• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERAPI NUTRISI PADA PASIEN ABSES HEPAR LOBUS SINISTRA DENGAN PLEUROPNEUMONIA DAN GIZI BURUK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TERAPI NUTRISI PADA PASIEN ABSES HEPAR LOBUS SINISTRA DENGAN PLEUROPNEUMONIA DAN GIZI BURUK"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

TERAPI NUTRISI PADA PASIEN ABSES HEPAR LOBUS SINISTRA DENGAN PLEUROPNEUMONIA DAN GIZI

BURUK

Nevi Dwi Handayani 1, Suryani As’ad2, Mardiana Madjid3, Asrini Safitri4

1Departemen Gizi Universitas Hasanuddin, Makassar

2Departemen Gizi Universitas Hasanuddin, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah, Makassar

3Departemen Gizi Universitas Hasanuddin, Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, Makassar

4Departemen Gizi Universitas Hasanuddin, Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia, Makassar

*corresponding author, contact : nevi2111@gmail.com

Abstract

Liver abscess is a form of infection in the liver caused by a bacterial, parasitic, fungal infection, which is characterized by a suppuration process with the formation of pus in the liver parenchyma.

A liver abscess can adversely affect nutritional status through reduced food intake, malabsorption, increased catabolism, and absorption of nutrients required for tissue synthesis and growth. A 73- year-old woman was consulted with a diagnosis of left lobe liver abscess and grade IV ileal adhesions with pleuropneumonia and severe malnutrition (Subjective Global Assessment Score C).

The patient has had a history of inadequate intake since 3 weeks ago due to abdominal pain.

Nutrition therapy was given 1200 kcal, gradually increased to 1600 kcal according to the ability and condition of the patient, with a protein composition of 1.2-1.5 g/kg ideal body weight/day, 50% carbohydrates, and 30-34.1% fat followed by supplementation of Zinc, Vitamin B complex, Vitamins C, Vitamin D, Curcuma and snakehead fish extract capsules. Nutritional therapy in liver abscess with adequate macronutrient and micronutrient fulfillment and immune nutrients is very important to prevent the disease from worsening, and the outcome in these patients is improving.

Keywords : liver abscess, malnutrition, hypoalbuminemia

Abstrak

Abses hepar adalah bentuk infeksi pada hepar yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, jamur, yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hepar. Abses hepar dapat berdampak buruk pada status gizi melalui asupan makanan yang berkurang, malabsorpsi, peningkatan katabolisme dan penyerapan nutrisi yang diperlukan untuk sintesis dan pertumbuhan jaringan. Wanita usia 73 tahun dikonsulkan dengan diagnosis abses hepar lobus sinistra dan adhesi ileum grade IV dengan Pleuropneumonia dan malnutrisi berat (Subjective Global Assesment Skor C dan Skor MNA 7). Pasien memiliki riwayat asupan yang kurang sejak 3 minggu terakhir karena nyeri perut. Terapi nutrisi diberikan 1200 kkal, ditingkatkan bertahap menjadi 1600 kkal sesuai kemampuan dan kondisi pasien, dengan komposisi protein 1.2- 1.5 g/kg BB ideal/hari, karbohidrat 50% dan lemak 30-34.1 % diikuti dengan suplementasi zinc, Vitamin B kompleks, Vitamin C, Vitamin D, curcuma dan kapsul ekstrak ikan gabus. Terapi nutrisi pada abses hepar dengan pemenuhan makronutrien dan mikronutrien yang memadai dan imunonutrisi sangat penting untuk mencegah perburukan penyakit dan luaran pada pasien ini menjadi lebih baik.

Kata Kunci : abses hepar, malnutrisi, hipoalbuminemia.

(2)

Pendahuluan

Abses hepar adalah bentuk infeksi pada hepar yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, jamur, yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hepar. Pada umumnya abses hepar dibagi dua yaitu abses hepar amebik (AHA) dan abses hepar piogenik (AHP). Abses hepar piogenik adalah infeksi bakteri yang berpotensi fatal pada parenkim hepar, dengan tingkat

kematian 5,6%-23%. Status

immunocompromised, diabetes melitus, sirosis hepar, dan usia lanjut merupakan faktor risiko predisposisi untuk AHP.

