KATEKESE KELUARGA UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN AKAN PERAN PENTING ORANG TUA BAGI PENDIDIKAN IMAN
ANAK DI LINGKUNGAN SANTO CAROLUS BORROMIUS MARGOMULYO PAROKI SANTO YOSEPH MEDARI YOGYAKARTA
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Menempuh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Disusun oleh:
Teresia Kus Margaritawati
101124022
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
vi ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah “Katekese Keluarga Untuk Meningkatkan Kesadaran Akan Peran Penting Orang Tua Bagi Pendidikan Iman Anak Di Lingkungan Santo Carolus Borromius Margomulyo Paroki Santo Yoseph Medari Yogyakarta”. Penulis mengambil judul ini karena penulis melihat keprihatinan di lingkungan yaitu kurangnya kepedulian orang tua terhadap pendidikan iman anak-anaknya, sebagian besar orang tua lebih mengutamakan segi intelektual dan pendidikan formal di sekolah saja. Dengan kesibukan yang mengutamakan kewajiban mereka untuk menafkahi keluarga membuat mereka lupa akan tugas utamanya dalam mendidik anak mereka, sebagai pendidik yang bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak sebagai bekal dan pondasi untuk anak-anak dalam menjalani kehidupan ini, kesibukan orang tua mengakibatkan kurang memiliki waktu bersama anak-anak, selain itu orang tua menikah beda agama yang mengakibatkan terbengkalainya pendidikan iman anaknya. Menurut penulis katekese keluarga sangat cocok untuk membantu umat dalam meningkatkan kesadaran pendidikan iman anak dalam keluarga.
Katekese keluarga tampil untuk mengembalikan iman itu ketempat dari mana iman berasal, yakni keluarga itu sendiri. Katekese keluarga ingin menolong orang tua untuk sadar dan yakin akan tugasnya. Iman yang dalam dari orang tua memberi kemampuan pada mereka untuk menemukan kesempatan-kesempatan dimana iman dapat masuk dalam pembicaraan orang tua dengan anak-anaknya. Pendidikan iman dalam keluarga dapat subur jika ada kontak yang baik antar anggota keluarga. Katekese keluarga ini mengajak orang tua untuk melibatkan semua anggota keluarganya dalam pembinaan penghayatan iman sesuai dengan kemampuan anggota keluarga, sehingga orangtua sadar akan tanggung jawab mereka atas pendidikan iman anaknya dalam lingkup keluarga. Katekese keluarga dimaksudkan untuk menolong para orang tua agar orang tua merasa diri sebagai orang beriman, sanggup menciptakan iklim yang memungkinkan komunikasi iman dalam keluarga dan menjadi peka untuk mempergunakan kesempatan dimana komunikasi iman dapat terjadi, sehingga orang tua menyadari iman sebagai dimensi hidup berkeluarga.
Dari hasil penelitian dari penulis bahwa penelitian yang dibuat ini memiliki dampak terhadap katekese di lingkungan Carolus Boromius. Meskipun dampaknya belum maksimal, karena dari hasil penelitian terlihat bahwa peran orang tua untuk pendidikan iman anak dalam keluarga belum maksimal, dengan mengkaji penelitan yang kurang lebih 40 % sampai dengan 50%, disebabkan kesibukan orang tua, kurang fahamnya orang tua tentang pendidikan iman untuk anak.
vii ABSTRACT
The title of this undergraduate thesis is “Family catecheses to increase the awareness of the important role of parent for children catecheses in saint Charles Borromeus region Margomulyo Saint Joseph Parish Medari Yogyakarta”. The writer took this title because the writer saw the thoughtfulness in the surroundings that is the fewer parents’ awareness towards their children faith education. Most of them only focus on the intellectual and formal education. As the activity that gives priority on earning money, it makes them forget about their first responsibility in taking care of their children. As responsible educators for the children’s basic life, parents’ business makes them having less time togather with their children. Besides, the different religion between parents makes children’s faith education left behind. According to the writer, the family catecheses is very appropriate to help the faitful to improve the awareness of children’s faith in family.
Family catecheses is intended to bring back the faith into the place where it should be, that is family. Family catecheses wants to help parents to realize and to be aware of their responsibility. The deep faith from parents gives the ability to find the opportunities where faith can emphasize inside the conversation of parents and their children. Faith education can grow well if there is a good relation between family members. Family catecheses asks parents to join all the member of the family in founding family members in improving faith comprehension based on the family members’ ability. Therefore, parents will realize about the responsibility towards children’ faith education. Family catecheses is aimed to help parents realizing as faithful people, willing to create circumstance which able to create faith communication in family, and to become aware to use the chance where faith communication can occur, therefore parents realize that faith is a dimension of family life.
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus atas berkat dan
cinta kasih-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi dengan judul “KATEKESE KELUARGA UNTUK
MENINGKATKAN KESADARAN AKAN PERAN PENTING ORANG TUA BAGI PENDIDIKAN IMAN ANAK DI LINGKUNGAN SANTO CAROLUS BORROMIUS MARGOMULYO PAROKI SANTO YOSEPH MEDARI YOGYAKARTA”. Skripsi ini diajukan untuk memberikan sumbangan pemikiran dan juga gagasan bagi keluarga di lingkungan Carolus
Borromius Margomulyo dalam meningkatkan Pendidikan Iman Anak.
Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis menerima banyak bantuan,
dukungan, perhatian dan doa yang meneguhkan dan menguatkan dari berbagai
pihak yang sungguh berguna bagi penulis. Oleh karena itu, penulis ingin
mengungkapkan rasa terimakasih penulis kepada:
1. Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J sebagai dosen wali dan dosen pembimbing
skripsi yang telah membimbing, mengarahkan, mengoreksi dan
meneguhkan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.
2. P. Banyu Dewa HS. S.Ag, M.Si selaku dosen penguji kedua, yang telah
berkenan membimbing penelitian dan membaca skripsi ini.
3. FX. Dapiyana. SFK, M.Pd selaku dosen penguji ketiga yang juga telah
ix
4. Para dosen Program Studi Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah
mendampingi, membimbing, memberikan berbagai macam bentuk ilmu dan
pengalaman berharga serta cinta dan perhatian kepada penulis selama
menjalankan proses studi hingga selesai.
5. Para bapak dan ibu karyawan-karyawati yang telah memberikan dukungan
dan perhatian dengan caranya masing-masing.
6. Bapakku A.Seco Suparjo, ibuku Anastasia Ninik Kussawarti, kakakku Lia
& Yudi, Lusi & Dikna, Adikku Demas, Keponakanku Frano, Patu, & Pandu
yang selalu menjadi sumber semangat dan mendukung tiap langkahku.
7. Bapak/Ibu Guru SDN Tlacap, Pandowoharjo Sleman, yang selalu memberi
semangat dan inspirasiku.
8. Semua teman-teman seperjuanganku angkatan 2010 untuk segala cinta,
semangat, perhatian, pengalaman, kebersamaan dan persahabatan yang tak
akan pernah lekang oleh waktu.
9. Romo Antonius Dadang Hermawan, Pr dan Romo Yuventius Denny
Sulistyawan, Pr yang telah memberikan masukan dan dukungan untuk
penulisan skipsi ini.
