• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Komunikasi

2.1.1 Definisi komunikasi

Definisi Komunikasi Ditinjau dari etimologi, komunikasi berasal dari

2003: 9) istilah komunikasi (communication) berasal dari kata latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Berbicara mengenai definisi komunikasi tidak ada definisi yang salah dan benar secara absolute.

Namun definisi kontemporer menyarankan bahwa komunikasi merujuk

orang lain dengan maksud agar orang lain tersebut memiliki kesamaan informasi, pesan atau gagasan dengan pengirim pesan.

2.1.2 Konsep Komunikasi

Menurut John R. Wenburg, William W. Wilmoth dan Kenneth K Sereno dan Edward M Bodaken terbentuk menjadi 3 tipe: pertama, searah: pemahaman ini bermula dari pemahaman komunikasi yang berorientasi sumber yaitu semua kegiatan yang secara sengaja dilakukan seseorang untuk menyampaikan rangsangan untuk membangkitkan respon penerima. Kedua Interaksi :

(2)

commit to user

pandangan ini menganggap komunikasi sebagi proses sebab-akibat, aksi-reaksi yang arahannya bergantian. Ketiga, transaksi: konsep ini tidak hanya membatasi unsur sengaja atau tidak sengaja, adanya respon teramati atau tidak teramati namun juga seluruh transaksi perilaku saat berlangsungnya komunikasi yang lebih cenderung pada komunikasi berorientasi penerima.

Saat memberi memberi pelajaran, komunikasi bukan saja berdasarkan fakta bahwa siswa menafsirkan isi pelajaran tetapi juga guru menafsirkan perilaku anggukan atau kerutan kening siswa. Jadi, kalau dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan lain perkataan, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu.

Jelas bahwa percakapan antara kedua orang tadi dapat dikatakan komunikatif apabila kedua-duanya, selain mengerti bahasa yang dipergunakan juga mengerti makna dari bahan yang dipercakapkan.

Akan tetapi pengertian komunikasi yang dipaparkan di atas sifatnya sangat fundamental, dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan komunikasi tidak hanya informative, yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasive, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan melakukan suatu perbuatan atau kegiatan dan lain-lain. Pentingnya komunikasi bagi kehidupan sosial, budaya,

(3)

commit to user

pendidikan dan politik sudah disadari oleh para cendikiawan sejak Aristoteles hanya sekedar berkisar pada retorika dalam lingkungan kecil. Baru pada pertengahan abad ke-20 ketika dunia dirasakan semakin kecil akibat revolusi industri dan revolusi teknoligi elektronik, maka para cedikiawan pada abad sekarang menyadari pentingnya komunikasi ditingkatkan dari pengetahuan (knowledge) menjadi ilmu (science).

Menurut Carl I. Hovland, 1953) ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Definisi ini menunjukkan bahwa yang dijadikan obyek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap public (public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting, bahkan dalam definisinya secara khusus mengenai pengertian komunikasinya sendiri.

Hovland mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individuals), akan tetapi seseorang akan dapat mengubah sikap pendapat atau perilaku orang lain apabila komuniksinya itu memang komunikatif seperti diuraikan di atas. Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikutip oleh Harold Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komuniksi adalah menjawab pertanyaan sebagai

(4)

commit to user

berikut: What says what in which channel to whom with what effect?

(Lasswell. 1972).

Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni: - Komunikator (communicator, source, sender) - Pesan (message) - Media (channel, media) - Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient) - Efek (effect, impact, influence) Jadi berdasarkan paradigma Lasswell tersebut komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Lasswell menghendaki agar komunikasi dijadikan objek studi ilmiah, bahkan setiap unsur diteliti secara khusus. Studi mengenai komunikator dinamakan control analysis; penelitian mengenai pers, radio, televisi, film dan media lainnya disebut media analysis; penyelidikan mengenai pesan dinamai content analysis, audience analysis adalah studi khusus tentang komunikan, sedangkan effect analysis merupakan penelitian mengenai efek atau dampak yang ditimbulkan oleh komunikasi.

Demikian kelengkapan unsur komunikasi menurut Harold Lasswell yang mutlak harus ada dalam setiap prosesnya.

2.1.3 Unsur komunikasi

Philip Kotler dalam bukunya, Marketing Management, berdasarkan paradigma Harold Lasswell menampilkan model proses komunikasi. Unsur- unsur dalam proses komunikasi ini melipuiti:

(5)

commit to user

a) Sender: Komunikator yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang.

b) Encoding: Penyandaian, yakni proses pengalihan pikiran ke dalam bentuk lambang.

c) Message: Pesan yang merupakan seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh komunikator.

d) Media: Saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan.

e) Decoding: Penguraian sandi, yakni proses di mana komunikan menetapkan makna pada lambang yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.

e) Receiver: Komunikan yang menerima pesan dari komunikator.

f) Response: Tanggapan, seperangkat reaksi dari komunikan setelah diterpa pesan.

g) Feedback: Umpan balik, yakni tanggapan komunikan apabila tersampaikan atau disampaikan kepada komunikator.

h) Noise: Gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.

Model komunikasi di atas menegaskan faktor-faktor kunci dalam komunikasi efektif. Komunikator harus tahu khalayak mana yang akan dijadikannya sasaran dan tanggapan apa yang diinginkannya. Ia harus terampil menyandi pesan dengan memperhitungkan bagaimana komunikan biasanya

(6)

commit to user

mengurai sandi pesan. Komunikator harus mengirimkan pesan melalui media yang efisien dalam mencapai khlayak sasaran.

Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan).

Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Adakalanya seseorang menyampaikan buah pikirannya kepada orang lain tanpa menampakkan perasaan tertentu.

Pada saat lain seseorang menyampaikan perasaannya kepada orang lain tanpa pemikiran. Tidak jarang pula seseorang menyampaikan pikirannya disertai perasaan tertentu disadari atau tidak disadari. Komunikasi akan berhasil apabila pikiran disampaikan dengan menggunakan perasaan yang disadari, sebaiknya komunikasi akan gagal jika sewaktu menyampaikan pikiran, perasaan tidak terkontrol.

2.1.4 Proses Komunikasi

Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder.

