• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB WARGA BINAAN USIA DEWASA MENJADI GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI UPT. PELAYANAN SOSIAL GELANDANGAN DAN PENGEMIS BINJAI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB WARGA BINAAN USIA DEWASA MENJADI GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI UPT. PELAYANAN SOSIAL GELANDANGAN DAN PENGEMIS BINJAI."

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas

berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“Faktor-Faktor Penyebab Warga Binaan Usia Dewasa Menjadi Gelandangan Dan

Pengemis di UPT. Pelayanan Sosial Gelandangan dan Pengemis Binjai”

Oleh karena itu skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana. Untuk penyelesaian skripsi ini penulis berusaha, baik

itu dalam tenaga maupun pikiran namun karena keterbatasan kemampuan

pengetahuan dan pengalaman penulis menyadari bahwa skripsi ini belum

sempurna. Oleh Karena itu dengan segenap kerendahan hati penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan skripsi

ini.

Penulis berharap kiranya skripsi ini berguna bagi semua yang

membacanya dalam usaha peningkatan mutu pendidikan dimasa mendatang.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca pada

umumnya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Agustus 2014

Penulis

(5)

i

ABSTRAK

Frisna W. Hutagalung. NIM. 1103171008 : Faktor-Faktor Penyebab Warga Binaan Usia Dewasa Menjadi Gelandangan dan Pengemis Di UPT. Pelayanan Sosial Gelandangan Dan Pengemis Binjai Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Medan. 2014.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1)Berfluktuasinya jumlah gelandangan dan pengemis di jalanan, (2)Belum pahamnya masyarakat pedesaan usia dewasa akan situasi kehidupan dan daya saing yang sebenarnya diperkotaan, (3)Belum meratanya lapangan pekerjaan yang tersedia serta belum sesuainya lapangan pekerjaan yang ada dengan kemampuan masayarakat, (4)Tingkat perpindahan penduduk dari desa kekota yang belum terkontrol dengan baik, (5)Faktor-faktor penyebab gelandangan dan pengemis pada usia dewasa. Penelitian ini bertujuan untuk: mengetahui berbagai faktor-faktor penyebab warga binaan usia dewasa menjadi gelandangan dan pengemis di UPT. Pelayanan Gelandangan dan Pengemis Binjai dari Aspek Internal dan Eksternal.

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Sampel dalam penelitian ini adalah warga binaan usia dewasa di UPT. Pelayanan Gelandangan dan Pengemis Binjai sebanyak 78 orang. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penyebaran angket dan studi dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan cara deskriptif dengan menggunakan rumus P = F/Nx100%.

(6)

vi

2.1.1 Pengertian Gelandangan dan Pengemis ………. 9

2.2 Pengertian Warga Binaan ………... 11

2.3 Karakteristik Gelandangan dan Pengemis ……… 12

2.4 Pengertian Usia Dewasa ………... 15

2.5 Faktor-faktor Penyebab Gelandangan dan Pengemis ……. 18

2.5.1 Faktor Internal Penyebab Gelandangan dan Pengemis... 21

2.5.2 Faktor Eksternal Penyebab Gelandangan dan Pengemis… 25 2.6 Kerangka Berpikir ……….. 36

BAB III METODE PENELITIAN ………...... 39

3.1 Jenis Penelitian ……….. 39

3.2 Populasi dan Sampel……….. 39

3.2.1 Populasi……… 39

3.2.2 Sampel ………. 40

3.3 Defenisi Operasional Variabel Penelitian ……….…… 41

3.4 Tehnik Pengumpulan Data ………..…. 42

3.5 Tehnik Analisis Data ………. 43

(7)

vii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……… 47

4.1 Deskripsi Data Hasil Penelitian ……….. 47

4.2 Faktor Internal Penyebab Gelandangan dan Pengemis…... 47

4.3 Faktor Eksternal Penyebab Gelandangan dan Pengemis… 51

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian...………... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 59

5.1 Kesimpulan ……… 59

5.2 Saran ……….. 59

DAFTAR PUSTAKA ……….. 61

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Klasifikasi Warga Binaan Menurut Usia…... 40

