“STRATEGI DAN TEKNIK MENEMUKAN KELUARGA DHUAFA”
Mata kuliah: Kemuhammadiyahan Dosen Pengampu :Rifki Abror Ananda, M. Ag
Disusun oleh Kelompok 4 :
Adinda ( 2005015204)
Aldi Ardiansyah ( 1905019013)
Helin Nanda Marini ( 1905015037)
Riska Miftahul Janah ( 2005015154)
Vina Aulia ( 2005015100)
5-A
PRODI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU- ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA JAKARTA
2021
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugerah darinya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “ Strategi dan Teknik Menemukan Keluarga Dhuafa ”.
Kami juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak H. Rifki Abror Ananda, M. Ag selaku dosen mata Kuliah Kemuhammadiyahan yang sudah memberikan kepercayaan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini. Serta teman kelompok atas berkat kerjasama akhirnya laporan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Kami pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat dipahami oleh semua orang khususnya bagi para pembaca. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat kata-kata yang kurang berkenan.
Waaikumussalam Warahmatullahi Wabarokatuh
Tangerang Selatan, 25 Oktober 2021
Penulis
iii DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... iii
BAB I ... 1
PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah... 2
1.3 Tujuan Penulisan ... 2
1.4 Manfaat Penulisan ... 2
BAB II ... 3
PEMBAHASAN ... 3
2.1 Definisi Miskin dan Dhuafa ... 3
2.2 Indikator Keluarga Dhuafa ... 3
2.2.1 Menurut Indeks kemiskinan Miltidimensi (MPI) ... 4
2.3 Calon Keluarga Dhuafa ... 5
2.4 Kasus Perda Larangan Memberikan Sumbangan dijalan dan Pengemis Walang ... 6
2.5 Profil Keluarga Dhuafa ... 7
BAB III ... 9
PENUTUP ... 9
3.1 Kesimpulan... 9
3.2 Saran ... 9
Daftar Pustaka ... 10
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Persoalan ekonomi merupakan suatu masalah yang krusial bagi masyarakat dewasa ini.
Kurangnya perhatian dari pemerintah maupun masyarakat terhadap kaum dhuafa mengakibatkan mereka termarjinalkan dari ekonomi hingga merangsek pada masalah pendidikan. Bahkan derita hidup yang mereka alami adalah sebuah keniscayaan di tengah- tengah kehidupan. Kaum dhuafa atau masyarakat yang lemah terhadap persoalan ekonomi menjadikan mereka tidak bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Bahkan masih banyak kaum dhuafa yang belum merasakan pendidikan baik di tingkat formal maupun informal.
Karena keterbatasan kemampuan dalam mendayagunakan sumber-sumber informasi dan teknologi industri, serta ketidak merataanya kemakmuran dan kesejahetraan hidup.
Problem ini terbungkus rapi dalam wajah kemiskinan dan kesengsaraan ( Adi Sasono, 1998: 59).
Dalam memberdayakan kaum dhuafa tentunya perlu ada sebuah wadah atau lembaga yang menfasilitasi kemampuan kaum dhuafa dalam berbagai bidang. Dalam penelitian ini, peniliti memfokuskan perhatian kepada para kaum dhuafa yang dalam segi kognitif memiliki potensi atau kepandaian dan kecerdasan untuk mengembangkan diri di dalam bidang pendidikan. Dengan adanya lembaga-lembaga Islam, berupa lembaga zakat untuk mengelola serta memberdayakan anak-anak kaum dhuafa maka hal ini setidaknya harus mampu memutus atau mengurangi tingkat kemiskinan dengan memberdayakan mereka melalui pendidikan.
“Kita juga sebagai sesama umat muslim wajib saling membantu dan tolong menolong antar sesama di dalam kebaikan.“Perumpamaan orang-orang yang mendermakan (shodaqoh) harta bendanya di jalan Allah, seperti (orang yang menanam) sebutir biji yang menumbuhkan tujuh untai dan tiap-tiap untai terdapat seratus biji dan Allah melipat gandakan (balasan) kepada orang yang dikehendaki, dan Allah Maha Luas (anugrah-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqoroh: 261).