10. Seluruh umat Lingkungan Carolus Borromius Margomulyo atas waktu,
perhatian, dan kerjasamanya, sehingga penulis dapat melaksanakan
xi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
BAB II. KATEKESE KELUARGA DAN PERANANNYA BAGI PENDIDIKAN DAN IMAN ANAK ... 7
6. Kekhasan Katekese Keluarga………... 17
xii
1. Pengertian Pendidikan Iman Anak ... 17
2. Tujuan Pendidikan Iman Anak ... 19
3. Pendidikan Iman Dalam Keluarga……….. 21
4. Faktor-faktor Perkembangan Iman Anak……… 24
a. Faktor Pendukung Perkembangan Iman Anak……… 24
b. Faktor Penghambat Perkembangan Iman Anak………. 29
5. Usaha-usaha Dalam Membantu Perkembangan Iman Anak……. 31
C. Peranan Katekese Keluarga Terhadap Pendidikan Iman Anak ... 34
D. Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Iman Anak ... 36
BAB III. PERANAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN IMAN ANAK DI LINGKUNGAN CAROLUS BOROMIUS MARGOMULYO . 42
A. Gereja Santo Thomas Seyegan ... 42
1. Sejarah Gereja Santo Thomas Seyegan... 42
2. Profil Gereja Santo Thomas Seyegan ... 46
3. Situasi Umum di Gereja Santo Thomas Seyegan ... 51
B. Gambaran Umum Lingkungan Santo Carolus Borromius ... 52
1. Letak dan batas-batas geografis Lingkungan Santo Carolus Borromius ... 52
2. Kegiatan Umat di Lingkungan Santo Carolus Borromius ... 53
3. Situasi Sosial kemasyarakatan Umat Lingkungan Santo Carolus Borromius ... 54
4. Situasi Ekonomi Umat Lingkungan Santo Carolus Borromius Margomulyo………. 55
C. Penelitian Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Iman Anak Di Lingkungan Santo Carolus Boromius Margomulyo………. 55
1. Latar Belakang Penelitian……….. . 55
2. Tujuan Penelitian……… 58
3. Jenis Penelitian……… 58
4. Instrumen Penelitian………... 58
5. Responden Penelitian……….. 59
6. Waktu, Tempat dan Pelaksanaan Penelitian……….. . 60
7. Variabel Penelitian……….. 60
xiii
1. Kuisioner tertutup……… 64
a. Identitas Responden………... 64
b. Pemahaman Katekese keluarga……….. 65
c. Pemahaman Perang Orang Tua dalam Pendidikan Iman
Anak……… 68
d. Pemahaman Orang Tua dan Anak tentang Pengertian
Katesese Keluarga……… 73
e. Pemahaman Orang Tua dan Anak tentang Tujuan
Katesese Keluarga……… 75
f. Pemahaman Orang Tua dan Anak Tentang KeKhasan
Katesese Keluarga……… 78
g. Pemahaman Orang Tua Dalam Pendidikan Iman Anak
Dengan Pengertian Pendidikan Iman Anak……… 80
h. Pemahaman Orang Tua Dalam Pendidikan Iman Anak
Dengan Tujuan Pendidikan Iman Anak………. 82
i. Pemahaman Peran Orang Tua Dengan Pengertian
Pendidikan Iman Anak Dalam Keluarga………. 84
j. Pemahaman Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Iman Anak Tentang Faktor Pendukung dan Penghambat Perkembangan Iman Anak……….…... 86
k. Pemahaman Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Iman Anak Untuk Usaha-Usaha Yang Membantu Perkembangan Iman
Anak………... 90
l. Pemahaman Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Iman
Anak……….. 92
2. Kuisioner Terbuka……… 95
a. Perang Orang Tua dalam Pendidikan Iman Anak…………. 95
b. Faktor-faktor Pendukung dan Faktor Penghambat
Pendidikan iman Anak……… 97
c. Harapan Umat Dalam Rangka Meningkatkan Peran
Mereka Sebagai Pendidikan Iman……….. 98
E. KESIMPULAN……….. 99
xiv
BAB IV. USAHA MENINGKATKAN KESADARAN AKAN PERAN PENTING ORANG TUA BAGI PENDIDIKAN IMAN ANAK DI LINGKUNGAN SANTO CAROLUS BORROMIUS
MARGOMULYO….…... 103
A. Katekese Keluarga Model Shared Christian Praxis Sebagai Salah Satu Bentuk Pendampingan Iman dalam Meningkatkan Peran Orang Tua Sebagai Pendidik Iman……… 104
1. Komponen Shared Christian Praxis………. 104
2. Langkah-langkah Katekese Model SCP………... 105
B. Usulan Program Katekese Keluarga Bagi Orang Tua Dalam Rangka Meningkatkan Kesadaran Akan Peran Penting Orang Tua Bagi Pendidikan Iman Anak Di Lingkungan Santo Carolus Borromius Margomulyo……… 109
1. Latar Belakang Program katekese Keluarga……….. 109
2. Alasan Penyusunan Program………. 111
3. Rumusan Tema dan Tujuan Program Katekese Keluarga…… 111
xv
DAFTAR SINGKATAN A.Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan
kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama
Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, h. 8.
B.Singkatan Dokumen Gereja
AA : Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili vatikan II tentang
Kerasulan Awam, 7 Desember 1965
CT : Catechesi Tradendae,Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II
kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang
katekese masa kini, 16 Oktober 1979
FC : Familiaris Consorti, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II
kepada para uskup, imam-imam dan umat beriman tentang peranan
keluarga Kristen dalam dunia modern, 22 November 1981
GE : Gravissimum Educationis,Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II
kepada para uskup, imam-imam dan umat beriman tentang pendidikan
Kristen, 28 Oktober 1965
GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang
Gereja di Dunia ini, 7 Desember 1965
KHK : Kitab Hukum Kanonik ( Codex luris Canonici), diundangkan oleh
xvi C. Singkatan Lain
art : Artikel
GBHN : Garis Besar Haluan Negara
h : Halaman
hh : Halaman-halaman
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
Kan : Kanon
No : Nomor
WIB : Waktu Indonesia Barat
SCP : Shared Christian Praxis
SDM : Sumber daya manusia
OMK : Orang muda katolik
PMA : Perumahan margomulyo asri
RT : Rukun tetangga
RW : Rukun warga
PNS : Pegawai negri sipil
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Paus Yohanes Paulus II dalam Nota Pastoral 2007 Gereja
berharap bahwa perkawinan dan hidup berkeluarga disiapkan dengan lebih baik.
(KAS 2007:17). Begitupula harapan pasangan calon pengantin yang akan
mengikat dalam pernikahan kudus, mereka diharapkan untuk mendaftarkan diri
kurang lebih tiga bulan sebelum hari pernikahan mereka, itu dimaksudkan agar
mereka dapat mengikuti rangkaian kegiatan yang sudah ada dalam Gereja Katolik
salah satunya adalah kanonik. Tujuan kanonik adalah untuk mempersiapkan calon
pengantin dalam proses membina rumah tangga dapat di persiapkan dengan baik,
terlebih dalam mendidik anak-anak yang akan dipercayakan Tuhan kepada
mereka.
Pada umumnya orang tua akan mendidik anak-anak mereka dengan
sebaik-baiknya juga memperhatikan pertumbuhan mereka baik itu pertumbuhan
secara fisik, pergaulan, tata krama, maupun pertumbuhan psikologis dan tidak
kalah pentingnya adalah pertumbuhan imannya. Di jaman yang sangat canggih
dan modern ini banyak dampak negatif yang bisa di timbulkan salah satunya bisa
menyebabkan iman anak-anak dalam kehidupan sehari-hari menjadi semakin
tidak jelas. Ada orang yang menyebut zaman sekarang ini sebagai zaman yang
“keras”, sehingga sudah selayaknya bila keluarga perlu menjadi pelindung bagi
anak-anak yang sedang tumbuh (Sugiarti, 1999:7). Orang tua merupakan keluarga
mungkin, sehingga ini sesuai dengan harapan Gereja dalam nota pastoral (KAS,
2007:23-24), di mana semua keluarga katolik berusaha sekuat tenaga untuk
menjadikan keluarga mereka sebuah Gereja kecil. Sebuah paguyuban umat
beriman seperti digambarkan dalam Kitab Kisah Para Rasul 2:41-47 dan 4: 32-37.
Dari kutipan Nota Pastoral (KAS, 2007:25) itu jelas bahwa Gereja
berharap banyak terhadap orang tua dalam kehidupan sehari-hari untuk mendidik
anak-anak. Dengan keterlibatan orang tua diharapkan anak-anak terbantu dalam
proses tumbuh dan berkembang terlebih dalam perkembangan iman mereka.
Apabila kehidupan anggota keluarga dijiwai dengan iman yang terutama ditandai
oleh sikap hormat dan kasih Kristus dan Gereja-Nya. Sehingga iman mereka
hendaknya diyakini, dipahami, diungkapkan, dirayakan, diwartakan dan
diamalkan secara terus menerus, baik di dalam maupun diluar rumah. Mendidik
anak-anak dalam kehidupan sehari-hari ini tidak hanya teori melainkan dengan
praktek tindakan. Dengan tindakan sehari-hari maka akan tercipta komunikasi
iman antara anak dan orang tua, dan dibimbing untuk semakin mengenal Allah,
dengan demikian peran orang tua sangat penting dalam memberikan teladan untuk
anak-anak mereka dikehidupan sehari-hari.
Keprihatinan yang sering muncul adalah kurangnya kepedulian orang tua
terhadap pendidikan iman anak-anaknya. Sebagian besar orang tua lebih
mengutamakan segi intelektual dan pendidikan formal di sekolah, mungkin
dikarenakan orang tua sibuk, sehingga pendidikan iman kurang diperhatikan. Hal
tersebut bisa mengakibatkan identitas dan iman kekatolikan anak-anak bisa tidak
Kristiani mulai mengalami ketidakjelasan iman mereka kepada Allah. Dengan
kesibukan yang mengutamakan kewajiban mereka untuk menafkahi keluarga
membuat mereka lupa akan tugas utamanya dalam mendidik anak mereka, orang
tua sebagai pendidik yang bertanggung jawab atas pendidikan anak-anak sebagi
bekal dan pondasi untuk anak-anak dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.
Situasi yang seperti itu dialami oleh sebagian besar keluarga pada jaman
sekarang ini. Ini yang menyebabkan penulis merasa prihatin setelah melihat
situasi beberapa keluarga di lingkungan Santo Carolus Borromius Margomulyo
yang banyak memiliki masalah dalam mendidik iman anak dalam keluarga.
Sebagian besar karena mereka sibuk bekerja ataupun mengerjakan pekerjaan
rumah tangga sehingga sebagian orang tua kurang memiliki waktu bersama
anak-anak, selain itu juga masalah mendidik anak yang kedua orang tua mereka
menikah beda agama yang mengakibatkan terbengkalainya pendidikan iman bagi
anaknya. Pada umumnya orang tua hanya mengajarkan doa-doa pokok kepada
anak-anak mereka, sedangkan untuk masalah perkembangan iman, para orang tua
menyerahkan kepada sekolah dan guru Sekolah Minggu.
Dengan melihat keprihatinan tersebut, menurut penulis katekese keluarga
sangat cocok untuk membantu umat dalam meningkatkan kesadaran pendidikan
iman anak dalam keluarga. Dengan katekese keluarga diharapkan para orang tua
bisa menyadari tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik supaya kehidupan
anak-anaknya dapat seimbang baik dari segi rohani maupun jasmani. Dengan
demikian penulis bermaksud membantu umat di lingkungan Santo Carolus
keluarga agar para keluarga di lingkungan Santo Carolus Borromius semakin
sadar dan faham bagaimana pentingnya pendidikan iman anak di dalam keluarga.
Dengan latar belakang tersebut, maka penulis mengambil judul “Katekese
Keluarga untuk meningkatkan kesadaran akan peran penting orang tua bagi
Pendidikan Iman Anak di Lingkungan Santo Carolus Borromius Margomulyo
Paroki Santo Yoseph Medari Yogyakarta”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Apa itu katekese keluarga dan apa perannya untuk pendidikan iman anak ?
2. Sejauh mana orang tua di lingkungan Carolus Borromius Margomulyo
menyadari peran mereka dalam pendidikan iman anak mereka?
3. Bagaimana usaha orang tua untuk meningkatkan kesadaran orang tua dalam
mendidik iman anak mereka?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang akan dicapai dalam penulisan ini adalah :
1. Agar keluarga kistiani di lingkungan Santo Carolus Borromius Margomulyo
dapat memahami dan menghayati arti pentingnya katekese keluarga dalam
usaha meningkatkan kesadaran akan peran orang tua bagi pendidikan iman
anak.
2. Mengetahui sejauh mana para orang tua di lingkungan Santo Carolus
Borromius Margomulyo menjalankan peran mereka dalam mendidik iman
3. Memberi usulan program katekese dalam usaha meningkatkan kesadaran
akan peran penting orang tua bagi pendidikan iman anak di lingkungan Santo
Carolus Borromius Margomulyo.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang ada dalam penulisan ini adalah :
1. Untuk memahami pentingnya katekese keluarga dalam pendidikan iman anak.
2. Untuk Mengetahui sejauh mana para orang tua di lingkungan Santo Carolus
Borromius Margomulyo menjalankan peran mereka dalam mendidik iman
anak-anak mereka.
3. Untuk menemukan cara meningkatkan kesadaran akan peran penting orang
tua bagi pendidikan iman anak di lingkungan Santo Carolus Borromius
Margomulyo.
E. Metode Penulisan
Dalam tugas akhir ini, dan dalam penelitian penulis menggunakan metode
deskriptif analitis, penulis mencoba untuk menemukan masalah juga kondisi peran
orang tua dalam pendidikan iman anak di Lingkungan Santo Carolus Borromius
Margomulyo, untuk melengkapi data penulis menggunakan metode kualitatif.
Kemudian penulis mengusulkan pemikiran melalui katekese keluarga yang dapat
meningkatkan peran penting orang tua bagi pendidikan iman anak di Lingkungan
Santo Carolus Borromius Margomulyo.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas, penulis menyampaikan pokok –
Bab I : Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan
permasalahan, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika
penulisan.
Bab II : Bab ini akan menguraikan tentang pengertian katekese pada umumnya,
pengertian keluarga, pengertian katekese keluarga, faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan dan yang menjadi penghambat
perkembangan iman anak serta usaha-usaha dalam membantu
perkembangan iman anak dan menguraikan peran katekese keluarga
terhadap pendidikan iman anak.
Bab III : Bab ini menggambarkan situasi orang di lingkungan Santo Carolus
Borromius Margomulyo stasi Santo Thomas Seyegan Paroki Santo
Yoseph Medari, bab III ini juga menguraikan tentang gambaran umum
stasi dan peran orang tua dalam pendidikan iman anak di lingkungan
Santo Carolus Borromius Margomulyo serta penelitian, pembahasan dan
kesimpulan mengenai peran orang tua dalam pendidikan iman anak di
lingkungan Santo Carolus Borromius Margomulyo.
Bab IV : Berisi tentang usulan program katekese untuk meningkatkan kesadaran
akan peran penting orang tua bagi pendidikan iman anak di lingkungan
Santo Carolus Borromius Margomulyo dengan memberikan program
katekese keluarga dan contoh persiapan katekese keluarga.
Bab V : Berisi kesimpulan dari seluruh rangkaian bab yang sudah diuraikan
BAB II
KATEKESE KELUARGA DAN PERANANNYA
BAGI PENDIDIKAN DAN IMAN ANAK
Dalam bab II ini, penulis akan membahas secara khusus tentang katekese
keluarga dan peranannya bagi pendidikan iman anak di mana pembahasannya
akan diungkapkan secara teoritis sesuai dengan bahan-bahan kepustakaan.
Tujuannya agar para orang tua diberi gambaran tentang katekese keluarga serta
perannya bagi pendidikan iman anak, sehingga para orang tua akan semakin sadar
akan pentingnya pendidikan iman keluarga. Dengan katekese keluarga orang tua
diajak untuk berpikir bahwa sebagai pendidik yang utama peranan orang tua
untuk mendidik anak agar anak itu memiliki bekal serta prinsip dalam
menghadapi kehidupan baik itu didalam masyarakat dan Gereja.
Bab II ini akan dibagi menjadi empat bagian yaitu katekese keluarga,
pendidikan iman anak, peranan katekese keluarga terhadap pendidikan iman anak
dan peran orang tua dalam pendidikan iman anak, dalam setiap bagian ini ada
beberapa topik untuk dibahas. Pada bagian pertama ada beberapa topik antara lain
pengertian katekese pada umumnya, pengertian keluarga itu sendiri, pengertian
katekese keluarga, tujuan katekese keluarga, sasaran katekese keluarga dan
kekhasan katekese keluarga. Bagian kedua tentang pendidikan iman anak berisi
beberapa topik antara lain pengertian pendidikan anak, tujuan pendidikan iman
anak, pendidikan iman dalam keluarga, faktor-faktor perkembangan iman anak
bagian ketiga ini penulis membahas tentang peranan katekese keluarga terhadap
pendidikan iman anak dan bagian terakhir pada bab II ini akan dibahas tentang
peranan orang tua dalam pendidikan iman anak.
A. Katekese Keluarga
Pada bagian ini penulis ingin membahas tentang pengertian katekese pada
umumnya, kemudian pengertian keluarga, pengertian katekese keluarga, tujuan
katekese keluarga, sasaran katekese keluarga dan yang terakhir kekhasan katekese
keluarga. Sebagai salah satu aspek katekese umat, katekese keluarga bisa dipakai
untuk nmenggambarkan bentuk katekese dewasa yang ditujukan kepada orang tua
untuk menolong mereka dalam pendidikan iman anak mereka.
1. Pengertian Katekese Pada Umumnya
Menurut Telaumbanua dalam Rukiyanto (2012:59) Kata “katekese”
berasal dari kata Yunani katekeo yang berarti membuat bergema. Istilah ini
kemudian dipergunakan oleh umat kristiani menjadi istilah khusus dalam bidang
pewartaan. Dalam Kitab Suci, katekese dimengerti sebagai pengajaran,
pendalaman, dan pendidikan iman agar orang semakin dewasa dalam iman (lihat
misalnya Luk. 1:3; Kis. 18:25; Kis. 21:21; Rom. 2:18; 1Kor. 14:19; dan Gal. 6:6).
Yohanes Paulus II dalam Anjuran Apostolik Catechesi Tradendae menegaskan
bahwa katekese adalah “pembinaan anak-anak, kaum muda, dan orang - orang
dewasa dalam iman, khususnya menyampaikan ajaran Kristen yang pada
umumnya diberikan secara organis dan sistematis dengan maksud mengantar para
Dengan demikian, katekese dapat diartikan sebagai usaha Gereja untuk
membantu umat agar semakin berkembang dalam iman serta dapat mewujudkan
iman itu dalam hidup sehari-hari. Pembinaan iman ini diberikan baik untuk
anak-anak, kaum muda, maupun orang dewasa. Usaha pembinaan iman dengan
menyampaikan ajaran Kristiani bagi umat ini merupakan tanggung jawab Gereja
yang penting.
Menurut Prasetya (2006:81), Katekese dapat diartikan sebagai : 1)
mewartakan Injil kepada orang lain yang belum mengenal Yesus, dengan tujuan
agar orang tersebut bertobat dan menyatakan pengakuan iman akan Yesus, serta
dilakukan dengan memperhatikan sistematisasi dan perorganisasian materi; 2)
komunikasi iman yang berlangsung dalam rangka persekutuan iman, artinya
bahwa kegiatan ini pertama-tama berbicara tentang iman Katolik, dilakukan di
antara orang-orang beriman Katolik, dan dalam usaha untuk mengembangkan
iman Katolik satu sama lain.
Menurut Heryatno (2010:1), Katekese menekankan pentingnya peran umat
dalam prosesnya karena katekese juga tanggung jawab setiap umat yang telah
masuk dalam persekutuan dengan Kristus melalui pembaptisan. Katekese dapat
menjadi sarana bagi umat untuk mengolah pengalaman menjadi kesaksian akan
kasih Kristus yang telah mereka rasakan sehingga dapat saling meneguhkan satu
sama lain, dalam kerangka komunikasi iman, yang menjadi titik tolak dalam
katekese ialah pengalaman hidup orang beriman yang sungguh menghayati
Katekese adalah usaha saling menolong terus menerus dari setiap orang
untuk mengartikan dan mendalami hidup pribadi maupun bersama menurut pola
Kristus menuju kepada hidup kristiani yang dewasa penuh (Carolin,1985:10).
Menurut Carolin rumusan katekese di atas tadi nampaknya sesuai untuk
diterapkan pada lingkup keluarga, di mana mereka saling merasa terikat dan
mempunyai tanggung jawab moril satu terhadap yang lain sehingga usaha saling
tolong menolong yang terus menerus kiranya dapat sungguh diusahakan dan
diwujudkan di kalangan mereka. Baik secara verbal atau non verbal, dengan
tindakan sikap yang lebih berbicara.
2. Pengertian Keluarga
Pendidikan anak dalam lingkungan keluarga merupakan awal dan sentral
bagi seluruh pertumbuhan dan perkembangan si anak menjadi individu yang
dewasa. Kiranya kita bisa menamakan keluarga adalah “Sekolah Cinta Kasih”,
cinta kasih orang tua yang sebenarnya adalah perpaduan antara cinta kasih
seorang ibu dan cinta kasih seorang ayah. Cinta ibu sifatnya menghangatkan atau
memberi kehangatan, menumbuhkan rasa diterima dan menanamkan rasa aman.
Sedang cinta kasih ayah sifatnya mengembangkan kepribadian, menanamkan
disiplin, memberikan arah dan dorongan serta bimbingan agar si anak kian berani
dalam menghadapi kehidupan. Keduanya menghidupkan, bukan sebaliknya
(Kartono, 1992:8).
Menurut Caroline, keluarga adalah kelompok yang hidup, jika kita
sungguh menukik dan mendalami hidup keluarga, maka kita akan menemukan
atau terlempar dalam suasana dan situasi yang baru, sebagai gambaran, kita dapat
melihat bagaimana pasangan baru yang mulai mengikat janji. Memahami
pengertian keluarga yang hidup dalam masyarakat, kiranya lebih membantu kita
untuk mengetahui dan mengerti harapan, kebutuhan, dan problematik yang ada
dalam keluarga. tetapi pada dasarnya semua keluarga mengalami keterpecahan
dalam memainkan perannya sebagai kepala keluarga dalam keluarga inti atau
keluarga kecil.
Menurut Dokter Billings, dalam Caroline (1985:3-5) bahwa peranan
keluarga dengan indah sekali pada konggres tentang keluarga di Madras-India
tahun 1983. Dikatakan “Keluarga adalah akar segenap pertumbuhan manusia.
Padanya tergantung nasib suatu bangsa, kemanusiaan dan Gereja”.
Keluarga adalah lingkungan hidup pertama dan utama bagi setiap anak.
Dalam keluarga ini anak mendapat rangsangan, hambatan atau pengaruh yang
pertama-tama dalam pertumbuhan dan perkembangannya, baik perkembangan
biologis maupun perkembangan jiwanya atau pribadinya, anak mulai mengenal
masyarakat sekitar. Karena dalam keluarga anak mempelajari norma dan aturan
permainan dalam hidup bermasyarakat (Kartono, 1992:27-28).
Keluhuran dan kesucian hidup berkeluarga sungguh menjadi keyakinan
dasar agar mereka dapat memahami hidup berkeluarga bukan sekedar menikah,
asal menikah, tetapi diyakini sebagai yang istimewa, indah, dan membahagiakan.
Keyakinan ini menjadi nyata ketika hidup berkeluarga dibangun dengan
dan penuh kebebasan, serta diyakini akan membuahkan kebahagiaan dalam
hidupnya, meski harus menghadapi pelbagai tantangan dan kesulitan (Prasetya,
2014:2).
Sedangkan menurut Pudjiono (2007:2) keluarga adalah unit dasar dari
masyarakat : menurut rencana Allah, keluarga terdiri dari satu pria, satu wanita,
dan anak-anak, keluarga juga tempat pertama dan utama untuk melatih dan
mendidik anak, juga tempat untuk melatih para calon pemimpin. Pudjiono juga
menegaskan bahwa keluarga Kristen merupakan sebuah Gereja kecil, karena
Gereja juga mengajarkan, bahwa Allah menyiapkan dan memberkati perkawinan
dan keluarga karena beliau mempunyai rencana dan tujuan tertentu. Menurut
Kitab Suci, perkawinan dan keluarga disiapkan dan diberkati oleh Allah sendiri.
Melalui perkawinan, seorang pria dan wanita diutus untuk beranak cucu dan
bersatu menjadi satu pasangan yang tak-terpisahkan (kej 1-2). Karena Keluarga
menjadi komunitas kehidupan dan kasih yang ditandai oleh sikap hormat dan
syukur terhadap anugrah kehidupan serta kasih timbal-balik dari semua
anggotanya (KAS, 2007:22). Cooke menambahkan bahwa keluarga merupakan
lingkungan pertama-tama iman dibentuk, dibesarkan, karena dalam keluarga itu
iman yang hidup dan aktif timbul menjadi kenyataan (1972:5).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, bahwa keluarga adalah sebuah
hubungan yang terdiri dari suami dan istri serta anak-anak yang dikaruniakan atas
dasar cinta kasih hubugan suami dan istri. Keluarga juga merupakan suatu proses
awal kehidupan yang pertama bagi seorang laki-laki dan seorang perempuan
3. Pengertian katekese Keluarga
Dewasa ini semakin meluas dan berkembang pemikiran mengenai paham
Gereja Umat Allah di mana salah satu faktor pentingnya adalah melibatkan semua
anggotanya dalam membina penghayatan iman, menurut kemampuan dan
sumbangannya masing-masing. Katekese keluarga lahir dari krisis yang sedang
dialami katekese modern dan karya pastoral dewasa ini, bahwa karya itu tidak
sanggup membawa pengaruh atau menangapi kebutuhan masa yang luas dalam
masalah iman. Krisis timbul karena adanya transisi baik dalam Gereja maupun
dalam hidup masyarakat ( Egong, 1983: 17).
Katekese keluarga tampil untuk mengembalikan iman itu ketempat dari
mana iman berasal, yakni keluarga itu sendiri. Katekese keluarga ingin menolong
orang tua untuk sadar dan yakin akan tugasnya. Iman yang dalam dari orang tua
memberi kemampuan pada mereka untuk menemukan kesempatan-kesempatan di
mana iman dapat masuk dalam pembicaraan orang tua dengan anak-anaknya.
Pendidikan iman dalam keluarga dapat subur jika ada kontak yang baik antar
anggota keluarga.
Tak mungkin terjadi dialog pada taraf iman bila dialog pada taraf manusia
tidak dipupuk. Iman yang dihayati dalam hidup sehari-hari dapat diteguhkan,
diperdalam melalui komunikasi satu sama lain. Jadi katekese keluarga yang
dimaksud adalah katekese yang diselenggarakan di Paroki untuk para orang tua
dan yang sekaligus menjadi katekese dari orang tua kepada anak-anak mereka
segala sesuatu yang terjadi di rumah antara orang tua dengan anak-anak dalam
komunikasi iman (Egong, 1983:18-20).
4. Tujuan Katekese Keluarga
Sebagai salah satu aspek dari Katekese Umat, Katekese Keluarga
bertujuan: membangkitkan kesadaran dan pandangan lebih terang tentang tugas
orang tua dalam hidup dan iman dari ke hari baik dalam hubungan mereka satu
sama lain maupun dengan anak-anak mereka. Katekese Keluarga tampil untuk
mengembalikan iman itu ke tempat dari mana iman berasal yakni keluarga itu
sendiri. Oleh sebab itu katekese keluarga ingin menolong orang tua untuk sadar
dan yakin akan tugasnya yakni membina iman anak-anak mereka. Karena sudah
sejak bertahun-tahun tugas dan tanggung jawab pembinaan iman anak-anak
diambil alih oleh sekolah dan paroki. Akibatnya orang tua tidak berani memikul
tanggung jawab, sebab mereka ragu-ragu apakah mereka mampu. Mereka kurang
yakin bahwa membina iman anak-anak merupakan tugas mereka yang utama
(egong, 1983: 24).
Katekese keluarga juga mau menciptakan dialog antar orang tua dengan
memandang mereka sebagai partner percakapan yang sungguh-sungguh.
Penekanan ini diletakkan pada usaha bersama-sama untuk memperdalam dan
menghayati iman mereka sendiri serta memperoleh pandangan lebih jelas tentang
tugas dan tanggung jawab mereka selaku pendidik yang pertama dan utama bagi
anak-anak yang dipercayakan kepada mereka. Tidak hanya tentang tugas dan
tanggung jawab, tetapi juga tentang kesadaran beriman yang goyah dalam hidup
Dari pernyataan di atas kita diajak untuk menyadari, lebih-lebih keluarga
Kristiani bahwa peran mereka sebagai orang tua untuk mendidik anak-anaknya
sangatlah pokok dan wajib, demi perkembangan iman anak-anak apalagi untuk
situasi saat ini dimana pengaruh perkembangan jaman saat ini sangat pesat. Jika
kita sebagai orang tua tidak bersikap fleksibel, dalam arti kita bisa menempatkan
posisi kita di mana kita bisa menjadi teman anak, bisa menjadi guru
anak-anak, tetapi kita juga bisa bertindak sebagai pengawas, dengan komunikasi dan
menjadikan partner anak-anak akan semakin terbuka sehingga iman mereka
semakin terbentuk. Dengan Katekese Keluarga ini, diharapkan hubungan antar
keluarga semakin erat.
Menurut Dwi Wuryani (1994:72), tujuan dari katekese keluarga adalah
untuk meyakinkan orang tua bahwa mereka adalah pengajar hidup dalam keluarga
yaitu pengajar mengenai hidup dan iman di dalam keluarga mereka
masing-masing. Sebab itu Katekese Keluarga pada dasarnya mau menyadarkan dan
membantu para orangtua untuk tidak menitipkan dan melemparkan tanggung
jawab pada pihak lain sehubungan dengan pendidikan anak-anak mereka
(Caroline, 1985:8).
5. Sasaran Katekese Keluarga
Dari semua yang telah dijabarkan di atas agar tercapai tujuan katekese
keluarga, hendaknya ditentukan terlebih dahulu sasaran katekese keluarga
secara jelas bahwa sasaran dari Katekese Keluarga adalah keluarga itu sendiri
yang terdiri dari suami-istri, dan anak-anak.
Menurut Caroline (1985:10-11) meskipun sasaran dari Katekese Keluarga
adalah keluarga itu sendiri, tetapi melihat pengertian keluarga yang hidup di
Indonesia dan di sekitar kita, serta pengaruh yang menyentuh keluarga inti/kecil,
maka kita dapat menentukan sasaran dengan cara bertahap. 1). Kiranya kelompok
suami-istri, bapak-ibu, mereka bertanggung jawab langsung pada anak-anaknya,
kepada Tuhan, Negara dan masyarakat sekitarnya. 2). Anggota keluarganya
sendiri yang serumah, keluarga inti dan mereka yang seiman yang hidup dalam
satu atap. 3). Kiranya hanya terjadi sewaktu-waktu, sehubungan dengan tradisi
atau sesuatu peristiwa-peringatan yang mengumpulkan mereka, yakni kaum
kerabat-sanak saudara. Dengan demikian mereka mungkin bisa lebih saling
mempengaruhi dan membantu dalam iman dan penghayatan Kristiani mengenai
kehidupan dan pengalaman hidup mereka, juga membantu mereka untuk dapat
mengambil sikap dan keputusan yang sesuai dengan iman Kristiani dan
pandangan Katolik.
Salah satu sasaran Katekese Keluarga adalah keluarga itu sendiri, karena
pendidikan iman itu dimulai dari titik dasar yaitu keluarga yang secara spontan
prosesnya lewat hubungan kekeluargaan, sehingga orang tua bisa melaksanakan
katekese keluarga dengan adanya unsur kepercayaan dan keterbukaan di antara
mereka agar mereka semakin berani untuk saling terbuka dan bisa saling
6. Kekhasan Katekese Keluarga
Sebagai salah satu aspek dari Katekese Umat, Katekese Keluarga pastinya
memiliki Kekhasan dari pada katekese yang lain. Menurut Egong kekhasannya
antara lain :
a. Katekese Keluarga ini mengajak orang tua untuk melibatkan semua anggota
keluarganya dalam pembinaan penghayatan iman sesuai dengan kemampuan
anggota keluarga, sehingga orang tua sadar akan tanggung jawab mereka atas
pendidikan iman anaknya dalam lingkup keluarga.
b. Katekese Keluarga dimaksudkan untuk menolong para orang tua agar orang
tua merasa diri sebagai orang beriman, sanggup menciptakan iklim yang
memungkinkan komunikasi iman dalam keluarga dan menjadi peka untuk
mempergunakan kesempatan di mana komunikasi iman dapat terjadi,
sehingga orang tua menyadari iman sebagai dimensi hidup berkeluarga.
c. Katekese Keluarga juga mengajak orang tua untuk terbuka dalam
berkomunikasi terhadap anak-anak dan anggota keluarga yang lain sehingga
anggota keluarga bisa merasa terbantu dan berkembang dan pengetahuan
serta pemahaman iman kristianinya (Egong,1983:19-20).
B.Pendidikan Iman Anak
1. Pengertian Pendidikan Iman Anak
Tugas mendidik yang pada tempat pertama adalah wewenang keluarga,
membutuhkan bantuan seluruh masyarakat. Maka disamping hak orang tua dan
Begitupula pendidikan iman anak adalah tugas dari orang dewasa untuk mengajar
ataupun untuk membantu anak-anak dalam memperkembangkan kepribadian
anak.
Pendidikan anak-anak di segala bidang kehidupan terlebih pendidikan
iman, sebaiknya dilakukan sejak dini, hal ini sangat penting dan mendesak untuk
dipikirkan dan dilakukan orang tua. Pendidikan iman sejak dini ini sangat
menentukan keberadaan dan kehidupan anak-anak mereka di masa depan, baik
yang menyangkut kehidupan sosial, kehidupan beriman, maupun panggilan
hidupnya. Konsili Vatikan II telah menegaskan dalam Gravissimum Educationis
art 3: Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, terkait
kewajiban amat berat untuk mendidik mereka. Maka Orang tualah yang harus
diakui sebagai pendidik mereka yang pertama dan utama. Begitu pentinglah tugas
mendidik itu, sehingga bila diabaikan, sangat sukar pula dapat dilengkapi. Sebab
merupakan kewajiban orang tua: menciptakan lingkup keluarga, yang diliputi
semangat bakti kepada Allah dan kasih sayang terhadap sesama sedemikian rupa,
sehingga menunjang keutuhan pendidikan pribadi dan sosial anak-anak mereka.
Maka keluarga itulah lingkungan pendidikan pertama keutamaan-keutamaan
sosial, yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat. Adapun terutama dalam keluarga
Kristen, yang diperkaya dengan rahmat serta kewajiban Sakramen Perkawinan,
anak-anak sudah sejak dini harus diajar mengenal Allah serta berbakti kepadaNya
dan mengasihi sesama, seturut iman yang telah mereka terima dalam Baptis.
Prasetya menambahkan mendidik iman anak-anak sejak dini adalah hal
harus dilakukan sendiri oleh orang tuanya dan tidak dapat diambil alih oleh orang
atau pihak lain. Karena keberadaan orang tua tidak dapat tergantikan (2008:19).
Pendidikan iman anak dapat dilakukan oleh orang tua dalam kehidupan
sehari-hari baik itu dari kata-kata maupun tindakan. Dalam hal ini setiap perilaku orang
tua di rumah pastilah anak-anak akan selalu melihat dan menirukan, apapun
perilaku, tindakan, dan kata-kata orangtua adalah pendidikan bagi anak-anak. Jadi
jika perilaku,tindakan dan perkataan orang tua baik maka anak-anakpun akan baik
juga begitupun sebaliknya jika orang tua berperilaku tidak baik anak-anakpun
juga tidak baik. Dengan demikian peran orang tua diharapkan memberi teladan
dan contoh berperilaku, bersikap, bertindak, dan berkata-kata dengan baik dan
benar lebih khususnya dalam kehidupan rohani atau pendidikan iman
anak-anaknya.
2. Tujuan Pendidikan Iman Anak
Orang Kristiani yang telah dilahirkan kembali dari air dan Roh adalah
putra-putri Allah dan karena itu mereka berhak menerima pendidikan (iman)
kristiani. Pendidikan (iman) Kristiani bertujuan mematangkan pribadi manusia,
yaitu menjadi manusia sempurna sesuai dengan kepenuhan Kristus (bdk. Ef 4:13),
agar semua orang beriman menikmati pendidikan (iman) kristiani, terutama untuk
angkatan muda (anak-anak) yang merupakan harapan Gereja.
Tujuan Pendidikan dalam arti sesungguhnya ialah mencapai pembentukan
pribadi manusia dalam perspektif tujuan terakhirnya dan demi kesejahteraan
dan bila sudah dewasa ia akan mengambil bagian menunaikan tugas kewajiban di
dalamnya (GE, art14). Dari kutipan tersebut memiliki tujuan pendidikan
mengarah pada pembentukkan pribadi manusia yang akan mengarah pada
pembentukan pribadi yang secara nyata dalam upaya mencapai hidup kekal
bersama Allah di Surga.
Menurut Nugroho ( 2014:10), tujuan khusus dari pendidikan (iman)
Kristiani sebagai berikut: “Pendidikan Kristiani itu tidak hanya bertujuan
pendewasaan pribadi manusia, melainkan terutama hendak mencapai, supaya
mereka yang telah dibaptis langkah demi langkah semakin mendalami misteri
keselamatan, dan dari hari ke hari makin menyadari kurnia iman yang telah
mereka terima; supaya mereka belajar menyembah Allah Bapa dalam Roh dan
kebenaran lihat Yoh 4:23.
Dalam Familiaris Consortio art 37, menyapa para orangtua Kristiani
dengan berkata, “Bahkan di tengah kesulitan-kesulitan yang kadang lebih besar
dewasa ini, para orangtua harus dengan yakin dan berani mendidik anak-anak
tentang nilai-nilai esensial di dalam hidup manusa. Anak-anak harus tumbuh
dengan sikap yang benar tentang kebebasan (ketidak-terikatan) terhadap
barang-barang materi, dengan menerapkan gaya hidup yang sederhana dan bersahaja,
yakin bahwa manusia itu lebih berharga karena apa adanya dia daripada karena
apa yang dia miliki.
Dalam hal ini Goretti (1999:82) mengemukakan beberapa tujuan
a. Menyiapkan situasi lingkungan yang baik bagi anak-anak yang sedang
berkembang
b. Meningkatkan serta memperdalam pengetahuan agama yang diarahkan ke
penghayatan iman yang nyata sesuai dengan perkembangannya di usia tertentu
(5-13 tahun).
c. Mempersiapkan anak untuk menerima komuni pertama
d. Meningkatkan serta memperdalam penghayatan anak terhadap liturgi Gereja
e. Meningkatkan sifat satria, harga-menghargai pribadi orang lain.
f. Memupuk harga diri yang sehat dan wajar. Kritis dalam menanggapi sesuatu
serta menilai tinggi hak hidup setiap makhluk.
3. Pendidikan Iman Dalam Keluarga
Jauh sebelum kelahiran bayi mereka, orangtua biasanya telah
mempersiapkan berbagai keperluan bayi dengan seksama: nama, pakaian, tempat
tidur, ember mandi, handuk dan lain sebagainya. Sayang sekali beberapa orang
tua seringkali justru melupakan persiapan rohani, yang sebenarnya jauh lebih
penting daripada persiapan jasmani itu. Menurut Pudjiono semasa masih berada
dalam kandungan, anak sudah dapat dipersiapkan secara rohani. Misalnya ibu
sudah bisa mengajak janin di dalam kandungannya untuk berdialog kepada janin,
bisa diberitahukan kegiatan yang sedang dilakukan ibunya : memasak, bekerja di
kantor, pergi bersama ayahnya, pergi ke Gereja dan sebagainya (2007:4).
Beberapa orang tua tidak memberikan pendidikan iman kepada anak-anak
mereka sejak awal, bukan karena tidak mau, melainkan karena kurang tahu
ketrampilan dan pengetahuan mereka sendiri tentang iman juga kurang memadai.
Beberapa orang tua mengira bahwa pendidikan iman anak-anak mereka dapat
mereka percayakan sepenuhnya kepada para guru di sekolah katolik atau kepada
para Pembina Sekolah Minggu di paroki. Mereka kurang sadar, bahwa pendidikan
di luar rumah hanyalah pelengkap, bukan pengganti dari pendidikan di rumah.
Dalam Kitab Suci disebutkan bahwa iman itu bisa timbul dari
pendengaran dan pendengaran itu muncul dari pewartaan sabda dan karya Kristus
(Rm 10:17). Maka salah satu tugas orang tua adalah: Mewartakan Kristus kepada
anak-anak mereka, di rumah. Dalam Nota Pastoral KAS Sebuah keluarga Katolik
juga hanya layak disebut Gereja kecil bila hidup semua anggotanya dijiwai
dengan iman, yang terutama ditandai oleh sikap hormat dan kasih kepada Kristus
dan Gereja-Nya. Iman mereka hendaknya diyakini, dipahami, diungkapkan,
dirayakan, diwartakan dan diamalkan secara terus menerus, baik di dalam maupun
di luar rumah (2007:25).
Keluarga merupakan tempat untuk berbagi suka dan duka setiap
anggotanya, karena itu keluarga bukanlah semata-mata merupakan lingkungan
tempat anak-anak bertumbuh secara fisik. Keluarga juga merupakan lingkungan
tempat mereka bertumbuh secara psikis, moral, sosial, dan spiritual. Baik dalam
konsep maupun dalam praktik, hal itu menjadi nyata bila keluarga menjadi tempat
pendidikan yang pertama dan utama (KAS, 2007:29). Karena itu sebelum
mendapat dan menjalani pendidikkan di luar rumah, hampir setiap anak mendapat
dan menjalani pendidikan di rumah orang tuanya sendiri. Hak dan kewajiban
konsekuensi dari hak dan kewajiban mereka untuk melahirkan dan mengasuh
anak-anak mereka. Hak dan kewajiban itu tidak boleh diingkari oleh siapapun
juga (GE art 3 dan FC art 36).
Sedangkan Nugroho (2014:10-11), berpendapat bahwa ada tujuh peranan
orangtua dalam kerangka pendidikan anak-anaknya, khususnya dalam hal
pendidikan nilai-nilai termasuk di dalamnya pendidikan iman, antara lain:
a) Orang tua berperan sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anak
mereka. “Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak,
maka orang tua terikat kewajiban teramat serius untuk mendidik anak-anak
mereka. Maka orangtua yang harus diakui sebagai pendidik yang pertama dan
utama bagi anak-anak mereka” (Katekismus Gereja Katolik, art 1653;bdk. GE,
art 3; FC, art. 36). Orang tua wajib terlibat aktif dalam proses pendidikan
anak-anaknya melalui keteladanannya terutama dalam hal penghayatan iman
mereka. Tugas utama ini tak tergantikan sebab keluarga merupakan “akar”, bila
akar kokoh maka goncangan apapun tidak akan membuat anak tidak bisa
berdiri tegak.
b) Orang tua berperan sentral dalam usaha menciptakan suasana penuh kasih
Kristiani di rumah. Kasih adalah jiwa bagi tumbuhnya semua prinsip
kehidupan seperti nilai-nilai kehidupan, kebaikan, pelayanan yang tidak pilih
kasih kesetiaan dan pengorbanan (lihat GE, art 3; FC, art 36.).
c) Orang tua berperan menularkan kebijaksanaan Kristiani melalui
maaf bila melakukan kesalahan, saling menghormati, saling berbagi, saling
menolong, saling menghibur, saling meneguhkan satu sama lain.
d) Orang tua berperan penting dalam usaha menularkan nilai-nilai kemanusiaan
yang esensial. Lima nilai esensial yang ditekankan Beato Yohanes Paulus II
dalam Familiaris Consortio, yakni keadilan yang menghormati martabat dan
harkat setiap manusia, terutama mereka yang terpinggirkan; hukum kasih:
memberikan diri bagi orang lain dan suka cita; pendidikan seksualitas yang
menyangkut keseluruhan pribadi manusia, baik tubuh, perasaan maupun jiwa;
pendidikan tentang kemurnian dan pendidikan moral yang menjamin
munculnya tanggung jawab.
e) Orang tua berperan penting dalam setiap kesempatan melalui keteladanan
mereka dalam menghayati imannya.
f) Orang tua berperan sentral dalam menciptakan suasana doa, lewat doa-doa
bersama sekeluarga. Bunda Teresa dari Calcutta berpesan, “Keluarga yang
berdoa bersama, tetap bersatu bersama, kemudian dilanjutkan dengan
permenungan Kitab Suci, yang berisi pesan-pesan Allah”.
g) Orang tua berperan penting dalam mengarahkan anak-anak mereka, sesuai
dengan perkembangan usia, terutama keterlibatannya dalam kehidupan Gereja.
4. Faktor Pendukung dan Penghambat Perkembangan Iman Anak a. Faktor Pendukung Perkembangan Iman Anak
Ada faktor pendukung perkembangan iman anak, antara lain:
Lingkungan keluarga sendiri, misalnya bisa datang dari suasana umum di
dalam rumah, dalam keluarga yang diwarnai hubungan yang harmonis, situasi
penuh rasa cinta, sikap mendukung dan juga terciptanya komunikasi yang baik
antar keluarga dapat mendukung kondisi dasar suasana emosi yang positif dalam
interaksi antara anak dan orangtua. Menurut Ekowati (2003:24), untuk mencapai
perkembangan yang optimal, seseorang membutuhkan pemenuhan kebutuhan
fisik, psikologis, dan sosial. Kebutuhan psikologis yang utama adalah pemenuhan
afeksi, kognisi dan moral untuk mengembangkan kemampuan dan ketrampilan
intelektual, emosional, dan sosial.
Menurut Pudjiono (2007:6-7), dalam memberikan pendidikan iman kepada
anak-anak di rumah, orangtua sebaiknya mengusahakan hal-hal berikut ini:
a. Berdoa, agar diberi karunia hikmat oleh Tuhan, sehingga mampu memberikan
pendidikan iman kepada anak-anak.
b. Meningkatkan iman sendiri, dengan membaca Kitab Suci, buku-buku rohani,
dan buku-buku tentang pendidikan anak.
c. Lebih banyak memberikan teladan dan membagikan pengalaman iman yang
konkret daripada bersikap menggurui dengan banyak omong yang tidak efektif.
d. Berlaku sebagai sahabat, sehingga anak-anak mau dan mampu terbuka kepada
orangtua sendiri.
e. Mendidik anak-anak dengan banyak menyampaikan ajaran dan teladan Tuhan
Yesus Kristus (Ef 6:4).
f. Bersunguh-sungguh dalam mendidik iman anak, tidak setengah-setengah, tidak
g. Tidak pernah merasa bosan, bersedia mengulang-ulang dalam memberikan
nasihat bijaksana (Ul 6:7-8).
Keluarga menjadi tempat pembenihan dan pengembangan panggilan
hidup, sebagai tempat pendidikan yang pertama dan utama, keluarga juga diharap
menjadi tempat pembenihan dan pengembangan panggilan hidup. Dalam kaitan
dengan hal itu, keluarga diharap menjadi tempat berkembangnya kepribadian
semua anak, sehingga kelak mereka menjadi orang-orang dewasa yang
benar-benar manusiawi dan sekaligus benar-benar-benar-benar katolik. Di sana, setiap anak dibantu
dalam mencari dan menemukan panggilan Allah atas dirinya, entah untuk menjadi
imam, untuk hidup membiara, atau untuk berkeluarga. Karena seorang anak akan
berkembang menjadi seorang dewasa yang benar-benar manusiawi bila di dalam
dirinya berkembanglah keutamaan-keutamaan manusiawi, baik yang bersifat
personal (seperti kesehatan, kerapian, dan ketekunan) maupun yang bersifat sosial
(seperti kesopanan, keramah-tamahan, keterbukaan, kejujuran, dan keadilan).
Seorang anak akan berkembang menjadi seorang dewasa yang benar-benar katolik
bila di dalam dirinya berkembanglah keutamaan-keutamaan kristiani pada
umumnya (seperti iman-kasih-harapan kepada Allah Tritunggal, penghormatan
dan penghargaan pada Kitab Suci) maupun keutamaan-keutamaan katolik pada
khususnya seperti devosi kepada Bunda Maria, pemahaman dan penghargaan
terhadap tradisi Gereja, penghormatan dan keterbukaan terhadap hirarki (KAS,
2007:30-32).
Dengan demikian keutaman-keutamaan Kristiani dalam keluarga
mereka mampu menanggapi dan mengahayati panggilan Allah, baik sebagai imam
atau biarawan/biarawati maupun sebagai suami/istri atau ayah/ibu.
2). Sekolah
Meskipun sudah banyak yang mengatakan bahwa pendidikan iman anak
akan berkembang dengan baik merupakan salah satu tugas dan kewajiban orang
tua, tetapi dalam rangka menjalankan tugas ini orang tua menghendaki dan
menginginkan agar di sekolah diberikan pelajaran agama bagi anak-anaknya demi
perkembangan iman yang baik bagi anak-anak mereka. Kecuali itu juga dalam
warta Kristiani dan pengalaman iman termasuk nilai kemanusiaan dan
nilai-nilai pendidikan yang baik. Kenyataan itulah yang menjadi penunjang dan
pendorong untuk diadakan pelajaran agama disekolah. Di negara kita khusus
tentang pelajaran agama dapat dilihat antara lain dalam GBHN tentang pendidikan
(Setyakarjana,1997:5).
Lingkungan sekolah adalah tempat anak-anak belajar, bertumbuh dan
berkembang menuju kedewasaan, serta suasana belajar yang menyertai
pertumbuhan dan perkembangan itu (Pakasi, 1981:24). Di lingkungan sekolah ini
perkembangan iman anak akan semakin terpupuk dan terbina karena sekolah
mengajajarkan berbagai ilmu yang semakin menyokong perkembangan iman
anak, baik perkembangan jasmani dengan mengajak anak-anak untuk banyak
bergerak mengakibatkan tubuh anak menjadi terlatih tubuhnya. Dari tidak tangkas
ia menjadi tangkas, begitupula perkembangan emosi, karena bermain di sekolah,
dengan pengalaman bermain menyebabkan emosinya bertumbuh, misalnya ia
belajar mengalami kepuasan atas diri sendiri, ia belajar menguasai emosi. Juga
perkembangan sosial di mana anak tidak hanya mengetahui haknya tapi juga hak
orang lain, mengingat akan kepentingan orang lain, dan memberikan giliran
kepada orang lain, tidak memonopoli alat bermain, membantu teman, menjaga
keamanan dengan mematuhi peraturan-peraturan keamanan. Dengan didukung
perkembangan tersebut maka anak semakin berkembang dalam iman.
3). Teman sebaya
Faktor pendukung perkembangan iman anak yang ketiga ini sangatlah
penting karena teman sebaya adalah orang yang paling dekat dengan anak-anak
setelah keluarga. Menurut Wanai, teman merupakan orang yang mempunyai hobi,
minat yang sama, sedangkan kawan adalah orang yang ada di lingkungan yang
membantu anak agar terpuaskan kebutuhannya untuk bermain (2003:85-86).
Dalam kelompok sebaya, anak akan menemukan teman dari beragam latar
belakang status sosial ekonomi, agama, kebiasaan, cara menyelesaikan masalah,
dan banyak lagi, anak akan menghadapi tanpa bantuan orang tua, kalaupun ada
bantuan orang tua, tentu akan minimal sekali.
Menurut Adiyanti (2003: 94), banyak hal yang dapat dilakukan dalam
kelompok sebaya: berlatih untuk memehami dan mengerti orang lain, berlatih
untuk melakukan negoisasi, mengikuti aturan yang dibuat bersama, saling
memahami dan mengerti perasaan serta pikiran teman, memperkaya ketrampilan
pengikut, bersama membuat aturan, dan banyak lagi. Anak juga akan berlatih
menyelesaikan masalahnya tanpa campur tangan orang tua.
4). Kemajuan teknologi.
Khususnya media ini merupakan faktor perkembangan iman anak yang
sebenarnya memiliki segi positif maupun negatif. Akan tetapi seturut
perkembangan jaman, kemajuan teknologi khususnya media ini mepengaruhi pola
berpikir orangtua untuk memanjakan anak-anakanya dengan media elektronik
maupun media cetak. Menurut Endang Ekowarni dkk, kehadiran televisi maupun
media massa lain dalam kehidupan anak merupakan bagian dari sistem sosial,
dimana anak tumbuh dan berkembang didalamnya (2003:25). Dengan kemajuan
teknologi yang sangat pesat ini anak-anak akan lebih cepat mengakses ilmu,
hiburan dan segala macam hal yang ingin diketahui anak-anak untuk saat ini
sangat dipermudah sehingga perkembangan anak semakin cepat. Meskipun
demikian ada hal-hal yang negatif seiring kemajuan teknologi saat ini, tetapi hal
ini dapat dicegah dengan peran orang tua yang selalu mendampingi anak-anak
mereka untuk memilihnya secara selektif. Begitu pula dengan iman anak-anak
akan semakin berkembang karena menemukan Allah mereka melalui
tayangan-tayangan baik melalui media elektronik maupun media cetak sehingga dapat
menambah pengetahuan mereka tentang Tradisi Gereja maupun ajaran-ajaran
Gereja.
Anak-anak jaman sekarang mengalami hidup secara berbeda dibanding
anak-anak duapuluh tahun yang lalu: cara merasakan, cara berfikir, cara
menanggapi keadaan, cara bertindak, dan lain sebagainya. Makin banyak
anak-anak yang terbiasa dengan alat-alat elektronika, alat permainan dan lain
sebagainya itu semua bisa mempengaruhi perkembangan iman anak
(Sugiarti,1999:9).
