• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

17 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Upah

2.1.1 Pengertian Upah

Upah adalah hak dari para pekerja/buruh yang wajib dibayarkan oleh pengusaha atas dijalankan pekerjaan oleh para pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja. Oleh sebab itu, pemberian upah tidak bisa dihubungkan dengan hasil pekerjaan. 1Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur bahwa upah adalah “hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang- undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.”2

Berdasarkan hal ini, dalam hubungan kerja (perjanjian kerja) upah memiliki peranan penting disana dan bahkan bisa dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja/buruh kepada pekerja/pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak adanya upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja. Tujuan paling utama dalam

1 Gunadi, F. (2021). Upah Proses Dalam Pemutusan Hubungan Kerja. Jurnal Hukum &

Pembangunan, 50(4), 858.

2 Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

(2)

18 ketenagakerjaan sebagai imbalan yang diterima pekerja/buruh yang diberikan dalam memperoses memproduksi barang atau jasa disuatu perusahaan.

Dengan pekerja/buruh memperoleh upah yang dimana dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengusaha biasanya memberikan upah dalam bentuk uang kepada pekerja/buruh yang besaranya ditetapkan sebelumnya seperti dalam bentuk tertulis ataupun tidak tertulis.

Dalam hal upah, terdapat yang Namanya Upah Minimum Regional yang dimana pekerja/buruh harus tau pentinya hal itu. Tujuannya, agar pekerja/buruh lebih mengenali hak-hak sebagai pekerja/buruh dan mendapatkan upah yang layak.3.

Pengertian upah dapat dilihat di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang berbunyi

“Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakata, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan”4.

3 Soedarjadi, Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Yustisia), 73.

4 Lihat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 ayat 30.

(3)

19 Dalam Pasal 88 A Undang-Undang 11 tahun 2020 tentang cipta kerja dimana dijelaskan bahwa “hak pekerja/buruh atas upah timbul pada saat terjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha dan berakhir pada saat putusnya hubungan kerja”.5

Dilihat dari penjelasan diatas, bahwa upah merupakan pembayaran yang diberikan pemberi kerja kepada pekerja/buruh atas jasa-jasa fisik maupun mental sebagai imbalan dengan jumla keseluruhan yang ditetapkan sebagai pengganti jasa yang telah dikeluarkan oleh tenaga kerja yang meliputi syarat-syarat tertentu yang ada di dalam perjanjian kerja atau kesepakatan kedua belah pihak termasuk tunjangan bagi pekerja, dan keluarganya atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan.

Upah adalah imbalan dari pihak pemberi kerja yang telah menerima pekerjaan dari tenaga kerja dan pada umumnya adalah tujuan dari pekerja atau untuk melakukan pekerjaan. Bila tidak adanya upah, pada umumnya juga tidak ada hubungan kerja seperti misalnya pekerjaan yang dilakukan dalam hubungan gotong royong.6

Secara umum upah adalah pendapatan yang berasal dari pemberi kerja yang sangat berperan dalam kehidupan pekerja/buruh untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, maka sudah selayaknya kalau seorang pekerja :

5 Lihati di Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Pasal 88A

6 Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta : Djambatan, 1980),h.5

(4)

20 a. Memperoleh sejumlah pendapatan yang cukup dan dipertimbangkan agar dapat menjamin kebutuhan hidupnya yang pokok beserta keluarganya.

b. Merasakan kepuasan berkenaan adanya kesesuaian dengan pendapatan orang lain yang mengerjakan pekerjaan yang sejenis di perusahaanya ataupun ditempat usahan lain di masyarakat.

Dalam menjalin suatu hubungan kerja yang baik, dalam hal masalah upah pihak pekerja/buruh hendaknya memikirkan pula keadaan dalam perusahaannya, namun pada waktu sekarang saat pandemi covid-19 ini banyak pengusaha yang tidak bisa membayar upah atau melakukan pemotongan upah terhadap tenaga kerja.

