• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAHAMAN MASYARAKAT NAGARI SUNGAI PUA TERHADAP TAHAYUL (STUDI LIVING QUR AN SURAH AL-AN AM AYAT 116) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMAHAMAN MASYARAKAT NAGARI SUNGAI PUA TERHADAP TAHAYUL (STUDI LIVING QUR AN SURAH AL-AN AM AYAT 116) SKRIPSI"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAHAMAN MASYARAKAT NAGARI SUNGAI PUA TERHADAP TAHAYUL (STUDI LIVING QUR’AN SURAH AL-AN’AM AYAT 116)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir

OLEH:

AHMAD SYUKRI NIM. 4117.016

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

2020 M/1442 H Setuju Untuk Dilanjutkan Ke Sidang

Munaqasah 02 Februari 2021

Pembimbing,

Muhamad Rezi, M.A

(2)

ii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama/NIM : Ahmad Syukri/ 4117.016

Tempat/Tanggal Lahir : Bukittinggi, 06 Maret 1999

Jurusan : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Judul Skripsi : Pemahaman Masyarakat Nagari Sungai Pua Terhadap Tahayul (Studi Living Qur’an Surah Al-An’am Ayat 116)

Menyatakan dengan ini sesungguhnya bahwa karya ilmiah (Skripsi) saya dengan judul di atas adalah benar asli karya penulis. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan karya sendiri, maka penulis bersedia diproses sesuai hukum yang berlaku dan gelar kesarjanaan penulis dicopot hingga batas waktu yang tidak ditentukan.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bukittinggi, Februari 2021 Penulis

Ahmad Syukri Nim : 4117016

(3)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya haturkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan banyak nikmat, karena melalui nikmat itulah saya dapat menyelesaikan Skripsi ini. Penulisan Skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir pada Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah di IAIN Bukittinggi.

Shalawat dan salam tidak lupa saya hadiahkan untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang banyakmembawaperubahanbesarkepadaumat manusia, salah satunya beliau telah menuntun kita dari alam dan zaman jahiliyyah kepada alam dan zaman Islamiyah yang berperikemanusiaan seperti yangkitarasakansaat sekarangini.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahaan sampai pada masa penyusunan Skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan Skripsi ini. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih danpenghargaan yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Ibu Dr. Rida Ahida, M.Hum selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi beserta jajarannya.

(4)

iv

2. Bapak Dr. Nunu Burhanuddin, Lc, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah (FUAD) IAIN Bukittinggi Beserta jajarannya.

3. Bapak Muhamad Rezi, M.A, selaku Dosen Pembimbing dalam pembuatan Skripsi.

4. Bapak Muhammad Zubir, M.A, selaku Ketua Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

5. Kepada seluruh dosen dan Staff IAIN Bukittinggi, yang telah mendidik, membimbing dan berbagi ilmu kepada penulis.

6. Kepada UKK, UKM selingkup IAIN Bukittinggi.

7. Kepada teman seperjuangan pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir angkatan 2017, dan junior, yang memberikan dukungan dalam pembuatan Skripsi ini.

Akhir kata, saya berharap Allah swt, berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Bukittinggi, Februari 2021 Penulis

Ahmad Syukri Nim : 4117016

(5)

v

Halaman Persembahan

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, kupersembahkan karya kecilku ini untuk orang-orang yang Aku sayangi :

1. Kepada kedua orang tua yang paling kucintai dan kusayangi, Ayahku Riduan St. Rangkayo Mulia dan Ibuku Evawati yang tak henti-hentinya melimpahkan kasih sayangnya kepadaku, yang menjaga dan membimbingku, dan bersusah payah agar saya bisa kuliah dan mendapatkan gelar Sarjana.

2. Adikku M. Rizki Putra dan Ridho Illahi yang selalu memberikan motivasi terbaiknya serta tidak henti-hentinya mendo’akanku dalam suksesnya perkuliahanku ini.

3. Kepada sahabat-sahabat terbaikku, Yusuf, Hanafi, Akbar, Fauzi, Farhan, Fido, Jodi, Taufik, Ilham, Muflihah, Jihan, Erma, Rima, Fatimah, Riska, Rahmi, Tiya, Wesri, Sari, Dini, Titi, Yolanda, Sopia, yang berjuang sama- sama untuk wisuda.

4. Teman-teman seperjuangan, dan adik-adik junior yang masih terus berjuang.

(6)

vi

Motto Hidup

“Be Yourself, Don’t Be Someone Else”

Jadilah Diri Sendiri Jangan Menjadi Diri Orang Lain

( َينِنِمْؤُّم مُتنُك نِإ َنْوَلْعَْلْا ُمُتنَأَو اوُنَزَْتَ َلََو اوُنَِتَ َلََو ٩٣١

)

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu

bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling

tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman”.

(7)

vii ABSTRAK

Ahmad Syukri, NIM. 4117.016, Judul Skripsi : “PEMAHAMAN MASYARAKAT NAGARI SUNGAI PUA TERHADAP TAHAYUL (STUDI LIVING QUR’AN SURAH AL-AN’AM AYAT 116)”. Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi 2021.

Latar belakang peneliti dalam membahas masalah ini adalah, bahwa tahayul adalah segala sesuatu yang hanya berlandaskan pada khayalan belaka atau segala sesuatu tidak masuk akal dan tidak terbukti dalam dunia nyata, perihal tahayul pada dasarnya sudah muncul pada zaman Nabi Muhammad SAW, ketika itu masyarakat sangat minimnya ilmu pengetahuan dan mudah terpengaruh oleh keyakinan yang tidak benar. Tahayul tidak pernah diajarkan dalam agama Islam.

Dalam memahami dari makna tahayul tersebut maka peneliti melihat fenomena yang terjadi di daerah Nagari Sungai Pua, bahwa masih banyak masyarakat yang menyakini kepercayaan tahayul. Anehnya, masyarakat Sungai Pua bisa dikatakan masyarakat yang tidak jauh dari ilmu pengetahuan tetapi masyarakat disana masih kental kepercayaannya terhadap tahayul.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif berstandar living Qur’an. Penelitian jenis ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yakni penelitian ini terfokus kepada kondisi alamiah masyarakat yang ada dilapangan, serta mencoba mendapatkan informasi dari para informan dalam memahami makna tahayul serta Qur’an surah al-An’am ayat 116. Yang menjadi informan dalam penelitian ada sepuluh informan yang terdiri dari 5 orang informan kunci dan 5 orang informan pendukung. Metode pengumpulan data terdiri dari metode observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Hasil dalam penelitian ini ada beberapa point inti yang penulis dapatkan yakni. Pertama, masih adanya masyarakat yang meyakini tahayul dengan alasan bahwa tahayul itu suatu adat atau tradisi yang tujuannya positif. Kedua, ada sebagian masyarakat yang masih ragu dalam memahami tahayul, dalam artian bahwa tahayul itu antara ada dan tiada. Ketiga, ada sebagian masyarakat yang menolak tahayul karena tahayul dianggap menyesatkan manusia dari jalan Allah SWT. Keempat, sebagian masyarakat paham dengan Qur’an Surah Al-An’am ayat 116 bahwa ayat ini dapat jadikan pedoman untuk meninggalkan segala yang berhubungan dengan dugaan atau prasangka (tahayul). Kelima, ada juga sebahagian masyarakat yang tidak paham dengan surah Al-An’am ayat 116 ini dengan alasan bahwa tidak semua tahayul itu sesat, melainkan tahyul itu adalah sebuah tradisi turun temurun yang tujuannya positif.

