• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Perdata dalam Teori dan Praktik, (Bandung, Alumni, 1979) h. 111

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Perdata dalam Teori dan Praktik, (Bandung, Alumni, 1979) h. 111"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

A. Penegasan Judul

Untuk memudahkan dalam memahami judul skripsi ini maka secara singkat akan diuraikan terlebih dahulu pengertian kata-kata penting dalam judul “Eksekusi terhadap Pembagian Harta Bersama” (Studi Kasus Perkara Perdata No 0444/Pdt.G/2012/PA.Tnk) yaitu :

Eksekusi ialah melaksanakan putusan (vonis) Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.1 Putusan Pengadilan yang telah ditetapkan adalah putusan yang mempunyai kekuatan eksekutorial yaitu putusan yang bersifat Comdematoir, sedangkan putusan yang bersifat declaratoir dan constitutive tidak memerlukan eksekusi dalam menjalankannya.

Eksekusi berarti menjalankan putusan dalam perkara

perdata secara paksa sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku karena pihak tereksekusi tidak bersedia melaksanakan secara sukarela.2

Berdasarkan pengertian diatas, pada prinsipnya eksekusi merupakan realisasi kewajiban yang dikalahkan dalam putusan hakim, untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam amar putusan hakim.

Tugas dari hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan jalan menafsirkan hukum dan mencari dasar-dasar serta azas-azas yang jadi landasannya melalui perkara-perkara yang di hadapkan kepadanya, sehinnga keputusannya mencerminkan peranan keadilan bangsa dan rakyat Indonesia.3

1 Mardani, hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syari’ah, Cet 2, (Jakarta, Sinar Grafika, 2010) h. 142

2 Retno Wulan Susantie dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik, (Bandung, Alumni, 1979) h. 111

3 Badruzzaman Siddik, Perkembangan Peradilan di Indonesia, Cetakan Pertama, (Bandar Lampung, 2000) h. 121

(2)

Harta bersama adalah harta yang didapat suami istri selama perkawinan (harta pencaharian).4

Berdasarkan pengertian di atas dapat diperjelas bahwa harta bersama adalah kekayaan yang diperoleh secara bersama-sama antara suami dan istri selama dalam perkawinan di luar hadiah atau warisan. Maksudnya, harta yang didapat atas usaha mereka, atau sendiri-sendiri selama masa ikatan perkawinan.5

Pengadilan Agama merupakan Pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan shadaqah berdasarkan hukum Islam.6 Dalam hal ini tempat yang penulis jadikan sebagai obyek penelitian adalah Pengadilan Agama Tanjung Karang.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diperjelas bahwa maksud judul tersebut adalah sebuah upaya untuk mengetahui secara mendasar dan mendalam tentang eksekusi terhadap pembagian harta bersama.

B. Alasan Memilih judul

Adapun yang menjadi motivasi penulis memilih judul tersebut adalah sebagai berikut :

1. Permasalahan yang sering muncul setelah terjadinya perceraian adalah masalah harta bersama atau lebih dikenal dengan harta gono gini. Apabila permasalahan harta bersama tidak dapat diselesaikan antara pihak suami dan istri yang telah bercerai, maka Pengadilan Agama yang akan memutuskannya apabila diminta.

Setelah ada keputusan Pengadilan tentang pembagian harta bersama, terkadang salah satu pihak tidak bersedia

4 Hilman hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Cetakan ketiga, (Bandung, Mandar Maju, 2007) h. 114

5 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Cetakan 1, Rajawali Pers, (Jakarta, 2013) h. 161

6 M.Yahya Harahap, kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta, Pustaka Kartini, 1989) h. 38

(3)

menyerahkan hartanya, kondisi inilah yang dikemudian dilakukan eksekusi oleh Pengadilan Agama.

2. Judul tersebut susuai dengan jurusan penulisan yaitu jurusan Ahwal Al-Syakhsiyyah Fakultas Syariah, dan sepanjang pengetahuan penulis belum ada yang mengangkat tema pembahasan di atas, serta tersedianya buku-buku primer maupun sekunder yang terdapat di perpustakaan atau di toko-toko buku.

