenarnya pengembangan TIK di Perguruan Tinggi telah ditekankan

oleh UNESCO dalam kaitannya dengan upaya menciptakan masyarakat

berbasis pengetahuan. Sebagaimana dituangkan dalam misi UNESCO, upaya menciptakan maarakat berbasis pengetahuan mempersyaratkan penerapan TIK

sesuai dengan konteksnya. Spektrum dan domain dunia pendidikan, terutama di tingkat perguruan tinggi, dalam konteks strategi pengembangan TIK di

dunia pendidikan mencakup empat peran; yaitu meningkatkan e-literacy

masyarakat, mengurangi dampak digital gap, melahirkan daya saing nasional,

(19)

Apabila kembali kepada prinsip dasar dari penyelenggaraan Perguruan

Tinggi, terdapat 3 (tiga) proses inti pendidikan atau core processes yang terjadi di perguruan tinggi, yaitu: pengajaran (teaching), penelitian (research),

dan pelayanan (services). Dilihat dari ilmu manajemen, ketiga proses ini

merupakan produk dan jasa atau core products and services yang ditawarkan

institusi kepada para pelanggannya. Agar perguruan tinggi dapat secara efektif

menyelenggarakan ketiga proses tersebut, maka perlu ditunjang sejumlah

aktivitas pendukung terkait dengan hal-hal seperti; administrasi akademis,

keuangan dan akuntansi, sumber daya manusia, infrastruktur kampus, dan

sebagainya.

Dalam konteks layanan akademik, pemanfaatan TIK dapat

memberikan efisiensi dan efektifitas yang sangat besar. Di antaranya adalah penghematan dari segi penggunaan kertas, pengurangan kebutuhan SDM staff,

dan percepatan layanan sehingga tidak membutuhkan banyak waktu. Dengan

penggunaan layanan akademik berbasis online, memungkinkan untuk

mengurangi bahkan meninggalkan segala jenis penggunaan kertas (paperless).

Semua jenis form dan aplikasi akademik dilakukan secara online dan digital.

Dengan demikian proses layanan juga dapat dilakukan secara cepat, akurat,

dan dapat dilakukan kapan saja dan dari mana saja selama terdapat akses

internet. Otomatisasi program telah memungkinkan layanan dilakukan secara mandiri oleh masing-masing stakeholder. Setidaknya terdapat 8 (delapan)

stakeholder yang memiliki keterkaitan erat dengan proses inti maupun

aktivitas penunjang dari sebuah perguruan tinggi. Adapun stakeholder yang

dimaksud adalah; mahasiswa, alumni, dosen, industri, komunitas, yayasan,

karyawan, pemerintah, dan institusi pendidikan lain. Dari kedelapan stakeholder tersebut, yang paling merasakan manfaat sistem layanan akademik

secara langsung adalah mahasiswa, karyawan, dan dosen.

Upaya efisiensi dengan TIK mestinya dapat dilakukan secara optimal,

yaitu dengan mengoptimalkan penggunaan soft document. Dengan layanan

internet, maka sebuah lembaga pendidikan tidak harus memiliki komputer

(20)

dokumennya. Dengan sistem website, memungkinan sebuah lembaga yang

hanya memiliki komputer dengan spesifikasi sederhana selama dapat digunakan untuk akses internet, dapat menyimpan dokumen yang sangat besar

dan relatif aman.

IAIN Surakarta saat ini telah memiliki jumlah mahasiswa yang cukup

banyak. Jika dilihat dari perbandingan jumlah mahasiswa dengan jumlah staff

akademik yang ada maka tidak ideal, sehingga pilihan menggunakan layanan

akademik berbasis TIK sangat tepat dan mendesak untuk diterapkan secara

optimal. Apalagi IAIN Surakarta semenjak alih status dari STAIN menjadi

IAIN cukup pesat perkembangkan jumlah mahaiswanya. Berdasarkan borang akreditasi IAIN Surakarta dan STAIN Salatiga tahun 2008 dan 2014 diperoleh

data sebagai berikut:

Tabel 1.1.

Perbandingan mahasiswa dan staff akademik

Tahun IAIN Surakarta STAIN Salatiga

Staff Mhs Baru Staff Mhs Baru

2012 65 1391 43 1043

2014 79 1783 47 1096

Peningkatan 18% 22% 6% 5%

Dari total staff pada masing-masing PT tersebut masih didistribusikan

pada berbagai bagian. Dan untuk bagian akademik di IAIN Surakarta sekitar

25 orang, sementara di STAIN Salatiga sekitar 15 orang. Dengan demikian

perbandingan antara staff dengan mahasiswa baru adalah 1:71 untuk IAIN

Surakarta dan 1:73 untuk STAIN Salatiga. Sementara data tersebut hanya

untuk mahasiswa baru saja. Jika asumsi peningkatan jumlah mahasiswa di IAIN Surakarta sekitar 20% per tahun, maka kebutuhan staff akan sangat

banyak. Oleh karena itu penerapan TIK dalam layanan akademik menjadi

sangat urgen dan strategis untuk dikembangkan.

