• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Pengertian

Menurut American Heart Association, (2015) Stroke terjadi akibat pembuluh darah yang membawa darah dan oksigen ke otak mengalami penyumbatan dan rupture, kekurangan oksigen menyebabkan fungsi kontrol gerakan tubuh yang dikendalikan oleh otak yang tidak berfungsi. Stroke merupakan serangan otak yang bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja, itu terjadi ketika aliran darah ke area otak terputus. Ketika ini terjadi, sel-sel otak kekurangan oksigen dan mulai mati. Ketika sel-sel otak mati selama stroke, kemampuan yang dikendalikan oleh area otak seperti memori dan kontrol otot hilang (National Stroke Association, 2016).

Menurut World Health Organization (2014), stroke disebabkan oleh gangguan suplai darah ke otak, biasanya karena pembuluh darah pecah atau tersumbat oleh gumpalan darah. Ini menghambat aliran oksigen dan nutrisi yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa stroke merupakan suatu penyakit yang timbulnya secara mendadak dan disebabkan karena adanya penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak. Salah satu akibat dari terjadinya stroke disebut dengan afasia.

Afasia didefinisikan sebagai kehilangan fungsi bahasa karena cedera otak pada area yang berhubungan dengan pemahaman dan produksi bahasa. Afasia sebagian besar diakibatkan oleh stroke atau cerebral vascular accident (CVA). Etiologi lain yang berkaitan adalah kecelakan, tumor, infeksi, toxicity (berhubungan dengan racun), gangguan metabolisme dan gangguan nutrisi yang mempengaruhi fungsi otak (Shipley

& McAfee, 2009). Menurut Kusumoputro (2009) Afasia adalah gangguan bahasa yang multimodalitas, artinya tidak mampu berbicara, menyimak, menulis, dan membaca.

Tergantung dari jenis afasianya. Ketidakmampuan dalam modalitas tersebut tidak merata tetapi salah satu lebih menonjol dari yang lain. Afasia adalah kerusakan atau gangguan modalitas dan fungsi bahasa yang disebabkan karena luka di otak bagian hemisfer dominan bahasa yang berdampak pada komunikasinya, fungsi

(2)

sosialnya, serta kualitas hidup diri dan kerabatnya. Afasia juga berkaitan dengan area sistem saraf yang berhubungan dengan pikiran, ingatan, proses control informasi dan fungsi kognitif lainnya (Papathanasiou, Coppens & Potagas, 2013).

Hal ini diperkuat oleh pendapat Dharmaperwira (2002), bahwa afasia adalah gangguan bahasa perolehan yang disebabkan oleh cedera otak dan di tandai oleh gangguan pemahaman serta gangguan pengutaraan bahasa lisan maupun tulisan. Afasia memiliki berbagai sindroma yang dapat dibedakan berdasarkan karakteristik yang ditunjukkan oleh pasien bersdasarkan letak kerusakan pada otak. Salah satu jenis afasia yang dialami pasien post-stroke yaitu afasia broca.

Afasia Broca disebut juga dengan afasia motoris atau afasia ekspresif. Afasia Broca ditandai dengan adanya gangguan bahasa dan bicara yang sifatnya sementara, dan ditandai oleh agramatisme, meniru ucapan terganggu mengulangi kata bersegmen satu atau dua kata masih bisa, tetapi mengulangi perkataan yang lebih sukar dan kalimat lengkap sangat terganggu. Membaca bersuara menjadi sulit, penamaan kata lebih baik daripada penemuan kata pada bicara spontan (National Aphasia Association, 2016).

B. Etiologi

Sumber kerusakan otak yang paling sering mengakibatkan afasia adalah stroke.

Stroke adalah penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan gangguan fungsi otak karena adanya kerusakan atau kematian jaringan otak akibat berkurang atau tersumbatnya aliran darah dan oksigen ke otak. Aliran darah ke otak dapat berkurang karena pembuluh darah otak mengalami penyempitan, penyumbatan, atau perdarahan karena pecahnya pembuluh darah tersebut (Lily & Catur, 2016).

Penyebab stroke adalah pecahnya pembuluh darah diotak atau terjadinya thrombosis dan emboli. Gumpalan darah akan masuk kealiran darah sebagai akibat dari penyakit lain atau karena adanya bagian otak yang cedera dan menyumbat arteri otak, akibatnya fungsi otak berhenti dan menjadi penurunan fungsi otak (Fransisca, 2011).

