• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang dikenal sebagai raja sekaligus pelayan dari cabang ilmu lain. Pada umumnya, orang yang menguasai matematika akan lebih mudah menguasai ilmu lain karena matematika dapat membentuk pola berpikir yang logis. Matematika juga menjadi dasar bagi perkembangan ilmu lain. Hal tersebut menjadikan matematika sebagai ilmu yang penting untuk dikuasai.

Matematika memang bukanlah pelajaran yang mudah untuk dipelajari dan diajarkan. Berdasarkan wawancara dengan guru matematika SMP Negeri 10 Surakarta, diperoleh informasi bahwa terjadi masalah dalam proses pembelajaran.

Guru mengalami kesulitan dalam memahamkan siswa mengenai suatu materi. Di lain pihak, siswa mengalami kesulitan dalam menangkap materi yang disampaikan oleh guru. Siswa juga merasa kurang nyaman dengan cara mengajar guru.

Ada berbagai hal yang perlu dipertimbangkan dalam proses pembelajaran, salah satunya adalah proses berpikir siswa. Guru memerlukan informasi mengenai proses berpikir siswa untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat untuk mengatur jaringan informasi siswa. Proses ini juga dapat digunakan sebagai dasar bagi guru dalam menyusun tugas dan menentukan jenis bantuan yang tepat untuk siswa. Selain itu, proses berpikir juga dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan asal kesalahan siswa. Oleh karena itu, proses berpikir siswa menjadi hal yang penting untuk diteliti.

Berkaitan dengan proses berpikir dalam pembelajaran, Lipman dalam Kuswana (2011) menyarankan bahwa dalam proses pembelajaran sebaiknya peserta didik diperlakukan sebagai seorang pemikir. Salah satu cara menerapkan saran ini adalah dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan serta dalam pembelajaran matematika. Carpenter (2003) menyebutkan dua kunci

(2)

commit to user

keterlibatan siswa di dalam kelas, yakni pemberian tugas dan perancah (scaffold).

Mason dan Johnston-Wilder dalam Breen dan O’Shea (2010) berpendapat bahwa tugas seharusnya disusun sedemikian rupa sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan membuat pilihan.

Proses berpikir siswa tercermin melalui cara siswa dalam memecahkan masalah. Masalah yang terjadi akan menjadi informasi yang masuk. Masalah ini akan dipecahkan dengan bekal pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa.

Dengan demikian, ada proses pengolahan informasi yang terjadi selama proses pemecahan masalah tersebut.

Menurut Polya (1973), ada 4 langkah dalam proses memecahkan masalah, yaitu: (1) memahami masalah, (2) menyusun rencana pemecahan masalah, (3) melaksanakan rencana penyelesaian masalah, dan (4) memeriksa kembali penyelesaian masalah. Pada setiap langkah tersebut tentunya terjadi proses berpikir sehingga proses berpikir siswa dapat diamati melalui cara siswa dalam melalui setiap langkah tersebut.

Dalam proses berpikir, terjadi kecenderungan pada siswa dalam mengatur dan mengolah informasi. Kecenderungan siswa dalam mengatur dan mengolah informasi ini disebut gaya berpikir (De Porter dan Hernacki, 2011).

Berkaitan dengan gaya berpikir, hasil penelitian Zhang dan Sternberg (2001) menunjukkan bahwa siswa yang tidak mengkonsultasikan gaya berpikir mereka dengan guru mempunyai potensi mengalami masalah dalam memahami sesuatu.

Namun, bila guru menyadari gaya tersebut dan mengajarkan matematika dengan cara yang berbeda maka permasalahan dalam hal pemahaman tersebut dapat dicegah.

Gregorc dalam De Porter dan Hernacki (2011) menyimpulkan adanya dua kemungkinan dominasi otak terkait dengan pemrosesan informasi, yaitu: (1) persepsi konkret dan abstrak, dan (2) kemampuan pengaturan secara sekuensial (linear) dan acak (non linear). De Porter dan Hernacki (2011) memadukan dua kemungkinan tersebut ke dalam empat kelompok gaya berpikir, yakni : (1) sekuensial konkret (SK), (2) sekuensial abstrak (SA), (3) acak konkret (AK), dan

(3)

commit to user

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti pada saat Praktik Pengalaman Lapangan di SMP Negeri 10 Surakarta, siswa mengalami banyak masalah dalam memecahkan masalah berbentuk soal cerita. Untuk dapat menyelesaikan soal tersebut, siswa dituntut untuk berpikir dengan pemecahan masalah. Siswa harus memahami maksud soal dan menerjemahkannya ke dalam kalimat matematika untuk kemudian diselesaikan.

Bangun datar segitiga merupakan salah satu materi yang seringkali memunculkan soal cerita. Materi ini dipelajari siswa kelas VII pada jenjang Sekolah Menengah Pertama. Soal-soal dalam materi ini seringkali muncul dalam bentuk cerita tanpa sketsa kejadian. Oleh karena itu, proses berpikir siswa dapat diamati melalui cara siswa dalam memecahkan soal cerita segitiga.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana profil proses berpikir siswa dalam memecahkan soal cerita bangun datar segitiga berdasarkan langkah-langkah Polya ditinjau dari gaya berpikir siswa.

B. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diperoleh permasalahan sebagai berikut.

1. Permasalahan yang ada di kelas VII SMP Negeri 10 Surakarta.

2. Masalah yang akan diteliti adalah masalah soal cerita pada sub pokok bahasan bangun datar segitiga.

3. Proses berpikir siswa yang akan diteliti meliputi pengolahan informasi yang terjadi melalui asimilasi, asimilasi abstraksi, akomodasi, dan akomodasi abstraksi.

