• Tidak ada hasil yang ditemukan

Katekese keluarga untuk meningkatkan kesadaran akan peran penting orang tua bagi pendidikan iman anak di lingkungan Santo Carolus Borromius Margomulyo Paroki Santo Yoseph Medari Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Katekese keluarga untuk meningkatkan kesadaran akan peran penting orang tua bagi pendidikan iman anak di lingkungan Santo Carolus Borromius Margomulyo Paroki Santo Yoseph Medari Yogyakarta"

Copied!
207
0
0

Teks penuh

(1)

KATEKESE KELUARGA UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN AKAN PERAN PENTING ORANG TUA BAGI PENDIDIKAN IMAN

ANAK DI LINGKUNGAN SANTO CAROLUS BORROMIUS MARGOMULYO PAROKI SANTO YOSEPH MEDARI YOGYAKARTA

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menempuh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Disusun oleh:

Teresia Kus Margaritawati

101124022

PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah “Katekese Keluarga Untuk Meningkatkan Kesadaran Akan Peran Penting Orang Tua Bagi Pendidikan Iman Anak Di Lingkungan Santo Carolus Borromius Margomulyo Paroki Santo Yoseph Medari Yogyakarta”. Penulis mengambil judul ini karena penulis melihat keprihatinan di lingkungan yaitu kurangnya kepedulian orang tua terhadap pendidikan iman anak-anaknya, sebagian besar orang tua lebih mengutamakan segi intelektual dan pendidikan formal di sekolah saja. Dengan kesibukan yang mengutamakan kewajiban mereka untuk menafkahi keluarga membuat mereka lupa akan tugas utamanya dalam mendidik anak mereka, sebagai pendidik yang bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak sebagai bekal dan pondasi untuk anak-anak dalam menjalani kehidupan ini, kesibukan orang tua mengakibatkan kurang memiliki waktu bersama anak-anak, selain itu orang tua menikah beda agama yang mengakibatkan terbengkalainya pendidikan iman anaknya. Menurut penulis katekese keluarga sangat cocok untuk membantu umat dalam meningkatkan kesadaran pendidikan iman anak dalam keluarga.

Katekese keluarga tampil untuk mengembalikan iman itu ketempat dari mana iman berasal, yakni keluarga itu sendiri. Katekese keluarga ingin menolong orang tua untuk sadar dan yakin akan tugasnya. Iman yang dalam dari orang tua memberi kemampuan pada mereka untuk menemukan kesempatan-kesempatan dimana iman dapat masuk dalam pembicaraan orang tua dengan anak-anaknya. Pendidikan iman dalam keluarga dapat subur jika ada kontak yang baik antar anggota keluarga. Katekese keluarga ini mengajak orang tua untuk melibatkan semua anggota keluarganya dalam pembinaan penghayatan iman sesuai dengan kemampuan anggota keluarga, sehingga orangtua sadar akan tanggung jawab mereka atas pendidikan iman anaknya dalam lingkup keluarga. Katekese keluarga dimaksudkan untuk menolong para orang tua agar orang tua merasa diri sebagai orang beriman, sanggup menciptakan iklim yang memungkinkan komunikasi iman dalam keluarga dan menjadi peka untuk mempergunakan kesempatan dimana komunikasi iman dapat terjadi, sehingga orang tua menyadari iman sebagai dimensi hidup berkeluarga.

Dari hasil penelitian dari penulis bahwa penelitian yang dibuat ini memiliki dampak terhadap katekese di lingkungan Carolus Boromius. Meskipun dampaknya belum maksimal, karena dari hasil penelitian terlihat bahwa peran orang tua untuk pendidikan iman anak dalam keluarga belum maksimal, dengan mengkaji penelitan yang kurang lebih 40 % sampai dengan 50%, disebabkan kesibukan orang tua, kurang fahamnya orang tua tentang pendidikan iman untuk anak.

(7)

vii ABSTRACT

The title of this undergraduate thesis is “Family catecheses to increase the awareness of the important role of parent for children catecheses in saint Charles Borromeus region Margomulyo Saint Joseph Parish Medari Yogyakarta”. The writer took this title because the writer saw the thoughtfulness in the surroundings that is the fewer parents’ awareness towards their children faith education. Most of them only focus on the intellectual and formal education. As the activity that gives priority on earning money, it makes them forget about their first responsibility in taking care of their children. As responsible educators for the children’s basic life, parents’ business makes them having less time togather with their children. Besides, the different religion between parents makes children’s faith education left behind. According to the writer, the family catecheses is very appropriate to help the faitful to improve the awareness of children’s faith in family.

Family catecheses is intended to bring back the faith into the place where it should be, that is family. Family catecheses wants to help parents to realize and to be aware of their responsibility. The deep faith from parents gives the ability to find the opportunities where faith can emphasize inside the conversation of parents and their children. Faith education can grow well if there is a good relation between family members. Family catecheses asks parents to join all the member of the family in founding family members in improving faith comprehension based on the family members’ ability. Therefore, parents will realize about the responsibility towards children’ faith education. Family catecheses is aimed to help parents realizing as faithful people, willing to create circumstance which able to create faith communication in family, and to become aware to use the chance where faith communication can occur, therefore parents realize that faith is a dimension of family life.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus atas berkat dan

cinta kasih-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi dengan judul “KATEKESE KELUARGA UNTUK

MENINGKATKAN KESADARAN AKAN PERAN PENTING ORANG TUA BAGI PENDIDIKAN IMAN ANAK DI LINGKUNGAN SANTO CAROLUS BORROMIUS MARGOMULYO PAROKI SANTO YOSEPH MEDARI YOGYAKARTA”. Skripsi ini diajukan untuk memberikan sumbangan pemikiran dan juga gagasan bagi keluarga di lingkungan Carolus

Borromius Margomulyo dalam meningkatkan Pendidikan Iman Anak.

Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis menerima banyak bantuan,

dukungan, perhatian dan doa yang meneguhkan dan menguatkan dari berbagai

pihak yang sungguh berguna bagi penulis. Oleh karena itu, penulis ingin

mengungkapkan rasa terimakasih penulis kepada:

1. Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J sebagai dosen wali dan dosen pembimbing

skripsi yang telah membimbing, mengarahkan, mengoreksi dan

meneguhkan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

2. P. Banyu Dewa HS. S.Ag, M.Si selaku dosen penguji kedua, yang telah

berkenan membimbing penelitian dan membaca skripsi ini.

3. FX. Dapiyana. SFK, M.Pd selaku dosen penguji ketiga yang juga telah

(9)

ix

4. Para dosen Program Studi Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah

mendampingi, membimbing, memberikan berbagai macam bentuk ilmu dan

pengalaman berharga serta cinta dan perhatian kepada penulis selama

menjalankan proses studi hingga selesai.

5. Para bapak dan ibu karyawan-karyawati yang telah memberikan dukungan

dan perhatian dengan caranya masing-masing.

6. Bapakku A.Seco Suparjo, ibuku Anastasia Ninik Kussawarti, kakakku Lia

& Yudi, Lusi & Dikna, Adikku Demas, Keponakanku Frano, Patu, & Pandu

yang selalu menjadi sumber semangat dan mendukung tiap langkahku.

7. Bapak/Ibu Guru SDN Tlacap, Pandowoharjo Sleman, yang selalu memberi

semangat dan inspirasiku.

8. Semua teman-teman seperjuanganku angkatan 2010 untuk segala cinta,

semangat, perhatian, pengalaman, kebersamaan dan persahabatan yang tak

akan pernah lekang oleh waktu.

9. Romo Antonius Dadang Hermawan, Pr dan Romo Yuventius Denny

Sulistyawan, Pr yang telah memberikan masukan dan dukungan untuk

penulisan skipsi ini.

10. Seluruh umat Lingkungan Carolus Borromius Margomulyo atas waktu,

perhatian, dan kerjasamanya, sehingga penulis dapat melaksanakan

(10)
(11)

xi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

BAB II. KATEKESE KELUARGA DAN PERANANNYA BAGI PENDIDIKAN DAN IMAN ANAK ... 7

6. Kekhasan Katekese Keluarga………... 17

(12)

xii

1. Pengertian Pendidikan Iman Anak ... 17

2. Tujuan Pendidikan Iman Anak ... 19

3. Pendidikan Iman Dalam Keluarga……….. 21

4. Faktor-faktor Perkembangan Iman Anak……… 24

a. Faktor Pendukung Perkembangan Iman Anak……… 24

b. Faktor Penghambat Perkembangan Iman Anak………. 29

5. Usaha-usaha Dalam Membantu Perkembangan Iman Anak……. 31

C. Peranan Katekese Keluarga Terhadap Pendidikan Iman Anak ... 34

D. Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Iman Anak ... 36

BAB III. PERANAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN IMAN ANAK DI LINGKUNGAN CAROLUS BOROMIUS MARGOMULYO . 42