2.1.4.1 Proses komunikasi secara primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya yang

(7)

commit to user

se

kepada komunikan. Bahwa bahasa yang paling banyak dipergunakan dalam

pikiran seseorang kepada orang lain. Apakah itu berbentuk idea, informasi atau opini; baik mengenai hal yang kongkrit maupun yang abstrak; bukan saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang, melainkan juga yang terjadi pada waktu yang lalu dan masa mendatang. Adalah berkat kemampuan bahasa, maka kita dapat mempelajari ilmu pengetahuan sejak ditampilkan oleh Aristoteles, Plato dan Sokrates; dapat menjadi manusia yang beradab dan berbudaya; dan dapat memperkirakan apa yang akan terjadi pada tahun, dekade, bahkan abad yang akan datang.

2.1.4.2 Proses komunikasi secara sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasi karena komunikan karena komunikan sebagai sasarannya berada ditempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan lainnya adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Pada umumnya kalau kita berbicara di kalangan masyarakat yang dinakamakan media komuniksi itu adalah media kedua sebagai diterangkan di atas. Jarang sekali orang menganggap bahasa sebagai media komunikasi. Hal ini disebabkan oleh bahasa sebagai lambang (symbol) beserta isi (content) yakni pikiran dan atau perasaan

(8)

commit to user

yang dibawanya menjadi totalitas pesan (message) yang tampak tak dapat dipisahkan. Tidak seperti media dalam bentuk surat, telephon, radio dan lainnya yang jelas tidak selalu digunakan. Tampaknya orang seolah-olah tak mungkin berkomunikasi tanpa bahasa, tetapi orang mungkin dapat berkomunikasi tanpa surat, telephon, televisi atau lainnya.

2.1.5 Tujuan strategi komunikasi

Strategi pada hakekatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai tujuan. Akan tetapi untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus mampu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya.

Demikian pula dengan strategi komunikasi yang merupakan paduan perencanaan komunikasi (communication planning) dengan managemen komunikasi (communication management) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Strategi komunikasi ini harus mampu menunjukkan bagaimana operasionalnya secara praktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung pada situasi dan kondisi. Apakah tujuan sentral strategi komunikasi itu? R Wayne Pace, Brent D. Peterson dan M. Dallas Burnett dalam bukunya, Techniques for Effective Communication, menyatakan bahwa tujuan sentral kegiatan komunikasi terdiri atas tiga tujuan utama, yaitu: (a) to secure understanding,(b)to establish acceptance,(c) to motivate action. Jadi komunikasi menurut Pace, dkk adalah to secure understanding memastikan bahwa komunikan mengerti pesan yang diterimanya. Andaikata ia sudah dapat mengerti

(9)

commit to user

dan menerima, maka penerimaannya itu harus dibina (to establish acceptance).

Pada akhirnya kegiatan dimotivasikan (to motivate action) (Pace, 1979).

2.1.6 Pembelajaran sebagai proses komunikasi

Ditinjau dari prosesnya pendidikan adalah komunikasi dalam arti kata bahwa dalam proses tersebut terlibat dua komponen yang terdiri atas manusia, yakni pengajar sebagai komunikator dan pelajar sebagai komunikan. Lazimnya pada tingkatan bawah dan menengah pengajar itu disebut guru, sedangkan pelajar disebut dengan murid; pada tingkatan tinggi pengajar dinamakan dengan dosen, sedangkan pelajar dinamakan dengan mahasiswa. Pada tingkatan apapun proses komunikasi antara pelajar dan pengajar itu pada hakekatnya sama saja.

Perbedaannya hanyalah pada jenis pesan serta kualitas yang disampaikan oleh si pengajar kepada di pelajar. Perbedaan komunikasi dan pendidikan terletak pada tujuannya atau efek yang diharapkan. Ditinjau dari efek yang diharapkan itu, tujuan komunikasi sifatnya umum, sedangkan tujuan pendidikan sifatnya khusus.

Kekhususan inilah yang dalam proses komunikasi melahirkan istilah-istilah khusus seperti penerangan, propaganda, indoktrinasi, agitasi dan pendidikan.

2.1.7 Komunikasi efektif dalam pembelajaran

Menurut Mulyana (2000:73) untuk menyamakan makna antara guru dan siswa ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian:

1. Semua komponen dalam komunikasi pembelajaran diusahakan dalam kondisi ideal/baik:

(a) pesan (message) harus jelas, sesuai dengan kurikulum, terstruktur secara jelas, menarik dan sesuai dengan tingkat intelejensi siswa.

(10)

commit to user

(b) Sumber/guru harus berkompetensi terhadap materi ajar, media yang digunakan, mampu menyandikan dengan jelas, mampu menyampaikan tanpa pembiasan dan menarik perhatian serta mampu membangkitkan motivasi diri dan siswa dalam proses interaksi dan transaksi komunikasi.

(c) penerima/siswa harus dalam kondisi yang baik/sehat untuk tercapainya prasyarat pembelajaran yang baik.

(d) lingkungan (setting) mampu mendukung penuh proses komunikasi misalnya pencahayaan, kenyamanan ruang dan sebagainya.

(e) materi/media software dalam kondisi baik/tidak rusak (sesuai dengan isi/pesan).

(f) alat (device) tidak rusak sehingga tidak membiaskan arti (audiovisual).

Media yang menarik (dapat dilihat dan didengar) akan memudahkan siswa dalam retensi dan pengingatan kembali pesan yang pernah didapat.

(g) teknik/prosedur penggunaan semua komponen pembelajaran harus memiliki instruksi jelas dan terprogram dalam pengelolaan.

2. Proses encoding dan decoding tidak mengalami pembiasan arti/makna.

3. Penganalogian harus dilakukan untuk membantu membangkitkan pengertian baru dengan pengertian lama yang pernah mereka dapat.

4. Meminimalisasi tingkat gangguan (barrier/noise) dalam proses komunikasi mulai dari proses penyandian sumber (semantical), proses penyimbolan dalam software dan hardware (mechanical) dan proses penafsiran penerima (psychological).

(11)

commit to user

5. Feedback dan respons harus ditingkatkan intensitasnya untuk mengukur efektifitas dan efisiensi ketercapaian.

6. Pengulangan (repetition) harus dilakukan secara kontinyu maupun progresif.

7. Evaluasi proses dan hasil harus dilakukan untuk melihat kekurangan dan perbaikan.

8. 4 aspek pendukung dalam komunikasi; fisik, psikologi, sosial dan waktu harus dibentuk dan diselaraskan dengan kondisi komunikasi yang sedang berlangsung agar tidak menghambat proses komunikasi pembelajaran.

