(Studi Kasus di IAIN Surakarta dan STAIN Salatiga)
DISERTASI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor Pendidikan
Program Studi Administrasi Pendidikan
Konsentrasi Pendidikan Tinggi
Oleh:
IMAM MAKRUF NIM. 0800796
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
MANAJEMEN MUTU LAYANAN AKADEMIK
BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
(TIK) DI PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(Studi Kasus di IAIN Surakarta dan STAIN Salatiga)
Oleh Imam Makruf
S.Ag. Institut Agama Islam Negeri Yogyakarta, 1995 M.Pd. Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta, 2004
Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Administrasi Pendidikan (Dr.) pada Sekolah Pascasarjana
© Imam Makruf 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2014
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
MANAJEMEN MUTU LAYANAN AKADEMIK
BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) DI PERGURUAN TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(Studi Kasus di IAIN Surakarta dan STAIN Salatiga)
Disetujui dan disahkan oleh Tim Promotor
Promotor,
Prof. Dr. H. Udin Syaefudin Sa’ud, Ph.D
Ko. Promotor,
Prof. Dr. H. Akdon, M.Pd.
Anggota,
Prof. Dr. H. Munir, M.IT.
Mengetahui,
Ketua Program Studi Aministrasi Pendidikan Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
ABSTRACT
Imam Makruf. (2014). Academic Service Quality Management Based on Information and Communication Technology (ICT) in State Islamic Higher Education (Case Study in IAIN Surakarta and STAIN Salatiga)
The implementation of ICT-based academic services should improve the effectiveness, efficiency, and quality of PTAIN. This research focuses on finding the academic service model on ICT-based quality management which is implemented in PTAIN, especially in IAIN Surakarta and STAIN Salatiga, as the case study. The main research question are why the ICT-based academic service quality management in PTAIN was uneffective and could not change the quality culture. The goal of this research is to costruct the academic service model of quality management which is effectively applicable for PTAIN in improving the quality culture.
This research uses descriptive qualitative approach, by having case study in IAIN Surakarta and STAIN Salatiga. The research subjects are policy makers, planners, organizers, implementators, and academic service quality controllers. The research informants are lecturers, academic staffs, and students. The researcher uses observation, interview, and documents in collecting the data. The interactive model is used in analyzing data which starts from the data collection, reduction, display, and conclusion.
The result of this research shows that the implementation of ICT-based academic services quality management is uneffective. The ineffectiveness due to the incomplete policy documents and instruments of quality controll in optimizing the service process; the weak coordination among units of ICT-based academic services; the uncertain integration of database source between SIAKAD and PDPT; the imperfectness of the institutional quality controll, especially in institutional structure aspect, human resource, and quality instruments; and the low commitment of all steakholders in assuring the quality culture in their works.
This research recommends that all af steakholders should commit more and be consistant in applying optimally the ICT-based academic service management; starting from making policy, planning process, organizing, actuating, and controlling the ICT-based academic services; and the capacity building of the quality controll areas either institutional structure, human resources, or quality controll instruments.
ABSTRAK
Imam Makruf. (2014). Manajemen Mutu Layanan Akademik Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (Studi Kasus di IAIN Surakarta dan STAIN Salatiga)
Implementasi layanan akademik berbasis TIK diharapkan mampu meningkatkan efektifitas, efisiensi, dan mutu PTAIN. Penelitian ini difokuskan untuk menemukan pengembangan manajemen mutu layanan akademik berbasis TIK yang dapat diimplementasikan di PTAIN dengan studi kasus di IAIN Surakarta dan STAIN Salatiga. Pertanyaan utama penelitian ini yaitu; mengapa implementasi manajemen mutu layanan akademik berbasis TIK di PTAIN belum efektif dan belum mampu merubah budaya mutu? Tujuan pokok penelitian ini adalah untuk menemukan pola pengembangan manajemen mutu layanan akademik berbasis TIK yang sesuai untuk PTAIN sehingga dapat berjalan efektif dan meningkatkan budaya mutu.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif kualitatif, dengan model studi kasus mengambil tempat di IAIN Surakarta dan STAIN Salatiga. Subjek penelitian adalah para pengambil kebijakan, perencana, organisator, pelaksana, dan pengendali mutu layanan akademik. Sedangkan informannya adalah para dosen, staff, dan mahasiswa. Proses pengumpulan data digunakan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan proses analisis data menggunakan interaktif model. Langkah analisis data diawali dengan pengumpulan data, reduksi data, display data, dan diakhiri dengan penarikan kesimpulan.
Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penyebab belum efektifnya implementasi manajemen mutu layanan akademik berbasis TIK diantaranya; kurangnya dukungan dokumen kebijakan dan instrumen penjaminan mutu yang menjadi guide dan pengendali mutu proses layanan secara optimal; kurangnya intensitas koordinasi antar lembaga terkait layanan akademik berbasis TIK; integrasi database SIAKAD dengan PDPT belum optimal, masih lemahnya lembaga penjaminan mutu baik dari segi kelembagaan, SDM, maupun kelengkapan instrumen; serta masih kurangnya komitmen dari semua steakholder untuk membudayakan kinerja berbasis mutu.
Rekomendasi dari penelitian ini pada intinya adalah; perlunya peningkatan komitmen dan konsistensi semua steakholder untuk mengimplementasikan manajemen mutu layanan akademik berbasis TIK secara optimal, mulai sejak perumusan kebijakan, proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian mutu layanan akademik berbasis TIK, serta penguatan lembaga penjaminan mutu dari aspek struktur kelembagaan, SDM, dan kelengkapan instrumen penjaminan mutu.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN ... ii
PERNYATAAN ... iii
ABSTRACT ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
UCAPAN TERIMAKASIH DAN PENGHARGAAN ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 17
C. Tujuan Penelitian ... 23
D. Manfaat/Signifikansi Penelitian ... 23
E. Struktur Organisasi Disertasi ... 25
BAB II : KERANGKA TEORITIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN ... 27
A. Kebijakan Manajemen Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK di Perguruan Tinggi ... 27
B. Perencanaan Mutu Layanan Akademik di Perguruan Tinggi ... 44
C. Pengorganisasian Mutu Layanan Akademik di Perguruan Tinggi ... 53
E. Pengendalian Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK
di Perguruan Tinggi ... 70
F. Penelitian Terdahulu yang Relefan ... 78
G. Kerangka Pemikiran ... 82
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ... 87
A. Lokasi dan Subjek/Informan Penelitian ... 87
B. Desain Penelitian ... 96
C. Metode Penelitian ... 97
D. Definisi Operasional ... 99
E. Instrumen Penelitian ... 104
F. Pengembangan Instrumen ... 107
G. Teknik Pengumpulan Data ... 111
H. Metode Analisis Data ... 116
BAB IV : DESKRIPSI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 120 A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 120
1. Proses Kebijakan Manajemen Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK ... 120
2. Proses Perencanaan Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK ... 160
