• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adorasi Sakramen Mahakudus sebagai perpanjangan Ekaristi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Adorasi Sakramen Mahakudus sebagai perpanjangan Ekaristi."

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

ADORASI SAKRAMEN MAHAKUDUS SEBAGAI PERPANJANGAN EKARISTI

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Bagus Efendi NIM: 101124063

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan kepada: Tuhan Yesus dan Alm. kedua orang tua saya Keluarga besar saya dan siapa saja yang telah mendukung saya dengan caranya masing-masing

(7)

v MOTTO

“Mintalah, maka akan diberikan; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu”.

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 29 Agustus 2016 Penulis

(9)

vii

LEMBARAN PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta:

Nama : Bagus Efendi Nomor Mahasiswa : 101124063

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta karya ilmiah saya yang berjudul ADORASI SAKRAMEN MAHAKUDUS SEBAGAI PERPANJANGAN EKARISTI beserta perangkat yang diperlukan (bila ada) saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 29 Agustus 2016 Penulis,

(10)

viii ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah ADORASI SAKRAMEN MAHAKUDUS SEBAGAI PERPANJANGAN EKARISTI. Skripsi ini membahas tentang peran Adorasi Ekaristi sebagai suatu devosi terhadap Sakramen Ekaristi. Alasan mendasar bagi penulis mengambil judul skripsi tersebut adalah masih kurangnya informasi tentang Adorasi Ekaristi di kalangan umat profan, khususnya di paroki santo Petrus dan santo Paulus Klepu, Sleman, Yogyakarta.

Disadari bahwa kegiatan Adorasi ini sedang bergeliat di berbagai daerah, namun ternyata di kalangan umat awam masih sedikit yang mengetahui apa itu Adorasi. Oleh karena itu perlu kiranya untuk memperkenalkan kembali Adorasi Ekaristi di kalangan umat.

Skripsi ini terdiri atas 5 bab. Dibuka dengan pendahuluan, Pengertian Adorasi Ekaristi, Sejarah, dan Perkembangan, Sejarah, Pengertian, dan Perkembangan Ekaristi, Adorasi Sakramen Mahakudus Sebagai Perpanjangan Ekaristi, dan yang terakhir Penutup.

Membicarakan Adorasi sama dengan berbicara mengenai kebaikan Tuhan dan cinta kasih-Nya terhadap kita sebagai umat. Tuhan yang merindukan kita, bisa kita jumpai dengan Adorasi. Adorasi menjadi sarana untuk umat bertemu secara langsung terhadap Tuhan.

Usaha yang dilakukan oleh penulis untuk menjawab pertanyaan tentang kurangnya pemahaman dan penghayatan adorasi Ekaristi adalah dengan cara mengadakan rekoleksi model katekese Shared Christian Praxis (SCP) di Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu selama 3 bulan berturut-turut.

(11)

ix ABSTRACT

The title of this undergraduate thesis is THE ADORATION OF THE SACRAMENT OF EUCHARIST AS THE EXTENSION OF EUCHARIST. This undergraduate thesis is exploring about the role of Adoration as a devotion to the Sacrament of Eucharist. The reason of the writer in deciding this title is the lack of information about Adoration for the people, especially in Santo Petrus dan Santo Paulus Parish Klepu, Sleman, Yogyakarta.

It is recognized that the Adoration activity is alive in many places, but among the faithful there are not many people who know about what is adoration. That is why the reintroducing of Adoration is needed for the people.

This undergraduate thesis is consisting of 5 parts. It is opened by the Opening, the understanding of Eucharist, history, and its development, the second part is History, Understanding, and the development of Adoration, The third part is Adoration as the extension of the Eucharist, and the last part is the conclusion.

Discussing about adoration is equal with discussing about God’s love and His kindness to us as His people. God, who is missing us, can be found in Adoration. Adoration becomes the way for the people to find God directly.

To answer such problems and challenges I propose a recollection program, in the catechesis model of Shared Christian Praxis (SCP) for the Parish of Santo Petrus dan Paulus Klepu.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih, karena segala kebaikan dan rahmat-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul ADORASI SAKRAMEN MAHAKUDUS SEBAGAI PERPANJANGAN EKARISTI.

Skripsi ini merupakan karya ilmiah untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Pendidikan di FKIP-JIP-Prodi PAK Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi ini disusun atas dasar keprihatinan penulis terhadap kurangnya pemahaman umat mengenai Adorasi Sakramen Mahakudus yang berkaitan dengan perayaan Ekaristi.

Proses penulisan Skripsi ini berjalan dengan baik karena dukungan dan kebaikan dari banyak orang sehingga memampukan penulis untuk tetap semangat meskipun banyak tantangan dan kesulitan yang dialami. Penulis sangat berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah menyumbangkan ide dan gagasannya, kemudahan dan kesempatan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. F.X. Heryatno W.W. SJ., M.Ed selaku Kaprodi PAK Universitas Sanata Dharma yang telah berkenan membimbing dan mendukung penulis selama kuliah di kampus PAK-USD.

(13)

xi

3. Y.H. Bintang Nusantara, SFK, M.Hum sebagai dosen penguji II sekaligus dosen pembimbing akademik yang memberi semangat, keramahan, masukan dan dukungan serta kelancaran baik selama kuliah dan secara khusus dalam penyusunan skripsi ini.

4. Yoseph Kristianto, SFK.,M.Pd sebagai dosen penguji III yang bersedia meluangkan waktu dan memberikan masukan dan dukungan kepada penulis. 5. Para dosen dan staf karyawan yang telah membimbing dan memberi

dukungan selama penulis kuliah di PAK Sanata Dharma Yogyakarta.

6. Emanuel Maria Supranowo yang telah membantu saya untuk tekun dalam doa Adorasi Sakramen Mahakudus dan memberikan saya wejangan yang sama seperti Yesus memberikan wejangan kepada para murid yaitu bertolaklah ke tempat yang dalam.

7. Tri Widianto dan teman-teman OMK St. Petrus dan Paulus Klepu yang selalu memberikan semangat dan doa selama saya berproses mengerjakan skripsi. 8. Yunarto selaku pegawai sekretariat Paroki St. Petrus dan Paulus Klepu yang

berkenan untuk meminjamkan buku Adorasi.

9. Teman-teman seperjuangan selama kuliah, angkatan 2010 yang telah memberi dukungan, semangat, kegembiraan dan kebersamaan yang meneguhkan dalam perjuangan selama studi bersama di PAK-USD.

(14)

xii

Akhirnya penulis menyadari, bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki dan penulis membutuhkan koreksi dari pembaca, baik dari segi penulisan maupun dari segi isi. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dari para pembaca demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca sekalian. Terima kasih.

Yogyakarta, 29 Agustus 2016 Penulis

(15)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penulisan ... 5

D. Manfaat Penulisan ... 6

E. Metode Penulisan ... 6

F. Sistematika Penulisan ... 7

BAB II. PENGERTIAN ADORASI EKARISTI, SEJARAH, DAN PERKEMBANGANNYA ... 8

A. Sejarah Ekaristi ... 8

B. Pengertian Ekaristi ... 13

C. Makna Ekaristi ... 17

D. Ekaristi dan Tanggungjawab Sosial ... 18

E. Sejarah Dan Pengertian Adorasi Ekaristi ... 21

(16)

xiv

G. Tempat Adorasi ... 27

H. Tata Cara Melakukan Adorasi ... 30

I. Perkembangan Adorasi dalam Gereja ... 32

1. Adorasi Menurut Konsili Vatikan II ... 32

2. Adorasi Ekaristi Dalam Sacrosanctum Concilium ... 33

3. Adorasi Ekaristi Dalam Presbyterum Ordinarium ... 33

4. Adorasi Ekaristi Menurut Paus Yohanes Paulus II dan Benedictus XVI ... 34

J. Makna Adorasi Sakramen Mahakudus ... 37

BAB III. ADORASI SAKRAMEN MAHAKUDUS SEBAGAI PERPANJANGAN EKARISTI DI PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS KLEPU ... 38

A. Paroki Santo Petrus dan Paulus ... 38

B. Adorasi Ekaristi Menjadi Perpanjangan Ekaristi ... 40

BAB IV. USULAN PROGRAM UNTUK PENGHAYATAN ADORASI SAKRAMEN MAHAKUDUS BAGI UMAT DI PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS KLEPU ... 45

A. Latar Belakang Pemilihan Program ... 46

B. Alasan Pemilihan Tema ... 48

C. Rumusan Tema dan Tujuan ... 50

D. Penjabaran Program ... 52

E. Petunjuk Pelaksanaan Program ... 56

F. Contoh Persiapan Program Katekese SCP untuk Umat di Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu ... 57

1. Identitas ... 57

2. Pemikiran Dasar ... 59

3. Pengembangan Langkah-langkah ... 61

G. Contoh Pendalaman Iman untuk Remaja ... 75

1. Identitas ... 75

(17)

xv

3. Pengembangan Langkah-langkah ... 78

H. Contoh Pendalaman Iman untuk Orang Tua ... 90

1. Identitas ... 90

2. Pemikiran Dasar ... 91

3. Pengembangan Langkah-langkah ... 93

BAB V. PENUTUP ... 109

A. Kesimpulan ... 109

B. Saran dan Kritik ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 114

LAMPIRAN Lampiran 1: Kesaksian Iman ... (1)

Lampiran 2: Foto Prosesi ... (7)

Lampiran 3: Doa dalam Adorasi Sakramen Mahakudus ... (10)

(18)

xvi

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal. 8.