2.2 Konsep Sarana Prasarana

2.2.1 Ketersediaan sanitasi yang baik di sekolah

a). Air

Air memegang peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, hewan, tumbuhan dan jasad-jasad lain. Air yang kita perlukan adalah air yang memenuhi persyaratan kesehatan baik persyaratan fisik, kimia, ataupun bakteriologinya. Air diperlukan untuk berbagai macam keperluan hidup seperti untuk mandi, mencuci, memasak, pengairan, pertanian, industri, rekreasi dan sebagai air minum. Banyak dari kita yang memiliki pikiran bahwa tangan yang terlihat bersih dan tidak berbau itu tandanya aman dari bakteri. Mencuci tangan biasa belum mampu bekerja efektif untuk mengeliminasi dampak mikroskopis dari penyebaran patogen. Menggunakan sabun scrub atau sabun antibakterial, dan membasuh dengan air mengalir merupakan cara yang efektif untuk melawan infeksi bakteri melalui tangan.

(12)

commit to user

Apabila tidak tersedia fasilitas air yang mencukupi, mustahil bagi seseorang untuk melakukan cuci tangan. Sabun yang digunakan untuk mencuci tangan.

Mencuci tangan saja adalah salah satu tindakan pencegahan yang menjadi perilaku sehat dan baru dikenal pada akhir abad ke 19. Perilaku sehat dan pelayanan jasa sanitasi menjadi penyebab penurunan tajam angka kematian dari penyakit menular yang terdapat pada negara-negara maju pada akhir abad 19. Hal ini dilakukan bersamaan dengan isolasi dan pemberlakuan teknik membuang kotoran yang aman dan penyediaan air bersih dalam jumlah yang mencukupi.

Mencuci tangan dengan air saja lebih umum dilakukan, namun hal ini terbukti tidak efektif dalam menjaga kesehatan dibandingkan dengan mencuci tangan dengan sabun. Menggunakan sabun dalam mencuci tangan sebenarnya menyebabkan orang harus mengalokasikan waktunya lebih banyak saat mencuci tangan, namun penggunaan sabun menjadi efektif karena lemak dan kotoran yang menempel akan terlepas saat tangan digosok dan bergesek dalam upaya melepasnya. Di dalam lemak dan kotoran yang menempel inilah kuman penyakit hidup. Efek lainnya adalah tangan menjadi harum setelah dicuci dengan menggunakan sabun dan dalam beberapa kasus, tangan yang menjadi wangilah yang membuat mencuci tangan dengan sabun menjadi menarik untuk dilakukan.

Dalam sabun terdapat kandungan antiseptik sebagai pembunuh kuman.

Dalam kandungannya, cairan antiseptik tersebut memiliki kandungan utama pembasmi mikroorganisme yaitu alkohol. Alkohol bekerja sebagai antiseptik

(13)

commit to user

dengan cara merusak dinding sel bakteri. Alkohol memiliki spektrum yang baik untuk kuman gram positif, gram negatif, basil tuberkulosis, jamur, dan virus termasuk RSV (respiratory syncytial virus), virus hepatitis A, B, dan HIV. Alkohol dalam konsentrasi yang tepat menghasilkan efek yang cepat

dan secara nyata menurunkan jumlah mikroba merugikan di kulit.

Pada dasarnya ada 3 jenis alkohol yang sering digunakan sebagai antiseptik, yaitu Ethyl alcohol (Ethanol), N-Propil alcohol, dan Isopropyl alcohol. Ketiga jenis alkohol tersebut hanya memiliki sedikit perbedaan dalam efek anti mikroba.

Beberapa kandungan senyawa yang terdapat dalam sabun antara lain:

1) Senyawa Iodine

Merupakan salah satu antiseptik tertua yang masih dipakai. Cairan ini cukup aman dan dapat bekerja secara cepat namun jarang digunakan untuk mencuci tangan. Setelah digunakan harus dihilangkan/dibilas dari kulit setelah mengering karena jika dibiarkan dapat menyebabkan terjadinya iritasi kulit.

2) Klorheksidin glukonat

Bekerja dengan merusak dinding bakteri (bakterisidal). Karena tidak bersifat iritatif larutan ini seringkali digunakan untuk antiseptik tangan dan kulit daerah operasi.

3) Heksaklorofen

Merupakan suatu larutan deterjen yang bekerja dengan cara merusak dinding bakteri (baktersidal). Pada konsentrasi rendah bekerja dengan cara menghambat enzim bakteri (bakteriostatik). Heksaklorofen sering digunakan

(14)

commit to user

sebagai larutan pencuci tangan sebelum tindakan operasi. Tidak boleh digunakan pada kulit yang terluka.

4) Iodofor

Merupakan kombinasi antara Yodium dengan Povidone (Povidone iodine).

Kombinasi ini meningkatkan kelarutan Yodium. Efek antimikroba dari Iodofor sama seperti Yodium yaitu sangat bakterisid, fungisid, dan virisid. Golongan ini memiliki aktivitas sedang terhadap spora bakteri dan aktivitas tinggi terhadap basil tuberkulosis.

5) Triclosan (Irgasan)

Bekerja dengan merusak dinding bakteri (bakterisidal). Memiliki efek anti bakteri gram positif dan negatif, namun tidak jelas untuk virus dan jamur.

Seringkali digunakan dalam sabun mandi untuk membunuh bakteri yang dapat menyebabkan bau badan. Dapat membunuh bakteri yang merugikan dan bakteri yang baik.

b. Ketersediaan media pendidikan/informasi di sekolah

Media pendidikan pada hakikatnya adalah alat bantu pendidikan, alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan/pengajaran. Disebut media pendidikan kesehatan karena alat-alat tersebut merupakan saluran (channel) untuk menyampaikan,informasi kesehatan dan karena alat-alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat dan klien.

Salah satu tujuan menggunakan alat bantu yaitu menimbulkan minat, mencapai sasaran yang banyak, merangsang sasaran pendidikan untuk

(15)

commit to user

meneruskan pesan-pesan yang diterima kepada orang lain, untuk mempermudah penyampaian, penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan, mendorong keinginan orang untuk mengetahui dan menegakkan pengertian yang diperoleh.