Pada tugas akhir ini, penulis membatasi masalah pada kasus afasia broca yang disebabkan oleh Stroke. Saat klien stroke, diketahui bahwa klien mengalami kenaikan

(3)

tekanan gula darah. Seseorang yang mengidap diabetes mempunyai resiko serangan stroke iskemik 2 kali lipat dibandingkan mereka yang tidak diabetes (Indrawati, 2016).

Berdasarkan hasil wawancara klien mengalami stroke akibat penyumbatan. Terdapat dua tipe utama dari stroke yaitu stroke iskemik akibat berkurangnya aliran darah sehubungan dengan penyumbatan (trombosis, emboli), dan hemoragik akibat perdarahan (WHO, 2014). Berdasarkan hasil pemeriksaan CT-Scan klien mengalami kerusakan lesi di Tromboemboli infark di ganglia basalis dan lobus temporoparietooccipitalis sinistra. Broca’s aphasia terjadi karena kerusakan pada lobus frontal posterior kiri dari belahan otak kiri yang membentang jauh ke dalam kerusakan.

Broca’s aphasia memiliki kesulitan besar pada memproduksi struktur gramatikal dalam bahasa ekspresif (Manasco, 2014).

Gambar 2.1 Area Broca

(4)

Gambar 2.2 Area Lobus di Otak Besar

Adapun penyebab yang dapat mengakibatkan terjadinya afasia menurut Dharmaperwira-Prins (2002) adalah berikut:

1) Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO)

Menurut Dharmaperwira-Prins (2002) Penyebab GPDO ialah penghentian pengaliran darah ke sebagian otak. Penghentian ini dapat disebabkan oleh emboli, trombosis atau perdarahan. Karena itu bagian otak yang tidak memperoleh darah lagi lalu mati (nekrosis), mencair dan meninggalkan rongga yang dikelilingi jaringan parut yang di bentuk oleh sel-sel ganglia.

Klasifikasi gangguan peredaran darah otak menurut Dharaperwira-Prins (2002) meliputi trombosis, penyumbatan pembuluh darah yang diakibatkan oleh perubahan dinding pembuluh, merupakan penyebab GPDO paling sering terjadi.

Kejadian ini sering terjadi oleh arteriklerosis, tetapi juga oleh gangguan lain (misalnya peradangan). Emboli yaitu gumpalan darah yang terjadi dalam sistem pembuluh darah yang lalu dengan aliran darah terbawa ke otak dan kemuadian menyumbat ke sebuah pembuluh.

2) Tumor Otak

Tumor otak (Neoplasma kranial) sering berkembang dengan perlahan,

(5)

sedangkan jaringan otak menyesuaikan diri dengan perubahan ini, sehingga sering tumor itu baru menyebabkan gangguan pada stadium yang berikut. Tumor otak dapat menimbulkan edema dan dapat menekan pembuluh darah. Dengan demikian, dapat terjadi gangguan akut, jauh dari tempat keletakan tumor. Sakit kepala seringkali menjadi gejala pertama. Dapat pula muncul rasa mual dan munta-muntah. Ciri-ciri gejala sebenarnya tergantung dari lokasi tumor (Dharmaperwira-Prins, 2002).

3) Trauma

Trauma sering diklasifikasikan sebagai terbuka atau tertutup, tergantung dari rusak-tidaknya tengkorak. Tingkat kehilangan kesadaran dan kurun waktu amnesia post-traumatik (APT) merupakan ukuran penting untuk menilai keparahan kerusakan otak. Sebuah pukulan pada tengkorak dapat menyebabkan suatu kerusakan tepat dibawahnya, tetapi karena isi tengkorak terbentur pada sisi lain (efek ‘contre-coup’), maka tempat itu pun sering terjadi kerusakan (Dharmaperwira-Prins. 2002).

4) Infeksi

Infeksi dengan akibat meningitis atau ensefalitis bisa mengakibatkan kerusakan otak. Pada masa sebelum ada antibiotika, sering terjadi abses di lobus temporalis sebagai akibat infeksi telinga. Dewasa ini yang paling banyak dijumpai adalah ensefalitis karena herpes simpleks. Dalam hal ini kehilangan ingatan seringkali menutupi kemungkinan adanya afasia. Infeksi virus lain, seperti AIDS, dapat juga menjadi penyebabnya (Dharmaperwira-Prins, 2002).