Sayangnya, penerapan TIK di PTAI secara umum masih cenderung

(21)

proses layanan akademik, tetapi masih menggunakan paper based document

juga sebagai persyaratan-persyaratan administrasi akademik. Akibatnya justru mahasiswa melakukan proses akademik dua kali, yaitu pertama melalui

sistem, dan kedua menggunakan dokumen print out dari sistem tersebut. Hal

ini juga masih terjadi di IAIN Surakarta dan STAIN Salatiga. Misalnya dalam

prosedur pengisian KRS yang masih menggunakan dua jalur, yaitu online dan

printout. Di IAIN Surakarta hal ini dituangkan dalam Pedoman Prosedur

Pengisian KRS, dan di STAIN Salatiga dituangkan dalam Prosedur Registrasi.

Dengan demikian efisiensi belum dapat didapatkan meskipun sudah

menerapkan TIK dalam layanan akademik.

Kebijakan di lingkungan Direktorat Perguruan Tinggi Islam pada saat

ini telah mengharuskan setiap perguruan tinggi agama untuk menggunakan fasilitas internet dalam melakukan Evaluasi Program Studi (EVAPRODI) atau

yang disebut dengan Evaluasi Program Studi Berbasis Evaluasi Diri

(EPSBED). Program ini dimaksudkan untuk mendorong percepatan PTAI

untuk meningkatkan mutu khususnya membantu peningkatan akreditasi.

Dengan komputerisasi yang dilakukan dalam pengelolaan database akademik,

seharusnya akan sangat membantu dalam mendapatkan data secara mudah,

akurat, dan membantu dalam proses akreditasi. Kebijakan peningkatan mutu

PT sebagaimana disebutkan dalam pasal 52 ayat 2 Undang-Undang RI No. 12 Tahun 2012 terdiri atas dua sistem, yaitu Sistem Penjaminan Mutu Internal

(SPMI) yang dikembangkan oleh Perguruan Tinggi, dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME) melalui akreditasi. Di samping itu, pada pasal 52 ayat

4 juga dijelaskan bahwa penjaminan mutu perguruan tinggi didasarkan pada

Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT). Dengan demikian, PDPT memiliki fungsi yang strategis dalam meningkatkan mutu PT.

Berdasarkan fakta yang ada, akreditasi program studi di lingkungan PTAIN masih belum memuaskan. Sebagai contoh, data yang diambil dari

BAN PT pada awal tahun 2014 menunjukkan bahwa, untuk program studi di

lingkungan PTAIN, dari 107 data yang ditemukan melalui program searching

(22)

Tabel 1.2

Data Akreditasi Program Studi pada PTAIN Tahun 2014

NO STATUS AKREDITASI JUMLAH PRODI

1 Terakreditasi A 3

2 Terakreditasi B 83

3 Terakreditasi C 21

Total Program Studi 107

Yang sudah kadaluwarsa 52

Data tersebut menunjukkan bahwa mutu lembaga PTAI secara umum

masih perlu ditingkatkan. Akreditasi adalah salah satu bukti standarisasi mutu yang dilakukan oleh pihak eksternal yang di antaranya adalah mengukur

kinerja layanan akademik. Masih banyaknya program studi yang berakreditasi C menunjukkan bahwa lembaga tersebut masih sangat perlu ditingkatkan

mutunya. Apalagi jika melihat prosentase program studi yang mendapatkan

akreditasi A hanya tiga dari 107 program studi atau sekitar 3% saja. Sementara

jika dilihat dari status akreditasi program studi yang sudah kadaluwarsa atau

sudah berakhir masa berlaku akreditasinya sangat besar yaitu 52 prodi atau

49%. Hal ini juga menunjukkan bahwa pengelola PTAIN masih banyak yang

belum melakukan re-akreditasi tepat waktu. Oleh karena itu dibutuhkan

komitmen yang kuat dari pimpinan PTAIN untuk melakukan berbagai upaya guna menaikkan mutu lembaga. Di antara program studi yang ada di IAIN

Surakarta pada tahun 2008 masih ada tiga yang mendapat nilai akreditasi C, namun kemudian tahun 2014 semuanya mendapat nilai B, dan belum ada yang

bernilai A.

Dengan gambaran awal tersebut, dapat dikatakan bahwa sistem informasi akademik sebagai bagian dari program layanan akademik telah

(23)

kemampuan software yang dikembangkan, maupun dampak dari implementasi

TIK dalam layanan akdemik tersebut dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pendidikan. Dengan melihat pada realitas

tersebut, maka perlu dikaji secara lebih mendalam tentang manajemen mutu

layanan akademik terebut dilihat dari sistem pengelolaannya, mulai dari

proses perencanaan, pengorganisasian, penerapan, dan sistem pengendalian

dari layanan akademik berbasis TIK tersebut.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasi masalahnya sebagai berikut:

1. Kebijakan pimpinan PT dalam penerapan manajemen mutu layanan akademik berbasis TIK seringkali kurang tegas dan konsisten, sehingga

dalam proses yang sudah cukup lama, penggunaan SIAKAD masih juga

belum terimplementasi secara optimal.

2. Proses manejemen mutu di IAIN Surakarta masih belum nampak optimal

dilihat dari kesiapan kelembagaan dan kelengkapan instrumen yang ada

sampai saat ini, sehingga proses pengendalian mutu kemungkinan juga

tidak dapat berjalan secara optimal.

