2.1 Pengaruh Mikrob terhadap Pertumbuhan Tanaman
Pengaruh mikrob terhadap pertumbuhan tanaman akan dapat dipahami dan dianggap penting apabila kita dapat memanfaatkannya. Adapun manfaatnya antara lain, meningkatkan produktivitas tanaman, mempertahankan kesuburan tanah dengan memasukkan mikrob asing ke dalam tanah dan meningkatkan aktivitas mikroflora asli. Mikrob dapat membawa perubahan pada pertumbuhan tanaman baik bersifat mendorong atau menghambat. Hal itu dapat dilihat pada:
(a) penggunaan metabolit mikrobial sebagai hara utama, (b) pengaruh zat pengatur tumbuh yang dihasilkan mikrob, (c) penguraian hara yang semula tidak tersedia dari bahan organik tanah dan mineral, (d) menghambat perkembangan patogen tumbuhan, (e) substansi fitotoksik yang dihasilkan mikrob saprofit dan parasit, (f) produksi enzim, dan (g) persaingan antara mikrob dan tumbuhan terhadap hara essensial.
Interaksi tanaman dengan mikrob sukar diamati karena perubahan pada pertumbuhan tanaman menyerupai bahkan berbaur dengan perubahan yang ditimbulkan peristiwa fisik dan kimia. Peristiwa tersebut juga berpengaruh terhadap pertumbuhan mikrob yang kemudian akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan lingkungannya. Kesulitan lain sebagai akibat asosiasi mikrob tanaman selain hubungan simbiosis dan parasitik yaitu pengaruh yang tidak spesifik. Tidak hanya mencirikan interaksi dua organisme yang diketahui, tetapi antara hubungan dari satu organisme dengan tumbuhan atau dengan beberapa atau semua mikroflora. Walaupun di antaranya tidak berperan nyata pada pengaturan pertumbuhan tanaman, tetapi pengaruh kumulatif dari populasi memberikan pengaruh penting (Imas et al., 1989).
Mikrob tanah menghasilkan macam-macam substansi yang secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
Adapun beberapa dari produk mikrob yang paling penting yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan perkembangan tanaman antara lain:
Asam Indol Asetat (IAA)
Banyak spesies bakteri dan jamur menghasilkan asam indol asetat dalam jumlah sedikit, terutama apabila medium pertumbuhannya ditambah dengan triftopan penyusun IAA. Pengaruh yang penting dari IAA terhadap pertumbuhan tanaman adalah pemanjangan batang dan pembentukan bintil. Salah satu contoh sederhana tentang interaksi antara IAA yang dihasilkan mikrob dengan tanaman inang adalah fenomena pembengkokan bulu akar.
Giberelin
Beberapa di antara peran yang dikaitkan oleh giberelin adalah: (1) menanggulangi dormansi dan kekerdilan pada tanaman; (2) menginduksi pembungaan dari beberapa tanaman yang peka terhadap foto periodisitas dan tanaman lain yang tergantung pada dinginnya temperatur; (3) mengubah jenis kelamin bunga dan menyumbang pembentukan set buah; dan (4) merangsang pertumbuhan batang dan pada saat yang bersamaan menekan pertumbuhan cabang lateral.
Antibiotik
Antagonisme di antara mikrob merupakan gejala umum di dalam tanah yang diakibatkan oleh dihasilkannya antibiotik. Beberapa di antara antibiotik ini juga punya potensi berperan dalam pengendalian penyakit tanaman.
Aflatoksin
Aflatoksin merupakan hasil metabolisme Aspergillus flavus walaupun ada yang mengklaim bahwa terdapat produksi senyawa seperti aflatoksin oleh Aspergillus lain dan Penicillium sp. Aflatoksin diketahui memiliki sifat karsinogenik. Tingginya kelembaban pada masa panen dan metode pengeringan pasca panen yang kurang tepat merupakan faktor-faktor utama yang menyebabkan masuknya jamur-jamur Aspergillus penghasil aflatoksin ke dalam biji (Rao, 1994).
2.2 Pupuk Mikrob
Secara umum pupuk mikrob adalah sel hidup dari mikrob penambat nitrogen, pelarut fosfat, dan perombak selulosa, yang diberikan ke biji, tanah, atau tempat pengomposan dengan tujuan meningkatkan jumlah mikrob dan
mempercepat proses tersedianya hara bagi tanaman. Pupuk mikrob yang umum digunakan adalah Rhizobium, Azotobacter, Azospirillum, Pseudomonas, Bacillus, Trichoderma, dan VA Mycorhiza. Pemanfaatan pupuk mikrob yang dikombinasikan dengan pupuk sintetik dan organik dapat memperbaiki dan meningkatkan produktivitas tanah (Prihatini et al., 1996).