Tabel 3.2 : Kisi-Kisi Angket ... 43

Tabel 3.3 : Waktu Penelitian.………..……. 46

Tabel 4.1: Komposisi Responden Menurut Jenis Kelamin ……… 47

Tabel 4.2: Mental Responden ………. 48

Tabel 4.3: Kondisi Fisik Renponden ………... 59

Tabel 4.4: Sifat Malas Dalam Diri Responden ……… 50

Tabel 4.5: Kemiskinan yang Dialami Responden ……….... 51

Tabel 4.6: Keadaan Ekonomi Responden ……… 52

Tabel 4.7: Pendidikan Responden ……… 53

Tabel 4.8: Ketetapan Pendirian Responden ……….... 54

Tabel 4.9: Letak Geografis Tempat Tinggal Responden ……… 55

Tabel 4.10: Responden yang Sudah Tidak Berdaya ………... 56

(9)

ix

DAFTAR GAMBAR

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Angket ……… 60

Lampiran 2 : Daftar Nama-Nama Warga Binaan……… 64

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Kota merupakan tempat yang padat penduduk memiliki fasilitas umum yang

memadai serta merupakan pusat dari roda pemerintahan. Anggapan penduduk

desa tentang kota yaitu: di kota banyak lapangan pekerjaan dan mudah mencari

uang, di kota lebih banyak kesempatan mendirikan perusahan industri, kelebihan

modal lebih banyak di kota ketimbang di desa, pendidikan lebih banyak di kota,

kota yang dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan

merupakan tempat pergaulan dengan segala macam orang dan dari segala lapisan,

kota merupakan suatu tempat yang lebih menguntungkan untuk mengembangkan

jiwa dengan sebaik-baiknya dan dengan seluas-luasnya.

Konsekuensi logis dari gejala ini adalah munculnya berbagai problem sosial

di daerah perkotaan yang disebabkan kehadiran kaum pendatang dengan

karakteristik sosial ekonomi rendah. Ketidak berdayaan kondisi ekonomi kaum ini

pada gilirannya melahirkan sebuah fenomena sosial yang banyak mendapat

perhatian, baik dari kalangan pemerintah maupun akademisi. Fenomena sosial

yang tampak adalah munculnya komunitas tertentu yakni pemukiman kumuh,

perkampungan melarat dan kaum gelandangan dan pengemis. Fenomena semacam

ini terdapat di kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, Bandung, Semarang,

Surabaya dan Yogyakarta.

Masyarakat pedesaan di sekitar Sumatera Utara lebih memilih ke daerah

perkotaan dengan harapan mendapatkan penghasilan yang lebih baik ketimbang di

desa. Arus urbanisasi, khususnya yang menuju kota Medan dan kota-kota lainnya

(12)

2

di sekitar kota Medan seperti Pematang Siantar, Deli Serdang maupun Binjai

semakin besar seiring dengan pertumbuhan ekonomi regional. Kota Medan yang

sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara menjadi daerah yang tepat menurut

penduduk pedesaan di sekitar Sumatera Utara khususnya untuk mendapatkan

pekerjaan. Di sisi lain, kesempatan kerja yang tersedia dan peluang berusaha di

kota Medan termasuk kota-kota lainnya di Sumatera Utara (Pematang Siantar,

Deli Serdang maupun Binjai) ternyata belum mampu menampung pelaku-pelaku

urbanisasi karena keterbatasan pekerjaan yang tersedia di daerah tujuan.

Namun pada kenyataannya, masyarakat desa yang belum dibekali dengan

keterampilan maupun kompetensi tertentu ini akan sulit bersaing dengan

masyarakat yang memiliki ilmu pengetahuan dan penguasaan teknologi tinggi.

Dengan situasi yang demikian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya maka banyak

orang tua bahkan anak-anak sekalipun yang rela melakukan apa saja demi

bertahan hidup. Secara biologis manusia mempunyai dua kebutuhan yang

fundamental yaitu kebutuhan makan dan hidup (Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu

Antropologi 1980: 313). Dengan terpenuhinya kebutuhan hidup tersebut maka

masyarakat dapat dikatakan sejahtera. Kualitas sumber daya manusia di pedesaan

dalam penguasaan teknologi maupun ilmu pengetahuan masih rendah sehingga

produktivitas kerjanya masih kurang baik. Dengan arus urbanisasi yang belum

terkendali maka memunculkan masalah-masalah sosial baru di masyarakat yakni

munculnya gelandangan dan pengemis. Jumlah pengemis ini berfluktuasi di setiap

tahun menghitung situasi dan kondisi modernisasi, urbanisasi serta globalisasi dan

pasar bebas yang menghimpit gerak perekonomian masyarakat di hampir setiap

(13)

3

lapangaan pekerjaan yang tersedia. Masalah sosial seperti gelandangan dan

pengemis ini tidak dapat dipungkiri keberadaannya apalagi pada kehidupan

masyarakat di perkotaan bahkan sampai kepedesaan.

Keadaan para gelandangan dan pengemis yang hidup di jalanan

mengakibatkan kondisi mereka mengalami berbagai penyakit dan jauh dari

kebersihan. Tidak jarang pula ditemukan para gelandangan dan pengemis yang

mengalami penyakit kulit akibat dari pakaian yang tidak bersih dan selalu melekat

pada tubuhnya sepanjang hari. Gelandangan dan pengemis yang hidup di jalanan

juga sering tidak membersihkan dirinya, jikalau membersihkan pun hanya

menggunakan air seadanya. Mereka juga tak jarang mengalami gizi buruk pada

tingkat anak-anak.

Masalah gelandangan dan pengemis merupakan salah satu dari masalah-masalah sosial yang ada di masyarakat. Jumlah gelandangan dan pengemis di Indonesia di setiap tahunya selalu berjumlah banyak/ribuan orang terlihat dari Pusat Data Informasi Kesejahteraan Sosial (Pusdatin Kesos) Departemen Sosial RI Tahun 2004 populasi gelandangan dan pengemis seluruh Indonesia berjumlah 87.365, Tahun 2006 berjumlah 68.648 orang dan tahun 2007 berjumlah 61.090 orang, sedangkan di tahun 2010 tercatat 201.140 orang. (DepSos RI 2011:1).

Sedangkan di Sumatera Utara sesuai data tahun 2006 jumlah gelandangan

dan pengemis 7.813 orang dengan rincian gelandangan sebanyak 4.373 orang,

sementara pengemis sebanyak 3.440 orang. Sedangkan pada tahun 2007 yang

diperoleh dari Dinas Sosial Sumatera Utara menunjukkan jumlah gelandangan dan

pengemis 8.123 orang. Rinciannya, 3.300 pengemis, 4.823 gelandangan.

Mengalami peningkatan sekitar 3,98% dari tahun 2006 berjumlah 7.813 orang

hingga 2007 berjumlah 8.123 orang. Sedangkan pada tahun 2013 gelandangan dan

(14)

4

rincian 2.454 orang gelandangan dan 1.704 pengemis. (Sumber: Dinas Sosial

Medan).

Terlihat juga dari jumlah gelandangan dan pengemis yang ada di UPT.

Pelayanan Sosial Gelandangan Dan Pengemis Binjai tempat peneliti melakukan

penelitian data dari unit ini menunjukan jumlah warga binaan keseluruhan

berjumlah 215 orang pada tahun 2014 dengan rincian usia dewasa bulan Januari

103 orang, pada bulan Februari 95 orang, dan bulan Maret 93 dan April 104

orang. Jumlah warga binaan di UPT. Pelayanan Sosial Gelandangan Dan

Pengemis Binjai terdiri dari para gelandangan dan pengemis yang dirazia Satpol

Pamong Praja dan orang-orang yang rentan terhadap masalah kemiskinan, yang

datang dengan kemauan sendiri, diserahkan oleh keluarga, mengungsi karena

adanya bencana alam. Jumlah gelandangan dan pengemis di UPT. Pelayanan

Sosial Gelandangan Dan Pengemis Binjai ini keseluruhan 215 orang karena

memang daya tampung di sana adalah 215 orang warga binaan dengan system

terminasi selama 2 tahun masa binaan.

Dalam penelitian ini diangkat judul yang terfokus pada usia dewasa karena

masa dewasa adalah periode yang paling penting dalam masa kehidupan, masa ini

dibagi dalam 3 periode yaitu: masa dewasa awal dari umur 21 tahun sampai umur

40 tahun. Masa dewasa pertengahan, dari umur 40 tahun sampai umur 60 tahun,

dan masa akhir atau usia lanjut, dari umur 60 tahun sampai mati. Masa dewasa

awal adalah masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa

yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial,

periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas dan

(15)

5

masalah yang dihadapi oleh seseorang antara lain masalah pemenuhan kebutuhan

dan masalah-masalah sosial lainnya yang menuntutnya untuk terus bisa bertahan

hidup dan memenuhi kebutuhannya. Masa dewasa erat hubungannya dengan

meningkatnya kebutuhan manusia kebutuhan tersebut antara lain kebutuhan

biologis yaitu kebutuhan makan dan hidup selain untuk memenuhi kebutuhan diri

sendiri orang dewasa akan memikirkan untuk menikah dan mencari nafkah untuk

memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan keluarganya. Kebutuhan orang dewasa

juga merupakan perpaduan yang bersumber dari dirinya sendiri dan tuntutan dari

lingkungannya. Diantara kebutuhan utama yang kuat mendorong individu orang

dewasa untuk berkeluarga adalah kebutuhan material.