3. Adanya perubahan ortaker di IAIN Surakarta yang terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama, mengakibatkan proses penataan struktur

kelembagaan mengalami beberapa kali perubahan.

4. Implementasi mutu layanan akademik dengan SIAKAD masih banyak

menemui kendala di tingkat pengguna, bahkan juga di tingkat

pengelolanya.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan atas beberapa permasalahan tersebut, penelitian ini

difokuskan pada masalah bagaimana optimalisasi manajemen mutu layanan

akademik dengan menerapkan SIAKAD di IAIN Surakarta dilihat dari aspek

(24)

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses kebijakan manajemen mutu layanan akademik berbasis

TIK di PTAIN?

2. Bagaimana proses perencanaan mutu layanan akademik berbasis TIK pada

PTAIN?

3. Bagaimana proses pengorganisasian mutu layanan akademik berbasis TIK

pada PTAIN yang efektif?

4. Bagaimana proses implementasi mutu layanan akademik berbasis TIK

pada PTAIN yang efektif?

5. Bagaimana proses pengendalian mutu layanan akademik berbasis TIK

pada PTAIN?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk:

1. Mendeskripsikan dan menganalisis proses kebijakan PTAIN terkait

penerapan manajemen mutu layanan akademik berbasis TIK.

2. Mendeskripsikan dan menganalisis proses perencanaan manajemen mutu

layanan akademik berbasis TIK pada PTAIN.

3. Mendeskripsikan dan menganalisis proses pengorganisasian mutu layanan akademik berbasis TIK pada PTAIN yang efektif.

4. Menganalisis dan mengembangkan proses implementasi mutu layanan akademik berbasis TIK pada PTAIN yang efektif.

5. Menganalisis dan mengembangkan proses pengendalian mutu layanan

akademik berbasis TIK pada PTAIN.

F. Manfaat/Signifikansi Penelitian

Manfaat/signifikansi dari penelitian ini di antaranya adalah:

(25)

a. Sebagai masukan terhadap pengembangan teori terkait dengan

manajemen mutu pendidikan dan penyelenggaraan Perguruan Tinggi yang berbasis pada TIK.

b. Sebagai tambahan referensi untuk kajian-kajian terkait dengan

implementasi manajemen mutu layanan akademik di Perguruan Tinggi

secara umum, dan khususnya implementasi TIK dalam layanan

akademik.

c. Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya agar lebih mendalam dan

spesifik pada aspek-aspek terkait dengan mutu layanan akademik

berbasis TIK.

2. Dalam konteks praktis, penelitian ini memiliki manfaat antara lain:

a. Penelitian ini akan memberikan gambaran tentang kesiapan IAIN Surakarta dalam mengimplementasikan mutu layanan akademik

berbasis TIK dilihat dari berbagai aspek yang secara langsung terkait.

b. Dari segi kebijakan, dapat memberikan gambaran secara lebih detail

tentang persoalan-persoalan yang menjadi kekuatan dan kelemahan

IAIN dalam rangka lebih mengefektifkan implementasi mutu layanan

akademik berbasis TIK. Dengan demikian data tersebut dapat

dijadikan landasan objektif dalam mengambil kebijakan terkait dengan

pengembangan TIK di IAIN Surakarta secara menyeluruh.

c. Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam

pengembangan Perguruan Tinggi yang berbasis TIK. Perkembangan kebijakan dari pemerintah khususnya di bidang pendidikan, telah

memberikan penekanan yang kuat terhadap pemanfaatan TIK dalam

pengembangan perguruan tinggi. Berbagai program yang diluncurkan Dirjend Pendidikan Islam, baik yang berada pada Direktorat

Pendidikan Tinggi Islam, maupun direktorat lainnya, telah menggunakan prosedur digital dan online. Untuk itu perguruan tinggi

juga harus mengembangkan TIK di kampus agar aksesibilitas para

civitas akademika terhadap informasi dan peluang-peluang

(26)

d. Dapat dijadikan informasi bagi para pelaksana layanan akademik

berbasis TIK agar layanan akademik dan penyelenggaraan pendidikan dapat dilaksanakan secara lebih efektif dan efisien dengan tetap

(27)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek/Informan Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri

(PTAIN) yang berada di wilayah Jawa Tengah. Pemilihan lokasi ini

didasarkan pada pertimbangan bahwa di daerah Jawa Tengah saat ini terdapat

2 IAIN dan 4 STAIN dengan kultur yang relatif sama. Ke dua IAIN tersebut

adalah IAIN Walisongo Semarang dan IAIN Surakarta. Sedangkan keempat

STAIN tersebut adalah STAIN Salatiga, STAIN Kudus, STAIN Pekalongan,

dan STAIN Purwokerto. Dari aspek kewilayahan, Jawa Tengah memiliki

jumlah Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri yang cukup banyak

dibandingkan daerah/propinsi lain di Indonesia.

