• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERMINTAAN IMPOR INDONESIA DARI LIMA NEGARA DI ASIA TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PERMINTAAN IMPOR INDONESIA DARI LIMA NEGARA DI ASIA TAHUN"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERMINTAAN IMPOR INDONESIA DARI LIMA NEGARA DI ASIA TAHUN 2008 - 2017

OLEH

YOULANDA IRWITHA NASUTION 150501060

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)
(4)
(5)

ANALISIS PERMINTAAN IMPOR INDONESIA DARI LIMA NEGARA DI ASIA TAHUN 2008 - 2017

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor Indonesia dari lima negara di Asia tahun 2008 sampai dengan tahun 2017.

Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada variabel-variabel yang mempengaruhi impor Indonesia yaitu PDB, populasi, kurs dan ekspor. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi data panel, dengan model estimasi terbaik yaitu model efek tetap (fixed effect model) yang diolah dengan program EViews. Penelitian ini menggunakan data time series tahunan dalam kurun waktu 10 tahun (2008 - 2017), dan data cross section lima negara asal impor terbesar (Cina, Singapura, Jepang, Malaysia dan Korea Selatan).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel PDB dan ekspor berpengaruh positif dan signifikan, variabel kurs berpengaruh negatif dan signifikan, sedangkan variabel populasi tidak berpengaruh signifikan terhadap impor Indonesia dari lima negara di Asia. Secara simultan, variabel PDB, populasi, kurs dan ekspor berpengaruh signifikan terhadap impor Indonesia, dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,9491 yang artinya bahwa PDB, populasi, kurs, dan ekspor akan mempengaruhi impor Indonesia sebesar 94,91%

sedangkan sisanya 5,09% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan pada penelitian ini.

Kata kunci : Impor, PDB, Populasi, Kurs, Ekspor

(6)

The purpose of this study is to analyze factors that may affect Indonesia’s demand imports from five countries in Asia from 2008 to 2017.

This study was focused on variables that affect Indonesia’s imports. They are GDP, population, exchange rate and export. The method used in this study is panel data regression analysis and the best estimated model is fixed effect model which is processed using EViews program. The data used in this study is the annual time series within a period of 10 years (2008 to 2017), and using cross section data that involve five largest import origin countries (China, Singapore, Japan, Malaysia, and South Korea).

The result of this study indicate that partially GDP and export have a positive and significant effect, exchange rate have a negative and significant effect, while population have no significant effect on Indonesia’s imports from five countries in Asia. Simultaneously the GDP, population, exchange rate and export have a significant effect on Indonesia’s imports, with a coefficient of determination (R2) of 0,9491 means that GDP, population, exchange rate and export will affect Indonesia’s imports by 94,91%, with the remaining 5,09% is influenced by a number of other variables that are not included in this study.

Keywords : import, GDP, population, exchange rate, export

(7)

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Permintaan Impor Indonesia dari Lima Negara di Asia Tahun 2008 - 2017”. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada :

1. Kedua orangtua tercinta, Mama (Juwita Lubis) dan Papa (Muhammad Irsan) yang selalu memberikan doa dan dukungan terbaiknya tiada henti.

Serta kepada kedua adik saya, Alda dan Farel, yang selalu memotivasi saya untuk menjadi teladan yang baik bagi keduanya.

2. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE., MS., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Coki Ahmad Syahwier, MP., selaku Ketua Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Inggrita Gusti Sari Nasution, SE., M.Si., selaku Sekretaris Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, sekaligus Dosen Pembimbing saya yang telah sabar dalam memberikan bimbingan, masukan dan motivasi, serta waktu yang diluangkan selama proses penyusunan skripsi ini dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini.

5. Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si., dan Bapak Wahyu Sugeng Imam Soeparno, SE., M.Si., selaku Dosen Penguji I dan Dosen Penguji II, yang telah membantu penulis melalui kritik dan saran yang diberikan demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah membagi ilmu pengetahuan yang akan bermanfaat bagi saya.

7. Seluruh Pegawai dan Staf Administrasi Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah membantu saya dalam penyelesaian kelengkapan administrasi.

8. Sahabat penulis semasa kuliah, Vira dan Caca yang selalu setia menemani dalam suka dan duka sejak awal masa perkuliahan hingga saat sekarang bisa mencapai titik ini.

(8)
(9)

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 8

2.1.1 Teori Permintaan ... 8

2.1.2 Perdagangan Internasional ... 10

2.1.3 Teori Perdagangan Internasional ... 11

2.1.3.1 Teori Klasik ... 12

2.1.3.2 Teori Modern ... 17

2.1.4 Impor ... 20

2.1.5 Produk Domestik Bruto (PDB) ... 23

2.1.6 Populasi ... 25

2.1.7 Nilai Tukar Mata Uang (Kurs) ... 26

2.1.8 Ekspor ... 29

2.2 Penelitian Terdahulu ... 30

2.3 Kerangka Konseptual ... 32

2.4 Hipotesis Penelitian ... 34

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 35

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 35

3.3 Defenisi Operasional Variabel ... 35

3.4 Model Analisis ... 36

3.5 Metode Analisis ... 37

3.6 Penentuan Model Regresi Data Panel ... 39

3.6.1 Uji Chow ... 39

3.6.2 Uji Hausman ... 40

3.7 Uji Kesesuaian (Goodness of Fit Test)... 40

3.7.1 Uji Parsial (Uji t) ... 40

3.7.2 Uji Simultan (Uji F) ... 41

(10)

4.3 Hasil Estimasi Regresi Data Panel ... 46

4.3.1 Uji Chow (Chow Test) ... 46

4.3.2 Uji Hausman (Hausman Test) ... 47

4.3.3 Hasil Estimasi Fixed Effect Model ... 48

4.4 Pengujian Hipotesis ... 51

4.4.1 Uji t ... 51

4.4.2 Uji F ... 52

4.4.3 Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 53

4.5 Pembahasan ... 54

4.5.1 Pengaruh PDB Terhadap Impor Indonesia ... 54

4.5.2 Pengaruh Populasi Terhadap Impor Indonesia ... 55

4.5.3 Pengaruh Kurs Terhadap Impor Indonesia ... 57

4.5.4 Pengaruh Ekspor Terhadap Impor Indonesia ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 60

5.2 Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62 LAMPIRAN

(11)

Nomor Judul Halaman

1.1 Nilai Impor Indonesia Menurut Negara Mitra Dagang Utama ... 3

2.1 Keunggulan Absolut ... 13

2.2 Keunggulan Komparatif ... 16

2.3 Hasil Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian ... 30

4.1 Statistik Deskriptif ... 44

4.2 Hasil Uji Chow ... 46

4.3 Hasil Uji Hausman ... 47

4.4 Hasil Estimasi Model Fixed Effect ... 48

4.5 Hasil Uji t ... 51

4.6 Hasil Uji F ... 53

4.7 Koefisien Determinasi ... 53

(12)

1.1 Grafik Nilai Impor Indonesia dari Lima Negara Asal Impor ... 5 2.1 Kurva Permintaan ... 9 2.2 Skema Kerangka Konseptual ... 34

(13)

Nomor Judul

1 Data Variabel Penelitian

2 Data Variabel Penelitian Bentuk Logaritma Natural 3 Hasil Statistik Deskriptif

4 Hasil Estimasi Fixed Effect Model

5 Hasil Uji Chow

6 Hasil Uji Hausman

(14)

Globalisasi yang terjadi di era modern saat ini telah menyebabkan tidak ada satu pun negara yang bisa lepas dari negara lain. Salvatore (2014) mengemukakan bahwa globalisasi diartikan sebagai meningkatnya integrasi perekonomian di seluruh dunia, khususnya melalui perdagangan dan aliran keuangan, serta melalui aliran ide dan manusia yang dipermudah dengan adanya revolusi komunikasi dan transportasi.