Gelandangan dan pengemis adalah seorang yang hidup mengelandang dan

sekaligus mengemis. Oleh karena tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan

berdasarkan berbagai alasan harus tinggal di bawah kolong jembatan, taman

umum, teras-teras toko, jempatan layang (fly over), pinggir jalan, pinggir sungai,

stasiun kereta api, atau berbagai fasilitas umum lain untuk tidur dan menjalankan

kehidupan sehari-hari. Untuk tetap bertahan hidup dan demi memenuhi kebutuhan

hidupnya gelandangan dan pengemis yang kebanyakan menghabiskan waktunya

di jalanan ini memenuhi kebutuhan hidunya dengan cara mengemis, mengamen,

menjadi pencari/ pengutip sampah plastik, mencari nasi sisa pada tempat-tempat

sampah (untuk dijadikan nasi aking dan dimasak kembali untuk dimakan),

menjual dagangan songan, jasa semir sepatu, menjual Koran, tukang sapu angkot,

tukang parkir. Ada juga dari mereka yang berpura-pura sakit (cacat) secara fisik

nya dan meminta-minta di jalan-jalan dan di lampu-lampu merah. Hal ini

(16)

6

mencari pekerjaan di kota serta kurang meratanya jumlah lapangan pekerjaan

dengan jumlah masyarakat dan tidak sesuainya latar belakang pendidikan dengan

lapangan pekerjaan yang ada.

Menjadi gelandangan dan pengemis adalah profesi yang dilakukan sebagian

masyarakat di perkotaan baik itu masyarakat yang berasal dari desa yang

berubanisasi kekota atau masyarakat kota itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan

hidup sehari-hari. Dampak dari meningkatnya gelandangan dan pengemis adalah

munculnya ketidak teraturan sosial (sosial disorder) yang ditandai dengan

kesemberawutan, ketidak-nyamanan, ketidak-tertiban serta mengganggu

keindahan kota. Padahal di sisi lain mereka adalah warga negara yang memiliki

hak dan kewajiban yang sama, sehingga mereka perlu diberikan perhatian yang

sama untuk mendapatkan penghidupan yang layak.

Seperti tertulis dalam UUD 1945 pasal 34 ayat 1, 2, dan 3 yang isinya fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara (1) negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan(2) negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak(3).

Kita dapat lihat begitu banyaknya jumlah penduduk yang ada di kota dan

dari jumlah penduduk itu pulalah kita dapat menafsirkan banyaknya jumlah

gelandangan dan pengemis yang ada dalam suatu kota atau bahkan dalam satu

negara baik itu negara yang sedang berkembang atau bahkan negara yang maju

sekalipun.

Sehubungan dengan masalah-masalah di atas maka diangkatlah judul

(17)

7

Menjadi Gelandangan dan Pengemis di UPT. Pelayanan Sosial Gelandangan

dan Pengemis Binjai.

1. 2 Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas, maka yang perlu diidentifikasi seperti terkait

dalam penelitian ini yang berjudul Faktor-Faktor Penyebab Warga Binaan Usia

Dewasa Menjadi Gelandangan dan Pengemis di UPT. Pelayanan Sosial

Gelandangan dan Pengemis Binjai adalah:

1. Berfluktuasinya jumlah gelandangan dan pengemis di jalanan.

2. Belum pahamnya masyarakat pedesaan usia dewasa akan situasi kehidupan dan

daya saing yang sebenarnya di perkotaan.

3. Tingkat perpindahan penduduk dari desa kekota yang belum terkontrol dengan

baik.

4. Faktor-faktor penyebab gelandangan dan pengemis pada usia dewasa.

1. 3 Batasan Masalah

Melihat luasnya masalah yang terdapat dalam identifikasi masalah, maka

penelitian ini dibatasi hanya pada Faktor-Faktor Penyebab Warga Binaan Usia

Dewasa Menjadi Gelandangan dan Pengemis di UPT. Pelayanan Sosial

Gelandangan Dan Pengemis Binjai.

1. 4 Rumusan Masalah

Rumusan formal dari masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini yakni

(18)

8

gelandangan dan pengemis di UPT. Pelayanan Sosial Gelandangan Dan Pengemis

Binjai.

1. 5 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah maka yang menjadi tujuan dari penelitian

ini adalah Untuk mendeskripsikan berbagai Faktor-Faktor Penyebab Warga

Binaan Usia Dewasa Menjadi Gelandangan dan Pengemis di UPT. Pelayanan

Sosial Gelandangan Dan Pengemis Binjai dari Aspek Internal dan Eksternal.