Pleuropneumonia adalah peradangan atau infeksi yang terjadi di paru-paru dan pleura.

Kondisi ini biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus. Pneumonia dianggap sebagai penyebab potensial pembentukan abses organ distal. Di Taiwan, patogen AHP yang paling umum telah berubah dari Escherichia coli menjadi Klebsiella pneumoniae sejak tahun 1980-an.(1),(2)

Abses hepar pyogenik lebih sering terjadi di negara-negara Asia, endemik di beberapa bagian Asia, seperti Taiwan, di mana insiden tahunannya adalah 17,6 kasus per 100.000 penduduk. Menurut Perhimpunan Penelitian Hepar Indonesia (2010), insiden abses hepar di rumah sakit di indonesia berkisar antara 5 – 15 % pasien pertahun. Dan penelitian

epidemiologi di Indonesia penderita abses hepar pada pria memiliki rasio 3,4 – 8,5 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita.(3),(4)

Infeksi seperti abses hepar dapat berdampak buruk pada status gizi melalui asupan makanan yang berkurang, malabsorpsi, peningkatan katabolisme dan penyerapan nutrisi yang diperlukan untuk sintesis dan pertumbuhan jaringan.

Sebaliknya, malnutrisi dapat menjadi predisposisi terjadinya infeksi karena dampak negatifnya pada perlindungan penghalang yang diberikan oleh kulit dan selaput lendir dan dengan menginduksi perubahan fungsi kekebalan tubuh.(5),(6),(7)

Dukungan nutrisi mencakup pemberian makronutrien yang adekuat dan mikronutrien sesuai dengan kebutuhan pasien melalui oral, enteral dan nutrisi parenteral serta memberikan edukasi gizi pada pasien dan keluarga pasien mengenai pentingnya gizi sesuai penyakit terhadap kesembuhan pasien bertujuan agar dapat mencegah perburukan penyakit dan luaran pada pasien ini membaik.

Laporan Kasus

Seorang wanita, 73 tahun, dikonsulkan dari Departemen Bedah Digestif dengan diagnosa abses hepar lobus sinistra dan adhesi ileum grade IV dengan

(3)

Pleuropneumonia. Asupan makan via oral berkurang sejak 3 minggu yang lalu karena selera makan menurun akibat nyeri perut.

Batuk tidak ada. Sesak nafas ada sejak 3 minggu lalu. Demam dan riwayatnya tidak ada. Penurunan berat badan yang tidak diinginkan ada dalam 3 minggu terakhir, namun besarannya tidak diketahui secara pasti.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tanda vital dalam batas normal.

Antropometri menunjukkan panjang badan pasien 159 cm, lingkar lengan atas 19 cm, berat badan taksiran berdasarkan lingkar lengan atas 39,2 kg, berat badan ideal 53.1,2 kg dan lingkar betis 27 cm. Kekuatan genggaman tangan (handgrip strength 2,9 kg). Pasien memiliki loss of cutaneous fat pada bagian dada, serta tulang-tulang tampak prominen dan terdapat wasting pada keempat ekstremitas.

Saat dikonsul, kondisi metabolik pasien yang bermakna adalah anemia normositik normokromik (hemoglobin 11.3 gr/dL), deplesi sedang sistem imun (total lymphocyte count 1110/L), trombositosis (567.000 /mm3), hipokalemia (3,1 mmol/L), hipoalbuminemia sedang (2.5 gr/dL).

Keseimbangan nitrogen pasien saat dikonsul 2.03 dengan kadar nitrogen urea urin sebesar 2 gram/24 jam. Pasien menjalani laparatomi eksplorasi, evakuasi abses dan biopsi.

Histopatologi pada hepar menunjukkan Inflamasi kronik supuratif, tidak ditemukan gambaran malignitas.