Dalam Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam Pasal 88 menjelaskan tentang upah yaitu :

a. Setiap pekerja atau pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan b. Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan

yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana yang dimaksud dalam (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungan pekerja atau pekerja.

c. Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja atau pekerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi :

(5)

21 - Upah minimum

- Upah kerja lembur

- Upah tidak masuk kerja karena berhalangan

- Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain diluar pekerjaannya

- Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya - Bentuk dan cara pembayaran upah

- Denda dan potongan upah

- Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah - Struktur dan skala pengupahan yang proporsional - Upah untuk pembayaran pesangon, dan

- Upah untuk penghitungan pajak penghasilan.

2.1.2 Dasar Penetapan Upah

Berdasarkan pasal 88 B Ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pengupahan, upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan satuan hasil, untuk penjelasannya sebagai berikut:

1. Berdasarkan satuan waktu:

a. Upah per jam (Pasal 16 PP 36 Tahun 2021):

- Penetapan upah per jam hanya dapat diperuntukkan untuk pekerja/buruh yang bekerja secara paruh waktu. Yang dimaksud dengan “bekerja secara paruh waktu” adalah

(6)

22 bekerja kurang dari 7 jam 1 hari dan kurang dari 36 jam 1 minggu.

- Upah per jam dibayarkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh.

- Kesepakatan tersebut tidak boleh lebih rendah dari hasil perhitungan formula per jam sebagai berikut: Upah per jam

= Upah sebulan : 126 (126 adalah angka dari perkalian antara 29 jam (rata-rata jam kerja pekerja paruh waktu tertinggi dari seluruh Provinsi dalam 1 minggu) dengan 52 minggu (jumlah minggu dalam 1 tahun) kemudian dibagi 12 bulan7

b. Upah harian (pasal 17 PP 36 tahun 2021), dalam hal upah ditetapkan secara harian, perhitungan upah sehari sebagai berikut:

- Bagi perusahaan dengan sistem waktu kerja 6 hari dalam seminggu, upah sebulan dibagi 25, atau

- Untuk perusahaan dengan sistem waktu kerja 5 hari dalam seminggu, upah sebulan dibagi 21. 8

2. Berdasarkan satuan hasil (pasal 18 dan 19 PP Nomor 36 Tahun 2021):

a. Ditetapkan sesuai dengan hasil pekerjaan yang telah disepakati b. Penetapan besarnya upah dilakukan oleh pengusaha dalam hasil

kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha

7 Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan

8 Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan

(7)

23 c. Penetapan upah sebulan berdasarkan satuan hasil ditetapkan berdasarkan upah rata-rata 12 bulan terakhir yang diterima oleh pekerja. 9

2.1.3 Komponen upah

Ditinjau dari beberapa komponen, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) PP 36 Tahun 2021 bentuk upah ada banyak macamnya, yaitu :

1. Upah tanpa tunjangan/upah pokok;

2. Upah pokok dan tunjangan tetap;

3. Upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjagan tidak tetap;

4. Upah pokok dan tunjangan tidak tetap.10

2.1.4 Macam - macam Pengupahan

Pada perusahaan biasanya digunakan bermacam – macam cara dalam memberikan upah kepada pekerja. Macam – macam upah yang digunakan adalah :

a. Upah borong

Upah borong merupakan penempatan upah berdasarkan banyaknya hasil yang diperoleh tidak tergantung dari waktu yang di butuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Upah borongan didasarkan prinsip no work no pay sebagaimana tercantum dalam Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

9 Pasal 18 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan

10 Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan

(8)

24 Ketenagakerjaan bahwa “upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan”.

b. Upah harian

Upah harian merupakan upah yang dibayarkan pekrerjaannya tertentu yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap, berupa pekerjaan tertent yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta pembayaran upah berdasarkan kehadiran.11

c. Upah bulanan

Diberikan kepada pekerja dibagian kantor dan administrasi, yang pekerjaannya memerlukan ketelitian dan ketrampilan tersendiri. Oleh sebab itu, upah yang mereka terima lebih besar dibandingkan dengan pekerja dibagian produksi.12