1. 6 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian tersebut di atas, maka yang menjadi manfaat

dalam penelitian ini adalah:

1. Manfaat praktis, Sebagai bahan bacaan untuk memperluas pola pikir penulis

dan pembaca untuk mengetahui faktor-faktor penyebab warga binaan usia

dewasa menjadi gelandangan dan pengemis di UPT. Pelayanan Sosial

Gelandangan Dan Pengemis Binjai

2. Manfaat teoritis, Sebagai bahan referensi bagi perpustakaan UNIMED, Fakultas

Ilmu Pendidikan dan Jurusan Pendidikan Luar Sekolah.

3. Bagi pemerintah agar mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya

gelandangan dan pengemis agar mengetahui solusi yang tepat guna

(19)

59

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Faktor internal yang menjadi penyebab Warga Binaan Usia Dewasa Menjadi

Gelandangan dan Pengemis di Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Pungai

Sejahtera Binjai adalah factor Mental, Sifat Malas, Cacat Fisik.

2. Faktor eksternal yang menjadi penyebab Warga Binaan Usia Dewasa Menjadi

Gelandangan dan Pengemis di Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Pungai

Sejahtera Binjai adalah factor Kemiskinan, Ekonomi, Pendidikan,

Labil/Ikut-Ikutan, Keterampilan Kerja, Letak Geografis, Sudah Tidak Berdaya.

5.2 Saran

1. Bagi Warga Binaan, agar lebih memotivasi diri dalam membulatkan sikap dan

berbuat untuk hal-hal yang bersifat positif dan terpandang.

2. Bagi Pemerintah, agar lebih memberdayakan masyarakat dengan pendidikan dan

pekerjaan serta mental agar masayarakat tidak hidup menggelandang dan

mengemis melainkan menjadi masyarakat yang sejahtera.

(20)

60

3. Mengingat bahwa penyebab sebagian masyarakat memilih menjadi gelandangan

dan pengemis karena berbagai faktor, maka hendaknya peneliti selanjutnya

meneliti tentang pemberdayaan masyarakat yang termasuk dalam kategori

(21)

61

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

Arikunto, 2006. Prosedur Penelitian . Jakarta: Rineka Cipta.

Daryanto.1997. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Apollo: Surabaya

Departemen Sosial RI .2007. Standart Pelayanan Minimal Pelayanan Dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan Dan Pengemis. Jakarta

Dimas. 2013. Pengemis Undercover. Jakarta: Titik Media.

Dinas Sosial Sumatera Utara 2007. Jumlah Gelandangn Dan Pengmis

Dinas Sosial. 2008. Peraturan Daerah Sumatera Utara No. 4 Tahun 2008 Tentang Gelandangan Dan Pengemis. Medan

Fahrudin Adi. 2012. Pengentar Kesejahteraan Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Hurlock, E.B..1999. Perkembangan Anak: Jilid1. Erlangga . Jakarta

Kementrian Sosial RI, 2011. Buku Pedoman Program Desaku Menanti Rehabilitas Sosial Gelandangan Dan Pengemis Terpadu Berbasis Desa. Jakarta.

Kementrian Social RI. 2010. Modul Pelayanan Dan Rehabilitasi Sosial Gelandangan Dan Pengemis Dipanti.

Koentjaraningrat, 1980. Pengentar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Pusat Data Informasi Kesejahteraan Sosial (Pusdatin Kesos) Departemen Sosial RI Tahun 2004

Peraturan Daerah Kota Medan No 6 Tahun 2003 Tentanng Gelandangan Dan Pengemis. Medan

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Tim Dosen. 2012.Modul Perkembangan Peserta Didik. UNIMED

Tim Penyusun. 2013. Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan. Medan

UUD 1945. Hasil Amandemen Negara Republik Indonesia. Surabaya: Pertiwi Abdi.

(22)

62

Sumber Skripsi

Junasti. 2011. Factor-Faktor Penghambat Yang Dialami Warga Belajar Dalam Proses Belajar Mengajar Pada Kelompok Belajar Paket B Di SKB Kabupaten Karo. Medan

Natalia lidia. 2011 Faktor penyebab anak usia sekolah bekerja pada sector informal disekitar terminal amplas medan. Medan

Rasyid munawir. 2012. Faktor-Faktor Penyebab Munurunya Hasil Belajar Warga Belajar Paket B SKB Asahan. Medan

Yolandha anggie. 2012. Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Anak-Anak Usia Sekolah Untuk Bersekolah. Medan

Gambar

Gambar 1 Skema Kerangka Konseptual ...................................... ……….38

Referensi

Dokumen terkait