• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Wakaf dalam sejarah Islam mulai dikenal sejak tahun kedua Hijriah pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Wakaf dalam sejarah Islam mulai dikenal sejak tahun kedua Hijriah pada"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Wakaf dalam sejarah Islam mulai dikenal sejak tahun kedua Hijriah pada masa Rasulullah SAW. Namun, kalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqaha’) memiliki perbedaan pendapat terkait siapa yang pertama kali melakukan wakaf (Arif, 2010). Sebagian ulama berpendapat bahwa Rasulullah SAW yang pertama kali melakukan wakaf tanah miliknya untuk dibangun masjid. Sebagian yang lain berpendapat bahwa Umar bin Khattab yang melakukan wakaf pertama kali.

Di Indonesia, sejarah dikenalnya kegiatan wakaf sejalan dengan perkembangan kegiatan dakwah Islam. Kegiatan dakwah dan ajaran wakaf mulai masuk dan berkembang dari masa pra kolonial, masa kolonial, maupun pasca kolonial atau setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya (Firdaus, 2011).

Dari ketiga masa tersebut, ajaran dan praktik perwakafan berkembang paling pesat di masa kolonial. Di masa itu, banyak pembangunan masjid, sekolah, pondok pesantren, dan bangunan organisasi keagamaan lainnya di atas tanah wakaf.

Darori, Hernawati, Shofieq, Muhidin, Marjuni, Fauzi, Yahya, Fattah, Junaedi, Aliyati, dan Asyhar (2011: 53) menjelaskan bahwa perkembangan pengaturan dan pelaksanaan wakaf di Indonesia dapat dibagi menjadi dua waktu, yaitu sebelum dan sesudah kemerdekaan. Lembaga perwakafan sebelum kemerdekaan berdasar pada hukum Islam yang disepakati menjadi bagian hukum adat Indonesia. Hal tersebut didukung oleh pemerintah pada masa kolonial dengan mengeluarkan peraturan tentang wakaf. Setelah Indonesia merdeka, peraturan

(2)

2 perwakafan yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial masih berlaku sampai kurang lebih 10 tahun pasca proklamasi kemerdekaan. Pada tahun 1953, Departemen Agama mengeluarkan petunjuk mengenai wakaf. Kemudian pada tahun 1956 pemerintah mengeluarkan Surat Edaran tentang Prosedur Perwakafan Tanah. Namun, Surat Edaran tersebut masih memiliki banyak kelemahan dan kurang memadai untuk mengatur perwakafan di Indonesia. Akhirnya, setelah melalui proses yang panjang pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, diikuti Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaannya, dan peraturan-peraturang yang lain. Akan tetapi, hukum positif yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut belum mampu memaksimalkan pengelolaan wakaf. Hal itu mengakibatkan terhambatnya perkembangan wakaf di Indonesia.

Pemahaman sebagian masyarakat Indonesia tentang wakaf masih pada penerapan adat kebiasaan setempat, misalnya perwakafan dilaksanakan dengan saling percaya, tidak melakukan pencatatan ikrar, dan menganggap wakaf sebagai harta milik Allah yang tidak akan diganggu oleh pihak manapun (Darori et al, 2011: 56). Dalam hal ini, Firdaus (2011) juga menjelaskan bahwa selama ini wakaf yang populer di kalangan umat Islam terbatas hanya pada tanah dan bangunan yang diperuntukkan sebagai tempat ibadah, rumah sakit, dan tempat pendidikan saja. Meskipun perkembangan wakaf kurang maksimal, bukan berarti bahwa perwakafan di Indonesia tidak berkembang sama sekali. Hal tersebut terbukti dengan mulai dikembangkan dan diterapkannya program wakaf pada benda bergerak yaitu wakaf tunai.

(3)

3 Pada dasarnya wakaf tunai bukan merupakan hal yang baru dalam praktik perwakafan di negara-negara Islam. Djunaidi, Ma’ruf, Karim, Baedawi, Fauzan, Al-Asyhar, Nafis, Shofieq, Lubis, Damiri, Fauzi, Hernawati, Pabenteng, Syarifuddin (2005: 4) menjelaskan bahwa pengelolaan wakaf di Mesir sejak masa dinasti Ayyubiyah sudah tidak membatasi wakaf hanya pada benda tidak bergerak, tetapi juga benda bergerak semisal wakaf tunai. Selain itu, Kerajaan Turki Usmani sejak tahun 1280 H juga telah memaksimalkan pengelolaan wakaf atas tanah kekuasaan dan tanah produktif yang berstatus wakaf melalui peraturan- peraturan yang dikeluarkan pemerintahnya. Sama halnya dengan negara-negara Islam lainnya. Indonesia juga sedang berusaha untuk memaksimalkan potensi wakaf yang ada di negaranya melalui berbagai program pengelolaan wakaf.

Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia memiliki potensi wakaf tunai yang besar. Nasution (2005: 43-44) menjelaskan bahwa potensi wakaf tunai di Indonesia bisa mencapai 3 triliun rupiah per tahun dengan asumsi jumlah Muslim yang berwakaf sebesar 10 juta orang. Perhitungan dari nilai tersebut dijelaskan pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.1

Perhitungan Potensi Wakaf Tunai Tingkat Penghasilan

per Bulan

Jumlah Muslim

Tarif Wakaf per

Bulan

Potensi Wakaf Tunai

per Bulan

Potensi Wakaf Tunai

per Tahun Rp 500.000 4 juta Rp 5000 Rp 20 Milyar Rp 240 Milyar Rp 1 juta – Rp 2 juta 3 juta Rp 10.000 Rp 30 Milyar Rp 360 Milyar Rp 2 juta – Rp 5 juta 2 juta Rp 50.000 Rp 100 Milyar Rp 1, 2 Triliun Rp 5 juta – Rp 10 juta 1 juta Rp 100.000 Rp 100 Milyar Rp 1, 2 Triliun

Total Rp 3 Triliun

Sumber: Nasution (2005: 44)

(4)

4 Pendapat lain dinyatakan oleh Nafis (2012) bahwa potensi wakaf tunai di Indonesia bisa mencapai 24 triliun rupiah per tahun dengan asumsi terdapat 20 juta orang yang mengumpulkan Rp 100.000 setiap bulan. Jika asumsi jumlah wakif dinaikkan menjadi 50 juta orang, maka potensi wakaf tunai di Indonesia bisa mencapai 60 triliun rupiah. Dengan asumsi lain, jika terdapat 50% Muslim Indonesia yang memaksimalkan wakaf tunai, tentunya nilai potensi wakaf tunai akan jauh lebih besar lagi.

Potensi wakaf tunai yang besar tidak menjadikan Indonesia sebagai negara dengan pengelolaan wakaf tunai yang paling maju dibandingkan dengan negara- negara Islam seperti Arab Saudi, Mesir, Turki, Bangladesh, Yordania dan negara Islam lainnya. Perwakafan Indonesia masih tertinggal dalam segi pengelolaan.

Negara-negara lain sudah mengelola wakaf ke arah produktif. Tidak hanya di negara Islam saja yang memaksimalkan potensi wakafnya, akan tetapi juga terdapat negara yang mayoritas berpenduduk non-Muslim memiliki pengelolaan wakaf produktif yang maju, contohnya adalah Singapura. Aset wakaf yang dimiliki negara tersebut telah mencapai $ 250 juta dimana Majelis Ulama Islam Singapura (MUIS) juga telah membuat anak perusahaan Wakaf Real Estate Singapura (WAREES) untuk mengelola harta wakaf tersebut (Arif, 2010).

Dalam menanggapi pengelolaan wakaf yang belum maksimal, pemerintah melakukan upaya dengan mengeluarkan dasar hukum yang dapat mendukung realisasi potensi wakaf tunai. Di Indonesia dalam segi dasar hukum wakaf tunai sudah berkembang dengan baik. Majelis Ulama Indonesia pada tahun 2002 telah menetapkan fatwa terkait wakaf uang. Begitu juga dengan pemerintah Indonesia

(5)

5 yang pada tahun 2004 telah mengatur wakaf secara khusus dalam Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004. Atas dasar undang-undang tersebut, pada tahun 2007 dibentuk lembaga negara independen untuk mengembangkan dan memaksimalkan pengelolaan wakaf di Indonesia yang disebut Badan Wakaf Indonesia (BWI). Setelah terbentuk BWI, mulai muncul peraturan-peraturan tentang wakaf tunai atau wakaf uang.

Kualitas pengelolaan wakaf Indonesia yang masih jauh tertinggal dari negara Islam lain memicu semangat pengelola wakaf untuk selalu berusaha berkembang dan memperbaiki sistem pengelolaannya. Lembaga-lembaga pengelola wakaf mulai melakukan sosialisasi tentang program wakaf tunai.