(8)

viii DAFTAR ISI

Halaman Judul...i

Halaman pernyataan Orisinalitas ...ii

Halaman Pengesahan ...iii

Kata Pengantar ...iv

Halaman Persembahan ...v

Motto Hidup ...vi

Abstrak...vii

Daftar Isi ...viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 12

C. Perumusan Masalah ... 12

D. Tujuan Penelitian... 12

E. Manfaat Penelitian ... 13

F. Penjelasan Judul ... 13

G. Penelitian Sebelumnya ... 14

H. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II LANDASAN TEORI A. Tahayul. ... 18

1. Pengertian Tahayul. ... 18

2. Sejarah dan Perkembangan Tahayul. ... 19

3. Macam-macam, Bentuk, dan Contoh. ... 21

4. Hubungan Tahayul dengan Khurafat. ... 24

5. Hubungan Tahayul dengan Magic. ... 26

6. Hubungan Tahayul dengan Mitos ... 28

B. Penafsiran Ulama Terrhadap Qur’an Surah Al-An’am 116 ... 30

C. Demografi Nagari Sungai Pua ... 32

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 34

B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 35

C. Informan dan Objek Penelitian ... 36

D. Sumber Data ... 37

E. Teknik Pengumpulan Data... 37

F. Teknik Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Pemahaman Masyarakat Terhadap Tahayul. ... 41

(9)

ix

B. Pemahaman Masyarakat Terhadap Q.S Al-An’am Ayat 116. ... 56 BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan ... 66 B. Saran ... 68 DAFTAR KEPUSTAKAAN

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pada dasarnya manusia perlu mengetahui sesuatu yang berhubungan dengan hal yang ghaib, yang berguna sebagai pedoman dan penopang kehidupan manusia dalam berbudaya. Memepercayai sesuatu yang ghaib itu bukan sebuah hal aneh lagi yang melekat pada diri manusia, karena kita mengetahui bahwa pokok keprcayaan kita dalam Islam ini ada enam macam, dan salah satu diantaranya kita harus mempercayai malaikat.1 Maka harus diketahui bahwa malaikat adalah makhluk yang diciptakan Allah dari cahaya, sama halnya dengan jin. Berbicara mengenai dua objek ini antara malaikat dan jin, kita mengetahui bahwa kedua-duanya ini merupakan makhluk ghaib.

Makhluk ghaib atau sesuatu yang ghaib adalah segala sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh panca indera, karena disebabkan panca indera manusia tidak mampu untuk menembusnya.2 Seperti halnya malikat, jin, syetan, iblis dan yang lainnya itu semua merupakan sesuatu yang ghaib, yang mana kita sebagai manusia tidak bisa untuk melihatnya, tetapi bagi Allah SWT hal

1 Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hal 55

2 Umar Hasyim, Syetan Sebagai Tertuduh Dalam Masalah Sihir, Tahayul, Pedukunan Dan Azimat, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1985), cet 5, hal 77

(11)

2

tersebut tidaklah ghaib karena pada hakekatnya Allah SWT dapat melihatnya.

Maka pada hakekatnya kejadian yang ghaib atau sesuatu yang ghaib itu hanya Allah SWT yang mengetahuinya tidak ada satu pun yang dapat mengetahui kecuali Allah SWT.3 Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S al-An’am ayat 59

هَدنِعَو حِتاَفَم ۥ ِبيَغلٱ اَه مَلعَي َل

َلِإ َو ى مَلعَيَو اَم ِ رَ بلٱ ِف ِرحَبلٱَو اَمَو

ط قسَت ةَقَرَو نِم

َلِإ اَه مَلعَي َلَو ةَبَح ِتََٰم ل ظ ِف

ِضرَلأٱ َلَو

بطَر َو بََٰتِك ِف َلِإ سِبَيَ َل ينِبُّم

Artinya: “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)”

Jadi segala sesuatu yang ghaib itu hanya diketahui oleh Allah SWT, maka untuk itu segala sesuatu yang tidak ada dasarnya dari Al-Qur’an dan keterangan dari agama tentang hal yang ghaib kita sebagai manusia tidak bisa mengatakan itu hal yang ghaib atau hal yang dapat kita tangkap lewat panca indera, contohnya: percaya kepada pohon-pohon besar yang disana ada penghuninya, percaya kepada kuburan-kuburan yang dianggap keramat, percaya bahwa pada malam jum’at adalah malam keramat, dan lain sebagainya. Hal tersebut masih mengandung kekeliruan bahkan itu hanya

3 Ibid, hal 73

(12)

prasangka belaka. Apalagi dalam urusan kepercayaan atau akidah, kita dapat terjerumus kedalam akidah yang sesat atau bisa dikatan syirik.

Perbuatan syirik adalah sebuah perbuatan menyetarakan Allah SWT dengan hal yang lain atau dapat dikatakan pebuatan yang mempersekutukan Allah atau menduakan Allah dengan yang lain. Syirik merupakan kesalahan dan dosa besar, firman Allah SWT dalam al-Qur’an surah an-Nisaa’(4) ayat 48

ِدَقَ ف َِللَِّبِ ْكِرْش ي نَمَو ُۚ

ءاَشَي نَمِل َكِلََٰذ َنو د اَم رِفْغَ يَو ِوِب َكَرْش ي نَأ رِفْغَ ي َل ََللَّا َنِإ ( اًميِظَع اًْثِْإ َٰىَرَ تْ فا ٨٤

)

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”.

Dari ayat diatas dapat kita pahami bahwa Allah SWT dengan jelas menegaskan bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa syirik (orang-orang yang menyekutukan Allah) karena pada dasarnya dosa syirik termasuk kepada dosa besar.4

Diantara perbuatan-perbuatan yang termasuk syirik adalah ada namanya perbuatan syirik besar (asyirku akbar) dan ada namanya syirik kecil (asyirku asghar) diantara perbuatan syirik kecil itu ada namanya syirik secara zahir yaitu perbuatan syirik yang tampak oleh panca indera manusia, diantara

4 Akmal Hawi, Dasar-Dasar Studi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2014), cet 1, hal 37

(13)

4

perbuatan syirik zahir itu adalah meminta bantuan kepada selain Allah menggunakan kalung, azimat, atau benda-benda yang dianggap mistik.5 Perbuatan seperti ini juga bisa dikatakan segala sesuatu yang khayal atau disebut dengan tahayul.

Kata tahayul diambil dari bahasa Arab yakni Takhayyala yang berarti segala sesuatu yang hanya berlandaskan pada khayalan belaka atau segala sesuatu tidak masuk akal dan tidak terbukti dalam dunia nyata. Permasalahan ini masih berlaku terhadap hal-hal yang termasuk kepada gugon tuhon. Gugon tuhon ialah kepercayaan manusia yang tidak memiliki sumber atau kepercayaan yang tidak memiliki dasar. Pada hakikatnya tahayul selalu digandengkan dengan istilah khurafat yaitu perkataan dusta yang dipermanis atau perkataan dusta yang luar biasa, sedangkan tahayul adalah sesuatu yang dianggap khayal dan tidak memiliki sumber. Kedua istilah ini memang erat kaitanya, akan tetapi pada persoalan tahayul lebih kepada kepercayaan yang dibawa oleh nenek moyang seperti mempercayai pohon-pohon keramat, larangan yang tidak masuk akal contohnya memotong kuku malam-malam tidak dibolehkan. Sedangakan untuk khurafat lebih erat kaitanya dengan mitos-mitos, dongeng, atau legenda masa lalu yang di percayai oleh masyarakat pada umumnya,6 seperti contoh legenda Nyi roro kidul atau istilah

5 Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijry, Hakikat Syirik Dan Macam-Macamnya, (Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah, Islam House.com, 2007) pdf, hal 8-9

6 Umar Hasyim, Syetan Sebagai Tertuduh Dalam Masalah Sihir, Tahayul, Pedukunan Dan Azimat, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1985), cet 5, hal 79

(14)

hantu pantai selatan yang masih di bicarakan orang bauk dimedia sosial, televisi, dan berita lainnya.