Ketika globalisasi ekonomi terjadi, keterbukaan semakin terlihat dari semakin menipis atau menghilangnya seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa. Globalisasi menciptakan kompetisi dan interdependensi (saling ketergantungan) di antara negara-negara di dunia. Bagi beberapa negara, keadaan ini merupakan peluang yang sangat menguntungkan, namun sebaliknya, menimbulkan tantangan dan kendala khususnya bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Salah satu efek yang ditimbulkan oleh globalisasi adalah kemudahan dalam melakukan perdagangan internasional antar negara. Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama, sehingga pihak yang terlibat akan memperoleh keuntungan dan tidak ada pihak lain yang merasa dirugikan.

Adapun beberapa faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional di antaranya yaitu: ketersediaan sumber daya alam

(15)

yang berbeda menyebabkan terjadinya perbedaan hasil produksi dan keterbatasan produksi, perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan perbedaan mutu atau kualitas produk yang dihasilkan, keberagaman selera masyarakat terhadap tren dan gaya hidup, serta adanya kerja sama yang terjalin antar negara yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan dan meningkatkan perekonomian suatu negara.

Perdagangan internasional digambarkan melalui kegiatan ekspor dan impor. Secara umum, ekspor adalah kegiatan menjual barang dan jasa dari suatu negara ke negara lain. Sebaliknya, impor adalah kegiatan membeli barang dan jasa dari negara lain yang dibawa masuk ke dalam negeri. Ekspor dan impor sangat penting karena merupakan komponen yang diperhitungkan dalam mengukur total pendapatan nasional suatu negara.

Berdasarkan laporan yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada tahun 2017 Indonesia menduduki posisi keempat dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Sehingga hal ini berdampak pada meningkatnya jumlah kebutuhan masyarakat Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin beragam, Indonesia juga tidak terlepas dari kegiatan impor.

Permintaan impor Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat hampir di semua kawasan perdagangan. Adapun negara-negara yang menjadi mitra dagang utama Indonesia berdasarkan kawasan negara ditunjukkan melalui tabel sebagai berikut :

(16)

Tabel 1.1

Nilai Impor Indonesia Menurut Negara Mitra Dagang Utama (Juta USD) 2013 – 2017

Negara 2013 2014 2015 2016 2017

ASIA

1.Cina 29849,5 30624,3 29410,9 30800,5 35766,8

2.Jepang 19284,6 17007,6 13263,5 12984,8 15240,0

3.Singapura 25581,8 25185,7 18022,5 14548,3 16888,5

4.Malaysia 13322,5 10855,4 8530,7 7200,9 8858,2

5.Korea Selatan 11592,6 11847,4 8427,2 6674,6 8122,3

6.India 3964,0 3952,1 2741,4 2872,7 4048,5

7.Thailand 10703,1 9781,0 8083,4 8666,9 9281,6

8.Taiwan 4480,3 3758,2 3172,1 2889,9 3256,2

AUSTRALIA & OCEANIA

1.Australia 5038,2 5647,5 4815,8 5260,9 6008,9

2.Selandia Baru 806,0 836,0 637,0 660,9 751,2

AMERIKA

1.Amerika Serikat 9065,7 8170,1 7593,2 7298,4 8121,6

2.Kanada 2067,5 1860,2 1609,3 1383,0 1553,6

EROPA

1.Jerman 4426,3 4091,2 3471,7 3159,5 3538,1

2.Belanda 1033,8 908,3 785,2 723,6 1026,5

3.Italia 1695,5 1722,9 1368,2 1387,2 1570,3

4.Rusia 2593,6 1589,6 992,6 850,6 1302,7

5.Inggris 1081,9 894,8 818,9 893,8 1049,6

6.Perancis 1590,7 1332,5 1336,9 1362,0 1585,4

Sumber : BPS Indonesia, data diolah (2017)

Berdasarkan tabel 1.1 di atas, dapat dilihat bahwa nilai impor tertinggi Indonesia di tahun 2013 hingga tahun 2017 berasal dari kawasan Asia, yang didominasi oleh Cina dengan nilai impor mencapai US$35.766,8 juta di tahun 2017. Sedangkan di benua Australia, Amerika, dan Eropa, negara asal impor dengan nilai impor terbesar masing-masing ditempati oleh negara Australia, Amerika Serikat, dan Jerman. Namun secara keseluruhan, lima negara mitra dagang yang memiliki kontribusi impor terbesar ke Indonesia adalah Cina, Singapura, Jepang, Malaysia, dan Korea Selatan.

(17)

Tingginya permintaan impor Indonesia dari Cina, Singapura, Jepang, Malaysia dan Korea Selatan tidak terlepas dari pengaruh kerja sama Indonesia dengan negara-negara tersebut. Indonesia bersama Malaysia dan Singapura merupakan negara anggota ASEAN (Association of Southeast Asian Nations), dimana tujuan utama dari dibentuknya asosiasi ini adalah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dengan memfokuskan kerja sama ekonomi sebagai salah satu agenda utama yang perlu dikembangkan. Kerja sama ekonomi ASEAN ditujukan untuk menghilangkan hambatan-hambatan ekonomi yang mencakup kerja sama di sektor perindustrian, perdagangan, dan pembentukan AFTA (ASEAN Free Trade Area).

Di sisi lain, Cina, Jepang dan Korea Selatan adalah merupakan bagian dari ASEAN Plus Three (APT). APT adalah mekanisme kerja sama eksternal yang dikembangkan oleh ASEAN dengan tiga negara mitra wicara (Dialogue Partners) yaitu Cina, Jepang dan Korea Selatan. Melalui APT, ASEAN menerapkan Free Trade Agreement seperti ASEAN - China Free Trade Area, ASEAN - Japan Free Trade Area dan ASEAN - Republic of Korea Free Trade Area.

Sejalan dengan eratnya hubungan dan kerja sama ekonomi Indonesia dengan negara Malaysia, Singapura, Cina, Jepang dan Korea Selatan, tidak mengherankan jika permintaan impor Indonesia didominasi oleh kelima negara tersebut. Di samping itu, Indonesia tentu tidak hanya menjalin hubungan multilateral, namun juga menjalin hubungan bilateral bersama kelima negara mitra dagang tersebut. Adapun perkembangan tren impor Indonesia dari Cina,

(18)

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Nilai Impor (Juta USD)

Tahun

Cina Singapura Jepang Malaysia Korea Selatan

Singapura, Jepang, Malaysia dan Korea Selatan selama tahun 2008 hingga tahun 2017 digambarkan melalui grafik sebagai berikut :

Gambar 1.1

Grafik Nilai Impor Indonesia dari Lima Negara Asal Impor Terbesar 2008 – 2017

Sumber : BPS Indonesia, data diolah (2017)

Berdasarkan grafik di atas, terlihat suatu persamaan dari permintaan impor Indonesia dari Cina, Singapura, Jepang, Malaysia dan Korea Selatan, yaitu dimana permintaan impor Indonesia dari kelima negara mengalami penurunan di tahun 2009. Hal ini disebabkan oleh krisis ekonomi global yang terjadi di tahun 2008 ikut mempengaruhi perekonomian Indonesia. Selanjutnya permintaan impor Indonesia kembali meningkat lagi di tahun 2010 hingga tahun 2012. Hal ini sejalan dengan meningkatnya pendapatan nasional Indonesia yang menyebabkan daya beli masyarakat pun ikut meningkat. Di tahun 2013 hingga tahun 2016, permintaan impor dari empat negara (Singapura, Jepang, Malaysia dan Korea

(19)

Selatan) terus mengalami penurunan. Salah satu penyebabnya adalah kurs Rupiah yang terus menerus melemah terhadap mata uang asing, sehingga harga barang- barang impor menjadi lebih mahal. Namun hal ini tidak berlaku bagi Cina, permintaan impor dari Cina relatif stabil dan meningkat hingga tahun 2017.

