• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN DISTRIBUSI DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA MIE TIAU YANG DIPRODUKSI OLEH PRODUSEN MIE TIAU DI KOTA MEDAN TAHUN 2017 SKRIPSI OLEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GAMBARAN DISTRIBUSI DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA MIE TIAU YANG DIPRODUKSI OLEH PRODUSEN MIE TIAU DI KOTA MEDAN TAHUN 2017 SKRIPSI OLEH"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN DISTRIBUSI DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA MIE TIAU YANG DIPRODUKSI OLEH

PRODUSEN MIE TIAU DI KOTA MEDAN TAHUN 2017

SKRIPSI

OLEH

SOFYA RAHMA NASUTION NIM. 131000741

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(2)

GAMBARAN DISTRIBUSI DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADAMIE TIAU YANG DIPRODUKSI OLEH

PRODUSEN MIE TIAU DI KOTA MEDAN TAHUN 2017

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

SOFYA RAHMA NASUTION NIM. 131000741

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

GAMBARAN DISTRIBUSI DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA MIE TIAU YANG DIPRODUKSI OLEH

PRODUSEN MIE TIAU DI KOTA MEDAN TAHUN 2017

Dengan ini saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi penelitian ini benar-benar hasil karya saya sendiri bukan dari kutipan karya orang lain.

Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Medan, Juli 2017 Penulis,

Sofya Rahma Nasution 131000741

(4)

HA LAMAN PENGESAHAN Skripsi dcngan Judul

GAIUBARAN DISTRIBUSI DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN FORMALIN PADA MIE TIAU YANG DIPRODUKSI OLEH PRO

DUSEN MI E TIAU DI KOTA MF.DAN TAIIUN 2017 Yang drsepken dan dipe<1ahanlan oleh

SQFY A RAIIMA NA$UTION NIM. 131000741

Drsahkan oleh Kom1s1 Pemb1mbing

Dosen Pemtnmbmg I Dosen Pernbimbing u

NIP. 196

ni MKM Ph.D 5011?92032001

Medan, Juli 2017 hkultas Kttehatan Mas)arakat

,,

(5)

ABSTRAK

Keamanan pangan ditentukan oleh ada tidaknya komponen yang berbahaya baik secara fisik, kimia maupun mikrobiologi. Makanan yang dijual sekarang ini semuanya tidak terlepas dari resiko cemaran kimia salah satunya penggunaan bahan pengawet kimia seperti formalin. Mie tiau merupakan mie basah berwarna putih yang terbuat dari tepung beras, tidak dikeringkan dan paling cepat mengalami pembusukan. Berbagai cara dilakukan orang untuk menjaga mie tiau agar dapat bertahan lama, salah satunya yakni dengan penggunaan formalin.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui ada tidaknya kandungan formalin yang diproduksi oleh produsen Mie Tiau di Kota Medan serta mengetahui jumlah produksi, jalur distribusi, karakteristik fisik Mie dan masa simpan Mie.

Metode penelitian yang digunakan adalah suvei yang bersifat deskriptif.

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu berdasarkan ciri-ciri mie berformalin. Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara, observasi langsung, dan pengujian laboratorium dengan metode reaksi reduksi-oksidasi.

Berdasarkan hasil pengujian, seluruh sampel yaitu 5 sampel mie tiau negatif mengandung formalin. Hal ini sesuai dengan Permenkes RI No.033 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa formalin tidak diperbolehkan ditambahkan dalam makanan. Hasil produksi mie tiau per hari cukup tinggi, namun Mie Tiau yang diproduksi selalu habis terjual. Hal inilah yang membuat produsen tidak menggunakan formalin sebagai pengawet.

Kesimpulan bahwa Mie Tiau yang diproduksi oleh produsen Mie Tiau di Kota Medan tidak mengandung formalin. Adapun saran yang dapat diberikan yaitu untuk Dinas Kesehatan Kota Medan dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Provinsi Sumatera Utara agar tetap mengawasi dan memberikan sosialisasi mengenai formalin dan bahayanya. Dan untuk Produsen Mie Tiau agar tidak menggunakan formalin sebagai bahan tambahan pangan karena berdampak negatif bagi kesehatan. Untuk penelitian selanjutnya disarankan melakukan penelitian tentang bahan pengawet lainnya.

Kata Kunci : Mie Tiau, Formalin, Keamanan Pangan

(6)

ABSTRACT

6

Food safety is determined by whether or not there are components that are dangerous both physically, chemistry or microbiology. Food is being sold now are all inseparable from the risks of chemical impurities one being the use of chemical preservatives such as formaldehyde. Wet noodle kwetiaw is made from white rice flour, not drained and most experienced rapid decay. The different ways people do to keep kwetiaw so that it can last a long time, one of them with the use of formaldehyde.

The purpose of this research is to know whether there is content of formaldehyde are produced by the manufacturer of Kwetiaw in Medan as well as knowing the amount of production, distribution channels, the physical characteristics and the Noodle store the noodles.

This research is survey research in descriptive. Method of sampling is purposive sampling that based on the characteristics of noodle. The method of primary data collection is done by direct observation, interviews, and laboratory testing with reduction-oxidation reaction method.

Based on the test results, the entire sample (5 sample) Kwetiaw did not contain formaldehyde. This is in acordance with Permenkes RI No. 033 in 2012 which States that formaldehyde is not allowed are added in food. The production of kwetiau everyday is quite high, but the kwetiau produced is always sold out.

This is what makes manufacturer do not use formalin as a preservative.

The conclusion that kwetiaw produced by manufacturer Kwetiaw in Medan does not contain formaldehyde. The advice that could be given to health department of Medan and The Agency for Food And Drug Control of Province Sumatera Utara to remain supervise and provide socialization about formaldehyde and dangers. And to manufacturer Kwetiaw so as not to use formalin as food additives because of the negative impact for health. Further research is advised to be research about the preservatives other.

.

Keyword : Kwetiaw, Formalin, Food Safety

(7)

KATA PENGANTAR

telah Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Distribusi dan Identifikasi Kandungan Formalin Pada Mie Tiau Yang Diproduksi Oleh produsen Mie Tiau Di Kota Medan Tahun 2017”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil. Dengan tulus hati, penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si , selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. dr. Taufik Ashar, MKM, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes , selaku Dosen Pembimbing I yang meluangkan waktu dan pikiran serta dengan sabar memberikan bimbingan, saran, dan pengarahan kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. Dra. Nurmaini, MKM, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikiran serta dengan sabar memberikan bimbingan,

(8)

8

6. Ir. Evi Naria, M.Kes., selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan kritik, saran, dan pengarahan untuk kesempurnaan skripsi ini.

7. Dr. dr. Taufik Ashar, MKM., selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan kritik, saran, dan pengarahan untuk kesempurnaan skripsi ini.

8. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan dukungan, saran, dan bimbingan selama masa perkuliahan.

9. Seluruh dosen dan Pegawai di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Kesehatan Lingkungan.

10. Dinas Kesehatan Kota Medan dan Pegawai Puskesmas yang bersedia membantu peneliti selama berada dilapangan selama masa penelitian.

11. Analis Laboratorium Biokimia FMIPA USU yang telah bersedia memfasilitasi pemeriksaan sampel yang diperlukan pada penelitian ini.

12. Teristimewa kepada Ayah Ahmad Sofyan Nasution dan Ibu Hj.

Khairunnisah, S.KM yang selalu memberikan doa, dukungan, nasehat, dan semangat kepada penulis selama menjalani pendidikan hingga menyelesaikan skripsi ini.

13. Teristimewa kepada adik-adik tersayang Namira Ulfa Nasution dan Ahmad Hafiz Nasution serta seluruh keluarga besar penulis yang selalu memberikan doa, dukungan, dan semangat bagi penulis

14. Bapak/Ibu produsen mie tiau yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancarai.

(9)

15. Teman terbaik, Lia Arsyina, Junita Pangaribuan, Dina Defita, Serlin Halim, Adryana Cinta M dan Hanny Shabrina yang selalu membantu dalam segala hal dan setia memberikan semangat.