C. Latarbelakang Masalah

Perkawinan hapus, jiakalau satu pihak meninggal.

Bilamana pihak yang lainnya meninggalkan tempat tinggalnya hingga sepuluh tahun lamanya dengan tiada ketentuan nasibnya. Akhirnya perkawinan dapat dihapuskan dengan perceraian.

Perceraian ialah pernghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.7 Putusnya ikatan perkawinan (perceraian) antara suami istri juga berdampak pada harta benda yang mereka miliki. Dalam pernikahan dikenal adanya harta bawaan dan harta bersama. Apabila terjadi perceraian antara suami istri, maka harta bersama yang diperoleh selama perkawinan harus dibagi secara bersama menurut perimbangan yang sama atau menurut prinsip keadilan.

Terbentuknya harta bersama dalam perkawinan ialah sejak saat tanggal terjadinya perkawinan. Sampai saat perkawinan pecah baik karena salah satu meninggal atau karena perceraian, maka seluruh harta tersebut menurut hukum menjadi harta bersama.8

Hukum Islam tidak mengatur tentang harta bersama dan harta bawaan ke dalam ikatan perkawinan, yang ada

7 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan ke-26, PT Intermasa, (Jakarta, 1994)

h. 42

8 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Cetakan Pertama, (Jakarta, Pustaka Kartini, 1989) h. 299

(4)

hanya menerangkan tentang adanya hak milik pria atau wanita serta maskawin ketika perkawinan berlangsung.9 Dalam hubungan perkawinan dapat dipahami, bahwa

ada kemungkinan dalam satu perkawinan akan ada harta bawaan dari istri yang terpisah dari harta suami atau sebaliknya, dan masing-masing pihak mengusai dan memiliki hartanya sendiri. Sedangkan harta bersama (harta pencarian) milik bersama maka di kuasai secara bersama, dan harta bawaan istri itu kemudian bertambah dengan mas kawin yang diterimanya dari suaminya ketika berlangsungnya perkawinan, atau masih merupakan hutang jika belum dipenuhi suami ketika perkawinan itu.

Hanya suami yang boleh mengurus harta bersama itu.

Dia boleh menjualnya, memindah tangankannya dan membebaninya tanpa bantuan istrinya, kecuali istri berdasarkan perjanjian perkawinan tidak mengurangi haknya untuk mengurus hartanya. Harta bersama bubar demi hukum, karena kematian, perkawinan atas izin hakim setelah suami atau isteri tidak ada, perceraian, pisah meja dan ranjang dan karena pemisahan harta.10

Menurut Pasal 35 UU No. 1 Tahun 1974, maka harta perkawinan itu terdiri dari “harta bersama”, “harta hadiah”

dan “harta warisan”. Harta bersama adalah harta yang didapat suami isteri selama perkawinan (harta percarian).

Harta bersama ini jika perkawinan putus (cerai mati atau cerai hidup) diatur menurut hukumnya masing-masing (hukum adat, hukum Agama, hukum lainnya). Harta bawaan yaitu harta yang dibawa masing-masing suami isteri ke dalam ikatan perkawinan, mungkin berupa harta hasil jerih payahnya sendiri, dan mungkin juga berupa harta hadiah atau harta warisan yang didapat masing-masing suami isteri sebelum atau sesudah perkawinan. Harta

9 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Cetakan Ketiga, (Bandung, Mandar Maju, 2007) h. 117

10 Ibid, hlm 113

(5)

bawaan, harta hadiah, dan harta warisan ini tetap dikuasai masing-masing, jika tidak ditentukan lain.11

Terpisahnya harta bersama dan harta bawaan selama dalam ikatan perkawinan adalah demi hukum, untuk memudahkan penyelesaian jika kemudian hari terjadi perselisihan atau cerai hidup. Namun pada kenyataannya dalam keluarga-keluarga Indonesia, tidak ada yang mencatat tentang harta perkawinan mereka. Dalam perkawinan yang masih baru pemisahan harta bersama dan harta bawaan masih jelas, tetapi pada keluarga-keluarga yang perkawinannya sudah tua, dimana anak-anak sudah menjelang dewasa, yang mana harta bawaan bapak dan yang mana harta bawaan ibu sudah sulit untuk diketahui dan dirinci sejenisnya. Harta perkawinan itu sudah campur aduk dan sudah berubah jenis atau sudah beralih ketangan orang lain dan mana yang ada merupakan harta bersama kesemuannya, yang dimiliki bersama dan di kuasai bersama suami-istri.