Adapun produk-produk yang paling banyak diimpor Indonesia dari Cina, Singapura, Jepang, Malaysia dan Korea Selatan adalah berupa komoditas industri seperti hasil-hasil minyak bumi, mesin-mesin untuk industri, bagian dan perlengkapan kendaraan bermotor, alat penyambung atau pemutus arus listrik, pesawat telekomunikasi dan bagian-bagiannya, bahan sulaman atau rajutan, kain tenunan dari serat buatan, dan bahan-bahan kimia.

Berdasarkan kondisi yang telah diuraikan di atas, perlu dikaji bagaimana kondisi permintaan impor Indonesia dari Cina, Singapura, Jepang, Malaysia dan Korea Selatan serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Permintaan Impor Indonesia dari Lima Negara di Asia Tahun 2008 - 2017”.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh PDB terhadap permintaan impor Indonesia dari lima negara di Asia?

2. Bagaimana pengaruh populasi terhadap permintaan impor Indonesia dari lima negara di Asia?

3. Bagaimana pengaruh kurs Rupiah terhadap permintaan impor Indonesia dari lima negara di Asia?

(20)

4. Bagaimana pengaruh ekspor terhadap permintaan impor Indonesia dari lima negara di Asia?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh PDB terhadap permintaan impor Indonesia dari lima negara di Asia.

2. Untuk mengetahui pengaruh populasi terhadap permintaan impor Indonesia dari lima negara di Asia.

3. Untuk mengetahui pengaruh kurs Rupiah terhadap permintaan impor Indonesia dari lima negara di Asia.

4. Untuk mengetahui pengaruh ekspor terhadap permintaan impor Indonesia dari lima negara di Asia.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Bagi peneliti dan pembaca adalah untuk menambah ilmu pegetahuan dan wawasan dalam bidang perdagangan internasional.

2. Bagi masyarakat, instansi terkait, dan pemerintah, sebagai masukan untuk menentukan kebijakan khususnya impor di masa mendatang.

3. Bagi pelaku pasar seperti pedagang, importir dan eksportir, penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dalam pengambilan keputusan.

4. Bagi peneliti selanjutnya adalah sebagai bahan referensi dan perbandingan dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti tersebut.

(21)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Permintaan

Teori permintaan menerangkan tentang sifat permintaan para pembeli terhadap suatu barang. Permintaan merupakan jumlah komoditi yang bersedia dibeli oleh individu/rumah tangga/perusahaan selama periode waktu tertentu.

Menurut Sukirno (2008 : 76), permintaan seseorang atau masyarakat kepada suatu barang ditentukan oleh banyak faktor, di antaranya yaitu :

a. Harga barang itu sendiri

b. Harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut c. Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat d. Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat

e. Cita rasa atau selera masyarakat f. Jumlah penduduk

g. Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang

Berdasarkan faktor-faktor tersebut, akan sangat sukar untuk secara sekaligus menganalisis pengaruh berbagai faktor tersebut terhadap permintaan suatu barang. Sehingga, dalam membicarakan teori permintaan, ahli ekonomi membuat analisis yang lebih sederhana. Dalam analisis ekonomi dianggap bahwa permintaan suatu barang terutama dipengaruhi oleh tingkat harganya. Oleh sebab itu, dalam teori permintaan yang terutama dianalisis adalah hubungan antara jumlah permintaan suatu barang dengan harga barang tersebut (Sukirno, 2008:76).

(22)

P2

Dengan anggapan bahwa harga barang-barang lainnya, pendapatan konsumen, serta selera konsumen tidak berubah atau konstan, maka fungsi permintaan ini dapat dituliskan menjadi : Qx = f(Px), dimana Qx adalah jumlah barang X yang diminta dan Px adalah harga barang X. Hal ini berarti bahwa sedikit banyaknya jumlah barang X yang diminta konsumen, tergantung pada tinggi rendahnya harga barang X itu sendiri (Haryono, 2001).

Menurut hukum permintaan, sifat hubungan antara harga dan jumlah barang yang diminta konsumen mempunyai sifat hubungan yang terbalik. Artinya jika harga suatu barang dalam perekonomian mengalami kenaikan, maka permintaan terhadap barang tersebut akan berkurang, dan sebaliknya jika harga suatu barang mengalami penurunan, maka permintaan terhadap barang tersebut akan bertambah, dengan asumsi faktor lainnya konstan. Dengan demikian, kurva pada fungsi permintaan pada umumnya digambarkan mempunyai kemiringan (slope) yang negatif, yaitu menurun dari kiri atas ke kanan bawah.

Harga (P) (0,P) P1

(Q,0)

0 Q1 Q2 Jumlah barang X Q

Gambar 2.1 Kurva Permintaan Sumber : Haryono, 2001

(23)

2.1.2 Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional merupakan kegiatan perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama sebagai upaya untuk pemenuhan kebutuhan terhadap barang dan jasa serta untuk memperoleh keuntungan. Pada umumnya kegiatan perdagangan internasional ini digambarkan melalui kegiatan eskpor dan impor.

Menurut Ekananda (2014:5), faktor-faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional di antaranya yaitu :

1. Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi.

2. Adanya perbedaan kemampuan penguasaan keterampilan, ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi.

3. Adanya keberagaman selera terhadap suatu barang yang dihasilkan pada negara lain sehingga terbentuk transaksi perdagangan untuk memenuhi kebutuhan ini.

4. Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut.

5. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri yang dapat diberikan dan ditawarkan oleh negara lain.

6. Untuk memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara dari perdagangan ekspor dan impor.

(24)

7. Adanya keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain sebagai konsekuensi dari era globalisasi dimana tidak satu negara pun di dunia ini dapat hidup sendiri.

2.1.3 Teori Perdagangan Internasional

Konsep-konsep mengenai perdagangan internasional sudah tumbuh dan berkembang dengan pesat pada abad ke-16 sampai ke-18 di Eropa Barat.

Aliran/filsafat yang pertama kali muncul yaitu berasal dari kaum Merkantilis.

Merkantilisme berkembang dengan pelopornya adalah Jean Bodin, Thomas Munn, Von Hornivh, dan Sir Joshiah Child.

Teori Merkantilisme pada prinsipnya berpusat pada dua ide pokok yaitu penumpukan logam mulia dan mempertahankan surplus neraca perdagangan (eskpor lebih besar dari impor atau X > M). Merkantilisme berpendapat bahwa surplus neraca perdagangan sekaligus penumpukan logam mulia maka negara akan menjadi kaya, ketahanan nasional kuat, dan pada akhirnya pencapaian tujuan tingkat kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Namun dalam perkembangannya, pendapat merkantilis ini membawa dampak negatif berupa tekanan inflasi bagi perkembangan perekonomian domestik (Sumanjaya et al, 2016 : 13). Pengaruh konsep perdagangan merkantilisme mulai menghilang pada akhir abad ke-18, seiring dengan munculnya teori ekonomi baru yang diajukan oleh Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations.