Dilihat dari karakteristiknya, IAIN lebih dekat dengan UIN, sedangkan

STAIN memiliki karakteriistik yang agak berbeda. Hal ini disebabkan karena

kewenangan, struktur organisasi, dan jalur administrasi akademik yang

cenderung lebih sederhana dibandingkan dengan IAIN dan UIN. IAIN

Walisongo termasuk IAIN yang sudah cukup tua dilihat dari waktu berdirinya,

sedangkan IAIN Surakarta termasuk IAIN termuda karena baru beralih status

dari STAIN Surakarta menjadi IAIN Surakarta pada tanggal 3 Januari 2011

berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 1 tahun 2011. Dengan pertimbangan

tersebut, maka pemilihan lokasi untuk wilayah Jawa Tengah dipilih pada

(28)

Lebih dari itu, kedua lembaga tersebut telah memiliki berbagai fasilitas

yang mendukung implementasi TIK dalam berbagai aspek, termasuk dalam

bidang layanan akademik. Kedua lembaga tersebut juga memiliki kemiripan

dalam sistem yang dikembangkan, juga berbagai persoalan yang dihadapi

dalam implementasinya yang pada umumnya belum berjalan secara optimal

sebagaimana desain awal pengembangan TIK tersebut. Salah satu fakta yang

ada, di IAIN Surakarta tahun 2013 masih terdapat beberapa program studi

berakreditasi C. Hal ini juga terjadi di beberapa PTAIN lain. Sementara TIK

mestinya dapat menunjang akreditasi apabila dimanage secara optimal.

Dengan demikian diharapkan kedua lembaga tersebut dapat memberikan

gambaran tentang IAIN dan STAIN secara lebih lengkap dengan berbagai

problematikanya sehingga dapat dirumuskan sebuah model implementasi

manajemen mutu layanan akademik berbasis TIK yang sesuai dengan

karakteristik PTAIN secara umum.

Terkait dengan lokasi yang akan dijadikan fokus dalam penelitian,

yaitu IAIN Surakarta dan STAIN Salatiga, secara singkat dapat dideskripsikan

sebagai berikut:

1. IAIN Surakarta

IAIN Surakarta pada awalnya adalah cabang dari IAIN Walisongo

di Surakarta. Kemudian pada tahun 1997 berubah menjadi STAIN

Surakarta, dan pada tahun 2011 beralih status lagi menjadi IAIN

Surakarta. Sejak tahun 2007, IAIN Surakarta (yang dulu masih bernama

(29)

teknologi ini, semua area di dalam kampus IAIN telah memiliki akses

kepada internet. Pada tahun 2008, bahkan IAIN Surakarta telah

menyatakan diri sebagai satu-satunya perguruan tinggi agama Islam

Negeri di wilayah Karesidenan Surakarta yang berbasis TIK. Keinginan

untuk mengembangkan teknologi ini ditindaklanjuti pada tahun 2010 yang

mengalokasikan anggaran untuk pengembangan TIK sebesar hampir 4

milyar atau lebih dari 10% dari total anggaran STAIN Surakarta saat itu.

Salah satu yang diprioritaskan adalah pembangunan gedung laboratorium

terpadu dan pusat TIK, serta penggantian jaringan wifi dengan jaringan

kabel serat optic. Pada tahun 2013 dan 2014 kebijakan alokasi anggaran

untuk pengembangan TIK masih terus dipertahankan, meskipun

prosentasenya saat ini hanya sekitar 5% karena tidak lagi berorientasi

pengembangan fisik tetapi lebih ke pengembangan software, SDM, dan

implementasinya.

Kebijakan pengalokasian anggaran yang cukup besar tersebut

seharusnya mampu memberikan peningkatan mutu lembaga khususnya

dalam bidang TIK. Salah satu wujud dari implementasi TIK dalam

penyelenggaraan IAIN Surakarta adalah diimplementasikannya Sistim

Informasi Administrasi Akademik (SIAKAD) yang merupakan bentuk

layanan administrasi akademik secara online. Proses layanan akademik ini

diperuntukkan bagi seluruh civitas akedemika IAIN Surakarta dengan cara

login pada alamat sesuai klasifikasi penggunanya, yaitu untuk mahasiswa

(30)

alamat: siakad.iain-surakarta.ac.id\dosen, sedangkan untuk operator atau

para staff akademik pada alamat: siakad.iain-surakarta.ac.id\baa. Namun

demikian sampai pertengahan tahun 2012 implementasi TIK belum

mampu mewarnai budaya organisasi dan budaya mutu di IAIN Surakarta.

Hal ini dapat dilihat dari data sampai tahun 2012 yang menunjukkan

bahwa proses layanan akademik masih banyak yang manual seperti KRS,

registrasi, jadwal perkuliahan, jadwal ujian, dan presensi mahasiswa. Di

samping itu, website belum dikelola secara baik dengan jarangnya

dilakukan update data dan informasi.