A. Gereja Santo Thomas Seyegan ... 42

1. Sejarah Gereja Santo Thomas Seyegan... 42

2. Profil Gereja Santo Thomas Seyegan ... 46

3. Situasi Umum di Gereja Santo Thomas Seyegan ... 51

B. Gambaran Umum Lingkungan Santo Carolus Borromius ... 52

1. Letak dan batas-batas geografis Lingkungan Santo Carolus Borromius ... 52

2. Kegiatan Umat di Lingkungan Santo Carolus Borromius ... 53

3. Situasi Sosial kemasyarakatan Umat Lingkungan Santo Carolus Borromius ... 54

4. Situasi Ekonomi Umat Lingkungan Santo Carolus Borromius Margomulyo………. 55

C. Penelitian Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Iman Anak Di Lingkungan Santo Carolus Boromius Margomulyo………. 55

1. Latar Belakang Penelitian……….. . 55

2. Tujuan Penelitian……… 58

3. Jenis Penelitian……… 58

4. Instrumen Penelitian………... 58

5. Responden Penelitian……….. 59

6. Waktu, Tempat dan Pelaksanaan Penelitian……….. . 60

7. Variabel Penelitian……….. 60

(13)

xiii

1. Kuisioner tertutup……… 64

a. Identitas Responden………... 64

b. Pemahaman Katekese keluarga……….. 65

c. Pemahaman Perang Orang Tua dalam Pendidikan Iman

Anak……… 68

d. Pemahaman Orang Tua dan Anak tentang Pengertian

Katesese Keluarga……… 73

e. Pemahaman Orang Tua dan Anak tentang Tujuan

Katesese Keluarga……… 75

f. Pemahaman Orang Tua dan Anak Tentang KeKhasan

Katesese Keluarga……… 78

g. Pemahaman Orang Tua Dalam Pendidikan Iman Anak

Dengan Pengertian Pendidikan Iman Anak……… 80

h. Pemahaman Orang Tua Dalam Pendidikan Iman Anak

Dengan Tujuan Pendidikan Iman Anak………. 82

i. Pemahaman Peran Orang Tua Dengan Pengertian

Pendidikan Iman Anak Dalam Keluarga………. 84

j. Pemahaman Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Iman Anak Tentang Faktor Pendukung dan Penghambat Perkembangan Iman Anak……….…... 86

k. Pemahaman Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Iman Anak Untuk Usaha-Usaha Yang Membantu Perkembangan Iman

Anak………... 90

l. Pemahaman Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Iman

Anak……….. 92

2. Kuisioner Terbuka……… 95

a. Perang Orang Tua dalam Pendidikan Iman Anak…………. 95

b. Faktor-faktor Pendukung dan Faktor Penghambat

Pendidikan iman Anak……… 97

c. Harapan Umat Dalam Rangka Meningkatkan Peran

Mereka Sebagai Pendidikan Iman……….. 98

E. KESIMPULAN……….. 99

(14)

xiv

BAB IV. USAHA MENINGKATKAN KESADARAN AKAN PERAN PENTING ORANG TUA BAGI PENDIDIKAN IMAN ANAK DI LINGKUNGAN SANTO CAROLUS BORROMIUS

MARGOMULYO….…... 103

A. Katekese Keluarga Model Shared Christian Praxis Sebagai Salah Satu Bentuk Pendampingan Iman dalam Meningkatkan Peran Orang Tua Sebagai Pendidik Iman……… 104

1. Komponen Shared Christian Praxis………. 104

2. Langkah-langkah Katekese Model SCP………... 105

B. Usulan Program Katekese Keluarga Bagi Orang Tua Dalam Rangka Meningkatkan Kesadaran Akan Peran Penting Orang Tua Bagi Pendidikan Iman Anak Di Lingkungan Santo Carolus Borromius Margomulyo……… 109

1. Latar Belakang Program katekese Keluarga……….. 109

2. Alasan Penyusunan Program………. 111

3. Rumusan Tema dan Tujuan Program Katekese Keluarga…… 111

(15)

xv

DAFTAR SINGKATAN A.Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci

Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan

kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama

Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, h. 8.

B.Singkatan Dokumen Gereja

AA : Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili vatikan II tentang

Kerasulan Awam, 7 Desember 1965

CT : Catechesi Tradendae,Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II

kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang

katekese masa kini, 16 Oktober 1979

FC : Familiaris Consorti, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II

kepada para uskup, imam-imam dan umat beriman tentang peranan

keluarga Kristen dalam dunia modern, 22 November 1981

GE : Gravissimum Educationis,Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II

kepada para uskup, imam-imam dan umat beriman tentang pendidikan

Kristen, 28 Oktober 1965

GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang

Gereja di Dunia ini, 7 Desember 1965

KHK : Kitab Hukum Kanonik ( Codex luris Canonici), diundangkan oleh

(16)

xvi C. Singkatan Lain

art : Artikel

GBHN : Garis Besar Haluan Negara

h : Halaman

hh : Halaman-halaman

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

Kan : Kanon

No : Nomor

WIB : Waktu Indonesia Barat

SCP : Shared Christian Praxis

SDM : Sumber daya manusia

OMK : Orang muda katolik

PMA : Perumahan margomulyo asri

RT : Rukun tetangga

RW : Rukun warga

PNS : Pegawai negri sipil

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Paus Yohanes Paulus II dalam Nota Pastoral 2007 Gereja

berharap bahwa perkawinan dan hidup berkeluarga disiapkan dengan lebih baik.

(KAS 2007:17). Begitupula harapan pasangan calon pengantin yang akan

mengikat dalam pernikahan kudus, mereka diharapkan untuk mendaftarkan diri

kurang lebih tiga bulan sebelum hari pernikahan mereka, itu dimaksudkan agar

mereka dapat mengikuti rangkaian kegiatan yang sudah ada dalam Gereja Katolik

salah satunya adalah kanonik. Tujuan kanonik adalah untuk mempersiapkan calon

pengantin dalam proses membina rumah tangga dapat di persiapkan dengan baik,

terlebih dalam mendidik anak-anak yang akan dipercayakan Tuhan kepada

mereka.

Pada umumnya orang tua akan mendidik anak-anak mereka dengan

sebaik-baiknya juga memperhatikan pertumbuhan mereka baik itu pertumbuhan

secara fisik, pergaulan, tata krama, maupun pertumbuhan psikologis dan tidak

kalah pentingnya adalah pertumbuhan imannya. Di jaman yang sangat canggih

dan modern ini banyak dampak negatif yang bisa di timbulkan salah satunya bisa

menyebabkan iman anak-anak dalam kehidupan sehari-hari menjadi semakin

tidak jelas. Ada orang yang menyebut zaman sekarang ini sebagai zaman yang

“keras”, sehingga sudah selayaknya bila keluarga perlu menjadi pelindung bagi

anak-anak yang sedang tumbuh (Sugiarti, 1999:7). Orang tua merupakan keluarga

(18)

mungkin, sehingga ini sesuai dengan harapan Gereja dalam nota pastoral (KAS,

2007:23-24), di mana semua keluarga katolik berusaha sekuat tenaga untuk

menjadikan keluarga mereka sebuah Gereja kecil. Sebuah paguyuban umat

beriman seperti digambarkan dalam Kitab Kisah Para Rasul 2:41-47 dan 4: 32-37.

Dari kutipan Nota Pastoral (KAS, 2007:25) itu jelas bahwa Gereja

berharap banyak terhadap orang tua dalam kehidupan sehari-hari untuk mendidik

anak-anak. Dengan keterlibatan orang tua diharapkan anak-anak terbantu dalam

proses tumbuh dan berkembang terlebih dalam perkembangan iman mereka.

Apabila kehidupan anggota keluarga dijiwai dengan iman yang terutama ditandai

oleh sikap hormat dan kasih Kristus dan Gereja-Nya. Sehingga iman mereka

hendaknya diyakini, dipahami, diungkapkan, dirayakan, diwartakan dan

diamalkan secara terus menerus, baik di dalam maupun diluar rumah. Mendidik

anak-anak dalam kehidupan sehari-hari ini tidak hanya teori melainkan dengan

praktek tindakan. Dengan tindakan sehari-hari maka akan tercipta komunikasi

iman antara anak dan orang tua, dan dibimbing untuk semakin mengenal Allah,

dengan demikian peran orang tua sangat penting dalam memberikan teladan untuk

anak-anak mereka dikehidupan sehari-hari.

Keprihatinan yang sering muncul adalah kurangnya kepedulian orang tua

terhadap pendidikan iman anak-anaknya. Sebagian besar orang tua lebih

mengutamakan segi intelektual dan pendidikan formal di sekolah, mungkin

dikarenakan orang tua sibuk, sehingga pendidikan iman kurang diperhatikan. Hal

tersebut bisa mengakibatkan identitas dan iman kekatolikan anak-anak bisa tidak

(19)

Kristiani mulai mengalami ketidakjelasan iman mereka kepada Allah. Dengan

kesibukan yang mengutamakan kewajiban mereka untuk menafkahi keluarga

membuat mereka lupa akan tugas utamanya dalam mendidik anak mereka, orang

tua sebagai pendidik yang bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak sebagi

bekal dan pondasi untuk anak-anak dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.

Situasi yang seperti itu dialami oleh sebagian besar keluarga pada jaman

sekarang ini. Ini yang menyebabkan penulis merasa prihatin setelah melihat

situasi beberapa keluarga di lingkungan Santo Carolus Borromius Margomulyo

yang banyak memiliki masalah dalam mendidik iman anak dalam keluarga.