Menurut Waluya (2003), untuk membahas perdagangan internasional dari berbagai negara, antara pembeli dan penjual dalam pola perdagangan internasioanal yang telah semakin maju, teori lama tentang impor dan ekspor pada

(25)

zaman masyarakat Eropa yang bersifat tradisional adalah teori yang sangat terbatas dan tidak cukup untuk menjelaskan perdagangan internasional yang benar-benar terjadi dan sedang berlangsung sekarang ini. Perdagangan internasional yang semakin maju, telah berkembang beberapa teori baru tentang perdangangan internasional yang dikelompokkan menjadi teori klasik dan teori modern.

2.1.3.1 Teori Klasik

a. Keunggulan Absolut (Absolute Advantage) - Adam Smith

Teori klasik Adam Smith merupakan koreksi dari kelemahan kaum merkantilis terhadap pernyataan surplus perdagangan internasional sebagai suatu doktrin. Hady (2009 : 27) mengemukakan, Adam Smith berpendapat bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional (gain from trade) dan meningkatkan kemakmurannya bila :

1. Terdapat free trade (perdangangan bebas)

2. Melakukan spesialisasi berdasarkan keunggulan absolut (absolute advantage) yang dimiliki.

Menurut Adam Smith, setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional (gain from trade) karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage), serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak (absolute disadvantage) (Hady, 2009 : 29).

Melalui kegiatan ini, sumber daya di kedua negara dapat digunakan dalam cara yang paling efisien, komoditi yang diproduksi pun akan meningkat. Peningkatan

(26)

produksi tersebut menjadi ukuran keuntungan dari spesialiasi produksi untuk kedua negara yang melakukan perdagangan.

Adam Smith (dan ekonom klasik lain yang mengikutinya) percaya bahwa semua negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan bebas dan sangat menganjurkan kebijakan laissez-faire yakni membatasi campur tangan pemerintah sekecil mungkin dalam sistem ekonomi (Salvatore, 2014 : 33). Namun demikian, pandangan Smith ini sangat bertentangan dengan kenyataan saat ini dimana banyak sekali distorsi (pembatasan) terhadap kegiatan perdagangan internasional.

Teori absolute advantage didasarkan kepada Labor Theory of Value yang menyebutkan bahwa satu-satunya faktor produksi yang digunakan adalah tenaga kerja, sehingga harga komoditas ditentukan oleh berapa banyak tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi komoditas tersebut (Sumanjaya et al, 2016 : 19).

Selain itu, kualitas barang yang diproduksi kedua negara sama dan pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang (Hady, 2009 : 30).

Salvatore (2014 : 34) mengemukakan ilustrasi dari teori absolute advantage Adam Smith adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Keunggulan Absolut

Amerika Serikat Inggris

Gandum (gantang/jam) 6 1

Kain (meter/jam) 4 5

Sumber : Salvatore (2014 : 34)

Tabel 2.1 menunjukkan bahwa satu jam dari waktu kerja di Amerika Serikat dapat menghasilkan enam gantang gandum, tetapi hanya satu di Inggris.

Di sisi lain, satu jam dari waktu kerja di Inggris menghasilkan lima meter kain tapi hanya empat di Amerika Serikat. Dengan demikian Amerika Serikat lebih

(27)

efisien (memiliki keunggulan absolut) daripada Inggris dalam produksi gandum, sedangkan Inggris lebih efisien (memiliki keunggulan absolut) daripada Amerika Serikat dalam produksi kain. Dengan perdagangan, Amerika Serikat akan mengkhususkan diri dalam produksi gandum dan sebagian diperdagangkan untuk mendapatkan kain dari Inggris. Kondisi sebaliknya juga berlaku untuk Inggris.

Jika Amerika Serikat melakukan pertukaran enam gantang gandum (6G) dengan enam meter kain Inggris (6K), Amerika mendapat keuntungan 2K atau menyelamatkan ½ jam atau 30 menit dari waktu kerja (karena Amerika hanya bisa menukar 6G untuk 4K di dalam negeri). Demikian pula, 6G yang diterima Inggris dari Amerika Serikat adalah setara dengan atau akan memerlukan enam jam waktu kerja untuk memproduksi di Inggris. Keenam jam yang sama dapat menghasilkan 30K di Inggris (6 jam kali 5 meter kain per jam). Dengan pertukaran 6K (memerlukan sedikit lebih dari satu jam untuk memproduksi di Inggris) untuk 6G dengan Amerika Serikat, Inggris mendapat keuntungan 24K atau menghemat hampir lima jam kerja.

Keunggulan absolut bagaimanapun hanya dapat menjelaskan bagian yang sangat kecil dari perdagangan dunia saat ini, seperti beberapa perdagangan antara negara maju dan berkembang. Sebagian besar perdagangan dunia, khususnya perdagangan di antara negara-negara maju, tidak dapat dijelaskan oleh keunggulan absolut (Salvatore, 2014 : 34).

Di sisi lain, perdagangan internasional akan terjadi dan menguntungkan kedua negara bila masing-masing negara memiliki keunggulan absolut yang berbeda. Dengan demikian, bila hanya satu negara yang memiliki keunggulan

(28)

absolut untuk kedua jenis produk (misalnya gandum dan kain), maka tidak akan terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan. Hal inilah yang menjadi kelemahan dari teori ini. Namun, kelemahan teori Adam Smith ini diperbaki/

disempurnakan oleh David Ricardo dengan teori comparative advantage (keunggulan komparatif).

b. Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage) - David Ricardo

Teori perdagangan internasional yang lain dan lebih maju diperkenalkan oleh David Ricardo yang dikenal dengan Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage). Teori ini adalah perbaikan dari teori keunggulan absolut oleh Adam Smith yang dikritik oleh David Ricardo, yaitu bagaimana seandainya jika negara tersebut tidak memiliki keunggulan absolut sama sekali terhadap kedua barang yang diciptakan. Hal ini berarti negara tersebut tidak dapat melakukan perdagangan internasional dengan negara lain. Menurut David Ricardo, perdagangan internasional dapat saja terjadi meskipun negara itu tidak memiliki keunggulan absolut, tetapi memiliki keunggulan komparatif dari negara lain (Sumanjaya et al, 2016 : 20).

Teori David Ricardo didasarkan pada nilai tenaga kerja (theory of labor value) yang menyatakan bahwa nilai atau harga produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya. Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien

(29)

serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien (Hady, 2009 : 33).

Menurut hukum keunggulan komparatif, bahkan jika satu negara kurang efisien daripada (memiliki kelemahan absolut terhadap) negara lain dalam produksi kedua komoditas, masih ada landasan untuk perdagangan yang saling menguntungkan. Negara pertama harus mengkhususkan diri dalam produksi dan ekspor komoditas yang mempunyai kerugian absolut yang lebih kecil (ini yang akan menjadi komoditas yang merupakan keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditas yang mempunyai kerugian absolut yang lebih besar (ini yang akan menjadi komoditas dengan kerugian komparatif) (Salvatore, 2014 : 35).

Pernyataan hukum tersebut dapat dijelaskan dengan melihat tabel di bawah ini.

Tabel 2.2 Keunggulan Komparatif

Amerika Serikat Inggris

Gandum (gantang/jam) 6 1

Kain (meter/jam) 4 2

Sumber : Salvatore (2014 : 35)

Satunya-satunya perbedaan antara Tabel 2.2 dan 2.1 adalah bahwa Inggris kini memproduksi hanya dua meter kain per jam bukan lagi lima. Dengan demikian, Inggris sekarang memiliki kelemahan absolut baik dalam produksi gandum dan kain dibandingkan dengan Amerika Serikat.