Menariknya, tidak hanya lembaga yang khusus untuk mengelola wakaf, melainkan Lembaga Amil Zakat di Indonesia juga mulai menawarkan program wakaf tunai. Salah satu contoh adalah beberapa Lembaga Amil Zakat di Kota Surakarta yang mulai melakukan publikasi dan menerapkan pengelolaan wakaf tunai di lembaganya.

Fenomena tersebut dapat menjadi peluang maupun kendala dalam memaksimalkan wakaf tunai di Indonesia. Lebih banyak lembaga yang menawarkan program wakaf tunai berdampak pada peningkatan peluang realisasi potensi wakaf tunai yang ada. Akan tetapi, apabila pengelolaan yang dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka akan menjadi permasalahan yang menghambat laju perkembangan pengelolaan wakaf tunai yang telah direncanakan oleh pemerintah.

(6)

6 Dalam memaksimalkan pengelolaan wakaf tunai tidak akan berjalan dengan baik apabila hanya didukung oleh salah satu bagian kelompok masyarakat saja. Seluruh lapisan masyarakat harus mendukung sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Pemerintah telah membentuk badan independen untuk melakukan pembinaan dan melaksanakan tugas maupun wewenangnya untuk mendukung terselenggaranya pengelolaan wakaf tunai yang lebih baik. Pengelola wakaf dapat mendukung dengan memaksimalkan pengelolaan harta wakaf agar dapat memberikan manfaat bagi penerima wakaf secara maksimal. Masyarakat yang mampu secara keuangan dapat berkontribusi dengan meningkatkan kesadaran untuk menjadi wakif sebagai pihak yang menyalurkan dana wakaf tunai. Begitu juga kelompok akademisi, sudah seharusnya melakukan penelitian yang hasilnya dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan pengelolaan wakaf tunai di Indonesia.

Penelitian mengenai wakaf tunai sudah mulai banyak dilakukan di Indonesia. Firdaus (2011) meneliti tentang pemanfaatan wakaf tunai untuk kebutuhan hidup keluarga miskin di Dompet Dhuafa Bandung. Di tahun yang sama, Arif (2010) melakukan penelitian untuk menganalisis peran wakaf tunai dalam memecahkan masalah ekonomi di kalangan umat Muslim di Indonesia.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Arif (2012) yang bertujuan untuk melihat bagaimana pendapatan wakaf tunai didistribusikan dan pengaruhnya terhadap pengentasan kemiskinan di Indonesia. Beik (2013) melakukan penelitian di wilayah Jabodetabek dengan tujuan untuk menguji pemahaman publik, terutama para pelaku UMKM terhadap konsep dan aplikasi wakaf tunai di Indonesia.

(7)

7 Penelitian lain dilakukan oleh Saadati (2014) terkait dengan pengelolaan wakaf tunai pada Pondok Pesantren At-Tauhid Al-Islamy Magelang.

Selain di Indonesia, penelitian tentang wakaf tunai sudah banyak dilakukan di beberapa negara. Salah satunya penelitian yang dilakukan di Malaysia oleh Nahar dan Yacob (2011) yang meneliti tentang praktik akuntansi, pelaporan dan akuntabilitas lembaga pengelolaan wakaf tunai di Malaysia selama periode 2000 sampai 2005. Mohsin (2013) juga melakukan penelitian di Malaysia mengenai pembiayaan pada wakaf tunai dengan fokus pada perbedaan barang dan layanan yang diberikan oleh skema wakaf tunai di negara Muslim dan minoritas Muslim. Pada tahun selanjutnya, Ismail, Muda, dan Hanafiah (2014) melakukan penelitian mengenai tantangan dan prospek wakaf tunai yang dilakukan di Malaysia. Selanjutnya, Thaker, Mohammed, Duasa, dan Abdullah (2016) juga telah melakukan penelitian mengenai pengembangan wakaf tunai sebagai alternatif sumber pendanaan untuk usaha mikro di Malaysia.

Penelitian mengenai wakaf tunai juga dilakukan di Turki, Iran, Bangladesh, dan Nigeria. Penelitian mengenai wakaf tunai jauh lebih dulu berkembang di Turki sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam salah satunya Toraman, Tuncsiper, dan Yilmaz (2007) melakukan penelitian mengenai wakaf tunai dan praktik akuntansinya. Penelitian mengenai wakaf tunai juga pernah dilakukan di Iran. Hosseini, Salari, dan Abadi (2014) melakukan penelitian mengenai wakaf tunai dan dampaknya pada kemiskinan dengan tujuan untuk menganalisis peran wakaf tunai dalam peningkatan investasi pembiayaan sesuai dengan akad yang diatur dalam Islam serta dampak ekonominya terhadap

(8)

8 pengentasan kemiskinan. Penelitian mengenai pengembangan wakaf tunai sebagai alternatif sumber pendanaan untuk usaha kecil dan menengah juga dilakukan di Bangladesh oleh Islam (2015). Di Nigeria, Amuda dan Buang (2015) melakukan penelitian tentang implementasi wakaf tunai sebagai instrumen pembangunan sosial ekonomi.