1.2 Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) 1.2.1 Pengertian Perjanjian Kerja

Hubungan kerja antara dua pihak yaitu pekerja dengan pengusaha terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara pekerja sebagai pihak yang menerima pekerjaan dan pengusaha sebagai pihak yang memberikan pekerjaan. 13 Hubungan kerja memuat hak dan kewajiban dari pekerja

11 Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 35 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja

12 Dilihat di Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua

13 Ismail, N., & Zainuddin, M. (2019). Hukum Dan Fenomena Ketenagakerjaan. Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial, 1(3), 166. https://doi.org/10.24198/focus.v1i3.20494

(9)

25 maupun pengusaha, oleh sebab itu dengan adanya perjanjian kerja menjadi unsur penting dalam suatu hubungan kerja. Selain itu, untuk memberikan perlindungan hokum bagi para pekerja diperlukan juga perjanjian kerja dalam bentuk tertulis antara pekerja dengan pengusaha agar dapat menimbulkan suatu hubungan hukum yang bisa dibuktikan atau yang biasa disebut dengan perikatan.14 Hubungan kerja adalah sesuatu yang abstrak sifatnya, sedangkan perjanjian kerja merupakan sesuatu yg utuh atau nyata, sehingga bila perjanjian kerja sudah ada akan terdapat ikatan antara pekerja dengan pengusaha secara konkrit dan nyata. Ikatan karena adanya perjanjian kerja inilah yang merupakan hubungan kerja.15

Pengaturan yang membahas tentang perikatan secara khusus diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku II pada bagian umum dari Bab I sampai dengan Bab IV, seperti aturan tentang bagaimana lahirnya dan hapusnya perikatan, macam-macam perikatan dan sebagainya. Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur bahwa pengertian dari perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Menurut Subekti, perjanjian adalah peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa tersebut timbulah suatu hubungan antara orang-

14 Ismail, N., & Zainuddin, M. (2019). Hukum Dan Fenomena Ketenagakerjaan. Focus : Jurnal Pekerjaan Sosial, 1(3), 166. https://doi.org/10.24198/focus.v1i3.20494

15 DS. Putra. (2019). Pertanggungjawaban Pidana Rumah Sakit Sebagai Perseroan Terbatas Dalam Kasus Jual Beli Manusia. Jurnal Hukum Magnum Opus, 2(1), 47–54.

(10)

26 orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menimbulkan suatu perikatan dengan orang yang membuatnya. Perjanjian mempunyai bentuk berupa rangkaian kata yang memiliki arti janji-janji atau kesanggupan yang dibuat secara tertulis ataupun lisan.16 Dua belah pihak yang ada dalam suatu perjanjian yang dibuat dan telah sepakat tentang objek perjanjian atau sesuatu hal yang harus dilaksanakan dinamakan prestasi, prestasi yang dimaksud seperti menyerahkan suatu barang, melakukan suatu perbuatan, dan tidak melakukan suatu perbuatan.17 Prestasi yang dimaksud dalam perjanjian kerja adalah kewajiban antara pekerja untuk melakukan pekerjaan dan kewajiban dari pengusaha untuk membayar upah.18

Secara umum perjanjian sendiri diatur berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dimana bahwa sahnya suatu perjanjian perlu memenuhi empat syarat diantaranya:

1. Sepakat mereka mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.19

16 Santosa, D. G. G. (2021). Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pasca Undang-Undang Cipta Kerja:

Implementasi Dan Permasalahannya. DiH: Jurnal Ilmu Hukum, 17(2), 178–191.

17 Yuli W, Y. Y., Sulastri, & R, D. A. (2018). Implementasi Undang-Undang Ketenagakerjaan Dalam Perjanjian Kerja Antara Perusahaan Dan Tenaga Kerja Di Perseroan Terbatas (PT). Jurnal Yuridis, 5(2), 186–209.