5) Dementia

Penyakit seperti Alzheimer, kadang-kadang Parkinson, dan penyakit neurodegenerative lainnya dapat menyebabkan kerusakan disfusi di otak, atau kerusakan lokal yang merusak hubungan area penting di otak, dan mengenai memory, reasoning, judgement, organizatinal, dan planning skill, dan fungsi spesifik bahasa, kehadiran afasia dikaitkan dengan tanda dan gejala pada kerusakan difusi otak masih dalam perbedaan diantara para ahli dan membuat perbedaan diagnosis yang rumit (LaPointe, 2005).

(6)

C. Prevalensi

Pada tahun 2010, Stroke menduduki peringkat ke-3 sebagai penyebab kematian setelah jantung dan kanker. Di Amerika Serikat setiap 40 detik satu orang mengalami serangan stroke dan setiap 4 menit terdapat orang yang meninggal karena stroke.

ASEAN Neurogical Association (ASNA) di tujuh negara ASEAN menunjukan hanya 15% dari penderita stroke di ASEAN yang mengalami afasia. Sedangkan sisanya, 95%

mengalami gangguan fungsi motorik atau kelumpuhan. Berdasarkan hasil Riskesdas (2013) prevalensi stroke berdasarkan diagnosis nakes (tenaga kesehatan) tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil. Prevalensi penyakit stroke pada kelompok yang di diagnosis nakes atau gejala meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur ≥ 75 tahun (43% dan 67%) (American Heart Association (2013).

Menurut WHO, Indonesia menempati peringkat ke-97 dunia untuk jumlah penderita stroke terbanyak dengan jumlah angka kematian mencapai 138.268 orang atau 9,70% dari total kematian yang terjadi di tahun 2011. Stroke merupakan penyebab kecacatan serius menetap nomor 1 di seluruh dunia. Badan kesehatan dunia memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan meningkat seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih 6 juta pada tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun 2030. Rata-rata kasus stroke di Jawa Tengah adalah 635,600 kasus (Dinkes Jawa Tengah, 2004) dan kasus tertinggi stroke adalah di kota Semarang yaitu sebesar 3.986 kasus (17,91%). Kejadian afasia mengacu pada jumlah kasus baru diindefikasi dalam jangka waktu tertentu. Di Amerika Serikat menunjukkan bahwa sekitar 100.000 orang memiliki afasia per tahun. Sekitar 82,37% pasien stroke menderita gangguan bicara.Afasia sebagai salah satu jenis gangguan bicara, memiliki prevalensi 30,25%

menjadi 42,4% (Nasional Afasia Association, 2018).

Berdasarkan data di RSUD Dr. Moewardi Surakarta angka kejadian kasus Afasia di Poli Rehabilitasi Medik bagian Terapi Wicara selama 3 bulan (Desember-

(7)

Februari) terakhir terdapat sekitar 0.010 % penderita stroke dengan rincian terdapat 9 pasien yang mengalami Afasia dari 809 pasien yang ada.

D. Karakteristik

Afasia dapat mempengaruhi aspek reseptif maupun ekspresif dalam aspek komunikasi termasuk berbicara, pemahaman, menulis, membaca dan gerak/isyarat sesuai pendapat (Darnopoli, 2016). Afasia Broca merupakan jenis afasia tidak lancar, disebut tidak lancar karena produksi bicara dilakukan dengan usaha keras. Kerusakan biasanya terletak dibagian anterior hemisfer kiri. Fitur yang dominan adalah agramatism (gangguan sintaks). Kesulitan untuk memproduksi kata seperti tata bahasa dan kata kerja yang tidak jelas. Pada aspek pemahaman biasanya sedikit terganggu karena individu dengan Afasia Broca biasanya kesulitan memahami tata bahasa yang kompleks. Kesulitan dalam pengulangan kata-kata dan kalimat (ASHA, 2016).

Karakteristik afasia sangat bervariasi antara individu satu dengan individu lain.

Beberapa variasi terkait dengan dimana letak kerusakan dan seberapa parah. Adapun karakteristik afasia menurut Dharmaperwira-Prins (2002) adalah sebagai berikut:

1. Afasia global merupakan afasia yang tibul akibat dari kerusakan bagian-bagian besar daerah frontal-temporal-parietal perisylvis di hemisfer kiri. afasia global ditandai dengan bicara spontan sangat tidak lancar, pemahaman auditif sangat terganggu. Kemampuan meniru ucapan, membaca dan dengan bersuara dan menulis sesuatu sama sekali tidak mungkin dilakukan.