Pertumbuhan dan perkembangan anak-anak dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu:
1) Pengaruh-pengaruh yang berasal dari luar rumah, misalnya dari media
komunikasi, terutama televisi. Orang tua dewasa ini diharapkan menyadari
derasnya arus dan besarnya pengaruh berbagai informasi, lewat media masa,
pada kepribadian anak-anak mereka. Berbagai tayangan tentang
perselingkuhan, perceraian, pergaulan bebas, kekerasan, perampokan,
pembunuhan, dan hal-hal negatif lainnya, pasti punya pengaruh pada
perkembangan iman anak. Apalagi anak-anak sudah mengenal dengan
narkotika dan zat-zat adiktif yang lain dan sudah terbukti merusak kehidupan
begitu banyak anak. Pengaruh negatif dari zat-zat itu benar-benar dapat
merusak karakter anak-anak dalam seluruh hidup mereka.
2) Pengaruh yang berasal dari lingkungan keluarga sendiri, misalnya bisa datang
dari suasana umum didalam rumah. Dalam keluarga yang diwarnai hubungan
yang tidak harmonis antar para anggota keluarga, tidak bisa diharapkan
adanya dukungan bagi pertumbuhan dan perkembangan iman anak secara
mungkin iman anak akan berkembang dalam keluarga tidak pernah
diwartakan Kristus. Bagaimana anak-anak dapat menghormati Allah dan
mengasihi sesama, bila orang tua mereka tidak pernah menghormati Allah dan
mengasihi sesama (2007:6). Dari pernyataan tersebut bisa dilihat bahwa salah
satu faktor terhambatnya iman anak-anak itu juga kesalahan dari orang tua
yang sejak dini tidak pernah mengenalkan anak-anak terhadap iman mereka
yaitu Kristus sendiri. Terkadang orang tua mempercayakan pertumbuhan dan
perkembangan iman anak-anaknya kepada orang ketiga bisa sekolah, maupun
di gereja. Oleh karena itu kestabilan rohani orangtua begitu penting bagi
perkembangan rohani anak (Allen, 1982;27).
5. Usaha-usaha dalam Membantu Perkembangan Iman Anak
Sebagai tempat pendidikan yang pertama dan utama, keluarga juga diharap
menjadi tepat pembenihan dan pengembangan panggilan hidup. Dalam kaitan
dengan hal itu, keluarga diharap menjadi tempat berkembangnya kepribadian
semua anak, sehingga kelak mereka menjadi orang-orang dewasa yang
benar-benar manusiawi dan sekaligus benar-benar-benar-benar Katolik. Di sana, setiap anak dibantu
dalam mencari dan menemukan panggilan Allah atas dirinya, entah untuk menjadi
imam, untuk hidup membiara, atau untuk berkeluarga. Dalam Nota Pastoral
mengatakan bahwa seorang anak akan berkembang menjadi seorang dewasa yang
benar-benar manusiawi bila di dalam dirinya berkembanglah
keutamaan-keutamaan manusiawi, baik yang bersifat personal (seperti kesehatan, kerapian,
dan ketekunan) maupun yang bersifat sosial (seperti kesopanan,
Seorang anak akan berkembang menjadi seorang dewasa yang benar-benar
Katolik bila di dalam dirinya berkembanglah keutamaan-keutamaan Kristiani
pada umumnya (seperti iman-kasih-harapan kepada Allah Tritunggal,
penghormatan dan penghargaan pada Kitab Suci) maupun keutamaan-keutamaan
katolik pada khususnya (seperti devosi kepada Bunda Maria, pemahaman dan
penghargaan terhadap tradisi Gereja, penghormatan dan keterbukaan terhadap
hirarki). Karena keutamaan-keutamaan kristiani merupakan bekal yang sangat
penting bagi setiap orang, agar ia mampu menanggapi dan menghayati panggilan
Allah, baik sebagai iman atau biarawan/biarawati maupun sebagai suami/istri atau
ayah/ibu (KAS, 2007:31-32).
Menurut Pudjiono (2007:7-9), ada beberapa nasehat praktis, yang juga
pantas diperhatikan dalam mendidik anak di bidang iman:
1) Mengajar anak-anak mengenal kekudusan Tuhan: “Permulaan hikmat adalah
takut akan Tuhan” (Mzm 111:10; Ay 28:28; Ams 1:7; 9:10; 15:33). Karena
Tuhan kudus, Tuhan membenci dosa. Maka kalau kita berbuat dosa, Tuhan
“murka” dan dapat menjatuhkan hukuman (Kel 20:5).
2) Menegur dan menyadarkan anak-anak, bila mereka berdosa : Lakukan hal itu
pada anak-anda sejak mereka masih berusia dini; jelaskan kepada mereka
bahwa perilaku yang menyimpang dari ajaran Tuhan bukan hanya
mengecewakan orang tua, melainkan juga mengecewakan hati Allah yang
kudus. Bantulah anak-anak dalam mengembangkan hati nurani mereka,
sehingga mereka akhirnya mampu menilai perilaku mereka sendiri, terutama
kebenaran ini dengan kasih dan lemah lembut, bukan dengan gertakan.
menunjukkan kepada anak-anak pada dosa-dosa mereka bukanlah berarti
mencari-cari kesalahan mereka, melainkan melatih hati nurani mereka dan
menyadarkan mereka bahwa: dosa adalah pelanggaran hukum Allah (1Yoh
3:4; 5:17).
3) Mengajar anak-anak agar mereka mengenal Kristus dan memahami
sabda-sabda serta karya-karyaNya. Dosa bukannya tidak bisa dikalahkan.
Tunjukkanlah kepada anak-anak bahwa satu-satunya jalan penebusan bagi dosa
adalah Yesus Kristus. Dia adalah pusat dari berita Injil. Jadikanlah pengajaran
tentang Yesus Kristus sebagai fokus yang utama dari semua pelajaran rohani
bagi anak-anak. Ajarkanlah kepada mereka bahwa Yesus Kristus adalah: Allah
yang kekal (Yoh 1:1-3,14), Tuhan telah menjadi manusia untuk kita (Fil 2:6-7),
Telah wafat di kayu salib untuk menyediakan jalan bagi keselamatan orang
berdosa (1Ptr 2:24; Kol 1;20).
4) Menceritakan kepada anak-anak, bahwa Tuhan tidak menuntut apapun dari
orang berdosa. Tuhan hanya mengajak orang berdosa untuk bertobat.
Pertobatan itu haruslah merupakan suatu keputusan hati untuk bersatu kembali
dengan Tuhan, bukan hanya kemauan untuk menutup lembaran lama dan
membuka lembaaran baru. Bertobat berarti berbalik dari dosa lalu
memalingkan wajah kepada Tuhan, dengan meninggalkan sama sekali
perbuatan dosa. Dalam Kisah Para Rasul (17:30) tertulis bahwa Tuhan
memanggil orang berdosa untuk bertobat. Hanyalah orang yang bertobat dan
kasih karunia Tuhan, bukan hasil usaha kita (Ef 2:8-9). Maka kita tidak layak
memegahkan diri, seolah-olah keselamatan itu kita peroleh dengan usaha kita
sendiri. Untuk menerima keselamatan dari Kristus itu, kita harus : bertobat
(Yeh 18:32; Kis 3:19;17:30; 26:20). Mengikuti Yesus (Luk 9:23; 9:62; Yoh
12:26; 15:14).
Selain itu usaha-usaha dalam membantu perkembangan Iman Anak
dengan memberi teladan hidup, orang tua harus memberi contoh dan tindakan
yang baik didepan anaknya, juga memberikan kasih sayang karena
anak-anak sangat memerlukan itu sehingga simpati dan empati dari orang tua akan
sangat diperlukan anak-anak.
C.Peranan Katekese Keluarga terhadap Pendidikan Iman Anak
Dalam Gereja Katolik ada berbagai bentuk pendampingan katekese bagi
umat kristiani, salah satunya adalah katekese keluarga. Katekese keluarga adalah
salah satu sarana bagi orang tua dalam mewujudkan tanggung jawabnya sebagai
pengajar iman yang pertama dan utama kepada anak-anaknya. Sedangkan dilihat
dari kekhasannya, katekese keluarga bukan menggantikan katekese yang lainnya.
Justru katekese keluarga ingin memperlihatkan bahwa komunikasi iman dalam
keluarga merupakan dasar bagi katekese yang lain (Egong, 1983:27). Menurut
Niken Pratiwi (2014:34) mengatakan bahwa melalui katekese keluarga orang tua
disadarkan mengenai pentingnya menanamkan nilai-nilai iman kepada anak
sebagai antisipasi akan krisis yang dapat membahayakan iman anak-anak mereka.
Oleh karena itu katekese keluarga membantu orangtua untuk peka terhadap