Yoh : Yohanes Luk : Lukas Kor : Korintus Mat : Matius Mrk : Markus Kol : Kolose Yak : Yakobus

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

CT : Catechesi Tradendei, Anjuran Apostolik Paus Yohanes II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

DS : Kumpulan-Ringkasan pengakuan Iman dan dokumen Gereja. EE : Ecclesia De Euchristia, Surat Ensiklik Paus Yohanes Paulus II

(19)

xvii

pria dan perempuan dan segenap para beriman tentang Ekaristi dan hubungannya dengan Gereja, 17 April 2003.

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964.

PO : Presbyterorum Ordinis, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pelayanan dan Penyesuaian Hidup Religius, 28 Oktober 1965. RS : Redemptionis Sacramentum, Intruksi VI Kongregasi Ibadat dan

Tata Tertib Sakramen mengenai sejumlah hal yang perlu dilaksanakan atau pun dihindari berkaitan dengan Ekaristi Mahakudus, 25 Maret 2004.

SC : Sacrosanctum Concilium, Konstitusi Konsili Vatikan II mengenai Liturgi, 4 Desember 1965.

SCar : Sacramentum Caritatis, Anjuran Apostolik Pasca-Sinode Paus Benedictus XVI kepada para uskup, imam, biarawan-biarawati, dan kaum beriman awam mengenai Ekaristi sebagai sumber dan puncak kehidupan serta Perutusan Gereja, 22 Februari 2007.

C. Singkatan Lainnya Rm : Romo Pr : Projo

DSA : Doa Syukur Agung Art : Artikel

SCP : Shared Christian Paxis

(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada mulanya manusia dicipta mengemban tugas mulia dari Allah. Hendaklah manusia berkembang, beranak-pinak, memenuhi dan menguasai bumi. Namun janganlah lupa bahwa hidup ini adalah titipan ujian. Yang dimaksud dengan titipan ujian adalah bahwa pada kehidupan ini kita akan berkutat dengan ujian-ujian dan cobaan dari Allah. Ujian-ujian tersebut menjadi sarana bagi manusia membuktikan kualitas dan kapasitas cintanya kepada Allah dan hukum-NYA.

Manusia bisa membuktikan kapasitas cinta yang besar kepada Allah apabila ketika berhadapan dengan setiap cobaan-cobaan dari Allah dia tetap berpegang pada ajaran kasih Allah. Hal ini seperti yang terjadi pada kisah Nabi Ayub. Betapa Ayub bertubi-tubi menghadapi ujian dari Allah, namun dia tetap pasrah dan berserah pada Allah. Hal ini menunjukkan kapasitas kasih kepada Allah yang luar biasa.

(21)

Generasi pada zaman sekarang menjadi generasi yang beruntung. Orang terlahir pada zaman ketika Gereja sudah mapan. Orang tidak mengalami masa Gereja in diaspora atau masa dimana Gereja menyebar. Orang juga menjumpai pertentangan dengan hukum, bahkan sudah mendapat perlindungan hukum karena Gereja sudah diterima dan diakui masyarakat. Orang juga tidak perlu bersembunyi ketika beribadah.

Namun demikian, bukan berarti Gereja jaman sekarang tidak memiliki tantangan. Dalam hal ini, harus diinsyafi bahwa Gereja tetap memiliki gelombang tantangan yang tidak mudah untuk dilalui. Berhadapan dengan budaya jaman yang berpotensi menggerus iman. Budaya kebersamaan mulai bergeser dengan individualitas. Banyaknya jumlah umat yang berpindah haluan juga menjadi bahan refleksi yang baik bagi semua orang bahwa ternyata Gereja bukan tanpa ancaman. Ancaman-ancaman yang dahulu muncul hanya bertransformasi. Dahulu orang dituntut mengingkari iman dengan ancaman pidana, siksaan, bahkan pembunuhan tetapi sekarang orang mendapat penawaran untuk mengingkari iman dengan cara yang lebih halus dan menjanjikan kenikmatan dunia. Contoh godaan jaman sekarang antara lain teknologi yang diterima dengan ketidaksiapan. Hal yang seharusnya membantu meringankan beban justru menjadi penghambat iman, contohnya TV yang menjadi sarana informasi justru menjadi penghambat umat untuk beribadah karena tontonan-tontonan yang lebih menarik dari homili Romo.

(22)

dari dunia. Bukan berarti hal tersebut menjadi akhir perjuangan bagi Gereja. Masih banyak perjuangan untuk mempertahankan kedaulatan dan mempertahankan anggota-anggota Gereja.

Menyadari akan hal itu, perlu disadari bahwa perlu ada “senjata” untuk

menghadapi tantangan-tantangan jaman tersebut. Selain tindakan nyata yang berlandaskan cinta dan kasih sayang, tentu senjata utama yang harus dimiliki adalah doa dan devosi. Ada banyak devosi yang dimiliki Gereja. Sebut saja devosi kepada Bunda Maria dan devosi Sakramen Maha Kudus sebagai contohnya.

Devosi kepada Sakramen Mahakudus saat ini cukup gencar dilakukan di berbagai daerah. Salah satu bentuk devosi yang sering dilakukan adalah Adorasi Sakramen Mahakudus. Banyak yang menyatakan bahwa hati terasa lebih nyaman dan lega setelah berhadapan secara langsung dengan Allah dalam wujud Sakramen di kapel-kapel Adorasi. Selain itu tidak sedikit juga yang menyatakan telah merasakan anugerah dari Allah setelah melakoni Adorasi secara berturut-turut.

(23)

Adorasi juga menjadi wujud cinta dan kasih manusia kepada Allah. Ajakan untuk berjaga selama satu jam ini menjadi ajakan secara langsung dari Yesus kepada umat Allah. Injil Markus dan Matius menyatakan secara gamblang ajakan ini. Ketika itu Yesus memasuki masa-masa akhir kebersamaan dengan para rasul karena setelah itu Yesus ditangkap dan sampai pada akhirnya dihukum salib hingga wafat.

Oleh karena itu, adorasi bukan hanya menjadi senjata yang ampuh untuk menghadapi masa-masa penuh tantangan ini namun juga menjadi sarana penyempurnaan cinta kasih Gereja terhadap Allah. Menjelang akhir masa hidupnya, Yesus tidak meminta dipuji dan disembah. Yesus hanya meminta sesuatu yang sederhana, ditemani. Sebagai individu yang mengasihi Yesus, tentu kita tidak akan sanggup mentidakkan permintaan sederhana yang penuh makna tersebut.

(24)

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis memilih judul skripsi Adorasi Sakramen Mahakudus Sebagai Perpanjangan Ekaristi.

B. Rumusan Masalah

Fenomena munculnya berbagai kegiatan Devosi Ekaristi, khususnya Adorasi kepada Sakramen Mahakudus, menjadi topik utama pembahasan di dalam skripsi ini. Oleh sebab itu penulis membatasi pembahasan dalam skripsi ini dengan adanya pembahasan dengan mengenai hal tersebut bisa menjadi sangat luas. Mengingat hal tersebut, pada sub bab ini penulis memaparkan inti pokok dari seluruh pembahasan.

Pada intinya, di dalam skripsi ini, pembahasan akan menjawab beberapa pertanyaan. Pertanyaan tersebut yang menjadi batasan untuk ulasan materi. Pertanyaan-pertanyaan yang berusaha dijawab penulis antara lain:

1. Apa itu Adorasi Ekaristi, sejarah, dan perkembangannya? 2. Apa itu Ekaristi, sejarah, dan perkembangannya?

3. Bagaimana hubungan antara Ekaristi dengan Devosi Ekaristi, khususnya Adorasi Sakramen Mahakudus?

C. Tujuan Penulisan

Pada bagian ini penulis memaparkan tujuan dari penulisan skripsi yang berjudul Adorasi sebagai Perpanjangan Ekaristi. Terdapat tiga tujuan dari penulisan skripsi ini. Tiga tujuan tersebut yaitu:

(25)

2. Menjelaskan tentang perayaan Ekaristi terutama tentang sejarah dan perkembangannya.

3. Memaparkan hubungan antara perayaan Ekaristi dengan praktek devosi Ekaristi.

D. Manfaat Penulisaan

Pada bagian ini penulis membahas mengenai manfaat dari penulisan skripsi ini. Terdapat tiga manfaat, yaitu:

1. Penulis maupun pembaca memperoleh pengetahuan lebih mendalam mengenai Adorasi Ekaristi, terutama pada sejarah dan perkembangannya.

2. Penulis maupun pembaca memperoleh pengetahuan lebih mendalam mengenai Ekaristi, dari pengertian, sejarah, dan perkembangannya.

3. Penulis dan pembaca memperoleh pengertian tentang bagaimana posisi devosi Ekaristi disandingkan dengan Ekaristi sehingga tidak lagi ada praktek-praktek devosi yang menyimpang atau salah kaprah.

E. Metode Penulisan

Penulisan skripsi ini didasarkan pada studi pustaka. Penulis mempelajari dokumen-dokumen berupa buku dari berbagai sumber.

(26)

Buku yang kedua juga merupakan karya Rm. E. Martasudjita, Pr. Buku yang kedua ini berjudul Ekaristi: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral. Buku ini dicetak dan diterbitkan oleh Yayasan Kanisius pada tahun 2005. Buku inilah yang menyediakan pengetahuan tentang Ekaristi.