Di dalam membahas tentang persoalan tahayul ini, tidak terlepas pula disana peranan syetan yang menjadi salah satu objek penting dalam adanya permasalahan mengenai tahayul ini. Sudah banyak sekali permasalahan mengenai tahayul ini muncul ditengah-tengah kehidupan manusia, bahkan perkara mengenai tahayul ini juga sudah menjadi kebiasaan atau adat disebuah desa atau kampung. Tidak hanya di negara Indonesia saja perkara tahayul yang sudah melekat sebagai kepercayaan, di negara-negara bagian barat dan timur bahkan di negara-negara maju kepercayaan tahayul ini masih ada dan masih melekat sebagai kepercayaan pada diri manusia.7

Salah satu contoh mengenai tahayul ini, contohnya di pulau Jawa ketika seseorang berpergian, kemudian didepannya lewat seekor ular dari arah kiri ke kanan, itu tandanya nanti ketika ditengah perjalanan akan ada musibah atau bahaya yang menghampirinya. Contoh lain, ketika seekor burung gagak mengeluarkan bunyi suaranya diatas atap rumah, maka akan ada tanda salah satu keluarga yang dirumah itu akan meninggal dunia. Dan di contoh lainnya lagi, di Pakistan ketika seseorang sedang berpergian dan ada orang yang memanggil dari arah belakang, maka orang tersebut tidak boleh melanjutkan

7 Ibid

(15)

6

perjalanannya lagi, dan orang tersebut harus berhenti atau puang kembali kalau tidak akan ada bahaya yang akan menimpa orang tersebut. 8

Kepercayaan mengenai tahayul ini sudah ada semenjak zaman nenek moyang dahulu melalui berita dari mulut ke mulut. Perkara tahayul ini timbul ditengah-tengah manusia karena minimya pengetahuan manusia pada saat itu, hingga saat sekarang ini kepercayaan mengenai tahayul ini sudah menjadi keyakinan yang melekat bahkan sudah menjadi adat disebuah desa atau kampung. Pada zaman sekarang ini masih banyak masyarakat yang masih mempercayai tentang hal-hal yang bersifat mistik, magic, mantra-mantra, tempat keramat, dan hal-hal lain yang tidak dapat diterima oleh akal fikiran.

Pada ajaran dinamisme ada sebuah ajaran yang membicarakan perihal kekuatan ghaib atau keramat yang menguasai alam seperti: pohon-pohon, binatang, dan tempat-tempat yang dianggap angker.9 Hal yang demikian itu yang dianggap tahayul atau khurafat, Allah SWT berfirman dalam QS. al- Ahqaf (46) ayat 5-6

نَع ْم ىَو ِةَماَيِقْلا ِمْوَ ي ََٰلَِإ وَل بيِجَتْسَي َل نَم َِللَّا ِنو د نِم و عْدَي نَِمِ ُّلَضَأ ْنَمَو ( َنو لِفاَغ ْمِهِئاَع د ( َنيِرِفاَك ْمِِتَِداَبِعِب او ناَكَو ًءاَدْعَأ ْم َلَ او ناَك ساَنلا َرِش ح اَذِإَو ) ٥

٦ )

Artinya: “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan-sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa)nya sampai hari kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka?. Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari kiamat)

8 Ibid

9 Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hal 64

(16)

niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan-pemujaan mereka”.

Dalam ayat diatas dapat dipahami bahwa segala sesuatu yang khayal atau yang disebut tahayul dapat menjadikan seseorang patuh dan tunduk serta mau menyembah kepada selain Allah SWT. Mereka mempercayai bahwa ketika berdo’a ditempat keramat dapat membantunya meringankan beban kehidupannya, dengan alasannya bahwa ketika kita mempercayai sesuatu hal yang ghaib maka itu adalah jalan untuk mendekatkan diri kepada sang khaliq, dan juga benda-benda dan tempat-tempat tersebut memiliki daya tarik tersendiri ketika manusia itu dihadapkan dengan sebuah bahaya atau kesusahan dalam hidupnya.

Dalam al-Qur’an Allah SWT juga menegaskan dalam firmannya bahwa ketika manusia mengikuti kebanyakan orang yang ada diatas dunia ini, niscaya orang tersebut akan menyesatkan jalan manusia itu dalam menuju kebenaran, sesungguhnya manusia itu hanya berprasangka belaka saja tanpa adanya sumber yang jelas. Firman Allah SWT dalam QS. al-An’am (6) ayat 116

نِإَو َلِإ ْم ى ْنِإَو َنَظلا َلِإ َنو عِبَتَ ي نِإ َُِۚللَّا ِليِبَس نَع َكوُّلِض ي ِضْرَْلأا ِف نَم َرَ ثْكَأ ْعِط ت

( َنو ص رَْيَ

١١٦ )

Artinya: “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.

Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).”

(17)

8

Didalam tafsir Ibn Katsir ayat ini dijelaskan bahwasanya Allah SWT memberikan informasi tentang keadaan anak cucu Adam yang hidup di bumi bahwasanya banyak diantara mereka itu dalam keadaan sesat, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an yang artinya “Dan sesungguhnya, telah tersesatlah sebelum mereka mayoritas orang-orang terdahulu.” Maka mereka tersesat dalam persoalan keyakinan yang mana haya berlandaskan terhadap dugaan semata dan prasangka yang bathil.10

Di pendapat lain ayat diatas juga ditafsirkan oleh Sayyid Qutub dalam tafsirnya yang berjudul Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. Ayat ini dijelaskan bahwasanya kebanyakan penghuni bumi dahulunya dalam keadaan sesat, mereka seperti orang yang hidup dizaman jahiliyah. Yang mana dalam kehidupan mereka tidak mengikuti syariat yang telah Allah jelaskan dalam al- Qur’an. Kepercayaan yang mereka seperti masyarakat jahiliyah yang sesat, mereka dalam berkata dan berpendapat tidak bersumber kepada kebenaran dan hanya menduga-duga semata. Mereka sama seperti orang yang tidak memiliki ilmu saja, mereka meninggalkan ilmu pengetahuan yang benar dan berlandaskan kepada prasangka bathil semata yang membawa mereka kepada kesesatan.11

10 Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Taisiru al-Aliyyil Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani, 2011), jilid II, hal 195-196

11 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Dibawah Naungan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2002), cet 1, jilid IV, hal 199

(18)

Alasan penulis mengambil ayat ini sebagai penelitian adalah karena kata َّ نَظ pada al-Qur’an surah al-An’am ayat 116 sama pengertian atau maknanya dengan pengertian dari tahayul atau permasalahan yang penulis angkatkan. Dari sekian banyak penafsiran yang penulis teliliti memang tidak ada satu pun mufassir menjelaskan ayat ini berkaitan dengan tahayul atau ayat ini dijadikan para mufassir sebagai landasan tentang tahayul.

Disini dapat dipahami bahwa perihal mengenai kesesatan atau berprasangka ataupun menduga-duga semata dalam berkata dan berpendpat tanpa adanya sumber yang jelas dapat diartikan dengan tahayul, tahayul diartikan dapat menyesatkan manusia dijalan Allah SWT. Tahayul disini dapat dipahami bahwa segala sesuatu yang hanya dikarang-karang oleh manusia tanpa adanya sumber yang jelas, maka disini adanya pernan syetan yang mencoba untuk menghasut manusia untuk tetap meyakini adanya berita-berita mengenai tahayul. Salah satu kepercayaan tahayul yang masih dianut masyarakat ialah masyarakat yang tinggal di pedesaan yang dekat dengan pegunungan dan hutan. Dalam sebuah berita yang bersumber dari kompas.com jernih melihat dunia, pada berita tersebut di ceritakan bagaimana kepercayaan masyarakat yang tinggal di lereng pengunungan yang ada di daerah sleman Yogyakarta. Kondisi masyarakat yang tinggal disana sangat kental dalam mempercayai tentang tahayul ini. Didalam buku yang ditulis oleh Lucas Sasongko Triyoga yang berjudul “Merapi dan Orang Jawa”

(19)

10

didalam buku ini menceritakan kepercayaan masyarakat yang mempunyai satu kepercayaan yang bulat yakni masyarakat disana percaya bahwa Gunung Merapi merupakan keraton makhluk halus dan tempat bersemayamnya roh- roh nenek moyang dahulu.12

Begitu juga dengan kepercayaan masyarakat Sungai Pua yang berada di Sumatera Barat tentang praktek tahayul yang masih ada dan di percayai oleh masyarakat disekitar sana. Nagari Sungai Pua merupakan salah satu nagari yang terletak di daerah Sumatera Barat yang berada di Kabupaten Agam. Mayoritas masyarakat yang hidup di nagari Sungai Pua adalah bekerja sebagai petani dan pedagang. Kehidupan masyarakat di Sungai Pua masih memegang kebudayaan dan adat isti adat yang kental serta menganut agama Islam pada umumnya.13

