• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB MENINGKATNYA JUMLAH PENDUDUK GELANDANGAN DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA DI KOTA MAKASSAR SUTARNI SUNUSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS FAKTOR PENYEBAB MENINGKATNYA JUMLAH PENDUDUK GELANDANGAN DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA DI KOTA MAKASSAR SUTARNI SUNUSI"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB MENINGKATNYA JUMLAH PENDUDUK GELANDANGAN DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

DI KOTA MAKASSAR

SUTARNI SUNUSI 10571 01734 10

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR 2014

(2)

i

ANALISIS FAKTOR PENYEBAB MENINGKATNYA JUMLAH PENDUDUK GELANDANGAN DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

DI KOTA MAKASSAR

SUTARNI SUNUSI 10571 01734 10

Skripsi

Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR 2014

(3)

i

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Judul Skripsi : ANALISIS FAKTOR PENYEBAB MENINGKATNYA JUMLAH PENDUDUK GELANDANGAN DAN UPAYA PENANANGGULANGANNYA DI KOTA MAKASSAR

Nama Mahasiswa : SUTARNI SUNUSI Nim : 1057 1017 34 10

Jurusan : ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN Fakultas : EKONOMI DAN BISNIS

Perguruan Tinggi : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

Makassar, April 2014

Disetujui Oleh

Pembimbing I, Pembimbing II

Dra. Hj. Lilly Ibrahim,SE, M.Si Hj. Naidah, SE., M.Si

Diketahui:

Dekan Fakultas Ekonomi Ketua Jurusan IESP

Unismuh Makassar

Dr. H. Mahmud Nuhung, MA Hj. Naidah, SE., M.Si KTAM: 497 794 NBM: 602 417

(4)

i

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah diperiksa dan diterima oleh Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis dengan Surat Keputusa Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar Nomor: XXXXXXXXXX dan telah dipertahankan di depan penguji pada hari XXXXXXX tanggal XXX bulan XXXXX tahun XXXX, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pad Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar,……….

Panitia Ujian:

1. Pengawas Umum :

2. Ketua :

3. Sekretaris :

4. Penguji :

(5)

i

KATA PENGANTAR

Assalamu’Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, segala pujian dan kesyukuran penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang menumpahkan diri kepada hamba- hamba-Nya dengan segala sifat keagungan-Nya, menyinari hati hamba-Nya dengan mengakui sifat kebesaran-Nya, memperkenalkan diri pada mereka dengan segala nikmat-Nya, dan dengan segala rahmat dan kelapangan yang dikaruniakan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Demikian pula, shalawat dan salam senantiasa tercurahkan untuk Rasulullah SAW, dan juga para sahabat dan keluarga beliau.

Penyusunan skripsi ini tidaklah mudah, berbagai kendala telah penulis temui. Namun, berkat doa, dukungan, dan kerjasama dari berbagai pihak, penulis dapat melewati hambatan tersebut. Untuk itu, dengan segala hormat dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta yang sudah melahirkan dan membesarkan dengan segala cinta dan kasih sayangnya. Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas segala doa, perhatian, nasehat, dorongan, dan pengorbanan baik moril maupun material selama penulis dalam pendidikan hingga selesai.

(6)

i

Dengan penuh rasa hormat, penulis menghanturkan terima kasih yang setulus-tulusnya beserta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing Dra.Hj.Lilly Ibrahim.,SE.,M.Si dan Hj. Naidah, SE.,M.Si. yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk memberikan nasehat serta bimbingan yang teramat berarti ditengah kesibukan yang sangat padat, yang telah menuntun penulis dengan penuh kesabaran dan keterbukaan, sejak dari persiapan sampai dengan selesainya skripsi ini.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan pula kepada:

1. Dr. H. Irwan Akib.M,Pd. Rektor UNISMUH Makassar.

2. Dr. H. Mahmud Nuhung, MA. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNISMUH Makassar.

3. Hj. Naidah, S.E.,M.Si. Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan.

4. Kepala Badan Pusat Statistik, pemerintah kota Makassar yang telah memberikan informasi dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Kepala Dinas Sosial Kota Makassar, yang telah memberikan informasi dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Teman-teman dari IESP 2 (dua) 2010 yang telah memberikan motifasi dan informasi dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Untuk sahabat-sahabatku yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu terimah kasih atas kebersamaan dan dukungannya semua.

(7)

i

8. Untuk orang tua di rumah yang telah mendoakan saya selama ini.

9. Dan untuk teman-teman angkatan 2010, terima kasih.

Akhir kata semoga semua amal baik yang telah diberikan mereka kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT, dan penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya, amin. Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.

Makassar, April 2014 Penulis,

(8)

i ABSTRAK

SUTARNI SUNUSI. 2014. Analisis Faktor Penyebab Meningkatnya Jumlah Penduduk Gelandangan Dan Upaya Penanggulangannya Di Kota Makassar. Dibimbing oleh Hj. Lilly Ibrahim dan Hj. Naidah.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab meningkatnya jumlah penduduk gelandangan dan bagaimana upaya yang dapat di lakukan untuk mengatasi jumlah gelandangan di kota Makassar.

Data yang diperoleh yaitu berupa data yang diperoleh dalam bentuk tulisan yang berupa gambaran umum sejarah Dinas Sosial dan data sensus penduduk gelandangan dalam bentuk tabel, yaitu pengumpulan data melalui pengambilan data terkait di kantor Dinas Sosial Kota Makassar.

Hasil penelitian disimpulkan, bahwa upaya pemerintah dalam menanggulangi jumlah anak gelandangan di Kota Makassar belum signifikan dengan melihat jumlah anak gelandangan yang masih cukup banyak ditemukan dibeberapa daerah.

(9)

i

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN ………... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

1. Tujuan Penelitian ... 6

2. Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Penduduk Gelandangan ... 8

B. Pandangan Agama Islam Terhadap Penduduk Gelandangan 13 C. Faktor Penyebab Gelandangan ……….. .. 15 D. Konsep Pemerintah Terhadap Penanggulangan Gelandangan 17

(10)

i

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

A. Lokasi dan waktu Penelitian ... 21

B. Jenis dan sumber Data ... 21

1. Jenis Data ... 21

2. Sumber Data ... 22

C. Metode pengumpulan Data ... 22

D. Metode Analisis ... 22

E. Defenisi Operasional ………... . 23

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 25

A. Letak Geografis dan Kependudukan ... 25

B. Struktur Transportasi ... 27

1. Laut ... 27

2. Udara ... 28

3. Darat ... 28

C. Struktur Perekonomian ... 29

D. Pemerintahan ... 31

E. Gambaran Umum Lokasi Konsentrasi Penelitian ... 34

1. Kecamatan Tallo Kota Makassar ... 34

2. Sejarah Singkat Dinas Sosial Kota Makassar ... 35

3. Visi Misi dan Tujuan ... 36

4. Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Fungsinya ... 38

5. Bidang Kewenangan Dinas Sosial ... 41

(11)

i

6. Rencana Program ... 49

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Identitas Responden ... 50

1. Umur Responden ... 50

2. Daerah Asal ... 51

3. Agama ... 51

4. Pendidikan ... 51

B. Sejarah dan Kaitan Norma Sosial dengan Gelandangan ... 52

C. Karakteristik Kepala Keluarga dan Tetangga Gelandangan . 54 1. Masalah Kemiskinan ... 56

2. Masalah Pendidikan ... 56

3. Masalah Keterampilan Kerja ... 56

4. Masalah Sosial Budaya ... 56

D. Dampak Sosial dengan Adanya Anak Gelandangan ... 62

1. Masalah Lingkungan (Tata Ruang) ... 62

2. Masalah Kependudukan ... 62

3. Masalah Keamanan dan Ketertiban ... 63

4. Masalah Kriminalitas ... 63

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 67 LAMPIRAN

(12)

i

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah Penduduk Kota Makassar ……… .. 26 2. PDRB Kota Makassar Tahun 2009 – 2013 ... 30 3. Jumlah Rumah Tangga dan Luas Wilayah Perkelurahan Di

Kecamatan Tallo ... 35 4. Jumlah Gelandangan Menurut Kecamatan Di Kota

Makassar ... 54

(13)

i

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk yang semakin padat, serta kemajuan setiap daerah semakin pesat, perkembangan kota yang semakin unik, semakin memperlihatkan sisi kemiskinan setiap daerah tertentu. Termasuk kota Makassar sebagai ibukota provinsi Sulawesi Selatan yang memprogramkan kemajuan yang signifikan dari semua sektor baik pendidikan maupun sektor ekonomi.