Sebagian besar karena mereka sibuk bekerja ataupun mengerjakan pekerjaan

rumah tangga sehingga sebagian orang tua kurang memiliki waktu bersama

anak-anak, selain itu juga masalah mendidik anak yang kedua orang tua mereka

menikah beda agama yang mengakibatkan terbengkalainya pendidikan iman bagi

anaknya. Pada umumnya orang tua hanya mengajarkan doa-doa pokok kepada

anak-anak mereka, sedangkan untuk masalah perkembangan iman, para orang tua

menyerahkan kepada sekolah dan guru Sekolah Minggu.

Dengan melihat keprihatinan tersebut, menurut penulis katekese keluarga

sangat cocok untuk membantu umat dalam meningkatkan kesadaran pendidikan

iman anak dalam keluarga. Dengan katekese keluarga diharapkan para orang tua

bisa menyadari tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik supaya kehidupan

anak-anaknya dapat seimbang baik dari segi rohani maupun jasmani. Dengan

demikian penulis bermaksud membantu umat di lingkungan Santo Carolus

(20)

keluarga agar para keluarga di lingkungan Santo Carolus Borromius semakin

sadar dan faham bagaimana pentingnya pendidikan iman anak di dalam keluarga.

Dengan latar belakang tersebut, maka penulis mengambil judul “Katekese

Keluarga untuk meningkatkan kesadaran akan peran penting orang tua bagi

Pendidikan Iman Anak di Lingkungan Santo Carolus Borromius Margomulyo

Paroki Santo Yoseph Medari Yogyakarta”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Apa itu katekese keluarga dan apa perannya untuk pendidikan iman anak ?

2. Sejauh mana orang tua di lingkungan Carolus Borromius Margomulyo

menyadari peran mereka dalam pendidikan iman anak mereka?

3. Bagaimana usaha orang tua untuk meningkatkan kesadaran orang tua dalam

mendidik iman anak mereka?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang akan dicapai dalam penulisan ini adalah :

1. Agar keluarga kistiani di lingkungan Santo Carolus Borromius Margomulyo

dapat memahami dan menghayati arti pentingnya katekese keluarga dalam

usaha meningkatkan kesadaran akan peran orang tua bagi pendidikan iman

anak.

2. Mengetahui sejauh mana para orang tua di lingkungan Santo Carolus

Borromius Margomulyo menjalankan peran mereka dalam mendidik iman

(21)

3. Memberi usulan program katekese dalam usaha meningkatkan kesadaran

akan peran penting orang tua bagi pendidikan iman anak di lingkungan Santo

Carolus Borromius Margomulyo.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat yang ada dalam penulisan ini adalah :

1. Untuk memahami pentingnya katekese keluarga dalam pendidikan iman anak.

2. Untuk Mengetahui sejauh mana para orang tua di lingkungan Santo Carolus

Borromius Margomulyo menjalankan peran mereka dalam mendidik iman

anak-anak mereka.

3. Untuk menemukan cara meningkatkan kesadaran akan peran penting orang

tua bagi pendidikan iman anak di lingkungan Santo Carolus Borromius

Margomulyo.

E. Metode Penulisan

Dalam tugas akhir ini, dan dalam penelitian penulis menggunakan metode

deskriptif analitis, penulis mencoba untuk menemukan masalah juga kondisi peran

orang tua dalam pendidikan iman anak di Lingkungan Santo Carolus Borromius

Margomulyo, untuk melengkapi data penulis menggunakan metode kualitatif.

Kemudian penulis mengusulkan pemikiran melalui katekese keluarga yang dapat

meningkatkan peran penting orang tua bagi pendidikan iman anak di Lingkungan

Santo Carolus Borromius Margomulyo.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas, penulis menyampaikan pokok –

(22)

Bab I : Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan

permasalahan, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika

penulisan.

Bab II : Bab ini akan menguraikan tentang pengertian katekese pada umumnya,

pengertian keluarga, pengertian katekese keluarga, faktor-faktor yang

mempengaruhi perkembangan dan yang menjadi penghambat

perkembangan iman anak serta usaha-usaha dalam membantu

perkembangan iman anak dan menguraikan peran katekese keluarga

terhadap pendidikan iman anak.

Bab III : Bab ini menggambarkan situasi orang di lingkungan Santo Carolus

Borromius Margomulyo stasi Santo Thomas Seyegan Paroki Santo

Yoseph Medari, bab III ini juga menguraikan tentang gambaran umum

stasi dan peran orang tua dalam pendidikan iman anak di lingkungan

Santo Carolus Borromius Margomulyo serta penelitian, pembahasan dan

kesimpulan mengenai peran orang tua dalam pendidikan iman anak di

lingkungan Santo Carolus Borromius Margomulyo.

Bab IV : Berisi tentang usulan program katekese untuk meningkatkan kesadaran

akan peran penting orang tua bagi pendidikan iman anak di lingkungan

Santo Carolus Borromius Margomulyo dengan memberikan program

katekese keluarga dan contoh persiapan katekese keluarga.

Bab V : Berisi kesimpulan dari seluruh rangkaian bab yang sudah diuraikan

(23)

BAB II

KATEKESE KELUARGA DAN PERANANNYA

BAGI PENDIDIKAN DAN IMAN ANAK

Dalam bab II ini, penulis akan membahas secara khusus tentang katekese

keluarga dan peranannya bagi pendidikan iman anak di mana pembahasannya

akan diungkapkan secara teoritis sesuai dengan bahan-bahan kepustakaan.

Tujuannya agar para orang tua diberi gambaran tentang katekese keluarga serta

perannya bagi pendidikan iman anak, sehingga para orang tua akan semakin sadar

akan pentingnya pendidikan iman keluarga. Dengan katekese keluarga orang tua

diajak untuk berpikir bahwa sebagai pendidik yang utama peranan orang tua

untuk mendidik anak agar anak itu memiliki bekal serta prinsip dalam

menghadapi kehidupan baik itu didalam masyarakat dan Gereja.

Bab II ini akan dibagi menjadi empat bagian yaitu katekese keluarga,

pendidikan iman anak, peranan katekese keluarga terhadap pendidikan iman anak

dan peran orang tua dalam pendidikan iman anak, dalam setiap bagian ini ada

beberapa topik untuk dibahas. Pada bagian pertama ada beberapa topik antara lain

pengertian katekese pada umumnya, pengertian keluarga itu sendiri, pengertian

katekese keluarga, tujuan katekese keluarga, sasaran katekese keluarga dan

kekhasan katekese keluarga. Bagian kedua tentang pendidikan iman anak berisi

beberapa topik antara lain pengertian pendidikan anak, tujuan pendidikan iman

anak, pendidikan iman dalam keluarga, faktor-faktor perkembangan iman anak

(24)

bagian ketiga ini penulis membahas tentang peranan katekese keluarga terhadap

pendidikan iman anak dan bagian terakhir pada bab II ini akan dibahas tentang

peranan orang tua dalam pendidikan iman anak.

A. Katekese Keluarga

Pada bagian ini penulis ingin membahas tentang pengertian katekese pada

umumnya, kemudian pengertian keluarga, pengertian katekese keluarga, tujuan

katekese keluarga, sasaran katekese keluarga dan yang terakhir kekhasan katekese

keluarga. Sebagai salah satu aspek katekese umat, katekese keluarga bisa dipakai

untuk nmenggambarkan bentuk katekese dewasa yang ditujukan kepada orang tua

untuk menolong mereka dalam pendidikan iman anak mereka.

1. Pengertian Katekese Pada Umumnya

Menurut Telaumbanua dalam Rukiyanto (2012:59) Kata “katekese”

berasal dari kata Yunani katekeo yang berarti membuat bergema. Istilah ini

kemudian dipergunakan oleh umat kristiani menjadi istilah khusus dalam bidang

pewartaan. Dalam Kitab Suci, katekese dimengerti sebagai pengajaran,

pendalaman, dan pendidikan iman agar orang semakin dewasa dalam iman (lihat

misalnya Luk. 1:3; Kis. 18:25; Kis. 21:21; Rom. 2:18; 1Kor. 14:19; dan Gal. 6:6).

Yohanes Paulus II dalam Anjuran Apostolik Catechesi Tradendae menegaskan

bahwa katekese adalah “pembinaan anak-anak, kaum muda, dan orang - orang

dewasa dalam iman, khususnya menyampaikan ajaran Kristen yang pada

umumnya diberikan secara organis dan sistematis dengan maksud mengantar para

(25)

Dengan demikian, katekese dapat diartikan sebagai usaha Gereja untuk

membantu umat agar semakin berkembang dalam iman serta dapat mewujudkan

iman itu dalam hidup sehari-hari. Pembinaan iman ini diberikan baik untuk

anak-anak, kaum muda, maupun orang dewasa. Usaha pembinaan iman dengan

menyampaikan ajaran Kristiani bagi umat ini merupakan tanggung jawab Gereja

yang penting.

Menurut Prasetya (2006:81), Katekese dapat diartikan sebagai : 1)

mewartakan Injil kepada orang lain yang belum mengenal Yesus, dengan tujuan

agar orang tersebut bertobat dan menyatakan pengakuan iman akan Yesus, serta

dilakukan dengan memperhatikan sistematisasi dan perorganisasian materi; 2)

komunikasi iman yang berlangsung dalam rangka persekutuan iman, artinya

bahwa kegiatan ini pertama-tama berbicara tentang iman Katolik, dilakukan di

antara orang-orang beriman Katolik, dan dalam usaha untuk mengembangkan

iman Katolik satu sama lain.