Namun, karena tenaga kerja Inggris adalah setengah produktif dalam kain, tetapi enam kali kurang produktif dalam gandum dibandingkan Amerika Serikat, Inggris memiliki keunggulan komparatif dalam kain. Di sisi lain, Amerika Serikat memiliki keunggulan absolut di kedua barang (gandum dan kain) dibandingkan

(30)

dibandingkan dengan kain (4:2), Amerika Serikat memiliki keunggulan komparatif dalam gandum. Jadi, keunggulan absolut Amerika Serikat lebih besar dalam gandum, sedangkan kelemahan absolut Inggris lebih kecil di kain sehingga keunggulan komparatifnya terletak pada kain. Menurut hukum keunggulan komparatif, kedua negara dapat memperoleh manfaat perdagangan jika Amerika Serikat mengkhususkan diri dalam produksi gandum dan mengekspor sebagian dalam perdagangan untuk mendapatkan kain dari Inggris dan pada saat yang sama, Inggris mengkhususkan diri dalam produksi dan ekspor kain.

2.1.3.2 Teori Modern

a. The Proportional Factor Theory – Eli Heckscher dan Bertil Ohlin

Teori Heckscher dan Ohlin (teori H-O) merupakan teori modern yang berkembang setelah teori klasik. Teori H-O menyatakan bahwa penyebab perbedaan produktivitas karena adanya jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki (endowment factors) oleh masing-masing negara, selanjutnya faktor produksi menyebabkan terjadinya perbedaan harga barang yang dihasilkan. Oleh karena itu, teori modern H-O ini dikenal sebagai The Proportional Factor Theory atau teori proporsi dan intensitas faktor produksi. Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak/murah dalam memproduksi akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka/mahal dalam memproduksinya (Ekananda, 2015:62).

Menurut teori H-O, masing-masing negara tentu cenderung memproduksi barang tertentu dengan kombinasi faktor produksi yang paling optimal sesuai

(31)

struktur/proporsi faktor produksi yang dimilikinya. Selanjutnya, teori H-O menggunakan bentuk formula 2 x 2 x 2 dalam arti sebagai berikut :

- Perdagangan internasional terjadi antara dua negara.

- Masing-masing negara memproduksi dua macam barang yang sama.

- Masing-masing negara menggunakan dua macam faktor produksi, yaitu tenaga kerja dan mesin, tetapi dengan jumlah/proporsi yang berbeda.

Hady (2009: 42) mengemukakan kesimpulan dari konsep teori H-O adalah sebagai berikut:

1. Harga/biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah/proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.

2. Comparative advantage atau keunggulan komparatif dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilikinya.

3. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya.

4. Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya.

b. Competitive Advantage of Nation - Michael Porter

Teori-teori klasik perdagangan internasional memiliki sejumlah kelemahan terutama yang berkaitan dengan beberapa asumsinya antara lain mengenai tenaga kerja yang dianggap sebagai faktor produksi yang dominan dan sifatnya homogen.

(32)

Namun kenyataannya tenaga kerja tidak homogen, melainkan berbeda menurut derajat pendidikan dan keterampilan. Selain itu, peran teknologi juga tidak disinggung. Padahal faktor teknologi ini yang paling berpengaruh terhadap pola dan pertumbuhan perdagangan internasional sejak dekade 1970-an. Keunggulan suatu negara dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif yang dimilikinya, juga ditentukan oleh proteksi / kebijakan pemerintah dan keunggulan kompetitif (Ekananda, 2014:69).

Menurut Michael Porter, dalam era persaingan global saat ini, suatu bangsa atau negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar internasional bila memiliki empat faktor penentu yaitu :

1. Factor conditions (kondisi faktor produksi)

2. Demand conditions (kondisi permintaan barang dan jasa dalam negeri) 3. Related and supporting industry (eksistensi industri pendukung) 4. Firm strategy structure and rivalry (strategi, struktur dan persaingan

perusahaan)

Industri suatu negara yang sukses dalam skala internasional pada umumnya didukung oleh kondisi faktor ekonomi yang baik, permintaan dan tuntutan mutu dalam negeri yang tinggi, industri hulu atau hilir yang maju, dan persaingan domestik yang ketat. Keunggulan kompetitif yang hanya didukung oleh satu atau dua atribut saja biasanya tidak akan dapat bertahan, sebab keempat atribut tersebut berinteraksi positif dalam negara yang sukses dalam meningkatkan daya saing. Di samping itu, peran pemerintah juga merupakan variabel tambahan yang cukup signifikan (Ekananda, 2014 : 72).

(33)

2.1.4 Impor

Impor dapat diartikan sebagai pembelian barang dan jasa dari luar negeri ke dalam negeri dengan perjanjian kerjasama antara dua negara atau lebih.

Menurut Smith dan Blakeslee (1995) dalam Kemala (2013), impor merupakan aliran masuknya barang dan jasa ke pasar sebuah negara untuk dipakai, dimana negara meningkatkan kesejahteraannya dengan mengimpor berbagai macam barang dan jasa yang bermutu dengan harga yang lebih rendah daripada yang dapat diproduksi di dalam negeri. Beberapa faktor yang mempengaruhi impor komoditi oleh suatu negara antara lain harga internasional, harga domestik, jumlah permintaan domestik, harga komoditi substitusi, serta Produk Domestik Bruto (PDB) negara tersebut. Selain itu, secara tidak langsung impor ditentukan pula oleh perubahan laju nilai tukar (exchange rate) mata uang suatu negara terhadap negara lain.

2.1.4.1 Kebijakan Impor

Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor diartikan sebagai berbagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha untuk melindungi / mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan penghematan devisa (Hady, 2009:65). Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu kebijakan Tariff Barrier dan kebijakan Nontariff Barrier.

a. Kebijakan Tariff Barrier

(34)

Tarif adalah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk untuk dipakai/dikonsumsi habis di dalam negeri. Kebijakan Tariff Barrier (TB) dalam bentuk bea masuk adalah sebagai berikut :

1) Pembebasan bea masuk/tarif rendah adalah antara 0% s.d 5% : dikenakan untuk bahan kebutuhan pokok dan vital, seperti beras, mesin-mesin vital, alat- alat militer/pertahanan/keamanan, dan lain-lain.

2) Tarif sedang adalah antara > 5% s.d 20% : dikenakan untuk barang setengah jadi dan barang-barang lain yang belum cukup diproduksi di dalam negeri.

3) Tarif tinggi di atas 20% : dikenakan untuk barang-barang mewah dan barang- barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan barang kebutuhan pokok.

b. Kebijakan Nontariff Barrier

Kebijakan Nontariff Barrier (NTB) adalah sebagai kebijakan perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional (Hady, 2009 : 72).

1. Instrumen Kebijakan Nontarif

Secara garis besar, kebijakan Nontariff Barrier dikelompokkan menjadi : a) Pembatasan spesifik (spesific limitation), yaitu: larangan impor secara mutlak,

pembatasan impor (quota system), peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu, peraturan kesehatan/karantina, peraturan pertahanan dan keamanan negara, peraturan kebudayaan, perizinan impor (import licenses), embargo, dan hambatan pemasaran/marketing seperti Voluntary Export Restraint dan Orderly Marketing Agreeement.

(35)

b) Peraturan bea cukai (customs administration rules), yaitu: tata laksana impor tertentu (procedure), penetapan harga pabean (customs value), penetapan kurs valas (forex rate) dan pengawasan devisa (forex control), consulat formalities, packaging/labelling regulation, documentation needed, quality and testing standard, pungutan administrasi (fees), dan tariff classification.

c) Government participation, yaitu: kebijakan pengadaan pemerintah, subsidi dan insentif ekspor, countervailing duties, domestic assistance programs, dan trade-diverting.

d) Import charges, yaitu: import deposits, supplementary duties, dan variable levies.