Salah satu sektor yang sangat penting dalam kemajuan pembangunan pada satu daerah adalah sektor ekonomi. Oleh karenanya, perhatian terhadap kesejahtraan sosial sangat membutuhkan perhatian baik dari pemerintah ataupun masyarakat. Hingga saat ini, Negara yang dikatakan sebagai Negara berkembang adalah Negara yang mampu meminimalkan kemiskinan masyarakat baik melalui penanggulangan pengangguran melalui pendidikan gratis maupun melalui bantuan-bantuan sosial untuk mengurangi jumlah gelandangan.

Gelandangan dan pengemis dua aktifitas yang sama-sama tergolong pengangguran, membutuhkan perhatian yang layak dari pemerintah agar sebuah kota dapat disejajarkan sebagai kota yang damai, bersih, asri, dan sejahtra. Termasuk kota Makassar yang tergolong sebagai kota yang besar

(14)

i

yang maju dengan pesat khususnya di Era kepemimpinan Syahrul Yasin Limpo sebagai Gubernur Sul-Sel.

Jika diliris berdasarkan data badan pusat statistic (BPS) pemerintahan Makassar, jumlah kepala keluarga (KK) yang termasuk dalam kategori miskin tahun 2010 mencapai 62.192 KK, dan pada tahun 2012 menurun menjadi 35.097 KK. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara kalkulasional terjadi penurunan angka kemiskinan yang ada di Makassar pada tahun 2012, dan secara konseptual dapat dikatakan bahwa masih terdapat angka kemiskinan yang tersisa. Namun ada catatan penting yang pernah diungkapkan oleh Pemerintah Kota Makassar tentang optimism yang dibangun untuk mengurangi angka kemiskinan pada tahun 2014.

Selanjutnya, keberadaan gelandangan yang dikatakan telah berkurang pada tahun 2012 justru semakin menyebar dari pinggiran kota menuju jantung kota. Mereka dapat didapatkan dari berbagai pertigaan yang ada ditengah-tengah kota, perempatan, lampu merah, dan tempat-tempat umum lainya.

Gelandangan sebagai gejala sosial yang tumbuh di daerah perkotaan kemudian menjadi masalah sosial, karena: Pertama, keberadaan kelompok gelandangan dengan pemukiman kumuh dan gubuk liarnya seringkali dianggap merusak keindahan kota. Keadaan demikian dapat memberikan kesan yang jelek di mata-tamu dari negara asing. Kedua., gelandangan seringkali juga dianggap sebagai sumber pencemaran dan sumber penyakit, sebagai akibat perilaku mereka yang kurang

(15)

i

memperhatikan syarat-syarat kesehatan, kebersihan dan sanitasi. Misalnya, untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus mereka seringkali memanfaatkan air sungai. Ketiga, Keberadaan gelandangan seringkali juga dianggap sebagai sumber penyakit sosial. Di sentra-sentra gelandangan banyak ditemui adanya perilaku yang dianggap menyimpang dari norma umum, seperti:

pelacuran kelas embun, pengemis, kumpul kebo, dan berbagai tindak kejahatan (pencurian, perampokan, pencopetan, perjudian, dll). Keempat, tempat hunian gelandangan yang dibangun secara liar di atas tanah milik pemerintah atau di atas tanah yang bukan miliknya seringkali mengacaukan pola tata kota yang telah digariskan pemerintah.

Keberadaan gelandangan yang menimbulkan berbagai permasalahan sosial tersebut memunculkan adanya semacam stigma atau atribut yang melekat pada gelandangan, bahwa kehidupan gelandangan selalu diwarnai bentuk-bentuk kriminalitas, pelacuran, sumber penyalit, perjudian, mabuk- mabukan, dan berbagai atribut negatif yang lain. Terlepas dari berbagai atribut tersebut, Wirosariono (1984: 59) mengemukakan ciri-ciri dasar yang melekat pada gelandangan antara lain: memiliki lingkungan pergaulan, norma-norma dan aturan tersendiri yang berbeda dengan lapisan masyarakat lain; mereka tidak memiliki tempat tinggal, pekerjaan, dan pendapatan yang layak dan wajar menurut norma yang berlaku; mereka juga memiliki sub kultur yang khas yang mengikat masyarakat tersebut.

Gelandangan sebagai kelompok yang memiliki suatu sub kultur yang khas selalu dihubungkan dengan kemiskinan. Kemiskinan dalam hal ini,

(16)

i

dapat didefinisikan sebagai suatu standar hidup yang rendah yaitu adanya tingkat kekurangan materi pada suatu kelompok dalam masyarakat dibandingkan dengan standar kehidupan yang berlaku umum dalam masyarakat yang bersangkutan (Suparlan: 1984: 12). Tentang aspek sub kultur dari kehidupan gelandangan ini barangkali konsep kebudayaan kemiskinan Oscar Lewis (1984) relevan untuk dikemukakan. Dikatakannya bahwa kebudayaan kemiskinan merupakan suatu adaptasi atau penyesuaian dan sekaligus juga merupakan reaksi kaum miskin terhadap kedudukan marginal mereka dalam. masyarakat yang berstrata kelas, sangat individualistis, dan berciri kapitalisme. Kebudayaan tersebut mencerminkan suatu upaya mengatasi rasa putus asa dan tanpa harapan yang merupakan perwujudan dari kesadaran bahwa mustahil bagi mereka untuk dapat meraih sukses dalam kehidupan sesuai dengan nilai-nilai dan tujuan masyarakat yang lebih luas. Pola-pola kelakuan dan sikap-sikap yang ditunjukkan oleh orang miskin adalah suatu cara yang paling tepat untuk dapat tetap melangsungkan kehidupan yang serba kekurangan tersebut.

Oscar lewis (1984) mengemukakan bahwa kemiskinan mereka bukanlah semata-mata berupa kekurangan dalam ukuran ekonomi, tetapi juga melibatkan kekurangan dalam ukaran kebudayaan dan kejiwaan (psikologi) dan memiliki corak tersendiri yang diwariskan dari generasi orangtua kepada generasi anak-anak dan seterusnya melalui proses sosialisasi sehingga kalau dilihat dalam perspektif ini kebudayaan kemiskinan itu tetap lestari. Proses sosialisasi ini sudah berlangsung sejak

(17)

i

masa kanak-kanak, terutama ketika anak mulai menginjak usia enamhingga tujuh tahun. Pada usia ini biasanya mereka sudah dapat menyerap nilai-nilai dasar dan sikap dari sub kebudayaan mereka.

Oleh karenanya, untuk menghilangkan budaya ini (pengangguran dan pengemis) atau setidaknya mengurangi, maka saya melihat bahwa perlu diadakan penelitian lanjutan untuk mengetahui factor-faktor yang menjadi sebab akibat meningkatnya atau terwujudnya aktifitas yang dimaksud sebagai budaya yang kerap dianggap mencemari pemandangan di perkotaan.

Disamping melihat faktor-faktor penyebabnya, perlu juga di pikirkan kembali bagaimana cara untuk menghapus atau setidaknya mengurangi jumlah gelandangan tersebut. Oleh karenanya, saya sengaja memilih judul peneletian terkait dengan bertemakan “Analisis faktor penyebab meningkatnya jumlah penduduk gelandangan dan upaya penanggulannya di kota Makassar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka saya simpulkan beberapa rumusan masalah yang saya anggap berkaitan dengan maksud penelitian, antara lain:

1. Faktor apa yang menjadi penyebab meningkatnya jumlah gelandangan di Kota Makassar.

(18)

i

2. Bagaimana upaya yang dapat di lakukan untuk mengurangi atau mengatasi jumlah gelandangan.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan

a. Untuk mengetahui penyebab meningkatnya jumlah gelandangan di Kota Makassar

b. Untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi jumlah gelandangan.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:

a. Kegunaan Praktis

1) Agar dapat menjadi bahan rujukan bagi peneliti sosial demi terwujudnya masyarakat sosial yang di harapkan (ekonomi yang stabil).

2) Untuk dapat dijadikan bahan evaluasi secara umum dalam meningkatkan pembangunan ekonomi.

3) Agar dapat dijadikan sebagai penentu kebijakan dalam memberikan penilaian terhadap gelandangan agar tidak serta merta dipandang sebelah mata, sehingga dapat memikirkan langkah pembinaan untuk selanjutnya.