Pada garis besarnya hanya ada tiga macam alat bantu pendidikan (alat peraga), yaitu:

1) Alat bantu melihat (visual aids) yang berguna dalam membantu stimulasi indera mata (penglihatan) pada waktu terjadinya pendidikan. Alat ini terdiri dari 2 bentuk :

a) Alat yang diproyeksikan, misalnya slide, film, film strip, dan sebagainya.

b) Alat yang tidak diproyeksikan, meliputi:dua dimensi (gambar, peta, bagan, poster, dan sebagainya) dan tiga dimensi (misalnya bola dunia, boneka, dan sebagainya).

2) Alat bantu dengar (audio aids) yang dapat membantu untuk menstimulasikan indera pendengaran pada waktu proses penyampaian bahan pendidikan. Misalnya : piring hitam, radio, dan sebagainya.

3) Alat bantu lihat-dengar seperti televisi dan video. Alat bantu pendidikan seperti ini lebih dikenal dengan Audio Visual Aids (AVA).

Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang.

Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya televisi, radio,

(16)

commit to user

atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang.

Informasi keterangan, pemberitahuan yang dapat menimbulkan kesadaran akan mempengaruhi terjadinya perilaku seseorang.

2.3 Konsep Cuci Tangan Pakai Sabun 2.3.1 Pengertian Cuci Tangan Pakai Sabun

Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari-jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman.

Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan sering menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung (menggunakan permukaan-permukaan lain seperti handuk, gelas). Tangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan binatang, ataupun cairan tubuh lain (seperti ingus) dan makanan/minuman yang terkontaminasi saat tidak dicuci dengan sabun dapat memindahkan bakteri, virus, dan parasit pada orang lain yang tidak sadar bahwa dirinya sedang ditulari.

Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) sebaiknya dilakukan pada lima waktu penting, yaitu: (1) sebelum makan; (2) sesudah buang air besar; (3) sebelum memegang bayi; (4) sesudah menceboki anak; dan (5) sebelum menyiapkan makanan. Mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir dapat memutuskan mata rantai kuman yang melekat di jari-jemari. Masyarakat

(17)

commit to user

termasuk anak sering mengabaikan mencuci tangan memakai sabun dengan air mengalir karena kurangnya pemahaman tentang kesehatan.

Mencuci tangan adalah membersihkan tangan dari segala kotoran, dimulai dari ujung jari sampai siku dan lengan dengan cara tertentu sesuai kebutuhan.

Perilaku cuci tangan adalah salah satu bentuk kebersihan diri yang penting.

Mencuci tangan juga dapat diartikan menggosok dengan sabun secara bersama seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas yang kemudian dibilas di bawah air yang mengalir. Cuci tangan menggunakan air saja tidaklah cukup untuk melindungi seseorang dari kuman penyebab penyakit yang merugikan kesehatan. Dari berbagai riset, risiko penularan penyakit dapat berkurang dengan adanya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, perilaku kebersihan, seperti cuci tangan pakai sabun. Perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan intervensi kesehatan yang paling murah dan efektif dibandingkan dengan intervensi kesehatan dengan cara lain.

Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanis dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air. Kesehatan dan kebersihan tangan secara bermakna mengurangi jumlah mikroorganisme penyebab penyakit pada kedua tangan dan lengan serta mengurangi kontaminasi silang. Cuci tangan dianggap merupakan salah satu langkah yang paling penting untuk mengurangi penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi selama lebih dari 150 tahun. Kesehatan kebersihan tangan yang baik dapat mencegah penularan mikroorganisme dan mengurangi frekuensi infeksi nosokomial.

(18)

commit to user

2.3.2 Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan mencuci tangan menggunakan sabun.

1) Diare

Penyakit diare menjadi penyebab kematian kedua yang paling umum untuk anak-anak balita. Sebuah ulasan yang membahas sekitar 30 penelitian terkait menemukan bahwa cuci tangan dengan sabun dapat menurunkan angka kejadian diare hingga 50%. Penyakit diare seringkali diasosiasikan dengan keadaan air, namun secara akurat sebenarnya harus diperhatikan juga penanganan kotoran manusia seperti tinja dan air kencing, karena kuman- kuman penyakit penyebab diare berasal dari kotoran-kotoran ini. Kuman- kuman penyakit ini membuat manusia sakit ketika mereka masuk mulut melalui tangan yang telah menyentuh tinja, air minum yang terkontaminasi, makanan mentah, dan peralatan makan yang tidak dicuci terlebih dahulu atau terkontaminasi. Tingkat keefektifan mencuci tangan dengan sabun dalam penurunan angka penderita diare dalam persen menurut tipe inovasi pencegahan adalah: Mencuci tangan dengan sabun (44%), penggunaan air olahan (39%), sanitasi (32%), pendidikan kesehatan (28%), penyediaan air (25%), sumber air yang diolah (11%). (2)

2) Infeksi saluran pernafasan.

Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab kematian utama anak-anak balita.

Mencuci tangan dengan sabun mengurangi angka infeksi saluran pernafasan ini dengan dua langkah : 1) dengan melepaskan patogen-patogen pernafasan

(19)

commit to user

yang terdapat pada tangan dan permukaan telapak tangan, 2) dengan menghilangkan patogen (kuman penyakit) lainnya (terutama virus entrentic) yang menjadi penyebab tidak hanya diare namun juga gejala penyakit pernafasan lainnya. Bukti-bukti telah ditemukan bahwa praktik-praktik menjaga kesehatan dan kebersihan seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah makan/buang air besar/kecil dapat mengurangi tingkat infeksi hingga 25%. Penelitian lain di Pakistan menemukan bahwa mencuci tangan dengan sabun mengurangi infeksi saluran pernafasan yang berkaitan dengan pnemonia pada anak-anak balita hingga lebih dari 50 %.

(3) Infeksi cacing, infeksi mata, dan infeksi kulit.

Penelitian juga telah membuktikan bahwa selain diare dan infeksi saluran pernafasan penggunaan sabun dalam mencuci tangan mengurangi kejadian penyakit kulit, infeksi mata seperti trakoma, dan cacingan khususnya untuk ascariasis dan trichuriasis.

Gambar 2.1 Diagram F Transmisi Penyakit

(20)

commit to user

2.3.3 Teknik mencuci tangan yang baik dan benar dan penggunaan sabun

Untuk mendapatkan hasil yang optimal, maka mencuci tangan haruslah dengan air bersih yang mengalir, baik itu melalui kran air atau disiram dengan gayung, menggunakan sabun yang standar, setelah itu keringkan dengan handuk bersih atau menggunakan tisu.

