• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Komitmen Pernikahan Pada Pasangan Suami Istri Bekerja.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDAHULUAN Komitmen Pernikahan Pada Pasangan Suami Istri Bekerja."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat pasangan laki-laki dan perempuan mencapai tahap pernikahan. Setiap orang yang menikah memiliki harapan bahwa pernikahannya akan mencapai kebahagiaan hingga maut memisahkan keduanya, memiliki hubungan yang harmonis, dan memiliki anak yang sehat, pintar, serta lucu.

Mempertahankan pernikahan merupakan tanggung jawab dari semua pihak terutama pasangan suami istri itu sendiri. Pemahaman yang mendalam mengenai pernikahan serta segala sesuatu yang terkait dengan penikahan menjadi bekal untuk pasangan mewujudkan pernikahan tetap harmonis hingga usia perkawinan mencapai puluhan tahun. Bahkan pengorbanan dilakukan oleh pasangan suami istri untuk mempertahankan stabilitas hubungannya dalam keadaan sulit dan bahagia. Monk (2010) dari hasil temuannya menjelaskan pengorbanan juga memfasilitasi rasa komitmen pasangan suami istri dalam menciptakan hubungan yang lebih baik.

(2)

dan tidak mempertahankan alternatif pasangan lain yang memungkinkan (Adams & Jones, 1997; Maner dkk., 2009; Miller,1997; Myers, 2012).

Hal penting yang perlu lebih diperhatikan adalah banyak dari pasangan suami istri tidak tahu bagaimana menjaga hubungan pernikahannya tetap sehat dan bahagia dalam kondisi yang baik maupun kritis. Komitmen pada pasangan suami istri sejak dahulu diakui sebagai prediktor terkuat dalam menjaga stabilitas pernikahan (Clements & Swenson, dalam Lambert & Dollahite, 2008), oleh karenanya komitmen dijadikan sebagai strategi dalam melanjutkan hubungan dengan penuh usaha dan biaya. Selain itu komitmen juga mengalami perubahan bahkan dari awal pernikahan sampai yang sudah menjalani hubungan dalam waktu yang lama (Burgoyne, Reibstein, Edmunds, & Routh, 2010), karena menurut penemuan Stanley (Lambert & Dollahite, 2008) komitmen berhubungan dengan komunikasi yang lebih baik, kebahagian, dan perilaku yang lebih konstruktif saat ada permasalahan dalam hubungan yang dijalani.

(3)

sebagai kebersamaan, komunikasi, persahabatan, kepercayaan, kesamaan, menepati janji, dan saling memberi dukungan. Lalu pasangan yang bermaksud melanjutkan hubungannya akan merasa lebih nyaman untuk menginvestasikan sumber dayanya di masa mendatang .

Kemudian pada masyarakat luas hubungan suami istri membentuk suatu keunikan tersendiri karena adanya perbedaan peran dan tanggung jawab yang berbeda antar pasangan satu dengan yang lainnya. Bentuk-bentuk hubungan tersebut diantaranya adalah early married, single parent families, step families, beda etnis dan budaya, gay and lesbian families ((Liddle, Santisteban, Levant, & Bray, 2010), dan suami istri yang sama-sama bekerja (dual career families) (Godenzi, 2012).

(4)

bagaimana sulitnya perjuangan hidup. Selain itu juga dapat meningkatan finansial keluarga, memperluas network jaringan hubungan, tersedianya kesempatan untuk menyalurkan bakat dan hobi, terbukanya kesempatan untuk mewujudkan citra diri yang positif, dan status sosialnya lebih dipandang (Junaidi dalam Paputungan, Faradila, Akhrani, & Pratiwi, 2013)

Sedangkan dampak negatifnya menurut White dan Gallagher (dalam Burgoyne, dkk., 2010) adalah istri yang bekerja dan juga mengurus pekerjaan rumah tangga dapat meningkatkan ketegangan dan konflik dalam pernikahan. Waktu mereka banyak diluangkan di luar rumah, sehingga terabaikan urusan rumah tangga terutama kepada anak, terlalu letih akibat terlalu lama bekerja, dan pendangkalan kasih sayang anak kepada ibu (Junaidi dalam Paputungan, dkk., 2013), pengaruh pada karir yang dijalani, role conflict, dan pengaruh terhadap personal well-being (Neault & Pickerell, 2005).

Selain itu pasangan yang sama-sama bekerja termasuk dalam dua dari sepuluh tantangan pernikahan yaitu permasalahan sedikitnya waktu untuk diri sendiri dan orang terdekat, serta perubahan peran gender dan keseimbangan kekuasaan dalam rumah tangga (Defrain, 2012).

(5)

keharmonisan. Pekerjaan yang dimaksudkan adalah pekerjaan yang dimiliki oleh kedua pasangan. Maka tidak heran bila fenomena perceraian di Indonesia mengalami peningkatan.

Data dari Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama MA tingkat perceraian dari tahun ke tahun meningkat, pada tahun 2009 perkara perceraian yang diputus oleh Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah mencapai 223.371

perkara. Pada tahun 2010 ada 285.184 perkara perceraian. Pada rentang sembilan tahun terakhir rata-rata perceraian tiap tahunnya mencapai 161.656. Diasumsikan setahun terdapat dua juta peristiwa perkawinan dan 8% -nya berakhir dengan perceraian.

Di Surakarta angka perceraian mengalami peningkatan sekitar 2-3% setiap bulan. Berdasarkan data pada bulan Januari hingga bulan September 2012, kasus perceraian di Surakarta mencapai 582 kasus dengan penyebab perceraian antara lain faktor tidak ada tanggungjawab antara suami dengan istri 41%, perselingkuhan mencapai 8%, ketidakharmonisan 19%, faktor ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan krisis akhlak hanya 1% (Solopos, 2012).

Padahal menurut temuan dari Mooney, Oliver, & Smith (dalam Jansen, 2013) menunjukkan bahwa tingkat perceraian menunjukkan sebuah ilustrasi objektif mengenai kehancuran dalam struktur keluarga dan komitmen.

(6)

Surakarta. Mereka memberikan penjelasan bahwa mempertahankan pernikahan itu harus saling percaya, tulus, mengalah, setia, menghargai, dan terbuka. Namun pada pasangan ini mengalami kesulitan dalam bekerja sama memutuskan sebuah permasalahan hingga pada akhirnya menggunakan pendapatnya sendiri, belum sepenuhnya bisa menerima kekurangan dari pasangannya, dan keinginan untuk mempertahankan harga diri. Berikut ini adalah kutipan wawancaranya:

“Kemantapan nggih, kalau bapak gajinya sekian saya sekian ternyata dalam kehidupan berumah tangga itu tidak seperti yang kita bayangkan banyak sekali cobaan , banyak sekali. Kalau saya memang di PNS mungkin tidak masalah ya, tapi mungkin bapak di swasta. Keluar,,punya uang pingin usaha sendiri. Dulu saat dia bekerja di swasta hasilnya lebih tinggi tapi kan seiring berjalannya waktu kalau di PNS akhirnya gajinya hampir sama, akhirnya dia memutuskan untuk keluar. Orang PNS itu kan gajinya berjalan sendiri. Ya saya tidak egois, kan itu didalam usaha sendiri itu kan jatuh bangun, pengennya dulu ngomongnya saya yang kerja dia yang wirausaha tapi bagaimana cobaan yang banyak. Ada orang yang membohongi itu orang yang ngapusi, dia terlalu percaya...percaya, tidak berfikir negatif ke orang dianggap orang itu baik berteman dengannya. Tapi kenyataannya orang itu mengingkari. Saya ya marah beli mobil itu pake uang banyak tapi dia bilang rejeki sudah ada yang ngatur. Ya kadang agak rame makanya ada selisih mungkin kalau sama-sama pegawai friksinya lebih sedikit ya, dia memutuskan keluar padahal karyanya sudah bagus. Alasannya dia bisa sama anak-anak dirumah. Tapi kenyataanya tidak se-simple itu. Akhirnya sekarang dia bekerja lagi di perusahaan swasta”.

(7)

membawa pulang masalah yang ada di tempat kerja ke rumah, bisa membagi waktu antara keluarga dan pekerjaan, bekerja sama, saling mengisi bila salah satu sibuk dalam pekerjaan, dan dalam membuat keputusan digunakan untuk kebaikan bersama satu keluarga. Berikut ini adalah kutipan wawancaranya:

“Bisa mengayomi anak dan suami, bisa diajak kerja sama, ada suatu komitmen karena sama bekerja, contoh komitmen karena sama-sama sibuk tidak boleh harus menuntut, misalnya saya harus...suami setiap pagi apa, istri setiap pagi apa. Nggak itu, harus ada kerja samanya mana yang repot mana yang tidak, saling mengisi satu dengan yang lain. Contohnya pagi-pagi bangun tidak harus dibuatkan teh, dibuatkan sarapan.”

“Kalau ada masalah di kantor tidak boleh dibawa ke dalam rumah. Masalah kantor ya kantor, rumah ya rumah. Jadi sudah berkomitmen dari awal tidak membawa pulang masalah kantor, kan saya berangkat jam tujuh pagi pulang jam empat sore, kalau lebih memberi kabar, kalau ada rapat malam diantar, kalau diantar atau dijemput teman laki-laki bilang, jadi keterbukaannya seperti itu. Kalau saling terbuka nyaman kerjanya.” “Sebagai suami menjadi leader tapi juga terbatas tidak boleh intervensi hak dan tugas istri. Misalnya harus masak ini ini tapi kan tidak, yang terbaik masak apa, adu mulut sering, adu pendapat juga pernah tapi akhirnya mengalah tidak diperdebatkan sangat hingga menjadi konflik. Apa salahnya mengalah? Jadi kalau sama istri lebih banyak menyanjung, tidak sering memojokkan, tidak bisa memaksa, lebih menghargai.”

Defrain (2012) juga menambahkan komitmen sebagai penentu kuatnya hubungan rumah tangga, beliau menjelaskan bahwa pekerjaan dan prioritas lain tidak menghalangi seseorang untuk menghabiskan waktunya untuk keluarga, karena keluarga adalah suatu hal yang bernilai bagi anggotanya, dan saling mempercayai satu dengan yang lainnya.

(8)

pembagian tugas dan peran, perbedaan pendapatan, stress karena tidak bisa mengatur waktu, pengasuhan anak, terlalu banyak menghabiskan waktu diluar rumah, dan pengambilan keputusan. Namun disisi lain ada pula pernikahan yang tetap bertahan dengan komitmennya untuk tetap bersama meski diterpa berbagai macam konflik.

Maka dari uraian dan fenomena di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian serta ingin mengetahui bagaimana dinamika komitmen dalam kehidupan rumah tangga pasangan suami istri yang sama-sama bekerja. Oleh karena itu, judul yang dipilih adalah Komitmen Pernikahan pada Pasangan Suami Istri Bekerja.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dinamika komitmen pernikahan, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya pada pasangan suami istri yang sama-sama bekerja.

C. Manfaat Penelitian

1. Memperkaya khasanah ilmu psikologi keluarga, karena hasil penelitian ini memberi gambaran mengenai dinamika komitmen pernikahan pasangan suami istri yang keduanya bekerja.

2. Manfaat bagi:

(9)

Referensi

Dokumen terkait

sepintas dari ungkapan di atas Gus Ulil mengkategorikan Kiai Afif sebagai maqoshidiyyun, artinya beliau adalah salah satu dari ulama yang menilai sesuatu secara substansialis

39 Pemberian GCSF pada manusia dapat meningkatkan jumlah sel yang mengekspresikan molekul penanda CD133 dan VEGFR-2 (molekul penanda untuk EPC yang juga merupakan reseptor dari

Pada penelitian ini akan digunakan gerakan lateral fleksi servikal sebagai interpretasi lingkup gerak sendi dimana otot upper trapezius berperan sebagai main muscle atau

Dengan adanya angkutan bis baru maka penulis melakukan penelitian ini untuk mengetahui ketertarikan penumpang terhadap adanya angkutan umum perkotaan (TransJogja), terhadap

Pada hidrolisis enzim dengan pengadukan 130 rpm dan cairan hidrolisat tidak diautoklaf dapat dilihat bahwa yield glukosa pada konsentrasi substrat 100 gr/L tidak terlalu

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan taufik hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul

Pengembangan media yang biasa dibuat oleh guru Sekolah Dasar adalah media grafis. Seperti yang telah diuraikan pada kegiatan belajar sebelumnya media grafis adalah semua

Hidrolisis dilakukan dengan asam formiat (CH 2 O 2 ) pada konsentrasi 4% juga meningkatkan kandungan selulosa dalam hidrolisat, seperti dalam penelitian ini. Selulosa meningkat dari