16. Teman terbaik yang ketemu saat bekerjasama dalam panitia acara LKTI Yenita Mora Nasution, Muhammad Iqbal, Mona Anggraini, Azrina Sufi Nasution, Fina Nainggolan, dan Nadhiratul Syaputri yang selalu memberikan semangat.

17. Teman-teman Kelas F, teman-teman Peminatan Kesehatan Lingkungan, dan seluruh teman-teman stambuk 2013 yang seperjuangan.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Juli 2017

Penulis

(10)

10

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ……….. i

HALAMAN PENGESAHAN ………... ii

ABSTRAK ………... iii

KATA PENGANTAR ………... v

DAFTAR ISI ………... viii

DAFTAR TABEL ………... ix

DAFTAR GAMBAR ………... x

DAFTAR LAMPIRAN ………... xi

DAFTAR ISTILAH ………... xii

RIWAYAT HIDUP ………... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ………... 1

1.1 Latar Belakang ………... 1

1.2 Rumusan Masalah ………... 6

1.3 Tujuan Penelitian ………... 6

1.3.1 Tujuan Umum ………... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ………... 6

1.4 Manfaat Penelitian ………... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………... 8

2.1 Bahan Tambahan Pangan ………... 8

2.1.1 Pengertian dan Tujuan Bahan Tambahan Makanan ... 8

2.1.2 Bahan Tambahan Makanan yang di Izinkan…... 9

2.2 Bahan Pengawet ………... 13

2.2.1 Sifat Antimikroba Bahan Pengawet………... 14

2.2.2 Bahan Pengawet yang di Izinkan ………... 15

2.2.3 Teknik Pengawetan Pangan... 16

2.2.4 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet... 17

2.3 Formalin ………... 20

2.3.1 Fungsi Formalin ………... 22

2.3.2 Stabilitas dan Reaktivitas Formalin ………. 23

2.4 Formalin Di Indonesia ………... 24

2.4.1 Distribusi Formalin ………... 24

2.4.2 Peran Pemerintah dalam Masalah Penyalahgunaan Formalin………... 25

2.5 Dampak Kesehatan Akibat Formalin...………... 27

2.6 Makanan ……...………... 30

2.6.1 Penggolongan Makanan Berdasarkan Kerentanannya terhadap Proses Pembusukan ....………... 31

2.62 Fungsi Makanan Bagi Kehidupan Manusia...………... 32

2.6.3 Syarat Makanan Aman ………... 33

2.6.4 Cara Bahan Kimia bisa ada didalam Makanan ... 34

(11)

2.7 Mie ...………... 35

2.7.1 Sejarah Mie ………... 35

2.7.2 Jenis-jenis Mie ...……... 36

2.7.3 Nilai Gizi Mie ...………... 37

2.7.4 Syarat Mutu Mie berdasarkan SNI………. 38

2.7.5 Mie Tiau ………... 39

2.7.6 Tahapan Pembuatan Mie Tiau ………... 40

2.7.7 Minyak Goreng ...………... 41

2.8 Kerangka Konsep ………... 43

BAB III. METODE PENELITIAN ………... 44

3.1 Jenis Penelitian ………... 44

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ………... 44

3.3 Populasi dan Sampel ………... 44

3.4 Metode Pengumpulan Data ………... 45

3.4.1 Data Primer ………... 45

3.4.2 Data Sekunder ………... 45

3.5 Definisi Operasional ………... 45

3.6 Teknik Pengambilan Sampel ………... 46

3.7 Metode Pengukuran ………... 47

3.8 Metode Analisa Data ………... 48

BAB IV. HASIL PENELITIAN ………... 49

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian...………... 49

4.2 Jalur Distribusi Mie Tiau ………...………... 51

4.3 Jumlah Produksi Mie Tiau …...…………...………... 53

4.4 Hasil Analisa Formaldehid pada Mie Tiau ….……… 54

4.5 Observasi Karakteristik Mie Tiau ...………... 55

BAB V. PEMBAHASAN ………... 56

5.1 Jalur Distribusi Mie Tiau ... 56

5.2 Jumlah Produksi Mie Tiau ...…... 57

5.3 Kandungan Formalin pada Mie Tiau ...……... 58

5.6 Observasi Karakteristik Mie Tiau ...………... 60

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ………... 62

6.1 Kesimpulan ………... 62

6.2 Saran ………... 63 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

12

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Efek Paparan Formaldehid terhadap Kesehatan Berdasarkan

Dosis Pemaparannya... .. 28

Tabel 2.2 Syarat Mutu Mie Basah Menurut SNI 01-2987-1992 ... 38

Tabel 2.3 Komposisi Gizi Bahan Baku Mi Setiap 100 g ... 39

Tabel 2.4 Komposisi Gizi Mi Basah, Mi Kering dan Mi Instan per 100 g Bahan ... 39

Tabel 2.5 Komposisi Gizi Mie Tiau Setiap 100 g ... 40

Tabel 4.1 Jumlah Produksi Mie Tiau ... 54

Tabel 4.2 Hasil Analisa Folmadehid pada Mie Tiau ... 54

Tabel 4.3 Karakteristik Fisik Mie Tiau ... 55

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur Kimia Formalin ... 18 Gambar 2.2 Piktogram Bahaya Formalin ... 21 Gambar 4.2 Jalur Distribusi Mie Tiau di Kota Medan ... 52

(14)

14

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. Lembar Lampiran II BTP Dilarang dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tambahan

Pangan ... 68

LAMPIRAN 2. Lembar Observasi ... 69

LAMPIRAN 3. Surat Hasil Uji Formaldehid ... 70

LAMPIRAN 4. Dokumentasi ... 71

(15)

DAFTAR ISTILAH

Singkatan : Singkatan dari

ADI : Acceptable Daily Intake BHA : Butil Hidroksi Anisol BHT : Butil Hidroksi Toluen

BPOM : Badan Pengawasan Obat dan Makanan BTK : Bahan Tambahan Kimia

BTM : Bahan Tambahan Makanan BTP : Bahan Tambahan Pangan

EPA : Environmental Protection Agency FDA : Food and Drug Administration

GHS : Globally Harmonized System of Classification and Labelling of Chemicals

GRAS : Generally Recognized as Safe

IARC : International Agency for Research of Cancer ILO : International Labour Organisation

UNEP : United Nations Environment Programme WHO : World Health Organization

(16)

16

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sofya Rahma Nasution

Tempat Lahir : Medan

Tanggal Lahir : 24 Juni 1995

Suku Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Nama Ayah : Ahmad Sofyan Nasution

Suku Bangsa Ayah : Indonesia

Nama Ibu : Hj. Khairunnisah, S.KM

Suku Bangsa Ibu : Indonesia

Pendidikan Formal

1. SD/Tamat tahun : SD Negeri 060812 Medan /2007 2. SLTP/Tamat tahun : SMP Negeri 34 Medan /2010 3. SLTA/Tamat tahun : SMA Negeri 2 Medan/2013 4. Lama Studi di FKM USU : 3 tahun 7 bulan

(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Makanan merupakan sumber energi satu-satunya bagi manusia. Menurut Rinto & Susila (2009) Pembangunan manusia yang sehat dan cerdas tidak terlepas dari bahan makanan yang dikonsumsi. Makanan yang sehat dengan kandungan gizi yang lengkap serta aman merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi pada bahan pangan. Keamanan pangan ditentukan oleh ada tidaknya komponen yang berbahaya baik secara fisik, kimia maupun mikrobiologi.

Pada umumnya bahan makanan mengandung beberapa unsur atau senyawa seperti air, karbohidrat, protein, vitamin, lemak, enzim, pigmen dan lain-lain.

Kandungan jenis bahan tersebut bergantung pada sifat alamiah dari bahan makanan tersebut. Adakalanya makanan yang tersedia tidak mempunyai bentuk yang menarik meskipun kandung gizinya tinggi, dengan arti lain kualitas dari suatu produk makanan sangat ditentukan oleh tingkat kesukaan konsumen terhadap makanan tersebut. Kualitas makanan yang pertama, yaitu sifat indrawi/organoleptik yaitu sifat-sifat yang dapat dinilai dengan panca indra seperti sifat penampakan (bentuk, ukuran, warna), atau rasa (asam, asin, manis, pahit dan flavor) tekstur yaitu sifat yang dinilai dari indra peraba. Kedua, nilai gizi yaitu karbohidrat, protein, vitamin, mineal, lemak dan serat. Ketiga, keamanan makanan yang dikonsumsi yaitu terbebas dari bahan-bahan pencemar atau racun yang bersifat mikrobiologis dan kimiawi (Afrianti dalam Tumbel 2010).

(18)

2

Makanan yang dijual sekarang ini semuanya tidak terlepas dari resiko bahan tambahan makanan yang mengandung unsur berbahaya dan penggunaan pengawet dalam jumlah banyak yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan.

Syah (2005) menjelaskan dalam kehidupan sehari-hari bahan tambahan pangan sudah digunakan secara umum oleh masyarakat, termasuk dalam pembuatan makanan jajanan. Dalam kesehariannya masih banyak produsen pangan yang menggunakan bahan tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam makanan. Hal tersebut juga diperkuat oleh Cahyadi (2009) yang mengatakan bahwa sejak pertengahan abad ke-20, peranan bahan tambahan pangan (BTP) khususnya bahan pengawet menjadi semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan sintetis. Banyaknya bahan tambahan pangan dalam bentuk relatif murni dan tersedia secara komersil dengan harga yang relatif murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang berarti meningkatkan konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu.

Di Indonesia, mie merupakan makanan tradisional yang sudah dikenal dan dapat dikonsumsi oleh masyarakat dari golongan atas maupun golongan bawah.

Widyaningsih & Murtini (2006) mengatakan mie merupakan makanan yang sangat digemari mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, alasannya karena rasanya yang enak, praktis dan mengenyangkan. Di pasaran saat ini dikenal ada beberapa jenis mie, yaitu mie mentah, mie basah, mie kering dan mie instan. Mie kering dan mie instan merupakan mie yang kering dengan kadar air yang rendah sehingga lebih awet dibandingkan dengan mie mentah atau mie basah.

(19)

Mie memiliki kandungan gizi utama yaitu karbohidrat sehingga digolongkan sebagai bahan makanan pokok atau penghasil energi, bersama dengan nasi. Suyanti (2008) mengatakan apabila menyantap semangkuk mie dengan berat 100 g, kandungan gizi yang masuk ke dalam tubuh sekitar 10,6 g protein, 60 g karbohidrat, 20 g lemak, serta sejumlah vitamin dan mineral, jadi total energi yang disumbangkan mie tersebut adalah sekitar 467 Kkal. Oleh karena itu, mie dan nasi sifatnya saling menggantikan, bukan menambahkan.

Mie tiau digolongkan ke dalam mie basah berwarna putih yang terbuat dari tepung beras, dimana mie tiau merupakan makanan berbentuk khas mie yang tidak dikeringkan dan paling cepat mengalami kerusakan atau pembusukan karena dalam pembuatannya tidak menggunakan bahan pengawet sehingga pemakaiannya untuk diolah lebih lanjut menjadi mie siap saji tidak boleh melebihi 24 jam. Proses kerusakan yang sangat cepat inilah membuat para produsen mie tiau mencari cara untuk menjaga kualitas mie tiau agar tidak cepat rusak.

Seringkali para produsen menggunakan bahan tambahan yang berbahaya dalam pembuatan mie seperti menambah formalin, alasannya dengan menggunakan formalin daya awet dan mutu mie yang dihasilkan lebih bagus, mie lebih kenyal, tampak mengkilat, dan tidak lengket serta harga formalin yang relatif murah dan sangat mudah didapat.

Formalin adalah bahan pengawet yang dilarang penggunaannya sebagai bahan tambahan pangan, seperti yang disebutkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 33 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Formalin seharusnya digunakan untuk mengawetkan mayat namun disalahgunakan dengan

(20)

4

menggunakannya untuk mengawetkan mie. Menurut Badan POM (2016) produsen yang dengan sengaja menggunakan bahan yang tambahan dilarang akan melanggar ketentuan dari pasal 75 ayat (1) Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, karena melakukan produksi dan mengedarkan produk pangan berupa mie tiau yang menggunakan bahan tambahan pangan yang dilarang seperti formalin.

Distribusi Formalin telah diatur oleh Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.04/M-DAG/PER/2/2006, namun masih ada terdapat distribusi ilegal akibat lemahnya pengawasan pemerintah terhadap pengawasan penggunaan formalin. Berdasarkan data dari Departemen Perindustrian RI, kapasitas distribusi formalin di Indonesia mencapai 800.000 ton/tahun tetapi utilisasinya hanya sekitar 350.000 ton/tahun. Menurut laporan Departemen Perindustrian RI, diperkirakan sekitar 3-4 % dari produksi formalin masuk ke pasar konsumen, terutama industri makanan skala kecil (Mendag, 2013).

Pada tahun 2002, Badan Pengawasan Obat dan Makanan menemukan adanya kandungan zat pengawet berbahaya seperti boraks dan formalin dalam bahan makanan jajanan seperti bakso, mie basah dan ikan asin yang beredar di pasaran (Tumbel, 2010). Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Saragih (2002), pada mie tiau yang beredar dibeberapa pasar tradisional di Kota Medan, diketahui dari 16 sampel mie tiau yang diteliti, semuanya positif mengandung formalin dengan kadar tertinggi ditemukan pada sampel mie tiau yang dijual di

Pasar Aksara dengan kadar formalin 1,9711 ppm.

(21)

Hasil penelitian Sari (2011) yang menganalisa kandungan formalin pada mie tiau yang dijual di pasar tradisional dan swalayan di Kota Medan juga menunjukkan adanya kandungan formalin pada mie tiau, berdasarkan hasil penelitian dari sampel yang diambil dari kedua tempat tersebut diteliti, sampel tersebut positif menggunakan formalin. Banyak penelitian yang menemukan kandungan formalin pada mie, namun ada pula penelitian yang tidak menemukan kandungan formalin dibeberapa sampel yang diperiksa. Salah satunya penelitian Hutabarat (2010), yang menganalisa kandungan formalin pada mie yang dijual di pasar tradisional Kota Medan, berdasarkan hasil penelitian dari 7 sampel yang diperiksa, 4 sampel diantaranya tidak mengandung formalin.

Pada tahun 2016 pada tanggal 07 November, Balai Pengawasan Obat dan Makanan Medan menemukan industri rumahan mie yang menggunakan Formalin sebagai bahan tambahan makanan pada mie basah hasil produksinya di Jalan Kawat III, Tanjung Mulia Hilir kota Medan. Dari lokasi tersebut BPOM menemukan formalin, boraks dan soda api sebagai campuran dalam pembuatan mie. Informasi tersebut dapat dicurigai adanya kemungkinan beberapa produsen industri rumahan mie yang seperti ini. Di Kota Medan ada 5 produsen mie tiau yang terdaftar di Dinas Kesehatan Kota Medan, mereka memproduksi mie tiau dan mendistribusikannya ke pasar-pasar tradisional dan pedagang mie tiau lainnya.

Pemilihan mie tiau sebagai objek penelitian adalah dikarenakan jumlah produksi, tingkat konsumsi, dan memiliki kemungkinan besar menggunakan formalin dalam proses pembuatannya. Kecurigaan penggunaan formalin oleh

(22)

6

produsen dikarenakan waktu daya simpan mie tiau yang tidak tahan lama, dimana produksi yang mencapai puluhan kilogram akan sulit mengawetkannya jika tidak menggunakan formalin, sementara mie tiau yang telah didistribusikan kepasar- pasar tradisional belum tentu mie tiau tersebut habis terjual setelah didistribusi.

1.1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, diketahui bahwa hasil penelitian sebelumnya menunjukkan Mie tiau yang dijual dipasaran mengandung formalin, maka dari itu perlulah dilakukan penelitian mengenai jalur distribusi dan identifikasi kandungan formalin pada mie tiau yang diproduksi oleh produsen mie tiau di Kota Medan.

1.2. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran distribusi dan kandungan formalin pada mie tiau yang diproduksi oleh produsen mie tiau di Kota Medan Tahun 2017.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui jalur distribusi mie tiau oleh produsen mie tiau di Kota Medan.

2. Untuk mengetahui jumlah produksi mie tiau yang diproduksi oleh produsen mie tiau di Kota Medan.

3. Untuk mengetahui karakteristik fisik mie tiau yang diproduksi produsen mie tiau di Kota Medan.

(23)

4. Untuk mengetahui adanya kandungan formalin pada mie tiau yang diproduksi oleh produsen mie tiau di Kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini antara lain,

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau informasi bagi Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan dan Dinas Kesehatan Kota Medan untuk dapat mengawasi makanan yang beredar di pasar tradisional.

2. Bagi penulis, dapat mengembangkan pengetahuan mengenai penyalahgunaan formalin pada makanan.

3. Sebagai informasi dalam upaya meningkatkan pengetahuan bagi masyarakat/konsumen dalam memilih mie yang akan dikonsumsi

4. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dalam rangka meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya formalin dan penggunaannya.

(24)

8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Tambahan pangan

2.1.1 Pengertian dan Tujuan Penggunaan

Bahan tambahan pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. Jadi bahan tambahan pangan ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki kualitas yang meningkat (Syah dkk. 2005). Menurut Codex yang dikutip oleh Saparinto & Hidayati (2006), bahan tambahan pangan adalah bahan yang tidak lazim di konsumsi sebagai makanan, yang dicampurkan secara sengaja pada peroses pengolahan makanan. Bahan ini ada yang memiliki gizi ada yang tidak.

Saparinto & Hidayati (2006) mengatakan penggunaan bahan tambahan pangan sangat sulit dihindari, mengingat bahan ini sangat bermanfaat dalam pengolahan makanan. Lagi pula, tidak semua bahan tambahan pangan memiliki efek samping terhadap kesehatan. Namun, masyarakat harus memiliki pengetahuan mengenai bahan tambahan pangan sebelum menggunakannya. Hal tersebut didukung oleh Cahyadi (2009) yang mengatakan bahwa masyarakat harus lebih waspada dan dapat memperhatikan ciri-ciri serta perbedaan antara bahan pangan segar dan yang mengandung bahan pengawet.

Menurut Cahyadi (2009) tujuan penggunanaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya

(25)

simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut:

1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja kedalam makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.

2. Bahan tambahan pangan tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi pengolahan dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah, atau penanganannya yang masih terus terbawa kedalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh: bahan tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida), antibiotik dan hidrokarbon aromatik polisiklis

2.1.2 Bahan Tambahan Pangan Yang Diizinkan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012, golongan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang diizinkan

diantaranya sebagai berikut :

1. Antioksidan (antioxidant) adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat oksidasi. Contohnya : asam askorbat dan

(26)

10

asam eritrobat serta garamnya untuk produk daging, ikan, dan buah- buahan kaleng. Butil hidroksi anisol (BHA) atau butil hidroksi toluen (BHT) untuk lemak, minyak, dan margarin.

2. Antikempal (anticaking agent) adalah tambahan makanan yang dapat mencegah mengempalnya makanan yang berupa serbuk, tepung, atau bubuk. Contohnya : aluminium silikat serta magnesium karbonat untuk susu bubuk dan krim bubuk

3. Pengatur keasaman (acidity regulator) adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman makanan. Contohnya : asam klorida untuk bir, dan asam fumarat untuk jeli.

4. Pemanis buatan (artificial sweetener) adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Contohnya : sakarin dan siklamat.

5. Pemutih dan pematang tepung (flour treatment agent) adalah bahan tambahan makanan yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.

Contohnya : asam askorbat dan aseton peroksida.

6. Pengemulasi, pemantap dan pengental (emulsifier, stabilizer, thickener) adalah bahan tambahan makanan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan. Contohnya : karagenan untuk pemantap dan pengental produk susu, gelatin dan

amonium alginat untuk pemantap es krim.

(27)

7. Pengawet (preservative) adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Contohnya : natrium benzoat untuk pengawet kecap dan saus tomat, asam propionat untuk keju dan roti.

8. Pengeras (firming agent) adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan. Contohnya : aluminium amonium sulfat dan aluminium kalium sulfat untuk acar ketimun dalam botol, kalsium sitrat untuk apel kalengan dan sayur kalengan.

9. Pewarna (colour) adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Contohnya : karamel untuk warna coklat, xanthon untuk warna kuning, dan klorofil untuk warna hijau.

10. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (flavour, flavour enhancer) adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Contohnya : monosodium glutamat untuk menyedapkan rasa daging.

11. Sekuestran (sequestrant) adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam makanan. Contohnya : asam fosfat

dan asam sitrat.

(28)

12

Selain BTP yang tercantum dalam peraturan menteri tersebut masih ada beberapa BTP lainnya yang biasa digunakan dalam pangan, misalnya (Cahyadi, 2009) :

1. Enzim, yaitu BTP yang berasal dari hewan, tanaman, atau mikroba, yang dapat menguraikan zat secara enzimatis, misalnya membuat pangan menjadi lebih empuk, lebih larut, dan lain-lain.

2. Penambah gizi, yaitu bahan tambahan serupa asam amino, mineral, atau vitamin, baik tunggal, maupun campuran, yang dapat meningkatkan nilai gizi pangan.

3. Humektan, yaitu BTP yang dapat menyerap lembab (uap air) sehingga mempertahankan kadar air pangan.

2.2 Bahan Pengawet

Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mokroganisme. Bahan tambahan pangan ini biasanya ditambahkan kedalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yang disukai sebagai media tumbuhnya bakteri atau jamur, misalnya pada produk daging, buah-buahan, dan lain-lain. Definisi lain bahan pengawet adalah senyawa atau bahan yang mampu menghambat, menahan atau menghentikan, dan memberikan perlindungan bahan makanan dari proses pembusukan (Cahyadi, 2009).

Pemakaian bahan pengawet satu sisi menguntungkan karena dengan bahan pengawet bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang

(29)

bersifat patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun mikrobial yan nonpatogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan misalnya pembusukan (Cahyadi, 2009)

Tanpa bahan tambahan pangan khususnya bahan pengawet maka bahan yang tersedia di pasar atau di swalayan akan menjadi kurang menarik, tidak dapat dinikmati secara layak, dan tidak awet. Bahan pengawet yang ditambahkan umumnya sama dengan bahan pengawet pangan yang sebenarnya sudah terdapat dalam bahan pangan, tetapi jumlahnya sangat kecil sehingga kemampuan mengawetkan sangat rendah (Cahyadi, 2009)

Namun, kasus yang terjadi selama ini sejumlah produsen nakal menggunakan pengawet yang ditujukan untuk tekstil, plastik bahkan pengawet mayat. Hal ini disebabkan oleh relatif murahnya pengawet yang tidak ditujukan untuk makanan jika dibandingkan dengan pengawet makanan. Disamping itu, ketidaktahuan produsen maupun konsumen tentang bahaya penggunaan pengawet non makanan sebagai pengawet makanan, mengakibatkan kasus ini makin sering terjadi. Selain formalin, ada beberapa jenis pengawet lain yang sebenarnya bukan bahan tambahan makanan, tetapi digunakan untuk mengawetkan makanan sehingga penggunaannya sangat membahayakan konsumen diantaranya natrium tetraboraks (boraks), asam silsilat, dan garamnya, dietilpilokarbonat dulsin, kalium klorat, kloramifenol, minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oil), nitrofurazon, dan kalium atau pottasium bromat. Diantara bahan- bahan tersebut yang paling sering digunakan dimasyarakat adalah formalin dan

boraks (Yuliarti, 2007).

(30)

14

Secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

1. GRAS (Generally Recognized as Safe) yang umumnya bersifat alami, sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali.

2. ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) guna melindungi kesehatan konsumen.

3. Zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi karena bukan untuk makanan alias berbahaya seperti boraks dan formalin (Widyaningsih &

Murtini, 2006).

2.2.1 Sifat Antimikroba Bahan Pengawet

Bahan pengawet kimia mempunyai pengaruh terhadap aktivitas mikroba.

Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroba oleh bahan pengawet kimia meliputi beberapa hal antara lain jenis bahan kimia dan konsentrasinya, banyaknya mikroorganisme, komposisi bahan pangan, keasaman bahan pangan dan suhu penyimpanan (Cahyadi, 2009).

Spora bakteri paling tahan terhadap pengawet, sedangkan spora kapang lebih tahan dari pada sel vegetatifnya. Dalam beberapa kasus penghambatan, kapang lebih mudah diserang dari pada khamir. Pertumbuhan kultur mikroba secara aktif mudah diserang oleh bahan pengawet. Semakin tua umur bakteri dan menjadi semakin aktif, maka sel-sel cenderung menjadi lebih tahan terhadap kondisi pengawet. Beberapa bahan pengawet, aktivitasnya akan naik dalam bahan

pangan yang bersifat asam (Cahyadi, 2009).

(31)

2.2.2 Bahan Pengawet Yang Diizinkan dan Tidak Diizinkan

Pengawet (Perservatif) adalah bahan tambahan pangan untuk menegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian, dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme (BPOM, 2013).

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI Nomer 36 Tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pengawet, terdapat beberapa Pengawet yang diizinkan dengan batas maksimum penggunaannya sebagai berikut:

NO. BAHAN PENGAWET BATAS MAKSIMUM PENGGUNAANNYA (mg/kg)

1. Asam Sorbat dan garamnya - Natriun Sorbat - Kalium Sorbat - Kalsium Sorbat 2 Asam Benzoat dan garamnya

- Natriun Benzoat - Kalium Benzoat - Kalsium Benzoat 3 Asam Propionat dan garamnya

- Natriun Propionat - Kalium Propionat - Kalsium Propionat 4 Sulfit dan Belerang Dioksida

- Natrium sulfit - Natrium bisulfit - Kalium sulfit - Kalsium sulfit

0-25 mg/kg berat badan

0-5 mg/kg berat badan

Tidak dinyatakan

0-0,7 mg/kg berat badan

5 Nisin 0-3300 unit/kg berat badan 6 Nitrit

- Kalium Nitrit - Natium Nitrit 7 Nitrat

- Kalium Nitrat - Natium Nitrat

0-0,06 mg/kg berat badan

0-3,7 mg/kg berat badan

(32)

16

Penggunaan bahan pengawet yang diizinkan memang tidak bermasalah asalkan sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan. Namun fenomena yang terjadi saat ini adalah maraknya penggunaan bahan pengawet yang tidak diizinkan atau dilarang. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 33 tahun 2012, bahan tambahan pangan yang tidak diizinkan diantaranya yaitu, asam borat (boric acid) , dulsin (dulcin), formalin (formaldehyde), kokain (cocaine), dan nitrobenzen (nitrobenzene). Dari bahan pengawet yang dilarang tersebut, sebagai bahan pengawet yang paling sering digunakan adalah formalin.

Ada juga alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan pengawet kimia diantaranya yaitu, chitosan, biji hapesong, kunyit, bawang putih, dan limbah hayati seperti kulit kacang tanah. Namun semua bahan alternatif ini butuh pengolahan, disinilah peran pemerintah untuk memberdayakan masyarakat dengan mensosialisasikan cara pengolahannya (Cahyadi, 2009).

2.2.3 Metode Pengawetan

Cara pengawetan makanan dibagi menjadi 3, yaitu pengawetan fisik, pengawetan mikrobiologi, dan pengawetan kimia. Beberapa contoh pengawetan fisik yaitu pendinginan, pengeringan, penggaraman, pengasapan, dan iradiasi.

Kemudian yang termasuk pengawetan mikrobiologi adalah dengan cara fermentasi. Sedangkan yang termasuk pengawetan kimia adalah dengan penambahan zat atau bahan pengawet (Effendi, 2012).

Berikut penjelasan tentang contoh pengawetan fisik (Widyani dan Tety, 2008):

(33)

a. Pengawetan dengan Suhu Tinggi

Pengawetan dengan suhu tinggi terdiri dari pengeringan dan pengasapan. Pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti sehingga bahan tersebut mempunyai waktu simpan yang lebih lama. Sedangkan pengasapan dimaksudkan untuk meningkatkan flavor dan penampakan permukaan produk yang menarik. Daging atau ikan yang diasap ditujukan untuk mengawetkan dan menambah cita rasa. Disamping itu pengasapan juga dapat menghambat oksidasi lemak dalam bahan pangan tersebut.

b. Pegawetan dengan Suhu Rendah

Penyimpanan bahan pangan pada suhu dingin sangat diperlukan walaupun dalam waktu yang singkat karena bertujuan untuk:

- mengurangi kontaminasi

- mengendalikan kerusakan oleh mikroba

- mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme, kerusakan bahan pangan selama penyimpanan dapat diperkecil dalam bentuk belum dipotong-potong

c. Pengawetan dengan Iradiasi

Iradiasi merupakan penggunaan energi buatan untuk mempengaruhi atau mengubah sebagian keseimbangan materi dengan tujuan tertentu.

Tujuan iradiasi adalah untuk pengawetan, membantu proses

(34)

18

pengolahan dan penelitian tentang mekanisme perubahan atau struktur senyawa bahan pangan.

d. Pengawetan dengan Bahan Kimia 2.2.4 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet

Bahan pengawet merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang paling tua penggunaanya. Secara ideal, bahan pengawet akan menghambat atau membunuh mikroba yang penting kemudian memecah senyawa berbahaya menjadi tidak berbahaya dan tidak toksik. Bahan pengawet akan mempengaruhi dan menyeleksi jenis mikroba yang dapat hidup pada kondisi tersebut.

Secara umum, penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut.

1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun yang tidak patogen

2. Memperpanjang umur simpan pangan

3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan

4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah 5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah

atau tidak memenuhi persyaratan

6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

Keamanan senyawa-senyawa kimia dalam bahan pangan sangat perlu diperhatikan, baik senyawa kimia yang ditambahkan dari luar bahan pangan

(35)

maupun senyawa kimia yang terdapat secara alami dalam bahan pangan itu sendiri (Cahyadi, 2009).

Terdapat beberapa persyaratan untuk bahan pengawet kimiawi lainnya, selain persyaratan yang dituntun untuk semua bahan pangan, antara lain sebagai berikut.

1. Memberi arti ekonomis dari pengawetan (secara ekonomis menguntungkan)

2. Digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi atau tidak tersedia.

3. Memperpanjang umur simpan dalam pangan.

4. Tidak menurunkan kualitas (warna, cita rasa, dan bau) bahan pangan yang diawetkan.

5. Menunjukkan sifat anti mikroba pada jenjang pH bahan pangan yang diawetkan.

6. Aman dalam jumlah yang diperlukan dan tidak menghambat enzim-enzim pencernaan.

7. Mudah dilarutkan dan mudah ditentukan dengan analisis kimia.

8. Tidak mengalami dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk suatu senyawa kompleks yang bersifat lebih toksik.

9. Mudah dikontrol dan didistribusikan secara merata dalam bahan pangan.

10. Mempunyai spektra antimikroba yang luas, meliputi macam-macam pembusukan oleh mikrobia yang berhubungan dengan bahan pangan yang

diawetkan (Cahyadi, 2009).

(36)

20

Penggunaan bahan pengawet untuk mengawetkan bahan pangan diharapkan tidak akan menambah atau sangat sedikit menambah biaya produksi, dan tidak akan mempengaruhi harga bahan pangan yang diawetkan, tetapi pengusaha mendapatkan keuntungan yang cukup besar dari lamanya umur simpan sehingga bahan pangan yang diawetkan dapat terjual cukup banyak dibandingkan tanpa pengawetan (Cahyadi, 2009).

2.3 Formalin

Formalin adalah larutan folmadehida dalam air dengan kadar folmadehida (CH2O) tidak kurang dari 34,0 % dan tidak lebih dari 38,0% (Dep.Kes. RI, 1979).

Formalin digunakan untuk desinfektan, cairan pembalsam, deodoran, dan fiksadi jaringan tubuh. Dari fungsinya formalin mungkin disalahgunakan oleh sebagian produsen sebagai bahan tambahan dalam proses pembuatan mie basah, karena berfungsi sebagai pengawet, sehingga mie tahan beberapa hari setelah diproduksi.

Namun dilain pihak pemakaian formalin sangat berbahaya bagi kesehatan, karena dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi membran mukosa, mata, saluran pernafasan dan dapat juga menyebabkan kanker (William Horwitz, 1990).

Formalin merupakan zat pengawet terlarang yang paling banyak disalahgunakan untuk produk pangan. Zat ini termasuk bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua at didalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan keracunan tubuh (Wahyu, 2000).

Senyawa ini termasuk golongan aldehid yang paling sederhana karena hanya mempunyai satu atom karbon (CH2O). Formaldehid adalah larutan yang

(37)

menghasilkan gas dengan titik didih 21ºC sehingga tidak dapat disimpan dalam keadaan cair ataupun gas. Formaldehid murni tidaklah tersedia secara komersial, tetapi dijual dalam 30-50% (b/b) larutan mengandung air. Formalin (37% CH2O) adalah larutan yang paling umum (Cahyadi, 2006).

Gambar 2.1. Struktur Kimia Formalin Rumus Molekul : CH2O

Pemberian : Cairan jernih, tidak berwarna atau hampir tidak berwarna. Bau menusuk, uap merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan (Depkes RI, 1979).

Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, sebaiknya pada suhu diatas 20ºc. Dan apabila disimpan ditempat dingin menjadi keruh ( Depkes RI, 1979).

Kelarutan : Dapat dicampur dengan air dan etanol 95%.

Larutan formaldehid adalah disinfektan yang efektif melawan bakteri vegetatif, jamur atau virus tetapi kurang efektif melawan spora bakteri.

Formaldehid bereaksi dengan protein dan hal tersebut mengurangi aktivitas mikroorganisme. Efek sporosidnya meningkat, yang meningkat tajam dengan adanya kenaikan suhu. Larutan 0,5 % formaldehid dalam waktu 6 – 12 jam dapat membunuh bakteri dan dalam waktu 2 – 4 hari dapat membunuh spora, sedangkan larutan 8% dapat membunuh spora dalam waktu 18 jam. Formaldehid memiliki

(38)

22

daya antimicrobial yang luas yaitu terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aerogenosa, Pseudomonas florescens, Candida albicans, Aspergillus niger, atau Penicillium notatum. Mekanisme formaldehid sebagai pengawet diduga bergabung dengan asam amino bebas dari protoplasma sel atau mengkoagulasikan protein (Cahyadi, 2009).

Formalin mempunyai banyak nama kimia yang biasa kita dengar di masyarakat, diantaranya formol, methylene aldehyde, paraforin, morbicid, oxomethane, polyoxymethylene glycols, methanal, formoform, superlysoform, formic aldehyde, formalith, tetraoxymethylene, methyl oxide, karsan, trioxane, oxymethylene dan methylene glycol (Yuliarti, 2007).

2.3.1 Fungsi Formalin

Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai keperluan jenis industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dn pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya.

Dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuatan produk parfum, pengawet produk kosmetika, pengeras kuku dan bahan untuk insulasi busa. Formalin boleh juga dipakai sebagai pencegah korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood). Dalam konsentrasi yang sangat kecil (<1 persen) digunakan sebagai pengawet untuk

(39)

berbagai barang konsumen sepertinpembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet.

Beberapa ciri-ciri mie yang diberi formalin dapat dilihat dari fisik mie tersebut. Mie yang berformalin teksturnya lebih mengkilat (seperti berminak), tidak mudah putus, tidak lengket, baunya sedikit menyengat dan dapat bertahan sampai 2 hari pada suhu kamar, 15 hari dalam lemari es (BPOM, 2006).

2.3.2 Stabilitas dan Reaktivitas Formalin

Larutan formalin stabil pada suhu dan tekanan normal dan dapat mengalami swa-polimerisasi membentuk endapan putih. Formalin tidak boleh dicampurkan (incompatible) dengan asam, basa, bahan pengoksidasi, pereduksi, logam, gaam logam, halogen, bahan yang mudah terbakar dan peroksida.

Formalin dengan peroksida, nitrogen dioksida, dan asam performat bereaksi menyebabkan ledakan, selain itu formalin juga dapat menyebabkan korosi pada baja (Lembar Data Keselamatan Kerja, 2010)

.

Gambar 2.2. Piktogram Bahaya Formalin Keterangan : GHS02 : Mudah terbakar

GHS05 : Bersifat korosif GHS06 : Toksisitas akut

GHS08 : Bahaya bagi Kesehatan (Occupational Safety and Health Administration, 2013)

(40)

24

2.4 Formalin di Indonesia.

2.4.1 Distribusi Formalin

Pengadaan, peredaran dan penggunaan bahan berbahaya semakin meningkat mulai dari jenis maupun jumlahnya serta mudah diperoleh dipasaran.

Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya penyalahgunaan yang dapat menimbulakn gangguan kesehatan, keamanan dan keselamatan manusia, hewan tumbuh-tumbuhan dan lingkungan hidup. Sebagai upaya untuk meningkatkan pencegahan penyalahgunaan bahan berbahaya diperlukan kebijakan yang berkaitan dengan aspek pengadaan, pengedaran penjualan, dan pengawasan yang berasal dari dalam negeri maupun impor.

Distribusi Formalin telah diatur oleh Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.04/M-DAG/PER/2/2006, namun masih ada terdapat distribusi ilegal akibat lemahnya pengawasan pemerintah terhadap pengawasan penggunaan formalin karena diperkirakan sekitar 3-4 persen dari produksi bahan berbahaya (formalin) masuk ke pasar konsumen, terutama industri makanan skala kecil.

Masuknya formalin ke pasar konsumen dapat dipicu oleh beberapa faktor seperti pemanfaatan kelebihan produksi, ketidakpastian biaya usaha penyimpanan di sektor usaha kecil (UKM) dan lemahnya pengawasan (Mendag, 2013).

Berdasarkan informasi dari Kementerian Perdagangan RI, formalin yang beredar di Indonesia pada umumnya adalah produksi dalam negeri yang dijual dengan berbagai merek seperti formol, morbicid, methanal, formic, aldehyde, dan lain-lain. Kapasitas produksi formalin di Indonesia mencapai 800.000 ton/tahun tetapi utilisasinya baru mencapai 40 persen atau sekitar 350.000 ton/tahun.