Adapun menurut Kompilasi Hukum Islam khususnya pada Pasal 85 menyebutkan bahwa “harta kekayaan dalam perkawinan adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama-sama istri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun”.

Pembagian harta bersama menurut ketentuan pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan tidak ditetapkan secara tegas berapa bagian masing-masing suami atau istri yang bercerai baik bercerai mati ataupun bercerai hidup.12

Selain Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan di Indonesia juga berlaku Kompilasi Hukum Islam, yang berkaitan dengan pembagian harta bersama sebagaimana diatur dalam pasal 96 dan 97 Kompilasi Hukum Islam tersebut. Yang menyebutkan bahwa pembagian harta bersama baik cerai hidup maupun cerai mati ini masing-

11 Ibid, hlm. 114

12 M. Yahya Harahap, OP.Cit., hlm. 308

(6)

masing mendapat setengah dari harta bersama tersebut.

Selengkapnya pasal 96 Kompilasi Hukum Islam berbunyi : 1. Apabila cerai mati, maka separuh harta bersama

menjadi hak pasangan hidup yang lebih lama

2. Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau istri yang istri atau suaminya hilang harus ditangguhkan sampai ada kepastian matinya yang hakiki atau mati secara hukum atas dasar keputusan Pengadilan Agama.

Sedangkan pasal 97 Kompilasi Hukum Islam menyatakan; Janda atau duda yang bercerai hidup masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.

Menurut ketentuan-ketentuan Undang-Undang Perkawinan Pasal 38, disebutkan bahwa sebab-sebab putusnya perkawinan ada tiga yaitu kematian, perceraian dan atas putusan Pengadilan. Putusnya perkawianan karena kematian sering disebut oleh masyarakat dengan istilah

“cerai mati”. Sedangkan putusnya perkawinan karena perceraian ada dua sebutan yaitu “cerai gugat” dan “cerai talaq”. Adapun putusnya perkawinan karena atas putusannya pengadilan disebut dengan “cerai batal”.13

Putusnya sebuah perkawinan disebabkan karena adanya keputusan dari Pengadilan Agama biasanya menimbulkan masalah baru dalam hal pembagian harta bersama yang diperoleh oleh pasangan suami dan istri ketika perkawinan masih berlangsung.

Masalah lain yang sering muncul adalah berkenaan dengan kesedian kedua belah pihak untuk membagi harta bersama tersebut secara sukarela tanpa melalui eksekusi dari Pengadilan. Namun terkadang ada salah satu pihak baik suami atau istri yang tidak mau menyerahkan harta bersama yang telah diputuskan oleh Pengadilan dengan sukarela

13 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, cetakan ke 3, (Bandung, Citra Adiya Bakti, 2000) h. 108

(7)

sehingga Pengadilan melakukasn eksekusi terhadap keputusan tersebut.

Eksekusi adalah melaksanakan secara paksa putusan Pengadilan dengan bantuan hukum, guna menjalankan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Pengadilan dalam hal ini Pengadilan Agama Tanjung Karang berwenang menyelesai masalah kepemilikan harta bersama antara suami dan istri melalui proses gugatan, juga memiliki kewenangan untuk melakukan eksekusi terhadap keputusan Pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dalam hal ini melakukan eksekusi terhadap pembagian harta bersama.

Dari uraian diatas, dapat diambil pengertian bahwa pembagian harta bersama karena cerai hidup dapat dilakukan secara langsung antara bekas istri atau suami dengan pembagian masing-masing separuh bagian.

Perkara yang menyangkut perceraian dan kemudian berlanjut pembagian harta bersama ini terjadi di seluruh wilayah Indonesia.

Bekaitan dengan pembagian harta bersama akibat perceraian ini penulis ingin meneliti permasalahan tersebut dalam skripsi yang berjudul : “Eksekusi Terhadap Pembagian Harta Bersama” (Studi Kasus Perkara Perdata No 0444/Pdt.G/2012/PA.Tnk).