Penelitian-penilitian tentang wakaf tunai di berbagai negara di atas merupakan salah satu bentuk keikutsertaan akademisi atau peneliti dalam mendukung terwujudnya pengelolaan wakaf tunai yang lebih baik. Di Indonesia juga sudah banyak penelitian dengan tujuan dan fokus penelitian yang berbeda- beda. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan untuk menjawab permasalahan atau fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sebagai langkah menemukan alternatif solusi untuk pengambilan keputusan.

Apabila melihat besarnya potensi dan perkembangan wakaf tunai di Indonesia, penting untuk dilakukan penelitian tentang penerapan pengelolaan wakaf tunai pada organisai atau lembaga yang menawarkan pengelolaan program tersebut. Penelitian yang dilakukan di lembaga pendukung dengan fokus utama bukan pada pengelolaan wakaf tunai seperti Lembaga Amil Zakat, dirasa perlu dilakukan untuk menanggapi fenomena yang terjadi saat ini. Laporan keuangan sebagai bentuk tanggung jawab pengelola akan menjadi fokus penelitian dalam melihat bagaimana akuntansi yang sudah diterapkan untuk memaksimalkan pengelolaan wakaf tunai. Analisis kendala dalam menerapkan pengelolaan wakaf tunai perlu dilakukan untuk mencari solusi agar pengelolaan wakaf tunai bisa berjalan lebih baik lagi. Penelitian terkait hal ini dirasa perlu dilakukan agar

(9)

9 potensi wakaf tunai yang besar bisa direalisasikan secara maksimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Indonesia.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut.

1. Fokus penelitian pada pengelolaan wakaf tunai yang diterapkan oleh Lembaga Amil Zakat di Kota Surakarta yang notabene kegiatan operasional utamanya bukan pada pengelolaan wakaf tunai.

2. Menganalisis kesesuaian laporan keuangan yang telah disajikan oleh Lembaga Amil Zakat di Kota Surakarta dengan Standar Akuntansi Keuangan Syariah.

3. Menganalisis kendala penerapan pengelolaan wakaf tunai di Lembaga Amil Zakat di Kota Surakarta.

4. Menganalisis respons penerima manfaat atas penerapan pengelolaan wakaf tunai yang sudah berjalan.

Sesuai dengan uraian latar belakang di atas, peneliti menentukan judul penelitian yaitu “Evaluasi Penerapan Pengelolaan Wakaf Tunai sebagai Alternatif Peningkatan Kemaslahatan Umat di Kota Surakarta”.

1.2 Rumusan Masalah

Saat ini, Lembaga Amil Zakat dalam kegiatan operasionalnya tidak hanya fokus pada pengelolaan zakat, infak, dan sedekah tetapi juga menawarkan program wakaf tunai. Hal tersebut juga terjadi pada Lembaga Amil Zakat yang melakukan kegiatan operasional di Kota Surakarta. Beberapa Lembaga Amil Zakat tersebut menawarkan program wakaf tunai dalam bentuk program

(10)

10 pendanaan di bidang keagamaan, sosial, kesehatan, dan pendidikan. Penerapan pengelolaan wakaf tunai dapat berjalan dengan baik jika dasar pembuatan sistem dan prosedur pengelolaannya didasarkan pada peraturan yang berlaku. Selain itu, dalam pengelolannya, Lembaga Amil Zakat memiliki kewajiban untuk melaporkan pengelolaan dana wakaf tunai karena pada dasarnya dana tersebut merupakan dana dari dan untuk umat. Akan tetapi, Ikatan Akuntan Indonesia belum mengeluarkan standar akuntansi syariah yang mengatur tentang wakaf melainkan hanya terdapat PSAK 109 yang mengatur mengenai zakat, infak, dan sedekah.

Pertanyaan penelitian berdasarkan uraian tentang penerapan pengelolaan wakaf tunai di atas adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah penerapan pengelolaan wakaf tunai pada Lembaga Amil Zakat di Kota Surakarta?