2. Afasia broca merupakan afasia yang timbul akibat kerusakan di daerah frontal- pariental di hemisfer kiri (daerah suprasylvis, baik operculum maupun insula).

Afasia broca ditandai dengan bicara spontan tidak lancar, kemampuan hubungan gramatikal terganggu, terdapat kesulitan dalam menemukan kata. Kemampuan meniru ucapan terganggu, mengulangi kata bersegmen satu atau dua mungkin masih bisa, tetapi mengulangi perkataan yang lebih sukar dan kalimat yang lebih lengkap sangat terganggu. Membaca sambil bersuara menjadi sulit, terutama huruf, kata fungsi, kata panjang, kata yang jarang di pakai dan kalimat yang

(8)

lengkap. Kemampuan menulis juga sangat terganggu. Pemahaman auditif dan membaca dengan pemahaman cenderung normal.

3. Afasia transkortikal motoris merupakan afasia yang timbul dari kerusakan pada daerah frontal hemisfer kiri atau di daerah yang berbatasan langsung dengan broca (di depan atau belakangnya) atau di dalam daerah preotoris medial atau superior.

Afasia transkortikal motoris ditandai dengan bicara tidak lancar, membaca bersuara dan menulis terganggu, penemuan dan penamaan kata terganggu, bahasa lisan dan bahasa tulis umumnya cukup baik.

4. Afasia transkortikal campuran merupakan afasia yang terjadi akibat kerusakan pada daerah-daerah besar korteks asosiasi anterior dan posterior, tetapi daerah perisilvis tidak terkena. Afasia transkortikal campuran ditandai dengan bicara spontan tidak ada atau hapir tidak ada, pemahaman sangat terganggu, membaca dan menulis boleh dikatakan tidak mungkin dilakukan lagi.

5. Afasia wernicke merupakan afasia yang timbul akibat kerusakan pada bagian posterior girus temporal atas hemisfer kiri. Afasia wernicke ditandai dengan kemampuan bicara lancar. Pemahaman auditif yang sangat terganggu, kemampuan meniru ucapan cukup buruk, membaca dengan pemahaman sepadan dengan pemahaman auditifnya akan tetapi untuk membaca dengan bersuara biasanya lebih baik, kemampuan menulis umumnya cukup baik.

6. Afasia transkortikal sensoris merupakan afasia yang timbul karena terdapat kerusakan pada daerah tempero-parieto-oksipital di hemisfer kiri.

Afasiatranskortikal sensoris di tandai dengan bicara spontan lancar, kemampuan meniru baik, pemahaman auditif terganggu pada taraf pengaitan pada bunyi dan arti, pemberian nama sangat terganggu kemampuan menulis sama dengan atau lebih buruk dari pada kemampuan bicara. Membaca dengan bersuara dapat dilakukan, tetapi membaca tanpa suara sama buruknya atau lebih buruk dari pada pemahaan auditif.

7. Afasia konduksi merupakan afasia yang timbul akibat dari kerusakan pada bagian posterior fasikulus arkuatus di hemisfer kiri. Afasia konduksi di tandai dengan bicara spontan lancar bahkan hampir normal, pemahaman auditif dalam situasi

(9)

sehari-hari normal, membaca dengan pemahaman hamisper normal dan sepadan dengan pemahaman auditif, kemampuan dalam miniru kata dan membaca dengan bersuara terganggu.

8. Afasia anomis merupakan afasia yang timbul akibat kerusakan pada bagian temporal, temporal-parietal atau temporal-oksipital di hemisfer kiri. Afasia ini ditandai dengan kesulitan dalam menemukan kata pada konfrontasi visual dan pada waktu bicara spontan, selain itu terdapat gangguan pada penemuan kata.

Pemahaman bahasa lisan dan tulisan baik. Membaca bersuara dan meniru ucapan normal.

Tabel pengklasifikasian menurut Goodglass dan Kaplan (1972), membuat klasifikasi afasia atas dasar ciri-ciri penamaan kata, kelancaran, meniru ucapan dan pemahaman auditif. Ciri-ciri berbagai sindrom afasia sebagai berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi Boston mengenai sindrom afasia yang dibuat oleh Goodglas dan Kaplan (1972).