18 Aksin Nur. (2018). Upah dan Tenaga Kerja (Hukum Ketenagakerjaan dalam Islam). Jurnal Meta Yuridis, 1(2), 73.

19 Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata

(11)

27 Suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tersebut bisa disebut sebagai perjanjian yang sah dan perjanjian tersebut mengikat layaknya sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.20

Menurut Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, perjanjian dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu perjanjian yang dari undang-undang diberi suatu nama khusus atau perjanjian bernama dan perjanjian yang dalam undang-undang tidak dikenal dengan suatu nama tertntu atau perjanjian tidak bernama. Dengan demikian, perjanjian kerja bisa dikatakan sebagai perjanjian bernama, karena undang-undang telah memberikan suatu nama khusus terhadap perjanjian kerja. Perjanjian kerja saat ini memiliki pengaturan yang bersifat sui generis pada Undang-Undang Ketenagakerjaan, yang mana berdasarkan Pasal 1 angka 14 undang-undang a quo disebutkan bahwa perjanjian kerja ialah perjanjian antara pihak pekerja dengan pengusaha yang berisikan syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban kedua belah pihak.21 Ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku pula untuk perjanjian kerja, sepanjang undang-undang yang mengatur mengenai perjanjian kerja tidak memberikan suatu pengaturan tersendiri yang

20 Pamungkas, D. S. (2018). Keberlakukan Perjanjian Kerja Bersama Bagi Pekerja Yang Tidak Menjadi Anggota Serikat Pekerja. DiH: Jurnal Ilmu Hukum, 13, 243–255.

21 Rohanawati, A. N., & Wicaksono, D. A. (2018). Equality in Work Agreement and Ambiguity in.

Jurnal Yudisial, 11(3), 267–289.

(12)

28 menyimpang dari ketentuan umum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sehingga berlaku asas lex speicialis derogate legi generali.22

1.2.2 Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Perjanjian kerja merupakan salah satu turunan dari perjanjian pada umumnya, dimana masing-masing perjanjian memiliki ciri khusus yang membedakannya dengan perjanjian yang lain. Namun seluruh jenis perjanjian memiliki ketentuan yang umum yang dimiliki secara universal oleh segala jenis perjanjian, yaitu mengenai asas hukum, sahnya perjanjian, subyek serta obyek yang diperjanjikan.

Ketentuan dan syarat-syarat perjanjian yang dibuat oleh para pihak berisi hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang harus dipenuhi.

Dalam masing-masing pihak yang harus dipenuhi. Dalam hal ini tercantum asas “kebebasan berkontrak”, yaitu seberapa jauh pihak-pihak dapat mengadakan ketentuan dan syarat-syarat pada perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak yang berisi hak dan kewajiban dari para pihak yang harus dipenuhi satu sama lain. Asas “kebebasan berkontrak”, merupakan seberapa jauh para pihak yang mengadakan perjanjian, hubungan-hubungan yang terjadi antara para pihak dalam perjanjian itu serta seberapa jauh hukum mengatur para pihak tersebut.

Perjanjian kerja diatur pada bab IV kitab undang-undang hukum perdata tentang persetujuan-persetujuan untuk melakukan pekerjaan. Pada

22 Santosa, D. G. G. (2021). Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pasca Undang-Undang Cipta Kerja:

Implementasi Dan Permasalahannya. DiH: Jurnal Ilmu Hukum, 17(2), 178–191.

(13)

29 Pasal 1601a kitab undang-undang hukum acara perdata, yang dimaksud dengan perjanjian dimana pihak yang satu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain, majikan, selama waktu tertentu, dengan menerima upah. Dalam Pasal 1 angka 14 Undang-undang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak).23

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang biasa disebur dengan (PKWT) diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, dalam Pasal 1 angka 10 menyatakan bahwa “Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disingkat PKWT adalah Perjanjian Kerja antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha untuk mengadakan Hubungan Kerja dalam waktu tertentu atau pekerjaan tertentu”.

Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan, Pasal 59 ayat (4) telah disebutkan bahwa “perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1(1) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun”. Dalam ketentuan di atas, terdapat penekanan bahwa “paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka

23 Sentosa Sembiring, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia Tentang Ketenagakerjaan, Bandung : CV. Nuansa Aulia, 2005.

(14)

30 waktu paling lama 1 (satu) tahun” mengandung arti bahwa pengusaha mengetahui bahwa pemberi kerja bisa mngambil waktu seminimal mungkin dalam masa perjanjian kerja waktu tertentu. PKWT sangan dimungkinkan untuk dilakukan dalam waktu 6 bulan atau 1 tahun jika pengusaha menghendaki.

Demikian juga perjanjian kerja itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan yang dibuat oleh pengusaha24. Dalam Pasal 50 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan. Jadi hubungan kerja adalah hubungan (hukum) antara pengusaha dengan pekerja berdasarkan perjanjian kerja. Dengan demikian hubungan kerja tersebut adalah sesuatu yang abstrak, sedangkan perjanjian kerja adalah sesuatu yang konkret atau nyata. Dengan adanya perjanjian kerja, akan ada ikatan antar pengusaha dan pekerja. Dengan perkataan lain, ikatan karena adanya perjanjian kerja inilah yang merupakan hubungan kerja.25

1.2.3 Pengelompokan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan

24 Lalu Husni dalam Zainal Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta: Rajawali Press, 2004, hlm. 19.

25 Adrian Sutedi. Hukum Perburuhan, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, hlm. 56.

(15)

31 Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, pengelompokan PKWT terdiri atas :

a. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama;

b. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau

c. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

Maksud dari pekerjaan yang bersifat musiman adalah tergantung pada musim atau cuaca dan kondisi tertentu semisal pekerjaan tambahan yang dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target tertentu.

1.2.4 Jangka Waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

Mengenai jangka waktu PKWT diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, bahwa jangka waktu PKWT dibuat untuk paling lama 5 (lima) tahun. Jika sudah akan berakhir dan pekerjaan yang dilakukan belum selesai maka dapat dilakukan perpanjangan masa PKWT dengan jangka waktu sesuai kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja, dengan ketentuan jangka waktu perpanjangan PKWT tidak lebih dari 5 (lima) tahun dan telah dihitung sejak terjadinya hubungan kerja berdasarkan PKWT.

(16)

32 1.2.5 Jenis dan Sifat Pekerjaan dalam Perjanjian Kerja Waktu

Tertentu

Mengenai jenis dan sifat pekerjaan, mengenai perlindungan pekerja/buruh, diatur dalam Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan:

a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;

c. pekerjaan yang bersifat musiman; atau

d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan26

26 Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Referensi

Dokumen terkait

Patra Raya Ruko Sbrg Bioskop Tobar No.. Free solar- guard,

Penelitian yang dilakukan oleh Ariyanti dan Muslimin (2014) yang berjudul “Efektivitas Alat Permainan Edukatif (APE) Berbasis Media DALAM Meningkatkan

Ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis. Lapisan luar terdapat korteks renalis dan lapisan sebelah dalam disebut medula renalis.

Jumlah Ternak yang Dipotong di Luar Rumah Potong Hewan (RPH) Menurut Jenis Ternak dan Kecamatan Kota Samarinda (Ekor), 2014. Number of Livestock Were Slaughtered in Outside of

Kurva kerapuhan seismik struktur Gedung V Fakultas Teknik UNS menunjukkan nilai probabilitas kegagalan struktur yang bervariasi pada berbagai spectra displacement

Paket teknologi yang akan dikaji di petani berasal dari BALITKA Manado meliputi teknologi pengolahan minyak kelapa menggunakan dengan metode pemanasan bertahap serta pembuatan

Sejalan dengan pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan pembangunan Zona Integritas (ZI) menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani,