• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINERGITAS SISTEM RELIGI DAN ADAT MASYARAKAT KAMPUNG ADAT URUG DESA URUG KECAMATAN SUKAJAYA KABUPATEN BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SINERGITAS SISTEM RELIGI DAN ADAT MASYARAKAT KAMPUNG ADAT URUG DESA URUG KECAMATAN SUKAJAYA KABUPATEN BOGOR"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

52

SINERGITAS SISTEM RELIGI DAN ADAT MASYARAKAT KAMPUNG ADAT URUG DESA URUG KECAMATAN SUKAJAYA KABUPATEN BOGOR SYNERGY RELIGION AND TRADITIONAL SYSTEM OF THE KAMPUNG ADAT

URUG, URUG VILLAGE, SUKAJAYA DISTRICT, KABUPATEN BOGOR

Sri Rahayu Pudjiastuti1a, Asep Ardabili 2a, Mustikaningsih2a, Suhendar2a

1,2 Program Studi Magister PPKn, STKIP Arrahmaniyah

aJl. Masjid Al-Ittihad Pondok Terong Depok

korespondensi: 1yayu.pudjiastuti@gmail.com

APA Citation: Pudjiastuti, Sri Rahayu, Ardabili, A., Mustikaningsih, & Suhendar. (2021).

Sinergitas Sistem Religi dan Adat Masyarakat Kampung Adat Urug Desa Urug Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor. Sintesa: Jurnal Ilmu Pendidikan, 16(1), 52-60.

Received: 17-6-2021 Accepted: 25-6-2021 Published: 30-6-2021 Abstrak. Penelitian ini membahas tentang bagaimana sistem religi dan kepercayaan adat istiadat atau tradisi masyarakat di Kampung Adat Urug, termasuk penggunaan fasilitas dan sumber daya yang digunakan untuk melaksanakan peribadatan adat istiadat setempat, sehingga dari hasil penelitian ini dapat dideskripsikan sistem religi dan bentuk kebudayaan di masyarakat Kampung Adat Urug serta dapat diketahui penggunaan fasilitas dan sumber daya yang digunakan untuk melaksanakan peribadatan dalam bentuk kebudayaan terhadap kepercayaan yang diyakini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitis, sehingga dapat ditemukan sinergitas sistem religi dengan kepercayaan adat istiadat yang dianut masyarakat dan diharapkan dapat bermanfaat sebagai pengembangan khazanah pengetahuan tentang tradisi kebudayaan dan kepercayaan masyarakat di Kampung Adat Urug. Penelitian ini diharapkan menjadi wadah bagi peneliti untuk mengimplementasikan ilmu dalam kehidupan bermasyarakat dan memperkaya wawasan pengembangan ilmu pengetahuan peneliti. Manfaat lain dari penelitian ini bagi masyarakat dan pemerintah setempat adalah diharapkan dapat memberi tambahan informasi dalam konservasi warisan budaya masyarakat khususny adi daerah Suku Sunda.

Kata Kunci: Sinergitas; Sistem Religi; Adat Istiadat; Kampung Adat Urug.

Abstract. This research discusses how the religious system and beliefs of the customs or traditions of the community in Kampung Adat Urug, including the use of facilities and resources used to carry out local traditional worship, so that from the results of this study can be described the religious system and cultural forms in the Kampung Adat Urug and it can be seen the use of facilities and resources used to carry out worship in the form of culture against the beliefs that are believed. The method used in this study is a qualitative method with an analytical descriptive approach, so that it can be found the synergy of the religious system with the traditional beliefs held by the community and is expected to be useful as a development of the repertoire of knowledge about cultural traditions and community beliefs in Kampung Adat Urug. This research is expected to be a forum for researchers to implement science in social life and enrich the knowledge development horizons of researchers. Another benefit of this research for the community and local government is that it is expected to provide additional information in the conservation of the cultural heritage of the community, especially in the Sundanese region.

Keywords: Synergy; Religious System; Traditional System; Kampung Adat Urug.

1. PENDAHULUAN

Bangsa Indonesia merupakan bangsa kharismatik cultural yang terdiri dari

berbagai macam suku bangsa, bahasa, dan budaya yang menarik untuk dikaji lebih dalam. Suku-suku tersebut tersebar di seluruh pelosok kawasan nusantara. Setiap

(2)

53 daerah di Indonesia memiliki tradisi

kebudayaan yang unik dan diwariskan secara turun-temurun. Kemajemukan budaya yang dimiliki setiap suku pada dasarnya merupakan identitas dan kekayaan bangsa Indonesia. Kebudayaan merupakan salah satu perwujudan jati diri bangsa yang mempunyai ciri khas dari gambaran kehidupan masyarakat Indonesia (Eka &

Nurina, 2017). Kebudayaan selalu erat kaitannya dengan tradisi keadatan. Adapun Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan akal, dan juga diartikan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta manusia atau masyarakat (Rosana, 2017).

Sedangkan tradisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat.”

(Depdiknas, 2011). Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa tradisi adat kebudayaan merupakan kebiasaan yang dilakukan secara turun-temurun sebagai hasil karya, rasa dan cipta manusia dari corak kehidupan leluhur. Urgensi kelangsungan hidup sebuah bentuk tradisi kebudayaan selalu diwariskan oleh generasi ke generasi selanjutnya, sekaligus berupaya dengan maksimal untuk melestarikan dan mempertahankanya.

Eksistensi suatu tradisi adat budaya dapat terus berlangsung apabila nilai-nilai luhurnya tetap dipertahankan. Kelunturan tradisi adat budaya secara fundamental dapat terjadi akibat hilangnya nilai luhur yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya terdahulu. Proses terjadinya kelunturan tradisi adat budaya tentunya diwarnai berbagai macam aspek kondisi, baik masyarakatnya ataupun sistem yang diterapkannya. Adanya persepsi sebagian kalangan yang menganggap kebiasaan leluhur masih banyak yang bertentangan dengan aspek agama, sosial, ekonomi, hukum dan pendidikan yang terus berkembang, sehingga turut mewarnai proses terjadinya kelunturan tradisi adat budaya. Fenomena sosial kultur tersebut terus meluas dan disalah-artikan oleh sebagian kalangan masyarakat. Kendati demikian, adalah suatu kewajiban bagi

setiap masyarakat untuk mempertahankan kelestarian budaya asli yang ada di daerahnya dan terus bersinergi dengan perkembangan zaman.

Penelitian di Kampung Adat Urug, yaitu suatu kampung adat yang terletak di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kampung Adat Urug dikenal masih sangat eksis dalam mempertahankan warisan tradisi adat kebudayaannya. Kagusuhan dan masyarakatnya mampu mempertahankan makna luhur warisan tradisi adat budayanya sekaligus berdampingan dengan aspek sosial lainnya. Peneliti membatasi penelitian ini dengan mendeskripsikan temuan dan menganalisis sistem religi dan adat masyarakat di Kampung Adat Urug.

Khususnya mengenai tata cara adat istiadat yang berjalan seiringan dengan tata cara peribadatan di lingkungan Kampung Adat Urug, sehingga terjalin hubungan masyarakat yang berkembang dan harmonis.

Kampung Adat Urug ini setiap unsur pemerintah, masyarakat, kasepuhan, agamawan, dan budayawan, mempunyai peranan tersendiri namun selalu berkaitan dalam upaya pelestarian suatu karya nenek moyangnya terdahulu.

2. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2021, dengan pengambilan data yang berlokasi di Kampung Adat Urug, Desa Urug, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitis. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan melalui pendekatan kuantitatif (Saryono, 2010).

Penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitis dilakukan dengan cara;

peneliti segera melakukan analisis data dengan memperkaya informasi, mencari hubungan, membandingkan, menemukan pola atas dasar data aslinya (tidak ditransformasi dalam bentuk angka)

(3)

54 (Pudjiastuti, 2016). Selanjutnya, hasil analisis

data berupa pemaparan mengenai situasi yang diteliti dan disajikan dalam bentuk uraian naratif (Pudjiastuti, 2019). Sumber utama dalam penelitian ini adalah wawancara kepada para kasepuhan Kampung Adat Urug secara langsung, wawancara kepada unsur kepemerintahan Desa Urug secara langsung, dan pengamatan langsung. Sumber data kedua antara lain; Situs website pemerintah, Jurnal yang relevan, dan pandangan masyarakat.

Validasi data yang didapatkan dibandingkan dengan bahan dan sumber lainnya, dianalisis dan disajikan secara sistematis.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sistem Religi Kampung Adat Urug Menurut Prof. Dr. M. Driyarkara, S.J. dalam Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat (Eka

& Nurina, 2017) mengatakan bahwa kata agama kami ganti dengan kata religi, karena kata religi lebih luas, mengenai gejala-gejala dalam lingkungan hidup dan prinsip. Istilah religi menurut kata asalnya berarti ikatan atau pengikatan diri. Oleh sebab itu, religi tidak hanya untuk kini atau nanti melainkan untuk selama hidup. Dalam religi manusia melihat dirinya dalam keadaan yang membutuhkan, membutuhkan keselamatan dan membutuhkan secara menyeluruh (Eka

& Nurina, 2017). Dengan demikian Sistem Religi merupakan kata ganti yag bermakna lebih luas dari sistem keagamaan. Peneliti akan membahas gejala-gejala yang berkaitan dengan keagamaan di Kampung Adat Urug. Masyarakat Kampung Adat Urug beragama Islam seratus persen. Sistem peraturan yang digunakan di Kampung Adat Urug terdiri dari hukum Agama Islam, Hukum Kasepuhan Adat, Hukum Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia, lanjut abah menuturkan setiap peraturan hukum berada pada kapasitasnya masing-masing dan saling mendukung, jadi tidak tumpang tindih satu sama lain seperti contohnya kegiatan adat yang lima maka kasepuhan yang mengatur sedangkan kegiatan pengajian, peribadahan maka ustadz yang mengarahkan, dan kegiatan pemerintah seperti PEMILU maka unsur pemerintah itu sendiri yang mengaturnya, masyarakat akan

mengikuti patuh terhadap ketiga hukum tersebut. Lanjut abah menguatkan, Kedah sababad sa pingandean, kedah sarendeuk sa igeul, bahasa teh kedah kacai kedah jadi saleuwi, ka darat kedah jadi salogat, ulah sok silih singgung silih siku, kerja bareng-bareng pekerjaan masing-masing maknanya semua aspek yang tiga tadi meskipun berbeda ranah tetapi tetap saling bahu-membahu, membangun dan bekerjasama dalam menciptakan kehidupan Kampung Adat Urug yang sinergis, dan harmonis.

Peribadatan dan kebudayaan yang dijalankan di Kampung Adat Urug dijalankan dengan selaras dan harmonis. Sistem musyawarah dan mufakat digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah terutama yang berkaitan dengan keyakinan, kepercayaan dan tata cara peribadahan, jika menemukan perbedaan dan kejanggalan pak ustadz menegurnya dengan memberikan siasat contoh yang seharusnya bukan langsung kepada orang yang dituju dengan harapan tidak menyakitinya. Setiap kegiatan keagamaan selalu dilaksanakan di Rumah Gedong atau Gedong Kampung Adat Urug hal ini sudah menjadi tradisi dari leluhur, sehingga tetap terjadi kesinambungan antara agama islam dengan kegiatan adat setempat, kecuali untuk Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha yang dilaksanakan di Masjid Jami Al Ikhlas yang berlokasi tepat di wilayah Kampung Adat Urug. Berikut ini rangkuman kegiatan atau tradisi keagamaan yang terdapat di Kasepuhan Kampung Adat Urug antara lain;

(1) Syukuran Cukur Rambut Bayi. Syukuran merupakan bentuk ucapan terima kasih kepada Allah SWT, yang telah memberi kelancaran pada proses persalinan dengan keadaan selamat, sehat baik ibunya maupun anak yang dilahirkannya. Uniknya syukuran ini tidak diadakan di rumah keluarga yang melahirkan, akan tetapi pihak keluarga membawa bayinya ke Kasepuhan tepatnya di Rumah Gedong, dan dihadiri oleh para Kasepuhan Kampung Adat Urug, Ustadz setempat, santri dan masyarakat lainnya.

Kegiatan dilakukan bersamaan dengan membaca Asyrokolan yaitu pembacaan maulid Nabi Muhammad SAW seperti

(4)

55 Barjanzi, lalu bayi tersebut dicukur

rambutnya. Kegiatan ini dilakukan pada hari ke 7 setelah dilahirkannya.

(2) Pengajian Rutinan. Kegiatan pengajian, yaitu pengajian belajar membaca Al Quran, membaca Iqro untuk setiap usia PAUD yang diadakan di rumah Ustadz. Warga secara bergantian datang untuk belajar mengaji karena dasar dari pemahaman ajaran agama setiap orang wajib mengenal dan mampu membaca Al-Quran. Kegiatan ini Ustad dibantu oleh beberapa anaknya yang sudah lulus dari pesantren. Uniknya jadwal dan waktu pengajian tidaklah menentu, biasanya anak-anak dari Kampung Adat Urug datang setelah Sholat Dzuhur, Sholat Ashar, ataupun Sholat Wajib lainnya.

(3) Rencana Pendirian Rumah Santri. Ustadz mempersiapkan tim yang diambil dari beberapa santri yang sudah lulus dari beberapa pesantren. Rencana kegiatannya pada setiap malam minggu dan malam rabu.

Selain menjalankan kewajiban menuntut dan mengamalkan ilmu, pengajian ini ditujukan untuk regenerasi penerus yang akan melanjutkan kegiatan peribadatan di Kampung Adat Urug ini, tema pengajian yang akan dibahas mengupas kitab-kitab Salafiyah, problematika kehidupan bermasyrakat, berpartisipasi pada setiap kegiatan adat yang dilaksanakan agar tetap sesuai dengan hukum dan ajaran agama Islam tanpa menghalangi kegiatan kebudayaan yang ada di sana.

(4) Kegiatan yang Berkaitan Langsung dengan Tradisi Adat dan Masyarakat.

Kasepuhan Kampung Adat Urug memberikan otoritas penuh kepada para Ustadz, dalam hal ini untuk memimpin dan mengatur semua kegiatan yang berhubungan dengan agama Islam. Seperti contohnya kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang biasa disebut masyarakat sebagai Mulud, Kegiatan Muharom, Rewahan, dan kegiatan Adat lainnya yang selalu ditutup oleh doa yang dipimpin Ustadz. Begitu pula dengan kegiatan di masjid Al Ikhlas, Unsur DKM,

Imam solat, sedekah masjid, semuanya diserahkan kepada para Ustadz.