Untuk penggunaan jenis sabun dapat menggunakan semua jenis sabun karena semua sabun sebenarnya cukup efektif dalam membunuh kuman penyebab penyakit. Teknik mencuci tangan yang benar harus menggunakan sabun dan di bawah air yang mengalir dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Basahi tangan dengan air di bawah kran atau air mengalir.

2) Ambil sabun cair secukupnya untuk seluruh tangan, akan lebih baik jika sabun yang mengandung antiseptik.

3) Gosokkan pada kedua telapak tangan.

4) Gosokkan sampai ke ujung jari.

5) Telapak tangan kanan menggosok punggung tangan kiri (atau sebaliknya) dengan jari-jari saling mengunci (berselang-seling) antara tangan kanan dan tangan kiri, gosokkan sela-sela jari tersebut. Hal ini dilakukan pada kedua tangan.

6) Letakkan punggung jari satu dengan punggung jari lainnya dan saling mengunci.

(21)

commit to user

7) Usapkan ibu jari tangan kanan dengan punggung jari lainnya dengan gerakan saling berputar, lakukan hal yang sama dengan ibu jari tangan kiri.

8) Gosokkan telapak tangan dengan punggung jari tangan satunya dengan gerakan kedepan, kebelakang, berputar. Hal ini dilakukan pada kedua tangan.

9) Pegang pergelangan kanan kanan dengan pergelangan kiri dan lakukan gerakan memutar. Lakukan pula pada tangan kiri.

10) Bersihkan sabun dari kedua tangan dengan air mengalir.

11) Keringkan tangan dengan menggunakan tissue atau handuk, jika menggunakan kran, tutup kran dengan tisu.

(22)

commit to user

Gambar 2.2 Langkah-langkah Mencuci Tangan

Karena mikroorganisme tumbuh berkembang biak di tempat basah dan di air yang menggenang, maka apabila menggunakan sabun batangan sediakan sabun batangan yang berukuran yang kecil dalam tempat sabun yang kering.

Hindari mencuci tangan di waskom yang berisi air walaupun telah itambahkan bahan antiseptik, karena mikroorganisme dapat bertahan dan berkembang biak pada larutan ini.

(23)

commit to user

Apabila menggunakan sabun cair jangan menambahkan sabun apabila terdapat sisa sabun pada tempatnya, penambahan dapat menyebabkan kontaminasi bakteri pada sabun yang baru dimasukkan. Apabila tidak tersedia air mengalir, gunakan ember dengan kran yang dapat dimatikan sementara menyabuni kedua tangan dan buka kembali untuk membilas atau gunakan ember dan kendi/teko.

2.3.4 Faktor faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) Pada Anak Sekolah.

1. Citra diri

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan dirinya.

Misalnya karena ada perubahan fisik tangan menjadi kotor sehingga individu peduli terhadap kesehatan dengan melakukan cuci tangan pakai sabun.

2. Status sosial ekonomi

Mencuci tangan memerlukan alat dan bahan seperti sabun, lap tangan atau tisu kering, dan semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

3. Pengetahuan

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Sebelum anak berperilaku mencuci tangan, ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku dan apa resikonya apabila tidak mencuci tangan dengan sabun bagi dirinya atau keluarganya. Melalui pendidikan kesehatan

(24)

commit to user

mencuci tangan anak mendapatkan pengetahuan pentingnya mencuci tangan sehingga diharapkan anak tahu, bisa menilai, bersikap yang didukung adanya fasilitas mencuci tangan sehingga tercipta perilaku mencuci tangan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang. Karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan, oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang baik dalam mencuci tangan.

4. Kebiasaan anak

Adanya kebiasaan untuk tidak cuci tangan atau cuci tangan sejak kecil, akan terbawa sampai dewasa.

5. Sikap

Sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap stimulus dan objek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk penyakit). Setelah anak mengetahui bahaya tidak mencuci tangan (melalui pengalaman, pengaruh orang lain, media massa, lembaga pendidikan, emosi), proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap kegiatan mencuci tangan tersebut.

6. Motivasi

Motivasi adalah suatu dorongan yang menggerakkan seseorang untuk berperilaku, beraktivitas dalam penyampaian tujuan dimana kebutuhan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap lajunya dorongan tersebut. Jadi perubahan perilaku mencuci tangan pada anak usia sekolah dapat

(25)

commit to user

tercapai dengan memberi anak motivasi yang kuat. Sehingga timbul dari kesadarannya sendiri, tercipta perilaku mencuci tangan pada anak tersebut.

7. Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua adalah sikap atau perilaku orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Perilaku yang bersifat relatif dan konsisten dari waktu ke waktu. Banyak ahli mengatakan pengasuhan anak adalah bagian penting dan mendasar. Pada dasarnya pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak. Perlakuan yang dilakukan orang tua antara lain mendidik, membimbing, serta mengajarkan tingkah laku yang umum dilakukan di masyarakat. Depkes RI (2010:28)

2.4 Konsep Dasar Pengetahuan 2.4.1 Pengertian Pengetahuan

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan termasuk dalam domain kognitif, dimana pengetahuan merupakan komponen selain dari sikap dan perbuatan untuk merubah perilaku seseorang. (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari,

(26)

commit to user

sehingga dapat dikatakan bahwa merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang.(Notoatmodjo, 2003)

Menurut Aritoteles, pengetahuan adalah hasil pencapaian akal manusia yang dibagi tiga kelompok, yaitu :

1) Pengetahuan teoritis (pengetahuan yang diupayakan) : pengetahuan yang diupayakn untuk diri sendiri, seperti pengetahuan tentang metafisika (fisika dan matematika).

2) Pengetahuan praktis (pengetahuan yang diaktualkan seperti pengetahuan etika dan politik).

3) Pengetahuan produktif (pengetahuan yang dikejar untuk membuat, menghasilkan atau menciptakan sesuatu).

2.4.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu :

1) Tahu (Know)

Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Contoh : dapat menyebutkan tanda- tanda kehamilan.

(27)

commit to user

2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat mengintepretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa ibu hamil harus memeriksakan kehamilannya ke petugas kesehatan sejak dini.

3) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real ( sebenarnya ). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

(28)

commit to user

5) Sintetis (Synthetis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat menafsirkan sebab-sebab ibu hamil tidak mau memeriksakan kehamilannya.

2.4.3 Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo, cara memperoleh pengetahuan adalah : 1) Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan

(1) Cara coba salah (Trial and Error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin sebelumnya adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan ini tidak berhasil maka dicoba kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.

(29)

commit to user

(2) Cara kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan ini dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik yang formal atau informal, ahli agama, pemegang pemerintahan, dan berbagai prinsip orang lain yang menerima mempunyai yang dikemukakan oleh yang mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenaranya baik berdasaraknn fakta empiris maupun penalaran sendiri.

(3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadipun dapat digumakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi masa lalu.

2) Cara modern untuk memperoleh pengetahuan

Menurut Francis Bacon (1561-1626). Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau yang lebih popular atau disebut metedologi penelitian. Cara ini kemudian dikembangkan Deobold Van Daven yang dikenal dengan penelitian ilmiah. (Notoatmodjo, 2007)

2.4.4

Menurut Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berprilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :

(30)

commit to user

1) Awareness (kesadaran), diman orang terseebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulasi (objek).

2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulasi atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul.

3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulasi tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4) Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

5) Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rongers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut, (Notoatmodjo, 2007)

2.4.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan 1) Faktor Internal

(1) Pendidikan

Menurut Wied Hary A (1996) yang menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula pengetahuanya.

(Notoatmodjo, 2007).

(31)

commit to user

(2) Pekerjaan

Menurut Wikipedia, Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang.

Dalam pembicaraan sehari-hari istilah ini sering dianggap sinonim dengan profesi. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.

(3) Umur

Menurut Alisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.

Sedangkan menurut Hunclok (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaaanya. Hal ini sebagaian dari pengalaman dan kematangan jiwa.

2) Faktor Eksternal (1) Lingkungan

Menurut Nasution (1999) yang dikutip Notoatmodjo (2002) Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang.

Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam lingkungan seseorang

(32)

commit to user

akan memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada pada cara berfikir seseorang.

(2) Sosial budaya

Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang.

Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubunganya dengan orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan.

2.4.6 Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Arikunto (2006), bahwa pengukuran pengetahuan dapat diperoleh dari kuesioner atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat pengetahuan tersebut diatas. Sedangkan kualitas pengetahuan pada masing masing tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan skoring yaitu :

1) Tingkat pengetahuan baik bila skore atau nilai 76 100 %.

2) Tingkat pengetahuan cukup baik bila skore atau nilai 56 75 %.

3) Tingkat pengetahuan kurang baik bila skore atau nilai < 56 %.

2.5 Konsep Tunarungu

2.5.1 Pengertian Anak Tunarungu

Anak tunarungu merupakan anak yang mempunyai gangguan pada pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna atau bahkan tidak dapat mendengar sama sekali, tetapi dipercayai bahwa tidak ada

(33)

commit to user

satupun manusia yang tidak bisa mendengar sama sekali. Walaupun sangat sedikit, masih ada sisa-sisa pendengaran yang masih bisa dioptimalkan pada anak tunarungu tersebut. Berkenaan dengan tunarungu, terutama tentang pengertian tunarungu terdapat beberapa pengertian sesuai dengan pandangan dan kepentingan masing-masing.

Menurut Andreas Dwidjosumarto (dalam Sutjihati Somantri, 196: 74) mengemukakan bahwa: seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli (deaf) atau kurang dengar (hard of hearing). Tuli adalah anak yang indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah anak yang indera pendengarannya mengalami kerusakan, tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids).

Istilah tunarungu

kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila 10 tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Apabila dilihat secara fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak dengar pada umumnya.

Pada saat berkomunikasi barulah diketahui bahwa anak tersebut mengalami tunarunguan. Murni Winarsih (2007: 22) mengemukakan bahwa tunarungu adalah suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai berat, digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi

(34)

commit to user

bahasa melalui pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu dengar dimana batas pendengaran yang dimilikinya cukup memungkinkan keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran. Tin Suharmini (2009:

35) mengemukakan tunarungu dapat diartikan sebagai keadaan dari seorang individu yang mengalami kerusakan pada indera pendengaran sehingga menyebabkan tidak bisa menangkap berbagai rangsang suara, atau rangsang lain melalui pendengaran.

Beberapa pengertian dan definisi tunarungu di atas merupakan definisi yang termasuk kompleks, sehingga dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak yang memiliki gangguan dalam pendengarannya, baik secara keseluruhan ataupun masih memiliki sisa pendengaran. Meskipun anak tunarungu sudah diberikan alat bantu dengar, tetap saja anak tunarungu masih memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

2.5.2 Karakteristik Anak Tunarungu

Karakteristik anak tunarungu dari segi fisik tidak memiliki karakteristik yang khas, karena secara fisik anak tunarungu tidak mengalami gangguan yang terlihat. Sebagai dampak ketunarunguannya, anak tunarungu memiliki karakteristik yang khas dari segi yang berbeda. Permanarian Somad dan Tati Hernawati (1995: 35-39) mendeskripsikan karakteristik ketunarunguan dilihat dari segi: intelegensi, bahasa dan bicara, emosi, dan sosial.

(35)

commit to user

a. Karakteristik dari segi intelegensi

Intelegensi anak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal yaitu tinggi, rata-rata dan rendah. Pada umumnya anak tunarungu memiliki entelegensi normal dan rata-rata. Prestasi anak tunarungu seringkali lebih rendah daripada prestasi anak normal karena dipengaruhi oleh kemampuan anak tunarungu dalam mengerti pelajaran yang diverbalkan. Namun untuk pelajaran yang tidak diverbalkan, anak tunarungu memiliki perkembangan yang sama cepatnya dengan anak normal.