Buku ketiga ditulis oleh Rm. Fl. Hartanta, Pr, dkk. Buku yang ketiga ini berjudul Menimba Rahmat Adorasi. Buku ini berisi pengetahuan tentang Adorasi (khususnya di paroki st. Petrus dan st. Paulus Klepu) dan kesaksian pengalaman beradorasi dari beberapa umat Gereja.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi yang berjudul “Adorasi Sakramen Mahakudus sebagai

Perpanjangan Ekaristi” diuraikandalam lima bab. Penulisanakanmulaidenganpendahuluanyang akandipaparkan secara jelas pada setiapbabnya. Kemudiandiakhiridenganpenutupkesimpulan dan saran.

Bab I : Pendahuluan yang akan memuat latar belakang, rumusan masalah, metode penulisan.

Bab II : Memaparkan sejarah, perkembangan, dan pengertian Adorasi. Memaparkan sejarah, perkembangan, dan pengertian Ekaristi.

Bab III : Memaparkan Adorasi Sakramen Mahakudus sebagai Perpanjangan Ekaristi di Paroki St. Petrus dan Paulus Klepu.

Bab IV : Menguraikan usulan program rekoleksi sebagai salah satu cara untuk memahami adorasi Ekaristi dalam meningkatkan penghayatan iman umat dalam kehidupan konkret di masyarakat.

(27)

BAB II

PENGERTIAN ADORASI EKARISTI, SEJARAH, DAN PERKEMBANGANNYA

Pada bagian ini akan dibahas secara lebih mendalam tentang Ekaristi dan Adorasi Ekaristi. Pembahasan dimulai dari sejarah dan pengertian sampai alasan bagi umat untuk melakukan Adorasi Ekaristi dan Ekaristi.

A. Sejarah Ekaristi

Kata Ekaristi tentu sudah sangat akrab bagi orang yang beragama Katolik. Menjadi kegiatan rutin satu minggu (minimal satu kali dalam satu minggu) umat Katolik merayakan hal ini sebagai bentuk ibadah.

Ekaristi sudah menjadi ciri khas dari umat beragama Katolik. Setidaknya satu minggu sekali kegiatan ini dilakukan secara bersama- sama di gereja (atau tempat lain seperti tempat ziarah, goa Maria, dsb). Walaupun ini sudah dilakukan secara rutin dan sudah menjadi ciri khas sebagai umat Katolik namun bukan berarti sejarah Ekaristi sudah dipahami sebagaimana mestinya.

Sejarah Ekaristi sangatlah luas. Hal tersebut menjadi luas karena harus merangkum fenomena yang terjadi sejak lebih dari dua ribu tahun yang lampau sampai saat ini. Sejarah awal Ekaristi tidak bisa lepas dari berbagai kejadian yang terjadi pada masa Yesus masih berkarya di dunia ini. Misteri pokok Ekaristi bahkan berasal secara berkelanjutan dari masa ini.

(28)

inilah yang menjadi “batu pertama” munculnya Ekaristi. Menurut E. Martasudjita, dalam bukunya yang berjudul Ekaristi: Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral. Dalam buku tersebut Rm. E. Martasudjita mengungkapkan:

Secara monumental penetapan Ekaristi memang dilakukan oleh Yesus sendiri pada perjamuan malam terakhir. Namun penetapan Ekaristi oleh Yesus pada perjamuan malam terakhir itu tidak bisa dilepaskan dari seluruh kerangka hidup, karya, dan perutusan Yesus. Seluruh hidup dan karya Yesus hanyalah tertuju untuk mewartakan Kerajaan Allah (Martasudjita, 2005:35).

Selanjutnya, Ekaristi berkembang sejak misi para Rasul. Pada masa ini Gereja memasang “jantung” pada perayaan berulang mengenang misteri Illahi.

Kisah para Rasul bab 2 ayat 46-47 menjelaskan hal ini:

Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing- masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati sambil memuji Allah.

Hal tersebut menjadi bukti nyata bahwa Ekaristi awal berjalan. Ada hal yang menjadi poin-poin penting Ekaristi yang muncul dalam perikop tersebut. Hal-hal tersebut antara lain kebersamaan, pemecahan roti serta perjamuan bersama, dan yang paling penting secara bersama berdoa sambil memuji Allah.

(29)

Menurut E. Martasudjitadalam bukunya yang berjudul Ekaristi Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral juga mengutip ungkapan dalam Konsili Vatikan II untuk menjelaskan alasan perayaan Ekaristi yang diselenggarakan dalam hari Minggu.

Berdasarkan tradisi para Rasul yang berasal mula pada hari kebangkitan Kristus sendiri, Gereja merayakan misteri Paskah sekali seminggu, pada hari yang tepat sekali disebut hari Tuhan atau hari Minggu. Pada hari itu Umat beriman wajib berkumpul untuk mendengarkan sabda Allah dan ikut serta dalam perayaan Ekaristi, dan dengan demikian mengenangkan sengsara, kebangkitan, dan kemuliaan Tuhan Yesus (Martasudjita, 2005:37).

Terdapat dua inti pokok dari perayaan Ekaristi. Keduanya merupakan misteri yang dirayakan bersama dalam perayaan Ekaristi. Yang pertama adalah Liturgi sabda. Dalam Liturgi Sabda dibacakan kitab- kitab dalam Kitab Suci, meliputi bacaan dari Kitab Perjanjian Lama, Kitab Perjanjian Baru, dan bacaan Injil. Yang kedua adalah Liturgi Ekaristi. Pada Liturgi Ekaristi ada dua kegiatan utama yaitu Doa Syukur Agung (DSA) dan Komuni.

(30)

Tanpa adanya tata perayaan Ekaristi bukan berarti bahwa kegiatan Ekaristi berjalan secara semrawut. Santo Yustinus martir (†165) pernah menjelaskan

bentuk Ekaristi pada masa itu:

Pada hari yang disebut Minggu, semua yang tinggal di kota dan desa berkumpul untuk suatu perayaan bersama. Kemudian tulisan yang ditinggalkan oleh para rasul atau tulisan dari para nabi dibacakan selama waktu mengizinkan. Setelah pembaca menyelesaikan tugasnya, pemimpin memberikan suatu amanat (homili) yang isinya mengingatkan umat beriman agar hidup sesuai dengan ajaran-ajaran mulia itu. Kemudian kami semua bersama-sama berdiri dan memanjatkan doa. Setelah doa-doa itu berakhir..., roti, anggur, dan air dibawa dan pemimpin menyampaikan doa- doa dan doa syukur agung- sesuai kemampuannya. Umat menjawab doa syukur itu dengan menjawab “Amin”. Kemudian bahan-bahan yang atasnya telah disampaikan doa syukur itu (maksudnya: roti dan anggur ekaristi) dibagikan kepada seluruh umat yang hadir, dan diakon-diakon mengambil beberapa untuk dikirimkan kepada mereka yang tidak hadir. Sebagai tambahan, orang-orang yang berkecukupan mengumpulkan sumbangan sesuai dengan kerelaan mereka. Sumbangan yang terkumpul itu dibawa dan diurus oleh pemimpin umat untuk digunakan bagi keperluan menolong para janda dan yatim piatu (Apologia, 67 dalam Martasudjita, 2005:45).

Pemaparan tersebut menjadi informasi tentang perayaan Ekaristi pada masa abad awal. Ekaristi pada masa itu ternyata sudah meliputi dua inti pokok Ekaristi yaitu Liturgi Sabda serta Liturgi Ekaristi. Selain itu budaya kolekte juga sudah mulai berjalan.

(31)

Agung Kanon Romawi. Liturgi ritus Romawi memiliki ciri yang khas yaitu singkat, padat, jelas, serta bentuk kokohnya.

Pada abad pertengahan, Gereja diwarnai dengan nuansa gotik. Hal ini nampak pada seni bangunan gereja yang menyukai bentuk-bentuk lengkung dan lancip. Model bangunan ini nampak pada Gereja Katedral Jakarta. Gereja Katedral Jakarta dibangun mengikuti model era neo-gotik.

Pada masa pertengahan juga berkembang misa votiv. Misa votiv ini berarti misa atau Ekaristi dengan ujud tertentu. Berasal dari kata bahasa Latin Votum yang berarti janji atau harapan atau keinginan.

Perkembangan selanjutnya adalah masa abad XVI-XX yang dibuka dengan kejadian-kejadian reformatif. Pada masa ini muncul tokoh-tokoh reformatif Gereja, sebut saja Martin Luther, Johanes Calvin, Zwingli, dan lain- lain. Pergerakan reformatif ini umumnya berkaitan dengan fenomena realis praesentia. Bahkan di Inggris berkembang Gereja Anglikan yang didirikan oleh raja Henry VIII karena kekecewaanya kepada sri Paus yang tidak mengabulkan permohonan cerainya untuk menikahi wanita lain.

(32)

ini untuk menghindari perpecahan Gereja yang berkelanjutan. Bahasa Latin pun dipilih sebagai bahasa Liturgi secara global.

Perkembangan selanjutnya adalah seperti yangdirasakan saat ini. Gereja berkembang dengan semangat konsili Vatikan II. Tersebutlah Paus Yohanes XXIII atau dengan nama asli Angelo Roncalli yang membawa perubahan wajah Gereja. Paus Yohanes XXIII terpilih sebagai Paus ketika sudah menginjak usia lanjut (77 tahun) dan pada mulanya hanya dianggap sebagai Paus transisi. Tidak disangka justru beliau yang membawa angin segar ke dalam Gereja dengan roh atau semangat dasar Aggiornamento. Hal ini membawa Gereja pada sikap yang lebih terbuka. Pada masa ini lahirlah konstitusi Ekaristi Sacrosanctum Concilium (SC) yang menjadi puncak seluruh perjuangan pembaruan Gereja. Pada masa ini, umat pribumi boleh menggunakan bahasa masing-masing untuk merayakan Ekaristi.