Saat dipulangkan terdapat perbaikan klinis, berupa pasien sudah dapat duduk walaupun masih dibantu, tidak sesak napas, peningkatan asupan oral 100 % kebutuhan energi, peningkatan handgrip strength dan perbaikan dalam beberapa pemeriksaan laboratorium.

Pembahasan

Malnutrisi adalah suatu status gizi dimana terjadi defisiensi atau kelebihan (imbalans) dari energi, protein dan zat gizi lainnya yang menyebabkan gangguan pada jaringan/tubuh (bentuk, ukuran, komposisi), fungsi tubuh dan luaran/hasil klinis.(8)

Penilaian status gizi pada pasien ini berdasarkan pada Subjective Global Assesment skor C dan skor MNA 7. Pasien ini memiliki riwayat asupan menurun sejak 3 minggu terakhir serta terjadi penurunan berat badan. Gejala yang mempengaruhi asupan makan adalah nyeri perut bagian atas. Selain itu terjadi pula penurunan kapasitas fungsional dan pasien hanya dapat tidur ditempat tidur. Hiperkatabolisme terjadi pada pasien ini dengan adanya penyakit dasar yaitu abses hepar. Pada pemeriksaan fisik ditemukan lingkar betis 27 cm, loss of subcutaneus fat dan wasting.

(4)

Malnutrisi dapat menjadi predisposisi terjadinya infeksi karena dampak negatifnya pada perlindungan penghalang yang diberikan oleh kulit dan selaput lendir dan dengan menginduksi perubahan fungsi kekebalan tubuh.(5)

Intervensi gizi yang dilakukan pada pasien ini dengan memberikan diet sesuai dengan kebutuhan energi pasien berdasarkan rumus Harris-Benedict dengan memperhitungkan faktor aktivitas dan faktor stres. Kebutuhan energi pasien ini 1600 kkal dengan komposisi makronutrien berupa protein 1,2- 1,5 g/kgBBI/ hari, karbohidrat 50% KET, dan lemak 30 – 34.1% KET (terutana berasal dari MCT dimana yang digunakan adalah VCO). Minyak kelapa mengandung empat MCFAs, antara lain asam laurat (C-12, 48-53%), asam kaproat (C-6, 0,5%). Ketika berada dalam tubuh, mereka berubah menjadi monogliserida bernama monolaurin, monocaprin, monocaprylin, dan monocaproin, semuanya dapat membunuh mikroorganisme patogen, termasuk bakteri, jamur, ragi, virus, dan protozoa.(9)

Penyebab anemia pada pasien ini dapat diakibatkan karena malnutrisi, serta adanya inflamasi kronik. Pada penyakit inflamasi seperti infeksi, sitokin yang dilepaskan oleh leukosit yang teraktivasi dan sel lain memberikan efek ganda yang

berkontribusi pada penurunan kadar hemoglobin. Induksi sintesis hepsidin di hepar (terutama oleh interleukin-6 (IL-6), bersama dengan endotoksin). Hepsidin pada gilirannya mengikat ferroportin, yang memungkinkan keluarnya besi dari makrofag retikuloendotelial dan dari sel epitel usus. Pengikatan hepsidin menyebabkan internalisasi dan degradasi ferroportin; penyerapan zat besi di dalam makrofag membatasi ketersediaan besi untuk prekursor eritroid. Penghambatan pelepasan eritropoietin dari ginjal (terutama oleh interleukin1β (IL-1β) dan tumor necrosis factor α (TNFα). Proliferasi hematopoietik yang dirangsang oleh eritropoietin pada gilirannya akan berkurang. Penghambatan langsung proliferasi progenitor eritroid (terutama oleh TNFα, interferon-γ (IFNγ) dan IL-1β.

Augmentasi eritrofagositosis oleh makrofag retikuloendotelial (oleh TNFα).(10) Penanganan anemia pada pasien ini dimulai dengan menjamin nutrisi pasien melalui nutrisi enteral dan parenteral serta suplementasi vitamin sehingga terjadi perbaikan asupan makronutrien dan mikronutrien pasien, sehingga kadar hemoglobin tidak terjadi penurunan secara drastis.