Menurut Heryatno (2010:1), Katekese menekankan pentingnya peran umat

dalam prosesnya karena katekese juga tanggung jawab setiap umat yang telah

masuk dalam persekutuan dengan Kristus melalui pembaptisan. Katekese dapat

menjadi sarana bagi umat untuk mengolah pengalaman menjadi kesaksian akan

kasih Kristus yang telah mereka rasakan sehingga dapat saling meneguhkan satu

sama lain, dalam kerangka komunikasi iman, yang menjadi titik tolak dalam

katekese ialah pengalaman hidup orang beriman yang sungguh menghayati

(26)

Katekese adalah usaha saling menolong terus menerus dari setiap orang

untuk mengartikan dan mendalami hidup pribadi maupun bersama menurut pola

Kristus menuju kepada hidup kristiani yang dewasa penuh (Carolin,1985:10).

Menurut Carolin rumusan katekese di atas tadi nampaknya sesuai untuk

diterapkan pada lingkup keluarga, di mana mereka saling merasa terikat dan

mempunyai tanggung jawab moril satu terhadap yang lain sehingga usaha saling

tolong menolong yang terus menerus kiranya dapat sungguh diusahakan dan

diwujudkan di kalangan mereka. Baik secara verbal atau non verbal, dengan

tindakan sikap yang lebih berbicara.

2. Pengertian Keluarga

Pendidikan anak dalam lingkungan keluarga merupakan awal dan sentral

bagi seluruh pertumbuhan dan perkembangan si anak menjadi individu yang

dewasa. Kiranya kita bisa menamakan keluarga adalah “Sekolah Cinta Kasih”,

cinta kasih orang tua yang sebenarnya adalah perpaduan antara cinta kasih

seorang ibu dan cinta kasih seorang ayah. Cinta ibu sifatnya menghangatkan atau

memberi kehangatan, menumbuhkan rasa diterima dan menanamkan rasa aman.

Sedang cinta kasih ayah sifatnya mengembangkan kepribadian, menanamkan

disiplin, memberikan arah dan dorongan serta bimbingan agar si anak kian berani

dalam menghadapi kehidupan. Keduanya menghidupkan, bukan sebaliknya

(Kartono, 1992:8).

Menurut Caroline, keluarga adalah kelompok yang hidup, jika kita

sungguh menukik dan mendalami hidup keluarga, maka kita akan menemukan

(27)

atau terlempar dalam suasana dan situasi yang baru, sebagai gambaran, kita dapat

melihat bagaimana pasangan baru yang mulai mengikat janji. Memahami

pengertian keluarga yang hidup dalam masyarakat, kiranya lebih membantu kita

untuk mengetahui dan mengerti harapan, kebutuhan, dan problematik yang ada

dalam keluarga. tetapi pada dasarnya semua keluarga mengalami keterpecahan

dalam memainkan perannya sebagai kepala keluarga dalam keluarga inti atau

keluarga kecil.

Menurut Dokter Billings, dalam Caroline (1985:3-5) bahwa peranan

keluarga dengan indah sekali pada konggres tentang keluarga di Madras-India

tahun 1983. Dikatakan “Keluarga adalah akar segenap pertumbuhan manusia.

Padanya tergantung nasib suatu bangsa, kemanusiaan dan Gereja”.

Keluarga adalah lingkungan hidup pertama dan utama bagi setiap anak.

Dalam keluarga ini anak mendapat rangsangan, hambatan atau pengaruh yang

pertama-tama dalam pertumbuhan dan perkembangannya, baik perkembangan

biologis maupun perkembangan jiwanya atau pribadinya, anak mulai mengenal

masyarakat sekitar. Karena dalam keluarga anak mempelajari norma dan aturan

permainan dalam hidup bermasyarakat (Kartono, 1992:27-28).

Keluhuran dan kesucian hidup berkeluarga sungguh menjadi keyakinan

dasar agar mereka dapat memahami hidup berkeluarga bukan sekedar menikah,

asal menikah, tetapi diyakini sebagai yang istimewa, indah, dan membahagiakan.

Keyakinan ini menjadi nyata ketika hidup berkeluarga dibangun dengan

(28)

dan penuh kebebasan, serta diyakini akan membuahkan kebahagiaan dalam

hidupnya, meski harus menghadapi pelbagai tantangan dan kesulitan (Prasetya,

2014:2).

Sedangkan menurut Pudjiono (2007:2) keluarga adalah unit dasar dari

masyarakat : menurut rencana Allah, keluarga terdiri dari satu pria, satu wanita,

dan anak-anak, keluarga juga tempat pertama dan utama untuk melatih dan

mendidik anak, juga tempat untuk melatih para calon pemimpin. Pudjiono juga

menegaskan bahwa keluarga Kristen merupakan sebuah Gereja kecil, karena

Gereja juga mengajarkan, bahwa Allah menyiapkan dan memberkati perkawinan

dan keluarga karena beliau mempunyai rencana dan tujuan tertentu. Menurut

Kitab Suci, perkawinan dan keluarga disiapkan dan diberkati oleh Allah sendiri.

Melalui perkawinan, seorang pria dan wanita diutus untuk beranak cucu dan

bersatu menjadi satu pasangan yang tak-terpisahkan (kej 1-2). Karena Keluarga

menjadi komunitas kehidupan dan kasih yang ditandai oleh sikap hormat dan

syukur terhadap anugrah kehidupan serta kasih timbal-balik dari semua

anggotanya (KAS, 2007:22). Cooke menambahkan bahwa keluarga merupakan

lingkungan pertama-tama iman dibentuk, dibesarkan, karena dalam keluarga itu

iman yang hidup dan aktif timbul menjadi kenyataan (1972:5).

Berdasarkan beberapa definisi di atas, bahwa keluarga adalah sebuah

hubungan yang terdiri dari suami dan istri serta anak-anak yang dikaruniakan atas

dasar cinta kasih hubugan suami dan istri. Keluarga juga merupakan suatu proses

awal kehidupan yang pertama bagi seorang laki-laki dan seorang perempuan

(29)

3. Pengertian katekese Keluarga

Dewasa ini semakin meluas dan berkembang pemikiran mengenai paham

Gereja Umat Allah di mana salah satu faktor pentingnya adalah melibatkan semua

anggotanya dalam membina penghayatan iman, menurut kemampuan dan

sumbangannya masing-masing. Katekese keluarga lahir dari krisis yang sedang

dialami katekese modern dan karya pastoral dewasa ini, bahwa karya itu tidak

sanggup membawa pengaruh atau menangapi kebutuhan masa yang luas dalam

masalah iman. Krisis timbul karena adanya transisi baik dalam Gereja maupun

dalam hidup masyarakat ( Egong, 1983: 17).

Katekese keluarga tampil untuk mengembalikan iman itu ketempat dari

mana iman berasal, yakni keluarga itu sendiri. Katekese keluarga ingin menolong

orang tua untuk sadar dan yakin akan tugasnya. Iman yang dalam dari orang tua

memberi kemampuan pada mereka untuk menemukan kesempatan-kesempatan di

mana iman dapat masuk dalam pembicaraan orang tua dengan anak-anaknya.

Pendidikan iman dalam keluarga dapat subur jika ada kontak yang baik antar

anggota keluarga.

Tak mungkin terjadi dialog pada taraf iman bila dialog pada taraf manusia

tidak dipupuk. Iman yang dihayati dalam hidup sehari-hari dapat diteguhkan,

diperdalam melalui komunikasi satu sama lain. Jadi katekese keluarga yang

dimaksud adalah katekese yang diselenggarakan di Paroki untuk para orang tua

dan yang sekaligus menjadi katekese dari orang tua kepada anak-anak mereka

(30)

segala sesuatu yang terjadi di rumah antara orang tua dengan anak-anak dalam

komunikasi iman (Egong, 1983:18-20).

4. Tujuan Katekese Keluarga

Sebagai salah satu aspek dari Katekese Umat, Katekese Keluarga

bertujuan: membangkitkan kesadaran dan pandangan lebih terang tentang tugas

orang tua dalam hidup dan iman dari ke hari baik dalam hubungan mereka satu

sama lain maupun dengan anak-anak mereka. Katekese Keluarga tampil untuk

mengembalikan iman itu ke tempat dari mana iman berasal yakni keluarga itu

sendiri. Oleh sebab itu katekese keluarga ingin menolong orang tua untuk sadar

dan yakin akan tugasnya yakni membina iman anak-anak mereka. Karena sudah

sejak bertahun-tahun tugas dan tanggung jawab pembinaan iman anak-anak

diambil alih oleh sekolah dan paroki. Akibatnya orang tua tidak berani memikul

tanggung jawab, sebab mereka ragu-ragu apakah mereka mampu. Mereka kurang

yakin bahwa membina iman anak-anak merupakan tugas mereka yang utama

(egong, 1983: 24).

Katekese keluarga juga mau menciptakan dialog antar orang tua dengan

memandang mereka sebagai partner percakapan yang sungguh-sungguh.