2. Sistem Kuota Impor

Menurut Hady (2009:73), kuota adalah pembatasan fisik secara kuantitatif yang dilakukan atas pemasukan barang (kuota impor) dan pengeluaran barang (kuota ekspor) dari/ke suatu negara untuk melindungi kepentingan industri dan konsumen. Menurut ketentuan GATT/WTO, sistem kuota ini hanya dapat digunakan untuk : melindungi hasil pertanian, menjaga keseimbangan balance of payment, dan melindungi kepentingan ekonomi nasional. Adapun jenis-jenis kuota impor dibedakan menjadi :

a) Absolute / unilateral quota, yaitu sistem kuota yang ditetapkan secara sepihak (tanpa negosiasi).

b) Negotiated / bilateral quota, yaitu sistem kuota yang ditetapkan atas kesepakatan atau menurut perjanjian.

(36)

c) Tarif kuota, yaitu pembatasan impor yang dilakukan dengan mengkombinasikan sistem tarif dan sistem kuota.

d) Mixing quota, yaitu pembatasan impor bahan baku tertentu untuk melindungi industri dalam negeri.

3. Subsidi

Subsidi adalah kebijakan pemerintah untuk memberikan perlindungan atau bantuan kepada industri dalam negeri dalam bentuk keringanan pajak, pengembalian pajak, fasilitas kredit, subsidi harga, dan lain-lain yang bertujuan untuk: menambah produksi dalam negeri, mempertahankan jumlah konsumsi dalam negeri, dan menjual dengan harga yang lebih murah daripada produk impor. Kebijakan proteksi terhadap industri dalam negeri dengan pemberian subsidi ini dalam hal tertentu mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan cara proteksi lainnya karena: subsidi biasanya diberikan untuk barang-barang kebutuhan pokok masyarakat banyak, dan subsidi biasanya bersifat transparan dan dapat dikontrol oleh masyarakat (Hady, 2009 : 75-76).

2.1.5 Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product / GDP) adalah nilai pasar dari semua barang jadi dan jasa yang diproduksi di suatu negara selama kurun waktu tertentu (Mankiw, 2003:7). Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, PDB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDB merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi

(37)

ekonomi suatu negara karena dapat digunakan sebagai metode untuk menghitung pendapatan nasional. Komponen-komponen PDB (disimbolkan sebagai Y) dibagi menjadi empat, yaitu konsumsi (C), investasi (I), pembelian pemerintah (G) dan ekspor neto (NX), yang dirumuskan dengan : Y = C + I + G + NX

Untuk melihat ukuran yang pasti atas apa yang terjadi dengan kuantitas total barang dan jasa (bertambah, tetap, atau berkurang) yang diproduksi oleh perekonomian, maka para ekonom menggunakan perhitungan PDB yang dibedakan menjadi 2, yaitu:

1. PDB Nominal (PDB Atas Dasar Harga Berlaku)

PDB nominal menggambarkan nilai produksi seluruh barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang tengah berlaku pada setiap tahun. PDB nominal menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu negara.

2. PDB Riil (PDB Atas Dasar Harga Konstan)

PDB riil menggambarkan nilai produksi barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga konstan (harga yang berlaku pada satu tahun tertentu yang dijadikan sebagai tahun dasar). PDB riil dapat menunjukkan nilai produksi sesungguhnya setiap tahun, yakni produksi yang nilainya tidak dipengaruhi oleh kenaikan harga. Di Indonesia, adapun tahun dasar yang digunakan telah mengalami perubahan sebanyak 5 kali oleh BPS yaitu tahun 1960, 1973, 1983, 1993 dan 2000. Namun saat ini, BPS sedang melakukan proses penyusunan perubahan tahun dasar PDB dari tahun 2000 menjadi 2010.

(38)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa PDB nominal menggunakan harga-harga yang tengah berlaku sebagai landasan perhitungan nilai produksi barang dan jasa dalam suatu perekonomian. Sedangkan PDB riil menggunakan harga konstan pada tahun dasar untuk menghitung nilai total produksi barang dan jasa dari suatu perekonomian. Mengingat PDB riil tidak dipengaruhi oleh perubahan harga, maka PDB riil hanya mencerminkan perubahan kuantitas produksi. Karena itu, PDB riil merupakan ukuran yang tepat untuk mengetahui tingkat produksi barang dan jasa dari suatu perekonomian (Mankiw, 2003 : 16).

Fungsi impor dari suatu negara adalah sebuah fungsi yang memperlihatkan hubungan antara impor negara tersebut dengan pendapatan nasionalnya. Sukirno (2007 : 111) mengemukakan bahwa pendapatan masyarakat merupakan penentu impor yang utama, semakin tinggi pendapatan masyarakat semakin banyak impor yang akan mereka lakukan. Pada kebanyakan negara berkembang, kenaikan PDB menyebabkan meningkatnya tingkat kesejahteraan, yang kemudian diikuti oleh perubahan selera masyarakat yang semakin menggemari produk impor dibanding produk lokal. Jadi, besarnya impor yang dilakukan suatu negara sangat bergantung pada kesanggupan penduduk negara tersebut untuk membiayai impor, yang ditunjukkan melalui pendapatan nasionalnya.

2.1.6 Populasi

Berdasarkan teori permintaan, dikatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan seseorang atau masyarakat terhadap suatu barang adalah jumlah penduduk atau populasi. Sehingga, perubahan jumlah penduduk pada suatu negara akan mempengaruhi permintaan barang dan jasa di negara

(39)

terebut. Dengan kata lain, semakin besar jumlah penduduk suatu negara, maka semakin besar pula permintaan barang dan jasa di negara tersebut (termasuk permintaan akan barang impor), dan sebaliknya.

Sukirno (2008 : 82) mengemukakan bahwa pertambahan penduduk tidak dengan sendirinya menyebabkan pertambahan permintaan. Tetapi, biasanya pertambahan penduduk diikuti oleh perkembangan dalam kesempatan kerja.

Dengan demikian banyak orang yang menerima pendapatan, dan ini menambah daya beli dalam masyarakat. Pertambahan daya beli inilah yang kemudian akan menambah permintaan.

2.1.7 Nilai Tukar Mata Uang (Kurs)

Nilai tukar atau kurs (foreign exchange rate) dapat didefenisikan sebagai harga mata uang suatu negara relatif terhadap mata uang negara lain. Karena nilai tukar ini mencakup dua mata uang, maka titik keseimbangan ditentukan oleh sisi penawaran dan permintaan dari kedua mata uang tersebut, atau dengan kata lain nilai tukar adalah sejumlah uang dari suatu mata uang tertentu yang dapat dipertukarkan dengan satu unit mata uang negara lain (Ekananda, 2015: 168).

Nilai tukar muncul karena masing-masing negara memiliki mata uangnya sendiri, sehingga diperlukan mata uang yang secara global digunakan sebagai alat pembayaran internasional. Karena untuk melakukan suatu transaksi perdagangan antar negara baik itu ekspor maupun impor, tentu akan memerlukan valuta asing dalam proses pembayarannya. Kurs valuta asing akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran valuta asing.

(40)

Perubahan nilai pada kurs dibedakan menjadi apresiasi dan depresiasi.