B. Sinergitas Adat Istiadat dan Sistem Religi, Upaya Melestarikan Tradisi Adat Budaya Kampung Adat Urug Pembahasan mengenai adat istiadat di Kampung Adat Urug tidak akan lepas dari nilai historis para leluhur. Berdasarkan pemaparan Abah Ukat, Ketua Kasepuhan atau Ketua Adat yang pertama di sini, merupakan keturunan dari Prabu Siliwangi, beliau diberikan amanat lima (5) perkara yaitu ;

1) Peraturan Pertanian

Mayoritas masyarakat Kampung Adat Urug berprofesi sebagai petani, tentunya harus ada Sistem pengelolaan dan Sumber Daya yang baik. Penulis menemukan adanya seperangkat aturan yang bersifat lisan atau tidak tertulis, akan tetapi wajib dipatuhi oleh seluruh lapisan masyarakat dan dianggap sakral.

Sesuai dari amanah leluhur, peraturan pertanian harus selalu dilestarikan secara turun temurun. Proses pertanian yang diatur meliputi tempat dan waktu agar mendapatkan kualitas panen yang baik.

Maka, Abah Ukat selaku ketua Kasepuhan akan meminta kepada Allah SWT untuk mencari waktu dan tempat yang tepat.

Lanjut abah menuturkan, semoga pada saat menebar benih hama tikus sedang di tempatnya, pada saat berbuah burung sedang di sarangnya sehingga panen yang diharapkan sesuai istilah dari leluhur “Saetik mahi, loba sing aya sisana, hirup manfaat dunya akherat” dalam bahasa Indonesia dapat diartikan panen sedikit asal cukup dan banyak semoga ada sisanya, hidup bermanfaat di dunia dan di akhirat. Maksudnya meskipun panen sedikit diharapkan cukup untuk kebutuhan sehari-hari, apalagi jika panen melimpah maka dapat diberikan kepada sesama. Setiap kali panen dalam sepuluh (10) ikat padi, maka satu (1) ikatnya akan diberikan kepada yang berhak yaitu 8 macam kalangan masyarakat atau dikenal 8 asnaf zakat. Dalam hal ini tentu saja sesuai dengan konteks zakat yang ditetapkan Islam, akan tetapi nisab yang

(5)

56 ditentukan dibuat mudah agar diterima

oleh kaum petani dan masyarakat. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai nisab satu ikat padi dari sepuluh ikat apakah sudah sesuai atau belum.

2) Sedekah, Satu tahun lima (5) kali

Secara umum sedekah di sini merupakan pembagian rezeki berupa makanan, jamuan, dan sebagainya untuk dibagikan kepada masyarakat dalam maupun luar Kampung Adat Urug. Sedekah satu tahun lima (5) kali merupakan kunci kegiatan adat istiadat yang dilestarikan dan bersinergi erat dengan sistem religi atau keagamaan. Pembahasan lebih difokuskan kepada makna yang terkandung dan kaitannya dengan agama Islam. Sedekah tersebut meliputi

(a) Mulud. Tradisi Mulud atau Muludan merupakan sedekah yang pertama, sebagai bentuk kegiatan memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Kegiatan Mulud di Kampung Adat Urug dilaksanakan pada hari 12 bulan mulud atau Rabiul Awal tahun Hijriah. Kegiatan ini dilakukan dengan pembacaan dzikir mulud dan Asyrokol atau pembacaan kitab maulid Nabi Muhammad SAW, seperti kitab Barzanji. Pembacaan kitab maulid diserahkan kepada bagian keagamaan, dalam hal ini Ustadz atau seseorang yang sudah dianggap mampu.

semua warga yang sudah berumah tangga diwajibkan menyiapkan makanan yang berisi nasi putih dan ayam bakak yang disajikan dalam sebuah wadah boboko (tempat menyimpan nasi tradisional) yang biasa disebut dengan istilah Nameng. Sajian Nameng ini dikumpulkan di rumah adat dan apabila pembacaan kitab maulid telah selesai, maka Nameng ini dibagikan kepada masyarakat. Alasan diadakannya acara ini menurut Abah Ukat, Nabi Muhammad pada saat berusia 25 tahun dipanggil oleh Yang Maha Kuasa, akan diberi Kitab Rasul dan Tasauf kemudian harus mengajarkan rukun Islam yang lima perkara di Negara Mekah. Nabi Muhammad patuh, taat dan melaksanakan Kehendak Yang Maha Kuasa, maka selama mengajarkan rukun

Islam di Negara Mekah tersebut dan seterusnya, Nabi Muhammad akan selalu dikirim “bekal” oleh Yang Maha Kuasa, hakikatnya berupa do’a-do’a dari setiap umat Islam yang melaksanakan acara Muludan tersebut, karena itulah Abah Ukat bersama warga Kampung Adat Urug melaksanakannya sebagai wujud bakti kepada Nabi Muhammad SAW (Dewantara, 2013).