2 1.2 Rumusan Masalah
a. Definisi Miskin dan Dhuafa
b. Kasus Perda Larangan Memberikan Sumbangan dijalan dan pengemis Walang.
c. Indikator Keluarga Miskin d. Calon Keluarga Dhuafa e. Profil Keluarga Dhuafa
1.3 Tujuan Penulisan
a. Untuk meningkatkan pengetahuan Tentang apa itu Dhuafa b. Mengetahui apa saja golongan- golongan Dhuafa
c. Sebagai salah satu syarat pemenuhan tugas pada mata kuliah Kemuhammadiyahan
1.4 Manfaat Penulisan
Dapat memberikan gambaran kepada penulis maupun pembaca terkait dengan pengetahuan tentang Dhuafa, golongan yang termasuk Dhuafa, dan mengetahui data seseorang untuk dibantu secara finansial.
3 BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Miskin dan Dhuafa
Pengertian miskin menurut para mufasir cukup bervariasi, di antaranya sebagai berikut:
Al-Maraghi, miskin adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu apapun, sehingga kekurangan makan dan pakaian.
Jalal aI-Din Muhammad bin Ahmad al-Mahalli dan Jalal al-Din ‘Abd alRahman bin Abi Bakr al-Suyuthi, miskin adalah orang yang tidak dapat mencukupi kebutuhannya.
Mahmud bin ‘Umar al-Zamarksyart al-Khawarizmi, miskin adalah seorang yang selalu tidak bisa berbuat apa-apa terhadap orang lain karena tidak mempunyai sesuatu apapun.
Muhammad Rasyid Ridha, miskin adalah orang yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhannya.
Pengertian Dhuafa Dalam Al-Quran, berasal dari dh’afa atau dhi’afan. Makna kata lemah ini menyangkut lemah dalam aspek kesejahteraan atau finansial. Kata ini seperti yang terdapat dalam ayat berikut,
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah (dhi’afan) , yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka.”(QS An-Nisaa’: 9)
Dapat disimpulkan orang miskin adalah orang yang mempunyai kekurangan dalam memenuhi kebutuhannya untuk keperluan sehari-hari. Orang miskin adalah orang yang mempunyai pekerjaan tetap, namun tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan Dhuafa adalah orang yang lemah, lemah dalam arti lemah fisik dan psikisnya, misalnya sudah tua rentah.
2.2 Indikator Keluarga Dhuafa
1) Indikator Ketidakmampuan Materi :
a. Kemampuan nol atau kepemilikan aset yang nihil (tidak punya apa-apa).
4
b. Memiliki sejumlah aset properti berupa rumah, barang atau perabot namun dalam kondisi yang sangat minimal.
c. Memiliki aktiva keuangan kurang dari nishab. Nishab adalah garis batas kepemilikan aset atau pendapatan yang tidak berkewajiban dikeluarkan zakatnya.
Nishab untuk setiap jenis aset atau sumber pendapatan berbeda-beda ketentuannya dan merupakan hal yang sudah ditentukan oleh syariat Islam.
d. Memiliki aset selain keuangan namun dengan nilai di bawah nishab, seperti empat ekor unta atau tiga puluh sembilan kambing yang nilainya tidak sampai dua ratus dirham.
e. Termasuk dalam kategori fakir atau miskin yang tidak dapat memanfaatkan kekayaannya, misalnya seseorang yang berada di satu tempat jauh dari kampung halamannya tempat di mana dia memiliki sejumlah aset. Atau berada di kampungnya namun asetnya ditahan oleh pihak lain, misalnya pemerintah.