(41)

Perusahaan yang memproduksi formalin di Indonesia, diantaranya PT Armolaid, PT Arjuna Kimia, PT Lakobin, dan lain-lain. Sebagian besar produsen formalin tersebut berlokasi di wilayah Kalimantan (Media Industri, 2006).

2.4.2 Peran Pemerintah dalam Masalah Penyalahgunaan Formalin a. Pengendalian

Peran pemerintah dalam menanggulangi masalah penyalahgunaan formalin sangatlah penting. Dari mulai upaya sosialisasi, pembinaan sampai pemberian hukuman untuk produsen yang melanggar aturan. Pengendalian yang dapat dilakukan oleh pemerintah salah satunya adalah dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama produsen bahan makanan mengenai bahaya formalin, selain itu adanya pembinaan terhadap pelaku usaha yang berkaitan dengan peredaran bahan berbahaya secara terkoordinir dan berkesinambungan, diikuti dengan upaya menediakan bahan alternatif yang bisa menggantikan fungsi formalin dengan harga yang relatif murah (Mendag, 2013).

b. Pengawasan

Pengawasan keamanan pangan di Indonesia terutama dilaksanakan oleh Badan POM. Pengawasan juga dilaksanakan dengan adanya kerjasama antar instansi pemerintah yaitu Dinas Kesehatan dan instansi lain baik pemerintah, swasta, LSM, dan juga perguruan tinggi (PTN/PTS). Tahapan penting dalam investigasi kurang lebih mencakup hal sebagai berikut (Cahyadi, 2009) :

1. Mengidentifikasi terjadinya penggunaan BTK (Bahan Tambahan Kimia) dilarang

(42)

26

2. Menetapkan formulasi hipotesis awal 3. Merencanakan investigasi

4. Melaksanakan investigasi dan mengkonfirmasi hipotesis 5. Menganalisis dan menginterpretasi data

6. Menentukan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kejadian penyalahgunaan Bahan Tambahan Kimia

7. Mengidentifikasi dan melaksanakan pencegahan penggunaan Bahan Tambahan Kimia

8. Membuat laporan

9. Melakukan tindakan hukum bagi mereka yang melanggar

Tujuan dari dilakukan pengawasan adalah agar terjaminnya pangan,, terlindungnya konsumen dari pangan yang tidak layak/tidak aman, dan meningkatkan daya saing produk lokal melalui peningkatan keamanan, mutu, dan gizinya. Selain itu bagaimana cara melindungi industri kecil menengah dari penyalahgunaan bahan berbahaya, bukan hanya formalin saja tapi juga terhadap zat berbahaya lainnya (Media Industri, 2013).

c. Pengawasan Distribusi Diperketat

Sebagai salah satu tindak lanjut pemerintah dalam mengatasi masalah penggunaan formalin, Menteri Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.04/M-DAG/PER/2/2006 tentang Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya. Tujuan diterbitkannya Permendag tersebut agar distribusi bahan-bahan berbahaya ini dapat diatur secara ketat mulai dari prosedur hingga pengguna akhir. Pengguna akhir juga dilarang mendistribusikan atau

(43)

memindahtangankan bahan berbahaya ini kepada siapapun dan pendistribusian bahan berbahaya wajib memenuhi prosedur dan ketentuan serta dilengkapi dengan Lembar Data Keselamatan Bahan (LDKB/Safety Data Sheet) yang mengacu pada format Globally Harmonized System of Classification and Labelling of Chemicals (GHS) (Media Industri, 2013).

2.5 Dampak Formalin Terhadap Kesehatan

Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada suhu tubuh.

Kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang yang mengonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah. Formalin bila menguap diudara, berupa gas tidak bewarna. Dengan yang tajam menyesakkan sehingga merangsang hidung, tenggorokan, dan mata (Cahyadi, 2009).

Menurut Saparinto dan Diana (2006) efek penggunaan formalin bagi tubuh terbagi menjadi dua, efek akut dan efek kronis. Efek akut penggunaan formalin adalah:

a. Tenggorokan dan perut terasa terbakar, tenggorokan terasa sakit untuk menelan

b. Mual, muntah dan diare

(44)

28

c. Mungkin terjadi pendarahan dan sakit perut yang hebat d. Sakit kepala dan hipotensi (tekanan darah rendah) e. Kejang, tidak sadar hingga koma

f. Kerusakan hati, jantung, otak, limpa, penkreas, serta system susunan saraf pusat dan ginjal.

Sementara itu efek kronis akibat penggunaan formalin adalah a. Iritasi pada saluran pernapasan

b. Muntah-muntah dan kepala pusing c. Rasa terbakar pada tenggororkan

d. Penurunan suhu badan dan rasa gatal di dada

e. Bila dikonsumsi menahun dapat mengakibatkan kanker.

Formalin dapat masuk ketubuh manusia melalui jalur pernafasan, kontak kulit, ingesti dan mata. Dampak yang ditimbulkan oleh formalin pun berbeda berdasarkan jalur masuknya. Selain jalur masuknya, dampak yang akan ditimbulkan oleh formalin pun berbeda berdasarkan dosis pemaparan dan waktu masuknya. Berikut ini Tabel 2.1 Efek pemaparan formaldehid terhadap kesehatan berdasarkan dosis pemaparannya.

Tabel 2.1 Efek Paparan Formaldehid terhadap Kesehatan Berdasarkan Dosis Pemaparannya

Dosis Pemaparan (ppm) Efek terhadap Kesehatan 0 – 0,05 -

0,05 – 1,5 Efek pada syaraf (neurophysiological) 0,01 – 2,0 Iritasi pada mata

0,1 – 25 Iritasi tingkat tinggi pada organ luar 5 – 30 Efek pada paru-paru

50 – 100 Radang dan pneumonia

>100 Kematian

Sumber : WHO (2001)

(45)

Menurut Yuliarti (2007) formalin tidak hanya berbahaya jika dikonsumsi, melainkan juga dengan melakukan kontak terhadapnya. Umumnya formalin masuk ke dalam tubuh manusia melalui dua jalan, yakni melalui mulut dan saluran pernapasan. Gangguan kesehatan yang terjadi akibat kontak dengan formalin sangat tergantung cara masuk zat ini ke dalam tubuh. Kita bisa saja menghirup uap formalin dari lingkungan sekitar. Misalnya polusi yang dihasilkan oleh asap knalpot dan pabrik, mengandung formalin yang mau tidak mau kita hirup, kemudian masuk ke dalam tubuh. Kemudian asap rokok ataupun air hujan yang jatuh ke bumi pun sebetulnya juga mengandung formalin.

Kontak dengan formalin bisa mengakibatkan luka bakar jika mengenai kulit, iritasi pada saluran pernapasan bila menghirup uapnya dalam konsentrasi yang tinggi, maupun reaksi alergi dan bahaya kanker pada manusia. Jika kandungan formalin dalam tubuh tinggi maka akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang berujung pada kerusakan organ tubuh (Yuliarti, 2007).

Menurut Widyaningsih dan Erni (2006) jika formalin terhirup (inhalasi) lewat pernapasan akan segera diabsorpsi ke paru dan menyebabkan paparan akut berupa pusing kepala, rhinitis, rasa terbakar, dan lakrimasi (keluar air mata dan pada dosis lebih tinggi bisa buta), bronchitis, edema pulmonari atau pneumonia karena dapat mengecilkan bronchus dan menyebabkan akumulasi cairan di paru.

Pada orang yang sensitif dapat menyebabkan alergi, asma, dan dermatitis. Jika lewat penelanan (ingestion) sebanyak 30 ml (2 sendok makan) dari larutan formalin dapat menyebabkan kematian, hal ini disebabkan sifat korosif formalin

(46)

30

terhadap mukosa saluran cerna lambung, disertai mual, muntah, nyeri, perdarahan, dan perforasi. Jika terpapar secara terus-menerus dapat menyebabkan kerusakan pada hati, ginjal, dan jantung.