Penurunan sistem imunitas tubuh merupakan salah satu mekanisme tubuh

(5)

untuk menurunkan laju inflamasi. Respons peradangan sistemik, yang terjadi sebagai akibat dari operasi, trauma atau infeksi, dapat memberikan tuntutan metabolisme tinggi pada pasien dan menyebabkan defiensi nutrisi penting. Sitokin pro- inflamasi mengatur respon terhadap cedera dan infeksi dan sangat penting untuk respons kekebalan normal. Namun, tingginya tingkat peradangan yang disebabkan oleh produksi sitokin pro-inflamasi dapat memberikan efek imunosupresif. Deplesi sistem imun pada pasien ini juga dapat terjadi karena malnutrisi. Malnutrisi mempengaruhi sistem imun melalui sel dendritik dan monosit, dan merusak efektor fungsi sel T memori.(11) (12)

Pada pasien, didapatkan adanya deplesi sistem imun namun bersifat sedang, dimana nilai TLC (Total Lymphosit Count) adalah 1110/µL dan pada saat pulang 2990/µL. Nilai TLC pada pasien dapat dipengaruhi oleh adanya jumlah leukosit pasien, pada kasus ini didapatkan peningkatan nilai limfosit namun juga terdapat peningkatan nilai leukosit, sehingga tidak dapat disimpulkan bahwa pada pasien ini terjadi perbaikan sistem imun. Namun jika dinilai dari peningkatan limfosit yang meningkat dari 10 % menjadi 15.6% dapat dikatakan mengalami perbaikan. Pemberian mikronutrien seperti vitamin A, B, C, D dan Zink dapat merangsang peningkatan sistem

imun. Pada pasien ini diberikan Vitamin A 10.000 IU, Vitamin B, Vitamin C 500 mg, Vitamin D 800 IU dan Zink 30 mg. Selain itu pasien juga diberikan glutamin parenteral yang dapat mempengaruhi peningkatan sistem imun.(13)

Pada pasien ini, leukositosis dialami saat dikonsul 11.100 oleh teman sejawat bedah diberikan antibiotika Ciprofloxacin intravena namun leukosit masih terus meningkat hingga 30.100, sehingga oleh teman sejawat bedah dilakukan pemeriksaan kultur dan sensitivitas didapatkan hasil bakteri Klebsiella pneumoniae ssp pneumoniae resisten terhadap Ciprofloxacin sehingga antibiotik diganti dengan Meropenem yang sensitif dan didapatkan penurunan leukosit menjadi 19.200.

Trombositosis reaktif adalah komplikasi umum dari proses inflamasi.

Konsentrasi trombopoetin (TPO) yang bersirkulasi sangat tinggi pada trombositosis reaktif, seperti yang telah ditunjukkan pada penyakit autoimun, infeksi, atau keganasan.

Bukti in vitro menunjukkan bahwa IL-6 memediasi reaksi ini dengan meningkatkan ekspresi mRNA TPO. IL-6 meningkatkan transkripsi beberapa gen protein fase akut di hepar. IL-6 dirilis dari makrofag dan, melalui stimulasi TNF-α, dari fibroblast dan bersirkulasi ke hepar untuk meningkatkan produksi trombopoietin. Trombopoetin

(6)

mendorong pertumbuhan megakariosit sumsum tulang, diferensiasi trombosit dan produksi trombosit.(14),(15) Terapi nutrisi pada kondisi ini dengan memberikan antiinflamasi berupa curcuma, vitamin C, vitamin D dan zink untuk mengurangi efek buruk dari sitokin pro inflamasi serta dengan pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi dari penyakit primer.

Hipoalbuminemia yang terjadi pada pasien merupakan kombinasi dari kurangnya asupan nutrisi, terganggunya proses sintesis albumin dan tingginya katabolisme dalam tubuh (terutama protein sebagai akibat dari penyakit dasar).