3. Proses Pengorganisasian Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK ... 171
4. Proses Penerapaan Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK ... 177
5. Proses Pengendalian Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK ... 192
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 201
1. Kebijakan Manajemen Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK ... 201
3. Pengorganisasian Mutu Layanan Akademik
Berbasis TIK ... 220
4. Implementasi Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK ... 225
5. Pengendalian Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK ... 234
C. Pengembangan Model Hipotetik Manajemen Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK di PTAIN ... 242
1. Rasional ... 243
2. Tujuan Pengembangan Model ... 244
3. Asumsi ... 245
4. Visualisasi Model Manajemen Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK... 249
5. Strategi Implementasi Model Manajemen Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK di PTAIN ... 257
6. Indikator Efektivitas Implementasi Model Manajemen Mutu Layanan Akademik Berbasis TIK di PTAIN ... 261
BAB V : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 264
A. Kesimpulan ... 264
B. Rekomendasi ... 265
DAFTAR PUSTAKA ... 270
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. : Perbandingan Mahasiswa dan Staff Akademik ... 13
Tabel 1.2. : Data Akreditasi Program Studi pada PTAIN Tahun 2014 . 15 Tabel 3.1. : Subjek Penelitian ... 94
Tabel 3.2. : Teknik, Fokus, dan Sumber Data Penelitian ... 106
Tabel 3.3. : Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 107
Tabel 4.1. : Perbandingan Kualifikasi Dosen IAIN dan STAIN ... 153
Tabel 4.2. : Data Tenaga Kependidikan IAIN Surakarta ... 156
Tabel 4.3. : Data Tenaga Kependidikan STAIN Salatiga ... 157
Tabel 4.4. : Rencana Strategis Pengembangan TIK IAIN Surakarta .... 164
Tabel 4.5. : Perencanaan Fungsionalisasi SIAKAD ... 167
Tabel 4.6. : Pedoman Prosedur Pengisian KRS IAIN Surakarta ... 185
Tabel 4.7. : Pedoman Prosedur Pengisian KRS STAIN Salatiga ... 186
Tabel 4.8. : Rasio Dosen dan Mahasiswa ... 214
Tabel 4.9. : Analisis Perencanaan Mutu Layanan Akademik ... 219
Tabel 4.10. : Analisis Pengorganisasian Mutu Layanan Akademik ... 223
Tabel 4.11. : Analisis Implementasi Mutu Layanan Akademik ... 232
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. : Proses Pengambilan Kebijakan ... 36
Gambar 2.2. : Tahapan Meanajemen Mutu PT ... 41
Gambar 2.3. : Pendekatan Sistem Manajemen Mutu ... 48
Gambar 2.4. : Pendekatan Makro Pendidikan ... 65
Gambar 2.5. : Pola Penjaminan Mutu PT ... 74
Gambar 2.6. : Kerangka Berfikir Penelitian ... 86
Gambar 3.1. : Desain Penelitian ... 97
Gambar 3.2. : Model Interaktif dari Miles dan Huberman ... 116
Gambar 4.1. : Webserver IAIN Surakarta ... 134
Gambar 4.2. : Jaringan Intranet IAIN Surakarta ... 136
Gambar 4.3. : Jaringan Internet IAIN Surakarta ... 137
Gambar 4.4. : Arsitektur Pengembangan TIK ... 142
Gambar 4.5. : Laman website STAIN Salatiga ... 146
Gambar 4.6. : Laman Digital Garden ... 147
Gambar 4.7. : Data dosen berdasarkan pendidikannya ... 154
Gambar 4.8. : Data tenaga kependidikan berdasarkan pendidikannya ... 158
Gambar 4.9. : Laman siakad IAIN Surakarta untuk dosen ... 173
Gambar 4.10. : Laman SIAKAD STAIN Salatiga untuk dosen ... 174
Gambar 4.11. : Laman siakad IAIN Surakarta untuk mahasiswa ... 174
Gambar 4.12. : laman siakad STAIN Salataiga untuk mahasiswa ... 175
Gambar 4.13. : laman siakad untuk operator/bagian akademik ... 176
Gambar 4.14. : Laman SPAN PTAIN 2014 ... 176
Gambar 4.15. : Login Calon Mahasiswa Baru ... 181
Gambar 4.16. : Jadwal Perkuliahan pada laman dosen ... 184
Gambar 4.17. : Jadwal perkuliahan pada laman bagian akademik ... 184
Gambar 4.18. : Laman ACC KRS oleh Dosen PA ... 188
Gambar 4.19. : Form input nilai pada SIAKAD ... 189
Gambar 4.21. : Laman perpustakaan digital IAIN Surakarta ... 191 Gambar 4.22. : Prosedur Registrasi STAIN Salatiga ... 197
Gambar 4.23. : Laman rekapitulasi pertemuan yang sudah dicapai dosen . 200 Gambar 4.24. : Jalur Organisasi Mutu Layanan Akademik IAIN Surakarta 222
Gambar 4.25. : Jalur Organisasi Mutu Layanan Akademik STAIN Salatiga 223
Gambar 4.26. : Ruang lingkup monitoring dan evaluasi SIAKAD... 236 Gambar 4.27. : Model Hipotetik Manajemen Mutu Layanan Akademik Berbasis
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : SK Penunjukan Pembimbing Disertasi ... 276
Lampiran 2 : Surat Ijin Penelitian ... 278
Lampiran 3 : Kisi-kisi Instrumen ... 279
Lampiran A : Studi Dokumen ... 284
1. Profil Lembaga IAIN Surakarta ... 284
2. Layanan Akademik IAIN Surakarta ... 289
3. Profil Lembaga STAIN Salatiga ... 297
4. Layanan Akademik STAIN Salatiga ... 301
Lampiran B : Wawancara ... 305
1. Pimpinan PT ... 305
2. Penanggungjawab Akademik ... 309
3. Penanggungjawab TIK ... 314
4. Penjaminan Mutu ... 318
5. Pelaksana Akademik Fakultas ... 320
Lampiran C : Observasi ... 324
1. Hasil observasi sarana prasarana IAIN Surakarta ... 324
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perkembangan dalam dunia pendidikan telah mengalami peningkatan
yang cukup signifikan. Pendidikan telah menjadi bagian dari kebutuhan
primer masyarakat yang harus dipenuhi. Oleh karena itu pada saat ini hampir
tidak ada lagi masyarakat yang tidak mengenal pendidikan, meskipun berbeda
dalam jenjang yang mampu ditempuhnya. Pemerintah dalam hal ini juga telah
memberikan perhatian yang cukup tinggi terhadap peningkatan mutu pendidikan tinggi di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek,
diantaranya adalah terbitnya UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 tentang Perubahan terhadap
Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan
Tinggi. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut dijelaskan system pengendalian
mutu dan standarisasi mutu Perguruan Tinggi dengan melibatkan Lembaga
Penjaminan Mutu pada perguruan tinggi sebagai penjamin mutu internal dan
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) atau lembaga
akreditasi mandiri sebagai penjamin mutu eksternal (Pasal 6 ayat 1).
Malik Fadjar, sebagaimana dikutip Mujamil Qomar (2007)
menyarankan sekurang-kurangnya ada empat hal yang harus dilihat dalam gerak pendidikan, yaitu pertumbuhan (growth), perubahan (change),
pembaruan (development), dan keberlanjutan (sustainability).
Fenomena-fenomena ini akan berkembang secara dinamik sehingga menuntut kepekaan para manajer dalam merespons munculnya gejala-gejala tersebut, melalui
serangkaian penataan strategi baru yang kondusif dalam memajukan lembaga pendidikan Islam.
Salah satu faktor yang turut mempengaruhi laju perkembangan dalam
dunia pendidikan adalah pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
communication technology (ICT) dewasa ini telah merambah hampir ke
seluruh lapisan masyarakat di dunia. Pemanfaatan TIK di dunia pendidikan bukan lagi dianggap sebagai sebuah pilihan, namun telah menjelma menjadi
kebutuhan mutlak yang harus dimiliki dan dimanfaatkan oleh perguruan tinggi
jika ingin meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikannya. Penerapan
teknologi dalam dunia pendidikan tinggi tidak hanya ada pada perguruan
tinggi berkelas internasional, tetapi sampai dengan perguruan tinggi yang
masih bertaraf lokal sekalipun telah menerapkannya. Yang membedakan
adalah tingkat pemanfaatan dan cakupan aspek atau layanan yang
menggunakan teknologi. Fokus penggunaan teknologi ini tidak saja untuk keperluan administrasi manajemen pendidikan, melainkan sebagai media
utama dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran, riset dan pengembangan, serta pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu
pembicaraan mengenai manajemen perguruan tinggi tidak dapat lepas dari
pembahasan mengenai TIK dan peranannya.
Mutu sebuah perguruan tinggi tidak dapat lepas dari mutu layanan
akademiknya. Keith Greiner dan Thomas S. Westbrook pernah melakukan penelitian dengan judul “Academic Service Quality and Instructional Quality” yang dilakukan di Leading Midwestern Private University. Penelitian tersebut
menghasilkan kesimpulan bahwa; (a) Persepsi mahasiswa tentang kualitas layanan akademik berkorelasi dengan persepsi mereka tentang kualitas
pembelajaran. (b) Pembelajaran yang dirasakan para mahasiswa, secara konstruk merupakan bagian dari kualitas layanan dan dapat juga keduanya
saling tumpang tindih. (c) Berbeda dengan konstruk pembelajaran, beberapa
konstruk kualitas layanan dideskripsikan sebagai human relationships yang juga konstruk kualitas pembelajaran. (d) Persepsi tentang kualitas layanan
akademik dan kualitas pembelajaran memiliki kesamaan antar berbagai karakteristik mahasiswa dari berbagai latar belakang demografi. (e) Layanan
bisnis dan sub skala pembelajaran memiliki kesamaan dari faktor-faktor yang
memperhatikan perspektif mahasiswa. (Journal of the First-Year Experience
and Students in Transition, Volume 14, Number 2, pages 7 – 30. Fall 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Muhammah Ehsan Malik, dkk dari
University of The Punjab, Pakistan dengan judul " The Impact of Service
Quality on Students’ Satisfaction in Higher Education Institutes of Punjab” memberikan hasil atau kesimpulan bahwa; kualitas layanan di Perguruan
Tinggi yang paling besar dipengaruhi oleh kepuasan mahasiswa dalam
berbagai dimensi.
Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan betapa pentingnya sebuah
layanan akademik di Perguruan Tinggi. Ketidakpuasan mahasiswa terhadap layanan yang diberikan Perguruan Tinggi akan mempengaruhi keberhasilan
penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran serta mempengaruhi kualitas lembaga secara keseluruhan. Oleh karena itu sudah semestinya layanan
akademik dilakukan secara baik, memenuhi semua harapan mahasiswa dan
mengutamakan aspek kualitas.
Fakta sementara yang ditemukan di lokasi penelitian pada saat
assessment awal, khususnya di IAIN Surakarta, kepuasan mahasiswa terhadap
layanan akademik yang dilakukan secara langsung oleh staff akademik masih
belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal ini ditunjukkan dari hasil
survey kepuasan mahasiswa terhadap layanan akademik yang dilakukan oleh Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) IAIN Surakarta pada awal tahun 2014.
Selain itu, di IAIN Surakarta sering dilakukan audiensi antara mahasiswa dengan pengelola akademik di tingkat fakultas. Hal-hal yang sering muncul
menjadi keluhan mahasiswa adalah masalah layanan akademik yang kurang
ramah, kurang cepat, dan kadangkala kurang akurat. Akibatnya banyak mahasiswa yang kurang puas merasa mendapatkan layanan yang baik.
Audiensi ini biasanya dilakukan setiap semester, dan kadangkala setahun sekali sebagai bagian dari proses monitoring dan evaluasi kinerja akademik
yang dilakukan fakultas.
Menurut pimpinan fakultas, kurangnya optimal layanan akdemik
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), rasio jumlah mahasiswa
dengan jumlah staff akademik mencapai 1:400. Sebenarnya beban tersebut akan terasa lebih ringan apabila dukungan sistem sudah berjalan secara
optimal. Namun demikian akan menjadi sangat berat apabila banyak layanan
yang masih dilakukan secara manual. Untuk itulah salah satu terobosan yang
dilakukan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) untuk mengurangi
beban kerja staff akademik adalah dengan memberikan anjungan layanan
mandiri untuk urusan surat menyurat yang dibutuhkan mahasiswa.
Fakta lain adalah adanya data akademik yang tidak sinkron antara data
yang dimiliki institut atau dalam hal ini bagian akademik di tingkat rektorat dengan data di bagian akademik fakultas. Di samping itu proses untuk
mendapatkan data masih sering kesulitan. Padahal jika semua data tersebut terinput ke dalam sistem informasi berbasis komputer online akan sangat
membantu. Kesulitan-kesulitan terkait akses data yang akurat tersebut
ditemukan ketika dilakukan penyusunan borang akreditasi program studi,
terjadi selisih data mahasiswa yang masuk, aktif, cuti, keluar pada tahun
tertentu. Akibatnya data menjadi kurang akurat dan menyulitkan proses
pengisian borang akreditasi.
Berangkat dari fakta tersebut, nampaklah pentingnya layanan
akademik yang handal, cepat, akurat, dan responsif. Dengan sistem akademik berbasis TIK memungkinkan terjadinya sistem layanan yang akurat, cepat,
bersifat massal, dan mudah dilakukan dari mana saja dan di mana saja selama ada jaringan internet. Di sinilah urgensi dari pengembangan layanan akdemik
berbasis TIK.
Di samping untuk meningkatkan kinerja akademik, tidak sedikit lembaga pendidikan yang menggunakan TIK sebagai brand emagenya dan
semua aktivitas akademik memanfaatkan TIK secara maksimal. Ada banyak contoh yang dapat dikemukakan untuk perguruan tinggi yang sudah
menerapkan TIK secara optimal. Misalnya Universitas Bina Nusantara
(UBINUS), Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM),
lainnya di Indonesia. Terbukti dengan penerapan TIK tersebut dapat
menaikkan emage lembaga di masyarakat. Bahkan peringkat webometrik dari website perguruan tinggi juga menjadi indikator dari emage lembaga yang
telah mampu dibangun secara baik.
Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2006), keterlibatan TIK dalam
dunia pendidikan sudah tidak dianggap sebuah pilihan, tetapi telah menjelma
menjadi kebutuhan mutlak yang harus dimiliki dan dimanfaatkan oleh
Perguruan Tinggi jika ingin meningkatkan kualitas pendidikannya.
Penggunaan TIK juga sangat bermanfaat bagi proses pembelajaran di
Perguruan Tinggi. Hal ini merupakan salah satu bentuk kepekaan lembaga dalam mencapai kesuksesan. Terkait dengan kepekaan ini, Etin Indrayani
(2011: 53) mengutip beberapa pendapat, di antaranya adalah Webb dan Pettigrew (Hoyt, 2007: 1) yang menyatakan bahwa kepekaan lembaga
(organizational responsiveness) merupakan isu utama yang menentukan
kesuksesan dalam berusaha. Selain itu, Kuratko et. al (2001: 44) dan Liao et.
Al. (2003) juga menyatakan bahwa kemampuan lembaga dalam menjawab
perubahan lingkungan dunia luarnya merupakan faktor utama yang
menentukan kinerja lembaga.
Pemanfatan TIK pada Perguruan Tinggi telah memberikan kesempatan
dan potensi untuk melakukan restrukturisasi sistem pembelajaran yang tidak hanya terbatasi oleh ruang kelas persegi empat. Untuk menggabungkan antara
teknologi dengan pendidikan, pertama kali kita harus melakukan pengembangan paradigma berfikir kita bahwa teknologi dapat dikembangkan
dalam pendidikan dan menyatu dengan sistem pendidikan (Chen, et.al., 2006).
Hal tersebut akan membawa peningkatan perubahan sistem pendidikan, dan penggunaan teknologi dalam pendidikan tersebut sering dipahami dengan
penerapan perubahan baru dalam pendidikan menggunakan e-learning (electronic learning). Istilah lain yang berdekatan dan kadang dianggap sama,
adalah distance learning (pembelajaran jarak jauh).
Penelitian yang dilakukan di Taiwan terhadap pemanfaatan ICT yang
pemanfaatan ICT telah mampu meningkatkan motivasi belajar para peserta
didik. Di samping itu, para peserta didik juga dapat melakukan pengembangan dan eksplorasi terhadap topik yang dipelajari. Sementara itu model
pembelajaran yang dikembangkan adalah cooperative learning dengan
menerapkan problem based learning. (Educational Technology and Society,
vol. 11 no. 3, Juli 2008: 52).
Konsep yang ideal tersebut ternyata dalam kenyataannya di Perguruan
Tinggi Agama Islam masih belum banyak dimanfaatkan secara optimal.
Pengembangan pembelajaran berbasis TIK dengan bentuk e-learning ataupun
distance learning masih belum banyak atau bahkan mungkin belum ada yang
menerapkan sesuai konsep aslinya. Sebagai bukti, misalnya dalam website
PTAIN biasanya ada menu e-learning, tetapi ketika dicoba diklik untuk dibuka, isinya hanya bahan-bahan ajar yang belum terintegrasi dan terprogram
secara lengkap dalam bentuk e-learning yang sesungguhnya. Yang ada lebih
pada penyiapan bahan-bahan secara digital, tetapi proses pembelajaran belum
difasilitasi dengan program tersebut. Hal tersebut sebenarnya merupakan bukti
adaya potensi pada PTAI untuk mengembangkan konsep e-learning atau
distance learning secara lebih optimal. Tentu saja tanpa harus meninggalkan
kaidah-kaidan atau ketentuan-ketentuan tentang penyelenggaraan perguruan
tinggi yang ditetapkan dari Direktorat Pendidikan Tinggi Islam (Diktis) dan Kementerian Pendidan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai rujukan
utamanya.
Sebenarnya pengembangan TIK di Perguruan Tinggi telah ditekankan
oleh UNESCO dalam kaitannya dengan upaya menciptakan masyarakat
berbasis pengetahuan. Sebagaimana dituangkan dalam misi UNESCO, upaya menciptakan maarakat berbasis pengetahuan mempersyaratkan penerapan TIK
sesuai dengan konteksnya. Spektrum dan domain dunia pendidikan, terutama di tingkat perguruan tinggi, dalam konteks strategi pengembangan TIK di
dunia pendidikan mencakup empat peran; yaitu meningkatkan e-literacy
masyarakat, mengurangi dampak digital gap, melahirkan daya saing nasional,
Apabila kembali kepada prinsip dasar dari penyelenggaraan Perguruan
Tinggi, terdapat 3 (tiga) proses inti pendidikan atau core processes yang terjadi di perguruan tinggi, yaitu: pengajaran (teaching), penelitian (research),
dan pelayanan (services). Dilihat dari ilmu manajemen, ketiga proses ini
merupakan produk dan jasa atau core products and services yang ditawarkan
institusi kepada para pelanggannya. Agar perguruan tinggi dapat secara efektif
menyelenggarakan ketiga proses tersebut, maka perlu ditunjang sejumlah
aktivitas pendukung terkait dengan hal-hal seperti; administrasi akademis,
keuangan dan akuntansi, sumber daya manusia, infrastruktur kampus, dan
sebagainya.
Dalam konteks layanan akademik, pemanfaatan TIK dapat
memberikan efisiensi dan efektifitas yang sangat besar. Di antaranya adalah penghematan dari segi penggunaan kertas, pengurangan kebutuhan SDM staff,
dan percepatan layanan sehingga tidak membutuhkan banyak waktu. Dengan
penggunaan layanan akademik berbasis online, memungkinkan untuk
mengurangi bahkan meninggalkan segala jenis penggunaan kertas (paperless).
Semua jenis form dan aplikasi akademik dilakukan secara online dan digital.
Dengan demikian proses layanan juga dapat dilakukan secara cepat, akurat,
dan dapat dilakukan kapan saja dan dari mana saja selama terdapat akses
internet. Otomatisasi program telah memungkinkan layanan dilakukan secara mandiri oleh masing-masing stakeholder. Setidaknya terdapat 8 (delapan)
stakeholder yang memiliki keterkaitan erat dengan proses inti maupun
aktivitas penunjang dari sebuah perguruan tinggi. Adapun stakeholder yang
dimaksud adalah; mahasiswa, alumni, dosen, industri, komunitas, yayasan,
karyawan, pemerintah, dan institusi pendidikan lain. Dari kedelapan stakeholder tersebut, yang paling merasakan manfaat sistem layanan akademik
secara langsung adalah mahasiswa, karyawan, dan dosen.
Upaya efisiensi dengan TIK mestinya dapat dilakukan secara optimal,
yaitu dengan mengoptimalkan penggunaan soft document. Dengan layanan
internet, maka sebuah lembaga pendidikan tidak harus memiliki komputer
dokumennya. Dengan sistem website, memungkinan sebuah lembaga yang
hanya memiliki komputer dengan spesifikasi sederhana selama dapat digunakan untuk akses internet, dapat menyimpan dokumen yang sangat besar
dan relatif aman.
IAIN Surakarta saat ini telah memiliki jumlah mahasiswa yang cukup
banyak. Jika dilihat dari perbandingan jumlah mahasiswa dengan jumlah staff
akademik yang ada maka tidak ideal, sehingga pilihan menggunakan layanan
akademik berbasis TIK sangat tepat dan mendesak untuk diterapkan secara
optimal. Apalagi IAIN Surakarta semenjak alih status dari STAIN menjadi
IAIN cukup pesat perkembangkan jumlah mahaiswanya. Berdasarkan borang akreditasi IAIN Surakarta dan STAIN Salatiga tahun 2008 dan 2014 diperoleh
data sebagai berikut:
Tabel 1.1.
Perbandingan mahasiswa dan staff akademik
Tahun IAIN Surakarta STAIN Salatiga
Staff Mhs Baru Staff Mhs Baru
2012 65 1391 43 1043
2014 79 1783 47 1096
Peningkatan 18% 22% 6% 5%
Dari total staff pada masing-masing PT tersebut masih didistribusikan
pada berbagai bagian. Dan untuk bagian akademik di IAIN Surakarta sekitar
25 orang, sementara di STAIN Salatiga sekitar 15 orang. Dengan demikian
perbandingan antara staff dengan mahasiswa baru adalah 1:71 untuk IAIN
Surakarta dan 1:73 untuk STAIN Salatiga. Sementara data tersebut hanya
untuk mahasiswa baru saja. Jika asumsi peningkatan jumlah mahasiswa di IAIN Surakarta sekitar 20% per tahun, maka kebutuhan staff akan sangat
banyak. Oleh karena itu penerapan TIK dalam layanan akademik menjadi
sangat urgen dan strategis untuk dikembangkan.
Sayangnya, penerapan TIK di PTAI secara umum masih cenderung
proses layanan akademik, tetapi masih menggunakan paper based document
juga sebagai persyaratan-persyaratan administrasi akademik. Akibatnya justru mahasiswa melakukan proses akademik dua kali, yaitu pertama melalui
sistem, dan kedua menggunakan dokumen print out dari sistem tersebut. Hal
ini juga masih terjadi di IAIN Surakarta dan STAIN Salatiga. Misalnya dalam
prosedur pengisian KRS yang masih menggunakan dua jalur, yaitu online dan
printout. Di IAIN Surakarta hal ini dituangkan dalam Pedoman Prosedur
Pengisian KRS, dan di STAIN Salatiga dituangkan dalam Prosedur Registrasi.
Dengan demikian efisiensi belum dapat didapatkan meskipun sudah
menerapkan TIK dalam layanan akademik.
Kebijakan di lingkungan Direktorat Perguruan Tinggi Islam pada saat
ini telah mengharuskan setiap perguruan tinggi agama untuk menggunakan fasilitas internet dalam melakukan Evaluasi Program Studi (EVAPRODI) atau
yang disebut dengan Evaluasi Program Studi Berbasis Evaluasi Diri
(EPSBED). Program ini dimaksudkan untuk mendorong percepatan PTAI
untuk meningkatkan mutu khususnya membantu peningkatan akreditasi.
Dengan komputerisasi yang dilakukan dalam pengelolaan database akademik,
seharusnya akan sangat membantu dalam mendapatkan data secara mudah,
akurat, dan membantu dalam proses akreditasi. Kebijakan peningkatan mutu
PT sebagaimana disebutkan dalam pasal 52 ayat 2 Undang-Undang RI No. 12 Tahun 2012 terdiri atas dua sistem, yaitu Sistem Penjaminan Mutu Internal
(SPMI) yang dikembangkan oleh Perguruan Tinggi, dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME) melalui akreditasi. Di samping itu, pada pasal 52 ayat
4 juga dijelaskan bahwa penjaminan mutu perguruan tinggi didasarkan pada
Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT). Dengan demikian, PDPT memiliki fungsi yang strategis dalam meningkatkan mutu PT.
Berdasarkan fakta yang ada, akreditasi program studi di lingkungan PTAIN masih belum memuaskan. Sebagai contoh, data yang diambil dari
BAN PT pada awal tahun 2014 menunjukkan bahwa, untuk program studi di
lingkungan PTAIN, dari 107 data yang ditemukan melalui program searching
Tabel 1.2
Data Akreditasi Program Studi pada PTAIN Tahun 2014
NO STATUS AKREDITASI JUMLAH PRODI
1 Terakreditasi A 3
2 Terakreditasi B 83
3 Terakreditasi C 21
Total Program Studi 107
Yang sudah kadaluwarsa 52
Data tersebut menunjukkan bahwa mutu lembaga PTAI secara umum
masih perlu ditingkatkan. Akreditasi adalah salah satu bukti standarisasi mutu yang dilakukan oleh pihak eksternal yang di antaranya adalah mengukur
kinerja layanan akademik. Masih banyaknya program studi yang berakreditasi C menunjukkan bahwa lembaga tersebut masih sangat perlu ditingkatkan
mutunya. Apalagi jika melihat prosentase program studi yang mendapatkan
akreditasi A hanya tiga dari 107 program studi atau sekitar 3% saja. Sementara
jika dilihat dari status akreditasi program studi yang sudah kadaluwarsa atau
sudah berakhir masa berlaku akreditasinya sangat besar yaitu 52 prodi atau
49%. Hal ini juga menunjukkan bahwa pengelola PTAIN masih banyak yang
belum melakukan re-akreditasi tepat waktu. Oleh karena itu dibutuhkan
komitmen yang kuat dari pimpinan PTAIN untuk melakukan berbagai upaya guna menaikkan mutu lembaga. Di antara program studi yang ada di IAIN
Surakarta pada tahun 2008 masih ada tiga yang mendapat nilai akreditasi C, namun kemudian tahun 2014 semuanya mendapat nilai B, dan belum ada yang
bernilai A.
Dengan gambaran awal tersebut, dapat dikatakan bahwa sistem informasi akademik sebagai bagian dari program layanan akademik telah
kemampuan software yang dikembangkan, maupun dampak dari implementasi
TIK dalam layanan akdemik tersebut dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pendidikan. Dengan melihat pada realitas
tersebut, maka perlu dikaji secara lebih mendalam tentang manajemen mutu
layanan akademik terebut dilihat dari sistem pengelolaannya, mulai dari
proses perencanaan, pengorganisasian, penerapan, dan sistem pengendalian
dari layanan akademik berbasis TIK tersebut.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasi masalahnya sebagai berikut:
1. Kebijakan pimpinan PT dalam penerapan manajemen mutu layanan akademik berbasis TIK seringkali kurang tegas dan konsisten, sehingga
dalam proses yang sudah cukup lama, penggunaan SIAKAD masih juga
belum terimplementasi secara optimal.
2. Proses manejemen mutu di IAIN Surakarta masih belum nampak optimal
dilihat dari kesiapan kelembagaan dan kelengkapan instrumen yang ada
sampai saat ini, sehingga proses pengendalian mutu kemungkinan juga
tidak dapat berjalan secara optimal.
3. Adanya perubahan ortaker di IAIN Surakarta yang terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama, mengakibatkan proses penataan struktur
kelembagaan mengalami beberapa kali perubahan.
4. Implementasi mutu layanan akademik dengan SIAKAD masih banyak
menemui kendala di tingkat pengguna, bahkan juga di tingkat
pengelolanya.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan atas beberapa permasalahan tersebut, penelitian ini
difokuskan pada masalah bagaimana optimalisasi manajemen mutu layanan
akademik dengan menerapkan SIAKAD di IAIN Surakarta dilihat dari aspek
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses kebijakan manajemen mutu layanan akademik berbasis
TIK di PTAIN?
2. Bagaimana proses perencanaan mutu layanan akademik berbasis TIK pada
PTAIN?
3. Bagaimana proses pengorganisasian mutu layanan akademik berbasis TIK
pada PTAIN yang efektif?
4. Bagaimana proses implementasi mutu layanan akademik berbasis TIK
pada PTAIN yang efektif?
5. Bagaimana proses pengendalian mutu layanan akademik berbasis TIK
pada PTAIN?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan untuk:
1. Mendeskripsikan dan menganalisis proses kebijakan PTAIN terkait
penerapan manajemen mutu layanan akademik berbasis TIK.
2. Mendeskripsikan dan menganalisis proses perencanaan manajemen mutu
layanan akademik berbasis TIK pada PTAIN.
3. Mendeskripsikan dan menganalisis proses pengorganisasian mutu layanan akademik berbasis TIK pada PTAIN yang efektif.
4. Menganalisis dan mengembangkan proses implementasi mutu layanan akademik berbasis TIK pada PTAIN yang efektif.
5. Menganalisis dan mengembangkan proses pengendalian mutu layanan
akademik berbasis TIK pada PTAIN.
F. Manfaat/Signifikansi Penelitian
Manfaat/signifikansi dari penelitian ini di antaranya adalah:
a. Sebagai masukan terhadap pengembangan teori terkait dengan
manajemen mutu pendidikan dan penyelenggaraan Perguruan Tinggi yang berbasis pada TIK.
b. Sebagai tambahan referensi untuk kajian-kajian terkait dengan
implementasi manajemen mutu layanan akademik di Perguruan Tinggi
secara umum, dan khususnya implementasi TIK dalam layanan
akademik.
c. Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya agar lebih mendalam dan
spesifik pada aspek-aspek terkait dengan mutu layanan akademik
berbasis TIK.
2. Dalam konteks praktis, penelitian ini memiliki manfaat antara lain:
a. Penelitian ini akan memberikan gambaran tentang kesiapan IAIN Surakarta dalam mengimplementasikan mutu layanan akademik
berbasis TIK dilihat dari berbagai aspek yang secara langsung terkait.
b. Dari segi kebijakan, dapat memberikan gambaran secara lebih detail
tentang persoalan-persoalan yang menjadi kekuatan dan kelemahan
IAIN dalam rangka lebih mengefektifkan implementasi mutu layanan
akademik berbasis TIK. Dengan demikian data tersebut dapat
dijadikan landasan objektif dalam mengambil kebijakan terkait dengan
pengembangan TIK di IAIN Surakarta secara menyeluruh.
c. Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam
pengembangan Perguruan Tinggi yang berbasis TIK. Perkembangan kebijakan dari pemerintah khususnya di bidang pendidikan, telah
memberikan penekanan yang kuat terhadap pemanfaatan TIK dalam
pengembangan perguruan tinggi. Berbagai program yang diluncurkan Dirjend Pendidikan Islam, baik yang berada pada Direktorat
Pendidikan Tinggi Islam, maupun direktorat lainnya, telah menggunakan prosedur digital dan online. Untuk itu perguruan tinggi
juga harus mengembangkan TIK di kampus agar aksesibilitas para
civitas akademika terhadap informasi dan peluang-peluang
d. Dapat dijadikan informasi bagi para pelaksana layanan akademik
berbasis TIK agar layanan akademik dan penyelenggaraan pendidikan dapat dilaksanakan secara lebih efektif dan efisien dengan tetap
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Subjek/Informan Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri
(PTAIN) yang berada di wilayah Jawa Tengah. Pemilihan lokasi ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa di daerah Jawa Tengah saat ini terdapat
2 IAIN dan 4 STAIN dengan kultur yang relatif sama. Ke dua IAIN tersebut
adalah IAIN Walisongo Semarang dan IAIN Surakarta. Sedangkan keempat
STAIN tersebut adalah STAIN Salatiga, STAIN Kudus, STAIN Pekalongan,
dan STAIN Purwokerto. Dari aspek kewilayahan, Jawa Tengah memiliki
jumlah Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri yang cukup banyak
dibandingkan daerah/propinsi lain di Indonesia.
Dilihat dari karakteristiknya, IAIN lebih dekat dengan UIN, sedangkan
STAIN memiliki karakteriistik yang agak berbeda. Hal ini disebabkan karena
kewenangan, struktur organisasi, dan jalur administrasi akademik yang
cenderung lebih sederhana dibandingkan dengan IAIN dan UIN. IAIN
Walisongo termasuk IAIN yang sudah cukup tua dilihat dari waktu berdirinya,
sedangkan IAIN Surakarta termasuk IAIN termuda karena baru beralih status
dari STAIN Surakarta menjadi IAIN Surakarta pada tanggal 3 Januari 2011
berdasarkan Peraturan Presiden RI No. 1 tahun 2011. Dengan pertimbangan
tersebut, maka pemilihan lokasi untuk wilayah Jawa Tengah dipilih pada
Lebih dari itu, kedua lembaga tersebut telah memiliki berbagai fasilitas
yang mendukung implementasi TIK dalam berbagai aspek, termasuk dalam
bidang layanan akademik. Kedua lembaga tersebut juga memiliki kemiripan
dalam sistem yang dikembangkan, juga berbagai persoalan yang dihadapi
dalam implementasinya yang pada umumnya belum berjalan secara optimal
sebagaimana desain awal pengembangan TIK tersebut. Salah satu fakta yang
ada, di IAIN Surakarta tahun 2013 masih terdapat beberapa program studi
berakreditasi C. Hal ini juga terjadi di beberapa PTAIN lain. Sementara TIK
mestinya dapat menunjang akreditasi apabila dimanage secara optimal.
Dengan demikian diharapkan kedua lembaga tersebut dapat memberikan
gambaran tentang IAIN dan STAIN secara lebih lengkap dengan berbagai
problematikanya sehingga dapat dirumuskan sebuah model implementasi
manajemen mutu layanan akademik berbasis TIK yang sesuai dengan
karakteristik PTAIN secara umum.
Terkait dengan lokasi yang akan dijadikan fokus dalam penelitian,
yaitu IAIN Surakarta dan STAIN Salatiga, secara singkat dapat dideskripsikan
sebagai berikut:
1. IAIN Surakarta
IAIN Surakarta pada awalnya adalah cabang dari IAIN Walisongo
di Surakarta. Kemudian pada tahun 1997 berubah menjadi STAIN
Surakarta, dan pada tahun 2011 beralih status lagi menjadi IAIN
Surakarta. Sejak tahun 2007, IAIN Surakarta (yang dulu masih bernama
teknologi ini, semua area di dalam kampus IAIN telah memiliki akses
kepada internet. Pada tahun 2008, bahkan IAIN Surakarta telah
menyatakan diri sebagai satu-satunya perguruan tinggi agama Islam
Negeri di wilayah Karesidenan Surakarta yang berbasis TIK. Keinginan
untuk mengembangkan teknologi ini ditindaklanjuti pada tahun 2010 yang
mengalokasikan anggaran untuk pengembangan TIK sebesar hampir 4
milyar atau lebih dari 10% dari total anggaran STAIN Surakarta saat itu.
Salah satu yang diprioritaskan adalah pembangunan gedung laboratorium
terpadu dan pusat TIK, serta penggantian jaringan wifi dengan jaringan
kabel serat optic. Pada tahun 2013 dan 2014 kebijakan alokasi anggaran
untuk pengembangan TIK masih terus dipertahankan, meskipun
prosentasenya saat ini hanya sekitar 5% karena tidak lagi berorientasi
pengembangan fisik tetapi lebih ke pengembangan software, SDM, dan
implementasinya.
Kebijakan pengalokasian anggaran yang cukup besar tersebut
seharusnya mampu memberikan peningkatan mutu lembaga khususnya
dalam bidang TIK. Salah satu wujud dari implementasi TIK dalam
penyelenggaraan IAIN Surakarta adalah diimplementasikannya Sistim
Informasi Administrasi Akademik (SIAKAD) yang merupakan bentuk
layanan administrasi akademik secara online. Proses layanan akademik ini
diperuntukkan bagi seluruh civitas akedemika IAIN Surakarta dengan cara
login pada alamat sesuai klasifikasi penggunanya, yaitu untuk mahasiswa
alamat: siakad.iain-surakarta.ac.id\dosen, sedangkan untuk operator atau
para staff akademik pada alamat: siakad.iain-surakarta.ac.id\baa. Namun
demikian sampai pertengahan tahun 2012 implementasi TIK belum
mampu mewarnai budaya organisasi dan budaya mutu di IAIN Surakarta.
Hal ini dapat dilihat dari data sampai tahun 2012 yang menunjukkan
bahwa proses layanan akademik masih banyak yang manual seperti KRS,
registrasi, jadwal perkuliahan, jadwal ujian, dan presensi mahasiswa. Di
samping itu, website belum dikelola secara baik dengan jarangnya
dilakukan update data dan informasi.
Pada akhir tahun 2012, yaitu memasuki tahun akademik
2012/2013, sudah ada komitmen dari pimpinan dalam bentuk instruksi
kepada semua fakultas agar seluruh layanan akademik terkait dengan
administrasi kemahasiswaan sudah dilakukan secara online. Jenis layanan
tersebut meliputi pendaftaran mahasiswa baru, registrasi, pengisian KRS,
pencetakan HSS, jadwal perkuliahan, jadwal ujian, input jurnal
perkuliahan dan presensi mahasiswa, input nilai dari dosen, pencetakan
transkrip nilai, dan berbagai bahan seperti Satuan Acara Perkuliahan dan
bahan ajar dimasukkan ke SIAKAD. Meskipun demikian khusus untuk
bahan-bahan ajar belum dapat dilakukan secara maksimal pada tahun
akademik tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan data di SIAKAD yang
hanya sekitar 2% dosen yang mengupload bahan ajarnya ke dalam
Jika dilihat dari proses tersebut, nampaknya faktor kebijakan sudah
berpihak pada implementasi layanan akademik berbasis TIK. Meskipun
demikian, sampai pada tahun 2014 proses impelentasi SIAKAD tersebut
belum juga tuntas. Hal ini dilihat dari proses akademik yang masih juga
belum sepenuhnya berbasis TIK. Ada beberapa layanan yang semestinya
dapat menggunakan TIK tetapi masih dilakukan secara semi manual atau
menggunakan dua proses, yaitu online dan manual, seperti pengisian KRS
dan perwalian. Meskipun demikian hasil akreditasi dari program studi di
IAIN Surakarta pada tahun 2014 seluruhnya berakreditasi B. Meskipun
belum ada yang A, tetapi telah mengalami peningkatan dibandingkan
tahun sebelumnya yang masih memiliki 4 prodi berakreditasi C.
Keberadaan Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) di IAIN Surakarta
juga termasuk masih baru dan sampai saat ini belum benar-benar mapan.
Oleh karena itu keterlibatan LPM dalam mengawal mutu layanan
akademik masih sebatas membuat Standar Prosedur seperti Perkuliahan
dan pengisian KRS. Sementara itu untuk fungsi control atau kendali mutu
seperti audit kinerja dan audit internal belum banyak dilakukan. Kondisi
tersebut menarik untuk dikaji secara seksama, faktor apa yang sebenarnya
menjadi persoalan dan kendala sehingga perlu segera ditemukan alternatif
model manajemen mutu layanan akademik yang sesuai dengan
karakteristik lembaga sehingga mampu menjawab persoalan yang ada di
2. STAIN Salatiga
STAIN Salatiga adalah salah satu PTAI yang pada awalnya adalah
fakultas daerah dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang kemudian
diserahkan kepada IAIN Walisongo Semarang berdasarkan SK Menteri
Agama Nomor 30 Tahun 1970 tanggal 16 April 1970. Berdasarkan
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1997, maka
secara yuridis mulai tanggal 21 Maret 1997 Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Salatiga beralih status menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (STAIN) Salatiga. Sesuai dengan keputusan itu, STAIN tetap
didudukkan sebagai perguruan tinggi di bawah naungan Departemen
Agama Republik Indonesia yang menyelenggarakan pendidikan akademik
dan/atau profesional dalam disiplin ilmu pengetahuan agama Islam.
Sebagai salah satu bentuk satuan Pendidikan Tinggi, STAIN Salatiga
masih tetap pula memiliki kedudukan dan fungsi yang sama dengan
institut maupun universitas negeri lainnya (http://stainsalatiga.ac.id/about/
sejarah).
Hal yang menjadikan lokasi tersebut dianggap layak untuk diteliti
adalah karena di STAIN Salatiga sudah cukup lama menerapkan TIK
dalam layanan akademik. Pengembangan sistem informasi administrasi
akademik (SIAKAD) di STAIN Salatiga sudah dimulai sejak tahun 1997
dengan software berbasis under dos, kemudian diperbaiki pada tahun 2002
dengan menggunakan jaringan Local Area Network (LAN), dan terakhir
berdasarkan publikasi Webometrics per Januari 2014, ada 6 PTAIN masuk
100 besar Perguruan Tinggi terbaik di Indonesia. Dalam rangking yang
diekspose tersebut diketahui bahwa UIN Malang masuk dalam rangking
23 Indonesia (2058 dunia), menyusul selanjutnya adalah UIN Surabaya
(45/3785), UIN Jakarta (54/4485), UIN Yogyakarta (72/5914), STAIN
Salatiga (74/5960), dan IAIN Semarang (98/7849). Dari data tersebut
dapat diketahui bahwa STAIN Salatiga memiliki peringkat yang cukup
baik khususnya di lingkungan PTAIN di Jawa Tengah menempati urutan
teratas di atas dari IAIN Walisongo Semarang.
SIAKAD ini diterapkan dalam semua jenis layanan akademik
kepada mahasiswa. Dengan demikian mahasiswa dapat melakukan
pendaftaran, registrasi, pendaftaran matakuliah (KRS), melihat hasil nilai
(HSS) maupun transkrip nilai akademik, jadwal perkuliahan, presensi
perkuliahan, presensi dosen, dan sebagainya. Alamat untuk mengakses
sistem informasi layanan akademik online ini adalah:
http://akademik.stainsalatiga.ac.id/mandiri/#.
Meskipun demikian, jika dilihat dari jenis layanan yang diberikan
masih juga belum memanfaatkan seluruh yang ada di SIAKAD. Misalnya
dalam hal penerapan layanan e-learning dan masih juga menggunakan
proses manual di samping proses online, terutama dalam hal pengisian
KRS. Mengingat akan potensi yang dimiliki cukup besar, maka masih
sangat mungkin untuk dilakukan berbagai penataan dan pengembangan
Penelitian ini berorientasi untuk menemukan pola manajemen mutu
layanan akademik yang saat ini sudah ada dengan berbagai kekurangan dan
kelebihannya, kemudian mengembangkan model hipotetik yang lebih baik.
Dengan demikian penelitian ini berkaitan penjaminan mutu layanan akademik
mulai dari kebijakan, perencanaan, pengorganisasian, implementasi, dan
pengendaliannya. Dari kebutuhan data tersebut, maka subjek dalam penelitian
ini adalah para pembuat kebijakan dan pengelola Perguruan Tinggi yang
memiliki kewenangan dalam menentukan arah pengembangan mutu
pembelajaran berbasis TIK dan implementasi e-learning di perguruan tinggi
serta para pengelola dan pengguna layanan akademik berbasis TIK. Dengan
demikian, maka yang menjadi subjek dalam penelitian ini dapat dipetakan
sebagaimana dalam tabel berikut:
layanan
Di samping subjek penelitian tersebut, juga ditentukan beberapa
informan yang berfungsi untuk memperkaya informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian, sekaligus sebagai pembanding dan validasi terhadap informasi
yang diperoleh. Informan dalam penelitian ini adalah orang-orang yang
memiliki pengetahuan baik terlibat secara langsung maupun tidak langsung
dengan penyelenggaraan manajemen mutu layanan akademik berbasis TIK.
Sedangkan informan dalam penelitian ini adalah para staf LPM/UPMA, staf
PTIPD/UTIPD, para staff akademik, dosen, dan mahasiswa di IAIN Surakarta
dan STAIN Salatiga. Proses pemilihan informan ini dilakukan secara selektif
dengan pertimbangan bahwa mereka yang dipilih adalah yang benar-benar
memiliki informasi terkait dengan penelitian. Di samping itu juga dipilih
informan secara acak terutama dari kalangan dosen dan mahasiswa untuk
mengetahui tingkat pengetahuan civitas akademika terhadap pengembangan
dan implementasi layanan akademik berbasis TIK pada perguruan tinggi
mereka.
Pemilihan informan mengikuti pola bola salju (snow ball sampling).
Bila pengenalan dan interaksi sosial dengan responden berhasil maka
secara tidak langsung olehnya. Dalam penelitian kualitatif tidak ditentukan
adanya jumlah dari sampel yang diteliti, yang ada hanyalah sumber data
penelitian. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Djam’an Satori (2007).
Dalam penelitian ini, sumber data penelitian atau informan ditentukan
berdasarkan kebutuhan terhadap informasi atau data yang terkait langsung
dengan fokus masalah. Oleh karena itu informan yang dipilih adalah dosen,
staff akademik, dan mahasiswa. Prinsip pengambilan informan adalah
ketercukupan data, sehingga tidak semua data diambil dari semua informan,
tetapi dari sumber datanya langsung.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini didesain dengan pendekatan penelitian deskriptif
kualitatif dengan model studi kasus. Istilah metode kualitatif sering juga
disebut dengan ”fieldwork, naturalistic dan etnographic, inner perspective, interpretive, ecological, case study, descriptive” (Bogdan dan Biklen,
2007:3). Secara garis besar langkah-langkah penelitian kualitatif dilakukan
dengan desain yang saling berkesinambungan karena penentuan sampel yang
bersifat purposif, pengumpulan data dan analisis data dilakukan secara
simultan dan bukan terpisah-pisah. Dalam penelitian kualitatif tidak ada
desain yang baku, karena desain penelitian kualitatif dapat berkembang seiring
dengan dinamika data yang dikumpulkan. Dalam ungkapan Lincoln dan Guba
(1985), kecenderungan rancangan penelitian yang terus-menerus mengalami
rancangan membaharu (emergent design). Bogdan dan Taylor (1975: 126)
menegaskan agar para peneliti sosial mendidik (educate) dirinya sendiri. "To
be educated is to learn to create a new. We must constantly create new
methods and new approaches". Hal ini berarti bahwa dalam penelitian
kualitatif dimungkinkan seorang peneliti menemukan metode dan pendekatan
baru karena menyesuaian dengan karakteristik objek yang diteliti dan data
yang dikumpulkan.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini mengadopsi dari
bagan penelitian kualitatif yang dikemukakan oleh Sukmadinata (2007: 100)
sebagai berikut.
Gambar 3.1. Desain Penelitian
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan
studi kasus. Penggunaan metode penelitian ini dengan alasan:
1. Metode kualitatif dipilih karena dalam penelitian kualitatif bentuk desain
penelitian dimungkinkan bervariasi. Hal ini dikarenakan sesuai dengan
bentuk alami penelitian kualitatif itu sendiri yang mempunyai sifat Identifikasi,
perumusan, dan pembatasan masalah
Penentuan sample purposif dan
penyusunan pertanyaan pokok
Pengumpulan data dan interpretasi
data
emergent dimana phenomena muncul sesuai dengan prinsip alami
yaitu pehenomena apa adanya sesuai dengan yang dijumpai oleh seorang
peneliti dalam proses penelitian di lapangan. Hal ini sejalan dengan
pendapat Sugiyono (2008) bahwa metode kualitatif juga sering disebut
metode penelitian naturalistik atau etnographi. Begitu juga Catherine
Marshal (1995) yang mengartikan riset kualitatif sebagai suatu proses yang
mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai
kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia.
2. Peneliti ingin mengetahui kondisi objektif dari objek yang diteliti,
sehingga yang dilakukan adalah memotret dan mendeskripsikan objek
tanpa memberikan perlakukan khusus terhadap objek yang diteliti. Dalam
penelitian kualitatif deskriptif, objek yang diteliti berusaha untuk
dideskripsikan secara objektif melalui berbagai sumber dan menggunakan
berbagai metode, kemudian dilakukan analisis. Hal inii dapat dilakukan
karena penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara
holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode alamiah. Hal ini sejalan dengan pendapat McMillan dan
Schumacher (2001) bahwa tujuan dari penelitian kualitatif adalah konsen
terhadap pemahaman fenomena sosial dari perspektif partisipan.
berbagai kontek dan mengungkap makna dari berbagai situasi dan
peristiwa yang dialami para partisipan.
3. Penelitian menggunakan model studi kasus karena apa yang diteliti
sebenarnya sesuatu yang sudah umum diterapkan di semua PTAIN, tetapi
pada lembaga yang dipilih memiliki kekhasan yang belum tentu dimiliki
oleh PTAIN lainnya. Misalnya dalam hal kebijakan anggaran yang
dilakukan oleh IAIN Surakarta untuk investasi dalam infrastruktur TIK,
begitu juga peringkat webometric yang dimiliki STAIN Salatiga sebagai
salah satu dari 6 PTAIN di Indonesia dan satu-satunya STAIN di
Indonesia yang mampu menembus 100 besar rangking webometrik PT di
Indonesia, bahkan lebih tinggi dari IAIN Walisongo Semarang dan hanya
2 peringkat di bawah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dengan keunikan
tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan model studi kasus.
D. Definisi Operasional
Penelitian ini memiliki beberapa kata kunci yang sekaligus merupakan
fokus utama dari penelitian. Masing-masing dari istilah tersebut perlu
dijelaskan agar dalam proses penelitian tidak terjadi kesalah pahaman dan
kekeliruan dalam pengumpulan data dan analisisnya. Di antara istilah yang
perlu dijelaskan adalah:
1. Kebijakan PTAIN tentang manajemen mutu layanan akademik berbasis
Perguruan Tinggi merupakan salah satu bentuk layanan publik. Dengan
demikian kebijakan pimpinan Perguruan Tinggi juga masuk dalam
kategori kebijakan publik. Menurut Anderson (1994: 4-5), yang dimaksud
dengan kebijakan publik (public policy) adalah:
“In general usage, the term policy designates the behavior of some actor or set of actors, such as an official, a governmental agency, or a legislature, in an area of activity such as public transportation or consumer protection. Public policy also maybe viewed as whatever governments choose to do or not to do. One definition holds that public policy, “broadly defined”, is “the relationship of a governmental unit to environment.” Such a definition is so broad as to leave most student uncertain of its meaning: it could encompass almost anything.
Artinya bahwa kebijakan (policy) adalah pernyataan kehendak suatu pihak
sebagai aktor, seperti pemerintah yang mengandung maksud dan tujuan
tertentu, dan secara konsisten dinyatakan dalam rangka mengatasi
masalah-masalah yang berhubungan dengan kepentingan publik (orang
banyak). Sedangkan implementasi kebijakan tersebut akan menimbulkan
dampak atau konsekuensi terhadap perilaku tertentu pada individu maupun
kelompok sosial yang terkait atau berkepentingan dengan implementasi
kebijakan tersebut.
Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kebijakan PT adalah, berbagai hal
yang terkait dengan orientasi pengembangan PT yang tertuang dalam
berbagai dokumen. Di antaranya adalah pada Rencana Induk
Pengembangan (RIP), Rencana Strategis (Renstra), Rencana Kerja Tahuan
(RKT), Rencana Operasional (Renop), berbagai peraturan dan keputusan
kegiatan atau program yang ditetapkan, khususnya yang terkait dengan
implementasi manajemen mutu layanan akademik berbasis TIK. Khusus
terkait dengan kebijakan mutu, dapat juga dilihat dari dokumen
penjaminan mutu yang ada di PT yang berupa kebijakan mutu, manual
mutu, dan pedoman prosedur.
2. Perencanaan sistem layanan akademik berbasis TIK
Perencanaan merupakan proses penyusunan program. Teow Ek dan Cheng
(1995:14) berpendapat bahwa:
Perencanaan mutu adalah aktivitas yang membangun tujuan mutu dan mengorganisir sumberdaya untuk memenuhi atau melampaui tujuan. Ia mencakup perencanaan produk, perencanaan strategis dan operasional, juga persiapan rencana mutu.
Terkait dengan sistem layanan akademik berbasis TIK, dibutuhkan
rancangan yang menyeluruh tentang unsur-unsur yang terkait dengan
layanan, jenis-jenis layanan yang diberikan, mekanisme atau prosedur
layanan, pengelolaan produk layanan, dan proses pengendalian mutu
layanan. Keseluruhan proses tersebut sudah harus dirumuskan secara
lengkap dalam desain sistem TIK di PT secara lengkap. Bentuk dari
perencanaan ini dapat berupa masterplan atau blue print pengembangan
TIK.
3. Pengorganisasian sistem layanan akademik berbasis TIK.
Pengorganisasian merupakan salah satu fungsi dari manajemen. Para pakar
sepakat memasukkan pengorganisasian dalam pendapat-pendapat mereka
merupakan hal yang pokok dan urgen untuk dilaksanakan secara baik.
Proses pengorganisasian biasanya melibatkan unsur pimpinan atau
penanggungjawab program dengan pelaksana program tersebut. Dalam
konteks manajemen mutu layanan akademik berbasis TIK,
pengorganisasian dilakukan oleh penanggungjawab akademik (WR 1)
bersama penanggungjawab TIK (Katua PTIPD), serta para staff pelaksana
akademik di tingkat institut maupun di tingkat fakultas.
Pengorganisasian ini meliputi organisasi kelembagaan dan organisasi data
yang diinput dalam sistem informasi. Mengorganisir kelembagaan berarti
mengatur dan menyusun job deskripsi beserta prosedur layanan akademik.
Sedangkan mengorganisir data dilakukan menggunakan proses otomatisasi
dalam sistem TIK yang diterapkan.
4. Penerapan manajemen mutu layanan akademik berbasis TIK
Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab II, bahwa penerapan manajemen
mutu layanan akademik dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Rinda
Hedwig dan Gerardus Polla (2006), yang menjadi kunci keberhasilan dari
penerapan sistem penjaminan mutu di PT adalah: (a) Komitmen segenap
pimpinan PT, (b) Komitmen manajemen PT, (c) Komitmen setiap individu
yang menjalankan system manajemen mutu ini, (d) Konsistensi senantiasa
dipelihara dalam setiap melakukan kegiatan maupun pengambilan
keputusan/sikap, dan (e) Ketersediaan basis data akurat yang digunakan
Penerapan manajemen mutu perlu mengangkat prinsip yang disampaikan
oleh Sallis (2006), yaitu”sell-on quality” (mutu yang menjual). Sallis
menganggap bahwa tingkat kepuasan pelanggan yang tinggi menjadi
sumber informasi bagi calon pelanggan lain untuk ikut bergabung dan
menggunakan produk atau layanan institusi. Dengan demikian pelaksana
layanan akademik pada semua level perlu menjadikan mutu sebagai
budaya kerja. Jika mutu sudah menjadi budaya, maka implementasinya
dapat lebih mudah. Saat ini masih banyak SDM di PT yang belum
sepenuhnya mau melaksanakan sistem layanan akademik berbasis TIK
dengan senang hati, atau bahkan menjadi kebiasaan mereka. Padahal
dalam era yang sudah sangat maju ini semua hal berkaitan dengan TIK.
Dalam kaitannya dengan implementasi layanan akademik berbasis TIK di
IAIN Surakarta dan STAIN Salatiga, keduanya menggunakan program dan
software yang sama, yang diberi nama SIAKAD. Kemunculan program ini
juga hampir bersamaan dan sempat dijadikan fokus pembahasan dalam
rapat koordinasi pengembangan TIK di PTAIN secara nasional tahun
2010.
5. Pengendalian mutu layanan akademik berbasis TIK
Mutu layanan akademik dilihat dari 5 (lima) aspek dengan menggunakan
pendapat Parasuraman et al., (1990). Kelima aspek tersebut adalah;
tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empaty. Tangibles
(keterukuran) diukur dari aspek fisik, yaitu fasilitas, peralatan yang