Penekanan ini diletakkan pada usaha bersama-sama untuk memperdalam dan

menghayati iman mereka sendiri serta memperoleh pandangan lebih jelas tentang

tugas dan tanggung jawab mereka selaku pendidik yang pertama dan utama bagi

anak-anak yang dipercayakan kepada mereka. Tidak hanya tentang tugas dan

tanggung jawab, tetapi juga tentang kesadaran beriman yang goyah dalam hidup

(31)

Dari pernyataan di atas kita diajak untuk menyadari, lebih-lebih keluarga

Kristiani bahwa peran mereka sebagai orang tua untuk mendidik anak-anaknya

sangatlah pokok dan wajib, demi perkembangan iman anak-anak apalagi untuk

situasi saat ini dimana pengaruh perkembangan jaman saat ini sangat pesat. Jika

kita sebagai orang tua tidak bersikap fleksibel, dalam arti kita bisa menempatkan

posisi kita di mana kita bisa menjadi teman anak, bisa menjadi guru

anak-anak, tetapi kita juga bisa bertindak sebagai pengawas, dengan komunikasi dan

menjadikan partner anak-anak akan semakin terbuka sehingga iman mereka

semakin terbentuk. Dengan Katekese Keluarga ini, diharapkan hubungan antar

keluarga semakin erat.

Menurut Dwi Wuryani (1994:72), tujuan dari katekese keluarga adalah

untuk meyakinkan orang tua bahwa mereka adalah pengajar hidup dalam keluarga

yaitu pengajar mengenai hidup dan iman di dalam keluarga mereka

masing-masing. Sebab itu Katekese Keluarga pada dasarnya mau menyadarkan dan

membantu para orangtua untuk tidak menitipkan dan melemparkan tanggung

jawab pada pihak lain sehubungan dengan pendidikan anak-anak mereka

(Caroline, 1985:8).

5. Sasaran Katekese Keluarga

Dari semua yang telah dijabarkan di atas agar tercapai tujuan katekese

keluarga, hendaknya ditentukan terlebih dahulu sasaran katekese keluarga

(32)

secara jelas bahwa sasaran dari Katekese Keluarga adalah keluarga itu sendiri

yang terdiri dari suami-istri, dan anak-anak.

Menurut Caroline (1985:10-11) meskipun sasaran dari Katekese Keluarga

adalah keluarga itu sendiri, tetapi melihat pengertian keluarga yang hidup di

Indonesia dan di sekitar kita, serta pengaruh yang menyentuh keluarga inti/kecil,

maka kita dapat menentukan sasaran dengan cara bertahap. 1). Kiranya kelompok

suami-istri, bapak-ibu, mereka bertanggung jawab langsung pada anak-anaknya,

kepada Tuhan, Negara dan masyarakat sekitarnya. 2). Anggota keluarganya

sendiri yang serumah, keluarga inti dan mereka yang seiman yang hidup dalam

satu atap. 3). Kiranya hanya terjadi sewaktu-waktu, sehubungan dengan tradisi

atau sesuatu peristiwa-peringatan yang mengumpulkan mereka, yakni kaum

kerabat-sanak saudara. Dengan demikian mereka mungkin bisa lebih saling

mempengaruhi dan membantu dalam iman dan penghayatan Kristiani mengenai

kehidupan dan pengalaman hidup mereka, juga membantu mereka untuk dapat

mengambil sikap dan keputusan yang sesuai dengan iman Kristiani dan

pandangan Katolik.

Salah satu sasaran Katekese Keluarga adalah keluarga itu sendiri, karena

pendidikan iman itu dimulai dari titik dasar yaitu keluarga yang secara spontan

prosesnya lewat hubungan kekeluargaan, sehingga orang tua bisa melaksanakan

katekese keluarga dengan adanya unsur kepercayaan dan keterbukaan di antara

mereka agar mereka semakin berani untuk saling terbuka dan bisa saling

(33)

6. Kekhasan Katekese Keluarga

Sebagai salah satu aspek dari Katekese Umat, Katekese Keluarga pastinya

memiliki Kekhasan dari pada katekese yang lain. Menurut Egong kekhasannya

antara lain :

a. Katekese Keluarga ini mengajak orang tua untuk melibatkan semua anggota

keluarganya dalam pembinaan penghayatan iman sesuai dengan kemampuan

anggota keluarga, sehingga orang tua sadar akan tanggung jawab mereka atas

pendidikan iman anaknya dalam lingkup keluarga.

b. Katekese Keluarga dimaksudkan untuk menolong para orang tua agar orang

tua merasa diri sebagai orang beriman, sanggup menciptakan iklim yang

memungkinkan komunikasi iman dalam keluarga dan menjadi peka untuk

mempergunakan kesempatan di mana komunikasi iman dapat terjadi,

sehingga orang tua menyadari iman sebagai dimensi hidup berkeluarga.

c. Katekese Keluarga juga mengajak orang tua untuk terbuka dalam

berkomunikasi terhadap anak-anak dan anggota keluarga yang lain sehingga

anggota keluarga bisa merasa terbantu dan berkembang dan pengetahuan

serta pemahaman iman kristianinya (Egong,1983:19-20).

B.Pendidikan Iman Anak

1. Pengertian Pendidikan Iman Anak

Tugas mendidik yang pada tempat pertama adalah wewenang keluarga,

membutuhkan bantuan seluruh masyarakat. Maka disamping hak orang tua dan

(34)

Begitupula pendidikan iman anak adalah tugas dari orang dewasa untuk mengajar

ataupun untuk membantu anak-anak dalam memperkembangkan kepribadian

anak.

Pendidikan anak-anak di segala bidang kehidupan terlebih pendidikan

iman, sebaiknya dilakukan sejak dini, hal ini sangat penting dan mendesak untuk

dipikirkan dan dilakukan orang tua. Pendidikan iman sejak dini ini sangat

menentukan keberadaan dan kehidupan anak-anak mereka di masa depan, baik

yang menyangkut kehidupan sosial, kehidupan beriman, maupun panggilan

hidupnya. Konsili Vatikan II telah menegaskan dalam Gravissimum Educationis

art 3: Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, terkait

kewajiban amat berat untuk mendidik mereka. Maka Orang tualah yang harus

diakui sebagai pendidik mereka yang pertama dan utama. Begitu pentinglah tugas

mendidik itu, sehingga bila diabaikan, sangat sukar pula dapat dilengkapi. Sebab

merupakan kewajiban orang tua: menciptakan lingkup keluarga, yang diliputi

semangat bakti kepada Allah dan kasih sayang terhadap sesama sedemikian rupa,

sehingga menunjang keutuhan pendidikan pribadi dan sosial anak-anak mereka.

Maka keluarga itulah lingkungan pendidikan pertama keutamaan-keutamaan

sosial, yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat. Adapun terutama dalam keluarga

Kristen, yang diperkaya dengan rahmat serta kewajiban Sakramen Perkawinan,

anak-anak sudah sejak dini harus diajar mengenal Allah serta berbakti kepadaNya

dan mengasihi sesama, seturut iman yang telah mereka terima dalam Baptis.

Prasetya menambahkan mendidik iman anak-anak sejak dini adalah hal

(35)

harus dilakukan sendiri oleh orang tuanya dan tidak dapat diambil alih oleh orang

atau pihak lain. Karena keberadaan orang tua tidak dapat tergantikan (2008:19).

Pendidikan iman anak dapat dilakukan oleh orang tua dalam kehidupan

sehari-hari baik itu dari kata-kata maupun tindakan. Dalam hal ini setiap perilaku orang

tua di rumah pastilah anak-anak akan selalu melihat dan menirukan, apapun

perilaku, tindakan, dan kata-kata orangtua adalah pendidikan bagi anak-anak. Jadi

jika perilaku,tindakan dan perkataan orang tua baik maka anak-anakpun akan baik

juga begitupun sebaliknya jika orang tua berperilaku tidak baik anak-anakpun

juga tidak baik. Dengan demikian peran orang tua diharapkan memberi teladan

dan contoh berperilaku, bersikap, bertindak, dan berkata-kata dengan baik dan

benar lebih khususnya dalam kehidupan rohani atau pendidikan iman

anak-anaknya.

2. Tujuan Pendidikan Iman Anak

Orang Kristiani yang telah dilahirkan kembali dari air dan Roh adalah

putra-putri Allah dan karena itu mereka berhak menerima pendidikan (iman)

kristiani. Pendidikan (iman) Kristiani bertujuan mematangkan pribadi manusia,

yaitu menjadi manusia sempurna sesuai dengan kepenuhan Kristus (bdk. Ef 4:13),

agar semua orang beriman menikmati pendidikan (iman) kristiani, terutama untuk

angkatan muda (anak-anak) yang merupakan harapan Gereja.

Tujuan Pendidikan dalam arti sesungguhnya ialah mencapai pembentukan

pribadi manusia dalam perspektif tujuan terakhirnya dan demi kesejahteraan

(36)

dan bila sudah dewasa ia akan mengambil bagian menunaikan tugas kewajiban di

dalamnya (GE, art14). Dari kutipan tersebut memiliki tujuan pendidikan

mengarah pada pembentukkan pribadi manusia yang akan mengarah pada

pembentukan pribadi yang secara nyata dalam upaya mencapai hidup kekal

bersama Allah di Surga.

Menurut Nugroho ( 2014:10), tujuan khusus dari pendidikan (iman)

Kristiani sebagai berikut: “Pendidikan Kristiani itu tidak hanya bertujuan

pendewasaan pribadi manusia, melainkan terutama hendak mencapai, supaya

mereka yang telah dibaptis langkah demi langkah semakin mendalami misteri

keselamatan, dan dari hari ke hari makin menyadari kurnia iman yang telah

mereka terima; supaya mereka belajar menyembah Allah Bapa dalam Roh dan

kebenaran lihat Yoh 4:23.

Dalam Familiaris Consortio art 37, menyapa para orangtua Kristiani

dengan berkata, “Bahkan di tengah kesulitan-kesulitan yang kadang lebih besar

dewasa ini, para orangtua harus dengan yakin dan berani mendidik anak-anak

tentang nilai-nilai esensial di dalam hidup manusa. Anak-anak harus tumbuh

dengan sikap yang benar tentang kebebasan (ketidak-terikatan) terhadap

barang-barang materi, dengan menerapkan gaya hidup yang sederhana dan bersahaja,

yakin bahwa manusia itu lebih berharga karena apa adanya dia daripada karena

apa yang dia miliki.

Dalam hal ini Goretti (1999:82) mengemukakan beberapa tujuan

(37)

a. Menyiapkan situasi lingkungan yang baik bagi anak-anak yang sedang

berkembang

b. Meningkatkan serta memperdalam pengetahuan agama yang diarahkan ke

penghayatan iman yang nyata sesuai dengan perkembangannya di usia tertentu

(5-13 tahun).

c. Mempersiapkan anak untuk menerima komuni pertama

d. Meningkatkan serta memperdalam penghayatan anak terhadap liturgi Gereja

e. Meningkatkan sifat satria, harga-menghargai pribadi orang lain.

f. Memupuk harga diri yang sehat dan wajar. Kritis dalam menanggapi sesuatu

serta menilai tinggi hak hidup setiap makhluk.

3. Pendidikan Iman Dalam Keluarga

Jauh sebelum kelahiran bayi mereka, orangtua biasanya telah

mempersiapkan berbagai keperluan bayi dengan seksama: nama, pakaian, tempat

tidur, ember mandi, handuk dan lain sebagainya. Sayang sekali beberapa orang

tua seringkali justru melupakan persiapan rohani, yang sebenarnya jauh lebih

penting daripada persiapan jasmani itu. Menurut Pudjiono semasa masih berada

dalam kandungan, anak sudah dapat dipersiapkan secara rohani. Misalnya ibu

sudah bisa mengajak janin di dalam kandungannya untuk berdialog kepada janin,

bisa diberitahukan kegiatan yang sedang dilakukan ibunya : memasak, bekerja di

kantor, pergi bersama ayahnya, pergi ke Gereja dan sebagainya (2007:4).

Beberapa orang tua tidak memberikan pendidikan iman kepada anak-anak

mereka sejak awal, bukan karena tidak mau, melainkan karena kurang tahu

(38)

ketrampilan dan pengetahuan mereka sendiri tentang iman juga kurang memadai.

Beberapa orang tua mengira bahwa pendidikan iman anak-anak mereka dapat

mereka percayakan sepenuhnya kepada para guru di sekolah katolik atau kepada

para Pembina Sekolah Minggu di paroki. Mereka kurang sadar, bahwa pendidikan

di luar rumah hanyalah pelengkap, bukan pengganti dari pendidikan di rumah.

Dalam Kitab Suci disebutkan bahwa iman itu bisa timbul dari

pendengaran dan pendengaran itu muncul dari pewartaan sabda dan karya Kristus

(Rm 10:17). Maka salah satu tugas orang tua adalah: Mewartakan Kristus kepada

anak-anak mereka, di rumah. Dalam Nota Pastoral KAS Sebuah keluarga Katolik

juga hanya layak disebut Gereja kecil bila hidup semua anggotanya dijiwai

dengan iman, yang terutama ditandai oleh sikap hormat dan kasih kepada Kristus

dan Gereja-Nya. Iman mereka hendaknya diyakini, dipahami, diungkapkan,

dirayakan, diwartakan dan diamalkan secara terus menerus, baik di dalam maupun

di luar rumah (2007:25).

Keluarga merupakan tempat untuk berbagi suka dan duka setiap

anggotanya, karena itu keluarga bukanlah semata-mata merupakan lingkungan

tempat anak-anak bertumbuh secara fisik. Keluarga juga merupakan lingkungan

tempat mereka bertumbuh secara psikis, moral, sosial, dan spiritual. Baik dalam

konsep maupun dalam praktik, hal itu menjadi nyata bila keluarga menjadi tempat

pendidikan yang pertama dan utama (KAS, 2007:29). Karena itu sebelum

mendapat dan menjalani pendidikkan di luar rumah, hampir setiap anak mendapat

dan menjalani pendidikan di rumah orang tuanya sendiri. Hak dan kewajiban

(39)

konsekuensi dari hak dan kewajiban mereka untuk melahirkan dan mengasuh

anak-anak mereka. Hak dan kewajiban itu tidak boleh diingkari oleh siapapun

juga (GE art 3 dan FC art 36).

Sedangkan Nugroho (2014:10-11), berpendapat bahwa ada tujuh peranan

orangtua dalam kerangka pendidikan anak-anaknya, khususnya dalam hal

pendidikan nilai-nilai termasuk di dalamnya pendidikan iman, antara lain:

a) Orang tua berperan sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anak

mereka. “Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak,

maka orang tua terikat kewajiban teramat serius untuk mendidik anak-anak

mereka. Maka orangtua yang harus diakui sebagai pendidik yang pertama dan

utama bagi anak-anak mereka” (Katekismus Gereja Katolik, art 1653;bdk. GE,

art 3; FC, art. 36). Orang tua wajib terlibat aktif dalam proses pendidikan

anak-anaknya melalui keteladanannya terutama dalam hal penghayatan iman

mereka. Tugas utama ini tak tergantikan sebab keluarga merupakan “akar”, bila

akar kokoh maka goncangan apapun tidak akan membuat anak tidak bisa

berdiri tegak.

b) Orang tua berperan sentral dalam usaha menciptakan suasana penuh kasih

Kristiani di rumah. Kasih adalah jiwa bagi tumbuhnya semua prinsip

kehidupan seperti nilai-nilai kehidupan, kebaikan, pelayanan yang tidak pilih

kasih kesetiaan dan pengorbanan (lihat GE, art 3; FC, art 36.).

c) Orang tua berperan menularkan kebijaksanaan Kristiani melalui

(40)

maaf bila melakukan kesalahan, saling menghormati, saling berbagi, saling

menolong, saling menghibur, saling meneguhkan satu sama lain.

d) Orang tua berperan penting dalam usaha menularkan nilai-nilai kemanusiaan

yang esensial. Lima nilai esensial yang ditekankan Beato Yohanes Paulus II

dalam Familiaris Consortio, yakni keadilan yang menghormati martabat dan

harkat setiap manusia, terutama mereka yang terpinggirkan; hukum kasih:

memberikan diri bagi orang lain dan suka cita; pendidikan seksualitas yang

menyangkut keseluruhan pribadi manusia, baik tubuh, perasaan maupun jiwa;

pendidikan tentang kemurnian dan pendidikan moral yang menjamin

munculnya tanggung jawab.

e) Orang tua berperan penting dalam setiap kesempatan melalui keteladanan

mereka dalam menghayati imannya.

f) Orang tua berperan sentral dalam menciptakan suasana doa, lewat doa-doa

bersama sekeluarga. Bunda Teresa dari Calcutta berpesan, “Keluarga yang

berdoa bersama, tetap bersatu bersama, kemudian dilanjutkan dengan

permenungan Kitab Suci, yang berisi pesan-pesan Allah”.

g) Orang tua berperan penting dalam mengarahkan anak-anak mereka, sesuai

dengan perkembangan usia, terutama keterlibatannya dalam kehidupan Gereja.

4. Faktor Pendukung dan Penghambat Perkembangan Iman Anak a. Faktor Pendukung Perkembangan Iman Anak

Ada faktor pendukung perkembangan iman anak, antara lain:

(41)

Lingkungan keluarga sendiri, misalnya bisa datang dari suasana umum di

dalam rumah, dalam keluarga yang diwarnai hubungan yang harmonis, situasi

penuh rasa cinta, sikap mendukung dan juga terciptanya komunikasi yang baik

antar keluarga dapat mendukung kondisi dasar suasana emosi yang positif dalam

interaksi antara anak dan orangtua. Menurut Ekowati (2003:24), untuk mencapai

perkembangan yang optimal, seseorang membutuhkan pemenuhan kebutuhan

fisik, psikologis, dan sosial. Kebutuhan psikologis yang utama adalah pemenuhan

afeksi, kognisi dan moral untuk mengembangkan kemampuan dan ketrampilan

intelektual, emosional, dan sosial.

Menurut Pudjiono (2007:6-7), dalam memberikan pendidikan iman kepada

anak-anak di rumah, orangtua sebaiknya mengusahakan hal-hal berikut ini:

a. Berdoa, agar diberi karunia hikmat oleh Tuhan, sehingga mampu memberikan

pendidikan iman kepada anak-anak.

b. Meningkatkan iman sendiri, dengan membaca Kitab Suci, buku-buku rohani,

dan buku-buku tentang pendidikan anak.

c. Lebih banyak memberikan teladan dan membagikan pengalaman iman yang

konkret daripada bersikap menggurui dengan banyak omong yang tidak efektif.

d. Berlaku sebagai sahabat, sehingga anak-anak mau dan mampu terbuka kepada

orangtua sendiri.

e. Mendidik anak-anak dengan banyak menyampaikan ajaran dan teladan Tuhan

Yesus Kristus (Ef 6:4).

f. Bersunguh-sungguh dalam mendidik iman anak, tidak setengah-setengah, tidak

(42)

g. Tidak pernah merasa bosan, bersedia mengulang-ulang dalam memberikan

nasihat bijaksana (Ul 6:7-8).

Keluarga menjadi tempat pembenihan dan pengembangan panggilan

hidup, sebagai tempat pendidikan yang pertama dan utama, keluarga juga diharap

menjadi tempat pembenihan dan pengembangan panggilan hidup. Dalam kaitan

dengan hal itu, keluarga diharap menjadi tempat berkembangnya kepribadian

semua anak, sehingga kelak mereka menjadi orang-orang dewasa yang

benar-benar manusiawi dan sekaligus benar-benar-benar-benar katolik. Di sana, setiap anak dibantu

dalam mencari dan menemukan panggilan Allah atas dirinya, entah untuk menjadi

imam, untuk hidup membiara, atau untuk berkeluarga. Karena seorang anak akan

berkembang menjadi seorang dewasa yang benar-benar manusiawi bila di dalam

dirinya berkembanglah keutamaan-keutamaan manusiawi, baik yang bersifat

personal (seperti kesehatan, kerapian, dan ketekunan) maupun yang bersifat sosial

(seperti kesopanan, keramah-tamahan, keterbukaan, kejujuran, dan keadilan).

Seorang anak akan berkembang menjadi seorang dewasa yang benar-benar katolik

bila di dalam dirinya berkembanglah keutamaan-keutamaan kristiani pada

umumnya (seperti iman-kasih-harapan kepada Allah Tritunggal, penghormatan

dan penghargaan pada Kitab Suci) maupun keutamaan-keutamaan katolik pada

khususnya seperti devosi kepada Bunda Maria, pemahaman dan penghargaan

terhadap tradisi Gereja, penghormatan dan keterbukaan terhadap hirarki (KAS,

2007:30-32).

Dengan demikian keutaman-keutamaan Kristiani dalam keluarga

(43)

mereka mampu menanggapi dan mengahayati panggilan Allah, baik sebagai imam

atau biarawan/biarawati maupun sebagai suami/istri atau ayah/ibu.

2). Sekolah

Meskipun sudah banyak yang mengatakan bahwa pendidikan iman anak

akan berkembang dengan baik merupakan salah satu tugas dan kewajiban orang

tua, tetapi dalam rangka menjalankan tugas ini orang tua menghendaki dan

menginginkan agar di sekolah diberikan pelajaran agama bagi anak-anaknya demi

perkembangan iman yang baik bagi anak-anak mereka. Kecuali itu juga dalam

warta Kristiani dan pengalaman iman termasuk nilai kemanusiaan dan

nilai-nilai pendidikan yang baik. Kenyataan itulah yang menjadi penunjang dan

pendorong untuk diadakan pelajaran agama disekolah. Di negara kita khusus

tentang pelajaran agama dapat dilihat antara lain dalam GBHN tentang pendidikan

(Setyakarjana,1997:5).

Lingkungan sekolah adalah tempat anak-anak belajar, bertumbuh dan

berkembang menuju kedewasaan, serta suasana belajar yang menyertai

pertumbuhan dan perkembangan itu (Pakasi, 1981:24). Di lingkungan sekolah ini

perkembangan iman anak akan semakin terpupuk dan terbina karena sekolah

mengajajarkan berbagai ilmu yang semakin menyokong perkembangan iman

anak, baik perkembangan jasmani dengan mengajak anak-anak untuk banyak

bergerak mengakibatkan tubuh anak menjadi terlatih tubuhnya. Dari tidak tangkas

ia menjadi tangkas, begitupula perkembangan emosi, karena bermain di sekolah,

(44)

dengan pengalaman bermain menyebabkan emosinya bertumbuh, misalnya ia

belajar mengalami kepuasan atas diri sendiri, ia belajar menguasai emosi. Juga

perkembangan sosial di mana anak tidak hanya mengetahui haknya tapi juga hak

orang lain, mengingat akan kepentingan orang lain, dan memberikan giliran

kepada orang lain, tidak memonopoli alat bermain, membantu teman, menjaga

keamanan dengan mematuhi peraturan-peraturan keamanan. Dengan didukung

perkembangan tersebut maka anak semakin berkembang dalam iman.

3). Teman sebaya

Faktor pendukung perkembangan iman anak yang ketiga ini sangatlah

penting karena teman sebaya adalah orang yang paling dekat dengan anak-anak

setelah keluarga. Menurut Wanai, teman merupakan orang yang mempunyai hobi,

minat yang sama, sedangkan kawan adalah orang yang ada di lingkungan yang

membantu anak agar terpuaskan kebutuhannya untuk bermain (2003:85-86).

Dalam kelompok sebaya, anak akan menemukan teman dari beragam latar

belakang status sosial ekonomi, agama, kebiasaan, cara menyelesaikan masalah,

dan banyak lagi, anak akan menghadapi tanpa bantuan orang tua, kalaupun ada

bantuan orang tua, tentu akan minimal sekali.

Menurut Adiyanti (2003: 94), banyak hal yang dapat dilakukan dalam

kelompok sebaya: berlatih untuk memehami dan mengerti orang lain, berlatih

untuk melakukan negoisasi, mengikuti aturan yang dibuat bersama, saling

memahami dan mengerti perasaan serta pikiran teman, memperkaya ketrampilan

(45)

pengikut, bersama membuat aturan, dan banyak lagi. Anak juga akan berlatih

menyelesaikan masalahnya tanpa campur tangan orang tua.

4). Kemajuan teknologi.

Khususnya media ini merupakan faktor perkembangan iman anak yang

sebenarnya memiliki segi positif maupun negatif. Akan tetapi seturut

perkembangan jaman, kemajuan teknologi khususnya media ini mepengaruhi pola

berpikir orangtua untuk memanjakan anak-anakanya dengan media elektronik

maupun media cetak. Menurut Endang Ekowarni dkk, kehadiran televisi maupun

media massa lain dalam kehidupan anak merupakan bagian dari sistem sosial,

dimana anak tumbuh dan berkembang didalamnya (2003:25). Dengan kemajuan

teknologi yang sangat pesat ini anak-anak akan lebih cepat mengakses ilmu,

hiburan dan segala macam hal yang ingin diketahui anak-anak untuk saat ini

sangat dipermudah sehingga perkembangan anak semakin cepat. Meskipun

demikian ada hal-hal yang negatif seiring kemajuan teknologi saat ini, tetapi hal

ini dapat dicegah dengan peran orang tua yang selalu mendampingi anak-anak

mereka untuk memilihnya secara selektif. Begitu pula dengan iman anak-anak

akan semakin berkembang karena menemukan Allah mereka melalui

tayangan-tayangan baik melalui media elektronik maupun media cetak sehingga dapat

menambah pengetahuan mereka tentang Tradisi Gereja maupun ajaran-ajaran

Gereja.

(46)

Anak-anak jaman sekarang mengalami hidup secara berbeda dibanding

anak-anak duapuluh tahun yang lalu: cara merasakan, cara berfikir, cara

menanggapi keadaan, cara bertindak, dan lain sebagainya. Makin banyak

anak-anak yang terbiasa dengan alat-alat elektronika, alat permainan dan lain

sebagainya itu semua bisa mempengaruhi perkembangan iman anak

(Sugiarti,1999:9).

Pertumbuhan dan perkembangan anak-anak dipengaruhi oleh beberapa

faktor yaitu:

1) Pengaruh-pengaruh yang berasal dari luar rumah, misalnya dari media

komunikasi, terutama televisi. Orang tua dewasa ini diharapkan menyadari

derasnya arus dan besarnya pengaruh berbagai informasi, lewat media masa,

pada kepribadian anak-anak mereka. Berbagai tayangan tentang

perselingkuhan, perceraian, pergaulan bebas, kekerasan, perampokan,

pembunuhan, dan hal-hal negatif lainnya, pasti punya pengaruh pada

perkembangan iman anak. Apalagi anak-anak sudah mengenal dengan

narkotika dan zat-zat adiktif yang lain dan sudah terbukti merusak kehidupan

begitu banyak anak. Pengaruh negatif dari zat-zat itu benar-benar dapat

merusak karakter anak-anak dalam seluruh hidup mereka.