Tatalaksana untuk hipoalbumin pada pasien ini adalah dengan memperbaiki asupan nutrisi bersamaan dengan pemberian terapi penyakit yang mendasari, kapsul ekstrak ikan gabus dan Human Albumin 25% 100 ml. Terapi nutrisi yang diberikan adalah memberikan energi dan asupan protein sebesar 1,2 gr/kgBBI/hari kemudian dinaikkan menjadi 1,5 gr/kgBBI/hari.

Hipokalemia dapat disebabkan oleh asupan yang berkurang, peningkatan ekskresi, kehilangan dari sistem gastrointestinal dan perpindahan trans- seluler. Pada pasien ini terjadi hipokalemia karena menurunnya asupan selama periode sakit dan perpindahan trans-seluler akibat kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh

penyakit dasarnya.(16) Penatalaksanaan pada pasien ini dengan memberikan koreksi sesuai penyebab yaitu mencukupkan asupan nutrisi dan pengembalian defisit kalium dengan preparat kalium oral.

Kesimpulan dan Saran

Intervensi nutrisi diberikan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi baik kebutuhan energi, makronutrien dan mikronutrien serta suplementasi untuk mencegah perburukan penyakit akibat abses hepar. Infeksi berdampak buruk pada status gizi, sebaliknya, malnutrisi dapat memperberat infeksi. Dengan pemenuhan makronutrien dan mikronutrien dapat mendukung perbaikan katabolik dari abses hepar, sehingga dapat meningkatkan status gizi dan memperkecil terjadinya komplikasi dan menurunkan lama rawat inap.

Penghargaan

Terimakasih penulis ucapkan kepada pasien yang mengijinkan penulis sehingga bisa mengambil pembelajaran lebih banyak tentang abses hepar dan kepada para pembimbing atas ilmu yang diberikan.

Kepentingan Bersaing

Para penulis mendeklarasikan bahwa tidak terdapat konflik kepentingan apapun terkait studi pada naskah ini.

Daftar Singkatan

AHA : Abses Hepar Amebik AHP : Abses Hepar Piogenik IFNγ : Interferon-γ

IL-1β : Interleukin1β

KET : Kebutuhan Energi Total

(7)

MCFAs : Medium Chain Fatty Acids MCT : Medium Chain Triglyceride MNA : Mini Nutritional Assesment TLC : Total Lymphosit Count TNFα : Tumor Necrosis Factor α TPO : Trombopoetin

VCO : Virgin Coconut Oil Kontribusi Penulis

Penulis 1 – Melakukan terapi pasien, mengumpulkan data, analisis data, dan publikasi manuskrip.

Penulis 2 – Melakukan terapi pasien dan publikasi manuskrip.

Penulis 3 – Publikasi manuskrip.

Penulis 4 – Publikasi manuskrip.

References

1. Robbins SL, Kumar V, Cotran RS. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: ECG;

2007. Volume 2.

2. Ho SW, Yeh C Bin, Yang SF, Yeh HW, Huang JY, Teng YH. Pneumonia is an independent risk factor for pyogenic liver abscess: A population-based, nested, case- control study. PLoS One. 2017;12(6):1–

12.

3. Sudoyo AW, Stiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi IV. Jakarta:

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

4. Sharma A, Mukewar S, Mara KC, Dierkhising RA, Kamath PS, Cummins N.

Epidemiologic Factors, Clinical Presentation, Causes, and Outcomes of Liver Abscess: A 35-Year Olmsted County Study. Mayo Clin Proc Innov Qual Outcomes [Internet]. 2018;2(1):16–

25. Available from:

https://doi.org/10.1016/j.mayocpiqo.2018.

01.002

5. Farhadi S, Ovchinnikov R. The relationship between nutrition and infectious diseases: A review. Biomed Biotechnol Res J. 2018;2(3):168.

6. Keusch GT. Symposium : Nutrition and Infection , Prologue and Progress Since

1968. J Nutr [Internet]. 2003;133(1):328–

32. Available from :

http://jn.nutrition.org/content/133/1/328S.

full.pdf+html

7. Schaible UE, Kaufmann SHE.

Malnutrition and infection: Complex mechanisms and global impacts. PLoS Med. 2007;4(5):0806–12.