Sindrom Afasia Lokalisasi Kelancaran Pemahaman Meniru

Global Fissura Tidak lancar - -

sylvi

Broca Fronto- Tidak lancar - +

parietal

Transkortikal Frontal Tidak lancar + +

Motorik

Transkortikal Frontal & Tidak lancar + - Campuran Posterior

Wernicke Wernicke Lancar - -

Transkortikal Posterior Lancar + -

Sensoris

Konduksi Fasikulus Lancar - +

arkuatis

Anomis Posterior Lancar + +

Sumber: Dharmaperwira-Prins, 2002. Afasia Deskripsi, Pemeriksaan Penanganan (Edisi Kedua), Jakarta Fakultas Kedokteran

University

(10)

National Aphasia Association (2016) Afasia Broca memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Afasia broca dinamai berdasarkan ilmuwan Prancis, Paul Broca pada tahun 1861.

2. Area Broca yang merupakan area motorik untuk berbicara yang terletak di posterior gyrus frontal atau secara neoroanatomi digambarkan sebagai daerah Broadman 44 dan 45.

3. Kesulitan berbicara dengan lancar tetapi pemahaman mereka dapat dipertahankan secara relatif.

4. Kesulitan menghasilkan kalimat gramatikal dan pembicaraan mereka terbatas untuk ucapan singkat kurang dari empat kata.

5. Menghasilkan suara yang tepat atau menemukan kata-kata yang tepat sering merupakan proses yang melelahkan.

6. Beberapa orang lebih kesulitan menggunakan kata kerja dari pada menggunakan kata benda.

7. Memahami pembicaraan dengan relatif baik, terutama ketika struktur tata bahasa dari bahasa lisan sederhana.

8. Sulit memahami kalimat dengan konstruksi gramatikal yang lebih kompleks.

Dapat membaca tetapi dibatasi secara tertulis.

Afasia Broca adalah gangguan bahasa yang ditandai oleh ketidakmampuan untuk menghasilkan bahasa dan bahasa tulisan yang bermakna. Afasia Broca adalah hilangnya kemampuan untuk memproduksi atau memahami bahasa yang ditandai dengan berbicaranya yang sulit, kehilangan kemampuan dalam mengujarkan atau menirukan bunyi-bunyi vokal, dan berbicara dengan susunan yang tidak runtun (Hartini, 2011). Afasia Broca penderitanya mengalami kesulitan dalam berbicara, tidak lancar, ucapannya pendek, atau kata per kata. Keadaan tersebut dapat muncul dengan bermacam-macam gangguan seperti tidak dapat bicara sepenuhnya sampai kehilangan karakter (huruf) yang membuat mereka kesulitan mencari dan menemukan kata (Papathanasiou, Coppens & Potagas, 2013).

Referensi

Dokumen terkait

Altenatif pengunaan energi dari minyak bumi yang menipis itu adalah dengan menggunakan bentuk energi lain atau berupaya untuk hemat dalam penggunaan energi minyak bumi. Bentuk lain

Selain menggunakan arus kas ataupun arus dividen dalam menentukan nilai fundamental atau nilai intrinsik suatu saham, alternatif lain yang dapat digunakan yaitu dengan menggunakan

Pada siswa laki-laki SMP “X” Bandung yang melibatkan kategori mekanisme Minimizing agency dalam perilaku agresifnya akan melemparkan tanggungjawab dan menghindari

Hubungan ini merujuk bahagian yang terdapat pada dua objek yang berlainan dengan tambahan satu bahagian pada salah satu objek (Felber, 1995: 105). Berdasarkan Rajah 4d,

Disisi lain analisis kuantitatif memberikan solusi dengan hasil yang menunjukkan bahwa untuk mendorong UKM dalam penggunaan fintech pemerintah ataupun perusahaan

Insight in learning adalah suatu proses belajar mengajar yang diawali dengan proses trial-error, tetapi dari peristiwa tersebut akhirnya dicapai suatu pemahaman.. Insight in

Obat dengan kandungan bismut dan kalsium dapat membentuk lapisan pelindung pada luka di lambung tetapi sebaiknya dihindari karena bersifat neurotoksik sehingga dapat

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah profitabilitas, likuiditas dan hutang berpengaruh terhadap kebijakan