Apresiasi yaitu menguatnya mata uang domestik terhadap mata uang asing (nilai tukarnya turun), sedangkan depresiasi yaitu melemahnya mata uang domestik terhadap mata uang asing (nilai tukarnya naik). Bila kondisi lain tetap, maka depresiasi mata uang suatu negara akan membuat harga barang-barang luar negeri menjadi lebih mahal bagi pihak dalam negeri, sehingga permintaan terhadap barang impor akan mengalami penurunan, begitu pula sebaliknya.

Para ekonom membedakan kurs menjadi dua, yaitu kurs nominal dan kurs riil (Mankiw, 2007 : 128).

1. Kurs Nominal (Nominal Exchange Rate)

Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Ketika orang-orang mengacu pada “kurs” di antara kedua negara, mereka biasanya mengartikannya sebagai kurs nominal. Sebagai contoh, jika kurs antara dolar AS dan yen Jepang adalah 120 yen per dolar, maka kita bisa menukar 1 dolar untuk 120 yen di pasar uang. Orang Jepang yang ingin memiliki dolar akan membayar 120 yen untuk setiap dolar yang dibelinya. Begitu pun orang Amerika yang ingin memiliki yen, akan mendapatkan 120 yen untuk setiap dolar yang ia bayar.

2. Kurs Riil (Real Exchange Rate)

Kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang di antara dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Kurs riil kadang-kadang disebut terms of trade.

(41)

Untuk melihat hubungan di antara kurs riil dan kurs nominal, maka dapat diambil contoh pada sebuah barang yang diproduksi di banyak negara, yaitu mobil. Jika dimisalkan harga mobil Amerika adalah $10.000 dan harga mobil Jepang 2.4000.000 yen. Untuk membandingkan harga kedua mobil tersebut, maka harus diubah terlebih dahulu menjadi mata uang umum. Jika satu dolar bernilai 120 yen, maka harga mobil Amerika adalah 1.200.000 yen. Dengan membandingkan harga mobil Amerika (1.200.000 yen) dan harga mobil Jepang (2.400.000 yen), dapat disimpulkan bahwa harga mobil Amerika adalah separuh dari harga mobil Jepang. Dengan kata lain, pada harga berlaku, 2 mobil Amerika dapat ditukar untuk 1 mobil Jepang.

Menurut Simorangkir dan Suseno (2004), jika dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi permintaan valuta asing, yaitu:

a. Pembayaran impor barang dan jasa: semakin tinggi impor barang dan jasa, maka semakin besar permintaan terhadap valuta asing sehingga nilai tukar akan cenderung melemah. Sebaliknya, jika impor menurun, maka

permintaan valuta asing menurun sehingga mendorong menguatnya nilai tukar (dengan asumsi ceteris paribus).

b. Aliran modal keluar (capital outflow) : semakin besar aliran modal keluar, maka semakin besar permintaan valuta asing dan pada lanjutannya akan memperlemah nilai tukar. Aliran modal keluar meliputi pembayaran hutang luar negeri pemerintah dan swasta dan penempatan dana penduduk

Indonesia ke luar negeri.

(42)

c. Kegiatan spekulasi : semakin banyak kegiatan spekulasi valuta asing yang dilakukan oleh spekulan (pelaku di pasar valas), maka semakin besar permintaan terhadap valuta asing sehingga memperlemah nilai tukar mata uang lokal terhadap mata uang asing.

2.1.8 Ekspor

Menurut Ekananda (2014), ekspor adalah aktivitas penjualan barang ke luar negeri yang dilakukan oleh banyak orang, institusi pemerintah atau perusahaan, dan orang atau badan yang melakukannya dinamakan eksportir.

Tujuan eksportir melakukan ekspor adalah untuk memperoleh keuntungan. Harga barang-barang yang diekspor ke luar negeri lebih mahal dibandingkan dengan di dalam negeri. Jika lebih murah, eksportir tidak tertarik untuk mengekspor barang yang bersangkutan. Tanpa kondisi itu, aktivitas ekspor tidak akan menarik dan menghasilkan keuntungan. Dengan adanya aktivitas ekspor pemerintah memperoleh pendapatan berupa devisa. Semakin banyak aktivitas ekspor, semakin besar devisa yang diperoleh negara. Itulah sebabnya ekspor merupakan salah satu komponen penting yang digunakan dalam perhitungan GDP.

Ekspor sangat erat kaitannya dengan impor. Neraca perdagangan dikatakan surplus apabila nilai ekspornya lebih besar daripada nilai impornya.

Ketika ekspor suatu negara meningkat, maka akan terjadi peningkatan pada tingkat pendapatan, dimana hal ini juga akan mendorong naiknya tingkat permintaan impor (Amalia, 2007). Sehingga ekspor memiliki hubungan yang searah terhadap impor. Di sisi lain, pada negara berkembang seperti Indonesia tentu masih memiliki banyak keterbatasan pada faktor produksi. Sehingga, pada

(43)

beberapa komoditas ekspor, sebagian bahan bakunya masih sangat bergantung pada barang impor. Sejalan dengan hal itu, ketika nilai ekspor Indonesia meningkat, maka akan terjadi peningkatan pula pada nilai impornya.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan penelitian sebelumnya yang sudah dilakukan oleh peneliti lain baik dalam bentuk jurnal, skripsi maupun tesis, yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian tersebut dapat digunakan sebagai bahan referensi atau rujukan bagi peneliti untuk membandingkan hasil penelitian.

Adapun penelitian terdahulu yang dapat dijadikan referensi yaitu:

Tabel 2.3

Hasil Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian

Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian

Metode

Penelitian Hasil Penelitian 1. Imamudin

Yuliadi (2008) Analisis Impor Indonesia : Pendekatan Persamaan Simultan

Dependen : Impor Indonesia Independen : -Ekspor -Nilai Tukar Perdagangan -Nilai Impor Periode Sebelumnya -Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD

Model Simultan dengan Two Stage Least Square (TSLS)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel ekspor dan nilai impor periode sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan terhadap impor.

Sedangkan variabel nilai tukar perdagangan tidak berpengaruh secara signifikan dan variabel nilai tukar Rupiah terhadap USD berpengaruh negatif dan signifikan terhadap impor Indonesia.

2. Riris Septiana (2011)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Impor Indonesia dari Cina Tahun 1985 – 2009

Dependen : Impor Indonesia dari Cina Independen : -PDB Riil -Cadangan Devisa -Kurs Rupiah Terhadap USD -Suku Bunga -Investasi

Regresi Linier Berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square).

Hasil penelitian

menunjukkan variabel PDB riil dan investasi

berhubungan positif dengan impor, sedangkan

cadangan devisa, kurs, dan suku bunga memiliki hubungan yang negatif.

Selain itu, secara parsial kelima variabel independen berpengaruh signifikan terhadap permintaan impor Indonesia dari Cina selama periode 1985 – 2009.

(44)

3. Gradisny Qaliffa Maraya (2013)

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Impor Daging Sapi di Indonesia

Dependen : Volume impor daging sapi Independen : -GDP riil Indonesia -GDP riil negara asal impor -Nilai tukar riil -Harga riil daging sapi Indonesia -Harga riil daging sapi internasional -Produksi daging sapi Indonesia -Produksi daging sapi negara asal impor

Regresi data panel dengan Fixed Effect Model (FEM)

Hasil penelitian

menunjukkan variabel yang berpengaruh terhadap impor daging sapi di Indonesia yaitu GDP riil per kapita negara asal impor, GDP riil per kapita Indonesia, nilai tukar riil, harga riil daging sapi internasional, dan harga riil daging sapi di Indonesia.

Sedangkan variabel produksi daging sapi di Indonesia dan produksi daging sapi di negara asal impor tidak mempengaruhi impor daging sapi di Indonesia.

4.Gita Widya Ratna Kemala (2013)

Analisis Faktor- Faktor yang Memengaruhi Impor Garam Indonesia (Dari Negara Mitra Dagang Australia, India, Selandia Baru dan Cina)

Dependen : Volume Impor Garam Independen : -Populasi -GDP Indonesia -Jumlah industri berbahan baku garam -Kurs Rupiah terhadap Dollar -Harga garam impor -Produksi Domestik

Regresi data panel dengan Pooled Least Square (PLS)

Hasil penelitian

menunjukkan bahwa harga impor berhubungan negatif dan siginfikan, populasi berhubungan positif dan signifikan, produksi domestik berpengaruh negatif dan signifikan, jumlah industri pengguna bahan baku garam berhubungan positif dan signifikan, sedangkan variabel nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap permintaan impor garam Indonesia.

5. Sukma Hayati Hakim (2016)

Analisis Impor Indonesia : Pendekatan Model Simultan

Dependen : Impor Indonesia Independen : -PDB -Suku Bunga -Inflasi -Ekspor

Model simultan dengan Indirect Least Square.

Hasil penelitian

menunjukkan variabel PDB dan ekspor berhubungan positif dengan impor Indonesia, sedangkan suku bunga dan inflasi memiliki hubungan yang negatif.

Selain itu, secara parsial masing-masing keempat varibel independen berpengaruh secara signifikan terhadap impor Indonesia selama periode 1990 – 2014.

(45)

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan model yang menunjukkan bagaimana hubungan antar variabel yang akan diteliti, yang disusun dari berbagai teori serta dikaitkan dengan beberapa hasil penelitian terdahulu (Daulay, 2010). Pada penelitian ini, beberapa variabel yang dianggap memiliki pengaruh terhadap permintaan impor Indonesia dari lima negara di Asia adalah produk domestik bruto (PDB), populasi, nilai tukar Rupiah terhadap mata uang negara asal impor atau Local Currency Unit (LCU) dan ekspor.

Sukirno (2007) mengemukakan bahwa pendapatan masyarakat merupakan penentu impor yang utama. Jadi, besarnya impor yang dilakukan suatu negara sangat bergantung pada kesanggupan penduduk negara tersebut untuk membiayai impor, yang ditunjukkan melalui pendapatan nasionalnya. Sehingga, semakin tinggi pendapatan masyarakat suatu negara, maka akan semakin banyak pula impor yang mereka lakukan, dan juga sebaliknya.

Berdasarkan teori permintaan, dikatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan seseorang atau masyarakat terhadap suatu barang adalah jumlah penduduk atau populasi. Sehingga, perubahan jumlah penduduk pada suatu negara akan mempengaruhi permintaan barang dan jasa di negara terebut. Jadi, semakin besar jumlah penduduk suatu negara, maka semakin besar pula permintaan barang dan jasa di negara tersebut, termasuk permintaan akan barang impor.

(46)

Untuk melakukan transaksi perdagangan internasional antarnegara, baik itu ekspor maupun impor, maka akan diperlukan valuta asing sebagai alat pembayarannya. Namun, nilai tukar (kurs) valuta asing berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran valuta asing. Perubahan kurs valuta asing ini tentu akan mempengaruhi besar impor yang akan dilakukan oleh suatu negara. Misalnya Indonesia, jika nilai Rupiah menurun terhadap mata uang negara asal impor atau Local Currency Unit (LCU) seperti Yuan Cina, Dollar Singapura, Yen Jepang, Ringgit Malaysia dan Won Korea Selatan, maka akan semakin tinggi nilai impor yang dapat dilakukan Indonesia, begitu pula sebaliknya. Ketika nilai tukar Rupiah naik, maka harga-harga barang luar negeri akan semakin mahal bagi Indonesia, sehingga akan menyebabkan terjadinya penurunan nilai impor.

Ekspor dikatakan ikut mempengaruhi permintaan impor karena ketika ekspor suatu negara meningkat, maka pendapatan negara tersebut juga ikut meningkat. Dimana hal ini juga akan mendorong naiknya permintaan pada impor.

Di negara berkembang seperti Indonesia, dikarenakan keterbatasan pada faktor produksi, pada beberapa komoditas ekspor, sebagian bahan bakunya ada yang masih harus bergantung pada barang impor. Sehingga ketika terjadi kenaikan ekspor, maka akan terjadi peningkatan pula dari sisi impor. Hal ini menunjukkan bahwa ekspor memiliki hubungan yang positif terhadap impor.

Adapun kerangka konseptual yang dapat menggambarkan hubungan antar variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut :

(47)

Gambar 2.2

Skema Kerangka Konseptual 2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban atau penjelasan sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Berdasarkan uraian perumusan masalah di atas, dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut :

1. PDB berpengaruh positif terhadap permintaan impor Indonesia dari lima negara di Asia.

2. Populasi berpengaruh positif terhadap permintaan impor Indonesia dari lima negara di Asia.

3. Kurs Rupiah terhadap LCU berpengaruh negatif terhadap permintaan impor Indonesia dari lima negara di Asia.

4. Ekspor berpengaruh positif terhadap permintaan impor Indonesia dari lima negara di Asia.

Impor Indonesia dari Lima Negara di Asia PDB

Kurs Rupiah Terhadap LCU

Ekspor Populasi

(48)

Penelitian ini difokuskan pada variabel-variabel yang dianggap mempengaruhi permintaan impor Indonesia dari lima negara di Asia (Cina, Singapura, Jepang, Malaysia dan Korea Selatan) di antaranya yaitu produk domestik bruto (PDB riil) Indonesia, populasi Indonesia, nilai tukar Rupiah terhadap mata uang negara asal impor (LCU), dan ekspor Indonesia ke negara asal impor.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersifat kuantitatif dalam bentuk data panel, yang menggabungkan data time series tahunan dalam kurun waktu 10 tahun (2008 – 2017) dan data cross section lima negara yaitu Cina, Singapura, Jepang, Malaysia, dan Korea Selatan. Data tersebut bersumber dari publikasi dan laporan yang diperoleh dari instansi yang berwenang antara lain:

Badan Pusat Statistik Indonesia, Bank Indonesia, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia dan World Bank.

3.3 Defenisi Operasional Variabel

Untuk memudahkan pemahaman terhadap variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu diberikan batasan atau defenisi operasional masing-masing variabel. Adapun defenisi operasional dari variabel- veriabel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar

Tabel 2.1  Keunggulan Absolut

Referensi

Dokumen terkait

masyarakat, Kepolisian Daerah Provinsi Lampung menggunakan pendekatan budaya dalam kinerjanya. Pendekatan budaya tersebut dilakukan sebagai bentuk upaya pemecahan

aset yang dimiliki oleh perusahaan mengalami penurunan dari

Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah membuat suatu sistem pemesanan barang berbasis web yang dapat membantu untuk memperoleh informasi berkaitan furniture yang dipasarkan

Sebaliknya apabila manusia memilih amal munkar, maka apa yang mereka lakukan tiada nilai dihadapan Allah swt dalam kata lain yang dilakukan hanyalah amalan yang sia-sia atau

Data Penelitian Prasangka Mahasiswa Jawa terhadap Etnis

Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara program latihan dan fungsi paru atlet renang yakni pada kapasitas vital (KV), kapasitas

Cara untuk mengurangi tingginya cemaran bakteri Coliform dalam sampel air hujan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan atap rumah yang digunakan untuk

effec size sebagaimana tertera pada Tabel 5 memberikan sejumlah kesimpulan yakni: (1) penerapan model tutorial berbasis komputer memberikan perbedaan yang