(19)

i b. Kegunaan Ilmiah

Dengan adanya penelitian ini “ Analisis Faktor Penyebab Meningkatnya Jumlah Penduduk Gelandangan dan Upaya Penanggulangannya di Kota Makassar”. Diharapkan dapat memberikan konstribusi pemkiran bagi pemerhati dibidang sosial dan spiritual dan khususnya bagi pemerhati ekonomi pembangunan demi terwujudnya satu daerah yang sejahtera. Dan juga sebagai bahan pengembangan ilmu khususnya pada pembangunan ekonomi bangsa.

(20)

i

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penduduk Gelandangan

1. Defenisi Penduduk dan Gelandangan a. Penduduk

Penduduk adalah orang – orang yang ada di dalam suatu wilayah yang terikat oleh aturan – aturan yang berlaku dan saling berinteraksi satu sama lain secara terus menerus. Dalam sosiologi penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan tata ruang tertentu.

Penduduk suatu negara atau daerah bisa didefenisikan menjadi dua :

1. Orang yang tinggal di daerah tersebut

2. Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain, orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di suatu daerah.

b. Gelandangan

Menurut Departemen Sosial R.I (1992), gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum. Ali, dkk,.

(21)

i

(1990) menyatakan bahwa gelandangan berasal dari gelandang yang berarti selalu mengembara, atau berkelana (kelana).

Mengutip pendapatnya Wirosardjono maka Ali, dkk., (1990) juga menyatakan bahwa gelandangan merupakan lapisan sosial, ekonomi dan budaya paling bawah dalam stratifikasi masyarakat kota. Dengan demikian maka gelandangan merupakan orang- orang yang tidak mempunyai tempat tinggal atau rumah dan pekerjaan yang tetap atau layak, berkeliaran di dalam kota, makan-minum serta tidur di sembarang tempat.

Menurut Muthalib dan Sudjarwo dalam Ali, dkk.,(1990) diberikan tiga gambaran umum gelandangan, yaitu :

a) sekelompok orang miskin atau dimiskinkan oleh masyaratnya.

b) orang yang disingkirkan dari kehidupan khalayak ramai.

c) orang yang berpola hidup agar mampu bertahan dalam kemiskinan dan keterasingan.

Dengan mengutip definisi operasional Sensus Penduduk maka Gelandangan terbatas pada mereka yang tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, atau tempat tinggal tetapnya tidak berada pada wilayah pencacahan. Karena wilayah pencacahan telah habis membagi tempat hunian rumah tinggal yang lazim maka yang dimaksud dengan gelandangan dalam hal ini adalah orang-orang yang bermukim pada daerah daerah bukan tempat tinggal tetapi merupakan konsentrasi hunian orang-orang seperti di

(22)

i

bawah jembatan, kuburan, taman, pasar, dan konsentrasi hunian gelandangan yang lain. Pengertian gelandangan tersebut memberikan pengertian bahwa mereka termasuk golongan yang mempunyai kedudukan lebih terhormat daripada pengemis.

Gelandangan pada umumnya mempunyai pekerjaan tetapi tidak memiliki tempat tinggal yang tetap (berpindah pindah). Sebaliknya pengemis hanya mengharapkan belas kasihan orang lain serta tidak tertutup kemungkinan golongan ini mempunyai tempat tinggal yang tetap.

Terlihat banyak terlihat mata pencaharian gelandangan adalah sebagai pemulung, peminta minta, penjaja jajan keliling penjaja koran dan penjaja rokok keliling di mal-mal dan perempatan jalan yang mendominasi.

Beberapa ahli menggolongkan gelandangan termasuk ke dalam golongan sektor informal. Keith Harth (1973) mengemukakan bahwa dari kesempatan memperoleh penghasilan yang sah, pengemis dan gelandangan termasuk pekerja sektor informal. Sementara itu, Jan Breman (1980) mengusulkan agar dibedakan tiga kelompok pekerja dalam analisis terhadap kelas sosial di kota, yaitu :

1. kelompok yang berusaha sendiri dengan modal dan memiliki ketrampilan;

(23)

i

2. kelompok buruh pada usaha kecil dan kelompok yang berusaha sendiri dengan modal sangat sedikit atau bahkan tanpa modal; dan

3. kelompok miskin yang kegiatannya mirip gelandangan dan pengemis.

Kelompok kedua dan ketigalah yang paling banyak di kota dunia ketiga. Ketiga kelompok ini masuk ke dalam golongan pekerja sektor informal.

Dalam dasawarsa terakhir ini, dengan pesatnya pembangunan sektor kepariwisataan telah terjadi perubahan sosial dan ekonomi yang cukup berarti di Kota Makassar ini yang tercermin dari meningkatnya mobilitas penduduk terutama pada daerah-daerah yang menjadi daerah tujuan wisata. Rangsangan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat diikuti dengan penanaman modal secara besar-besaran di bidang pariwisata, pesatnya industrialisasi dan pengembangan pertanian serta perbaikan prasarana dan komunikasi telah mempermudah proses perubahan-perubahan itu. Dalam kaitannya dengan tinggi laju urbanisasi di kota Makassar, Sudibia (1992) mengatakan bahwa salah satu faktor penyebabnya adalah mobilitas penduduk dari desa-kota maupun dari daerah lain menuju Kota Makassar.

Sementara itu, tingkat kelahiran dan kematian cukup rendah, berarti migrasi masuk yang relatif lebih besar dibandingkan

(24)

i

dengan migrasi keluar, yang menyebabkan tingginya pertumbuhan penduduk Kota Makassar.

Teori - teori pembangunan ekonomi sesudah Perang Dunia II menyatakan bahwa urbanisasi merupakan suatu prasyarat bagi modernisasi dan pembangunan ekonomi. Tetapi besarnya arus migrasi dari desa ke kota di luar dugaan, dan tidak berkurang secara berangsur angsur setelah beberapa waktu sesuai dengan yang diperkirakan dalam teori-teori ekonomi. Migrasi yang pesat berlangsung terus karena tingkat pertumbuhan penduduk di daerah pedesaan tetap tinggi, kemiskinan di desa semakin meningkat dan upah serta pendapatan di kota lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan di pasar bebas. Sedemikian kuatnya faktor pendorong dan penarik ini, sehingga tingkat migrasi tidak dipengaruhi oleh pertumbuhan dan tingginya tingkat pengangguran dan setengah pengangguran di kota (Todaro dan Stilkind, 1981). Menurut Effendi, T.N (1986) mobilitas penduduk

merupakan salah satu strategi yang penting bagi rumah tangga pedesaan untuk mendapatkan dan menaikan penghasilan mereka.

Jadi dorongan kemiskinan di desa dan daya tarik pendapatan di kota mengakibatkan gejala urbanisasi berlebih, yang sejumlah orang (yang belum pernah terjadi sebelumnya) menyerbu ke kota, sehingga kota menjadi terlalu besar dan tumbuh terlalu pesat. Di dalam proses selanjutnya, timbulah masalah-masalah sosial yang

(25)

i

sangat besar dan mereka banyak terlibat dalam kegiatan sektor informal perkotaan. Dari hasil penelitian tersebut dilaporkan bahwa kebanyakan penduduk desa bekerja di kota sedangkan keluarga mereka tetap tinggal di desa. Menurut Effendi, T.N. (1986) hampir semua studi di atas memusatkan perhatian pada individu dan masyarakat sebagai unit analisis dan kebanyakan studi-studi itu menelaah bagaimana para migrant beradaptasi dengan kehidupan kota, peranan sistem koneksi dan kekerabatan dalam memberikan informasi kepada teman-teman dan sanak keluarga mereka di desa.

B. Pandangan Agama Islam Terhadap Penduduk Gelandangan

Gelandangan identik dengan anak-anak yang menjadi pengamen, pengemis, tidak punya tempat tinggal, dan miskin yang menggantungkan hidupnya dijalanan. Maka seorang anak yang telah menggantungkan hidupnya dijalanan minimal tiga jam sudah layak dikatakan sebagai gelandangan. Pada surah Al-Baqaroh ayat 83 disebutkan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Sebagian dari anak jalanan itu misalnya seorang yatim dan miskin maka tentunya ada anjuran untuk menyantuninya. Namun pada ayat ini tentunya kita menemukan indikasi yang jelas bahwa anak-anak yatim dan miskin itu tidak semuanya gelandangan seperti yang ada pada saat sekarang ini, yang lebih cocoknya disebut anak-anak yang meminta-

(26)

i

minta. Orang tuanya masih hidup kedua-duanya dan masih kuat tentunya untuk menghidupi anaknya adalah tugas orang tuanya dan agama tidak membenarkan orang tua menelantarkan anaknya.