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan pokok yang akan diteliti adalah : Bagaimana pelaksanaan eksekusi harta bersama dalam perkara perdata No 0444/Pdt.G/2012/PA.Tnk.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ilmiah ini adalah: Untuk mengetahui pelaksanaan eksekusi harta bersama yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Tanjung Karang.

(8)

Sedangkan kegunaan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Sebagai sumbangan pemikiran dalam pengembangan keilmuan tentang pelaksanaan eksekusi terhadap pembagian harta yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjung Karang khususnya para keluarga yang sedang mengalami proses penyelesaian perceraian yang meninggalkan harta bersama.

b. Untuk mendapatkan dan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H) dalam disiplin ilmu syari’ah.

F. Metode Penelitian

Metode merupakan aspek yang penting dalam melakukan penelitian. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Jenis dan Sifat Penelitian a. Jenis penelitian

Penelitian ini berjenis lapangan (field research), yaitu metode yang digunakan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan satu unit sosial, individu, kelompok lembaga dan masyarakat.14

Dalam prosesnya, penelitian ini mengangkat data dan permasalahan yang ada secara langsung, tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dan dilakukan dengan cara sistematis dan mendalam.

Dalam hal ini penelitian yang dilakukan di Pengadilan Kelas 1.A Tanjung karang.

b. Sifat penelitian

Apabila dilihat dari sifatnya, penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriktif analitik, yaitu

14 Kartini kartono, Pengantar Metode Research social, (Bandung, 1986) h. 28

(9)

“Penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa mengenai subyek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis.

Penelitian yang bersifat deskriptif analitik, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan denagn teori-teori hukum yang menjadi objek penlitian.15

Dalam hal ini penulis menggambarkan apa adanya mengenai pelaksanaan eksekusi pembagian harta bersama yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Tanjung Karang.

2. Populasi penelitian

Populasi adalah seluruh obyek (orang, kelompok, penduduk) yang dimaksudkan untuk diselidiki atau diteliti.16

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud menjadi populasi disini adalah orang-orang yang ada dalam struktur organisasi di Pengadilan Agama kelas 1.A Tanjung Karang.

Sampel yaitu bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang dianggap bias mewakili populasi

Berdasarkan pendapat tersebut, maka yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah panitera/jurusita yang menangani dan memutuskan masalah harta bersama.

3. Pengumpulan data

Dalam usaha menghimpun data dari lokasi penelitian, digunakan beberapa metode, yaitu sebagai berikut :

a. Metode Observasi

15 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, (Jakarta, Sinar Grafika, 2011) h. 105

16 Koentjaranigrat, Metode-Metode Penelitia Masyarakat, Gramedia, (Jakarta, 1985), h. 29

(10)

Observasi adalah studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala- gejala psikhis dengan jalan pengamatanndan pencatatan.17

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa observasi merupakan metode pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung kearah penelitian. Adapun teknik observasi menjadi dua bentuk sebagai berikut :

1) Teknik observasi langsung

Yaitu teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan secara langsung atau tanpa alat terhadap gejala-gejala subjek yang diselidiki baik pengamat itu dilakukan di dalam situasi sebenarnya maupun dilakukan dalam situasi buatan, yang khusu diadakan.

2) Teknik Observasi tidak langsung

Yaitu teknik pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan terhadap gejala-gejala subjek yang diselidiki dengan perantara dengan sebuah alat, baik alat yang sudah ada maupun yang sengaja dibuat untuk keperluan yang khusus itu.18

Metode ini digunakan untuk mengamati pelaksanaan pembagian harta bersama yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjung Karang.

b. Metode Interview

Interview adalah suatu bentuk komunikasi verbal jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi.19

17 Ibid, hlm. 142

18 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta, Rineka Cipta, 2013) h. 26

19 Nasution, Metode Research, (Jakarta, Bumi Aksara, 2012, hlm.

113

(11)

Pendapat lain menyatakan bahwa interview adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, ini merupakan proses tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik .

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa interview merupakan salah satu alat untuk memperoleh informasi dengan jalan mengadakan komunikasi langsung antar dua orang atau lebih serta dilakukan secara lisan.

Apabila dilihat dari sifat atau teknik pelaksanaannya, maka interview dapat dibagi atas tiga :

1. Interview terpimpin adalah wawancara yang menggunakan pokok-pokk masalah yang teliti.

2. Interview tak terpimpin (bebas) adalah proses wawancara diaman interview tidak sengaja mengarahkan Tanya jawab pada pokok-pokok dari focus penelitian dan interview.

3. Interview bebas terpimpin adalah kombinasi keduanya, pewawancara hanya membuat pokok-pokok masalah yang akan diteliti, selanjutnya dalam proses wawancara berlangsung mengikuti situasi.

Dalam penelitian ini digunakan Interview bebas terpimpin yaitu pewawancara hanya membuat poko-pokok masalah yang diteliti, selanjutnya dalam proses wawancara berlangsung mengikuti situasi.

Metode ini penulis gunakan untuk mewawancarai langsung Hakim mengenai perkara eksekusi harta bersama di Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjung Karang.

c. Metode Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal- hal atau variable yang berupa catatan, transkip,

(12)

buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya.20

Berdasarkan pndapat diatas dapat dipahami bahwa dokumentasi adalah salah satu cara untuk menghimpun data mengenai hal-hal tertentu, melalui catatan-catatan, dokumen yang disusun oleh organisasi-organisasi.

Data-data yang digunakan mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kondisi obyektif Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjung Karang seperti sejarah, berdirinya, struktur organisasi, visi misi, tugas dan wewenang dan lain sebagainya.

4. Analisa Data

Setelah data terhimpun melalui penelitian, analisis dilakukan secara kualitatif, komperhensif, dan lengkap.

Analisis kualitatif artinya menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tidih, dan efektif sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasl analisis. Komperhensif artinya analisis data secara mendalam dari berbagai aspek sesuai dengan ligkup penelitian. Lengkap arti tidak ada bagian yang terlupakan, semuanya sudah masuk dalam analisis.21 Metode berfikir yang digunakan adalah metode berfikir induktif. Metode berfikir induktif yaitu berfikir dengan berangkat dari fakta-fakta, peristiwa-peristiwa yang konkret dari fakta-fakta atau peristiwa yang khusus itu ditarik generalisasi atau sifat umum.22 Penulis terlebih dahulu akan mengumpulkan data dari wawancara terhadap hakim Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjung Karang mengenai eksekusi terhadap pembagian harta bersama.

20 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta,Rineka Cipta, 1991) h. 188

21 Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2004) h. 126

22 Sutrisno Hadi, Metodologi Reseach jilid 1, (Yogyakarta, Penerbit Fakultas Psikologi UGM, 1983) h. 80

Referensi

Dokumen terkait

Ayat (2) harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadian atas warisan, adalah di bawah penguasaan

Adanya percampuran harta suami-istri dalam keluarga, atau yang disebut harta bersama dalam keluarga didasarkan atas urf’ atau adat istiadat dalam sebuah

Hilman Hadikusuma dalam bukunya Hukum Perkawinan adat menyatakan bahwa yang dimaksud dengan harta perkawinan adalah semua harta yang dikuasai suami istri selama

Beni Kurniawan yang berjudul “Pembagian Harta Bersama Ditinjau Dari Besaran Kontribusi Suami Istri Dalam Perkawinan” jurnal ini menjelaskan menunjukkan bahwa

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa pertama, dalam pemakaian bahasa pada lingkungan keluarga perkawinan campuran Jawa- Madura, pemakaian bahasa antara suami-istri

subjek hukum sehingga bila suami istri yang terikat dalam perkawinan melakukan. penyetoran modal maka adanya unsur harta bersama yang disetorkan di

Pasal 120 BW memberikan suatu ketentuan bahwa mengenai percampuran harta benda yang dibawa suami istri sebelum perkawinan berlangsung maupun yang diperoleh selama

Dalam Pasal 1 huruf f KHI disebutkan: “Harta kekayaan dalam perkawinan atau Syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-istri selama dalam ikatan