2. Bagaimanakah penyajian wakaf tunai dalam laporan keuangan pada Lembaga Amil Zakat di Kota Surakarta?

3. Bagaimanakah respons penerima manfaat wakaf tunai di Kota Surakarta?

4. Apa sajakah kendala dalam penerapan pengelolaan wakaf tunai pada Lembaga Amil Zakat di Kota Surakarta?

5. Bagaimanakah alternatif solusi atas kendala dalam penerapan pengelolaan wakaf tunai pada Lembaga Amil Zakat di Kota Surakarta?

(11)

11 1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengevaluasi penerapan pengelolaan wakaf tunai pada Lembaga Amil Zakat di Kota Surakarta.

2. Menganalisis penyajian wakaf tunai dalam laporan keuangan pada Lembaga Amil Zakat di Kota Surakarta.

3. Mendeskripsikan respons penerima manfaat wakaf tunai di Kota Surakarta.

4. Menemukan kendala dalam penerapan pengelolaan wakaf tunai pada Lembaga Amil Zakat di Kota Surakarta.

5. Mengusulkan alternatif solusi atas kendala dalam penerapan pengelolaan wakaf tunai pada Lembaga Amil Zakat di Kota Surakarta.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada beberapa pihak, antara lain sebagai berikut.

1. Regulator (Badan Wakaf Indonesia)

Hasil evaluasi ini diharapkan dapat menjelaskan mengenai skema penerapan pengelolaan wakaf tunai dan kendalanya pada Lembaga Amil Zakat di Kota Surakarta sebagai dasar pertimbangan dalam pembuatan peraturan.

2. Praktisi (Lembaga Amil Zakat)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif solusi atas kendala dalam penerapan pengelolaan wakaf tunai pada Lembaga Amil Zakat di Kota Surakarta sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia.

(12)

12 3. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Penelian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan mengenai penerapan pengelolaan wakaf tunai pada Lembaga Amil Zakat di Kota Surakarta atas dasar amanah dengan menyajikan laporan keuangan yang sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan Syariah sebagai sarana petanggungjawaban terkait dengan usaha peningkatan kemaslahatan umat. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur yang berkontribusi dalam pengembangan penelitian selanjutnya.

4. Akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data pendukung dan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya serta memberikan kontribusi dalam perkembangan pengetahuan wakaf tunai di bidang pendidikan.

1.5 Sistematika Penulisan

Penelitian ini ditulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut.

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini berisi tentang tinjauan pustaka yang melandasi penelitian, penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penerapan pengelolaan wakaf tunai, dan kerangka berpikir penelitian.

(13)

13 BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang pembahasan desain penelitian, pemilihan tempat dan waktu pemilihan, penentuan sumber data dan subjek penelitian, instrumen penelitian, prosedur pengumpulan data, teknik analisis data, dan rencana pengujian keabsahan data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini terdiri dari deskripsi tentang gambaran umum Lembaga Amil Zakat, karakteristik informan, hasil penelitian, kendala penerapan pengelolaan wakaf tunai pada Lembaga Amil Zakat di Kota Surakarta, temuan penelitian, dan usulan.

BAB V : PENUTUP

Pada bab ini diuraikan tentang simpulan dari penelitian yang dilakukan beserta implikasinya. Selain itu, juga dijabarkan tentang keterbatasan peneliti dalam melakukan penelitian dan saran-saran yang dapat diberikan kepada pihak-pihak yang membutuhkan, seperti regulator, praktisi, dan peneliti selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami respon dan pemahaman tukang becak tentang pelatihan Bahasa Inggris yang dilaksanakan Pemkab Banyuwangi dalam menunjang keberhasilan

Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu yang turut berperan dalam membantu dan memberikan dukungan bagi peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan

Selain itu, pada penelitian kali ini didapatkan hasil yang cukup mirip dengan yang dilakukan oleh Cheung pada tahun 2018 tentang mikroplastik pada ikan belanak yang

 Auditee memiliki dokumen rencana pemegang izin mengenai kegiatan peningkatan peran serta dan aktivitas ekonomi masyarakat yang dilakukan melalui program RKT 2014 dan

Program Manajemen Pembiayaan Pendidikan Program Manajemen Pembiyaan Pendidikan dalam peningkatan prestasi belajar siswa di MA Darul Khairat kota Pontianak yang setiap

Adversity yang berbeda-beda tersebut dapat dilihat berdasarkan wawancara dan observasi dengan salah seorang pebisnis muda yang memiliki level yang tinggi pada

Hal ini yang sedang dirintis dan dikerjakan oleh JOGJA DIGITAL VALLEY (JDV) sebagai pusat pengembangan system informasi yang berada di Yogyakarta untuk