Jika kita melihat pada surah al fajr Surat yang diturunkan di Mekkah sesudah surat Al Lail, mengandung intisari yang menjelaskan kepada kita Allah bersumpah bahwa azab terhadap orang-orang kafir tidak akan dapat dielakkan; beberapa contoh dari umat-umat yang sudah dibinasa kan; kenikmatan hidup atau bencana yang dialami oleh seseorang bukanlah tanda penghormatan atau penghinaan Allah kepadanya, melainkan cobaan belaka; celaan terhadap orang-orang yang tidak mau memelihara anak yatim dan tidak memberi makan orang miskin; kecaman terhadap orang yang memakan harta warisan dengan campur aduk dan orang yang amat mencintai harta; malapetaka yang dihadapi orang- orang kafir di hari kiamat; orang-orang yang berjiwa muthmainnah (tenang) mendapat kemuliaan di sisi Allah.

Dari pemahaman ini tentang dasar-dasar pemikiran tentang gelandangan dapat disimpulkan bahwa kita dianjurkan untuk menyantuni anak yatim dan memeliharanya, memberi makan orang miskin dan bersedekah kepada orang yang meminta-minta. Jika para gelandangan itu seorang yang yatim miskin dan telantar secara ekonomi dan sosial maka sebagai umat muslim kita dianjurkan untuk menyantuninya. Namun jika menggelandang ini dijadikan sebuah profesi yang mendukung hidupnya sedangkan pada usianya masih bisa melakukan hal-hal lain

(27)

i

tentunya itu tidak di anjurkan. Maka yang benar-benar harus disantuni adalah mereka-mereka yang benar-benar dalam kondisi yang miskin pada sesungguhnya. Tentunya lebih baik menyantuni anak yatim yang ada di panti asuhan ketimbang mereka yang menggelandang.

C. Faktor Penyebab Gelandangan

Dari beberapa hasil pengamatan terhadap gelandangan, dapat disebutkan bahwa penyebab munculnya gelandangan di kota kota besar dibedakan kedalam faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern meliputi;

faktor malas, tidak mau bekerja, mental yang tidak kuat, adanya cacat fisik, dan adanya cacat psikis (jiwa). Sedangkan faktor ekstern terdiri dari;

faktor ekonomi, geografi, sosial, pendidikan, psikologis, kultural, lingkungan dan agama. Faktor ekstern ini adalah faktor yang utama dan rentan untuk melahirkan gelandangan, selanjutnya dapat dijelaskan dibawah ini:

1. Faktor ekonomi; kurangnya lapangan pekerjaan, kemiskinan dan akibat rendahnya pendapatan perkapita serta tidak tercukupinya kebutuhan hidup.

2. Faktor geografi; daerah asal yang minus dan tandus sehingga tidak memungkinkan pengolahan tanahnya.

3. Faktor sosial; arus urbanisasi yang semakin meningkat dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam usaha kesejahteraan soaial.

(28)

i

4. Faktor pendidikan; relative rendahnya pendidikan meyebabkan kurangnya bekal dan keterampilan untuk hidup layak, kurangnya pendidikan informal di dalam keluarga dan masyarakat.

5. Faktor psikologis; adanya perpecahan atau keretakan dalam keluarga dan keinginan melupakan pengalaman atau kejadian masa lampau yang meyedihkan serta kurangnya gairah kerja.

6. Faktor lingkungan; pada gelandangan yang telah berkeluarga atau mempunyai anak, secara tidak langsung sudah nampak adanya pembibitan gelandangan.

7. Faktor agama; kurangnya dasar dasar ajaran agama sehingga meyebabkan tipisnya iman, mebuat mereka tidak tahan mengahadapi cobaan dan tidak mau berusaha untuk keluar dari cobaan itu.

Ada beberapa penyimpangan prilaku yang ditimbulkan oleh fenomena gelandangan dibawah ini adalah :

1. Melakukan perbuatan miras, misalnya alkoholisme dan narkoba serta sering mabuk mabukan.

2. Melakukan tindakan kriminal, misalnya penodongan, penjambretan, pencurian, pencopetan, pemalakan dan perkelahian.

3. Melakukan tindakan asusila, misalnya pemerkosaan, pencabukan.

4. Melakukan perbuatan mengemis dan pemulung.

(29)

i

5. Gelandangan pada umumnya tidak memiliki tempat tinggal tetap, tinggal di wilayah yang sebanarnya dilarang dijadika tepat tinggal, seperti : taman taman, bawah jembatan dan pingiran kali. Oleh karena itu keberadaan mereka di kota besar sangat mengangu ketertiban umum, ketenangan masyrakat dan kebersihan serta keindahan kota.

6. Gelandangan yang hidupnya berkeliaran di jalan dan tempat umum pada umumnya tidak memiliki kartu identitas (KTP/KK) yang tercatat di kelurahan (RT/RW) setempat. Selain itu sebagian besar dari mereka hidup bersama sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah sehingga menyulitkan pemerintah dalam melakukan pendataan kependudukan.

D. Konsep Pemerintah Terhadap Penanggulangan Gelandangan

Masalah gelandangan merupakan salah satu masalah sosial yang belum teratasi dengan baik sampai saat ini.. Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah telah berupaya mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengurangi angka gelandangan. Namun ironisnya jumlah gelandangan sering mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Bahkan untuk di kota-kota besar, jumlah gelandangan biasanya bertambah pasca hari raya sehingga usaha pemerintah tidak akan pernah ada habisnya untuk mengurangi jumlah gelandangan khususnya di perkotaan. Fakta membuktikan bahwa gelandangan adalah kelompok yang masuk dalam

(30)

i

kategori kemiskinan inti di perkotaan. Menangani kelompok ini sama halnya mencoba menangani masalah kemiskinan yang tersulit. Kelompok gelandangan merupakan kelompok khusus yang memiliki karakteristik dan pola penanganan khusus, terutama berkaitan dengan mentalitas dan tata cara hidup mereka yang sedikit banyak sudah terkontaminasi budaya jalanan.

Sebenarnya masalah gelandangan adalah masalah klasik dalam urbanisasi. Oleh karena itu, jika urbanisasi dapat diminimalisir, maka jumlah gelandangan di perkotaan dapat dipastikan dapat diminimalisir pula. Karena itulah upaya penanganan yang bagus dalam mengatasi permasalahan gelandangan adalah melalui upaya preventif yang dilakukan terutama di daerah-daerah yang berpotensi mengirimkan penduduk yang minim keterampilan, pendidikan dan modal ke kota-kota besar. Pemerintah daerah wajib menyediakan panti sosial yang mempunyai program dalam bidang pelayanan rehabilitasi dan pemberian bimbingan ketrampilan bagi gelandangan sehingga mereka dapat mandiri dan tidak kembali menggelandang. Kita memiliki banyak orang dewasa yang memiliki penghasilan rendah dan tinggal di daerah-daerah kumuh yang tidak mengenyam pendidikan dengan baik dan tidak memiliki keterampilan khusus yang sangat penting untuk memiliki pekerjaan informal yang stabil. Agar masyarakat di wilayah tersebut memiliki kesempatan pekerjaan yang baik, maka program dibutuhkan untuk pendidikan dan bimbingan bagi mereka, khususnya bagi generasi

(31)

i

mudanya. Organisasi Sosial (Orsos) maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mempunyai bidang pelayanan menangani gelandangan dihimbau untuk mensinergikan program kegiatannya dengan pemerintah daerah atau instansi terkait sehingga adanya sebuah program yang lebih komprehensif dan terhindarnya tumpang tindih kegiatan yang sejenis.

Konsep penanggulangan gelandangan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1980 terdiri dari :

a. Preventif, yaitu usaha secara terorganisir yang meliputi penyuluhan, bimbingan, latihan dan pendidikan, pemberian bantuan, pengawasan, serta pembinaan lanjutan kepada para pemangku kepentingan.

b. Represif, Yaitu menghilangkan gelandangan dan pengemis, serta meluasnya keberadaan mereka di masyarakat. Upayanya meliputi razia, penampungan sementara untuk diseleksi, dan pelimpahan.