Prestasi anak tunarungu yang rendah bukan disebabkan karena intelegensinya rendah namun karena anak tunarungu tidak dapat memaksimalkan intelegensi yang dimiliki. Aspek intelegensi yang bersumber pada verbal seringkali rendah, namun aspek intelegensi yang bersumber pada penglihatan dan motorik akan berkembang dengan cepat.

b. Karakteristik dari segi bahasa dan bicara

Kemampuan anak tunarungu dalam berbahasa dan berbicara berbeda dengan anak normal pada umumnya karena kemampuan tersebut sangat erat kaitannya dengan kemampuan mendengar. Karena anak tunarungu tidak bisa mendengar bahasa, maka anak tunarungu mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Bahasa merupakan alat dan sarana utama seseorang dalam berkomunikasi. Alat komunikasi terdiri dan membaca, menulis dan berbicara, sehingga anak tunarungu akan tertinggal dalam tiga aspek penting ini. Anak tunarungu memerlukan penanganan khusus dan lingkungan berbahasa intensif yang dapat meningkatkan

(36)

commit to user

kemampuan berbahasanya. Kemampuan berbicara anak tunarungu juga dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh anak tunarungu.

Kemampuan berbicara pada anak tunarungu akan berkembang dengan sendirinya namun memerlukan upaya terus menerus serta latihan dan bimbingan secara profesional. Dengan cara yang demikianpun banyak dari mereka yang belum bisa berbicara seperti anak normal baik suara, irama dan tekanan suara terdengar monoton berbeda dengan anak normal.

c. Karakteristik dari segi emosi dan sosial

Ketunarunguan dapat menyebabkan keterasingan dengan lingkungan.

Keterasingan tersebut akan menimbulkan beberapa efek negatif seperti:

egosentrisme yang melebihi anak normal, mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas, ketergantungan terhadap orang lain, perhatian mereka lebih sukar dialihkan, umumnya memiliki sifat yang polos dan tanpa banyak masalah, dan lebih mudah marah dan cepat tersinggung.

1) Egosentrisme yang melebihi anak normal

Sifat ini disebabkan oleh anak tunarungu memiliki dunia yang kecil akibat interaksi dengan lingkungan sekitar yang sempit. Karena mengalami gangguan dalam pendengaran, anak tunarungu hanya melihat dunia sekitar dengan penglihatan. Penglihatan hanya melihat apa yang di depannya saja, sedangkan pendengaran dapat mendengar sekeliling lingkungan. Karena anak tunarungu mempelajari sekitarnya dengan menggunakan penglihatannya, maka aka timbul

(37)

commit to user

sifat ingin tahu yang besar, seolah-olah mereka haus untuk melihat, dan hal itu semakin membesarkan egosentrismenya.

2) Mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas

Perasaan takut yang menghinggapi anak tunarungu seringkali disebabkan oleh kurangnya penguasaan terhadap lingkungan yang berhubungan dengan kemampuan berbahasanya yang rendah. Keadaan menjadi tidak jelas karena anak tunarungu tidak mampu menyatukan dan menguasai situasi yang baik.

3) Ketergantungan terhadap orang lain

Sikap ketergantungan terhadap orang lain atau terhadap apa yang sudah dikenalnya dengan baik, merupakan gambaran bahwa mereka sudah putus asa dan selalu mencari bantuan serta bersandar pada orang lain.

4) Perhatian mereka lebih sukar dialihkan

Sempitnya kemampuan berbahasa pada anak tunarungu menyebabkan sempitnya alam fikirannya. Alam fikirannya selamanya terpaku pada hal-hal yang konkret. Jika sudah berkonsentrasi kepada suatu hal, maka anak tunarungu akan sulit dialihkan perhatiannya ke hal-hal lain yang belum dimengerti atau belum dialaminya. Anak tunarungu lebih miskin akan fantasi.

5) Umumnya memiliki sifat yang polos, sederhana dan tanpa banyak masalah.

Anak tunarungu tidak bisa mengekspresikan perasaannya dengan baik. Anak tunarungu akan jujur dan apa adanya dalam mengungkapkan perasaannya.

(38)

commit to user

Perasaan anak tunarungu biasanya dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.

6) Lebih mudah marah dan cepat tersinggung

Karena banyak merasakan kekecewaan akibat tidak bisa dengan mudah mengekspresikan perasaannya, anak tunarungu akan mengungkapkannya dengan kemarahan. Semakin luas bahasa yang mereka miliki semakin mudah mereka mengerti perkataan orang lain, namun semakin sempit bahasa yang mereka miliki akan semakin sulit untuk mengerti perkataan orang lain sehingga anak tunarungu mengungkapkannya dengan kejengkelan dan kemarahan.

Berdasarkan karakteristik anak tunarungu dari beberapa aspek yang sudah dibahas diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sebagai dampak dari ketunarunguannya tersebut hal yang menjadi perhatian adalah kemampuan berkomunikasi anak tunarungu yang rendah. Intelegensi anak tunarungu umumnya berada pada tingkatan rata-rata atau bahkan tinggi, namun prestasi anak tunarungu terkadang lebih rendah karena pengaruh kemampuan berbahasanya yang rendah. Maka dalam pembelajaran di sekolah anak tunarungu harus mendapatkan penanganan dengan menggunakan metode yang sesuai dengan karakteristik yang dimiliki. Anak tunarungu akan berkonsentrasi dan cepat memahami kejadian yang sudah dialaminya dan bersifat konkret bukan hanya hal yang diverbalkan.

Anak tunarungu membutuhkan metode yang tepat untuk meningkatkan kemampuan berbahasanya yaitu metode yang dapat menampilkan kekonkretan

(39)

commit to user

sesuai dengan apa yang sudah dialaminya. Metode pembelajaran untuk anak tunarungu haruslah yang kaya akan bahasa konkret dan tidak membiarkan anak untuk berfantasi mengenai hal yang belum diketahui.

2.5.3 Klasifikasi Anak Tunarungu

Klasifikasi mutlak diperlukan untuk layanan pendidikan khusus. Hal ini sangat menentukan dalam pemilihan alat bantu mendengar yang sesuai dengan sisa pendengarannya dan menunjang lajunya pembelajaran yang efektif. Dalam menentukan ketunarunguan dan pemilihan alat bantudengar serta layanan khusus akan menghasilkan akselerasi secara optimal dalam mempersepsi bunyi bahasa dan wicara. Menurut Boothroyd (dalam Murni Winarsih, 2007:23) klasifikasi ketunarunguan adalah sebagai berikut.

a. Kelompok I : kehilangan 15-30 dB, mild hearing losses atau ketunarunguan ringan; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia normal.

b. Kelompok II: kehilangan 31-60, moderate hearing losses atau ketunarunguan atau ketunarunguan sedang; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia hanya sebagian.

c. Kelompok III: kehilangan 61-90 dB, severe hearing losses atau ketunarunguan berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada.

d. Kelompok IV: kehilangan 91-120 dB, profound hearing losses atau ketunarunguan sangat berat; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.