Salah satu kebudayaan dan kepercayaan yang masih dianut oleh masyarakat disana adalah kepercayaan yang bersifat mistis atau dikenal dengan tahayul. Kepercayaan yang bersifat mistis atau tahayul ini sudah menjadi sebuah keyakinan yang melekat kuat pada diri masyarakat lereng gunung merapi sejak zaman nenek moyang terdahulu dan kepercayaan ini sudah turun temurun sampai saat ini masih dipercayai oleh masyarakat.14

12 Irene Sarwindaningrum, Dunia Batin Warga Lereng Marapi, (https://ekonomi.kompas.com, diakses pada 25 November 2020, pukul 10.35 WIB)

13 Amrizal, Wawancara, 21 November 2020, pukul 15. 20 WIB

14 Kepala Dusun, Wawancara, 18 November 2020, pukul 11.30 WIB

(20)

Di antara bentuk kepercayaan yang masih melekat pada diri masyarakat nagari Sungai Pua adalah masih banyak masyarakat disana yang mempercayai hal yang mistis. Salah satu kasus adalah ketika orang yang mendaki gunung merapi dan pada saat mendaki gunung orang tersebut sesat di gunung maka orang disana beranggapan bahwa pendaki yang sesat itu karena dibawa oleh penghuni dari gunung marapi tersebut atau dikatakan orang bunian. Kemudian dikasus yang lain kepercayaan masyarakat disana yang masih kental sampai saat ini adalah tidak suka melakukan hal pada hari selasa, contohnya menanam di sawah dan diladang pada hari selasa itu tidak baik atau tidak dibolehkan, karena orang disana beranggapan hari selasa itu adalah hari yang membawa sial.15

Dari kedua bentuk permasalahan yang ada disana dan masih dipercayai oleh masyarakat yang hidup disana maka itu semua erat kaitannya dengan tahayul yakni sesuatu hal di ada-ada tanpa ada sumber. Pada hal diketahui bahwa orang yang tinggal di nagari Sungai Pua ini bisa dikatakaan orang-orang yang hidup di kalangan orang terpelajar, kondisi sosial masyarakat disana bisa dikatakan berada setara dengan kondisi masyarakat yang hidup di daerah yang madani atau dapat disebut dengan orang-orang yang tidak ketinggalan zaman. Akan tetapi kepercayaan terhadap hal-hal yang bersifat mistis ini masih dipercayai oleh masyarakat disana. Maka dari itu penulis tertarik untuk mengangkatkan sebuah penelitan terhadap tahayul ini

15 Tokoh Masyarakat, Wawancara, 18 November 2020, pukul 14.00 WIB

(21)

12

dengan judul “Pemahaman Masyarakat Nagari Sungai Pua Terhadap Tahayul (Studi Living Qur’an Surah Al-An’am Ayat 116)”.

B. Batasan Masalah

Dengan keterbatasan waktu dan kemampuan dalam penelitian ini, maka perlu rasanya penulis membatasi masalah yang akan dibahas. Adapun yang menjadi batasan masalah dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut:

1. Pemahaman masyarakat nagari Sungai Pua terhadap tahayul

2. Pemahaman masyarakat nagari Sungai Pua terhadap Q.S al-An’am ayat 116

C. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan dari masalah ini sesuai dengan pembatasan masalah dan latar belakang masalah yang penulis paparkan adalah, sebagai berikut:

1. Bagaimana pemahaman masyarakat nagari Sungai Pua terhadap tahayul?

2. Bagaimana pemahaman masyarakat nagari Sungai Pua terhadap Q.S al- An’am ayat 116?

D. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut:

(22)

1. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman masyarakat nagari Sungai Pua terhadap tahayul

2. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman masyarakat nagari Sungai Pua terhadap Q.S al-An’am ayat 116

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah, sebagai berikut:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pemahaman masyarakat nagari Sungai Pua terhadap tahayul 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman

masyarakat nagari Sungai Pua terhadap Q.S al-An’am ayat 116

F. Penjelasan Judul

Ada pun yang menjadi judul dari penelitian ini adalah “Pemahaman Masyarakat Nagari Sungai Pua Terhadap Tahayul (Studi Living Qur’an Surah Al-An’am ayat 116)”. Agar mudah memahami dan tidak menjadi kekeliruan nantinya, perlu rasanya penulis menjelaskan dari judul penelitian ini, sebagai berikut:

1. Tahayul

(23)

14

Kata tahayul diambil dari bahasa Arab yakni al-Khurafa yang berarti segala sesuatu yang hanya berlandaskan pada khayalan belaka atau segala sesuatu tidak masuk akal dan tidak terbukti dalam dunia nyata..16

2. Living Qur’an

Living Qur’an adalah sebuah bentuk penelitian dengan model praktik resepsi dan respon masyarakat dalam memahami dan mengamalkan ayat al-Qur’an.17

G. Tinjauan Pustaka

Persoalan mengenai tahayul ini bukan menjadi sesuatu yang aneh lagi dalam kehidupan manusia, untuk itu pembahasan ini sudah pernah diteliti oleh orang dalam skrispsi, tesis, dan jurnal. Akan tetapi penelitian tentang Pemahaman Masyarakat Nagari Sungai Pua Terhadap Tahayul (Studi Living Qur’an Surah Al-An’am ayat 116) ini belum ada diteliti orang baik itu dalam sebuah skripsi, tesis, dan jurnal. Untuk memberikan perbedaan dari penelitian ini adalah peneliti mencoba melakukan metode penelitian lapangan dalam pembahasan ini dengan mencoba mengumpulkan sumber-sumber dari buku, jurnal, dan wawancara dengan masyarakat nagari Sungai Pua serta peneliti mecoba menuangkan pemahaman masyarakat nagari Sungai Pua tentang

16 Umar Hasyim, Syetan Sebagai Tertuduh Dalam Masalah Sihir, Tahayul, Pedukunan Dan Azimat, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1985), cet 5, hal 79

17 Abdul Mustaqim, Metodologi Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, (Yogyakarta: Idea Press, 2015), hal 104

(24)

tahayul dan bagaimana pemahaman masyarakat nagari Sungai Pua terhadap Q.S al-An’am ayat 116 terkait tahayul yang masih menjadi kepercayaan masyarakat.

Adapun pembahasan tentang tahayul ini pernah dibahas oleh Mauliana mahasiswa UIN Ar-Raniry Aceh fakultas ushuluddin dan filsafat jurusan aqidah dan filsafat islam. Skripsi itu ditulis pada tahun 2018 dengan judul

“Tahayul Dalam Perspektif Masyarakat (Studi Kasus di Gampong Meunasah Baroh, Kecamatan Simpang Kramat, Kabupaten Aceh utara)”. Dalam pembahasan skripsinya, Mauliana melakukan penelitian tahayul dengan mencoba menjelaskan pemahaman masyarakat di Gampong tentang kepercayaan tahayul didaerah tersebut.18

Skripsi yang ditulis oleh Indah Nur Zakinah mahasiswi UIN Mataram fakultas keguruan dan ilmu pendidikan jurusan pendidikan bahasa sastra dan daerah, dengan judul skripsinya “Analisis Budaya Yang Terkandung Dalam Tahayul di Kelurahan Bada Kabupaten Dompu”. Didalam skripsi yang ditulisnya ini, beliau mencoba menganalisis nilai-nilai budaya yang terkandung didalam tahayul serta bagaimana pemahaman masyarakat di

18 Mauliana, “Takhayul Dalam Perspektif Masyarakat” (2018): 1–84, https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rtc=j&url=http://repository.ar-

raniry.ac.id/3854/1//mauliana.pdf&ved=2ahUKEwjp0O_hjpnfAhUTbo8KHczUDo8QFjAFegQIC BAB&usg=AOvVaw2OmlbfU2FLyW2HOvTHGQ8m.