2) Indikator Ketidakmampuan dalam Mencari Nafkah atau Melakukan Usaha : a. Tidak mempunyai usaha (bisnis) sama sekali.
b. Mempunyai usaha tetapi tidak mencukupi untuk sendiri dan keluarganya, yaitu penghasilannya tidak memenuhi dari separuh atau kurang dari kebutuhan. Mereka yang mempunyai harta atau usaha yang hanya dapat mencukupi separuh atau lebih untuk mencukupi kebutuhan dirinya dan keluarganya. Mereka yang tidak mempunyai harta atau penghasilan layak dalam memenuhi keperluannya pada sandang, pangan, tempat tinggal, dan segala keperluan pokok lainnya, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang yang menjadi tanggungannya. Misalnya, orang memerlukan Rp100.000,00 sehari namun yang diperoleh hanyalah Rp50.000.00.
c. Sanggup bekerja dan mencari nafkah dan dapat mencukupi dirinya sendiri, seperti tukang, pedagang dan petani. Akan tetapi, mereka kekurangan alat pertukangan, kekurangan modal untuk berdagang, atau kekurangan tanah, alat pertanian dan pengairan.
d. Tidak mampu mencari nafkah sebagai akibat dari adanya kekurangan non materi (misalnya cacat fisik), seperti orang lumpuh, orang buta, janda, anak-anak dan sebagainya.
2.2.1 Menurut Indeks kemiskinan Miltidimensi (MPI) Ada 3 Indikatikator kemiskinan yaitu :
1. Kesehatan
a. Mortalitas (kematian), bayi yang mati dalam rumahtangga dalam waktu kurang dari 5 tahun
b. Malnutrisi, Anak-anak dan dewasa yang kekurangan gizi 2. Pendidikan
a. Lama studi, tidak ada anggota rumahtangga usia 10 tahun atau lebih yang selesai sekolah 5 tahun
b. Pendidikan dasar, anak usia sekolah yang tidak pergi ke sekolah hingga kelas 8 3. Standart Hidup
5 a. Rumah tangga tidak memiliki listrik
b. Fasilitas sanitasi rumahtangga tidak diperbaiki atau diperbaiki tapi gabung dengan tetangga
c. Air minum, Rumah tangga tidak memiliki akses terhadap air minum sehat atau perlu 30 menit jalan kali atau lebih untuk mendapatkannya
d. Lantai rumah kotor, dari tanah atau pasir
e. Bahan bakar masak, rumahtangga memasak dengan arang, kayu atau sampah f. Kekayaan, Rumahtangga tidak memiliki lebih dari 1 radio, televisi, sepeda,
motor atau almari es dan tidak punya mobil atau truk.
2.3 Calon Keluarga Dhuafa 1. Anak Yatim
Anak yatim artinya mereka yang ditinggal (mati) ayahnya ketika usianya belum baligh.
Mereka termasuk dalam golongan karena masih membutuhkan kasih sayang, bimbingan, serta uluran tangan berupa materi untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari atau sekolahnya—terlebih anak yatim yang hidup dalam kemelaratan.
2. Janda
Seorang istri yang diceraikan/ditinggal mati suaminya, sedang dirinya hidup dalam kesusahan juga bisa disebut sebagai kaum dhuafa. Mereka termasuk dalam golongan orang-orang lemah yang sudah selayaknya dibantu.
3. Orang Miskin
Seseorang dikatakan miskin apabila dirinya bekerja, tapi penghasilan yang didapat tidak bisa dipakai untuk mencukupi seluruh kebutuhan pokoknya. Dalam bahasa yang lebih bebas, “buat makan saja masih kurang”. Mereka inilah golongan kaum dhuafa yang perlu dibantu. Rasulullah bersabda yang artinya:“Barang siapa yang menyisihkan harta untuk menghidupi para janda dan orang-orang miskin, maka pahalanya sama seperti berjuang di jalan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Orang Fakir
Fakir berbeda dengan miskin. Jika orang miskin masih punya kemampuan untuk bekerja dan mendapat penghasilan (meski pas-pasan), fakir lebih buruk kondisinya dari itu. Mereka hidup dalam kesengsaraan yang teramat sangat. Tak punya uang untuk makan dan tak punya tenaga untuk bekerja.
5. Budak atau Hamba Sahaya
Meski barangkali hidup dalam rumah tuannya yang kaya raya, hamba sahaya (budak) termasuk kaum yang perlu diutamakan dalam hal pemberian sedekah. Ya, mereka mungkin mempunyai tenaga, tapi tidak punya kuasa untuk menentukan pilihan hidupnya sendiri. Beruntung di zaman sekarang sistem perbudakan sudah dihapuskan.
6. Mualaf
Mualaf atau orang yang baru memeluk agama Islam ternyata juga masuk dalam golongan kaum dhuafa. Secara fisik dan materi, mereka mungkin terbilang mampu.
6
Namun, iman mualaf masih lemah. Oleh karena itu kita harus membantu mereka—jika tidak dengan materi, maka bisa dengan bantuan moril.
7. Korban Bencana
Korban bencana yang kehilangan harta, rumah, serta sanak saudaranya juga termasuk golongan dhuafa yang perlu dibantu, baik berupa makanan, uang, pakaian, atau bantuan lain yang sifatnya nonfisik.
2.3 Kasus Perda Larangan Memberikan Sumbangan dijalan dan Pengemis Walang Di wilayah DKI Jakarta, larangan mengemis diatur di dalam Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (Perda DKI 8/2007). Di dalam Pasal 40 Perda DKI 8/2007 diatur mengenai larangan untuk mengemis, tetapi juga melarang orang memberi uang atau barang kepada pengemis. Pada Pasal 40 Perda DKI Jakarta 8/2007 setiap orang atau badan dilarang :
1. Menyuruh orang lain untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan,dan pengelap mobil.
2. Menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan pengelap mobil.
3. Membeli kepada pedagang asongan atau memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen, dan pengelap mobil
Pelanggaran Pasal 40 huruf a Perda DKI Jakarta 8/2007 diancam dengan pidana kurungan paling singkat 20 hari dan paling lama 90 hari atau denda paling sedikit Rp. 500.000,00 dan paling banyak Rp. 30.000.000,00. Sedangkan, untuk pelanggaran Pasal 40 huruf b dan c Perda DKI 8/2007 diancam dengan pidana kurungan paling singkat 10 hari dan paling lama 60 hari atau denda paling sedikit Rp. 100.000,00 dan paling banyak Rp.
20.000.000,00.
Jadi, mengemis dan menggelandang selain tidak diperbolehkan dalam Islam, juga merupakan suatu tindak pidana pelanggaran. Sepertihalnya di wilayah DKI Jakarta, yaitu dengan Perda DKI 8/2007. Sanksi pidana secara umum untuk kegiatan menggelandang dan mengemis diatur dalam KUHP, namun Pemerintah Daerah dapat menetapkan peraturan soal larangan mengemis dan menggelandang. Untuk DKI Jakarta, sanksi pidana untuk mengemis diatur dalam Perda DKI 8/2007, bahkan orang yang memberikan uang kepada pengemis juga diancam dengan hukuman pidana.
Dengan adanya larangan mengemis, maka diharapkan dapat meminimalisir bertambahnya pengemis dimuka umum. Pertama, usaha preventif adalah usaha secara terorganisir yang meliputi penyuluhan, bimbingan, latihan, dan pendidikan, pemberian bantuan, pengawasan serta pembinaan lanjut kepada berbagai pihak yang ada hubungannya dengan pergelandangan dan pengemisan, sehingga akan tercegah terjadinya :
1. Pergelandangan dan pengemisan oleh individu atau keluarga-keluarga terutama yang sedang berada dalam keadaan sulit penghidupannya;
2. Meluasnya pengaruh dan akibat adanya pergelandangan dan pengemisan didalam masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban dan kesejahteraan pada umumnya;
3. Pergelandangan dan pengemisan kembali oleh para gelandangan dan pengemis yang telah direhabilitir dan telah ditransmigrasikan ke daerah pemukiman baru ataupun telah dikembalikan ke tengah masyarakat.
7
Kedua, usaha represif adalah usaha-usaha yang terorganisir, melalui lembaga maupun bukan dengan maksud menghilangkan pergelandangan dan pengemisan, serta mencegah meluasnya di dalam masyarakat. Dan ketiga, usaha rehabilitatif adalah usaha-usaha yang terorganisir meliputi usaha-usaha penyantunan, pemberian latihan dan pendidikan, pemulihan kemampuan dan penyaluran kembali, baik ke daerah- daerah pemukiman baru melalui transmigrasi maupun ke tengah-tengah masyarakat, pengawasan serta pembinaan lanjut, sehingga dengan demikian para gelandangan dan pengemis, kembali memiliki kemampuan untuk hidup secara layak sesuai dengan martabat manusia sebagai warga negara Republik Indonesia.
2.4 Profil Keluarga Dhuafa
“BANTU BU NGATINI MELEWATI KESULITAN HIDUPNYA SERTA BANTU KESEMBUHAN ANAKNYA”.
1. Nama seluruh anggota keluarga:
Bu Ngatini (74 thn) Janda lansia dhuafa
Umi Syaidah (47 thn). Anaknya
2. Alamat : Kp. Rejosari, RT/RW 001/014, Desa Jogotirto, Kec. Berbah, Kab.Sleman- DIY.
3. Pekerjaaan dan pendapatan: Buruh tani
4. Pendidikan anggota keluarga: Anaknya Lulusan SMA.
5. Kondisi tempat tinggal: Kurang layak seperti lantai rumah yang kotor.
6. Catatan penting dan menarik
Bu Ngatini bekerja sebagai seorang buruh tani, meskipun penghasilan yang tak seberapa yang ia dapat, namun Bu Ngatini tetap mensyukurinya. Semua itu ia lakukan demi bisa memenuhi kebutuhan hidupnya bersama anaknya yang sakit, Syaidah mengidap penyakit autoimun yang menyerang tulangnya, berupa reumatik atritis yang sudah sangat kronis. Penyakit ini Syaidah derita sejak 15 tahun yang lalu, saat ia baru saja lulus SMA. Ironisnya, penyakit yang ia derita ini menyebabkan ia tak bisa kemana- kemana, hanya bisa berbaring di tempat tidur.
7. Profil anak Bu Ngatini yang terkena penyakit autoimun :
8
9 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
a. Dhuafa adalah orang yang lemah, lemah dalam arti lemah fisik dan psikisnya, misalnya sudah tua rentah.
b. Indikator fakir miskin di bagi ke dalam, indikator ketidakmampuan materi, ketidakmampuan mencari nafkah atau melakukan usaha.
c. Menurut MPI ada 3 Indikator kemiskinan yaitu : Kesehatan, Pendidikan, dan Standar Hidup.
d. Dhuafa terbagi menjadi beberapa golongan yaitu : Anak yatim, janda, orang miskin, orang fakir, budak atau hamba sahaya, mualaf, dan korban bencana.
e. Pasal tentang larangan mengemis diatur di dalam Perda DKI Jakarta No. 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (Perda DKI 8/2007). Di dalam Pasal 40 Perda DKI 8/2007 diatur mengenai larangan untuk mengemis, tetapi juga melarang orang memberi uang atau barang kepada pengemis. Pada Pasal 40 Perda DKI Jakarta 8/2007 setiap orang atau badan dilarang.
3.2 Saran
Semoga para pembaca sadar akan kewajiban seorang muslim untuk tolong- menolong dalam hal kebaikan. Karena bagimana pun harta yang dititipkan kepada kita hanyalah titipan dari Allah SWT, dan kita sebagai umatnya harus menggunakan dan menyalurkannya dengan baik.
10
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia, B. (2016). Pengolahan zakat yang efektif: Konsep dan praktik di beberapa negara.
In f. E. Indonesia, Seri ekonomi keuangan syariah (pp. 10-23). Jakarta: Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia.
Widiyanti, A. (2019). Eprints.walisongo.ac.id. Retrieved 24 October 2021, from https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/10748/1/1502036120.pdf.
Kita bisa.com. 2021. Penggalangan Dana. Diakses pada 25 Oktober 2021, dari https://kitabisa.com/campaign/bantubungatini.