Seleksi tersebut untuk menetapkan kualifikasi gelandangan untuk menentukan langkah selanjutnya, yang terdiri dari:

1) Dilepaskan dengan syarat, 2) Dimasukkan ke panti sosial,

3) Dikembalikan kepada orang tua/ wali/ keluarga/ kampung halaman,

4) Diserahkan ke proses hukum di pengadilan, 5) Diberikan pelayanan kesehatan,

(32)

i

c. Rehabilitatif meliputi penyantunan, pemberian diklat, pemulihan kemampuan dan penyaluran kembali ke daerah transmigran atau ke tengah masyarakat dalam rangka pembinaan lebih lanjut agar mereka mempunyai kemampuan untuk hidup secara layak.

(33)

i

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Dinas Sosial Kota Makassar Secara khusus bertempat di jalan AR. Hakim No. 50 Makassar mengingat jumlah anak gelandangan yang umumnya berada di pertengahan Kota Makassar, penelitian ini juga meninjau beberapa lokasi yang di dalamnya terdapat anak gelandangan seperti di Jl. AP. Pettarani Kota Makassar, yang di lakukan dalam waktu 2 (dua) bulan yaitu dari bulan Maret hingga bulan April 2014.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

1. Jenis data, terdiri dari :

a. Data kualitatif, yaitu berupa data dalam bentuk informasi dari instansi terkait mengenai anak gelandangan dan data penduduk.

b. Data kuantitatif, yaitu berupa angka-angka dan laporan dalam bentuk dokumen yang terkait.

(34)

i 2. Sumber data, terdiri dari :

a. Data primer, data ini diperoleh melalui hasil wawancara atau observasi langsung di lapangan, yang terkait dengan penelitian ini.

b. Data sekunder, data ini diperoleh melalui hasil pengumpulan informasi dari pihak terkait.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah yang bersifat kepustakaan (library research), dan penelitian lapangan (field research), baik dalam mengumpulkan data dan informasi serta bahan penunjang penulisan.

D. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan oleh penulis untuk menjawab permasalahan yang ada, adalah analisis deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Analisis deskriptif di gunakan untuk menjelaskan Faktor Penyebab Meningkatnya Jumlah Penduduk Gelandangan di Kota Makassar dan Upaya Penanggulangannya. Sedangkan pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan dalam melakukan penelitian yang bersifat langsung berupa kata-kata tertulis atau lisan tentang orang-orang, perilaku yang dapat diamati sehingga menemukan kebenaran yang dapat diterima oleh

(35)

i

akal sehat manusia. Oleh sebab itu, penelitian ini tidak bisa dilakukan di laboratorium melainkan harus terjun di lapangan. Penelitian semacam ini disebut dengan field study. Sehubungan dengan masalah penelitian ini, maka peneliti mempunyai rencana kerja atau pedoman pelaksanaan penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif, di mana yang dikumpulkan berupa pendapat, tanggapan, informasi, konsep-konsep dan keterangan yang berbentuk uraian dalam mengungkapkan masalah.

E. Defenisi Operasional

1. Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum.

2. Penduduk adalah orang – orang yang ada di dalam suatu wilayah yang terikat oleh aturan – aturan yang berlaku dan saling berinteraksi satu sama lain secara terus menerus.

3. Penanggulangan adalah suatu cara untuk menyelesaikan suatu masalah.

4. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.

5. Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja dalam beberapa waktu atau sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya.

(36)

i

6. Kebudayaan adalah hasil karya manusia dalam usahanya mempertahankan hidup, mengembangkan keturunan dan meningkatkan taraf kesejahteraan dengan segala keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta sumber-sumber alam yang ada disekitarnya.

(37)

i BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak Geografis dan Kependudukan

Kota Makassar, yang kadang dieja Macassar atau Mangkasar; dari 1971 hingga 1999 secara resmi dikenal sebagai Ujung pandang atau Makassar adalah kotamadya dan sekaligus ibu kota provinsi Sulawesi Selatan.

Kota Makassar mempunyai posisi strategis karena berada di persimpangan jalur lalu lintas dari arah selatan dan utara dalam propinsi di Sulawesi, dari wilayah kawasan Barat ke wilayah kawasan Timur Indonesia dan dari wilayah utara ke wilayah selatan Indonesia. Secara goegrafis wilayah kota Makassar berada pada koordinat 119 derajat bujur timur dan 5,8 derajat lintang selatan dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari permukaan laut. Dengan batas wilayah:

Utara : Kabupaten Kepulauan Pangkajenne Selatan : Kabupaten Bone

Barat : Selat Makassar Timur : Kabupaten Maros

Kecamatan di Kota Makassar

Persebaran penduduk di Kota Makassar dapat dilihat pada tabel berikut ini :

(38)

i

Tabel 1. Jumlah Penduduk Kota Makassar

NO KECAMATAN JML. PENDUDUK PERSENTASE

(%) Pria Wanita Total

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Mariso Mamajang Tamalate Rappocini Makassar Ujung Pandang Wajo

Bontoala Ujung Tanah Tallo

Panakukang Manggala Biringkanaya Tamalanrea

26.752 29.745 74.839 69.228 39.883 13.814 17.170 29.497 24.215 67.186 64.446 48.281 62.738 43.255

26.562 29.223 73.750 70.263 40.991 14.127 17.008 30.779 23.052 64.972 66.783 48.351 62.898 43.732

53.314 58.968 148.589 139.491 80.874 27.941 34.178 60.276 47.267 132.158 131.229 96.632 125.636 86.987

4,3 4,8 12,1 11,4 6,6 2,3 2,8 4,9 3,8 10,8 10,7 7,8 10,2

7,1 Jumlah 611.049 612.491 1.223.540 100,00 Sumber: BPS Kota Makassar tahun 2013

Kota Makassar merupakan daerah pantai yang datar dengan kemiringan 0 - 5 derajat ke arah barat, diapit dua muara sungai yakni sungai. Tallo yang bermuara di bagian utara kota dan sungai Jeneberang yang bermuara di selatan kota. Luas wilayah kota Makassar seluruhnya berjumlah kurang lebih 175,77 Km2 daratan dan termasuk 11 pulau di selat Makassar ditambah luas wilayah perairan kurang lebih 100 Km², dengan jumlah penduduk sebesar kurang lebih 1,25 juta jiwa. Jumlah kecamatan di kota Makassar sebanyak 14 kecamatan dan memiliki 143

(39)

i

kelurahan. Diantara kecamat-an tersebut, ada tujuh kecamatan yang berbatasan dengan pantai yaitu kecamatan Tamalate, Mariso, Wajo, Ujung Tanah, Tallo, Tamalanrea dan Biringkanaya. Dari gambaran sepintas mengenai lokasi dan kondisi geografis Makassar, memberi penjelasan bahwa secara geografis, kota Makassar memang sangat strategis dilihat dari sisi kepentingan ekonomi maupun politik.

Dari sisi ekonomi, Makassar menjadi simpul jasa distribusi yang tentunya akan lebih efisien dibandingkan daerah lain.

B. Struktur Transportasi 1. Laut

Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar Di Makassar, Soekarno- Hatta menjadi nama pelabuhan, khususnya pelabuhan untuk kapal penumpang dan terminal penumpang. Pelabuhan ini dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia IV (Pelindo IV). Di area pelabuhan penumpang ini terdapat Masjid Babussalam. Mesjid ini diresmikan Presiden Megawati, berbarengan dengan peresmian Terminal Petikemas Makassar, pada 21 Juli 2001. Sementara di kawasan ujung utara pelabuhan, atau ujung jalan Nusantara, terdapat awal Jalan Tol Reformasi (tol lingkar Makassar) yang menghubungkan kawasan pelabuhan dengan pusat kota. Jalan tol yang hanya sepanjang 3,1 km ini dikelola oleh PT Nusantara Infrastructure Tbk.

(40)

i 2. Udara

Kota Makassar mempunyai sebuah bandara internasional, Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin yang pada tanggal 26 September 2008 diresmikan oleh Presiden RI Jend. TNI (Purn.) Dr.

H. Susilo Bambang Yudhoyono yang menandakan mulai pada

saat itu Bandar Udara Internasional Sultan Hasanuddin beroperasi secara penuh dimana sebelumnya telah beroperasi tetapi hanya sebagian. Bandara Hasanuddin juga memiliki taksi khusus Bandara dengan harga yang bervariasi sesuai dengan region dari daerah yang dituju serta shuttle bus khusus yang melayani jalur dari dan ke bandara baru. Bahkan banyak taksi-taksi yang gelap yang juga menawarkan jasa kepada penumpang yang baru tiba di Makassar.