(25)

16

daerah Dompu terhadap budaya tahayul yang masih menjadi kepercayaan bahkan sudah membudaya.19

Jurnal yang ditulis oleh Uniawati pada tahun 2012 dengan judul

“Tahayul Seputar Kehamilan dan Kelahiran dalam Pandangan Orang Labuan Bajo: Tinjauan Antopologi Sastra”. Dalam jurnal ini Uniawati mencoba menjelaskan bentuk dan isi tahayul yang terdapat di lingkungan masyarakat Labuan Bajo serta mendeskripsikan aspek-aspek budaya masyarakat tersebut berdasarkan takhayul yang terdapat di lingkungan mereka dengan melakukan pendekatan antropologi sastra.20

Dari ketiga skripsi dan jurnal diatas belum ditemukan pembahasan tentang Pemahaman Masyarakat Nagari Sungai Pua Terhadap Tahayul (Studi Living Qur’an Surah Al-An’am ayat 116), oleh sebab itu penulis tertarik untuk mengangkatkan pembahasan ini.

H. Sistematika Penulisan

Agar lebih terarahnya penulis perlu mencantumkan sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

19 Analisis Nilai et al., “Jurnal Skripsi” (2018).

20 Uniawati Uniawati, “TAKHAYUL SEPUTAR KEHAMILAN DAN KELAHIRAN DALAM PANDANGAN ORANG LABUAN BAJO : Superstitions on Pregnancy and Birth in The View of Labuan Bajo People” (2012): 1–14.

(26)

Bab I : PENDAHULUAN, meliputi latar belakang masalah, batasan masalah, perumusan masalah, tujuan masalah, manfaat penelitian, penjelasan judul, tinjauan pustaka, sistematika penulisan.

Bab II : LANDASAN TEORI, meliputi hakikat tahayul, penafsiran ulama terhadap Q.S al-An’am ayat 116, demografi masyarakat Sungai Pua.

Bab III : METODE PENELITIAN

Bab IV : HASIL PENELITIAN

Bab V : PENUTUP

Daftar Kepustakaan

(27)

18 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tahayul

1. Pengertian Tahayul

Kata tahayul diambil dari bahasa Arab yakni al-Khurafa yang berarti segala sesuatu yang hanya berlandaskan pada khayalan belaka atau segala sesuatu tidak masuk akal dan tidak terbukti dalam dunia nyata. Secara bahasa tahayul diambil dari kata “khayal” yang memiliki makna yaitu sesuatu yang terlukis dalam angan-angan (mimpi) seseorang terhadap suatu hal.21 Menurut Umar Hasyim tahayul diartikan juga sebagai sesuatu yang termasuk hayal, yakni tidak masuk akal dan dalam realitanya apa yang tergambarkan itu tidak terbukti. Permasalahan terhadap tahayul ini juga erat kaitannya dengan istilah “gugon tuhon” yang berarti suatu kepercayaan yang diyakini oleh masyarakat, yang mana kepercayaan itu tidak memiliki asal atau sumber yang jelas.22

Tahayul juga diatikan sebagai mitos yang tidak terbukti dalam kenyataan. Tahayul pada dasarnya berkaitan dengan cerita-cerita terdahulu yang tidak jelas sumber dan asal usulnya. Dan ada juga pendapat yang

21 Mauliana, “Takhayul Dalam Perspektif Masyarakat” (2018): 1–84, https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rtc=j&url=http://repository.ar-

raniry.ac.id/3854/1//mauliana.pdf&ved=2ahUKEwjp0O_hjpnfAhUTbo8KHczUDo8QFjAFegQIC BAB&usg=AOvVaw2OmlbfU2FLyW2HOvTHGQ8m. hal 27

22 Umar Hasyim, Syetan Sebagai Tertuduh Dalam Masalah Sihir, Tahayul, Pedukunan Dan Azimat, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1985), cet 5, hal 79

(28)

mengatakan bahwa tahayul hanyalah cerita-cerita yang dikarang oleh nenek moyang terdahulu, bagaimana tidak setiap sesuatu hal yang berhubungan dengan tahayul ini tidak pernah diajarkan dalam al-Qur’an maupun hadis, dengan kata lain tahayul itu adalah sebuah keyakinan yang hanya didasarkan pada kecerdikan akal manusia saja.

2. Sejarah dan Perkembangan Tahayul

Pada awalnya keyakinan terhadap tahayul ini telah ada pada zaman dahulu, karena disebabkan pola pikir dan ilmu pengetahuan manusia pada zaman dahulu masis minim sekali, sehingganya keyakinan yang hanya sebatas dugaan dan prasangka ini mudah diterima oleh manusia pada zaman dahulu tersebut.23 Kemudian keyakinan ini terus berkembang pada zaman kerajaan hindu yang banyak sekali menggunakan segala sesuatu yang berhubungan dengan mistik, apa lagi hal yang mistik tersebut termasuk kepada aliran dalam agama hindu.

Sedikit melirik ke masa lalu, berbagai negara khususnya di kawasan timur tengah, keyakinan terhadap tahayul ini pernah berkembang sangat pesat. Ketika di zaman pemerintahan Persia contohnya, ada agama yang bernama Zoroaster pada saat itu. Agama ini berpendapat bahwa ada dua macam Tuhan yakni: ada Tuhan yang baik dan ada Tuhan yang buruk.

23 Mauliana, “Takhayul Dalam Perspektif Masyarakat” (2018): 1–84, https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rtc=j&url=http://repository.ar-

raniry.ac.id/3854/1//mauliana.pdf&ved=2ahUKEwjp0O_hjpnfAhUTbo8KHczUDo8QFjAFegQIC BAB&usg=AOvVaw2OmlbfU2FLyW2HOvTHGQ8m. hal 27

(29)

20

Tuhan yang baik dilambangkan dengan api sedangkan Tuhan yang buruk dilambangkan dengan angin. Kepercayaan ini berkembang dengan persyaratan untuk manusia pada waktu itu harus menghormatinya, kemudian kepercayaan ini diwujudkan oleh pemerintahan pada waktu itu dengan cara sajian dan praktek persembahan kepada tuhan yang dianggap memiliki kekuatan tertentu.24

Di negara Indonesia, tahayul berkembang dan menyebar secara mudah, yang tidak bisa terlepas dari pengaruh agama dan kepercayaan nenek moyang terdahulu. Bahwa adanya beberapa bencana alam yang pernah terjadi pada masa lalu dengan menimbulkan korban yang cukup banyak, sehingganya dengan keadaan itu membuat manusia pada zaman itu berfikir alam sudah mulai marah karena tidak ada lagi sajian yang diberikan dan kurang perhatian manusia terhadap alam. Maka dari kontek sana kepercayaan yang dinamakan dinamisme dan animisme itu timbul, yakni kepercayaan seperti: percaya kepada pohon besar yang dianggap keramat dan keris-keris sakti yang mempunyai kekuatan tertentu . keyakinan-keyakinan tersebut terus berlanjut dan berkembang pada masa kerajaan Hindu-Budha yang menggunakan ilmu mistik sebagai salah satu alirannya. 25

24 Muhammad Asroruddin Al-Jumhuri, Belajar Aqidah Akhlak Sebuah Ulasan Ringkas Tentang Asas Tauhid Dan Akhlak Islamiyah, (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2012), hal 35

25 Ibid

(30)

Dalam pembahasan mengenai tahayul ini tidak terlepas pula peranan syetan didalamnya. Perkara-perkara tahayul di desa atau di dalam kehidupan masyarakat banyak yang diluar logika dan realita kehidupan, akan tetapi masyarakat teguh dengan kepercayaan yang tidak berlandaskan dengan kebenaran padahal mereka beriman kepada Allah SWT.

Kepercayaan menegenai tahayul ini tidak hanya ada di negara Indonesia, bahkan di belahan negara lain di dunia ini yaitu di negara bagian barat dan negara-negara yang sudah maju pun masih ada mempercayai perkara tahayul ini.

3. Macam-macam, Bentuk, dan Contoh Tahayul

Tahayul merupakan ucapan atau perkataan manusia yang didasari oleh prasangka dan dugaan semata. Ada beberapa macam-macam, bentuk dan contoh dari tahayul yang masih dipercayai oleh masyarakat baik di desa maupun masyarakat kota dan belahan negara lainnya, sebagai berikut:

a. Di daerah Jawa, ketika seseorang sedang berpergian kemudian lewat ular didepannya dari arah kiri ke kanan, itu tandanya nanti ketika ditengah perjalanan ada bahaya yang akan melanda orang yang berjalan tersebut.

b. Burung gagak yang mengeluarkan suara atau bunyi dari arah atap rumah, itu tandanya nanti ada salah satu keluarga yang berada dirumah tersebut akan meninggal dunia.