B. Pengertian Ekaristi

Ekaristi memiliki beberapa nama. Sebagian umat beriman menyebut kata Ekaristi, Misa, Perjamuan Tuhan, Sacrificium dan Oblatio, dan Sinaksis.

Istilah Ekaristi berasal dari kata Yunani “Eucharistia”. Kata Eucharistia

berarti puji dan syukur. Menurut sebagian umat kata Ekaristi ini lebih cocok untuk mewakili peribadatan Gereja. Hal ini mengarah pada seluruh perayaan sepanjang Ekaristi yang meliputi Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi.

Istilah Misa bermula dari ungkapan pembubaran pada akhir upacara peribadatan Gereja. Pada saat pembubaran tersebut muncul kalimat “Ite missa est

(33)

kalimat tersebut menekankan segi perutusan umat. Setelah orang merayakan penebusan dalam perayaan Ekaristi, tibalah saatnya untuk bersiap menjadi agen yang diutus untuk mewartakan cinta- kasih Allah dalam kehidupan konkret di dunia nyata. Rm. Martasudjita dalam bukunya mengungkapkan, “Sejak abad V

perayaan Ekaristi disebut misa. Istilah ini digunakan untuk menunjuk seluruh perayaan Ekaristi dengan mau menekankan aspek perutusan untuk melayani Tuhan dan sesama serta mewartakan kabar kabar baik kepada segala bangsa (Martasudjita, 2003:269).

Selain dari dua istilah di atas masih ada beberapa istilah yang digunakan. Seperti pada istilah Perjamuan Tuhan (Dominica Cena). Hal ini berdasar pada ungkapan yang digunakan santo Paulus untuk menyebut Ekaristi (bdk. 1Kor 10:21; 11: 20). Selain itu Yesus juga sering mengumpamakan kedatangan Tuhan kembali dengan istilah perjamuan (bdk. Mat25: 10; Mat 22: 1-10). Secara garis besar santo Paulus mencoba menghubungkan perayaan Ekaristi dengan kehadiran Tuhan pada akhir masa. Selain ini masih ada pula istilah lain seperti Sacrificium dan Oblatio yang berarti kurban dan persembahan, dan Sinaksis yang berarti pertemuan Jemaat pada bahasa Yunani.

(34)

Dalam bukunya yang berjudul Sakramen-sakramen Gereja, Rm. Martasudjita memaparkan alasan tersebut demikian, “Di dalam perayaan Ekaristi, seluruh

misteri kehidupan bersama Allah dan manusia yang mengalami kepenuhannya dalam Kristus dirayakan dan dihadirkan bagi umat beriman. Tidak ada acara atau kegiatan Gereja lainnya yang mampu melebihi perayaan Ekaristi, saat mana Gereja secara resmi dan meriah mengungkapkan dan melaksanakan dirinya sebagai sakramen kebersamaan dengan Yesus Kristus (Martasudjita, 2003: 266). Dikatakan juga bahwa sakramen-sakramen lainnya berhubungan erat dengan Ekaristi dan terarah kepadanya (PO 5; lih. UR 22). Ekaristi merupakan tanda dan sarana, yang artinya “sakramen” persatuan dengan Allah dan kesatuan antar

(35)

perayaan Ekaristi menjadi perayaan yang sungguh luar biasa dan agung karena dikehendaki oleh Tuhan untuk menghadirkan seluruh misteri penebusanNya dalam ruang dan waktu agar dapat dialami oleh umat beriman yaitu dalam rupa roti dan anggur yang suci. Ekaristi juga menghadirkan apa yang sebenarnya akan dianugerahkan pada akhir zaman yang tidak lain adalah hidup Allah sendiri. Sehingga umat akan memperoleh keselamatan abadi di Surga. Ekaristi juga bisa disebut sebagai materai kemuliaan yang akan datang (EE 18). Dalam tulisannya, Paus Yohanes Paulus II menegaskan makna eskatologis Ekaristi :

Aklamasi umat, menyusul konsekrasi, dengan tepat mengakhiri Ekaristi dengan visi eskatologis (lih. 1 Kor 11:26): sampai Tuhan datang dalam kemuliaan. Ekaristi adalah upaya mengejar tujuan, penciptaan cita rasa kepenuhan suka cita yang dijanjikan oleh Kristus (lih. Yoh 15:11) ...Para penyantap Tubuh Kristus dalam Ekaristi tidak perlu menunggu akhir dunia menerima hidup kekal: mereka telah memilikinya di dunia ini, sebagai buah sulung kepenuhan yang akan datang, yang memuaskan manusia tidak kurang suatu apa pun. Sebab dalam Ekaristi kita juga menerima jaminan kebangkitan tubuh pada akhir zaman: “Barang siapa makan tubuhKu dan minum darahKu memiliki hidup kekal, dan Aku akan membangkitkannya pada hari akhir” (Yoh 6:54). Jaminan kebangkitan kita kelak beroleh dasarnya pada kenyataan bahwa tubuh Putra Manusia yang kita santap adalah tubuh mulia Tuhan yang dibangkitkan. Kita seolah mencerna rahasia kebangkitan. Itulah sebabnya, santo Ignatius Anthiokia dengan tepat merumuskan Ekaristi sebagai penawar ketidakmatian, penangkal kematian (EE 18).

Paus Yohanes Paulus II juga menyampaikan bahwa “Ekaristi adalah

secercah penampakan surga di atas bumi. Ekaristi adalah seberkas sinar mulia dari Yerusalem surgawi yang menembus awan sejarah dan menaungi peziarahan kita”

(EE 19). Ekaristi juga tidak bisa dilepaskan dari tugas perutusan para murid dan tugas perutusan sosial Gereja.

(36)

dengan Tuhan. Melalui Ekaristi pula orang mengenang karya keselamatan oleh Yesus Kristus. Sedangkan Devosi Ekaristi menjadi sarana untuk menjawab ungkapan kasih Tuhan yang tersampaikan melalui Ekaristi.

C. Makna Ekaristi

Perayaan Ekaristi adalah tindakan Kristus sendiri bersama umat Allah. Dengan merayakan Ekaristi, umat beriman merayakan karya Misteri Penyelamatan Allah dalam diri Yesus Kristus dan sekaligus melaksanakan amanat Yesus yaitu “Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Aku”. Melalui misteri ini,

Ekaristi menjadi sumber dan puncak seluruh hidup umat Kristiani yang berpangkal dalam diri Yesus (Martasudjita, 2016:57).

Ekaristi juga disebut sebagai wujud kesatuan umat, dengan bernyanyi bersama dan doa bersama, serta memakan Roti yang satu dan sama, orang yang ikut dalam perayaan Ekaristi dipersatukan oleh Allah melalui sebuah ikatan cinta yang membentuk satu tubuh dalam diri Yesus. Dengan demikian, kehadiran dan partisipasi aktif umat dalam perayaan Ekaristi menjadi bukti bahwa Ekaristi merupakan perayaan umat (LG, art. 3).

(37)

D. Ekaristi dan Tanggung Jawab Sosial

Hidup orang beriman Katolik tidak hanya berhenti sampai pada taraf doa dan pujian di dalam gereja. Hidup menggereja secara katolik yang bernafaskan ekaristi bukan sekedar merayakan misteri penebusan dalam doa dan nyanyi- nyanyian dalam perayaan ekaristi. Perayaan Ekaristi adalah puncak dari segala kegiatan keimanan umat Katolik namun akan menjadi tidak lengkap apabila tidak disertai dengan aksi yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial (manusia bersifat individu sekaligus sosial).

Berbicara mengenai hidup doa dan hidup sosial, Paus Yohanes Paulus II merespon dalam Ecclesia de Eucharistia, “... Pastilah visi Kristiani mengarah kepada penantian „langit dan bumi yang baru‟ (Why. 21:1). Hal ini justru

menambah, dan bukan mengurangi, rasa tanggung jawab kita terhadap dunia dewasa ini. Saya ingin sungguh-sungguh menegaskan pada awal millenium baru ini, agar umat kristiani lebih merasa wajib melaksanakan tugasnya, dan tidak melupakan sebagai warga dunia..."(Ecclesia de Eucharistia:20). Melalui pesan tersebut, Bapa Paus Yohanes Paulus II pada masa itu sudah mengajak umat kristiani untuk menjadi lebih peka pada apa yang muncul dalam masyarakat dan turut ambil bagian dalam pelayanan yang nyata dalam masyarakat.

(38)

dan juga lex vivendi atau tentang apa yang didoakan, diimani, dan dihayati (Martasudjita, 2016:133). Hal tersebut menjadi jawaban antara mana yang lebih baik dari kedua pernyataan yang tadi diperdebatkan, bahwa sebenarnya tidak ada yang lebih baik dari beribadah saja dan menjadi aktifis sosial saja karena keduanya adalah hal yang lekat dan saling menyempurnakan satu sama lain. Lebih dalam Rm. Martasudjita bahkan menyatakan, “Dikotomi yang memisahkan hidup

doa dan hidup sosial dapat berbahaya, karena justru tidak sesuai dengan peristiwa pewahyuan Allah yang justru menjadi manuisa, yakni Yang Illahi yang berkenan masuk ke dalam sejarah umat manusia, sehingga perjalanan hidup manusia selalu merupakan perjalanan hidup bersama Allah sendiri.” (Martasudjita, 2016:134).

Hal ini bahkan terungkap dengan ungkapan yang lebih keras bahwa pemisahan hidup doa dan hidup sosial dapat menjadi berbahaya. Hal tersebut menjadi peneguhan bahwa hidup sosial dan hidup doa merupakan satu tubuh dan tidak sebaiknya terpisah-pisah.

Hidup doa dan hidup sosial yang sebaiknya berjalan seimbang juga muncul dalam tata cara doa dalam perayaan Ekaristi. Pada ujung akhir perayaan Ekaristi, Imam akan menyerukan, “Ite, missa est!” atau dalam bahasa Indonesia

menjadi, “Pergilah, engkau diutus!”. Seruan perutusan ini bahkan menjadi akar

(39)

sekaligus contoh bahwa sebagai umat beriman kita harus peka terhadap situasi yang terjadi dalam masyarakat dan berani memunculkan aksi sebagai respon atas apa yang timbul dalam masyarakat. Dalam bacaan tesebut, tampak adanya kepekaan terhadap banyaknya orang yang kelaparan dan murid-murid Yesus menanggapi dengan aksi solidaritas pembagian makanan yang sudah digandakan Yesus.

Kemudian untuk generasi saat ini, hal apa yang bisa dilakukan sebagai pemenuhan akan perutusan? Tentu sangat banyak yang hal yang bisa dilakukan. Masih banyak keprihatinan sosial yang muncul di dalam kehidupan berasma. Masih banyak orang yang kelaparan (dalam arti yang sebenarnya) yang membutuhkan bantuan. Atau setidaknya kalau orang belum bisa membantu mereka yang kelaparan, hal paling mudah untuk dilakukan adalah dengan berbela rasa dengan tidak pernah menyia-nyiakan makanan. Dengan hal sederhana menghabiskan makanan orang tidak hanya berbela rasa terhadap mereka yang kurang beruntung namun juga sebagai wujud penghargaan akan setiap tetes keringat para petani sekaligus wujud ungkapan terima kasih kepada para petani.

(40)

E. Sejarah dan Pengertian Adorasi Ekaristi

Dalam bukunya yang berjudul Adorasi Ekaristi: Tuntunan Ringkas, E. Martasudjita,(2007: 11) menawarkan empat pengertian mengenai Adorasi. Keempat pengertian tersebut adalah:

1. Adorasi Ekaristi adalah sebuah ibadat atau doa yang dilaksanakan umat beriman di hadapan Ekaristi Mahakudus atau Sakramen Mahakudus yang ditakhtakan.

2. Adorasi Ekaristi juga bisa disebut pujian kepada Sakramen Mahakudus, pujian kepada Ekaristi Mahakudus, kebaktian kepada Sakramen Mahakudus, atau sembah sujud kepada Sakramen Mahakudus.

3. Demikian pula, sebutan Salve atau Astuti menunjuk Adorasi Ekaristi atau pujian kepada Sakramen Mahakudus ini.

4. Adorasi Ekaristi merupakan salah satu bentuk dari macam-macam bentuk devosi Ekaristi yang hidup dalam Gereja Katolik.

Demikan sebenarnya Adorasi berasal dari bahasa Latin: Adorare. Adorare berarti menyembah atau bersembah sujud. Hal ini mengacu pada kegiatan yang terjadi sepanjang kegiatan adorasi yang adalah untuk bersembah sujud kepada Tuhan dalam wujud Hosti yang terberkati. Hal ini juga dipaparkan dalamkamus Teologi, “Penghormatan tertinggi yang diperuntukkan hanya bagi Allah (Kel

20:1-4;Yoh 4:23), pencipta, Penyelamat, dan Yang menguduskan kita....” (O‟Collins, 1996:16).

(41)

meyakini bahwa Tuhan yang sungguh hadir. Roti adalah realis praesentia dimana Tuhan sungguh secara real hadir dalam Ekaristi Mahakudus. Itulah mengapa orang datang bersujud-sembah di hadapan Hosti yang terberkati.

Selain daripada itu, Yesus sendiri dengan tegas menyatakan ketika dalam perjamuan yang terakhir sebelum sengsara-Nya: “ Inilah tubuh-KU...”. Mata orang mungkin hanya melihat sebentuk roti, namun hati dan iman yang sesungguhnya bertemu dengan Tuhan. Santo Sirilus dari Yerusalem, seperti terkutip dalam buku E. Martasudjita, menyebutkan dengan indah: Dalam rupa roti dan anggur, jangan hanya melihat unsur alamiah sebab Tuhan telah tegas mengatakan bahwa itu adalah tubuh dan darah-Nya; iman memastikan bagimu, kendati indra menunjuk kepada yang lain”.

Dalam bukunya, Menimba Rahmat Adorasi, Fl. Hartanta, menuliskan: Adorasi sebagai peristiwa perjumpaan dengan Allah yang selalu, terus- menerus, dan tiada henti mendekati manusia. Boleh dikatakan Adorasi adalah peristiwa nyedhaki sing ditresnani, nresnani sing nyedhaki. Artinya adalah Allah yang senantiasa, dengan berbagai cara mendekati manusia yang dicintaiNya dan mengundang manusia untuk mencintai mendekati Allah (Hartanta, 2012: 5).

(42)

wujud sebuah roti namun iman kita percaya bahwa Tuhan benar-benar hadir bersama kita dalam wujud yang memang tersamarkan.

Namun seturut sejarah devosi Ekaristi yang pernah terjadi, Gereja pun pernah mengalami masa kelam. Devosi yang bertujuan mulia ini diterima dengan pemahaman yang kurang tepat. Akibatnya banyak praktek-praktek devosi yang cenderung bersifat magis dan berlebihan. Misalnya seperti yang dipaparkan Martasudjita dalam bukunya: “ Sayangnya, praktek umat beriman sering kebablasan dan jatuh ke magis. Misalnya saja, keyakinan bahwa orang akan mendapat berkat dan rahmat apabila bisa memandang Sakramen Mahakudus itu sesering mungkin, tetapi mereka lupa untuk menyambut hosti suci dalam komuni” (Martasudjita, 2007: 17).

Hal-hal menyimpang tersebut yang memancing munculnya tokoh-tokoh gerakan reformasi dalam Gereja, sebut saja misalnya: Huldrich Zwingli, Martin Luther, dan Yohanes Calvin. Kaum reformator ini menolak adanya praktek devosi Ekaristi dalam Gereja Katolik ini dan membentuk Gereja-gereja yang baru.

(43)

Siapa berkata bahwa dalam Sakramen Ekaristi yang kudus Kristus sang Putra Allah yang tunggal tidak boleh disembah dengan kebaktian lahiriah dari sembah sujud kepada Allah, dan oleh karenanya Dia tidak boleh dihormati melalui perayaan pesta khusus, dan orang tidak boleh mengaraknya berkeliling secara meriah dalam prosesi (Sakramen Mahakudus) sesuai dengan adat dan kebiasaan Gereja Kudus yang terpuji dan umum, atau orang tidak boleh menunjukkan secara umum kepada umat penyembah (kepada Sakramen Mahakudus), dan karenanya penyembahannya dipandang penyembah berhala, terkucillah dia! (kanon 6-DS 1656/NR 582).

Akibat dari munculnya kaum reformator dan ajaran konsili Trente pada abad XVI membuat devosi Ekaristi dan Adorasi Ekaristi menjadi semakin marak. Banyak kapel-kapel devosi dan peralatan, seperti monstran misalnya, yang dibuat dengan lebih indah dan meriah. Bahkan muncul pula kongregasi yang menempatkan devosi kepada Sakramen Mahakudus sebagai spiritualitasnya.

Menyadari bahwa adanya hubungan erat antara devosi kepada Sakramen Mahakudus (yang termasuk juga di dalamnya adalah Adorasi Ekaristi) maka Gereja tetap mendukung adanya devosi tersebut. Bahkan dengan diadakan pembaruan teologi dan dengan adanya konsili Vatikan II menganjurkan dan mendukung eksistensi devosi Ekaristi di dalam Gereja. Namun agar tidak kembali terjatuh dalam hal magis seperti yang pernah terjadi, perlu diingat bersama adanya kesatuan antara devosi Ekaristi dan perayaan Ekaristi itu sendiri.

(44)

berhadapan dengan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat accidental yang membuat pelaku Adorasi Ekaristi ini tidak hadir dalam gilirannya. Terkadang pula (cukup sering) para pelaku Adorasi Ekaristi harus mengadu komitmen dan rasa rindu kepada Tuhan dengan rasa lelah, jenuh, dan bosan.

Hambatan-hambatan tersebut tentu membawa konsekuensi pada pelaku Adorasi Ekaristi tersebut dan yang lain. Salah satu konsekuensi yang cukup adil adalah dengan membicarakan hal tersebut dengan sesama pelaku Adorasi Ekaristi sehingga memungkinkan untuk bertukar jadwal sementara. Terkadang faktor cuaca (khususnya hujan) juga membuat pelaku merasa lebih nyaman untuk tetap berada di rumah. Sebenarnya pada saat-saat seperti itulah cinta seseorang kepada Tuhan diuji.

F. Waktu Untuk Adorasi

Waktu untuk melakukan Adorasi Ekaristi sesungguhnya menjadi hal yang sangat fleksibel. Setiap orang memiliki hak untuk menentukan sendiri waktu yang akan diluangkan untuk bersama dengan Yesus.

(45)

sejak abad XII dengan adanya tulisan yang ditunjukkan kepada beberapa rubiah yang tinggal di dekat gereja: Arahkanlah pikiran-pikiranmu kepada Tubuh dan Darah Tuhan yang mulia di atas altar dan berlututlah di hadapanNya. Dan ucapkanlah: salam wahai Dikau Sang Pencipta! Salam betapa mulia penebusan kami! Salam, penuhilah harapan kami!”(Martasudjita, 2005:432). Makna visitasi

bisa diartikan sebagai wujud rasa hormat umat beriman kepada Sakramen Mahakudus yang berada di dalam Tabernakel atas karya penebusan Tuhan kita Yesus Kristus yang hadir di dalam perayaan Ekaristi.

Durasi waktu Adorasi adalah satu jam penuh. Waktu tersebut dipilih sendiri secara merdeka. Yang terpenting adalah bisa bersama-sama dengan Tuhan selama satu jam tersebut.

Perkembangan lebih lanjut dari Adorasi Ekaristi adalah Adorasi Ekaristi abadi. Adorasi Ekaristi abadi dilakukan secara personal atau pribadi dimana setiap orang mendapat waktu satu jam untuk bersama Yesus. Setelah satu jam orang tersebut akan digantikan oleh orang yang lainnya juga selama satu jam. Hal tersebut berlaku terus menerus selama 24 jam dalam satu hari, 7 hari dalam satu minggu dan seterusnya.

(46)

berbeda-beda, selanjutnya proses tersebut terus berjalan secara berulang-ulang selama 7 hari dalam satu minggu, 30 hari selama satu bulan, dan sampai waktu yang tidak terbatas.

Waktu yang (idealnya) satu jam mengacu kepada pertanyaan Yesus kepada para Rasul ketika di Getsemani: “Tidakkah kalian bisa berjaga satu jam saja bersama-sama dengan aku?” dan hal ini menunjukkan bahwa Tuhan juga memiliki kerinduan untuk bersama secara intim dengan umat-Nya.

Adorasi Ekaristi terkadang berbenturan dengan masalah jumlah umat yang tidak mencukupi untuk memenuhi waktu 24 jam. Bagaimanapun Adorasi adalah masalah kerinduan untuk bersama dengan Tuhan, tentu tidak ada yang boleh dan bisa memaksa seseorang untuk beradorasi. Apabila hal ini terjadi, maka Sakramen boleh disimpan kembali pada waktu yang sudah disepakati bersama. Seperti pada yang tertulis pada buku karya Rm. E. Martasudjita, Pr. (2007:36).

Bilamana pentakhtaan terus-menerus tidak mungkin dilaksanakan, seperti karena jumlah umat yang hadir tidak mencukupi (dalam kasus Adorasi Sehari atau Adorasi Abadi), Sakramen Mahakudus boleh disimpan kembali dalam tabernakel pada jam-jam yang sudah ditentukan dan diumumkan sebelumnya.

G. Tempat Adorasi

(47)

Keperluan ketika melakukan Adorasi adalah untuk berjumpa dengan Tuhan dan memuaskan rasa rindu kepada-Nya. Adapun juga berhak berdoa memohon untuk kehidupan orang itu sendiri. Karena tujuan yang pertama dan utama adalah untuk berjumpa dengan Tuhan, maka tidaklah menjadi perlu untuk bercakap-cakap dengan orang lain apabila Adorasi ini dilakukan secara bersama-sama atau komunal (biasanya terjadi pada saat pembukaan dan penutupan adorasi).

Ada ungkapan bahwa Tuhan bisa dijumpai dimana saja, bahkan di tengah- tengah keramaian. Hal tersebut memang benar. Dimanapun dan apapun yang orang lakukan, maka akan bertemu dengan Tuhan apabila mau mencari dan atau menyadari. Namun, ketika berhadapan dengan Tuhan, cukuplah bercakap-cakap dengan Tuhan saja dari hati ke hati. Sebab dari itu tempat untuk melakukan Adorasi secara otomatis akan menjadi tempat yang hening dan tenang.

Umat di wilayah Kleben, Paroki St. Petrus dan St. Paulus Klepu melakukan Adorasi Ekaristi abadi dengan dua cara. Masing-masing cara dibedakan dari tempatnya. Cara pertama dilakukan dari kapel Adorasi yang ada di kapel wilayah tersebut. Cara kedua adorasi secara berkeliling setiap lingkungan. Dalam metode ini, kapel Adorasi menggunakan salah satu ruangan dalam rumah milik warga yang bersedia.

(48)

yang mana telah disediakan untuk menjadi kapel Adorasi. Hal ini tentu sudah melalui persetujuan dari pemilik rumah tersebut.

Alasan dari metode tersebut adalah untuk membawa Tuhan menjadi lebih dekat dengan umat-Nya. Tentu perludiingat ratapan Yesus pada Injil Lukas 13: 34B,” Berkali- kali aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk

ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya...” Sabda tersebut menunjukkan betapa rindunya Tuhan untuk bisa bersama-sama dengan umat-Nya.

Mengacu pada Lukas 13:34B tersebut dan bersambut dengan rasa rindu umat di Wilayah Kleben maka melalui peran Rm. Patrick Barry dirintislah metode Adorasi Ekaristi Abadi berkeliling lima lingkungan dalam satu wilayah tersebut.Mungkin timbul juga pertanyaan, “bukankah sudah ada Adorasi Ekaristi Abadi juga di kapel, tidakkah itu saja cukup?”, maka jawabannya jelas: kalau bisa

membawa Tuhan lebih dekat dengan umat-Nya, kenapa tidak? Mengingat di wilayah tersebut terdapat beberapa umat yang sudah lanjut usia dan juga sakit-sakitan yang mana tidak memungkinkan untuk berkunjung ke kapel maka adanya Adorasi Ekaristi Abadi di lingkungan ini tentu sangat membantu. Mereka yang sebelumnya harus memendam rasa rindu kepada Tuhan karena sakit atau alasan lain menjadi bisa berjumpa dengan Tuhan dan melampiaskan ungkapan rindu masing-masing.

(49)

dalam Monstran. Dengan demikian, Tuhan telah menjadi semakin dekat dengan umat-Nya.

H. Tata Cara Melakukan Adorasi

Dalam Adorasi Ekaristi menjadi kebebasan orang untuk mengungkapkan akan apa yang ingin dicurahkan bersama Yesus. Memang ada tatanan khusus di awal, namun akan ada banyak waktu bebas yang bisa digunakan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.

Memang ada rumusan doa khusus untuk Adorasi Ekaristi. Namun bukan berarti orang tidak boleh mendaraskan doa yang lain seperti misalnya doa Rosario atau atau doa- doa yang lain. Rituale Romanum memberi kelonggaran bagi umat untuk mendaraskan doa-doa devosi untuk mengisi doa di depan Sakramen Mahakudus dengan catatan selaras dengan misteri iman akan Yesus Kristus. Walaupun demikian, Komisi Liturgi Keuskupan Agung Semarang juga menerbitkan buku doa untuk Adorasi Ekaristi Pujian Kepada Sakramen Mahakudus (Komisi Liturgi KAS:Kanisius,1998).

(50)

Menurut E. Martasudjita, (20007:36) dalam bukunya urutan tata cara Adorasi Ekaristi adalah sebagai berikut:

1. Pentakhtaan (yakni sakramen Mahakudus dimasukkan ke dalam Monstran dan ditakhtakan).

2. Adorasi atau sembah sujud yang terdiri atas: bacaan dari Kitab Suci, doa-doa dan nyanyian-nyanyian, homili atau renungan singkat, waktu hening (secukupnya).

3. Pemberkatan dengan Sakramen Mahakudus, yang biasanya didahului dengan Tantum Ergo dan doa singkat, dan sesudahnya doa Terpujilah Allah.

4. Mengembalikan Sakramen Mahakudus ke Tabernakel.

Tata cara tersebut biasa digunakan dalam Adorasi Ekaristi 30 menit atau lebih pada pentakhtaan singkat. Selebihnya waktu bisa diisi dengan doa-doa devosi yang lain atau sekedar mencurahkan isi hati kepada Tuhan untuk memperoleh penguatan moril. Hal ini mengacu kepada sabda Yesus,” Marilah

kepada-Ku semua yang letih, lesu, dan berbeban berat. Aku akan memberikan kelegaan bagimu”(Mat11:28). Adorasi Ekaristi sungguh sangat bermanfaat.

(51)

I. Perkembangan Adorasi Dalam Gereja 1. Adorasi Ekaristi Menurut Konsili Vatikan II

Konsili Vatikan II yang dilaksanakan pada tanggal 11 Oktober 1962 sampai dengan tanggal 8 Desember 1965 menghasilkan enam belas dokumen Gereja yang terdiri dari : 4 konstitusi, 9 dekrit, dan 3 pernyataan. Tujuan dari konsili ini dimaksudkan untuk meningkatkan kehidupan iman kristiani dalam kehidupan sehari-hari (SC 1). Adorasi Ekaristi merupakan salah satu bagian dari Gereja, maka Gereja mempunyai kewajiban untuk mengatur kegiatan-kegiatan umat beriman dalam upaya meningkatkan kehidupan rohani. Adorasi Ekaristi mampu membantu orang untuk menemukan kedalaman iman, kedalaman batin, dan rohani, sehingga orang mampu menyeimbangkan doa dengan perbuatan di kehidupan masyarakat (Martasudjita, 2012:83).

(52)

2. Adorasi Ekaristi Dalam Sacrosanctum Concilium

Konstitusi ini mempunyai tujuan untuk meningkatkan kehidupan umatnya, maka diadakan pembaharuan dan pengembangan dalam bidang Liturgi (SC 1). Liturgi merupakan salah satu cara untuk membantu umat beriman dalam menghayati dan memaknai misteri karya penebusan dalam diri Yesus Kristus yang mengorbankan Tubuh dan Darah-Nya. Dengan demikian Allah menghendaki umat-Nya selamat dengan mengutus Putra-Nya yang Tunggal untuk memperbaiki relasi manusia dengan Allah sendiri dengan puncaknya sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus Kristus. Kristus sungguh-sunguh hadir dalam diri pelayan Gereja yaitu Imam maupun dalam rupa Roti dan Anggur sebagai lambang Tubuh dan Darah Kristus. Misteri Ekaristi dipandang sebagai pusat dari seluruh kegiatan Liturgi (SC 6), maka seluruh perayaan Ekaristi termasuk juga Adorasi Ekaristi mengalir dan tertuju kepada Ekaristi yang merupakan pusat dan puncak.

3. Adorasi Ekaristi Dalam Presbyterorum Ordinis

Dalam perayaan Ekaristi, secara lahiriah imam merupakan pemimpin bagi jemaat, yang menduduki tempat yang paling tinggi sebagai pemimpin dalam perayaan Ekaristi. Tugas utama pemimpin adalah (PO 5) :

a. Sebagai wakil Kristus dalam peryaan Ekaristi melalui tindakan Roh Kudus. b. Penyalur utama misteri-misteri Allah kepada jemaat dan sekaligus sebagai

pendorong dan pelindung bagi seluruh kehidupan liturgi.

c. Sebagai penolong umat untuk mencapai tujuan Perayaan Ekaristi untuk bisa sampai kepada Allah Bapa dan dipersatukan denganNya.

(53)

Para imam juga mencari dan memohon kepada Allah Bapa semangat sembah sujud yang sejati (PO 18). Peran para imam dalam Adorasi juga sangat penting terutama pada saat pemberkatan umat dengan Sakramen Mahakudus yang sudah ditakhtakan di dalam Monstran. Perberkatan melalui Sakramen Mahakudus inilah yang diharapkan oleh umat beriman pada umumnya (Martasudjita, 2007:36).

4. Adorasi Ekaristi Menurut Paus Yohanes Paulus II dan Benedictus XVI PausYohanes Paulus II dan Benedictus XVI menyatakan bahwa Adorasi Ekaristi itu “memperpanjang dan memperdalam segala yang terjadi dalam

(54)

Paus Yohanes Paulus II berbicara khusus tentang hubungan Ekaristi dengan Gereja itu sendiri. Perayan keselamatan serta kehadiran YesusKristus yang diwujudkan dalam rupa roti dan anggur yang menjadi Tubuh dan Darah Kristus yang dirayakan oleh seluruh Gereja di seluruh dunia. Maka Gereja yang hidup dari Ekaristi karena di dalamnya terdapat suatu kekayaan rohani Gereja yaitu Kristus (EE 11). Adorasi Ekaristi juga harus dipahami dalam kerangka dan alur tentangkasih Allah yang berpuncak dalam Misteri Paskah. Adorasi Ekaristi tidak lain adalah tanggapan umat untuk bersyukur atas kasih Allah yang tiada tara dengan cara bersujud dan menyembah di dalam keheningan kontemplasi. Tanpa Adorasi orang tidak akan bisa masuk ke dalam misteri paskah yang tidak mudah untuk dicerna dan ditangkap. Paus Yohanes Paulus II juga mengajak para imam untuk rajin berdevosi Ekaristi dalam hidup sehari-hari. Dengan ditegaskan melalui ungkapan:

Kepada para imam, Konsili Vatikan II menganjurkan, selain Ekaristi harian, juga devosi kepada Ekaristi Mahakudus, dan khususnya wawancara pribadi dengan Kristus, visitasi dan sembah sujud kepada Sakramen Mahakudus (PO 18). Iman yang dalam dan cinta kepada Ekaristi tidak dapat membiarkan kehadiran Kristus di tabernakel tinggal sendirian. Dalam Perjanjian Lama kita membaca bahwa Allah tinggal dalam sebuah kemah (atau tabernakel), yang disebut Kemah Pertemuan (Kel 33:7). Pertemuan itu diinginkan oleh Allah. Maka dapat dikatakan bahwa daam tabernakel Ekaristi, Kristus juga hadir untuk berwawancara dengan umat Allah yang baru dan dengan pengikutNya secara pribadi. Para imam adalah orang pertama yang dipanggil untuk masuk ke kemah pertemuan itu, untuk mengunjungi Krstus di dalam tabernakel untuk pembicaraan harian (Martasudjita, 2012:46).

(55)

penuh iman dan siap untuk memberi silih bagi dosa besar dan kejahatan di dunia (Martassudjita, 2012:64).

Paus Benedictus XVI dalam homilinya di Koln, Jerman, tahun 2005 berkata : “Adorasi adalah ad-oratio yang artinya kontak dari mulut ke mulut”.

Paus Benedictus juga menegaskan bahwa Adorasi Ekaristi merupakan tindakan sembah sujud yang dijiwai dan dipenuhi oleh rasa cinta kasih yang mendalam kepada Kristus dengan sebuah ciuman dan pelukan yang penuh kasih sayang kepada Tuhan yang telah mengasihi dan memberikan hidupNya untuk menebus dosa seluruh manusia (Martasudjita,2012:28). Penegasan Paus Benedictus XVI (Martasudjita, 2012:28):

Dalam Ekaristi, Putra Allah datang untuk menjumpai kita dan ingin menjadi satu dengan kita; Adorasi Ekaristi hanyalah konsekuensi alami dari Perayaan Ekaristi, yang adalah tindakan paling luhur dari Gereja. Menerima Ekaristi berarti menyembah Dia yang kita terima. Hanya dengan cara ini kita menjadi satu dengan Dia dan sungguh boleh mencicipi keindahan liturgi surgawi. Kegiatan Adorasi di luar Misa memperpanjang dan mengintensifkan segala yang terjadi dalam perayaan Ekaristi sendiri. sungguh hanya dalam Adorasi penyambutan yang mendalam dan tulus dapat menjadi matang (Scar, art. 66).

(56)

J. Makna Adorasi Sakramen Mahakudus

Adorasi Sakramen Mahakudus yang merupakan tindakan penyembahan kepada Tuhan yang hadir dalam rupa Hosti yang telah dikonsekrasikan. Berarti orang pada janji yang diberikan oleh Yesus dalam perjamuan terakhir yang mengatakan, “Inilah Tubuh-Ku” dan “Inilah Darah-Ku”, yang dalam konsekrasi

oleh para iman hosti dirubah menjadi Tubuh Kristus dan anggur menjadi Darah Kristus. Dengan demikian, berdoa di hadapan Sakramen Mahakudus sama halnya berdoa di hadapan Allah sendiri.

Dengan demikian makna lain dari Adorasi Sakramen Mahakudus bisa dikatakan praktek sehari-hari yang sungguh penting dan menjadi sumber kekudusan yang tidak akan pernah habis. Karena sangat menyenangkan menghabiskan waktu bersama Kristus dan untuk merasakan kasih Kristus yang tidak terbatas. Oleh karena itu Adorasi Sakramen Mahakudus disebut sebagai perpanjangan dan pendalaman dari Ekaristi. Orang dapat menikmati dan merasakan kesatuan dengan Allah yang mengasihi dan mencintai umatnya (Martasudjita, 2016:108).

(57)

BAB III

ADORASI SAKRAMEN MAHAKUDUS SEBAGAI PERPANJANGAN EKARISTI DI PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS KLEPU

Adorasi Ekaristi merupakan salah satu bentuk peryaan iman. Dalam perayaan iman tersebut umat mengungkapkan iman atas kebaikan Allah yang telah menyelamatkan manusia melalui PuteraNya Yesus Kristus dengan mengorbankan Tubuh dan DarahNya untuk menebus dosa umat manusia. Berbicara tentang Adorasi Ekaristi, tentu saja berbicara tentang orientasi pada pengalaman konkret hidup yang dikembangkan dalam berbagai segi kehidupan umat beriman. Untuk lebih lanjutnya akan dipaparkan penjelasan mengenai Adorasi Sakramen Mahakudus sebagai perpanjangan Ekaristi.

A. Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu

(58)

Jepang, Rm. Strater, SJ dianggap memihak kepada Belanda sehingga beliau diasingkan ke Sukamiskin. Pada masa itulah peran pewartaan sedikit-banyak terbantu oleh peran pewarta awam. Ekaristi diadakan oleh Romo-romo pribumi dan non Belanda yang secara berkala melakukan kunjungan. Para Romo ini dibantu oleh umat awam seperti R.G. Tarub Hardja Adisoemarto dan beberapa orang lain untuk mengumpulkan umat dan melakukan pewartaan.“Romo Hardaparmoko dikenal sebagai bapak pendiri Paroki Klepu. Pada tahun 1955, Stasi Klepu-Ngijon resmi menjadi Paroki Klepu“ (Buku Kenangan Ulang tahun Paroki Klepu ke 80: 15).

Paroki yang kini telah berusia 86 tahun ( sejak 19 Juni 1930) dan memiliki umat lebih dari 9000 orang ini telah mengadakan Adorasi abadi di beberapa kapel. Hal ini menunjukkan bahwa umat paroki santo Petrus dan Paulus Klepu memiliki keterbukaan untuk menerima dan menanggapi kerinduan pada perjumpaan yang intim dengan Tuhan. Setidaknya sudah ada tiga kapel yang digunakan untuk melakukan Adorasi abadi di Paroki Klepu ini. Tiga kapel tersebut antara lain Kapel Pojok, Kapel Kleben, dan kapel adorasi Goa Maria Ratu Perdamaian Sendang Jatiningsih.

Paroki ini mengikuti teladan santo pelindungnya yaitu santo Petrus dan santo Paulus. Santo Petrus menjadi teladan bagaimana kokohnya iman akan Allah Bapa. Santo Petrus menjadi inspirasi bagaimana hatinya yang tegar bahkan diakui Yesus sendiri dengan menjadikannya batu karang pondasi Gereja.

(59)

pemburu kaum Kristiani. Hingga pada suatu kali, ia berjumpa dengan Tuhan dan memperoleh pertobatan. Ia yang dulu menganiaya pengikut Kristus, kini berkata bahwa Yesus adalah kebenaran. “Ia berbicara sangat bagus hingga semakin

banyak orang Yahudi di kota Damaskus menjadi pengikut Kristus” (Self, 2009:14). Santo Petrus dan Paulus menggerakkan umat untuk berkumpul, berdoa, dan berbagi sebagai salah satu buktinya yaitu jemaat Gereja Perdana. Dalam suratnya, Petrus dan Paulus memang lebih menekankan pada segi pewartaan. Tetapi dalam pewartaan itu senatiasa mengingatkan umat untuk setia kepada Kristus dengan salah satu caranya yaitu tekun dalam hidup doa tanpa meninggalkan kesaksian hidup.

Kedua tokoh tersebut menjadi inspirasi umat paroki santo Petrus dan Paulus betapa mengikut Yesus tidak selalu terasa mudah. Bagaimana mereka berjuang untuk mewartakan Kasih Allah dalam ancaman kematian menjadi contoh nyata bahwa kita juga harus memanggul salib kita. Oleh karena itu, Adorasi menjadi oase pelepas dahaga jiwa ketika merasa lelah dan haus dalam pemanggulan salib kita. Melalui Adorasi ekaristi, para umat Katolik Paroki Klepu menimba semangat dan kekuatan lebih untuk setia dalam mengikuti Yesus.

B. Adorasi Ekaristi Menjadi Perpanjangan Ekaristi

Pada bagian ini akan dibahas mengenai pertanyaan ketiga dalam perumusan masalah. Di sini akan diulas mengenai hubungan antara perayaan Ekaristi dengan Devosi Ekaristi, khususnya Adorasi Ekaristi.

(60)

seluruh misteri penebusan-Nya sebagaimana dirayakan secara sakramental dalam perayaan Ekaristi. Inilah segi kristologis dari devosi Ekaristi” (Martasudjita. 2005:418). Hal tersebut berarti bahwa secara kristologis devosi Ekaristi sudah menjadai salah satu bentuk bagaimana umat beriman menyatakan cinta kasihnya kepada Tuhan. Hal ini menjadi hal yang lebih nyata daripada sekedar mengikuti Ekaristi wajib, bila dipandang secara harafiah, untuk menyatakan seberapa besar cinta seorang umat kepada Tuhan.

Tanpa bermaksud untuk merendahkan Ekaristi mingguan, hanya saja Ekaristi mingguan tidak bisa menjadi satu-satunya tolok ukur seorang umat merindukan perjumpaan dengan Tuhan. Hal ini disebabkan oleh sifat wajib yang melekat pada Ekaristi wajib setiap minggu. Ada kemungkinan umat hadir dalam Ekaristi mingguan hanya sekedar memenuhi kewajiban dan bukan karena orang benar-benar merasa rindu untuk berjumpa dengan Tuhan. Lain halnya dengan devosi Ekaristi yang bersifat fakultatif. Oleh sebab devosi Ekaristi bersifat fakultatif dan menjadi pilihan umat secara pribadi, hal ini pada satu aspek lebih menyatakan kesungguhan hati umat Gereja dalam mencintai Tuhan.

Pada aspek lain, devosi Ekaristi menjadi wujud konkret dari perayaan Ekaristi. Yesus Kristus dihadirkan selama perayaan Ekaristi dan Doa Syukur Agung dan selama itu pula karya penyelamatan-Nya kita kenangkan.

(61)

2005:419). Hal ini menyatakan bahwa hal yang kita lakukan selama melakukan devosi Ekaristi tidak lepas dari akar iman ke-Katolikan.

(62)

Devosi Ekaristi dapat memenuhi kerinduan dan dambaan batin-afektif dari umat beriman. Inilah segi Pastoral dari devosi Ekaristi (Martasudjita, 2005: 420). Apabila dalam perayaan Ekaristi kita terpaku pada rumusan dan bentuk baku akan kegiatan dan doa-doa, maka devosi Ekaristi menawarkan hal yang lebih fleksibel karena dalam devosi Ekaristi rangkaian upacara dan ketepatan rumusan bukan menjadi hal yang terpenting. Yang terpenting sekali dalam devosi Ekaristi adalah bagaimana seseorang bisa sungguh merasakan kehadiran Tuhan bersama dengannya. Pada saat kehadiran Tuhan inilah seseorang bisa dengan bebas berkomunikasi dengan Tuhan tentang apapun seperti berkeluh-kesah, mengucap syukur, menghaturkan permohonan dan lain-lain. Segala bentuk perasaan dari umat beriman saat melakukan devosi Ekaristi bisa secara bebas disampaikan secara langsung kepada Tuhan. Dengan ini pula penghayatan terhadap perayaan Misa terasa lebih mendalam dan bermakna.

Devosi Ekaristi juga memungkinkan pertumbuhan rohani umat beriman secara lebih mendalam dan seimbang. Inilah segi mistik-spiritual devosi Ekaristi (Martasudjita, 2005:421). Dalam perayaan Ekaristi seseorang telah ikut berpartisipasi dalam misteri penebusan dan tampak nyata dalam komuni kudus. Pada saat yang sama seseorang tersebut dipersatukan dengan Tuhan secara sakramental. Kejadian istimewa tersebut dihayati, disadari, dan disyukuri dalam devosi Ekaristi. Hal tersebut tampak dalam rangkaian doa dan tata gerak dalam devosi Ekaristi seperti misalnya membungkuk dan menyembah. Terdapat ungkapan indah dalam Eucharisticum Mysterium:

(63)

mempersembahkan seluruh hidupnya bersama Kristus kepada Bapa, dan sebagai ganti yang mengagumkan mereka memperoleh pertumbuhan iman, harapan, serta kasih (Eucharisticum MysteriumdalamMartasudjita 2005:422).

Tentunya melakukan devosi Ekaristi juga harus dilakukan secara sehat dalam artian bahwa harus diingat devosi Ekaristi seperti Adorasi Ekaristi tidak boleh terlepas dari perayaan Ekaristi. Jangan sampai ada ketimpangan dimana seseorang rajin melakukan devosi tetapi kurang aktif dalam mengikuti perayaan Ekaristi. Hal ini karena devosi Ekaristi menjadi wujud syukur atas seluruh misteri iman yang dirayakan dalam Ekaristi. Selain itu seseorang yang rajin berdevosi Ekaristi yang sehat juga membawa membawa seseorang pada kesatuan dengan Tuhan dan sesama. Apabila seseorang menikmati kesatuan dengan Tuhan, sebagai buahnya dia juga akan menikmati kesatuan dengan sesamanya. Selanjutnya seseorang yang rajin melakukan devosi Ekaristi sewajarnya membawa semangat Roh Kudus ini dalam kegiatan sehari-hari untuk memancarkan kasih Tuhan secara nyata melalui segala tindakannya.

(64)

BAB IV

USULAN PROGRAM KATEKESE UNTUK PENGHAYATAN ADORASI SAKRAMEN MAHAKUDUS BAGI UMAT DI PAROKI

ST. PETRUS DAN PAULUS KLEPU

Program katekese merupakan suatu usulan bagi pelaksanaan katekese dalam usaha menghayati adorasi Sakramen Mahakudus dalam kehidupan sehari-hari demi meningkatkan wujud konkret perkembangan iman umat di Paroki St. Petrus dan Paulus Klepu. Suatu kegiatan atau program dikatakan berhasil dan berjalan dengan baik apabila semuanya dipersiapkan dengan sungguh-sungguh. Adorasi Sakramen Mahakudus merupakan salah satu kegiatan rohani yang paling utama setelah Ekaristi bagi umat di Paroki St. Petrus dan Paulus Klepu, karena saling berkaitan erat dan sungguh sangat membantu umat untuk meningkatkan iman umat sehingga mampu untuk mewujudnyatakan imannya dalam tindakan yang konkret dalam kehidupan sosial masyarakat. Sebagai salah satu contohnya umat di wilayah Kleben melaksanakan kegiatan Adorasi Sakramen Mahakudus dengan cara keliling lingkungan-lingkungan. Langkah ini dilakukan upaya umat bisa tekun dalam doa dan lebih dekat dengan Tuhan. Selain itu juga untuk membantu umat yang sudah tua dan sakit-sakitan supaya bisa berdoa dan bercengkerama dengan Tuhan di depan Sakramen Mahakudus.

(65)

semakin memahami adorasi Sakramen Mahakudus sehingga mampu menghayatinya dalam kehidupan sehari-hari dan dengan demikian dalam kehidupan bersosial akan menjadi lebih baik dan imannya akan semakin tampak dalam setiap tindakan yang nyata. Oleh karena itu, usulan program ini terdiri dari latar belakang pemilihan program, alasan pemilihan tema, usulan tema, dan penjabaran program sebagai dasar untuk lebih menghaya

Referensi

Dokumen terkait