3. Darat

 Pete – pete

Pete-pete adalah sebutan angkot di Makassar dan sekitarnya. Pete-pete merah adalah angkot yang berasal dari kabupaten Gowa/ Sungguminasa dan melayani pengangkutan antar kota, sedangkan pete-pete biru adalah angkot yang berasal dari Kota Makassar itu sendiri dan hanya melayani pengangkutan di wilayah kota Makassar saja.

(41)

i

 Bus

 Taksi

 Becak

Makassar terkenal dengan angkutan tradisional becak.

Jumlahnya sendiri mencapai 1.500 unit. Pemerintah setempat memberlakukan becak untuk pariwisata dan khusus beroperasi di sekitar kawasan wisata saja. Tarifnya tergantung kesepakatan dengan pengayuh.

 Bentor

Populasi becak motor di Kota Makassar mulai ramai dan secara perlahan menggantikan becak. Bagian depan bentor adalah becak dan di belakangnya adalah motor.

C. Struktur Perekonomian

Laju pertumbuhan ekonomi Kota Makassar berada di peringkat paling tinggi di Indonesia. Dalam lima tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan ekonomi Kota Makassar di atas 9%.Bahkan pada tahun 2008, pertumbuhan ekonomi Kota Makassar mencapai angka 10,83%.

Pesatnya pertumbuhan ekonomi saat itu, bersamaan dengan gencarnya pembangunan infrastruktur yang mendorong perputaran ekonomi, seperti pembangunan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, jalan tol dan sarana bermain kelas dunia Trans Studio di Kawasan Kota Mandiri Tanjung Bunga.

(42)

i

Pembangunan ekonomi Kota Makassar selama ini telah

menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan yang dapat disorot dari beberapa indikator ekonomi makro terutama dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan pertumbuhan ekonomi. Pada sisi PDRB, kenaikan yang cukup berarti dapat dilihat baik menurut harga berlaku maupun harga konstan. Kenaikan tersebut dapat kita amati pada tabel berikut :

Tabel 2. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Makassar Tahun 2009-2013

No Tahun

PDRB

Harga Berlaku Harga Konstan 1.

2.

3.

4.

5.

2009 2010 2011 2012 2013

9.664,573 11.131,684 13.127,239 15.744,194 18.165,194

8.178,880 8.882,255 9.785,334 10.492,541 11.341,848 Sumber : Makassar Dalam Angka Tahun 2013

Pada tahun 2009 nilai PDRB berdasarkan harga berlaku sebesar Rp 9.664,57 milyar, dan pada tahun 2012 sebesar Rp. 15.744,19 milyar.

Sedangkan PDRB berdasarkan harga konstan yang dihitung dengan tahun dasar 2009, menunjukkan angka PDRB tahun 2009 sebesar Rp.

8.178,88 milyar, dan tahun 2012 sebesar Rp 10.492,54 milyar. Dampak

(43)

i

kenaikan PDRB tersebut juga mengakibatkan naiknya pertumbuhan ekonomi secara perlahan dari 7,14% pada tahun 2010 menjadi 8,09%

pada tahun 2013, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 8,23% dalam kurun waktu 5 tahun (2009 – 2013).

D. Pemerintahan

Walikota:

1. Sampara Dg. Lili (1951-1952)

2. Achmad Dara Syachruddin (1952-1957) 3. M. Junus Dg. Mile (1957-1959)

4. Latif Dg. Massikki (1959-1962) 5. H. Arupala (1962-1965)

6. Kol.H.M.Dg. Patompo (1962-1976) 7. Kol. Abustam (1976-1982)

8. Kol. Jancy Raib (1982-1988) 9. Kol. Suwahyo (1988-1993)

10. H.A. Malik B. Masry,SE.MS (1994-1999)

11. Drs. H.B. Amiruddin Maula, SH.Msi (1999-2004) 12. Ir. H. Ilham Arief Sirajuddin, MM (2004 - 2008) 13. Ir. H. Andi Herry Iskandar, MSi (2008 - 2009)

14. Ir. H. Ilham Arief Sirajuddin, MM (2009 s/d Sekarang)

(44)

i

Kelembagaan dan Pemerintah Daerah :

Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Makassar.

2. Walikota adalah Walikota Makassar.

3. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaran pemerintahan daerah yang, terdiri atas Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD, dinas-dinas, Inspektorat, lembaga teknis, Rumah Sakit, Satuan Polisi Pamong Praja, Kecamatan dan Kelurahan.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Makassar.

5. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kota Makassar . 6. Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Sekretaris

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Makassar .

7. Asisten Bidang Pemerintahan adalah Asisten Bidang Pemerintahan pada Sekretariat Daerah Kota Makassar.

8. Asisten Bidang Perekonomian, Pembangunan dan Sosial adalah Asisten Bidang Perekonomian Pembangunan dan Sosial pada Sekretariat Daerah Kota Makassar .

9. Asisten Bidang Keuangan dan Asset adalah Asisten Bidang Keuangan dan Asset pada Sekretariat Daerah Kota Makassar.

(45)

i

10. Asisten Bidang Administrasi Umum adalah Asisten Bidang Administrasi Umum pada Sekretariat Daerah Kota Makassar.

11. Staf Ahli adalah Staf Ahli Walikota Makassar.

12. Inspektorat daerah adalah Inspektorat Kota Makassar.

13. Dinas daerah adalah dinas daerah Kota Makassar.

14. Lembaga teknis daerah adalah Badan dan Kantor Kota Makassar.

15. Satuan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disebut Satpol-PP adalah Satpol-PP Kota Makassar.

16. Rumah Sakit Umum Daerah adalah Rumah Sakit Umum Kota Makassar.

17. Pelaksana Harian Badan Narkotika Kota yang selanjutnya disebut Lakhar BNK adalah Pelaksana Harian Badan Narkotika Kota Makassar.

18. Sekretariat Korps Pegawai Republik Indonesia selanjutnya disebut Sekretariat KORPRI adalah Sekretariat Korps Pegawai Republik Indonesia Kota Makassar.

19. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat dalam Kota Makassar yang dtetapkan sebagai perangkat daerah berdasarkan Peraturan Daerah ini.

20. Camat adalah pemimpin dan koordinator penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kerja kecamatan yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan kewenangan pemerintahan dari Walikota Kota Makassar untuk menangani

(46)

i

sebagian urusan otonomi daerah dan menyelenggarakan tugas umum pemerintahan.

21. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat daerah Kota Makassar dalam wilayah kecamatan.

22. Lurah adalah kepala kelurahan dalam daerah Kota Makassar.

E. Gambaran Umum Lokasi Konsentrasi Penelitian 1. Kecamatan Tallo Kota Makassar

Lokasi konsentrasi penelitian bertempat di dinas sosial kota Makassar yang terletak di jalan AR. Hakim No. 50 Makassar dan AP.

Pettarani. Kecamatan Tallo adalah salah satu kecamatan dari 14 kecamatan yang ada di wilayah Kota Makassar dan terletak di pusat Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan. Kecamatan Tallo terdiri dari 15 kelurahan. Kelurahan Tammua tercatat memiliki wilayah paling luas, yakni 0,92 km², sedangkan Kelurahan Wala-Walayya memiliki luas wilayah terkecil dengan luas 0,11 km². Kecamatan Tallo mempunyai rencana strategis yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 5 (lima) tahun, dengan mendasarkan pada isu-isu strategis yang timbul baik issue strategis lingkungan internal maupun eksternal yang akan menjadi potensi, peluang dan tantangan bagi Kecamatan Tallo. Rencana Strategis Kecamatan Tallo ini mencakup pernyataan Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Perencanaan strategis

(47)

i

merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama tahun terakhir ini.