2) Pengaruh yang berasal dari lingkungan keluarga sendiri, misalnya bisa datang

dari suasana umum didalam rumah. Dalam keluarga yang diwarnai hubungan

yang tidak harmonis antar para anggota keluarga, tidak bisa diharapkan

adanya dukungan bagi pertumbuhan dan perkembangan iman anak secara

(47)

mungkin iman anak akan berkembang dalam keluarga tidak pernah

diwartakan Kristus. Bagaimana anak-anak dapat menghormati Allah dan

mengasihi sesama, bila orang tua mereka tidak pernah menghormati Allah dan

mengasihi sesama (2007:6). Dari pernyataan tersebut bisa dilihat bahwa salah

satu faktor terhambatnya iman anak-anak itu juga kesalahan dari orang tua

yang sejak dini tidak pernah mengenalkan anak-anak terhadap iman mereka

yaitu Kristus sendiri. Terkadang orang tua mempercayakan pertumbuhan dan

perkembangan iman anak-anaknya kepada orang ketiga bisa sekolah, maupun

di gereja. Oleh karena itu kestabilan rohani orangtua begitu penting bagi

perkembangan rohani anak (Allen, 1982;27).

5. Usaha-usaha dalam Membantu Perkembangan Iman Anak

Sebagai tempat pendidikan yang pertama dan utama, keluarga juga diharap

menjadi tepat pembenihan dan pengembangan panggilan hidup. Dalam kaitan

dengan hal itu, keluarga diharap menjadi tempat berkembangnya kepribadian

semua anak, sehingga kelak mereka menjadi orang-orang dewasa yang

benar-benar manusiawi dan sekaligus benar-benar-benar-benar Katolik. Di sana, setiap anak dibantu

dalam mencari dan menemukan panggilan Allah atas dirinya, entah untuk menjadi

imam, untuk hidup membiara, atau untuk berkeluarga. Dalam Nota Pastoral

mengatakan bahwa seorang anak akan berkembang menjadi seorang dewasa yang

benar-benar manusiawi bila di dalam dirinya berkembanglah

keutamaan-keutamaan manusiawi, baik yang bersifat personal (seperti kesehatan, kerapian,

dan ketekunan) maupun yang bersifat sosial (seperti kesopanan,

(48)

Seorang anak akan berkembang menjadi seorang dewasa yang benar-benar

Katolik bila di dalam dirinya berkembanglah keutamaan-keutamaan Kristiani

pada umumnya (seperti iman-kasih-harapan kepada Allah Tritunggal,

penghormatan dan penghargaan pada Kitab Suci) maupun keutamaan-keutamaan

katolik pada khususnya (seperti devosi kepada Bunda Maria, pemahaman dan

penghargaan terhadap tradisi Gereja, penghormatan dan keterbukaan terhadap

hirarki). Karena keutamaan-keutamaan kristiani merupakan bekal yang sangat

penting bagi setiap orang, agar ia mampu menanggapi dan menghayati panggilan

Allah, baik sebagai iman atau biarawan/biarawati maupun sebagai suami/istri atau

ayah/ibu (KAS, 2007:31-32).

Menurut Pudjiono (2007:7-9), ada beberapa nasehat praktis, yang juga

pantas diperhatikan dalam mendidik anak di bidang iman:

1) Mengajar anak-anak mengenal kekudusan Tuhan: “Permulaan hikmat adalah

takut akan Tuhan” (Mzm 111:10; Ay 28:28; Ams 1:7; 9:10; 15:33). Karena

Tuhan kudus, Tuhan membenci dosa. Maka kalau kita berbuat dosa, Tuhan

“murka” dan dapat menjatuhkan hukuman (Kel 20:5).

2) Menegur dan menyadarkan anak-anak, bila mereka berdosa : Lakukan hal itu

pada anak-anda sejak mereka masih berusia dini; jelaskan kepada mereka

bahwa perilaku yang menyimpang dari ajaran Tuhan bukan hanya

mengecewakan orang tua, melainkan juga mengecewakan hati Allah yang

kudus. Bantulah anak-anak dalam mengembangkan hati nurani mereka,

sehingga mereka akhirnya mampu menilai perilaku mereka sendiri, terutama

(49)

kebenaran ini dengan kasih dan lemah lembut, bukan dengan gertakan.

menunjukkan kepada anak-anak pada dosa-dosa mereka bukanlah berarti

mencari-cari kesalahan mereka, melainkan melatih hati nurani mereka dan

menyadarkan mereka bahwa: dosa adalah pelanggaran hukum Allah (1Yoh

3:4; 5:17).

3) Mengajar anak-anak agar mereka mengenal Kristus dan memahami

sabda-sabda serta karya-karyaNya. Dosa bukannya tidak bisa dikalahkan.

Tunjukkanlah kepada anak-anak bahwa satu-satunya jalan penebusan bagi dosa

adalah Yesus Kristus. Dia adalah pusat dari berita Injil. Jadikanlah pengajaran

tentang Yesus Kristus sebagai fokus yang utama dari semua pelajaran rohani

bagi anak-anak. Ajarkanlah kepada mereka bahwa Yesus Kristus adalah: Allah

yang kekal (Yoh 1:1-3,14), Tuhan telah menjadi manusia untuk kita (Fil 2:6-7),

Telah wafat di kayu salib untuk menyediakan jalan bagi keselamatan orang

berdosa (1Ptr 2:24; Kol 1;20).

4) Menceritakan kepada anak-anak, bahwa Tuhan tidak menuntut apapun dari

orang berdosa. Tuhan hanya mengajak orang berdosa untuk bertobat.

Pertobatan itu haruslah merupakan suatu keputusan hati untuk bersatu kembali

dengan Tuhan, bukan hanya kemauan untuk menutup lembaran lama dan

membuka lembaaran baru. Bertobat berarti berbalik dari dosa lalu

memalingkan wajah kepada Tuhan, dengan meninggalkan sama sekali

perbuatan dosa. Dalam Kisah Para Rasul (17:30) tertulis bahwa Tuhan

memanggil orang berdosa untuk bertobat. Hanyalah orang yang bertobat dan

(50)

kasih karunia Tuhan, bukan hasil usaha kita (Ef 2:8-9). Maka kita tidak layak

memegahkan diri, seolah-olah keselamatan itu kita peroleh dengan usaha kita

sendiri. Untuk menerima keselamatan dari Kristus itu, kita harus : bertobat

(Yeh 18:32; Kis 3:19;17:30; 26:20). Mengikuti Yesus (Luk 9:23; 9:62; Yoh

12:26; 15:14).

Selain itu usaha-usaha dalam membantu perkembangan Iman Anak

dengan memberi teladan hidup, orang tua harus memberi contoh dan tindakan

yang baik didepan anaknya, juga memberikan kasih sayang karena

anak-anak sangat memerlukan itu sehingga simpati dan empati dari orang tua akan

sangat diperlukan anak-anak.

C.Peranan Katekese Keluarga terhadap Pendidikan Iman Anak

Dalam Gereja Katolik ada berbagai bentuk pendampingan katekese bagi

umat kristiani, salah satunya adalah katekese keluarga. Katekese keluarga adalah

salah satu sarana bagi orang tua dalam mewujudkan tanggung jawabnya sebagai

pengajar iman yang pertama dan utama kepada anak-anaknya. Sedangkan dilihat

dari kekhasannya, katekese keluarga bukan menggantikan katekese yang lainnya.

Justru katekese keluarga ingin memperlihatkan bahwa komunikasi iman dalam

keluarga merupakan dasar bagi katekese yang lain (Egong, 1983:27). Menurut

Niken Pratiwi (2014:34) mengatakan bahwa melalui katekese keluarga orang tua

disadarkan mengenai pentingnya menanamkan nilai-nilai iman kepada anak

sebagai antisipasi akan krisis yang dapat membahayakan iman anak-anak mereka.

Oleh karena itu katekese keluarga membantu orangtua untuk peka terhadap

Gambar

Table 1: Identitas Responden
Tabel 2 Pemahaman Orang Tua dan Anak tentang Pengertian Katekese
Tabel 3 Pemahaman Orang Tua dan Anak tentang Pengertian Keluarga
Tabel 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis tersebut, didapatkan lahan budidaya tambak di Kabupaten Indramayuseluas 22.006ha.Lahan yang sangat sesuai 199 ha tersebar di Kecamatan Losarang

Pada perancangan ini akan dibangun sebuah sistem yang dapat mengamankan data video dari kamera webcam secara real-time dengan cara enkripsi data videonya, serta memberi hak

Pada tanaman sakit dengan mudah dapat dijumpai tanda penyakit berupa lapisan miselium yang menyelimuti bagian batang, cabang, daun maupun buah lada.. Tempat

Segala puji dan syukur senantiasa saya haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga saya dapat menyelesaikan dan menyusun penulisan

Ditemukan 5 elemen faktor kunci keberhasilan pada faktor yang mempengaruhi pasokan jelantah rumah makan yaitu sistem pengumpulan jelantah, jumlah pengumpul jelantah,

Prakiraan penjalaran asap pada level ketinggian 50 meter sampai dengan tanggal 19 Agustus 2009 pukul 07.00 WIB, di wilayah Sumut arahnya menuju Utara sampai ke Selat Malaka,

Dari hasil uji hipotesis yang dilakukan diperoleh nilai F = 40,293 dengan taraf signifikansi 0,000, karna taraf signifikansi ini lebih kecil dari 0,05, maka H 0

Galur-galur yang memiliki perbedaan pada semua karakter kuantitatif yang diamati, meliputi karakter tinggi tanaman, tinggi dikotomus, diameter batang, lebar tajuk,