4. Langkah pemecahan masalah yang digunakan untuk meneliti adalah langkah pemecahan masalah menurut Polya, yakni memahami masalah, menyusun rencana penyelesaian masalah, melaksanakan rencana penyelesaian masalah, dan memeriksa kembali penyelesaian masalah.

(4)

commit to user

5. Gaya berpikir siswa didasarkan pada pengelompokan gaya berpikir menurut De Porter dan Hernacki, yakni sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak abstrak, dan acak konkret.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah profil proses berpikir siswa kelas VII SMP Negeri 10 Surakarta dengan gaya berpikir sekuensial konkret dalam memecahkan masalah matematika?

2. Bagaimanakah profil proses berpikir siswa kelas VII SMP Negeri 10 Surakarta dengan gaya berpikir sekuensial abstrak dalam memecahkan masalah matematika?

3. Bagaimanakah profil proses berpikir siswa kelas VII SMP Negeri 10 Surakarta dengan gaya berpikir acak konkret dalam memecahkan masalah matematika?

4. Bagaimanakah profil proses berpikir siswa kelas VII SMP Negeri 10 Surakarta dengan gaya berpikir acak abstrak dalam memecahkan masalah matematika?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui profil proses berpikir siswa kelas VII SMP Negeri 10 Surakarta dengan gaya berpikir sekuensial konkret dalam memecahkan masalah matematika

2. Mengetahui profil proses berpikir siswa kelas VII SMP Negeri 10 Surakarta dengan gaya berpikir sekuensial abstrak dalam memecahkan masalah matematika

3. Mengetahui profil proses berpikir siswa kelas VII SMP Negeri 10 Surakarta dengan gaya berpikir acak konkret dalam memecahkan masalah matematika 4. Mengetahui profil proses berpikir siswa kelas VII SMP Negeri 10 Surakarta

(5)

commit to user E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk hal-hal sebagai berikut.

1. Memberi informasi pada guru dan calon guru tentang proses berpikir siswa berdasarkan gaya berpikir dalam memecahkan masalah matematika.

2. Bahan pertimbangan bagi penelitian yang berkaitan dengan proses berpikir siswa berdasarkan gaya berpikir.

F. Batasan Istilah

Dalam penelitian ini digunakan batasan istilah sebagai berikut.

1. Asimilasi konkret adalah proses berpikir dalam memecahkan masalah berdasarkan pengetahuan yang pernah diperoleh tanpa melibatkan simbol maupun pemilahan informasi.

2. Asimilasi abstrak adalah proses berpikir dalam memecahkan masalah berdasarkan pengetahuan yang pernah diperoleh dengan melibatkan simbol atau pemilahan informasi.

3. Akomodasi konkret adalah proses berpikir dalam memecahkan masalah yang dilakukan dengan mengubah pengetahuan yang pernah diperoleh tanpa melibatkan simbol maupun pemilahan informasi.

4. Akomodasi abstrak adalah proses berpikir dalam memecahkan masalah yang dilakukan dengan mengubah pengetahuan yang pernah diperoleh dengan melibatkan simbol atau pemilahan informasi.

5. Proses berpikir adalah proses pemecahan masalah yang dimulai dari penerimaan informasi, pengolahan informasi, penyimpanan informasi, dan pemanggilan informasi yang terjadi melalui proses asimilasi konkret, asimilasi abstrak, akomodasi konkret, atau akomodasi abstrak.

6. Profil proses berpikir adalah gambaran proses pemecahan masalah yang dimulai dari penerimaan informasi, pengolahan informasi, penyimpanan informasi, dan pemanggilan informasi yang terjadi melalui proses asimilasi konkret, asimilasi abstrak, akomodasi konkret, atau akomodasi abstrak.

(6)

7. Pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi/jalan keluar untuk suatu masalah yang spesifik.

8. Gaya berpikir adalah kecenderungan seseorang dalam memproses informasi, meliputi proses pengaturan dan pengolahan informasi.

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi yang menyebabkan zona tersebut merupakan zona paling nyaman disebabkan tidak banyak area dinding yang terekspos dengan radiasi matahari.. Hanya satu bagian dinding zone_2

Kejahatan perbankan yang memanfaat- kan teknologi informasi sangat beragam, tetapi dalam kajian ini penulis hanya fokus mengkaji kejahatan pembobolan uang nasabah oleh

Signaling hypothesis, memprediksi bahwa adanya kenaikan jumlah investor institusi dan menduga tidak ada perubahan dalam proporsi ekuitas yang dimiliki oleh institusi, dengan

Dengan adanya follow up atau evaluasi berfungsi untuk memudahkan konselor untuk melihat sejauh mana konseling yang dilakukan oleh konseli sesuai dengan harapan

ditempahkan pembuatannya sesuai spesifikasi yang rancang bangunnya, kepada bengkel yang biasa membuat lemari kaca berbingkai aluminium. Lemari mini dibuat di bengkel

Tingkat pengolahan tanah berpengaruh sangat nya terhadap tinggi tanaman kedelai umur 60 Hari Setelah Tanam, berat biji per plot, dan berat 100 butir biji serta

Variabel desain produk (X1) mempunyai pengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap keputusan pembelian (Y), karena desain produk yang melekat pada

Pada perbandingan antara mean empirik dan mean hipotetik, diketahui bahwa mean empirik kepuasan berwirausaha lebih besar dari mean hipotetiknya (60.82 > 40), yang