Lembaga perlindungan lingkungan Amerika Serikat (EPA) dan lembaga internasional untuk penelitian kanker (IARC) menggolongkan formalin sebagai senyawa yang besifat karsinogen, yaitu senyawa yang dapat memicu pertumbuhan sel-sel kanker. Formalin akan mengacaukan susunan protein atau RNA sebagai pembentuk DNA di dalam tubuh manusia. Jika susuana DNA kacau, maka akan memicu terjadinya sel-sel kanker dalam tubuh manusia. Tentu prosesnya memakan waktu lama, tetapi cepat atau lambat jika setiap hari tubuh kita mengkonsumsi makanan yang mengandung formalin, maka kemungkinan besar terjadinya kanker sangat besar (Widyaningsih dan Murtini, 2006)

Meskipun dampaknya sangat berbahaya jika terakumulasi di dalam tubuh, sangatlah tidak bijaksana jika melarang penggunaan formalin. Banyak industri memerlukan formalin sehingga harus bijaksana dalam menggunakannya. Paling utama adalah dengan tidak menggunakannya pada makanan karena masih ada pengawet makanan yang aman. Oleh karena itu, yang terbaik adalah menjalankan fungsi pengawasan dengan ketat yang dalam hal ini melibatkan Depkes atau Badan POM beserta instansi terkait. Tidak boleh dilupakan adalah partisipasi masyarakat. Jelasnya, diharapkan pedagang makanan tidak semena-mena menambahkan formalin untuk makanan hanya demi keuntungannya sendiri, demikian pula konsumen selayaknya mengenal lebih dekat tentang formalin ini

(47)

sehingga tidak mudah tertipu oleh pedagang “nakal” yang mencampurkan formalin sebagai pengawet makanan (Yuliarti, 2007).

2.6 Makanan

Makanan merupakan sumber energi satu-satunya bagi manusia. Karena jumlah penduduk yang terus berkembang, maka jumlah produksi makanan pun harus terus bertambah melebihi jumlah penduduk ini, apabila kecukupan pangan harus tercapai. Seperti telah dikemukakan terdahulu, permasalahan yang timbul dapat diakibatkan kualitas dan kuantitas bahan pangan. Hal ini tidak boleh terjadi atau tidak dikehendaki karena orang makan itu sebetulnya bermaksud untuk mendapatkan energi agar tetap bertahan hidup dan tidak untuk menjadi sakit karenanya. Dengan demikian sanitasi makanan menjadi sangat penting (Soemirat, 2012).

Makanan adalah segala sesuatu yang berasal dari hayati dan air baik yang diolah, yang diperuntukan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan makanan, bahan baku makanan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapannya, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman (Depkes RI, 2004).

Makanan yang aman adalah makanan yang bebas dari cemaran fisik, kimiawi maupun mikrobiologi yang berbahaya bagi kesehatan, serta tidak bertentangan dengan keyakinan masyarakat. Makanan dianggap rusak apabila seluruh atau sebagian dari makanan itu terdiri dari kotoran atau bahan-bahan yang telah membusuk, atau jika ada sesuatu yang tidak menyehatkan untuk makanan

(Adriani & Wirjatmadi, 2012).

(48)

32

Disalah

2.6.1 Penggolongan Makanan Berdasarkan Kerentanannya terhadap Proses Pembusukan.

Sebagian besar makanan mempunyai kemampuan untuk mengalami kerusakan dtau membusuk. Penggolongan makanan berdasarkan kerentanannya terhadap proses embusukan dapat dibagi menjadi 3 golongan:

1. Nonperishable food (stable food)

Nonperishable food adalah makanan yang sifatnya stabil, dan tidak mudah rusak kecuali jika mendapatkan perlakuan yang tidak baik. Contoh makanan semacam ini diantaranya gula, makaroni, mie, dan tepung.

2. Semiperishable food

Semiperishable food adalah makanan yang sifatnya semi stabil dan agak mudah rusak. Contoh makanan semacam ini diantaranya kentang dan roti kering.

3. Perishable food

Perishable food adalah makanan yang sifatnya tidak stabil dan mudah busuk. Contoh makanan semacam ini diantaranya susu, telur dan daging (Chandra, 2006).

2.6.2 Fungsi Makanan Bagi Kehidupan Manusia 1. Makanan sebagai sumber energi

2. Makanan sebagai zat pembangun karena makanan berguna untuk membangun jaringan tubuh yang baru, memelihara dan memperbaiki

jaringan tubuh yang sudah tua

(49)

3. Makanan sebagai zat pengatur karena makanan turut serta mengatur proses alami, kimia dan proses faal dalam tubuh (Chandra, 2006).

2.6.3 Syarat Makanan Aman

Menurut ISO 22000 Food Safety Management System membagi tiga tipe bahaya pada makanan yang dikonsumsi, yaitu: bahaya fisik, bahaya biologi, dan bahaya kimia.

1. Bahaya Fisik

Bahaya ini terjadi karen adanya benda-benda fisik, seperti rambut, kuku, besi yang terbawa bersama makanan. Pada saat dikonsumsi, benda-benda tersebut ikut tertelan dan menyebabkan luka saluran pencernaan kita.

2. Bahaya Biologi

Bahaya biologi mengacu pada keracunan makanan sebagai akibat aktivitas mikroba yang mencemari produk pangan. Makanan merupakan produk yang gampang sekali terkontaminasi oleh mikroba, terutama makanan yang berasal dari telur, daging, susu, dan produk-produk turuannya.

3. Bahaya Kimia

Disebabkan oleh adanya bahan-bahan kimia berbahaya dalam produk pangan. Bahan-bahan kimia berbahaya tersebut antara lain:

Cairan pembersih, pestisida, cat.

Komponen kimia dari peralatan atau kemasan yang lepas dan masuk kepangan

(50)

34

Penggunaan bahan berbahaya yang disalahgunakan untuk pangan, yaitu pewarna tekstil (rhodamin B, metanil yellow) dan pengawet (formalin dan boraks) (Adriani & Wirjatmadi, 2012).

2.6.4 Cara Bahan Kimia bisa ada didalam Makanan

Efek dari bahaya kimia ke tubuh kita dapat terjadi secara akut dan kronis.

Secara akut terjadi apabila bahan kimia yang ada dalam makanan langsung memberikan efek kepada kesehatan, seperti pusing, muntah-muntah, atau bahakan kematian. Adapun efek secara kronis terjadi bila bahan kimia yang dikonsumsi tidak langsung berakibat ke kita akan tetapi terakumulasi terlebih dahulu didalam tubuh. Efek baru dirasakan setelah bertahun-tahun kemudian.

Terdapat tiga cara bahan kimia bisa ada didalam makanan, yaitu:

1. Secara alami ada dalam bahan makanan

Ada beberapa bahan makanan tertentu yang mengandung bahan kimia berbahaya yang tidak selayaknya dikonsumsi. Umumnya masyarakat mengenalnya sebagai racun pada bahan makanan. Selain jamur, beberapa bahan makan seperti kacang-kacangan diketahui mengandung racun tertentu yang disebut aflatoksin.

2. Sengaja ditambahkan dalam makanan

Banyak sekali bahan makanan yang sengaja ditambahkan untuk memperbaiki properties dari produk makanan tersebut, diantaranya adalah pewarna, pemanis, pengawet, anti kempal, dan lain-lain. Pada dasarnya penambahan bahan kimia tersebut diizinkan oleh regulasi asal menggunakan bahan-bahan yang sudah disetujui oleh otoritas pemerintah, seperti FDA, BPOM, dan

Gambar

Gambar 2.2. Piktogram Bahaya Formalin  Keterangan :    GHS02            : Mudah terbakar
Gambar 4.1 Jalur Distribusi Mie Tiau di Kota Medan
Gambar 1. Produsen A
Gambar 3. Produsen C
+7

Referensi

Dokumen terkait