(b) Seren Taun. Tradisi sedekah yang kedua adalah Seren Taun atau dikenal pesta panen atau Syukuran hasil panen Acara. Seren Taun merupakan ungkapan rasa syukur dari para petani yang dipimpin oleh Ketua Kasepuhan Kampung Adat Urug. Menurut Abah Ukat, istilah seren tahun atawa pesta panen anu dilaksanakeun, abah nyuhunkeun ka Nu Kagungan (Yang Maha Memiliki), pemungutan hasil panen nu penting saetik mahi, loba sing aya sisana. Maknanya Abah memohon kepada Maha Pencipta suapaya diberi hasil panen yang baik seperti yang telah dibahas sebelumnya. Rasa syukur ini dimaksudkan bentuk permohonan izin kepada Maha Pencipta atas anugerah pertanian yang diberikan. Karena pada hakikatnya tanaman-tanaman dapat tumbuh di bumi, maka ketika memanennya harus meminta izin kepada pemilikNya. Tradisi Seren tahun dilakukan setelah masyarakat selesai memanen.

Penyimpanan padinya dilakukan pertahun secara bergilir tempat. Tahun 2021 sendiri sekitar tanggal 02 Januari abah menebarkan benih, maka panen yang akan datang sekitar awal Juli, yang jika dihitung sekitar enam (6) bulan lebih satu minggu.

(c) Sedekah Rowah. Tradisi adat yang ketiga adalah sedekah Rowah, yang dilaksanakan pada tanggal 12 bulan Rowah dalam Sunda atau bulan Sya’ban dalam Hijriah. Tradisi dimulai saat pagi hari, masyarakat membawa ayam minimal satu ekor per keluarga yang akan disembelih di halaman rumah adat, dibawa kembali dan dimasak di rumah

(6)

57 masing-masing, setelah selesai dibawa

lagi ke rumah adat, kemudian diadakan selamatan yang dilaksanakan ba’da Dhuhur. Menurut Dewantara (2013) ketika mewawancarai Abah Ukat, Acara ini dan do’a yang dikirim sebagai wujud bakti kepada Nabi Adam Alaihi Salam karena menjadi induk semua umat manusia. Manusia awalnya di akhirat, di dunia itu hanya diumbarakeun (dikembarakan) akan kembali ke akhirat yang dibawa hanya amal perbuatan baik ataupun buruk yang akan diterima oleh Nu Kagungan (Yang Maha Memiliki).

Nabi Adam sebagai induk seluruh umat manusia awalnya di akhirat dahulu, karena suatu hal ia diturunkan ke bumi (Dewantara, 2013)

(d) Sedekah Bumi. Tradisi adat yang ke empat adalah sedekah bumi, yaitu bentuk syukuran dengan kegiatan memanjatkan doa dan makan bersama di Rumah Adat. Hal ini dimaksudkan agar semua masyarakat ketika menanam padi sangkan mulus rahayu berkah salamat dijaga diraksa yaitu diberikan keberkahan, kelancaran, dan keselamatan tanpa kendala. Abah menuturkan, proses penanaman padi di Kampung Adat Urug dilakukan satu kali dalam satu tahun, tradisi sedekah ini diadakan sebelum menanam padi, pada tahun ini abah tetapkan pada hari Rabu, 15 Desember 2021. Abah mengutarakan ada istilah, Mipit amit ngala menta, mipit amit sangkan melak pare, dipilarian waktosna ku abah, padi sedang ditanam tikus kedah dikandangna, padi berbuah mulai berisi burung kedah aya disarangna supaya tidak habis, itu dipilarian. Maksudnya mengambil dan memetik harus meminta izin kepada yang punya (Yang Maha Pencipta), abah akan mencari waktu yang tepat ketika menanam padi semoga pada saat menebar benih hama tikus sedang di tempatnya, pada saat berbuah burung sedang di sarangnya sehingga proses menanam sampai dengan hasil panen yang diharapkan diberikan keberkahan, keselamatan dan kelancaran.

(e) Ponggokan. Tradisi yang kelima disebut dengan Ponggokan atau Muharoman yaitu acara tutup taun tanggal taun. Tradisi Ponggokan dilaksanakan dalam bentuk selametan penutupan tahun hijriah dan menyambut tahun hijriah yang baru. Masyarakat membawa makanan seperti nasi kuning, dipanjatkan doa bersama atau selametan di Rumah Gedong setelah itu dibagikan kembali kepada masyarakat. Tradisi Ponggokan dilaksanakan dalam rangka doa bersama semoga pada tahun yang akan datang diraksa (dihindarkan dari bahaya). Ponggokan tahun ini dilaksanakan pada hari Rabu 18 Agustus 2021. Kegiatan Ponggokan umumnya sama seperti Seren Taun, yaitu terdapat hiburan seperti Jaipongan, wayang Golek bahkan Orgen Tunggal yang datang atas inisiatif dan yang diizinkan abah, lalu di Abah di sini biasanya meminta waktu 15 menit untuk membuka kembali sejarah dan memberikan wejangan-wejangan (nasihat dan pengingat) kepada masyarakat umum.