Jumlah penduduk berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2013 sebanyak 135.574 jiwa

Table 3. Jumlah Rumah Tangga dan Luas Wilayah Per Kelurahan di Kecamatan Tallo

Kode

Wil Kelurahan Luas

(km2)

Rumah Tangga

1 2 3 4

001 002 003 004 005 006 007 008 009 010 011 012 013 014 015

Bunga Ejaberu Lembo

Kalukuang La’latang Rappojawa Tammua Rappokalling Wala-walaya

Ujung pandang baru Suwanga

Panamppu Kalukubodoa Buloa

Tallo Lakkang

0,30 0,33 0,41 0,46 0,16 0,92 0,89 0,11 0,41 0,50 0,46 0,89 0,61 0,61 1,65

2.581 2.915 1.311 1.046 1.844 2.459 3.783 2.047 1.135 2.457 4.561 5.201 1.953 2.064 261

090 7,71 35.618

Sumber : Badan pusat Statistik Kota Makassar 2013

2. Sejarah Singkat Dinas Sosial Kota Makassar

Dinas Sosial Kota Makassar yang sebelumnya adalah Kantor Departemen Sosial Kota Makassar didirikan berdasarkan Keputusan Presiden No. 44 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Organisasi Departemen dan Keputusan Presiden No. 45 tahun 1974 tentang

(48)

i

Susunan Organisasi Departemen beserta lampiran-lampirannya sebagaimana beberapa kali dirubah, terakhir dengan Keputusan Presiden No. 49 Tahun 1983. Khusus di Indonesia Timur didirikan Departemen Sosial Daerah Sulawesi Selatan yang kemudian berubah menjadi Jawatan Sosial lalu dirubah lagi menjadi Kantor Departemen Sosial berdasarkan Keputusan Menteri Sosial RI No. 16 Tahun 1984 tentang Organisasi dan Tata kerja Kantor Departemen Sosial di Propinsi maupun di Kabupaten/Kotamadya. Dan akhirnya menjadi Dinas Sosial Kota Makassar pada tanggal 10 April 2000 yang ditandai dengan Pengangkatan dan Pelantikan Kepala Dinas Sosial Kota Makassar berdasarkan Keputusan Walikota Makassar Nomor : 821.22.24.2000 tanggal 8 Maret 2000.

Dinas Sosial Kota Makassar terletak di Jl. A.R Hakim No. 50 Makassar, Kelurahan Ujung Pandang Baru , Kecamatan Tallo Kota Makassar berada pada tanah seluas 499 m² dengan bangunan fisik gedung berlantai 2 dan berbatasan dengan :

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kantor Kecamatan Tallo b. Sebelah Selatan berbatasan dengan perumahan rakyat c. Sebelah barat berbatasan dengan Jl. Ujung Pandang Baru d. Sebelah timur berbatasan dengan perumahan rakyat 3. Visi, Misi dan Tujuan

Berdasarkan tugas pokok dan fungsi Dinas Sosial, maka visi Dinas Sosial Kota Makassar adalah sebagai berikut :

(49)

i

“ Pengendalian permasalahan sosial berbasis masyarakat tahun 2014”

Maknanya adalah manusia membutuhkan kepercayaan diri yang dilandasi oleh nilai – nilai kultur lokal yang diarahkan kepada aspek tatanan kehidupan dan penghidupan untuk menciptakan kemandirian lokal sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar, peningkatan keterampilan kerja, ketentraman, kedamaian, dan keadilan sosial yang mengarah kepada peningkatan kesejahteraan sosial bagi dirinya sendiri, keluarga dan lingkungan sosial masyarakatnya, serta mendorong tingkat partisipasi sosial masyarakat dalam ikut melaksanakan proses layanan kesejahteraan sosial masyarakat. Misi Dinas Sosial diterapkan sebagai berikut :

a. Meningkatkan partisipasi sosial masyarakat melalui pendekatan kemitraan dan pemberdayaan sosial masyarakat dengan semangat kesetiakawanan sosial masyarakat.

b. Memperkuat ketahanan sosial dalam mewujudkan keadilan sosial melalui upaya memperkecil kesenjangan sosial dengan memberikan perhatian kepada warga masyarakat yang rentan dan tidak beruntung.

c. Mengembangkan system perlindungan sosial d. Melakukan jaminan sosial

e. Pelayanan rehabilitasi sosial secara optimal f. Mengembangkan pemberdayaan sosial

(50)

i Adapun tuuannya sebagai berikut :

a. Meningkatkan kualitas pelayanan kesejahteraan sosial yang bermartabat sehingga tercipta kemandirian lokal penyandang masalah kesejateraan sosial ( PMKS)

b. Meningkatkan pendayagunaan sumber daya dan potensi aparatur (structural dan fungsional) dengan dukungan sarana dan prasarana yang memadai untuk mampu memberikan pelayanan dibidang kesejahteraan sosial yang cepat, berkualitas dan memuaskan.

c. Meningkatkan koordinasi dan partisipasi sosial masyrakat / stakehoders khususnya Lembaga Sosial masyarakat dan Orsos serta pemerhati di bidang kesejahteraan sosial masyarakat.

4. Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Fungsinya a. Struktur Organisasi

Berdasarkan Peraturan Walikota Makassar Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Sosial Kota makassar terdiri dari :

(51)

i b. Tugas Pokok Dan Fungsi

1) Dinas Sosial Kota Makassar mempunyai tugas Pokok yaitu melakasanakan sebagaina tugas pokok sesuai kebijakan walikota dan peraturan perundang – undangan yang berlaku, merumuskan kebijaksanaan, mengkoordinasikan, dan mengendalikan tugas – tugas dinas.

2) Dalam melakasanakan tugas sebagaiaman pada point pertama, Kepala Dinas menyelenggarakan fungsi :

a). Perumusan kebijakan teknis dibidang usaha kesejahteraan sosial, yang meliputi partisipasi sosial masyarakat, perlindungan sosial, jaminan sosial, rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial, serta pembinaan organisasi sosial.

b). Perencanaan program dibidang usaha kesejahteraan sosial, yang meliputi partisipasi sosial masyarakat, perlindungan sosial, jaminan sosial, rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial serta pembinaan organisasi sosial.

c). Pembinaan pemberian perizinan dan pelayanan umum dibidang usaha kesejahteraan sosial, yang meliputi

(52)

i

perlindungan sosial, jaminan sosial, rehabilitasi sosial dan pemberdayaan organisasi sosial

d). Pengendalian dan pengamanan teknis operasioanl dibidang usaha kesejahteraan sosial, yang meliputi perlindungan sosial, jaminan sosial, rehabilitasi sosial dan pemberdayaan sosial serta bimbingan organisasi sosial

e). Melakukan pembinaan Unit Pelaksanaan Teknis Dinas ( UPTD )

5. Bidang Kewenangan Dinas Sosial

a. Perencanaan Pembangunan Kesejahteraan Sosial wilayah Kabupaten/Kota dan Pendataan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial.

b. Penyuluhan dan Bimbingan Sosial

c. Pembinaan Nilai Kepahlawanan, Keperintisan dan Kejuangan.

d. Pelayanan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia Terlantar (dalam dan luar Panti).

e. Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak Balita melalui Penitipan Anak dan Adopsi lingkup kabupaten/kota.

f. Pelayanan Anak terlantar, Anak Cacat dan Anak Nakal (dalam dan luar Panti).

g. Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penderita Cacat.

(53)

i

h. Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial (Tuna Susila, Gelandangan, Pengemis dan Eks Narapidana).

i. Pemberdayaan keluarga Miskin meliputi Fakir Miskin, Komunitas Adat Terpencil dan Wanita rawan Sosial Ekonomi.

j. Pemberdayaan Karang Taruna/Organisasi Kepemudaan.

k. Pemberdayaan Organisasi Sosial/LSM lingkup kabupaten/kota.

l. Pemberdayaan Tenaga Kerja Sosial Masyarakat.

m. Pemberdayaan Dunia Usaha (Partisipasi dalam Usaha Kesejahteraan Sosial).

n. Pemberdayaan Pengumpulan Sumbangan Sosial lingkup kabupaten/ kota.

o. Penanggulangan Korban Bencana Alam lingkup kabupaten/kota.

p. Penanggulangan Korban Tindak kekerasan (Anak, wanita dan lanjut usia).

q. Penanggulangan Korban Napza.

r. Pelayanan Kesejahteraan Sosial Keluarga.

s. Pelayanan Kesejahteraan Angkatan Kerja.

t. Penelitian dan uji coba Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial lingkup kabupaten/kota. Penyelenggaraan Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial lingkup kabupaten/kota.

u. Penyelenggaraan Pelatihan Tenaga Bidang Usaha Kesejahteraan Sosial lingkup kabupaten/kota.

(54)

i

v. Penyelenggaraan Koordinasi pelaksanaan Usaha Kesejahteraan Sosial lingkup kabupaten/kota.

w. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan hasil Pelaksanaan pelayanan Kesejahteraan Sosial.