8. Malnutrition Advisory Group (MAG).

MAG. The “MUST” explanatory booklet.

2011. 32 p.

9. Chomchalow N. Health and Economic Benefits of Coconut Oil Production Development in Thailand 1. Au JT.

2011;14(3):181–7.

10. Zarychanski R, Houston DS. Anemia of chronic disease: A harmful disorder or an adaptive, beneficial response? (Canadian Medical Association Journal (2008) 179 (333-337)). Cmaj. 2008;179(5):449.

11. Bourke CD, Berkley JA, Prendergast AJ.

Immune Dysfunction as a Cause and Consequence of Malnutrition. Trends Immunol [Internet]. 2016;37(6):386–98.

Available from:

http://dx.doi.org/10.1016/j.it.2016.04.003 12. Grimble RF. Basics in clinical nutrition:

Immunonutrition - Nutrients which influence immunity: Effect and mechanism of action. Eur Soc Clin Nutr Metab [Internet]. 2009;4(1):e10–3.

Available from:

http://dx.doi.org/10.1016/j.eclnm.2008.07.

015

13. Cruzat V, Rogero MM, Keane KN, Curi R, Newsholme P. Glutamine: Metabolism and immune function, supplementation and clinical translation. Nutrients.

2018;10(11):1–31.

14. Wolber EM, Jelkmann W.

Thrombopoietin: The novel hepatic hormone. News Physiol Sci.

2002;17(1):6–10.

15. Kaushansky K. The molecular mechanisms that control thrombopoiesis. J Clin Invest. 2005;115(12):3339–47.

16. Viera AJ, Wouk N. Potassium disorders:

Hypokalemia and hyperkalemia. Am Fam Physician. 2015;92(6):487–95.

(8)

Grafik Monitoring Asupan energi via enteral dan parenteral

Grafik Monitoring Asupan Protein via enteral dan parenteral

(9)

Grafik Monitoring Lingkar Lengan Atas dan Handgrip Strength

Grafik Monitoring WBC, Limfosit dan Total Limfosit Count

Grafik Monitoring Albumin Serum

(10)

Grafik Monitoring Elektrolit (Natrium dan Kalium)

Gambar

Grafik Monitoring Asupan energi via enteral dan parenteral
Grafik Monitoring Lingkar Lengan Atas dan Handgrip Strength
Grafik Monitoring Elektrolit (Natrium dan Kalium)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk meningkatkan ketahanan produk sala lauk, dan melakukan diferensiasi produk sala guna meningkatkan penjualan dan keberlanjutan usaha makanan tradisional kota pariaman

Hiasan tersebut antara lain membentuk ambang pintu utama, membentuk jendela semu yang berada di kiri dan kanan pintu utama, membentuk ceruk tempat patung Bunda Maria

yang telah ditetapkan serta mampu memotivasi diri untuk meningkatkan kinerjanya dan tetap berpedoman pada standar audit sekalipun dihadapkan dengan anggaran waktu yang

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk mencari jawaban dari pertanyaan “apakah faktor kedekatan dengan infrastruktur, lingkungan

Kecamatan Waigete merupakan salah satu sentra pertanian di Kabupaten Sikka, dan Dusun Blidit merupakan salah satu dusun di kecamatan ini yang berbatasan langsung dengan Gunung

bagi Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a memiliki asuransi sebagai jaminan kerugian bagi Pemilik

Isi Penetapan Prolegnas dengan demikian terikat dengan tiga ketentuan yang terdapat dalam pasal 19 UU P3 yakni, (1) Berisi judul RUU yang disertai keterangan konsepsi RUU yakni

Dari hasil penelitian diperoleh KHM mikroba pangan ( E. niger ) dengan konsentrasi 4%, 4% dan 21% dengan dia- meter hambatnya sebesar 16 mm; 14 mm dan 14 mm yang menunjukan