Pupuk mikrob disebut juga pupuk hayati, di mana pupuk hayati merupakan alternatif bagi petani untuk memanfaatkan pasokan N2-udara yang cukup besar, di samping memanfaatkan bentuk P tidak tersedia menjadi bentuk tersedia. Melalui masukan teknologi rendah, petani dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar. Pupuk hayati mengandung mikrob tertentu dalam jumlah yang banyak dan mampu menyediakan hara yang cukup untuk membantu pertumbuhan tanaman. Pupuk hayati dapat diterima sebagai pupuk yang berharga murah dibanding pupuk sintetik, dan tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap ekologi tanah maupun lingkungan (Sutanto, 2002).
2.3 Mikrob Penting di dalam Tanah
Dalam ekosistem tanah terdapat berjenis-jenis mikrob tanah seperti:
bakteri, fungi, aktinomycetes, protozoa, dan algae. Keberadaan mikrob dalam ekosistem tanah memiliki arti penting terhadap dinamika ekosistem tersebut.
Peranan mikrob antara lain mendekomposisi residu tumbuhan, hewan dan mikrob, sebagai pemacu dan pengatur utama laju mineralisasi unsur-unsur hara tertentu, sebagai penambat unsur-unsur hara dan transformasi elemen-elemen dalam tanah.
Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap populasi mikrob tanah di alam antara lain adalah: kandungan mineral tanah (bahan anorganik), kandungan bahan organik tanah, struktur tanah, kandungan air dan water stress, atmosfer tanah, redoks, derajat kemasaman (pH), suhu, dan cahaya (Killham, 1995).
Menurut Isroi (2004), mikrob tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman, yaitu Nitrogen (N), Phospor (P), dan Kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas mikrob. Mikrob penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas. Mikrob penambat N simbiotik antara lain Rhizobium sp yang hidup di dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan (leguminose). Mikrob penambat N
non-simbiotik misalnya Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Berdasarkan Glick (1995) mikrob yang merupakan bakteri non simbiotik, dikelompokkan ke dalam Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR). PGPR mampu mensintesis beberapa fitohormon dan senyawa berbobot molekul rendah atau enzim-enzim yang dapat mengatur pertumbuhan tanaman dan perkembangannya.
Selain itu, Kloepper (1992) menambahkan bahwa mikrob juga berfungsi sebagai penghasil hormon pemacu pertumbuhan tanaman dan pengendali hayati melalui beberapa mekanisme yaitu: (1) menghasilkan antibiotika, (2) berkompetisi dalam hal nutrisi dan tempat infeksi, (3) parasitisme, (4) siderophore, (5) produksi sianida atau HCN. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa kesuburan tanah yang berperan penting dalam meningkatkan produksi pertanian, tidak hanya bergantung pada komposisi kimiawinya melainkan juga pada ciri alami mikrob yang menghuninya (Rao, 1994). Berikut ini akan dipaparkan beberapa mikrob tanah yang menguntungkan dan penting dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman yakni:
2.3.1 Bakteri Tanah
Bakteri merupakan kelompok mikrob dalam tanah yang paling dominan dan mungkin meliputi separuh dari biomassa mikrob tanah. Menurut Alexander (1977), di dalam tanah bakteri merupakan kelompok mikrob yang jumlahnya paling banyak dan bersama dengan mikrob lainnya di dalam tanah berperan penting dalam penguraian bahan organik, pensintesa asam atau senyawa organik tertentu serta mineralisasi N. Rao (1994) mengemukakan bakteri terdapat dalam segala macam tipe tanah tetapi populasinya menurun dengan bertambahnya kedalaman tanah. Dalam tanah subur yang normal terdapat 10-100 juta bakteri di dalam setiap gram tanah. Angka ini mungkin meningkat tergantung dari kandungan bahan organik suatu tanah tertentu. Bagian terbesar bakteri tanah termasuk heterotrof dan memanfaatkan sumber energi organik yang sudah jadi dari gula, tepung, selulosa, dan protein. Dalam kondisi anaerob, bakteri mendominasi tempat dan melaksanakan kegiatan mikrobiologi dalam tanah karena jamur dan aktinomycetes tidak dapat tumbuh baik tanpa adanya oksigen.
Bakteri dapat menahan kondisi iklim yang ekstrim walaupun temperatur dan kelembaban berpengaruh terhadap populasinya. Faktor-faktor lain yang
berpengaruh terhadap populasi bakteri dalam tanah adalah pH, praktek pertanian, pemupukan, pemakaian pestisida, dan penambahan bahan organik.
Killham (1995) berpendapat bahwa bakteri merupakan mikrob yang paling umum dijumpai dalam tanah. Hal ini berkaitan erat dengan kemampuannya meminimalkan aktivitas metabolik agar dapat tumbuh dalam kondisi di mana ketersediaan C dan N pada substrat rendah. Selain itu, bakteri mampu berkembang pesat melampaui mikrob lain pada substrat yang sama. Meskipun jumlah sel bakteri dalam tanah sangat tinggi, tetapi biomassanya (1-2 ton/ha) lebih rendah dibanding fungi (2-5 ton/ha). Peranan bakteri dalam pendaurulangan unsur hara seperti karbon, nitrogen, dan fosfor adalah sangat penting. Bila bakteri terhalang kegiatannya dapat dikatakan bahwa pendaurulangan unsur hara terganggu. Menurut Anas (1989), bakteri tertentu mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Pengaruh bakteri dapat secara langsung ataupun tidak langsung. Pengaruh bakteri dapat pula dibedakan atas pengaruh menguntungkan dan merugikan.
2.3.2 Fungi Tanah.
Sedikit di bawah bakteri dalam hal banyaknya dalam tanah, fungi mendominasi semua tanah dan memiliki miselium berbenang tersusun dari hifa individual. Segala faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap penyebaran bakteri dan aktinomycetes juga berpengaruh terhadap penyebaran jamur dalam tanah. Kualitas dan kuantitas bahan organik yang ada dalam tanah mempunyai pengaruh langsung terhadap jumlah jamur dalam tanah karena kebanyakan jamur itu nutrisinya heterotrofik. Jamur tanah sebagian besar heterotrof dan memanfaatkan sisa-sisa bahan organik dengan mudah tetapi jumlahnya dalam tanah bervariasi tergantung pada apakah spesies tersebut memiliki fase vegetatif atau reproduktif yang dominan dalam lingkungan tanah.
Jamur dominan pada tanah yang asam karena lingkungan asam tidak baik untuk bakteri ataupun aktinomycetes. Jamur juga terdapat dalam tanah yang netral atau basa dan beberapa dapat tetap hidup dalam pH di atas 9. Fluktuasi musiman dalam hal jumlah jamur adalah hal yang lazim. Praktek pertanian termasuk rotasi tanaman budidaya dan penggunaan pupuk atau pestisida berpengaruh terhadap ciri dan dominansi spesies jamur (Rao, 1994). Fungi
berperan aktif dalam proses dekomposisi bahan organik, agregasi tanah, dan juga dapat menyebabkan penyakit (patogen). Oleh karena itu, gambaran tentang populasi fungi dalam tanah sangat penting (Anas, 1989).
2.3.3 Mikrob Pelarut Fosfat (MPF)
Mikrob Pelarut Fosfat mampu mengubah senyawa fosfat anorganik tidak larut menjadi bentuk terlarut. Populasi bakteri pelarut fosfat kemungkinan mencapai 104dan 106untuk setiap gram berat kering tanah. Adapun mikrob yang aktif dalam melarutkan fosfat, antara lain: Pseudomonas, Micrococcus, Bacillus, Flavobacterium, Penicillium, Fusarium, Sclerotium, Aspergillus, dan lain-lain.
Jenis bakteri dan fungi ini dapat tumbuh pada media yang mengandung fosfat seperti: Ca3(PO4)2, FePO4, AlPO4, apatit, batuan fosfat, dan senyawa fosfat lainnya. Mikrob ini secara konsisten menunjukkan kemampuannya dalam melarutkan fosfat yang terfiksasi dan batuan fosfat yang berasal dari bermacam- macam sumber. Di samping itu mikrob ini mampu melaksanakan mineralisasi fosfat organik menjadi bentuk terlarut karena aktivitas enzim (Sutanto, 2002).
Defisiensi fosfor dapat terjadi pada tanaman budidaya yang tumbuh di tanah-tanah yang mengandung fosfat dalam jumlah yang cukup. Hal ini disebabkan karena tanaman hanya dapat menyerap fosfor dalam bentuk yang tersedia. Fosfat tanah dapat tersedia oleh perakaran tanaman atau mikrob tanah melalui sekresi asam-asam organik. Oleh sebab itu, mikrob tanah yang dapat melarutkan fosfat memegang peranan dalam memperbaiki tanaman budidaya yang mengalami defisiensi fosfor. Pelarutan fosfat oleh perakaran tanaman dan mikrob tergantung pada pH tanah.
Pada tanah netral atau basa yang memiliki kandungan kalsium tinggi, terjadi pengendapan kalsium fosfat. Mikrob dan perakaran tanaman mampu melarutkan fosfat dan mengubahnya sehingga dengan mudah menjadi tersedia bagi tanaman. Sebaliknya, tanah asam umumnya miskin ion kalsium, dan karenanya fosfat diendapkan dalam bentuk senyawa besi atau aluminium yang tidak dengan mudah dapat dilarutkan perakaran tanaman atau mikrob tanah.
Salah satu cara untuk memperbaiki defisiensi fosfor pada tanaman ialah dengan menginokulasi biji atau tanah dengan mikrob pelarut fosfat bersamaan dengan pupuk berfosfat. Banyak jamur dan bakteri misalnya, Aspergillus, Penicillium,
Bacillus dan Pseudomonas yang merupakan pelarut potensial dari fosfat terikat.
Walaupun dipakai bakteri di dalam sediaan kultur pelarut fosfat yang diperjualbelikan untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman, umumnya jamur merupakan agen yang lebih baik dalam pelarutan fosfat. Sayur-sayuran merespon lebih baik daripada tanaman budidaya serealia terhadap penambahan mikrob pelarut fosfat (Rao, 1994). Kemampuan mikrob pelarut P sangat beragam tergantung dari jenis dan daya adaptasi terhadap lingkungan barunya. Mikrob P sebelum dimanfaatkan pada tanah dan tanaman perlu diuji terlebih dahulu
kemampuannya pada media selektif dengan sumber P yang berbeda.
2.3.4 Pseudomonas
Pseudomonas adalah bakteri yang dapat ditemukan hampir dalam semua media alami seperti di dalam tanah dan air. Sifat lain dari Pseudomonas pada umumnya adalah mendominasi daerah rizosfer hampir semua tanaman, berkembang sangat cepat dan memperoleh energi dari eksudat akar.
Pseudomonas berbentuk batang, bersel tunggal, mudah berpindah tempat dan gram negatif (Anas, 1989). Salah satu bakteri pelarut P yang banyak diteliti yakni Pseudomonas sp. Mikrob pelarut P dari beberapa lokasi di Indonesia telah diuji kemampuannya oleh Premono et al. (1991) yang menghasilkan bahwa Pseudomonas putida mampu melarutkan senyawa AlPO4 hampir 20 kali lebih banyak dibanding kontrol pada medium Pikovskaya cair, sedangkan isolat lain mampu melarutkan batuan fosfat 13 kali dibanding kontrol.
Pseudomonas juga menghasilkan pigmen warna kuning sampai hijau, atau kadang-kadang berwarna biru pada media King’s B. Kemampuan menghasilkan pigmen warna hijau ini merupakan salah satu kriteria yang digunakan para ahli mikrobiologi dalam menilai Pseudomonas yang bermanfaat, pigmen tersebut dikeluarkan spesies-spesies Pseudomonas yang menghasilkan antibiotik (Efri, 1994). Berdasarkan Anas (1989), beberapa mekanisme Pseudomonas yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman telah diketahui antara lain: (1) dengan menghambat pertumbuhan dari patogen, (2) melalui produksi plant growth promoting substances seperti auksin, giberelin, dan vitamin, (3) melalui produksi senyawa yang dapat melarutkan fosfat, dan (4) bersifat antagonis
terhadap organisme yang menyebabkan penyakit melalui produksi sideropor dan antibiotik
2.3.5 Mikrob Pendegradasi Selulosa
Menurut Salma dan Gunarto (1999), selulosa merupakan karbohidrat utama yang disintesis oleh tanaman dan menempati hampir 60% komponen penyusun struktur tanaman. Jumlah selulosa di alam sangat berlimpah sebagai sisa tanaman atau dalam bentuk limbah pertanian seperti jerami padi, berangkasan jagung, gandum, dan kedelai. Nilai ekonomi senyawa selulosa pada limbah tersebut sangat rendah karena tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh manusia.
Sulitnya mendegradasi limbah tersebut menyebabkan petani lebih suka membakar jeraminya di lahan pertanian daripada memanfaatkannya kembali melalui pengomposan. Hal ini disebabkan karena sangat sedikitnya mikrob yang secara alami efektif untuk merombak limbah berselulosa. Pada umumnya mikrob dapat tumbuh pada bahan organik tersebut, tetapi hanya sebagian saja yang mampu menghidrolisis selulosa alami. Beberapa mikrob terutama dari kelompok fungi memiliki kemampuan untuk menghidrolisis selulosa alami melalui aktivitas selulase yang dimilikinya.
Perolehan mikrob selulolitik yang mampu menghasilkan aktivitas selulase yang tinggi menjadi sangat penting untuk tujuan pengomposan limbah organik.
Selulase merupakan enzim yang dapat memutuskan ikatan glukosida -1,4 di dalam selulosa. Enzim ini terdiri dari tiga komponen, yaitu selobiohidrolase (CBH), endoglukanase, dan -glukosidase yang berkerja secara sinergis memecah selulosa di alam. Mikrob yang mampu menghasilkan ketiga komponen selulase di antaranya adalah Trichoderma, sehingga fungi ini sering disebut sebagai selulolitik sejati. Sutedjo et al. (1991) mengemukakan bahwa fungi dapat mendegradasi selulosa lebih baik di dalam tanah dan kompos terutama di bawah kondisi tropis. Mekanisme pembongkaran selulosa oleh berbagai mikrob tergantung sifat keadaan organisme dan kondisi-kondisi dekomposisi. Faktor- faktor lingkungan yang mempengaruhi sifat atau keadaan mikrob pendegradasi selulosa adalah kelembaban, reaksi, aerasi, temperatur, tersedianya nitrogen yang mencukupi serta unsur-unsur nutrisi. Busto et al. (1995) mengemukakan bahwa bakteri selulolitik memiliki kemampuan menghasilkan komplek enzim selulase
yang menghidrolisis selulosa secara sinergis menjadi oligosakarida yang lebih kecil dan akhirnya menjadi glukosa yang berfungsi sebagai sumber karbon dan unsur hara bagi pertumbuhan mikrob tersebut.
2.4 Ketersediaan Fosfor di dalam Tanah
Di dalam tanah P terdapat dalam berbagai bentuk dan dapat digolongkan menjadi: (1). P-larut dan segera tersedia, misalnya ortofosfat, Mg-, Ca-, Fe-, dan Al-fosfat. (2). P-teradsorpsi, yaitu P yang ditahan di permukaan liat dan dapat dipertukarkan. (3). P-organik, seperti fitin, fosfoprotein dan sebagainya. (4). P- mineral, seperti mineral-mineral apatit, strengit, varisit dan lain-lain. Jumlah dan perbandingan bentuk P ini berbeda-beda pada setiap tempat dan akan selalu berubah. Kenyataan yang terjadi di lapang menunjukkan bahwa tanah-tanah yang telah lama mengalami pelapukan seperti Latosol bentuk P yang dominan adalah Fe-P, sedangkan pada tanah-tanah muda Ca-P menjadi dominan. Ketersediaan P tanah menggambarkan banyaknya serta kecepatan penyediaan unsur P oleh tanah yang dapat diambil tanaman.
Fosfor yang dapat diambil tanaman terutama dalam bentuk ion ortofosfat dan sedikit dalam bentuk P organik seperti fitin. Fosfor dalam larutan tanah berada dalam keseimbangan dengan P yang terikat. Kecepatan pelepasan P dari bentuk tidak tersedia berbeda-beda pada setiap tanah dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Pengikatan oleh Al, Fe, Ca, Mg, dan Mn dalam larutan yang dipengaruhi pH tanah merupakan faktor penghambat ketersediaan P dan telah banyak diketahui. Kecepatan pengambilan unsur P oleh tanaman berbeda-beda tergantung dari keadaan lingkungan dan fase pertumbuhan tanaman. Ketersediaan P tanah yang tinggi dapat mengurangi respons tanaman terhadap pemupukan P (Wang, 1965).
Hakim et al. (1986) juga menyatakan bahwa fosfat pada tanah pada umumnya berada dalam bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman. Tanaman akan menyerap fosfor dalam bentuk ortofosfat: H2PO4-, dan HPO42-
. Jumlah masing- masing bentuk sangat tergantung kepada pH tanah, tetapi umumnya bentuk H2PO4-terbanyak dijumpai pada pH tanah berkisar antara 5.0 – 7.2.
Menurut Soepardi (1983), adapun pengaruh yang menguntungkan dari fosfor yaitu:
1. Pembagian sel dan pembentukan lemak dan albumin 2. Pembentukan bunga, buah dan biji
3. Kematangan tanaman melawan pengaruh nitrogen 4. Perkembangan akar halus dan akar serabut
5. Kualitas hasil tanaman, terutama rumputan dan sayuran 6. Ketahanan terhadap penyakit.
2.5 Kangkung
Daerah asal kangkung tidak diketahui pasti, walaupun daerah tropika Afrika, Asia, dan India diduga adalah daerah asalnya. Kangkung adalah tanaman tahunan akuatik atau semiakuatik yang ditemukan di banyak wilayah tropika dan subtropika. Tanaman yang mudah ditanam, produktif, dan bergizi tinggi ini biasanya diproduksi sepanjang tahun. Ada dua tipe kangkung yang diusahakan, yaitu (1) forma daun lebar berbentuk mata anak panah, bunga merah jambu, dan batang putih, yang dikenal sebagai kangkung air (Ipomoea aquatica Forsk) yang dapat dibudidayakan di lingkungan tergenang, (2) forma daun sempit bunga putih, dan batang hijau, yang disebut kangkung darat (Ipomoea reptans Poir) yang dapat tumbuh baik di tanah lembab atau lingkungan semiakuatik (Rubatzky dan Mas., 1999). Adapun klasifikasi kangkung darat dalam tatanan tumbuhan:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Subdivisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua atau dikotil) Subkelas : Asteridae
Ordo : Solanales
Famili : Convolvulaceae (suku kangkung-kangkungan) Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea reptans Poir Sumber: Anonim (2008)
Sayuran ini memang tidak rewel dengan syarat tumbuh. Kangkung air diperbanyak dengan stek batang, sedangkan kangkung darat diperbanyak dengan biji. Pemeliharaan kangkung darat dan kangkung air tidak sama. Kangkung air tidak terlalu menuntut perawatan dibandingkan kangkung darat yang harus memperhatikan pengairan. Pemupukan kangkung air jarang dilakukan petani, sedangkan pada kangkung darat merupakan keharusan. Tanaman kangkung tidak terlalu banyak musuhya. Hama yang biasa mengganggu tanaman kangkung antara lain ulat grayak (Spodoptera litura) dan kutu daun (Myzus persicae atau Aphids gossypii). Penyakit yang menyerang tanaman kangkung adalah penyakit karat putih yang disebabkan cendawan Albugo ipomoea reptans. Pemanenan kangkung air dilakukan seperti memangkas tanaman. Tanaman yang muda dipetik sepanjang 20 cm. Kangkung darat dipanen dengan memetik bagian yang muda atau dengan mencabut seluruh bagian tanaman termasuk akar yang dilakukan sekitar umur 40 hari setelah tanam (Nazaruddin, 2003).
Tanaman kangkung merupakan sumber gizi yang murah harganya dan mudah untuk mendapatkannya. Selain sebagai sumber vitamin A dan mineral serta unsur gizi lainnya yang berguna bagi kesehatan tubuh, tanaman kangkung juga dapat menjadi obat yang dapat menyembuhkan beberapa penyakit.
Kandungan gizi dalam tanaman kangkung disajikan pada Tabel 1. Kangkung juga dikenal sebagai kang kong, tanaman ini hanya sedikit dikenal di luar Asia tropika walaupun penanamannya sangat mudah, sangat bergizi dan cocok dibudidayakan lebih luas. Kangkung mempunyai biji dengan diameter sekitar 3 mm. Kultivar yang berbiji dapat tahan lembab dan tumbuh baik pada musim hujan (William et al., 1993). Adapun jenis tanaman kangkung disajikan pada Gambar 2.
Tabel 1. Kandungan gizi dalam tiap 100 g tanaman kangkung segar No. Komposisi Gizi Banyaknya Kandungan Gizi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Zat Besi Vitamn A Vitamin B1 Vitamin C Air
29.00 kal 3.00 g 0.30 g 5.40 mg 73.00 mg 50.00 mg 2.50 mg 6300.00 SI
0.07 mg 32.00 mg
89.70 mg
a) Kangkung darat b) Kangkung air (Ipomoea reptans Poir) (Ipomoea aquatica Forsk)
Gambar 2. Jenis tanaman kangkung