Adapun sasaran dari Bidang Kewenangan tersebut adalah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial yang meliputi :

a. Anak Balita Terlantar

Permasalahan pokok yang berkaitan dengan anak balita terlantar antara lain kondisi gizi yang buruk, keterbatasan jangkauan pelayanan sosial bagi anak balita, disamping itu semakin terbatasnya waktu kedua orang tua untuk memberikan perhatian penuh bagi keberlangsungan tumbuh kembangnya anak dalam lingkungan keluarganya.

b. Anak Terlantar

Pelayanan sosial yang diberikan yaitu Pembinaan yang diberikan kepada anak terlantar yaitu pemberdayaan anak terlantar melalui pemberian bantuan usaha ekonomis produktif dan kelompok usaha bersama serta pemberian latihan keterampilan melalui Panti Sosial Bina Remaja.

c. Anak Nakal

(55)

i

Pelayanan sosial yang dilakukan terhadap anak nakal yaitu melalui pembinaan dalam panti yang dilaksanakan di Panti Sosial Marsudi Putra Salodong.

d. Anak Jalanan

Pelayanan sosial yang diberikan kepada anak jalanan berupa pemberian beasiswa bagi anak jalanan usia sekolah, pemberian latihan keterampilan dan praktek kerja bagi anak jalanan serta pemberdayaannya.

e. Pekerja Seks Komersial (PSK)

Penanganan terhadap PSK yang terjaring melalui razia diberikan pembinaan melalui panti dan non panti. Pembinaan dalam panti berupa pemberian latihan keterampilan yang dilaksanakan di Panti Sosial Karya Wanita Mattiro Deceng. Sedangkan Pembinaan luar panti melalui kegiatan pemberdayaan berupa pemberian latihan keterampilan.

f. Gelandangan Pengemis

Di Kota Makassar, gelandangan pengemis yang tercatat berdasarkan pendataan tahun 2010 berjumlah 340 orang.

Penanganan yang telah dilaksanakan oleh Dinas Sosial yaitu melakukan pengawasan dan penertiban terhadap gepeng serta pemberdayaan gepeng beserta keluarganya melalui pemberian bantuan modal usaha.

(56)

i g. Korban Penyalah Gunaan

Korban Penyalahgunaan Napza adalah seseorang yang pernah menggunakan narkotika, psikotropika dan zat-zat adiktif lainnya termasuk minuman keras di luar tujuan pengobatan atau tanpa sepengetahuan dokter yang berwenang.

h. Anak, Wanita dan Lanjut Usia Korban Tindak Kekerasan

anak yang berusia 5 – 18 tahun, wanita yang berusia 18 – 59 tahun dan lanjut usia yang berusia 60 tahun keatas yang terancam secara fisik atau non fisik (psikologis) yang mengalami tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sosial terdekatnya.

i. Penyandang Cacat

Jumlah penyandang cacat di Kota Makassar adalah 1.431 orang.Pelayanan sosial yang diberikan bagi penyandang cacat adalah pemberian bantuan dana jaminan sosial bagi penyandang cacat berat melalui Departemen Sosial RI.

j. Kusta

Kusta adalah seseorang yang pernah menderita penyakit kusta dan telah dinyatakan sembuh secara medis, tetapi mengalami hambatan untuk melaksanakan kegiatan sehari – hari karena dikucilkan keluarga atau masyarakat. Penanganan yang diberikan bagi kusta adalah pemberdayaan keluarga kusta.

k. Narapidana

(57)

i

Narapidana adalah seseorang yang telah selesai masa hukuman atau masa pidananya sesuai dengan keputusan pengadilan dan mengalami hambatan untuk menyesuaikan diri kembali dalam kehidupan masyarakat sehingga mendapat kesulitan untuk mendapatkan kehidupannya secara normal.

l. Lanjut Usia Terlantar

Penanganan terhadap lanjut usia terlantar yang masih produktif yaitu pemberdayaan lanjut usia melalui pemberian bantuan usaha ekonomis produktif dan kelompok usaha bersama. Selain itu ada juga pemberian bantuan pelayanan dan jaminan sosial lanjut usia terlantar yang berasal dari Departemen Sosial RI.

m. Wanita Rawan Sosial Ekonomi

Wanita Rawan Sosial Ekonomi adalah seorang wanita dewasa berusia 18 – 59 tahun belum menikah atau janda dan tidak mempunyai penghasilan cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

n. Keluarga Fakir Miskin

Populasi keluarga fakir miskin di Kota Makassar yang tercatat pada Dinas Sosial adalah 22.926 KK, pelayanan sosial yang diberikan bagi keluarga fakir miskin yaitu pengembangan potensi keluarga fakir miskin, pemberian latihan keterampilan berusaha bagi keluarga fakir miskin, pendampingan UEP dan KUBE fakir miskin.

(58)

i

o. Keluarga Berumah Tidak Layak Huni

Pelayanan sosial yang diberikan adalah rehabilitasi rumah tidak layak huni berupa pemberian bantuan bahan bangunan rumah seperti seng, balok kayu, tripleks, papan.

p. Perintis Kemerdekaan

Perintis Kemerdekaan adalah orang-orang yang telah berjuang mengantarkan Bangsa Indonesia ke depan Pintu Gerbang Kemerdekaan yang diakui dan disahkan melalui Kepmensos RI No. 15/HUK/1996 sebagai Perintis Kemerdekaan. Di Kota Makassar Perintis Kemerdekaan ada 6 orang.

q. Keluarga Pahlawan Nasional

Keluarga Pahlawan Nasional adalah suami atau isteri dan anak dari seorang pahlawan yang pernah berjuang untuk bangsa dan negara. Keluarga Pahlawan Nasional yang ada di Kota Makassar berjumlah 3 orang.

r. Keluarga Veteran

Keluarga Veteran adalah suami atau isteri dan anak dari seorang veteran yang telah menjadi anggota veteran berdasarkan surat keputusan dari Menteri Pertahanan dan Keamanan RI. Jumlah Keluarga Veteran yang ada di Kota Makassar yaitu 115 orang.

s. Korban Bencana Alam

Bantuan yang diberikan bagi korban bencana alam berupa Dapur umum, apabila korban lebih dari 10 KK atau 75 jiwa dengan waktu

(59)

i

3 (tiga) hari atau bisa ditambah 2 (dua) hari menjadi 5 (lima) hari apabila keadaan betul-betul darurat, selain itu ada bantuan permakanan dan tenda.

t. Masyarakat yang Tinggal di Daerah Rawan Bencana

Wilayah yang paling rawan bencana di Kota Makassar yaitu Kecamatan Ujung Tanah, karena selain berpenduduk padat juga berlokasi di pesisir pantai.

u. Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis

Adalah keluarga yang hubungan antar anggota keluarganya terutama suami-isteri kurang serasi, sehingga tugas-tugas dan fungsi keluarga tidak dapat berjalan wajar. Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis yang tercatat pada Dinas Sosial yaitu 19 KK.

v. Korban Tindak Kekerasan

Keluarga maupun kelompok yang mengalami tindak kekerasan baik dalam bentuk penelantaran, perlakuan salah, pemaksaan, diskriminasi dan bentuk kekerasan lainnya maupun orang yang berada dalam situasi yang membahayakan dirinya sehingga mengakibatkan penderitaan atau fungsi sosialnya terganggu.

w. Pekerja Migran

Pekerja Migran adalah seseorang yang bekerja di luar tempat asalnya dan menetap sementara di tempat tersebut dan mengalami permasalahan sosial sehingga menjadi terlantar.

(60)

i

Pelayanan sosial yang diberikan yaitu pemberdayaan bagi pekerja migran.

6. Rencana Program

Mengaju pada arah kebijakan daerah kota Makassar terutama pembangunan Kualitas manusia maka rencana Program Dinas Sosial Kota Makassar sebagai berikut :

a. Program pemberdayaan Fakir Miskin, komuniats Adat terpencil ( KAT) dan penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) b. Program Pelayanan dan rehabilitasi Kesejateraan Sosial c. Program Pembinaan Anak Terlantar

d. Program Pembinaan Para penyandang cacat dan Trauma e. Program pembinaan panti asuhan / panti jompo

f. Program pembinaan penyandeng penyakit sosial

g. Program pemberdayaan kelembagaan Kesejahteraan sosial h. Program pelayanan administrasi perkantoran

i. Program peningkatan sarana dan prasarana kantor j. Program peningkatan disiplin aparatur

k. Program peningkatan kapasitas sumber daya aperatur

l. Program peningkatan pengembangan system pelaporan capaian kinerja dan keuangan

Referensi

Dokumen terkait

Jadi Gelandangan disini yang dimaksud adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma-norma dalam masyarakat dan selalu berkeliaran atau

Norma hukum jika dianalisis dalam kehidupan masyarakat, maka orang hukum berpendapat secara umum bahwa “hukum yang baik adalah hukum yang hidup dalam masyarakat”.15 Pendapat

• Homeless / gelandangan: orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma dan kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal

Dengan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan kehidupan normal yang layak