Tradisi Adat yang berupa sedekah yang lima ini merupakan kegiatan yang bersinergi dan berakulturasi dengan aspek Keagamaan, sosial dan budaya.

Pertama nilai keagamaan yang tercermin dari seluruh kegiatan disertai dengan pemanjatan doa bersama dan sedekah atau berbagi rezeki yang didapatkan, kedua nilai sosial yang tercermin dari sedekah itu sendiri yang diberikan kepada seluruh lapisan masyarakat baik dalam atau luar kampung tanpa membeda-bedakan, ketiga nilai kebudayaan yang tercermin dari kegiatan hiburan seperti jaipongan, Golek dan sebagainya guna terus memperkenalkan dan menjaga warisan keaslian budaya Sunda kepada masyarakat umum.

Berdasarkan keseluruhan aspek tersebut dilatari motivasi yang kuat akan kesadaran Kasepuhan dan masyarakat untuk melestarikan sekaligus menyelaraskan tradisi leluhur dengan keagamaan.

(7)

58 3) Ngajaga Leweung

Amanah yang ketiga adalah ngajaga leweung. Yang dimaksud dengan ngaja lewung adalah melestarikan alam dan seluruh ekosistem yang ada di dalamnya.

Abah Ukat menuturkan, amanah nu ka tilu aya nu disebat ucapan, titipan, tutupan, awisan. Gunung kayuan, lamping awian, lepad balongan. Ulah nepi ka gunung dirusak, upami gunung diruksak nepi ka gundul penghunina pasti pindah tempat.

Yang dimaksud titipan adalah amanah dari leluhur, maknanya adalah melestarikan segala potensi sumber daya alam dengan berkelanjutan, agar supaya gunung tidak rusak, apabila gunung rusak maka semua makhluk hidup yang ada di dalamnya ikut punah dan merasa terganggu, apabila terganggu maka akan berpengaruh dan merugikan pada pemukiman masyarakat itu sendiri. Seperti halnya hewan-hewan buas yang ekosistemnya dirusak manusia, biasanya hewan tersebut mencari makan turun gunung dan memangsa ternak di pemukiman masyarakat bahkan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya. Oleh karena itu, abah mengajak khususnya kepada masyarakat Kampung Adat Urug untuk turut serta menjaga dan melestarikan alam.

4) Ngarawat Rumah Adat

Rumah adat merupakan tempat tinggal yang memiliki ciri khusus atau identitas suatu warisan kebudayaan. Siapapun yang memiliki rumah tentunya harus merawat dan menjaganya, oleh karena itu Kasepuhan secara turun temurun mewarisi tata cara merawat rumah adat dengan baik. Ketua Kasepuhan dibantu dengan anggota lainnya untuk membersihkan dan merawat Rumah Adat sesuai pada gambar struktur Kasepuhan pada bab sebelumnya. Adapun Rumah Adat di Kampung Adat Urug terbagi menjadi bebarapa macam, penjelasan rincinya adalah sebagai berikut :

(a) Gedong. Gedong atau Gedong Ijo atau biasa dipanggil Rumah Gedong merupakan rumah yang ditempati oleh Ketua Kasepuhan Kampung Adat Urug, rumah ini biasa dipakai untuk penerimaan tamu ataupun kegiatan tradisi adat yang ada di Kampung Adat Urug, dan dijadikan sebagai

pusat kegiatan. Suasana di dalam Rumah Gedong tampak luas dengan sedikit lubang jendela yang terbuka. Gedong terbagi menjadi beberapa ruangan; Ancol, ruang tamu, bale riungan, bale musyawarah, kamar tamu, kamar benda pusaka, kamar kasepuhan, goah tempat beras, goah tempat daging dan kue, Pawon atau dapur, saung lisung atau tempat numbuk padi. Bentuk atap rumah di Kampung Adat Urug berbeda-beda, bentuk suhunan pawon atau atap dapur berbentuk ririmasan, bentuk suhunan bale musyawarah berbentuk julangapak, bentuk suhunan tepas atau tempat kumpul berbentuk jinjing regis, bentuk suhunan Ancol atau ruang tamu berbentuk sontog bengkok, dan bentuk suhunan bale istirahat berbentuk sontog bengkok. Abah Ukat melanjutkan, Gedong memiliki lebar 12 meter, Panjang 30 meter, pintu 7 buah, jendela 9 buah, kaki 5 buah, keseluruhan bagian itu tidak boleh ditambah atau dikurang.

(b) Rumah Panggung. Rumah adat yang kedua adalah Rumah Panggung, yaitu sebuah rumah yang berada tepat di depan sebelah kanan Rumah Gedong dengan pintu yang menghadap ke selatan, digunakan sebagai tempat paniisan (Istirahat leluhur).

Tempat ini tidak bisa dikunjungi oleh orang lain, yang diizinkan masuk ke dalam rumah ini adalah Ketua Kasepuhan Kampung Adat Urug, Istri Ketua Kasepuhan, dan seseorang juru kebersihan yang bertugas membersihkan dan merawat Rumah Panggung. Selaku Ketua Kasepuhan Kampung Adat Urug, Abah Ukat Raja Aya hanya masuk 1 tahun sekali pada saat tradisi Seren Taun. Abah akan berdiam diri, untuk mendapatkan wejangan dari leluhur yang akan disampaikan kepada masyarakat umum, serta menerima wangsit atau pesan dari leluhur untuk menyampaikan estafet kepemimpinan kepada generasi selajutnya.

Hasilnya nanti, di Gedong abah akan berbicara empat mata kepada calon pemimpin selanjutnya untuk menyampaikan hal-hal yang tidak boleh diketahui oleh masyarakat umum dan sekaligus menunjuk Ketua Kasepuhan Kampung Adat Urug yang baru berdasarkan wangsit, siapapun

(8)

59 termasuk istri abah tidak akan

mengetahuinya, kecuali abah dan calon pemimpin selanjutnya.

(c) Gedong Alit. Gedong Alit atau Bumi Alit merupakan bangunan kecil yang terletak di ujung jalan buntu ke arah sebelah utara dari Gedong. Gedong Alit ditutupi oleh pagar kawat, dan cukup memberi kesan keramat dan sakral. Di dalam Gedong Alit terdapat kuburan leluhur yang tidak diketahui masyarakat umum. Seseorang yang bisa masuk ke dalam Gedong Alit hanya Ketua Kasepuhan Kampung Adat Urug yang dilakukan sebanyak dua (2) kali dalam setahun pada saat Tradisi Seren Taun dan Ponggokan atau Muharoman sedangkan juru kebersihan hanya diperkenankan untuk membersihkan halaman dan tidak masuk ke dalam ruangan. (d) Leuit. Leuit merupakan tempat penyimpanan padi setelah panen dan sebelum ditumbuk. Leuit dimiliki oleh setiap keluarga. Biasanya diambil pada hari- hari tertentu yaitu Kamis dan Minggu.

5) Jalan anu menuju Rumah Adat ada tiga (3) Amanah yang terakhir adalah jalan, yakni jalan menuju rumah adat. Abah menuturkan, jalan menuju Rumah Adat terbagi menjadi tiga. pertama Ari jalan palih handap atau jalan yang berada di bawah adalah jalan hakikat, istilahnya jalan yang menuju tempat orang Urug meninggal kekuburan berada di bawah. Kedua jalan Syareat diberi nama Jalan Syareat sebab ada ucapan leluhur yang menyampaikan kepada anak cucunya...budak tah ieu nepi ka dieu dipasihan jalan, jenenganana jalan syareat artinya jalan yang diberikan nama oleh leluhur. Ketiga Jalan Marifat yaitu jalan buntu yang menuju gedong alit, hanya Ketua Kasepuhan Kampung Adat yang mengetahui rahasia maksudnya.

C. Kearifan Lokal Kampung Adat Urug Kearifan lokal Kampung Adat Urug ini memilik tiga fungsi yaitu mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada perilaku dan perbuatan manusia baik dalam bermasyarakat, dengan alam dan juga dengan sang pencipta. Alam memiliki sumber daya yang terbatas. Manusia

merupakan bagian dari alam. Sumber daya alam perlu dihemat dan digunakan secara arif. Etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga.

(Pudjiastuti, 2020). Menjaga kelestarian alam, tidak hanya didorong oleh kesadaran bahwa bencana akan datang jika alam tak dijaga.

Tetapi juga sebagai bentuk ketaatan seorang muslim. Karena Allah memerintah agar berbuat baik, maka berbuat baik terhadap alam adalah juga bentuk ketaatan (Pudjiastuti,dkk., 2021).