(40)

commit to user

e. Kelompok V: kehilangan lebih dari 120 dB, total hearing losses atau ketunarunguan total; daya tangkap terhadap suara cakapan manusia tidak ada sama sekali.

Selanjutnya Uden (dalam Murni Winarsih, 2007:26) membagi klasifikasi ketunarunguan menjadi tiga, yakni berdasar saat terjadinya ketunarunguan, berdasarkan tempat kerusakan pada organ pendengarannya, dan berdasar pada taraf penguasaan bahasa.

1. Berdasarkan sifat terjadinya

a. Ketunarunguan bawaan, artinya ketika lahir anak sudah mengalami/menyandang tunarungu dan indera pendengarannya sudah tidak berfungsi lagi.

b. Ketunarunguan setelah lahir, artinya terjadinya tunarungu setelah anak lahir diakibatkan oleh kecelakaan atau suatu penyakit.

2. Berdasarkan tempat kerusakan

a. Kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga disebut Tuli Konduktif.

b. Kerusakan pada telinga bagian dalam sehingga tidak dapat mendengar bunyi/suara, disebut Tuli Sensoris.

(41)

commit to user

3. Berdasarkan taraf penguasaan bahasa

a. Tuli pra bahasa (prelingually deaf) adalah mereka yang menjadi tuli sebelum dikuasainya suatu bahasa (usia 1,6 tahun) artinya anakmenyamakan tanda (signal) tertentu seperti mengamati, menunjuk, meraih dan sebagainya namun belum membentuk system lambang.

b. Tuli purna bahasa (post lingually deaf) adalah mereka yang menjadi tuli setelah menguasai bahasa, yaitu telah menerapkan dan memahami sistem lambang yang berlaku di lingkungan.

Klasifikasi dalam dunia pendidikan diperlukan untuk menentukan bagaimana intervensi yang akan dilakukan lembaga terkait. Ada banyak jenis klasifikasi termasuk yang sudah dipaparkan di atas. Klasifikasi di atas merupakan jenis klasifikasi yang membagi tunarungu menjadi beberapa kelompok sesuai dengan kehilangan pendengarannya dan tempat terjadi kerusakan.

(42)

commit to user

2.6 Penelitian Relevan

1. Linda. O. 2010. Praktik Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Pada Peserta Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Kecamatan Koja Jakarta Utara

2. Sondha Sari. 2009. Pengaruh persepsi dan dukungan sosial terhadap perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat nelayan desa bagan kuala kecamatan tanjung beringin kabupaten serdang berbagai.

3. Siti. F. 2014. Faktor faktor yang berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat siswa di 2 sekolah dasar ( dengan dan tanpa program PHBS) kelurahan lorok pakjo palembang tahun 2014.

4. Endang. Z. 2013. Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku mencuci tangan siswa sekolah dasar.

5. H. Nugrahaeni . 2010. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap praktek cuci tangan pakai sabun pada siswa SD ( studi di beberapa sekolah dasar di kota semarang)

(43)

commit to user

2.7 KERANGKA PIKIR

Keterangan :

--- = Tidak diteliti ______ = Yang diteliti

Gambar 2.3 : Kerangka Pikir Hubungan Kemampuan Komunikasi Guru Dan Sarana Prasarana Dengan Pengetahuan Cuci Tangan Pakai Sabun pada siswa tunarungu di SLB C Dharma Pendidikan Candi kabupaten Sidoarjo.

Pola Asuh Orang Tua

Kebiasaan Anak

Peran Guru

Motivasi Citra Diri Sikap

Status Sosial Ekonomi Ketersediaan Sarana Prasarana:

- Media Pendidikan

- Ketersediaan sanitasi yang baik di Sekolah

Pengetahuan Cuci Tangan Pakai Sabun

(44)

commit to user

2.8 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan kajian teori yang ada maka hipotesis yang diajukan adalah :

1. Ada hubungan antara kemampuan komunikasi guru dengan Pengetahuan Cuci Tangan Pakai Sabun pada siswa tunarungu

2. Ada hubungan antara sarana prasarana dengan pengetahuan cuci tangan pakai sabun pada siswa tunarungu

3. Ada hubungan antara kemampuan komunikasi guru dan sarana prasarana dengan pengetahuan cuci tangan pakai sabun pada siswa tunarungu

Gambar

Gambar 2.1 Diagram F Transmisi Penyakit
Gambar 2.2 Langkah-langkah Mencuci Tangan
Gambar 2.3 :  Kerangka Pikir Hubungan Kemampuan Komunikasi Guru  Dan Sarana Prasarana Dengan Pengetahuan Cuci Tangan  Pakai Sabun pada siswa tunarungu di SLB   C Dharma  Pendidikan Candi kabupaten Sidoarjo

Referensi

Dokumen terkait

Perbezaan nilai kadar alir dan purata Sungai Paya Merapuh ditunjukkan dalam Rajah 6 (b). Merujuk kepada Rajah 4.16, didapati kadar alir pada musim hujan adalah paling tinggi.

SOP Rekonsiliasi Laporan Bulanan ke KPPN Peralatan komputer, jaringan internet, dokumen pendukung. Peringatan : Pencatatan dan

Mendorong pemerataan kesempatan kerja melalui upaya meningkatkan pembangunan pendidikan masyarakat Kepulauan Riau yang berkualitas dengan memperhatikan fasilitas dan

43 Perkataan menyuruh mengobati, tidak sama artinya dengan menyuruh lakukan (doonplegen) dalam Pasal 55 ayat (1) butir 1, karena menyuruh lakukan pada Pasal 55

Hasil penelitian menggunakan uji Regresi Linier Berganda diperoleh kesimpulan bahwa secara parsial Return On Assets mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh sebagai lembaga independent dan mitra setaraf dengan Gubenur dan Dewan Perwaki- lan Rakyat Aceh (DPRA) telah memberikan peran yang

Selain itu pentingnya wawasan serta keuletan dari Frontliner untuk mengarahkan dan mengembangkan kebutuhan perbankan nasabah adalah modal penting dalam berjalannya

Topik yang akan dibahas meliputi evaluasi Sistem Informasi Persediaan Barang Jadi pada PT TUWBI; Pengendalian terhadap prosedur dan pelaksanaan sistem informasi yang terfokus pada dua