Pada akhir tahun 2012, yaitu memasuki tahun akademik

2012/2013, sudah ada komitmen dari pimpinan dalam bentuk instruksi

kepada semua fakultas agar seluruh layanan akademik terkait dengan

administrasi kemahasiswaan sudah dilakukan secara online. Jenis layanan

tersebut meliputi pendaftaran mahasiswa baru, registrasi, pengisian KRS,

pencetakan HSS, jadwal perkuliahan, jadwal ujian, input jurnal

perkuliahan dan presensi mahasiswa, input nilai dari dosen, pencetakan

transkrip nilai, dan berbagai bahan seperti Satuan Acara Perkuliahan dan

bahan ajar dimasukkan ke SIAKAD. Meskipun demikian khusus untuk

bahan-bahan ajar belum dapat dilakukan secara maksimal pada tahun

akademik tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan data di SIAKAD yang

hanya sekitar 2% dosen yang mengupload bahan ajarnya ke dalam

(31)

Jika dilihat dari proses tersebut, nampaknya faktor kebijakan sudah

berpihak pada implementasi layanan akademik berbasis TIK. Meskipun

demikian, sampai pada tahun 2014 proses impelentasi SIAKAD tersebut

belum juga tuntas. Hal ini dilihat dari proses akademik yang masih juga

belum sepenuhnya berbasis TIK. Ada beberapa layanan yang semestinya

dapat menggunakan TIK tetapi masih dilakukan secara semi manual atau

menggunakan dua proses, yaitu online dan manual, seperti pengisian KRS

dan perwalian. Meskipun demikian hasil akreditasi dari program studi di

IAIN Surakarta pada tahun 2014 seluruhnya berakreditasi B. Meskipun

belum ada yang A, tetapi telah mengalami peningkatan dibandingkan

tahun sebelumnya yang masih memiliki 4 prodi berakreditasi C.

Keberadaan Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) di IAIN Surakarta

juga termasuk masih baru dan sampai saat ini belum benar-benar mapan.

Oleh karena itu keterlibatan LPM dalam mengawal mutu layanan

akademik masih sebatas membuat Standar Prosedur seperti Perkuliahan

dan pengisian KRS. Sementara itu untuk fungsi control atau kendali mutu

seperti audit kinerja dan audit internal belum banyak dilakukan. Kondisi

tersebut menarik untuk dikaji secara seksama, faktor apa yang sebenarnya

menjadi persoalan dan kendala sehingga perlu segera ditemukan alternatif

model manajemen mutu layanan akademik yang sesuai dengan

karakteristik lembaga sehingga mampu menjawab persoalan yang ada di

(32)

2. STAIN Salatiga

STAIN Salatiga adalah salah satu PTAI yang pada awalnya adalah

fakultas daerah dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang kemudian

diserahkan kepada IAIN Walisongo Semarang berdasarkan SK Menteri

Agama Nomor 30 Tahun 1970 tanggal 16 April 1970. Berdasarkan

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1997, maka

secara yuridis mulai tanggal 21 Maret 1997 Fakultas Tarbiyah IAIN

Walisongo Salatiga beralih status menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam

Negeri (STAIN) Salatiga. Sesuai dengan keputusan itu, STAIN tetap

didudukkan sebagai perguruan tinggi di bawah naungan Departemen

Agama Republik Indonesia yang menyelenggarakan pendidikan akademik

dan/atau profesional dalam disiplin ilmu pengetahuan agama Islam.

Sebagai salah satu bentuk satuan Pendidikan Tinggi, STAIN Salatiga

masih tetap pula memiliki kedudukan dan fungsi yang sama dengan

institut maupun universitas negeri lainnya (http://stainsalatiga.ac.id/about/

sejarah).

Hal yang menjadikan lokasi tersebut dianggap layak untuk diteliti

adalah karena di STAIN Salatiga sudah cukup lama menerapkan TIK

dalam layanan akademik. Pengembangan sistem informasi administrasi

akademik (SIAKAD) di STAIN Salatiga sudah dimulai sejak tahun 1997

dengan software berbasis under dos, kemudian diperbaiki pada tahun 2002

dengan menggunakan jaringan Local Area Network (LAN), dan terakhir

(33)

berdasarkan publikasi Webometrics per Januari 2014, ada 6 PTAIN masuk

100 besar Perguruan Tinggi terbaik di Indonesia. Dalam rangking yang

diekspose tersebut diketahui bahwa UIN Malang masuk dalam rangking

23 Indonesia (2058 dunia), menyusul selanjutnya adalah UIN Surabaya

(45/3785), UIN Jakarta (54/4485), UIN Yogyakarta (72/5914), STAIN

Salatiga (74/5960), dan IAIN Semarang (98/7849). Dari data tersebut

dapat diketahui bahwa STAIN Salatiga memiliki peringkat yang cukup

baik khususnya di lingkungan PTAIN di Jawa Tengah menempati urutan

teratas di atas dari IAIN Walisongo Semarang.

SIAKAD ini diterapkan dalam semua jenis layanan akademik

kepada mahasiswa. Dengan demikian mahasiswa dapat melakukan

pendaftaran, registrasi, pendaftaran matakuliah (KRS), melihat hasil nilai

(HSS) maupun transkrip nilai akademik, jadwal perkuliahan, presensi

perkuliahan, presensi dosen, dan sebagainya. Alamat untuk mengakses

sistem informasi layanan akademik online ini adalah:

http://akademik.stainsalatiga.ac.id/mandiri/#.

Meskipun demikian, jika dilihat dari jenis layanan yang diberikan

masih juga belum memanfaatkan seluruh yang ada di SIAKAD. Misalnya

dalam hal penerapan layanan e-learning dan masih juga menggunakan

proses manual di samping proses online, terutama dalam hal pengisian

KRS. Mengingat akan potensi yang dimiliki cukup besar, maka masih

sangat mungkin untuk dilakukan berbagai penataan dan pengembangan

(34)

Penelitian ini berorientasi untuk menemukan pola manajemen mutu

layanan akademik yang saat ini sudah ada dengan berbagai kekurangan dan

kelebihannya, kemudian mengembangkan model hipotetik yang lebih baik.