(31)

22

c. Di negara Pakistan, jika kalau ada pula suara burung gagak yang berasal dari atap rumah, maka itu tandanya nanti ada salah satu keluarga yang berada dirumah tersebut akan meninggal dunia.

d. Masih di daerah Pakistan, ketika seseorang yang hendak berpergian kemudian ada orang yang memanggil dari arah belakang , maka orang tersebut tidak boleh melanjutkan perjalanannya lagi, nanti di tengah perjalanan akan ada musibah melandanya jika orang tersebut melanjutkan perjalanannya.26

e. Bagi wanita yang sedang hamil dianjurkan melihat yang baik-baik agar anaknya nanti lahir bisa menjadi anak yang baik.

f. Ketika seseorang sedang sakit, maka di anjurkan meminum air putih yang didalamnya ada tulisan huruf alif dari kertas.

g. Ketika makan, apabila sedang mengunyah makanan kemudian tergigit mulut bagian dalam bibir, maka itu tandanya ada orang yang sedang membicarakan atau menggunjingkan orang tersebut.

h. Bagi petani, jikalau pada hari selasa dianjurkan untuk tidak menanam dikarenakan hari selasa itu hari yang tidak baik untuk melakukan kegiatan menanam diladang.

26 Umar Hasyim, Syetan Sebagai Tertuduh Dalam Masalah Sihir, Tahayul, Pedukunan Dan Azimat, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1985), cet 5, hal 79

(32)

i. Bagi masyarakat, dianjurkan untuk tidak boleh memotong kuku pada malam hari, maka kalau melanggar kukunya akan sama seperti kuku harimau.

j. Mempercayai pohon-pohon besar, seperti pohon beringin, dan lainnya sebagai tempat yang angker atau ketika meminta pertolongan maka banyak orang yang melakukan ritual disana.

k. Bagi masyarakat, ketika menjemurkan pakaian di dalam rumah yang sedang dibangun,maka hendak segera memindahkan pakaiannya, karena itu pekerjaan tidak baik menurut nenek moyang terdahulu.27 l. Bagi masyarakat suku dayak yang ada di Kalimantan, ada sebuah adat

yang dinamakan dengan nyahu yang berarti tanda-tanda dari binatang buas seperti ular python, kobra, burung sisit, dan binatang-binatang kecil yang memiliki bisa yakni lipan. Bila seseorang sedang mengerjakan ladangnya, lantas ada ular atau burung sisit yang lewat, maka ladang tersebut harus ditinggalkan, harus pindah ke ladang yang baru.

m. Bagi masyarakat, ketika di gigit lipan maka lipan tersebut harus dibunuh segera jangan sampai lipan itu dahulu mendapatkan air, maka jikalau lebih dahulu lipan itu dapat air, maka kita akan mati akibat sangatan dari lipan tadi.

27 Mardiani, Wawancara, 22 November 2020, pukul 09.30 WIB

(33)

24

n. Misteri angaka tiga belas yang masih dipercayai oleh orang barat, angka tiga belas dianggap angka sial dan harus dijauhi. Berdasarkan hasil penelitian pada saat itu, yakni seorang tokoh Apollo yang gagal dalam misinya karena beliau mendapatkan angka tiga belas. Oleh sebab itu lah orang mempercayai kalau angka tigabelas merupakan angka sial.28

o. Ketika ingin keluar rumah harus menunggu kondisi angin dan menentukan langkah berjalan.

p. Ketika mendengar suara burung hantu, maka nanti akan ada malapetaka yang mendatangi.

q. Ayam berkokok ketika waktu senja (waktu maghrib) dianggap itu adalah tanda ada seorang gadis yang mendapat malu.

r. Telinga mendering, itu tanda akan mendengar sebuah kabar buruk nantinya.

s. Anjing meraung kemudian kepalanya menegadah ke bulan purnama malam, itu tandanya ada hantu.29

4. Hubungan Tahayul dengan Khurafat

Antara tahayul dan khurafa ini ialah dua objek yang tidak bisa dipisahkan, kedua-duanya sama-sama membahasa sesuatu hal yang tidak

28 Umar Hasyim, Syetan Sebagai Tertuduh Dalam Masalah Sihir, Tahayul, Pedukunan Dan Azimat, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1985), cet 5, hal 80

29 Hamka, Pribadi Hebat, (Jakarta: Gema Insani, 2014), cet 1, hal 40

(34)

masuk akal bagi manusia, perihal yang dijelaskan dan di ungkapkan itu hanya sebatas prasangka dan dugaan semata. Lalu, apa yang menjadi hubungannya. Maka disini penulis menjelaskan bahwa hubungan antara tahayul dan khurafat itu adalah kata khurafat yang berarti al-khurafa itu diambil dari bahasa arab yang berarti hayalan, sementara tahayul diartikan dalam bahasa Arab dengan istilah al-khurafa. Berikut penjelasan sederhana mengenai tahayul dan khurafat.

a. Tahayul

Tahayul berasal dari bahasa Arab yakni asal katanya al- khurafa yang berartisesuatu yang khayal (angan-angan). Tahayul merupakan sebuah kepercayaan yang diyakini tanpa adanya sumber yang jelas hanya sebatas menduga-duga semata atau dapat juga dipahami bahwa tahayul ini adalah mempercayai adanya khayalan bala (musibah) yang datangnya dari makhluk atau benda,30 seperti contoh apabila terdengar suara burung hantu itu merupakan pertanda adanya malapetaka nantinya.

b. Khurafat

Khurafat berasal dari kata kharaf yang berarti rusak akal karena tua. Khurafat adalah perkataan bohong yang di permanis dengan hal yang luar biasa atau dapat juga di pahami nahwa khurafat

30 Umar Hasyim, Syetan Sebagai Tertuduh Dalam Masalah Sihir, Tahayul, Pedukunan Dan Azimat, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1985), cet 5, hal 79

(35)

26

adalah mempercayai kisah-kisah yang bahil, legenda, mitos-mitos.31 Contohnya menyakini kisah nyi roro kidul hantu pantai selatan.

Dari uraian diatas dapat dipahami antara tahayul dan khurafat ini memiliki hubungan dan kesamaan dalam artian keduanya sama-sama membahas persoalan yang dianggap tidak masuk akal, namun tidak terlepas pula dari perbedaan objek yang dibicarakan didalamya yakni tahayul hanya membahas kepercayaan yang bathil itu sumbernya dari makhluk dan benda atau tempat sementara khurafat membahas kepercayaan yang bersumber dari mitos-mitos kuno, legenda, dogeng, dan lain sebagainya.

5. Hubungan Tahayul dengan Magic

Ketika berbicara mengenai tahayul tentunya tak terlepas kaitannya dengan hal-hal yang dianggap mistik atau magic. Magic disebut sebagai sebuah kepercayaan yang bukan-bukan dengan memiliki bermacam- macam jenis seperti kepercayaan mengenai manna yakni kekuatan ghaib pada benda, mengeramatkan sesuatu, tempat angker, mantra-mantra, teluh, sihir, dan sebagainya. Pada dasarnya dunia magic itu sangat jauh karena cakupannya sangat luas dan buram karena berbasis ghaib.32

31 Ibid

32 Samudi Abdullah, Takhayul Dan Magic Dalam Pandangan Islam, (Bandung: PT Alma’arif, 1997), hal 13

(36)

Magic dibagi atas dua jenis, yakni: magic hitam (black magic) dan magic putih (white magic).

a. Magic Putih

Magic putih (white magic) merupakan sesuatu yang berhubungan dengan kebaikan. Contohnya menyembuhkan penyakit, menolong orang yang susah, dan lain sebagainya.

b. Magic Hitam

Magic hitam (black magic) merupakan sesuatu yang berhubungan dengan kejahatan, dengan hal demikian menjadikan orang menjadi jahat. Contohnya santet, guna-guna, tenung, dan lain-lain.