Ada beberapa kearifan lokal yang ada di Kampung Adat Urug diantaraya adalah konsep ajaran Ngaji Diri yang merupakan falsafah atau pandangan hidup masyarakat kesepuhan Kampung Adat Urug tentang mengkaji hakikat manusia. Kemudian budaya pamali yang merupakan talek atau aturan yang apabila dilanggar diyakini akan berdampak kurang baik, misalnya aturan dalam pengelola pertanian, bahan pangan (padi), penggunaan bahan bangunan rumah adat dan rumah warga. Selanjutnya ialah budaya Gotong royong, Kasepuhan dan Masyarakat saling bahu membahu bermasyarakat dan untuk menjaga eksistensi Kampung Adat Urug. Ketua Kasepuhan Kampung Adat Urug menjalin kerjasama dengan Pemerintah terutama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sehingga pada tahun 2010 kampung Adat Urug ditetapkan sebagai Cagar Budaya dan setiap tahun dianggarkan dana untuk kelangsungan upacara adat tersebut. Hal ini dilakukan Oleh Abah Ukat sesuai dengan amanat dari ayahnya, hirup kudu subur ku dulur beunghar ku baraya (hidup harus subur dan kaya oleh Saudara) Ada dua saudara kita, yaitu Ki Ustadz (Ulama) dan Pemerintah, dekatilah mereka (Dewantara, 2013).

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil uraian-uraian tersebut di atas tentang pembahasan Sinergitas Sistem Religi Dan Adat Masyarakat Kampung Adat Urug Desa Urug Kecamatan Sukajaya

(9)

60 Kabupaten Bogor. Terdapat temuan penting

yaitu adanya hubungan positif yang kuat signifikan dan saling melengkapi antara sistem religi dengan Adat Istiadat yang mampu mempertahankan makna luhur warisan tradisi adat budayanya sekaligus bernuansa religi tanpa dibenturkan satu sama lain.

Penelitian lanjutan yang bisa dikembangkan antara lain (1) Penelitian yang mengkaji lebih dalam tentang konversi dan status nisab zakat pada hasil panen setiap 10 ikat padi diberikan 1 ikatnya kepada yang berhak.

Apakah sudah sesuai atau belum. (2) Penelitian lanjutan yang membahas lebih dalam apakah teori ini masih berlaku di zaman modern yang terus berkembang pada tempat yang lain. (3) Upaya yang konkrit dari pemerintah dan seluruh unsur masyarakat untuk turut ikut serta menjaga warisan leluhur terutama era pandemi Covid 19 pada saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. (2011). Kamus Besar Bahasa Indonesia: Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Majalah.

Dewantara, A. (2013). Peran Elit Masyarakat:

Studi Kebertahanan Adat Istiadat di Kampung Adat Urug Bogor, Jurnal Al-

Turāṡ, 12(1): 89-117.

https://doi.org/10.15408/bat.v19i1.370 3

Eka, K.F. & Nurina, D.P. (2017). Sistem Religi dan Kepercayaan Masyarakat Kampung Adat Kuta Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(4):

236-243.

Pudjiastuti, S.R. (2016). Penelitian Pendidikan.

Depok : Fatma Aji Depok.

Pudjiastuti, S.R. (2019) Penelitian Pendidikan, Yogyakarta: Media Akademi

Pudjiastuti, S.R. (2020) Etika Lingkungan, Depok: Gemala.

Pudjiastuti, S.R., Iriansyah, H.S., Yuliwati (2021). Program Eco-Pesantren Sebagai Model Pendidikan Lingkungan Hidup. Jurnal Abdimas Prakasa Dakara,1(1): 29-37.

Rosana E. (2017). Dinamisasi kebudayaan dalam realitas sosial. Jurnal Studi Lintas Agama 12(1): 16-30.

https://doi.org/10.24042/ajsla.v12i1.14 42

Salinan Lembaran Daerah Kabupaten Bogor, Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 5 Tahun 2012

Saryono. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatifdalam Bidang Kesehatan.

Yogyakarta: Nuha Medika.

Referensi

Dokumen terkait

Posisi kerja pengangkut beras lebih nyaman karena menggunakan troli ergonomi, hal ini dibuktikan dengan terjadinya penurunan keluhan pada pekerja pengangkut beras

airFiber delivers gigabit performance at 1.0+ Gbps for airFiber AF5/AF5U and 1.4+ Gbps for airFiber AF24.. To put this in perspective, airFiber can transmit a 100 MB file in less

Sebagaimana yang diperuntukkan dalam Garis Panduan bagi Pensijilan Halal muka surat 9, Majlis setelah menimbangkan dengan sewajarnya laporan Jawatankuasa dan setelah berpuas hati

Komunikasi yang dilakukan oleh Ketua Dewan Mahasiswa kadang tidak sesuai dengan yang disampaikan bapak wakil pengasuh, karena ketua Dewan Mahasiswa adalah bagian dari pada

Menurut saya berita yang disiarkan Kompas TV memiliki kejelasan tentang siapa yang sedang diberitakan.. Menurut saya berita

Algoritma 2 merupakan algoritma pembuatan API panel info, sama seperti API Sparepart Search dimulai dari melakukan Import library yang dibutuhkan serta membuat class dan

transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah tersebut berimbas kepada kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah daerah serta peraturan pemerintah

Umat Islam sepatutnya amat berhati-hati dalam hal ehwal kepimpinan dan pentadbiran negara kerana kejahilan dan kurang kepakaran dalam aspek ini boleh menyebabkan umat Islam hilang