Dengan demikian penelitian ini berkaitan penjaminan mutu layanan akademik

mulai dari kebijakan, perencanaan, pengorganisasian, implementasi, dan

pengendaliannya. Dari kebutuhan data tersebut, maka subjek dalam penelitian

ini adalah para pembuat kebijakan dan pengelola Perguruan Tinggi yang

memiliki kewenangan dalam menentukan arah pengembangan mutu

pembelajaran berbasis TIK dan implementasi e-learning di perguruan tinggi

serta para pengelola dan pengguna layanan akademik berbasis TIK. Dengan

demikian, maka yang menjadi subjek dalam penelitian ini dapat dipetakan

sebagaimana dalam tabel berikut:

(35)

layanan

Di samping subjek penelitian tersebut, juga ditentukan beberapa

informan yang berfungsi untuk memperkaya informasi yang dibutuhkan dalam

penelitian, sekaligus sebagai pembanding dan validasi terhadap informasi

yang diperoleh. Informan dalam penelitian ini adalah orang-orang yang

memiliki pengetahuan baik terlibat secara langsung maupun tidak langsung

dengan penyelenggaraan manajemen mutu layanan akademik berbasis TIK.

Sedangkan informan dalam penelitian ini adalah para staf LPM/UPMA, staf

PTIPD/UTIPD, para staff akademik, dosen, dan mahasiswa di IAIN Surakarta

dan STAIN Salatiga. Proses pemilihan informan ini dilakukan secara selektif

dengan pertimbangan bahwa mereka yang dipilih adalah yang benar-benar

memiliki informasi terkait dengan penelitian. Di samping itu juga dipilih

informan secara acak terutama dari kalangan dosen dan mahasiswa untuk

mengetahui tingkat pengetahuan civitas akademika terhadap pengembangan

dan implementasi layanan akademik berbasis TIK pada perguruan tinggi

mereka.

Pemilihan informan mengikuti pola bola salju (snow ball sampling).

Bila pengenalan dan interaksi sosial dengan responden berhasil maka

(36)

secara tidak langsung olehnya. Dalam penelitian kualitatif tidak ditentukan

adanya jumlah dari sampel yang diteliti, yang ada hanyalah sumber data

penelitian. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Djam’an Satori (2007).

Dalam penelitian ini, sumber data penelitian atau informan ditentukan

berdasarkan kebutuhan terhadap informasi atau data yang terkait langsung

dengan fokus masalah. Oleh karena itu informan yang dipilih adalah dosen,

staff akademik, dan mahasiswa. Prinsip pengambilan informan adalah

ketercukupan data, sehingga tidak semua data diambil dari semua informan,

tetapi dari sumber datanya langsung.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini didesain dengan pendekatan penelitian deskriptif

kualitatif dengan model studi kasus. Istilah metode kualitatif sering juga

disebut dengan ”fieldwork, naturalistic dan etnographic, inner perspective, interpretive, ecological, case study, descriptive” (Bogdan dan Biklen,

2007:3). Secara garis besar langkah-langkah penelitian kualitatif dilakukan

dengan desain yang saling berkesinambungan karena penentuan sampel yang

bersifat purposif, pengumpulan data dan analisis data dilakukan secara

simultan dan bukan terpisah-pisah. Dalam penelitian kualitatif tidak ada

desain yang baku, karena desain penelitian kualitatif dapat berkembang seiring

dengan dinamika data yang dikumpulkan. Dalam ungkapan Lincoln dan Guba

(1985), kecenderungan rancangan penelitian yang terus-menerus mengalami

(37)

rancangan membaharu (emergent design). Bogdan dan Taylor (1975: 126)

menegaskan agar para peneliti sosial mendidik (educate) dirinya sendiri. "To

be educated is to learn to create a new. We must constantly create new

methods and new approaches". Hal ini berarti bahwa dalam penelitian

kualitatif dimungkinkan seorang peneliti menemukan metode dan pendekatan

baru karena menyesuaian dengan karakteristik objek yang diteliti dan data

yang dikumpulkan.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini mengadopsi dari

bagan penelitian kualitatif yang dikemukakan oleh Sukmadinata (2007: 100)

sebagai berikut.

Gambar 3.1. Desain Penelitian

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan

studi kasus. Penggunaan metode penelitian ini dengan alasan:

1. Metode kualitatif dipilih karena dalam penelitian kualitatif bentuk desain

penelitian dimungkinkan bervariasi. Hal ini dikarenakan sesuai dengan

bentuk alami penelitian kualitatif itu sendiri yang mempunyai sifat Identifikasi,

perumusan, dan pembatasan masalah

Penentuan sample purposif dan

penyusunan pertanyaan pokok

Pengumpulan data dan interpretasi

data

(38)

emergent dimana phenomena muncul sesuai dengan prinsip alami

yaitu pehenomena apa adanya sesuai dengan yang dijumpai oleh seorang

peneliti dalam proses penelitian di lapangan. Hal ini sejalan dengan

pendapat Sugiyono (2008) bahwa metode kualitatif juga sering disebut

metode penelitian naturalistik atau etnographi. Begitu juga Catherine

Marshal (1995) yang mengartikan riset kualitatif sebagai suatu proses yang

mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai

kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia.

2. Peneliti ingin mengetahui kondisi objektif dari objek yang diteliti,

sehingga yang dilakukan adalah memotret dan mendeskripsikan objek

tanpa memberikan perlakukan khusus terhadap objek yang diteliti. Dalam

penelitian kualitatif deskriptif, objek yang diteliti berusaha untuk

dideskripsikan secara objektif melalui berbagai sumber dan menggunakan

berbagai metode, kemudian dilakukan analisis. Hal inii dapat dilakukan

karena penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian

misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara

holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,

pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan

berbagai metode alamiah. Hal ini sejalan dengan pendapat McMillan dan

Schumacher (2001) bahwa tujuan dari penelitian kualitatif adalah konsen

terhadap pemahaman fenomena sosial dari perspektif partisipan.

(39)

berbagai kontek dan mengungkap makna dari berbagai situasi dan

peristiwa yang dialami para partisipan.

3. Penelitian menggunakan model studi kasus karena apa yang diteliti

sebenarnya sesuatu yang sudah umum diterapkan di semua PTAIN, tetapi

pada lembaga yang dipilih memiliki kekhasan yang belum tentu dimiliki

oleh PTAIN lainnya. Misalnya dalam hal kebijakan anggaran yang

dilakukan oleh IAIN Surakarta untuk investasi dalam infrastruktur TIK,

begitu juga peringkat webometric yang dimiliki STAIN Salatiga sebagai

salah satu dari 6 PTAIN di Indonesia dan satu-satunya STAIN di

Indonesia yang mampu menembus 100 besar rangking webometrik PT di

Indonesia, bahkan lebih tinggi dari IAIN Walisongo Semarang dan hanya

2 peringkat di bawah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dengan keunikan

tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan model studi kasus.

D. Definisi Operasional

Penelitian ini memiliki beberapa kata kunci yang sekaligus merupakan

fokus utama dari penelitian. Masing-masing dari istilah tersebut perlu

dijelaskan agar dalam proses penelitian tidak terjadi kesalah pahaman dan

kekeliruan dalam pengumpulan data dan analisisnya. Di antara istilah yang

perlu dijelaskan adalah:

1. Kebijakan PTAIN tentang manajemen mutu layanan akademik berbasis

(40)

Perguruan Tinggi merupakan salah satu bentuk layanan publik. Dengan

demikian kebijakan pimpinan Perguruan Tinggi juga masuk dalam

kategori kebijakan publik. Menurut Anderson (1994: 4-5), yang dimaksud

dengan kebijakan publik (public policy) adalah:

In general usage, the term policy designates the behavior of some actor or set of actors, such as an official, a governmental agency, or a legislature, in an area of activity such as public transportation or consumer protection. Public policy also maybe viewed as whatever governments choose to do or not to do. One definition holds that public policy, “broadly defined”, is “the relationship of a governmental unit to environment.” Such a definition is so broad as to leave most student uncertain of its meaning: it could encompass almost anything.

Artinya bahwa kebijakan (policy) adalah pernyataan kehendak suatu pihak

sebagai aktor, seperti pemerintah yang mengandung maksud dan tujuan

tertentu, dan secara konsisten dinyatakan dalam rangka mengatasi

masalah-masalah yang berhubungan dengan kepentingan publik (orang

banyak). Sedangkan implementasi kebijakan tersebut akan menimbulkan

dampak atau konsekuensi terhadap perilaku tertentu pada individu maupun

kelompok sosial yang terkait atau berkepentingan dengan implementasi

kebijakan tersebut.

Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kebijakan PT adalah, berbagai hal

yang terkait dengan orientasi pengembangan PT yang tertuang dalam

berbagai dokumen. Di antaranya adalah pada Rencana Induk

Pengembangan (RIP), Rencana Strategis (Renstra), Rencana Kerja Tahuan

(RKT), Rencana Operasional (Renop), berbagai peraturan dan keputusan

(41)

kegiatan atau program yang ditetapkan, khususnya yang terkait dengan

implementasi manajemen mutu layanan akademik berbasis TIK. Khusus

terkait dengan kebijakan mutu, dapat juga dilihat dari dokumen

penjaminan mutu yang ada di PT yang berupa kebijakan mutu, manual

mutu, dan pedoman prosedur.

2. Perencanaan sistem layanan akademik berbasis TIK

Perencanaan merupakan proses penyusunan program. Teow Ek dan Cheng

(1995:14) berpendapat bahwa:

Perencanaan mutu adalah aktivitas yang membangun tujuan mutu dan mengorganisir sumberdaya untuk memenuhi atau melampaui tujuan. Ia mencakup perencanaan produk, perencanaan strategis dan operasional, juga persiapan rencana mutu.

Terkait dengan sistem layanan akademik berbasis TIK, dibutuhkan

rancangan yang menyeluruh tentang unsur-unsur yang terkait dengan

layanan, jenis-jenis layanan yang diberikan, mekanisme atau prosedur

layanan, pengelolaan produk layanan, dan proses pengendalian mutu

layanan. Keseluruhan proses tersebut sudah harus dirumuskan secara

lengkap dalam desain sistem TIK di PT secara lengkap. Bentuk dari

perencanaan ini dapat berupa masterplan atau blue print pengembangan

TIK.

3. Pengorganisasian sistem layanan akademik berbasis TIK.

Pengorganisasian merupakan salah satu fungsi dari manajemen. Para pakar

sepakat memasukkan pengorganisasian dalam pendapat-pendapat mereka

(42)

merupakan hal yang pokok dan urgen untuk dilaksanakan secara baik.

Proses pengorganisasian biasanya melibatkan unsur pimpinan atau

penanggungjawab program dengan pelaksana program tersebut. Dalam

konteks manajemen mutu layanan akademik berbasis TIK,

pengorganisasian dilakukan oleh penanggungjawab akademik (WR 1)

bersama penanggungjawab TIK (Katua PTIPD), serta para staff pelaksana

akademik di tingkat institut maupun di tingkat fakultas.

Pengorganisasian ini meliputi organisasi kelembagaan dan organisasi data

yang diinput dalam sistem informasi. Mengorganisir kelembagaan berarti

mengatur dan menyusun job deskripsi beserta prosedur layanan akademik.

Sedangkan mengorganisir data dilakukan menggunakan proses otomatisasi

dalam sistem TIK yang diterapkan.

4. Penerapan manajemen mutu layanan akademik berbasis TIK

Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab II, bahwa penerapan manajemen

mutu layanan akademik dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Rinda

Hedwig dan Gerardus Polla (2006), yang menjadi kunci keberhasilan dari

penerapan sistem penjaminan mutu di PT adalah: (a) Komitmen segenap

pimpinan PT, (b) Komitmen manajemen PT, (c) Komitmen setiap individu

yang menjalankan system manajemen mutu ini, (d) Konsistensi senantiasa

dipelihara dalam setiap melakukan kegiatan maupun pengambilan

keputusan/sikap, dan (e) Ketersediaan basis data akurat yang digunakan

(43)

Penerapan manajemen mutu perlu mengangkat prinsip yang disampaikan

oleh Sallis (2006), yaitu”sell-on quality” (mutu yang menjual). Sallis

menganggap bahwa tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi menjadi

sumber informasi bagi calon pelanggan lain untuk ikut bergabung dan

menggunakan produk atau layanan institusi. Dengan demikian pelaksana

layanan akademik pada semua level perlu menjadikan mutu sebagai

budaya kerja. Jika mutu sudah menjadi budaya, maka implementasinya

dapat lebih mudah. Saat ini masih banyak SDM di PT yang belum

sepenuhnya mau melaksanakan sistem layanan akademik berbasis TIK

dengan senang hati, atau bahkan menjadi kebiasaan mereka. Padahal

dalam era yang sudah sangat maju ini semua hal berkaitan dengan TIK.

Dalam kaitannya dengan implementasi layanan akademik berbasis TIK di

IAIN Surakarta dan STAIN Salatiga, keduanya menggunakan program dan

software yang sama, yang diberi nama SIAKAD. Kemunculan program ini

juga hampir bersamaan dan sempat dijadikan fokus pembahasan dalam

rapat koordinasi pengembangan TIK di PTAIN secara nasional tahun

2010.

5. Pengendalian mutu layanan akademik berbasis TIK

Mutu layanan akademik dilihat dari 5 (lima) aspek dengan menggunakan

pendapat Parasuraman et al., (1990). Kelima aspek tersebut adalah;

tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empaty. Tangibles

(keterukuran) diukur dari aspek fisik, yaitu fasilitas, peralatan yang

Gambar

Tabel 1.1.
Tabel 1.2
Tabel 3.1. Subjek Penelitian
Gambar 3.1. Desain Penelitian
+4

Referensi

Dokumen terkait

Ponsel yang dapat digunakan ialah Ponsel yang telah dilengkapi dengan teknologi WAP dan terdapat sebuah microbrowser di dalam chip-nya sehingga dapat berhubungan dengan internet

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dilaksanakan perancangan suatu sistem pengolahan data gaji pegawai pada kantor pelayanan pajak Jakarta utara yang diharapkan dapat

Kempat, model pembelajaran kewarganegaraan digunakan terutama oleh peserta didik di sekolah menengah atau remaja pada tahun-tahun awal (usia sekitar 10-15 tahun);

Deskripsi Nilai Dalam Hubungan Bisnis Manajemen BNI Syariah

Dalam pembuatan Aplikasi Peta Budaya Digital 33 Provinsi Di Indonesia Menggunakan Macromedia Flash MX, software Macromedia Flash MX yang digunakan merupakan program animasi

Bagi setiap ayat, anda tidak boleh menyenaraikan lebih daripada satu kesalahan penggunaan kata atau istilah dan satu kesalahan tatabahasa.. Anda tidak perlu

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja agroindustri sabut kelapa pada Kawasan Usaha Agroindustri Terpadu (KUAT) di Kecamatan

pertumbuhan penjualan perusahaan tersebut semakin meningkat. Apabila pertumbuhan penjualan meningkat, laba yang dihasilkan perusahaan diasumsikan mengalami