Menurut seorang ahli yang bernama Fischer dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Anthropologi Indonesia” beliau menyebutkan bahwa membagi magic kepada dua itu pada hakikatnya tidaklah benar, karena kedua-duanya sama-sama bersumber kepada kekuatan yang ghaib, beliau mengistilahkannya dengan istilah demon. Demon menurut kamus berarti evil (jahat) atau dengan istilah cruel supernatural being (makhluk halus yang jahat), juga disebutan dengaan istilah setan atau hantu.33

Magic memiliki ciri khas tersendiri terhadap manusia yang mempunyai daya fikir secara irasional yakni berfikir yang diluar akar pikiran. Sebagai contoh dari berfikir secara irasional tadi adalah ketika

33 Ibid, hal 14

(37)

28

sesorang memakai jarum yang digunakan untuk menjahit, maka bagi orang yang berfikir secara irasional tadi mereka menggunakan jarum tadi sebagai bahan untuk sesajian untuk persyaratan tenung kepada hal ghaib. Contoh lainnya ketika magic dihubungkan dengan penggunaan kata-kata. Yang mana sususan kata-kata yang dilontarkan itu tidak diketahui asal-usulnya darimana serta makna kata tersebut juga tidak diketahui karena dianggap sangat kuno, dan perkataan itu dianggap magic. Kata-kata yang diucapkan oleh seseorang kepada manusia sehingga dapat menaklukkan hati manusia, mencelakakan manusia, dan sebagainya ini yang disebut dengan mantra.34

6. Hubungan Tahayul dengan Mitos

Dalam membahas tahayul tentunya ada perihal yang membahas mengenai legenda-legenda, dongeng, atau mitos. Maka disini kita coba hubungkan tahayul dengan mitos.

Mitos diambil dari kata myth adalah person, thing, etc. That is imaginary, fictitious, or invented yang memili arti orang, sesuatu yang berada dalam khayalan, angan-angan, prasangka. Berikut makna mitos menurut para ahli.

34 Ibid, hal 15

(38)

a. Menurut sorang ahli yang bernama C. A. Van Peursen, mitos adalah sebuah kisah yang memberikan pegangan dan arah tertentu terhadap sekelompok manusia. 35

b. Menurut Harun Hadiwijono, mitos adalah segala sesuatu yang terjadi pada zaman dahulu yang berusaha diungkapkan di zaman sekarang serta dapat menentukan nasib untuk kedepannya. 36

c. Menurut Sri Mulyono, mendefenisikan mitos dengan cerita-cerita terdahulu (kuno) dengan diungkapkan dengan kata-kata yang indah da isinya dianggap bermakna.37

Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa mitos adalah cerita atau kisah kuno yang berasal dari hayalan manusia yang keberadaannya diyakini sampai sekarang. Mitos yang merupakan cerita khayalan ini sangat kuat hubungannya dengan cerita yang historis, dengan artian mitos yang dipercayai orang dengan hanya menganggap mitos hanya sebatas cerita yang dikarang orang agar dapat menghibur banyak orang.38 Namun, mitos yang diyakini orang pada zaman sekarang adalah segala bentuk cerita masa lalu yang diakitkan dengan mistik dan sumbernya hanya

35 Ibid, hal 189

36 Ibid

37 Ibid, hal 190

38 Ibid

(39)

30

prasangka belaka, dan masih meyakini cerita masa lalu itu masih terbukti dizaman ini, padahal itu hanya kebohongan saja.

B. Q.S al-An’am Ayat 116 dan Penafsiran Ulama

Surah al-An’am artinya binatang ternak, surah ini merupakan surah yang ke-6 didalam al-Qur’an. Surah ini terdiri dari 165 ayat dan termasuk kepada golongan surah makiyyah, karena hampir seluruh ayat dalam surah ini diturunkan sebelum nabi Muhammad SAW hijrah. Disini penulis menggunakan surah al-An’am ayat 116 dengan mencoba mengaitkannya dengan persoalan mengenai kepercayaan yang mengikuti prasangka saja (tahayul), berikut ayatnya yang berbunyi:

1. Q.S al-An’am ayat 116 dan Terjemahan

َلِإ ۡم ى ۡنِإَو َنَظلٱ َلِإ َنو عِبَتَ ي نِإ َُِۚللَّٱ ِليِبَس نَع َكوُّلِض ي ِضۡرَۡلأٱ ِف نَم َرَ ثۡكَأ ۡعِط ت نِإَو َنو ص ر َۡيَ

١١٦

Artinya: “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.

Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)”.39

2. Penafsiran Ulama Tafsir a. Ibnu Katsir

Didalam tafsir Ibn Katsir ayat ini dijelaskan bahwasanya Allah SWT memberikan informasi tentang keadaan anak cucu Adam yang

39 Q.S al-An’am (6): 116

(40)

hidup di bumi bahwasanya banyak diantara mereka itu dalam keadaan sesat, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an yang artinya

“Dan sesungguhnya, telah tersesatlah sebelum mereka mayoritas orang-orang terdahulu.” Maka mereka tersesat dalam persoalan keyakinan yang mana haya berlandaskan terhadap dugaan semata dan prasangka yang bathil.40

b. Sayyid Qutub

Menurut Sayyid Qutub dalam tafsirnya yang berjudul Tafsir Fi Zhilalil Qur’an. Ayat ini dijelaskan bahwasanya kebanyakan penghuni bumi dahulunya dalam keadaan sesat, mereka seperti orang yang hidup dizaman jahiliyah. Yang mana dalam kehidupan mereka tidak mengikuti syariat yang telah Allah jelaskan dalam al-Qur’an.

Kepercayaan yang mereka seperti masyarakat jahiliyah yang sesat, mereka dalam berkata dan berpendapat tidak bersumber kepada kebenaran dan hanya menduga-duga semata. Mereka sama seperti orang yang tidak memiliki ilmu saja, mereka meninggalkan ilmu pengetahuan yang benar dan berlandaskan kepada prasangka bathil semata yang membawa mereka kepada kesesatan.41

40 Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Taisiru al-Aliyyil Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani, 2011), jilid II, hal 195-196

41 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Dibawah Naungan Al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2002), cet 1, jilid IV, hal 199

(41)

32

c. Muhammad Yunus

Menurut Muhammad Yunus ayat ini dapat dipahami bahwa syetan itu tergolong kepada dua macam, yakni:

1) Syetan yang berada dialam rohani (jin)

2) Syetan yang berada dialam nyata (manusia) yakni orang jahat yang mencoba meyesatkan manusia dengan perkataannya yang manis dan lemah lembut.42

d. Muhammad Quraish Shihab

Menurut Muhammad Quraish Shibab dalam tafsirnya Al- Misbah, beliau menjelaskan Qur’an Surah Al-An’am ayat 116 ini dengan bahwa Allah telah menurunkan Al-Qur’an sebagai rujukan mencari kebenaran, maka Allah melarang orang-orang yang mengikuti kebanyakan manusia di bumi ini yang perkataannya bertentangan dengan kebenaran, karena orang tersebut tidak bersandar pada syariat agama yang benar, yang mana orang tersebut hanya menjauhkan kita dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang demikian itu hanya berkata dan berjalan dibalik prasangka atau dugaan ilusi belaka mereka yang tidak berdasarkan pada bukti yang jelas.43

42 Mahmud Yunus, Tafsir Qur’an Karim, (Jakarta: PT Mahmud Yunus Wadzuryah, 2006), cet 74, hal 196

43 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta:

Lentera Hati, 2002),

(42)

C. Demografi Masyarakat Nagari Sungai Pua Nagari Sungai Pua

Nagari Sungai Pua merupakan salah satu nagari yang berada di Kecamatan Sungai Pua, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat.

Nagari ini terletak di bagian barat Gunung Merapi, sebelah utara berbatas dengan Nagari Kubang Putiah, sebelah selatan dengan Nagari Sariak, dan sebelah barat berbatas dengan Kecamatan Banuhampu.

Luas nagari ini mencapai 14,43 km2 atau 38,15% dari luas wilayah Kecamatan Sungai Pua. Nagari Sungai Pua memiliki penduduk dengan jumlah 12.288 jiwa, yang terdiri dari 5.969 laki-laki dan 6.319 perempuan.44 Nagari Sungai Pua terdiri atas lima jorong, yang mana diantaranya adalah Jorong Galuang, Jorong Tangah Koto, Jorong Kapalo Koto, Jorong Limo Kampuang, dan Jorong Limo Suku.

44 Pemerintah Nagari Sungai Pua, Profil Nagari Sungai Pua, tahun 2019

(43)

34

Nagari Sungai Pua terkenal sebagai daerah yang mana masyarakatnya adalah penghasil peralatan dari logam, terutama besi dan kuningan. Bahkan dalam zaman penjajahan daerah ini termasuk pemasok peluru belanda. Selain sebagai pengrajin besi dan logam, profesi masyarakat Sungai Pua ada berbagai macam, diantaranya adalah petani, konfeksi, pedagang, sopir, PNS, guru, dan wiraswasta.

Masyarakat Sungai Pua pada umumnya beragama Islam dan bisa dikatakan 100% masyarakat Sungai Pua beragama Islam. Selain itu, masyarakat Sungai Pua masih memegang erat kental adat dan kebudayaan. Diantara adat dan kebudayaan yang masih di lestarikan masyarakat adalah silek, randai, talempong, dan lain sebagainya.45

45 Wali Nagari Sungai Pua, Wawancara, 27 November 2020, pukul 17.00 WIB

(44)

35 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif berstandar living Qur’an. Penelitian jenis ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yakni penelitian ini terfokus kepada kondisi alamiah, yang mana peneliti menjadi instument kunci dalam teknik pengumpulan data yang dilakukan secara gabungan dan deskriptif.46

Living Qur’an merupakan bentuk penelitian dengan model praktik resepsi dan respon masyarakat dalam memahami dan mengamalkan ayat al- Qur’an. Dalam konteks penelitiannya, living Qur’an menjadi model yang tepat dalam merespon resepsi masyarakat dengan segala kompleksitasnya, baik itu kondisi sosial masyarakat, proses budayanya yang ada ditengah-tengah masyarakat.47

Kajian living Qur’an juga menggunakan jenis penelitian lapangan (field research), dalam penelitian lapangan ini data dan sumber penelitian berasal dari responden dan wawancara serta obsevasi ditengah-tengah

46 Nashruddin Baidah dan Erwati Aziz, Metodologi Khusus Penelitian Tafsir, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2016), cet 1, hal 63

47 Abdul Mustaqim, Metodologi Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, (Yogyakarta: Idea Press, 2015), hal 104

(45)

36

masyarakat, dimana masyarakat menjadi sasaran utama dari permasalahan yang diangkatkan ini.48

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di daerah Nagari Sungai Pua Kecamatan Sungai Pua, Kabupaten Agam. Penelitian ini ditujukan kepada ninik mamak, cadiak pandai, ustadz/alim ulama, tokoh masyarakat, dan masyarakat di Nagari Sungai Pua Kabupaten Agam. Peneliti mengambil lokasi ini karena penulis melihat kondisi masyarakat disana masih mempercayai tentang kepercayaan nenek moyang dahulu padahal masyarakat didaerah tersebut sudah tidak jauh lagi dari ilmu pengetahuan dan agama.

2. Waktu

Sebelum kita masuk kepada waktu penelitian, peneliti sedikit memberikan gambaran tahap-tahap dalam penelitian ini. Yang mana penelitian dimulai dengan tahap persiapan, wawancara, obsevasi, dokumentasi, serta sampai dengan laporan penelitian. Adapun waktu yang dibutuhkan melakukan penelitian ini secara keseluruhan yaitu 3 bulan.

48 Nashruddin Baidah dan Erwati Aziz, Metodologi Khusus Penelitian Tafsir, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2016), cet 1, hal 38

(46)

C. Informan dan Objek Penelitian

Informan penelitian ialah seseorang yang dapat memberikan informasi dan data baik tentang dirinya maupun orang lain. Informan disini adalah orang yang benar-benar paham dan mengetahui kondisi masyarakat serta memahmi permasalahan yang akan diteliti.49 Dalam penelitian ini peneliti membagi dua informan, yakni:

1. Informan Kunci, adalah orang yang dianggap dapat membantu memberikan informasi secara keseluruhan yang diinginkan peneliti, adapun yang menjadi informan atau narasumber yang akan membantu dalam memberikan informasi ada sebanyak 5 orang informan yakni satu orang ninik mamak, satu orang pemuka adat, satu orang cadiak pandai, satu orang ustadz/alim ulama, satu orang bundo kanduang.

2. Informan Pendukung, adalah orang yang dianggap mengetahui permasalahan yang diteliti yaitu masyarakat yang berfungsi untuk menambahkan informasi dan data dari infomasi kunci agar semakin banyak hasil penelitian.

Sedangkan yang menjadi objek penelitian ini adalah masyarakat Nagari Sungai Pua Kabupaten Agam tentang bagaimana pemahaman masayarakat tentang Q.S al-An’am ayat 116 terhadap praktek tahayul.

49 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hal 97-98

(47)

38

D. Sumber Data

Sumber data merupakan subjek dari mana data diperoleh. Pada penelitian ini peneliti menggunakan dua sumber data yaitu: sumber data primer dan sekunder.

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer merupakan sumber data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari wawancara dan dokumentasi, dengan masyarakat Nagari Sungai Pua.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan sumber data yang bersumber dari buku-buku, jurnal, dan artikel yang membahas masalah tahayul.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara yang sistematik dengan memperhatikan permasalahan yang telah ditentukan. Hal dilakukan untuk mengindari data-data yang tidak dipakai guna untuk mengindari jauhnya informasi yang akan diperoleh.50 Penelitian kualitatif menggunakan teknik pengumpulan data yaitu peneliti mendapatkan data dan sumber informasi dari perkataan atau respon masyarakat serta perbuatan-perbuatan

50 P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997), cet II, hal 38

(48)

sosial yang ada di masyarakat tersebut.51 Ada beberapa teknik yang digunakan peneliti disini, diantaranya:

1. Wawancara

Wawancara merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data dan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden yang hendak diwawancarai.52 Perlu diketahui bahwa wawancara merupakan sebuah interaksi sosial, dimana antara peneliti dengan para informan mempengaruhi hasil data yang diperoleh nantinya.

Hal ini dikarenakan jawaban-jawaban dari para informan dan keseriusan jawaban yang diberikan oleh informan merupakan respon terhadap permasalahan yang sedang diangkatkan. Untuk itu, peneliti perlu mengontrol situasi dalam berwawancara dengan informan agar data yang diperoleh nantinya valid.53

2. Observasi

Observasi merupakan suatu pengamatan yang dilakukan oleh peneliti secara sengaja dan sistematis tentang perihal keadaan sosial masyarakat yang akan diteliti kemudian setelah itu dilakukan pencatatan. Observasi dapat menjadi teknik pengumpulan data yang dilakukann secara spontan dan ada juga secara terstruktur yang telah disiapkan sebelum melakukan

51 Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif Sebuah Upaya Mendukung Penggunanaan Penelitian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), cet 1, hal 20

52 P. Joko Subagyo, Op. Cit, hal 39

53 Afrizal, Op. Cit, hal 137

(49)

40

observasi. Pada hakikatnya teknik observasi dipakai untuk melihat serta mengamati keadaan sosial, tumbuh dan berkembangnya masyarakat yang kemudian dapat dilakukan penilaian atas keadaan sosial masyarakat tersebut.54

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan rekaman peristiwa yang sudah berlalu, diamana peneliti megumpulkan bahan-bahan tertulis, gambar, karya- karya, surat menyurat, dan laporan untuk mencari informasi yang dibutuhkan.55 Maka disini peneliti menggunakan dokumen yang berbentuk gambar-gambar yang telah diambil oleh peneliti.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data kualitatif merupakan data yang berupa informasi, uraian yang kemudian dikaitkan dengan sumber data yang lainnya agar memperoleh data yang valid terhadap permasalahan yang diangkatkan.

Sehingga data yang diperoleh dapat menguatkan data yang sebelumnya, dengan kata lain teknik analisis data kualitatif ini merupakan analisis data mengunakan penjelasan-penjelasan.56 Bentuk atau cara analisis data penelitian kualitatif ini dilakukan sebelum turun ke lapangan, di lapangan, dan setelah

54 P. Joko Subagyo, Op. Cit, hal 63

55 Afrizal, Op. Cit, hal 21

56 P. Joko Subagyono, Op. Cit, hal 106

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait